You are on page 1of 24

c

Ê ‘    


 Ê   
          
         

       






 ‘     
   
Tuntutan untuk menghasilkan dan memiliki sumber daya manusia
yang berkualitas menjadi hal penting bagi setiap negara. Kondisi tersebut
apabila tidak dicermati oleh suatu negara akan membawa bencana untuk
masa depan negara itu. Persaingan kualitas sumber daya manusia global
menjadi isu yang menarik untuk diperbincangkan karena berpengaruh
pada kondisi ketenagakerjaan di suatu negara. Oleh karena itu sangat
penting kualitas dan kompetensi sumber daya manusia yang dimiliki oleh
suatu negara. Pembicaraan tersebut tidak akan lepas dari pendidikan
sebagai aspek yang berfungsi untuk menghasilkan dan menciptakan
sumber daya manusia yang berkualitas di suatu negara. Melalui
pendidikan, manusia Indonesia dipersiapkan untuk menjadi sumber daya
manusia yang berkualitas, ahli dan terampil bekerja sehingga pada
akhirnya mampu mendukung dan menyukseskan pembangunan nasional.
Peran dunia pendidikan dalam menghasilkan lulusan yang
kompeten masih diragukan oleh dunia kerja. Lulusan perguruan tinggi
hanya memiliki ijazah, namun tidak memiliki kompetensi. Akibatnya,
mereka tidak memiliki posisi tawar yang tinggi dalam dunia kerja.
Sorotan tersebut terutama ditujukan kepada lulusan dari perguruan
tinggi. Terdapat jurang yang lebar/gap (mismatch) antara lulusan di
perguruan tinggi dengan dunia kerja yang memberikan pekerjaan
(Fachrunisa, 2008).
Oleh karena itu, perlu segera dilakukan upaya untuk mencegah dan
mengatasi persoalan tersebut. Jurang yang lebar antara lulusan
perguruan tinggi dan dunia kerja perlu segera diatasi sehingga dapat
terjadi link and match antara dunia pendidikan dengan dunia kerja. Untuk
menciptakan link and match itu, salah satu yang dapat dilakukan adalah
dengan mencari dari sisi pandang pengguna lulusan. Melalui mereka,
perguruan tinggi dapat mengetahui kompetensi yang diharapkan oleh
pengguna lulusan mereka (users). Pada akhirnya, perguruan tinggi akan
merespon melalui kurikulum, metode pengajaran, media pengajaran dan
hal-hal lain yang dapat digunakan untuk menciptakan link and match
antara perguruan tinggi dan dunia kerja.
Kini banyak pihak yang mulai meragukan peran prestasi belajar
selama berstatus menjadi mahasiswa dalam mempengaruhi keberhasilan
mahasiswa tersebut saat memasuki dunia kerja. Indeks Prestasi
Kumulatif (IPK) yang kerap dinilai sebagai bukti kehebatan mahasiswa,
dalam indikator orang sukses ternyata menempati posisi hampir buncit,
0

yaitu nomor 17. Pencapaian prestasi belajar mahasiswa yang berlaku


dalam sistem yang berjalan saat ini cenderung mengarah pada
pengukuran kemampuan akademik atau kecerdasan intelektual semata,
tanpa melibatkan kecerdasan lain yang justru sangat dibutuhkan di dunia
kerja. Namun demikian pada kenyataannya fenomena yang terjadi di
dunia kerja juga agak ironis, dimana masih banyak dunia kerja yang
masih mempersyaratkan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) sebagai salah
satu persyaratan rekrutmen tenaga kerja. Karena itu, betapa pun
pencapaian IPK ini disadari tidak mencerminkan suatu penguasaan
kecerdasan dan potensi yang dimiliki mahasiswa secara utuh, namun
tetap menjadi penting manakala dihadapkan pada situasi pragmatis
dalam dunia kerja saat ini. Hal ini dapat dipahami karena dalam
pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi atau KBK di perguruan
tinggi yang saat ini sedang diujicobakan, pada akhirnya penguasaan
kompetensi itu juga dikuantifikasi melalui pencapaian IPK sebagai
indikator keberhasilannya.
Pencapaian IPK seorang mahasiswa saat ini masih dijadikan sebagai
indikator utama keberhasilan mahasiswa di perguruan tinggi. Hal ini
sejalan dengan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor
232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidi kan Tinggi
dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa. Dalam pasal 14 SK tersebut
disebutkan bahwa syarat kelulusan program pendidikan ditetapkan atas
pemenuhan jumlah SKS yang disyaratkan dan indeks prestasi
kumulatif(IPK) minimum.
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi belajar
mahasiswa, yang secara garis besar dapat dikategorikan menjadi 2 (dua)
yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor dari
dalam diri siswa yang meliputi kondisi fisiologis dan psikologis siswa.
Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor dari luar diri siswa, yang
meliputi kondisi lingkungan sosial dan nonsosial. Faktor dari dalam diri
mahasiswa meliputi motivasi belajar, sikap ketekunan, faktor fisik dan
psikis. Sedangkan faktor dari luar diri mahasiswa di antaranya meliputi
kondisi lingkungan sosial dan nonsosial
(http://ejournal.gunadarma.ac.id/file/A14.pdf).
Sistem akademik yang berlaku di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Kuningan (STIKKU) sebagai salah satu institusi pendidikan tinggi
kesehatan di Jawa Barat juga masih menjadikan indikator IPK sebagai
syarat kelulusan seorang mahasiswa, baik pada Program Sarjana maupun
Diploma. Secara institusional, STIKes Kuningan (STIKKU) berusaha
menghasilkan lulusan yang profesional dan berdaya saing. Berdasarkan
dokumen penjaminan mutu yang ada, setiap lulusan Program Studi di
STIKes Kuningan (STIKKU) diharapkan memiliki IPK minimal 2,75.
Selain program akademik, pembinaan kemahasiswaan juga memiliki
peran yang strategis dalam upaya mendorong tumbuhnya suasana
akademik yang kondusif. Pembinaan kemahasiswaan diarahkan pada
è

