You are on page 1of 16

Artikel Fly

Ash

Pemanfaatan
FLY ASH dan BOTTOM ASH

Fly ash dan bottom ash adalah terminology umum untuk abu terbang
yang ringan dan abu relatif berat yang timbul dari suatu proses
pembakaran suatu bahan yang lazimnya menghasilkan abu. Fly Ash dan
Bottom Ash dalam konteks ini adalah abu yang dihasilkan dari
pembakaran batubara.

Sistem pembakaran batubara umumnya terbagi 2 yakni sistem unggun


terfluidakan (fluidized bed system) dan unggun tetap (fixed bed system
atau grate system). Disamping itu terdapat system ke-3 yakni spouted
bed system atau yang dikenal dengan unggun pancar.

Fluidized bed system adalah sistem dimana udara ditiup dari bawah
menggunakan blower sehingga benda padat di atasnya berkelakuan
mirip fluida. Teknik fluidisasi dalam pembakaran batubara adalah teknik
yang paling efisien dalam menghasilkan energi. Pasir atau corundum
yang berlaku sebagai medium pemanas dipanaskan terlebih dahulu.
Pemanasan biasanya dilakukan dengan minyak bakar. Setelah
temperatur pasir mencapai temperature bakar batubara (300oC) maka
diumpankanlah batubara. Sistem ini menghasilkan abu terbang dan abu
yang turun di bawah alat. Abu-abu tersebut disebut dengan fly ash dan
bottom ash. Teknologi fluidized bed biasanya digunakan di PLTU
(Pembangkit Listruk Tenaga Uap). Komposisi fly ash dan bottom ash
yang terbentuk dalam perbandingan berat adalah : (80-90%)
berbanding (10-20%).

Fixed bed system atau Grate system adalah teknik pembakaran dimana
batubara berada di atas conveyor yang berjalan atau grate. Sistem ini
kurang efisien karena batubara yang terbakar kurang sempurna atau
dengan perkataan lain masih ada karbon yang tersisa. Ash yang
terbentuk terutama bottom ash masih memiliki kandungan kalori sekitar
3000 kkal/kg. Di China, bottom ash digunakan sebagai bahan bakar
untuk kerajinan besi (pandai besi). Teknologi Fixed bed system
banyak digunakan pada industri tekstil sebagai pembangkit uap
(steam generator). Komposisi fly ash dan bottom ash yang terbentuk
dalam perbandingan berat adalah : (15-25%) berbanding (75-25%).

1
Artikel Fly
Ash

Persoalan di Sekitar Fly ash dan Bottom ash

Fly ash/bottom ash yang dihasilkan oleh fluidized bed system berukuran
100-200 mesh (1 mesh = 1 lubang/inch2). Ukuran ini relative kecil dan
ringan, sedangkan bottom ash berukuran 20-50 mesh. Secara umum
ukuran fly ash/bottom ash dapat langsung dimanfaatkan di pabrik
semen sebagai substitusi batuan trass dengan memasukkannya pada
cement mill menggunakan udara tekan (pneumatic system). Disamping
dimanfaatkan di industri semen, fly/bottom ash dapat juga dimanfaatkan
menjadi campuran asphalt (ready mix), campuran beton (concerete) dan
dicetak menjadi paving block/batako. Dari suatu penelitian empiric untuk
campuran batako, komposisi yang baik adalah sbb :

Kapur : 40%
Fly ash : 10%
Pasir : 40%
Semen : 10%

Persoalan lingkungan muncul dari bottom ash yang menggunakan fixed


bed atau grate system. Bentuknya berupa bongkahan-bongkahan besar.
Seperti yang telah disinggung di atas bahwa bottom ash ini masih
mengandung fixed carbon (catatan : fixed carbon dalam batubara
dengan nilai kalori 6500-6800 kkal/kg sekitar 41-42%). Jika bottom ash
ini langsung dibuang ke lingkungan maka lambat laun akan terbentuk
gas Metana (CH4) yang sewaktu-waktu dapat terbakar atau meledak
dengan sendirinya ( self burning dan self exploding). Di sisi yang lain,
jika akan dimanfaatkan di pabrik semen maka akan merubah desain
feeder, sehingga pabrik semen tidak tertarik untuk memanfaatkan
bottom ash tsb.