upaya mengaktualisasikan seluruh potensi yang dimiliki mahasiswa,


termasuk di dalamnya adalah pembinaan kreatifitas mahasiswa. Salah
satu mekanisme pembinaan kemahasiswaan yang dilakukan adalah
melalui organisasi kemahasiswaan intrakampus.
Sejak awal kelahirannya, terdapat banyak organisasi
kemahasiswaan yang tumbuh di lingkungan STIKes Kuningan. Keluarga
Mahasiswa (KM) sebagai wadah utama memiliki beberapa badan
kelengkapan seperti Kongres Mahasiswa dan Badan Eksekutif Mahasiswa
(BEM). Di bawah BEM terdapat Himpunan Mahasiswa Program Studi
(HMPS) dan beberapa Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) seperti Lingkung
Seni Sunda (LISES) Dewi Asri, Himpunan Mahasiswa Kebidanan,
(Himakeb), Himpunan Mahasiswa Keperawatan (Himakep) dan pada
pertengahan tahun 2009 ini berdiri UKM baru yaitu Pers Kampus
ǮEMBRIOǯ. Selain organisasi intrakampus, terdapat juga beberapa
organisasi ekstrakampus yang keanggotaannya melibatkan beberapa
mahasiswa di STIKes Kuningan, seperti Remaja Aliansi Pita Putih
Indonesia (RAPPI) Jawa Barat, Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan
(ISMAKES) Jawa Barat, dan Ikatan Mahasiswa Keperawatan Wilayah III (I-
MAKEP). Pada intinya, keberadaan seluruh organisasi kemahasiswaan itu
ditujukan untuk menyalurkan potensi kreatifitas mahasiswa sebagai salah
satu softskills yang dibutuhkan dunia kerja yang pada akhirnya dapat
menunjang prestasi akademik mahasiswa.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti
terhadap mahasiswa Program Studi Diploma di luar Diploma III
Kebidanan yang termasuk kategori aktifis kampus, didapatkan data
bahwa dari 15 orang yang disurvey ternyata 14 orang di antaranya
memiliki nilai IPK di atas 3,00 dan hanya 1 orang mahasiswa saja yang
mempunyai nilai IPK di bawah 3, itu pun masih di atas 2,75. Fenomena ini
semakin meyakinkan asumsi penulis bahwa aktifitas organisasi bukanlah
menjadi faktor yang seharusnya menjadi pemicu buruknya prestasi
akademik mahasiswa, namun justru sebaliknya. Berdasarkan beberapa
fenomena dan data di atas, pada akhirnya penulis tertarik untuk
merumuskan judul penelitian Pengaruh Aktifitas Organisasi
Kemahasiswaan Terhadap Prestasi Belajar Mahasiswa di STIKes
Kuningan (STIKKU) Tahun 2009dz.


ü ‘ ÊÊÊÊ
Adapun rumusan masalahnya yaitu
Bertitik tolak dari beberapa asumsi yang telah dipaparkan dalam latar
belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah penelitian ini dalam
suatu pertanyaan penelitian sebagai berikut: Apakah terdapat pengaruh
yang signifikan aktifitas organisasi kemahasiswaan terhadap prestasi
belajar mahasiswa di STIKes Kuningan (STIKKU) Tahun 2009. Jika ada
seberapa kuat pengaruh tersebut?

ÿ ‘ Ê
 ‘    
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui pengaruh
aktifitas organisasi kemahasiswaan dengan prestasi belajar dan
tingkat kesiapan kerja mahasiswa di STIKes Kuningan (STIKKU)
Tahun 2009.

0 ‘     
Penelitian ini secara khusus bertujuan untuk:
1. ‘ Mengetahui gambaran aktifitas organisasi mahasiwa STIKes
Kuningan (STIKKU) Tahun 2009.
2. ‘ Mengetahui gambaran prestasi belajar mahasiwa STIKes Kuningan
(STIKKU) Tahun 2009.
3. ‘ Mengetahui gambaran tingkat kesiapan kerja mahasiwa STIKes
Kuningan (STIKKU) Tahun 2009.
4. ‘ Mengetahui hubungan aktifitas organisasi dengan prestasi belajar
mahasiswa STIKes Kuningan (STIKKU) tahun 2009.
5. ‘ Mengetahui hubungan aktifitas organisasi dengan tingkat kesiapan
kerja mahasiswa STIKes Kuningan (STIKKU) tahun 2009.

 ‘ ÊÊ ÊÿÊÊÊ
Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan suatu artikel ilmiah yang
memperkaya wacana tentang pentingnya integrasi softskills dalam
implementasi kurikulum di perguruan tinggi. Penelitian ini diharapkan
juga dapat menjadi salah satu bahan masukan untuk optimalisasi
pengembangan kegiatan kemahasiswaan baik ko- maupun
ekstrakurikuler di STIKes Kuningan khususnya dan di kampus-kampus
sejenis lain di Jawa Barat, karena sepengetahuan penulis belum pernah
ada kajian yang komprehensif tentang softskills di perguruan tinggi
kesehatan di Jawa Barat.
[

 ‘ ÊÊ

 ‘ 
 
Penelitian ini diharapkan dapat mendorong optimalisasi sistem
pembinaan kemahasiswaan yang selama ini telah dilakukan, terutama
dalam hal meningkatkan kegiatan kemahasiswaan yang dapat
menunjang secara langsung prestasi akademik mahasiswa secara
berkelanjutan.

0 ‘ 
     
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi motivator khususnya bagi
para aktifis organisasi kemahasiswaan intrakampus untuk lebih
kreatif dalam menggagas kegiatan kemahasiswaan yang benar-benar
dapat meningkatkan softskills bagi mahasiswa.

è ‘ 
 
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu
pengetahuan dengan terjun langsung ke lapangan dan memberikan
pengalaman belajar yang menumbuhkan kemampuan dan
ketrampilan meneliti serta pengetahuan yang lebih mendalam
terutama pada bidang yang dikaji.
























o

 ‘ ÊÊÊÊ
 ‘    
     
Secara umum yang dimaksud dengan mahasiswa adalah peserta
didik yang terdaftar dan belajar pada perguruan tinggi tertentu.
Peserta didik menurut Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional adalah anggota masyarakat yang
berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran
yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.
Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional tersebut
mengamanatkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional sebagai
berikut:
DzPendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggungjawabdz.
Khusus pada pendidikan tinggi, untuk mencapai tujuan
pendidikan nasional tersebut diperlukan pembimbingan
kemahasiswaan yaitu pembimbingan seluruh kegiatan mahasiswa
sebagai peserta didik selama dalam proses pendidikan.
Pembimbingan kemahasiswaan pada dasarnya merupakan
pembimbingan pembelajaran agar potensi yang dimiliki oleh
mahasiswa dapat membentuk kompetensi yang berguna dalam
kehidupannya. Acuan untuk pembimbingan kegiatan kemahasiswaan
adalah pasal 1 butir 1 Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan
Nasional, yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran, agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Pembimbingan tersebut meliputi kegiatan yang bersifat
kurikuler maupun yang bersifat ko-kurikuler dan ekstra-kurikuler.
Kegiatan yang bersifat kurikuler bertujuan untuk memenuhi standar
kurikulum bidang keilmuan yang didukung oleh kegiatan ko -kurikuler
dan ekstra-kurikuler, sehingga tujuan pendidikan nasional
sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang tentang Sistem
Pendidikan Nasional dapat tercapai.
Yang dimaksud dengan kegiatan kemahasiswaan adalah kegiatan
kemahasiswaan yang bersifat ko-kurikuler dan ekstra-kurikuler,
dengan tujuan mendorong perubahan sikap mahasiswa menjadi
dewasa khususnya dalam bidang keilmuan, tingkah laku dan
Œ

manajemen hidup. Pembimbingan yang bersifat ko-kurikuler dan


ekstra-kurikuler antara lain diarahkan pada pembimbingan
kecakapan hidup yang meliputi kecakapan individual, kecakapan
sosial, kecakapan intelektual, dan kecakapan vokasional, dan
pembimbingan kepemudaan yang antara lain meliputi kepanduan,
keolahragaan, kesenian, kepemimpinan, kewirausahaan, dan
sebagainya. Dalam pelaksanaan kegiatan ko-kurikuler dan ekstra-
kurikuler, institusi menyediakan fasilitas fisik dan pembimbing, yang
di antaranya bertujuan memotivasi mahasiswa sehingga mahasiswa
tertarik dan kemudian terlibat dalam kegiatan tersebut.

0 ‘   
    


 
Berbagai kegiatan kemahasiswaan yang ditawarkan oleh
institusi seharusnya mengacu pada visi dan misi institusi. Visi dan
misi tersebut kemudian dijabarkan ke dalam berbagai bentuk
program. Selanjutnya, berdasarkan program-program tersebut
ditentukan skala prioritas yang menjadi pedoman pembimbingan
kemahasiswaan.
Skala prioritas tidak saja ditentukan berdasarkan prestasi
keberhasilan, jumlah mahasiswa yang terlibat, serta jumlah dan
frekuensi kegiatan kemahasiswaan, tetapi juga ditentukan
berdasarkan manfaat yang diperoleh baik untuk kepentingan individu
maupun institusi. Semua kegiatan kemahasiswaan ini dilaksanakan
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh setiap institusi
dengan melakukan xenchmark. Untuk mengukur tingkat
keberhasilannya, setiap kegiatan kemahasiswaan harus dapat
dikuantifikasi dan dievaluasi secara periodik. Hal ini selain untuk
mempermudah pelaksanaan evaluasi itu sendiri, juga agar standar
tersebut dapat ditingkatkan secara bekelanjutan (continuous
improvement). Makin tinggi standar yang digunakan, makin tinggi pula
mutu kegiatan kemahasiswaan yang dilakukan.
Sebelum menetapkan standar mutu bagi kegiatan
kemahasiswaan, terlebih dahulu ditentukan jenis-jenis kegiatan yang
dapat diselenggarakan. Penentuan jenis kegiatan ini sangat
dipengaruhi oleh sifat atau kekhasan perguruan tinggi, dan
persepsinya terhadap pembentukan citra lulusannya. Penetapan jenis
kegiatan kemahasiswaan tersebut kemudian diikuti dengan
penetapan standar mutu masing-masing kegiatan yang dapat terdiri
atas standar operasional dan standar keberhasilan.
Penetapan jenis kegiatan kemahasiswaan hendaknya mengacu
pada visi dan misi perguruan tinggi, yang kemudian diturunkan
menjadi visi dan misi dalam pembimbingan kemahasiswaan. Kegiatan
kemahasiswaan diadakan dengan pertimbangan bahwa kegiatan
tersebut akan memberikan kontribusi terhadap upaya pewujudan
suasana akademis yang kondusif yang mampu meningkatkan
^

kreativitas dan daya nalar mahasiswa. Selain itu, kegiatan


kemahasiswaan juga diharapkan mampu meningkatkan kepekaan
mahasiswa terhadap permasalahan kehidupan masyarakat,
mengangkat nama perguruan tinggi di mata masyarakat, melestarikan
kekayaan budaya bangsa, dan sebagainya.
Untuk memudahkan pelaksanaan pembimbingan secara
operasional, kegiatan kemahasiswaan dapat dikelompokkan menjadi
beberapa kelompok atau bidang kegiatan, misalnya menjadi empat
bidang, yaitu 1) bidang penalaran; 2) bidang minat, bakat dan
kegemaran; 3) bidang organisasi, dan 4) bidang kesejahteraan dan
bakti sosial. Para mahasiswa dapat memilih satu atau lebih kegiatan
tersebut tanpa Dzmengorbankandz waktu bagi kegiatan akademiknya.
‘  !!
   
Pembimbing kemahasiswaan adalah para dosen atau tenaga
kependidikan di perguruan tinggi yang karena tugas atau
jabatannya ditetapkan menangani bidang
kemahasiswaan.Pembimbing kemahasiswaan adalah orang-orang
yang memiliki kompetensi sesuai dengan bidang kegiatan yang
terdiri atas dosen pembimbing kegiatan kemahasiswaan, dosen
mata kuliah, dan pembimbing internal dari kalangan mahasiswa
(Badan Eksekutif Mahasiswa, Himpunan/Keluarga Mahasiswa)
yang dinilai memiliki kemampuan dan pengalaman dalam suatu
kegiatan tertentu. Ketua Jurusan/ Bagian/Departemen dan dosen
mata kuliah perlu juga memahami masalah kemahasiswaan,
sehingga dapat membantu tugas dosen pembimbing
kemahasiswaan.
! ‘    
     
Keberhasilan mahasiswa dalam mewujudkan kegiatan
tersebut sangat bergantung pada fasilitas yang disediakan
perguruan tinggi, serta kemudahan dalam menggunakan fasilitas
tersebut. Fasilitas tersebut terdiri dari sarana prasarana yang
menunjang kegiatan kemahasiswaan untuk pengembangan minat,
bakat, dan kegemaran, organisasi, kesejahteraan dan bakti sosial.
Penerbitan pers kampus dan/atau jurnal ilmiah, sebagai media
untuk menyampaikan pandangan dan pendapat, berdasarkan
kebebasan akademik yang bertanggung jawab.
Penyediaan fasilitas untuk kegiatan kemahasiswaan
diarahkan sedemikian rupa, sehingga dapat menunjang
perwujudan suasana akademik yang kondusif. Dengan adanya
suasana akademik yang kondusif, mahasiswa diharapkan dapat
menyelesaikan studi tepat waktu, dibekali dengan prestasi baik,
dan mempunyai pengalaman berorganisasi serta kemampuan
dalam peningkatan kreativitas.
‰