Solusi Persoalan Fly ash dan Bottom ash

Dari situasi dan keadaan di atas maka dapat dikatakan bahwa solusi
terhadap munculnya fly/bottom ash serta pemanfaatan yang dikaitkan
dengan keamanan terhadap lingkungan adalah sbb :
1. Fly ash/bottom ash yang berasal dari sistem pembakaran fluidized
bed dapat digunakan untuk :
a. Campuran semen tahan asam
b. Campuran asphalt (ready mix) dan beton

2
Artikel Fly
Ash

c. Campuran paving block/batako


2. Fly ash yang berasal dari fixed bed system dapat langsung
digunakan seperti point 1.a, 1b dan 1c. Sedangkan untuk bottom
ash yang masih dalam bentuk bongkahan maka harus mengalami
perlakukan pengecilan ukuran (size reduction treatment) sebelum
dimanfaatkan lebih lanjut.

PEMANFAATAN FLY ASH

Batubara sebagai bahan bakar banyak digunakan di PLTU.


Kecenderungan dewasa ini akibat naiknya harga minyak diesel industri,
maka banyak perusahaan yang beralih menggunakan batubara sebagai
bahan bakar dalam menghasilkan steam (uap). Sisa hasil pembakaran
dengan batubara menghasilkan abu yang disebut dengan fly ash dan
bottom ash (5-10%). Persentase abu (fly ash dan bottom ash) yang
dihasilkan adalah fly ash (80-90%) dan bottom ash (10-20% ) : [Sumber
PJB Paiton]. Umumnya komposisi kimia fly ash dapat ditunjukkan seperti
di bawah ini:
SiO2 : 52,00%
Al2O3 : 31,86%
Fe2O3 : 4,89%
CaO : 2,68%
MgO : 4,66%
Manfaat Fly ash
Pabrik semen memerlukan fly ash yang digunakan sebagai pengganti
(substitusi) batuan trass yang bersifat pozzolanic untuk pembuatan
semen tahan asam (PPC). Penggunaan fly ash di salah satu pabrik
semen berkisar antara 4-6 % berat raw mill. Posisi pemasukan fly ash di
pabrik semen ditunjukkan pada skema berikut :

Semen sebagai bahan pengikat telah dikenal sejak zaman Mesir Kuno
yang merupakan kalsinasi gypsum yang tidak murni. Sedangkan
kalsinasi batu kapur baru dimulai oleh Bangsa Romawi. Mereka
menggunakan material yang diambil dari lembah Napples (Italia)
tepatnya di daerah Pozzoalu yang merupakan asal-usul penamaan
Pozzolano terhadap bahan tersebut.

3
Artikel Fly
Ash

Semen Portland terbagi menjadi 5 jenis yaitu Semen Portland I s.d V.


Setiap jenis Semen Portland berbeda-beda dalam racikannya (sesuai
dengan standard ASTM dan SII, lihat Lampiran). Maksud racikan disini
adalah perbedaan komposisi kimia dan sifat fisika semen yang akan
terbentuk. Perbedaan kimia yaitu berapa percent jumlah Kalsium, Silika,
Aluminium dan Ferrum (besi) sebagai unsur pembentuk utama semen
dan perbedaan fisika misalnya loss of ignition (LOI), kuat tekan, panas
hidrasi dsb.
Secara umum komposisi bahan pembentuk Semen PPC adalah sbb :
♠ Clinker : 86%
♠ Gypsum : 4%
♠ Trass : 6%
♠ Fly ash : 4%

Berdasarkan definisi SNI 15-0302-1994 :