¦ ‘     
     
Standar mutu suatu kegiatan ditentukan dengan mengacu
kepada sasaran yang ingin dicapai oleh suatu kegiatan. Sebagai
contoh,   !  di bawah ini dapat dijadikan standar pada
keempat bidang kegiatan kemahasiswaan:
1) ‘ Bidang penalaran.
Keikutsertaan mahasiswa dalam kegiatan ilmiah di luar
kegiatan akademik, dapat diselenggarakan satu kali dalam satu
tahun, baik di dalam maupun di luar kampus. Pelatihan
diperlukan untuk meningkatkan mutu hasil kegiatan bidang
penalaran.
2) ‘ Bidang minat, bakat, dan kegemaran
Mencakup beberapa kegiatan seperti Pramuka, Resimen
Mahasiswa, pers kampus, pencinta alam, korps sukarela Palang
Merah Indonesia, olahraga dan kesenian. Standar kualitas
kegiatan ini dapat ditentukan dari keteraturan dalam
melakukan kegiatan latihan. Dapat pula dimasukkan
persentase kehadiran anggota dalam mengikuti kegiatan,
maupun peranserta tim dalam kesempatan-kesempatan
tertentu.
3) ‘ Bidang organisasi
Mahasiswa mengikuti kegiatan organisasi baik yang sifatnya
kepanitiaan maupun kelembagaan, intra maupun ekstra
kampus. Standar mutu kegiatan ini dapat ditentukan dari
jumlah mahasiswa dan frekuensi keterlibatan mahasiswa
dalam aktivitas organisasi.
4) ‘ Bidang kesejahteraan dan bakti sosial
Mahasiswa mengikuti kegiatan bakti sosial, baik dalam bentuk
kegiatan terprogram maupun yang insidental, di dalam dan di
luar kampus. Standar kegiatan ini dapat ditentukan
berdasarkan jumlah mahasiswa dan frekuensi kegiatan.
 ‘        
Dosen Pembimbing Kemahasiswaan menetapkan metode
pembimbingan yang efektif dan efisien. Agar dapat
menyelenggarakan proses pembimbingan secara efektif dan
efisien, dosen perlu dibekali dengan keterampilan untuk
menjalankan proses pembimbingan kemahasiswaan. Keterampilan
tersebut dapat diperoleh melalui pelatihan khusus seperti
Pelatihan Orientasi Pengembangan Pembimbing Kemahasiswaan
(OPPEK), Pelatihan Pelatih Orientasi Pengembangan Pembimbing
Kemahasiswaan (PPOPPEK), Mraining for Mrainers bidang
Penalaran, Pelatihan Pemandu Latihan Keterampilan Manajemen
Mahasiswa (PPLKMM) dan pelatihan sejenis lainnya.
Pelatihan-pelatihan tersebut (OPPEK, PPOPPEK dll.) dapat
diselenggarakan oleh Ditjen Dikti maupun oleh perguruan tinggi
c

masing-masing. Pelaksanaan pembimbingan kemahasiswaan


dapat pula dikoordinasikan dengan badan yang berfungsi
membina, mengembangkan, dan mengkoordinasikan berbagai
bidang seperti Badan Pembimbing Olah Raga Mahasiswa Indonesia
(BAPOMI) untuk bidang olah raga dan Badan Seni Mahasiswa
Indonesia (BSMI) untuk bidang kesenian.
Agar kegiatan pembimbingan kemahasiswaan dalam satu
semester dapat dilakukan sesuai dengan standar, maka jenis
kegiatan dan proses pembimbingannya perlu dituangkan dalam
suatu rencana. Rencana tersebut harus mencakup satuan waktu
(hari, minggu, atau bulan), jenis kegiatan, prasarana-sarana, dan
evaluasi. Pemenuhan jenis kegiatan dapat dilaksanakan sesuai
dengan perencanaan atau bersifat insidental, serta didukung
prasarana dan sarana yang memadai.
Institusi perlu menyediakan prasarana dan sarana yang
sesuai dengan jenis kegiatan yang akan dilaksanakan.
Pembimbingan dapat pula berbentuk pelatihan jangka pendek
dengan target kompetensi yang spesifik. Pelatihan tersebut di
antaranya adalah pelatihan kepemimpinan, pelatihan
kewirausahaan, keterampilan manajemen mahasiswa, forum-
forum ilmiah dan sebagainya, yang dimaksudkan untuk menunjang
keberhasilan proses pembelajaran mahasiswa agar memenuhi
kompetensi yang ditentukan.
Standar kegiatan ditetapkan secara realistis agar pemenuhan
standar dapat dicapai dengan baik. Standar kegiatan tersebut
harus memberikan informasi tentang perencanaan, pelaksanaan,
evaluasi, dan tindak lanjut hasil evaluasi (PDCA). Mahasiswa yang
berprestasi menurut standar kemahasiswaan perlu mendapat
penghargaan (award) yang jenis dan besarannya bergantung pada
kemampuan setiap institusi.
Standar fasilitas untuk mencapai standar kegiatan
kemahasiswaan yang baik dapat disesuaikan dengan kondisi dan
potensi masing-masing perguruan tinggi. Kelengkapan dan
kualitas fasilitas yang disediakan hendaknya selalu ditingkatkan,
sehingga jenis kegiatan yang telah diprogramkan dapat
ditingkatkan baik kualitas maupun kuantitasnya.
 ‘   
    
Manajemen pengendalian standar dilakukan melalui tahapan
proses dan evaluasi kegiatan yang telah diprogramkan, atau yang
sifatnya insidental dalam bidang kemahasiswaan. Manajemen
pengendalian standar merupakan tahap evaluasi dari penetapan
dan pemenuhan standar. Keberhasilannya ditunjukkan antara lain
oleh:
cc

‘      
Semakin positif dan terus termotivasi untuk terus belajar
melalui organisasi, mampu bekerja dalam tim, memiliki jiwa
kepemimpinan, sportif, menghormati norma dan etika yang
berlaku di masyarakat yang secara keseluruhan mendorong
mahasiswa untuk selalu kreatif dan berprestasi.
0‘   
Kegiatan kemahasiswaan yang diikuti mahasiswa harus
meningkatkan semangat belajar, sehingga positif
mempengaruhi prestasi akademis (IPK).
è‘ !!

Para pembimbing harus selalu mencari peluang untuk
meningkatkan kegiatan kemahasiswaan, baik secara kualitatif
maupun kuantitatif, di tingkat lokal, nasional, regional ataupun
internasional.
‘  
Tersedianya berbagai fasilitas untuk mendukung kegiatan
kemahasiswaan, seperti sarana olahraga, kesenian, kelompok
belajar, atau kegiatan lain, sejalan dengan skala prioritas yang
tercantum dalam visi dan misi perguruan tinggi. Peningkatan
kualitas kegiatan kemahasiswaan dapat diketahui dari hasil
pengukuran kinerja berbagai kegiatan yang relevan.
Berdasarkan standar yang ditetapkan dapat dilakukan langkah
perencanaan untuk meningkatkan kualitas secara
berkelanjutan dan mengimplementasikannya melalui tindakan
nyata.
Mekanisme pengendalian seperti ini lazim dikenal dalam
manajemen mutu sebagai langkah Ý  (Ýlan, o, heck, ction).
Berikut beberapa contoh praktek baik (xest practices) dari langkah
Ý  yang dilakukan terhadap kegiatan kemahasiswaan, seperti (1)
keikutsertaan mahasiswa dalam kegiatan kemahasiswaan, (2)
kehadiran dosen dalam proses pembimbingan kegiatan
kemahasiswaan, (3) persentase dosen yang mengikuti OPPK, dan (4)
peningkatan jumlah/jenis kegiatan kemahasiswaan kokurikuler dan
ekstra-kurikuler.