PPC adalah semen hidrolis yang terdiri dari campuran homogen antara
semen Portland dengan pozzolan halus yang diproduksi dengan cara
menggiling clinker semen Portland dan pozzolan bersama-sama atau
mencampur secara rata bubuk semen Portland dengan bubuk pozzolan
atau gabungan antara menggiling dan mencampur dimana kadar
pozzolan 15 s.d 40% massa semen Portland pozzolan.
Berdasarkan definisi ASTM C 219 :
PPC adalah semen hidrolis yang terdiri dari campuran semen Portland,
blast furnace slag dan pozzolan yang dihasilkan dari penggilingan klinker
semen Portland dan pozzolan dengan mencampur semen Portland atau
semen Portland blast furnace slag dan pozzolan yang dihaluskan secara
terpisah atau kombinasi penggilingan dan pencampuran dimana jumlah
pozzolan adalah sesuai batas yang dipersyaratkan.
Berdasarkan 2 (dua) definisi di atas maka yang membedakan PPC
dengan semen Portland biasa (I s.d V) adalah banyaknya trass atau fly
ash yang ditambahkan pada proses akhir (finish mill).
Dengan penambahan fly ash akan mengakibatkan pada struktur beton
hal-hal sebagai berikut :
♠ Curing time (umur 90 hari) laju reaksi pozzolanic
(pengikatan Ca) meningkat sehingga jumlah Ca(OH)2 yang
akan berinteraksi dengan CO2 berkurang karenanya karbonasi
terhambat

4
Artikel Fly
Ash

♠ Menurunkan alkalinitas beton yang merupakan penyebab


terjadinya korosi pada besi beton
Kriteria ini akan meningkatkan ketahanan concrete (beton) terhadap
oksidasi akibat lingkungan yang bersifat asam (utamanya daerah rawa).

Contoh Pemanfaatan Empiris fly ash/bottom ash di Ind.


Textile

Jumlah Batubara (6300 kkal/kg) yg dibakar = 70 ton


Fly ash = 0.5 ton
Bottom ash = 10 -12 ton
Total ash = 10, 5 -12 ton (15-17% dari total BB yang dibakar)

Bottom ash dapat digunakan kembali, nilai kalorinya = 3000


kkal/kg

Perbandingan bottom ash dgn BB asli = 2 : 5

5
Artikel Fly
Ash

PENYIMPANAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN, SALAH SATU


PERATURAN TEKNIS YANG SEDANG DISUSUN

Di dalam Peraturan Pemerintah No.74/2001 tentang Pengelolaan


Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), terdapat beberapa mandat
peraturan yang harus segera direalisasikan dalam bentuk peraturan
teknis. Salah satu peraturan teknis yang diamanatkan oleh PP 74/2001
tersebut adalah tata cara penyimpanan B3.
Berkaitan dengan hal tersebut Kementerian Lingkungan Hidup, c.q
Asisten Deputi Urusan Administrasi Pengendalian Limbah B3 bekerja
sama dengan GTZ dalam program PPP (Public Private Partnership)
sedang menyusun Pedoman Teknis Penyimpanan B3. Pedoman teknis
ini akan memuat antara lain syarat lokasi tempat penyimpanan, syarat
bangunan penyimpanan, pengemasan bahan, dan sistem tanggap
darurat.
Pedoman disusun secara partisipatif dengan melibatkan berbagai
pihak terkait melalui serangkaian proses dialog. Berbagai pihak yang
dilibatkan diantaranya adalah pelaku usaha/industri, laboratorium,
asosiasi industri dan perdagangan, lembaga pemerintah, dan perguruan
tinggi. Pendekatan dialog dilakukan selain untuk mengakomodasi
masukan dari berbagai pihak juga dimaksudkan sebagai proses
penyebarluasan (diseminasi) konsep penyimpanan dan penanganan
bahan kimia secara baik dan berwawasan lingkungan.
Secara umum, proses penyusunan panduan adalah sebagai berikut :
♠ Tinjauan atas berbagai peraturan perundangan terkait di
Indonesia, serta berbagai standar dan/atau peraturan di negara
lain untuk mengetahui tingkat kesenjangan terhadap panduan
maupun peraturan yang telah tersedia. Pada tahap ini juga
dirumuskan draft pedoman teknis penyimpanan bahan kimia.
♠ Proses dialog dengan berbagai pihak (stakeholders) yang
diselenggarakan di 5 kota besar yaitu Jakarta, Bandung,
Semarang, Surabaya dan Medan yang bertujuan untuk
mengakomodasi masukan-masukan sebagai bagian dari proses
penyempurnaan pedoman.
♠ Penggabungan dari kedua hasil tahapan di atas diharapkan
menjadi sebuah pedoman teknis penyimpanan bahan kimia yang

6
Artikel Fly
Ash

pada gilirannya dapat diintegrasikan lebih jauh ke dalam proses


legislasi peraturan di Indonesia.

Kick of Meeting telah dilaksanakan dengan mengundang 4


Bapedalda/BPLHD Propinsi yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur
dan Sumatera Utara. Adapun hasil meeting tersebut adalah Jadwal
Pelaksanaan Workshop Pedoman Teknis Penyimpanan B3 di masing-
masing kota (Oktober–Desember 2007) dan identifikasi peserta
workshop yaitu seluruh instansi terkait di wilayah Propinsi bersangkutan,
pelaku usaha/industri, laboratorium, asosiasi industri dan perdagangan,
lembaga pemerintah, dan perguruan tinggi.

Copyright © 2006, Kementerian Negara Lingkungan Hidup, All Rights Reserved

7
Artikel Fly
Ash

Fly Ash sebagai Substitusi Semen

Bahan campuran substitusi semen ”Fly Ash” kini


banyak dicari. Pasalnya, bahan campuran semen
yang berasal dari abu bekas pembakaran
batubara mempunyai keunggulan daya lekat
yang kuat karena mengandung silika dan
alumina dengan kadar kapur yang rendah.

Selain itu Fly Ash digunakan sebagai bahan


tambahan dalam komposisi meterial pembuatan batako, conblock, bata
rejal, paving block, panel dinding, beton casting, genteng serta ready
mix (concrete beton). Komposisi Fly Ash dalam campuran pembuatan
bahan bangunan hanya dipakai sekitar 20%.

Penghasil Fly Ash di Indonesia banyak didapati pada industri pengguna


batu bara sebagai pembangkit energi. Berdasarkan data KLH, produksi
Fly Ash dari industri pengguna batu bara mencapai 466.198 ton per
tahun.

Limbah sebagai Bahan Baku dan Alternatif Bahan Bakar pada


Industri Semen

Pada saat ini beberapa pabrik semen di


Indonesia telah dan sedang memanfaatkan
cangkang (kernel shell) dari kelapa sawit
sebagai alternatif fuel. Sedangkan di Eropa
alternatif fuel yang banyak dimanfaatkan adalah
ban bekas dan limbah sludge domestik. Limbah
padat yang bisa dimanfaatkan sebagai alternatif
fuel lainnya antara lain: sludge (paper fiber, WWT sewage), packaging
waste, carbon fly ash, bottom ash, paint residue, waste plastics, dan
biomas seperti: rice husk, palm kernel shell, wastewood, baggase, waste
paper, dan waste rubber. Sedangkan limbah cair yang dapat
dipergunakan sebagai alternatif fuel anatara lain: waste oil & oiled
water, sludge oil, slope oil & recovery oil, solvents dll.

8
Artikel Fly
Ash

Unsur-unsur kimia yang sangat diperlukan dalam pembuatan


semen adalah Silicon (Si), Calcium (Ca), Besi (Fe), Alumunium (Al) dan
Sulfur (S). Unsur unsur kimia yang diperlukan tersebut dapat diperoleh
dari bahan baku utama proses produksi pabrik semen yang terdiri dari
batu kapur, tanah liat, pasir silika, dan pasir besi serta bahan penolong
berupa gypsum. Beberapa limbah industri dapat dimanfaatkan sebagai
pengganti bahan baku pembuatan semen. Limbah tersebut bisa
dimasukkan pada proses raw mill atau pada proses cement mill.
Beberapa limbah yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku alternatif
pada industri semen antara lain terlihat pada tabel dibawah ini.