è ‘     
‘     
Belajar adalah suatu tingkah laku atau kegiatan dalam rangka
mengembangkan diri, baik dalam aspek kognitif (pengetahuan),
afektif (sikap) maupun psikomotorik (keterampilan) (Darsono,
2000:64). Ketiganya merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan bahkan membentuk suatu hirarki. Sebagai tujuan yang
hendak dicapai, ketiganya harus tampak sebagai hasil belajar
mahasiswa di kampus.
c0

Belajar secara psikologis adalah suatu proses perubahan


yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan
lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Belajar
ialah suatu proses usaha yang dilakukan sesorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya (Slameto, 2003:2).
Belajar bukan hanya menghafal dan bukan pula mengingat.
Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya
perubahan pada diri seseorang. Perubahansebagai hasil proses
belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk, seperti: berubah
pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya,
keterampilannya, kecakapan dan kemampuannya, daya reaksinya,
daya penerimaannya dan lain-lain aspek yang terdapat pada
individu. Belajar meliputi tidak hanya mata pelajaran, tetapi juga
penguasaan, kebiasaan, persepsi, kesenangan atau minat,
penyesuaian sosial, bermacam-macam keterampilan lain dan cita-
cita (Hamalik 2002 : 45). Dengan demikian, seseorang dikatakan
belajar apabila terjadi perubahan pada diri orang yang belajar
akibat adanya latihan dan pengalaman melalui interaksi dengan
lingkungan.
! ‘ ü "¦   
Menurut Suryabrata (2002 : 24) ciri-ciri kegiatan belajar dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a.‘ Belajar adalah aktivitas yang menghasilkan perubahan pada
diri individu yang belajar baik aktual maupun potensial.
b.‘ Perubahan itu pada dasarnya berupa didapatnya kemampuan
baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama.
c.‘ Perubahan itu terjadi karena usaha atau dengan usaha.
Dalam teori humanistik, setiap orang yang belajar diberi
kebebasan untuk memilih sesuai dengan kebutuhannya,
menentukan sendiri tingkah lakunya serta tidak terikat pada
lingkungan. Hal ini selaras dengan pendapat Wasty Sumanto
seperti dikutip oleh Darsono (2000 : 18) bahwa tujuan pendidikan
adalah membantu masing-masing individu untuk mengenal
dirinya sendiri sebagai manusia unik dan membantunya dalam
mewujudkan potensi-potensi yang ada pada diri masing-masing.
Menurut pandangan dan teori konstruktivisme (Sardiman
2004 : 37), belajar merupakan proses aktif dari siswa untuk
merekonstruksi makna sesuatu, baik itu teks, kegiatan dialog,
pengalaman fisik dan lain-lain. Belajar merupakan proses
mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan
yang dipelajarinya dengan pengertian yang sudah dimiliki
sehingga menjadi berkembang. Sehubungan dengan itu, ada

beberapa ciri atau prinsip dalam belajar seperti dikutip oleh


Sardiman (2004 : 38) yang dijelaskan sebagai berikut:
a.‘ Belajar berarti mencari makna. Makna diciptakan oleh
siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan dan
alami.
b.‘ Konstruksi makna adalah proses yang terus menerus.
c.‘ Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi
merupakan pengembangan pemikiran dengan membuat
pengertian yang baru. Belajar bukanlah hasil
perkembangan, tetapi perkembangan itu sendiri.
d.‘ Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman subjek belajar
dengan dunia fisik dan lingkungannya.
e.‘ Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah
diketahui, si subjek belajar, tujuan, moti vasi yang
mempengaruhi proses interaksi dengan bahan yang
sedang dipelajari.
Berdasarkan ciri dan prinsip-prinsip tersebut, maka proses
mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru
ke siswa, tetapi suatu kegiatan yang memungkinkan siswa
merekonstruksi sendiri pengetahuannya, menggunakan
pengetahuannya untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
¦ ‘     
Belajar adalah suatu tingkah laku atau kegiatan dalam rangka
mengembangkan diri, baik dalam aspek kognitif, psikomotorik
maupun sikap (Darsono 2000 : 64). Ketiganya merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan bahkan membentuk suatu hirarki.
Sebagai tujuan yang hendak dicapai, ketiganya harus nampak
sebagai hasil belajar siswa di sekolah. Untuk itu kegiatan belajar
mengajar, di kelas harus berjalan secara efektif dan efisien agar
mempengaruhi hasil belajar siswa.
Prestasi adalah kemampuan, keterampilan dan sikap
seseorang dalam menyelesaikan sesuatu hal. Sedangkan
pengertian prestasi belajar menurut Tuǯu (2004 : 75) adalah
penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan
oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau
angka nilai yang diberikan oleh dosen. Dengan demikian prestasi
belajar merupakan hasil yang telah dicapai oleh peserta didik di
dalam kegiatan belajar mengajar yang ditunjukkan dengan nilai tes
atau angka nilai dari hasil evaluasi yang diberikan oleh guru.
Prestasi belajar di kampus sangat dipengaruhi oleh kemampuan
umum kita yang diukur oleh IQ, IQ yang tinggi meramalkan sukses
terhadap prestasi belajar. Namun IQ yang tinggi ternyata tidak
menjamin sukses di masyarakat.
Prestasi belajar adalah hasil penilaian pendidik terhadap
proses dan hasil belajar mahasiswa, yang menggambarkan
c

penguasaan mahasiswa atas materi pelajaran atau perilaku yang


relatif menetap sebagai akibat adanya proses belajar yang dialami
mahasiswa dalam jangka waktu tertentu. Variabel prestasi belajar
diungkap dengan melihat indeks prestasi kumulatif mahasiswa,
yang merupakan data sekunder.
http://www.rider.edu/~suler/psycyber/ suportgp.html)
Prestasi belajar dapat diartikan juga sebagai hasil yang
dicapai oleh individu setelah mengalami suatu proses belajar
dalam jangka waktu tertentu. Prestasi belajar juga diartikan
sebagai kemampuan maksimal yang dicapai seseorang dalam
suatu usaha yang menghasilkan pengetahuan atau nilai - nilai
kecakapan. Lebih lanjut Nurkancana dan Sunartana (1992)
mengatakan bahwa prestasi belajar bisa juga disebut kecakapan
aktual (actual axility) yang diperoleh seseorang setelah belajar,
suatu kecakapan potensial (potensial axility) yaitu kemampuan
dasar yang berupa disposisi yang dimiliki oleh individu untuk
memcapai prestasi. Kecakapan aktual dan kecakapan potensial ini
dapat dimasukkan ke dalam suatu istilah yang lebih umum yaitu
kemampuan (axility).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa prestasi
belajar dapat diartikan sebagai hasil yang dicapai oleh siswa
setelah siswa yang bersangkutan dimaksudkan dalam penelitian
ini adalah kecakapan nyata (actual) bukan kecakapan potensial.
Menurut Nila Parta prestasi siswa pada mata pelajaran
matematika dipengaruhi oleh faktor dalam diri siswa yang belajar
yang meliputi IQ, motivasi, minat, bakat, kesehatan dan faktor luar
siswa yang belajar yang meliputi guru pengajar, materi ajar,
latihan, sarana kelengkapan belajar siswa, tempat di sekolah atau
di rumah serta di lingkungan sosial siswa.
Prestasi belajar ini dapat dilihat secara nyata berupa skor
atau nilai setelah mengerjakan suatu tes. Tes yang digunakan
untuk menentukan prestasi belajar merupakan suatu alat untuk
mengukur aspek-aspek tertentu dari siswa misalnya pengetahuan,
pemahaman atau aplikasi suatu konsep.
(http://sobatbaru.blogspot.com/2008/06/pengertian-prestasi-
belajar.html)
Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan
dari kegiatan belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses,
sedangkan prestasi belajar merupakan hasil dari proses. Prestasi
adalah hasil yang telah dicapai seseorang ketika mengerjakan
tugas atau kegiatan tertentu. Menurut Arifin (1991 : 3) prestasi
adalah kemampuan, keterampilan dan sikap seseorang dalam
menyelesaikan sesuatu hal. Sedang prestasi belajar menurut Tuǯu
(2004 : 75) adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan
yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan
c[

dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh pendidik.
Dengan demikian prestasi belajar merupakan hasil yang telah
dicapai oleh peserta didik di dalam kegiatan belajar mengajar yang
ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai dari hasil evaluasi
yang diberikan oleh pendidik (guru atau dosen).
 ‘      
Prestasi belajar ini dapat dilihat secara nyata berupa skor
atau nilai setelah mengerjakan suatu tes. Tes yang digunakan
untuk menentukan prestasi belajar merupakan suatu alat untuk
mengukur aspek - aspek tertentu dari siswa misalnya
pengetahuan, pemahaman atau aplikasi suatu
konsep.(http://sobatbaru.blogspot.com/2008/06/ ). Pelaksanaan
penilaian dapat dilakukan secara langsung pada saat peserta didik
melakukan aktivitas belajar, maupun secara tidak langsung melalui
bukti hasil belajar sesuai dengan kriteria kinerja (performance
criteria).

Penilaian hasil belajar bertujuan untuk:


a.‘ Mengetahui sejauh mana telah terjadi kemajuan hasil belajar
pada diri peserta didik, sebagai bahan pertimbangan dalam
menetapkan bimbingan belajar selanjutnya.
b.‘ Mengetahui tingkat keberhasilan peserta didik, sebagai bahan
pertimbangan dalam menetapkan apakah yang bersangkutan
berhasil (lulus) atau tidak (belum) berhasil dalam menempuh
suatu program pembelajaran.
c.‘ Menetapakan tingkat penguasaan peserta didik terhadap
kompetensi suatu keahlian tertentu sesuai dengan yang
dipersyaratkan standar kompetensi.
http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/ dir/doc.pdf
 ‘  
   
Menurut Arifin (1991 : 3), prestasi belajar mempunyai fungsi
yaitu:
a.‘ Sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang
telah dikuasai anak didik.
b.‘ Sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu.
c.‘ Sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan.
d.‘ Sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi
pendidikan.
e.‘ Dapat dijadikan indikator terhadap daya serap anak didik.
Dengan prestasi belajar guru dapat mengetahui apakah
peserta didik sudah menguasai suatu kompetensi atau belum.
Fungsi prestasi belajar tidak hanya sebagai indikator keberhasilan
dalam program tertentu, tetapi juga sebagai indikator kualitas
institusi pendidikan. Selain itu, prestasi belajar juga berguna
sebagai umpan balik bagi guru dalam melaksanakan kegiatan
co

belajar mengajar sehingga dapat menentukan apakah perlu


mengadakan bimbingan atau diagnosis terhadap anak didik.
‘   "  # 

   
Prestasi belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat
digolongkan menjadi dua yaitu:

a.‘ Faktor internal, yaitu faktor dari dalam diri siswa yang meliputi
kondisi fisiologis dan psikologis siswa.
Kondisi fisiologis mahasiswa mencakup kebugaran kondisi
umum fisiologis dan tonus (tegangan otot), serta tingkat
kesehatan indera penglihatan dan indera pendengaran. Apabila
dalam belajarnya, mahasiswa tidak mengalami gangguan
kesehatan akan lebih mungkin siswa tersebut mencapai
prestasi belajar yang baik. Tentu saja hal ini akan bergantung
dengan aspek-aspek lainnya. Kondisi psikologis yang dapat
mempengaruhi prestasi belajar mahasiswa diantaranya adalah
intelegensi, motivasi berprestasi, minat, kemandirian, dan
keadaan emosi mahasiswa.

b.‘ Faktor eksternal, yaitu faktor dari luar diri siswa, yang meliputi
kondisi lingkungan sosial dan non -sosial.
http://ejournal.gunadarma.ac.id/file/A14.pdf

Lingkungan sosial yang banyak mempengaruhi prestasi


belajar adalah orang tua dan keluarga atau saudara-saudara dari
peserta didik. Utami Munandar (1995) menyatakan bahwa cara
paling baik dalam merangsang perkembangan mental anak adalah
dengan memberi dorongan, pujian dan kasih sayang, karena dapat
menambah harga diri dan kepercayaan anak kepada dirinya
sendiri, yang akhirnya dapat berpengaruh positif terhadap
pencapaian prestasi belajarnya. Selain itu, lingkungan sosial
sekolah seperti guru, teman-teman siswa, dan para staf
administrasi, dapat mempengaruhi prestasi belajar peserta didik.
Para dosen yang senantiasa memberi teladan positif dalam belajar
dan memotivasi peserta didik untuk berprestasi, serta teman-
teman peserta didik yang rajin dan memiliki motivasi berprestasi
yang tinggi dalam belajar, cenderung dapat mempengaruhi peserta
untuk rajin dan memiliki motivasi berprestasi yang tinggi pula
(Syah, 1995).

Lingkungan non-sosial yang dapat mempengaruhi prestasi


belajar peserta didik ialah gedung sekolah (ruang kelas) dan
letaknya, rumah tempat tinggal peserta didik, alat-alat belajar,
kondisi cuaca, dan kondisi-kondisi lingkungan non -sosial lainnya.
Misalnya ruang kelas yang terawat dengan baik, sirkulasi udaranya
baik, cukup penerangannya, dan sarana belajar di kelas yang

memadai, cenderung dapat membantu peserta untuk berprestasi


dalam belajarnya (Syah, 1995).