Bahan Baku Alternatif

No Bahan Limbah (Bahan Baku Input pada Pabrik


. Baku Alternatif) Semen
1 Silicon (Si) Used Foundry Sand Raw Mill
Molding sand (Mortar) Raw Mill
2 Calcium Raw Mill/ Cement mill
(Ca) Limestone/ chalk
Foam concrete Raw Mill
granulates
Calcium fluoride Raw Mill
3 Iron (Fe) Iron slag Raw Mill
Cooper slag Raw Mill
Dust EAF Raw Mill
Iron scale Raw Mill
Blast furnace & converter Raw Mill
slag
Iron core Raw Mill
Pyrite cinder Raw Mill
4 Aluminium Industrial sludge Raw Mill

9
Artikel Fly
Ash

(Al)
5 Si - Al - Ca Blast furnace slag Raw Mill
Fly ash, Raw Mill
Ash from low quality Raw Mill/ Cement mill
Coal, Coal tailing
Paper residuals Raw Mill
Ashes from inceneration Raw Mill/ Cement mill
processes
Spent catalyst Cement mill
Trass Raw Mill/ Cement mill
6 Si - Al Clay Raw Mill
Bentonite / Kaolinite Raw Mill
Recidues from coal pre Raw Mill
treatment
Crash glass Raw Mill
7 S Natural Gypsum Cement Mill
Chemical Gypsum Cement Mill
Other gypsum from the
chemical or ceramic
industries Cement Mill
(sumber: Agus Erfien, Indocemen, 2006 )

Mengingat proses produksi semen ini menggunakan suhu yang


sangat tinggi terutama pada proses pembakaran pada rotary kiln (1500
C), suhu dimana pembakaran limbah akan menghasilkan pembakaran
sempurna. Namun demikian negara negara Eropa seperti Jerman dan
Spanyol, telah memberlakukan peraturan yang ketat bagi limbah yang
akan dimanfaatkan sebagai alternative bahan baku maupun bahan
bakar. Limbah tersebut antara lain tidak boleh memiliki kandungan
merkuri dan halogen melebihi nilai ambang batas yang telah ditentukan
(Hg<10 mg/Kg, Halogen (Cl)<0.25%, dll).

10
Artikel Fly
Ash

BUILDING MATERIALS
Better Performance without Higher Cost

Fly ash – the most commonly used coal


combustion product – is a remarkable material
that cost-effectively improves the
performance of products it is added to.

For instance, in making concrete, cement is


mixed with water to create the “glue” that
holds strong aggregates together. Fly ash
works in tandem with cement in the production of concrete products.
Concrete containing fly ash is easier to work with because the tiny,
glassy beads create a lubricating effect that causes concrete to flow and
pump better, to fill forms more completely, and to do it all using up to 10
percent less water. Because the tiny fly ash particles fill microscopic
spaces in the concrete, and because less water is required, concrete
using fly ash is denser and more durable. And fly ash reacts chemically
with lime that is given off by cement hydration, creating more of the
glue that holds concrete together. That makes concrete containing fly
ash stronger over time than concrete made only with cement.

Fly ash is also a cost-effective resource. When fly ash is added to


concrete, the amount of cement that is necessary can be reduced.

11
Artikel Fly
Ash

KONTAMINASI & LIMBAH B3


editorial
KONTAMINASI & LIMBAH B3

Dalam UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan


Hidup, terminologi pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya
atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen
lain kedalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga
kualitasnya turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan
lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai peruntukannya. Untuk
mengukur turunnya kualitas lingkungan tersebut, maka ditetapkanlah
Baku Mutu. Istilah kontaminasi, pada hakikatnya lebih kurang sama
dengan terminologi diatas, tetapi kosa kata kontaminasi lebih populer
dan sering dipergunakan dalam konteks pengelolaan B3 dan limbah
B3 (bahan berbahaya dan beracun).