Faktor-faktor tersebut saling berinteraksi secara langsung


maupun tidak langsung dalam mencapai prestasi belajar. Menurut
Carrol seperti dikutip Sudjana (2002 : 40) berpendapat bahwa
hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh lima faktor,
yaitu: (1) bakat, (2) waktu yang tersedia untuk belajar, (3) waktu
yang diperlukan siswa untuk menjelaskan pelajaran, (4) kualitas
pengajaran dan (5) kemampuan individu. Empat faktor tersebut di
atas (1, 2, 3, 5) berkenaan dengan kemampuan individu dan faktor
(4) adalah faktor di luar individu. Kedua faktor tersebut
(kemampuan siswa dan kualitas pengajaran) mempunyai
hubungan berbanding lurus dengan hasil belajar siswa. Artinya,
makin tinggi kemampuan siswa dan kualitas pengajaran, makin
tinggi pula hasil belajar siswa. Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa prestasi belajar dipengaruhi oleh faktor intern
sebagai faktor dari dalam diri siswa dan factor ekstern sebagai
faktor dari luar diri siswa.

Prestasi belajar siswa didokumentasikan dalam bentuk buku


laporan (IP/IPK). Buku laporan berisi informasi hasil belajar
peserta didik yang memberikan gambaran secara rinci tentang
pencapaian kompetensi pada tahap waktu pemelajaran tertentu.
Nilai hasil belajar yang diperoleh siswa, dinyatakan dalam angka
dan huruf yang menggambarkan derajat kualitas, kuantitas, dan
eksistensi keadaan yang diukur.

Ukuran yang tercantum pada IP/IPK menggambarkan


pencapaian hasil belajar pada siswa selama berada di sekolah
dalam kegiatan belajar mengajar. Hasil belajar atau prestasi siswa
merupakan informasi yang berguna sebagai umpan balik bagi
kegiatan belajar mengajar selanjutnya. Siswa dinyatakan berhasil
atau lulus dalam menyelesaikan matakuliah, jika siswa
memperoleh nilai minimal 7,00. Apabila seorang siswa belum
berhasil mencapai nilai minimal tersebut maka harus melakukan
remidi atau perbaikan sampai diperoleh nilai minimal yang
dipersyaratkan.

 ‘ 
    $
      À 
Kini banyak pihak mulai ramai membicarakan peran soft skills
dalam kaitannya dengan kesuksesan dunia kerja. Soft skills adalah
kemampuan di luar kemampuan teknis dan akademis, yang lebih
mengutamakan kemampuan intra dan interpersonal. Secara garis
besar dapat digolongkan menjadi 2 (dua) kategori yaitu: intrapersonal
dan interpersonal skill. Intrapersonal skills mencakup beberapa
c^

keterampilan di antaranya: 1) kesadaran diri (self awareness) yang


meliputi beberapa kemampuan yaitu kepercayaan diri, penilaian diri,
dan kesadaran emosional; 2) keterampilan pengelolaan diri yang
meliputi kemampuan memperbaiki diri, kemampuan pengendalian
diri, kemampuan dapat dipercaya, kemampuan mengelola waktu,
sikap proaktif, dan kesadaran diri.
Sedangkan keterampilan interpersonal mencakup kesadaran
sosial (social awareness) yang meliputi kesadaran politik, kemampuan
mengembangkan orang lain, kemampuan memahami keberagaman,
keterampilan melayani orang lain, keterampilan berkomunikasi
empatik, dan keterampilan sosial (kepemimpinan, pengaruh,
komunikasi, manajemen konflik, kerjasama tim, sinergi). Psikolog
kawakan, David McClelland mengatakan bahwa faktor utama
keberhasilan para eksekutif muda dunia adalah kepercayaan diri, daya
adaptasi, kepemimpinan dan kemampuan mempengaruhi orang lain
yang merupakan soft skills. (http://www.infocomcareer.com).
Para pengguna tenaga kerja kerap mengeluhkan lulusan
perguruan tinggi (PT) yang berkualitas setengah hati. Bagaimana
tidak kecewa, kalau lulusan yang dicetak ternyata kurang tangguh,
tidak jujur, cepat bosan, tidak bisa bekerja teamwork, sampai minim
kemampuan berkomunikasi lisan dan menulis laporan dengan baik.
Bahkan pada Tahun 2001, pihak rektorat ITB pernah menggelar
pertemuan dengan berbagai stakeholders penyedia kerja dan
pengguna lulusan ITB. Pihak rektorat ITB saat itu menyampaikan
imbauan agar perusahaan tidak memotong pelamar kerja semata-
mata berdasarkan indeks prestasi (kriteria IP > 2,75). Pertemuan
dengan sedikitnya 10 mitra industri itu kemudian membuahkan
masukan balik terhadap ITB.
Salah satu respons datang dari perusahaan Schlumberger, yang
menyatakan bahwa lulusan ITB kurang tekun meniti karier, sehingga
rata-rata memiliki progress career yang kurang baik. Dari 75% intake
20-an tahun lalu, hanya 38% yang mencapai posisi manajer ke atas.
Meski punya karakteristik positif, yaitu tingkat intelegensia relatif
tinggi, namun boleh dibilang masih kurang dalam sisi kerja keras dan
dedikasi.
Dalam dunia kerja, komentar tentang kualitas para sarjana
semacam, "pintar sih, tapi kok tidak bisa bekerja sama dengan orang
lain" atau "jago bikin perancangan, tapi sayangnya tidak bisa
meyakinkan ide hebat itu pada orang lain", atau "baru teken kontrak 1
tahun tapi sudah mundur, kurang tahan banting, nih,dz, bukannya tidak
jarang terlontar. Tentunya hal itu bisa menjadi bahan evaluasi, bukan
hanya bagi kampus tertentu, tetapi juga seluruh kampus di tanah air
tanpa terkecuali.
Ada kecenderungan apa yang diberikan di bangku kuliah tidak
sepenuhnya serasi dengan kebutuhan di lapangan kerja. Seb agian