Kegiatan penanganan kontaminasi media lingkungan dalam


konteks ini adalah upaya pemulihan kualitas lingkungan baik media
tanah, pesisir, dan perairan akibat terkontaminasi bahan dan limbah
berbahaya dan beracun (B3). Menariknya, ciri khas dan karakteristik
kegiatan penanganan kontaminasi adalah kegiatan yang bersifat
relatif lama (jangka waktu relatif panjang) dan memerlukan
biaya yang relatif besar. Hal ini disebabkan karena upaya
pemulihan yang dilakukan haruslah memenuhi tahapan dan kaidah-
kaidah ilmiah yang berlaku. Oleh sebab itu, untuk mengukur
performance (kinerja) dari kegiatan penanganan kontaminasi
tersebut, haruslah dilihat dari tahapan dan kaidah ilmiah tersebut.

Apabila kita bandingkan dengan kondisi di Amerika Serikat,


berdasarkan data statistik setiap tahunnya di Amerika Serikat
terdapat 1300 – 1400 ”contaminated site”, namun dalam
penanganannya di AS menggunakan instrumen ”super funds” (dana
standby/siap pakai untuk pemulihan lingkungan), sehingga upaya
proses pemulihannya dapat berlangsung cepat dan tepat, tanpa
menunggu ditemukannya penanggung jawab terhadap
”contaminated site” tersebut. Kondisi ini sangat berbeda dengan di
Indonesia, sehingga untuk berbagai kasus ”illegal dumping” B3 dan
limbah B3 yang terjadi, upaya pertama yang sangat penting
dilakukan adalah menemukan penanggung jawab aktivitas illegal

12
Artikel Fly
Ash

tersebut. Konsekuensinya adalah, upaya penanganan kontaminasi


tidak dapat dilakukan cepat dan tepat, sementara eksposure
terhadap lingkungan terus berlangsung. Sementara itu, asas yang
dianut UU Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah strict liability
(tanggung jawab mutlak), sebagaimana tertulis dalam pasal 35 ayat
1.

Untuk mengantisipasi komplikasi permasalahan tersebut, sudah


saatnya diperlukan kebijakan ataupun policy yang mendorong
adanya instrumen yang dapat berfungsi sebagai penjamin atau
garansi, apabila terjadi kontaminasi B3 dan limbah B3, atau tepatnya
semacam environmental insurance. Sebagaimana diuraikan diatas,
bahwa upaya penanganan kontaminasi yang dilakukan untuk
pemulihan lingkungan, memerlukan jangka waktu yang panjang dan
cost yang relatif besar. Sehingga, dengan demikian apabila terjadi
kontaminasi, maka upaya penanganannnya dapat berlangsung
dengan cepat dan tepat, dan lingkungan dapat terjaga dengan baik.

13
Artikel Fly
Ash

”FLY ASH” PEMANFAATAN & KEGUNAANNYA

Fly-ash atau abu terbang yang merupakan sisa-sisa pembakaran batu


bara, yang dialirkan dari ruang pembakaran melalui ketel berupa
semburan asap, yang telah digunakan sebagai bahan campuran pada
beton. Fly-ash atau abu terbang di kenal di Inggris sebagai serbuk abu
pembakaran. Abu terbang sendiri tidak memiliki kemampuan mengikat
seperti halnya semen. Tetapi dengan kehadiran air dan ukuran
partikelnya yang halus, oksida silika yang dikandung oleh abu terbang
akan bereaksi secara kimia dengan kalsium hidroksida yang terbentuk
dari proses hidrasi semen dan menghasilkan zat yang memiliki
kemampuan mengikat.

Menurut ACI Committee 226 dijelaskan bahwa, fly-ash mempunyai


butiran yang cukup halus, yaitu lolos ayakan N0. 325 (45 mili mikron) 5-
27persen, dengan spesific gravity antara 2,15-2,8 dan berwarna abu-
abu kehitaman. Sifat proses pozzolanic dari fly-ash mirip dengan bahan
pozzolan lainnya. Menurut ASTM C.618 (ASTM, 1995:304) abu terbang
(fly-ash) didefinisikan sebagai butiran halus residu pembakaran
batubara atau bubuk batubara. Fly-ash dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu abu terbang yang normal yang dihasilkan dari pembakaran
batubara antrasit atau batubara bitomius dan abu terbang kelas C yang
dihasilkan dari batubara jenis lignite atau subbitumes . Abu terbang
kelas C kemungkinan mengandung zat kimia SiO2 sampai dengan
dengan 70 persen.

Tingkat pemanfaatan abu terbang dalam produksi semen saat ini masih
tergolong amat rendah. Cina memanfaatkan sekitar 15 persen, India
kurang dari lima persen, untuk memanfaatkan abu terbang dalam
pembuatan beton. Abu terbang ini sendiri, kalau tidak dimanfaatkan
juga bisa menjadi ancaman bagi lingkungan. Karenanya dapat
dikatakan, pemanfaatan abu terbang akan mendatangkan efek ganda
pada tindak penyelamatan lingkungan, yaitu penggunaan abu terbang
akan memangkas dampak negatif kalau bahan sisa ini dibuang begitu
saja dan sekaligus mengurangi penggunaan semen Portland dalam
pembuatan beton.

Sebagian besar abu terbang yang digunakan dalam beton adalah abu
kalsium rendah (kelas “F” ASTM) yang dihasilkan dari pembakaran

14
Artikel Fly
Ash

anthracite atau batu bara bituminous. Abu terbang ini memiliki sedikit
atau tida ada sifat semen tetapi dalam bentuk yang halus dan kehadiran
kelambaban, akan bereaksi secara kimiawi dengan kalsium hidrosida
pada suhu biasa untuk membentuk bahan yang memiliki sifat-sifat
penyemenan. Abu terbang kalsium tinggi (kelas ASTM) dihasilkan dari
pembakaran lignit atau bagian batu bara bituminous,yang memiliki sifat-
sifat penyemenan di samping sifat-sifat pozolan.

Hasil pengujian yang dilakukan oleh Poon dan kawan-kawan,


memperlihatkan dua pengaruh abu terbang di dalam beton, yaitu
sebagai agregat halus dan sebagai pozzolan. Selain itu abu terbang
di dalam beton menyumbang kekuatan yang lebih baik dibanding
pada pasta abu terbang dalam komposisi yang sama. Ini
diperkirakan lekatan antara permukaan pasta dan agregat di dalam
beton. More dan kawan-kawan, Mendapatkan workabilitas meningkat
ketika sebagian semen diganti oleh abu terbang.

Beton yang mengandung 10 persen abu terbang memperlihatkan


kekuatan awal lebih tinggi yang diikuti perkembangan yang signifikan
kekuatan selanjutnya. Kekuatan meningkat 20 persen dibanding beton
tanpa abu terbang. Penambahan abu terbang menghasilkan
peningkatan kekuatan tarik langsung dan modulus elastis. Kontribusi
abu terbang terhadap kekuatan di dapati sangat tergantung kepada
faktor air-semen, jenis semen dan kualitas abu terbang itu sendiri.

Dalam suatu kajian, abu terbang termasuk ke dalam kategori kelas F


dengan kandungan CaO2 rendah sebesar 1,37 persen lebih kecil
dari pada 10 persen yang menjadi persyaratan minimum kelas C.
Namun demikian kandungan SiO2 sukup tinggi yaitu 57,30 persen.
Abu terbang ini , selain memenuhi kriteria sebagai bahan yang
memiliki sifat pozzolan , abu terbang juga memiliki sifat -sifat fisik
yang baik , yaitu jari - jari pori rata - rata 0,16 mili mikron , ukuran
median 14,83 mili – mikron , dan luas permukaan spesifik 78,8
m2/gram . Sifat - sifat tersebut dihasilkan dengan menggunakan uji
Porosimeter.

Hasil-hasil pengujian menunjukkan bahwa abu terbang memiliki


porositas rendah dan pertikelnya halus. Bentuk partikel abu terbang
adalah bulat dengan permukaan halus, dimana hal ini sangat baik untuk
workabilitas, karena akan mengurangi permintaan air atau

15
Artikel Fly
Ash

superplastiscizer

16

You might also like