besar menu yang disajikan, boleh dibilang berupa keterampilan keras


(hard skill). Padahal, bukti-bukti menunjukkan penentu kesuksesan
justru kebanyakan adalah keahlian yang tergolong lunak ( soft skill).
Berdasarkan survei dari National ssociation of ollege and
Employee (NACE), USA (2002), kepada 457 pemimpin, tentang 20
kualitas penting seorang juara. Hasilnya berturut-turut adalah
kemampuan komunikasi, kejujuran/integritas, kemampuan bekerja
sama, kemampuan interpersonal, beretika, motivasi/inisiatif,
kemampuan beradaptasi, daya analitik, kemampuan komputer,
kemampuan berorganisasi, berorientasi pada detail, kepemimpinan,
kepercayaan diri, ramah, sopan, bijaksana, indeks prestasi (IP lebih
dari 3,00), kreatif, humoris, dan kemampuan berwirausaha.
Menurut O'Brien dalam bukunya Making ollege ount, softskill
dapat dikategorikan ke dalam 7 (tujuh) area yang disebut Winning
haracteristics, yaitu, communication skills, organizational skills,
leadership, logic, effort, group skills, dan ethics. Kemampuan nonteknis
yang tidak terlihat wujudnya (intangixle) namun sangat diperlukan
itu, disebut soft skills.
Ketidakseimbangan pendidikan di ruang kuliah yang lebih
bertumpu pada hard skill, tentu saja perlu segera di atasi, antara lain
dengan memberikan bobot lebih kepada pengembangan soft skills.
Implementasi soft skill tersebut dapat dilakukan baik melalui
kurikulum maupun kegiatan ekstrakurikuler.
Pengembangan soft skill dapat diarahkan pada kegiatan
nonakademik. Untuk mendorong mahasiswa aktif dalam kegiatan
kemahasiswaan, terdapat perguruan tinggi yang memberlakukan
penilaian berbentuk Transkrip Aktivitas Kemahasiswaan (TAK). TAK
ini merupakan syarat ikut wisuda dan akan diberikan mendampingi
transkrip akademik saat mahasiswa lulus. Syarat kelulusan di
antaranya adalah harus mengumpulkan skor tertentu dengan aktif
berkegiatan, misalnya, aktif di himpunan, menulis artikel di media
massa, peserta lomba, dsb. Sebenarnya fokusnya bukan angka, tapi
dengan mahaiswa aktif ada sisi soft skill yang terasah. Dalam
pengalaman empiris suatu perguruan tinggi yang telah
memberlakukan Transkrip Aktivitas Kemahasiswaan, ternyata
terbukti dapat menjadi nilai plus bagi mahasiswa dalam mencari kerja
dan beasiswa.
Pentingnya soft skill dalam mencetak lulusan sebenarnya sudah
disadari sejak lama oleh kalangan pendidik. Namun, selama ini hanya
"dititipkan" ke kurikulum dan belum mendapat perhatian khusus.
Selain itu, memang ada keterbatasan waktu dalam bobot SKS.
Kesalahan penerjemahan kurikulum telah menyebabkan proses kuliah
hanya knowledge delivery, bukannya kompetensi. Arah pendidikan
tinggi selama ini telah disadari lebih banyak mendidik orang jadi
ilmuwan, padahal soft skill juga sangat dibutuhkan dunia kerja.
0

Menurut Putra, apa yang dipelajari selama perkuliahan, paling


hanya terpakai beberapa persen, kecuali menjadi pengajar atau
peneliti. Teori mungkin tidak akan tersentuh lagi, namun penerapan
teori lah yang dibutuhkan. Hal ini bukan berarti kuliah tidak penting.
Salah satu yang dilatih dalam perkuliahan adalah belajar untuk
belajar. Belajar untuk melakukan proses, agar logika dan keterampilan
kita terasah.
Menurut Ichsan, untuk mendiseminasikan soft skill pada para
mahasiswa, faktor yang sangat berpengaruh adalah dimulai dari
dosen. Para dosen harus bisa jadi living example, mulai dari datang
tepat waktu, mengoreksi tugas, dsb. Berdasarkan hasil penelitian
menunjukkan bahwa kemampuan presentasi dan menulis mahasiswa
masih banyak yang belum bagus. Selain itu, dosen juga harus bisa
melatih mahasiswa supaya asertif, supaya berani membicarakan ide.
Demikian juga fenomena mahasiswa menyontek juga jangan dianggap
biasa, karena ini termasuk faktor kejujuran dan etika dalam soft skill.





























0c

 ‘ ÿÊÊÊÊ
 ‘   ¦ 
  
Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian korelasional dimana
peneliti bermaksud mencari hubungan antara variabel aktifitas
organisasi kemahasiswaan dengan prestasi belajar dan tingkat
kesiapan kerja pada mahasiswa STIKes Kuningan. Adapun rancangan
penelitian yang digunakan adalah cross-sectional, dimana peneliti
melakukan penelitian baik terhadap variabel bebas maupun variabel
terikat dalam satu satuan waktu atau bersamaan.
0 ‘      
Populasi penelitian ini adalah seluruh mahasiswa STIKes Kuningan
yaitu 354 orang dan yang menjadi sampel penelitian adalah seluruh
mahasiswa STIKes Kuningan Program Reguler yaitu 286 orang.
Adapun ukuran sampel (sample size)-nya dihitung berdasarkan rumus
Slovin dalam Notoatmodjo (2003), yaitu

n = N/1+N(d 2),

dengan demikian jumlah sampelnya berjumlah 166,8 dengan


pembulatan 167 orang mahasiswa.
Teknik pengambilan sampelnya menggunakan proportionate stratified
random sampling dari setiap tingkatan kelas/semester pada kedua
program studi yang ada di STIKes Kuningan.
è ‘   ! 
Pada penelitian ini dapat diidentifikasi 3 variabel penelitian yaitu 1
variabel bebas yaitu aktifitas organisasi kemahasiswaan dan 2
variabel terikat yaitu prestasi belajar mahasiswa dan tingkat kesiapan
kerja.
Pada penelitian ini penulis mendefinisikan secara operasional variabel
aktifitas organisasi kemahasiswaan yaitu sebagai tingkat intensitas
dan keterlibatan seorang mahasiswa yang berstatus aktif dalam
organisasi kemahasiswaan baik di dalam maupun di luar kampus yang
ditunjukkan dengan skor.
Sedangkan variabel prestasi belajar mahasiswa didefinisikan secara
operasional sebagai nilai indeks prestasi kumulatif (IPK) terakhir yang
dapat dicapai seorang mahasiswa.
Variabel tingkat kesiapan kerja didefinisikan sebagai kesiapan
seorang mahasiswa yang diukur berdasarkan jumlah total skor yang
dapat dicapai mahasiswa dalam menjawab beberapa pernyataan yang
merujuk pada kompetensi yang dibutuhkan dunia kerja sesuai dengan
skor yang telah ditetapkan terhadap masing-masing pernyataan.
00

 ‘   
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa
angket (kuesioner) yang terdiri dari pertanyaan terbuka dan
pertanyaan tertutup. Instrumen yang akan digunakan dilakukan uji
validitas dan reliabilitas dulu kepada 30 orang populasi mahasiswa
STIKes Mahardika Cirebon yang memiliki 2 (dua) program studi yang
sama seperti di STIKes Kuningan (STIKKU).
[ ‘    
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data
primer dikumpulkan melalui survey yang dilakukan peneliti dengan
menggunakan angket (kuesioner) kepada sampel yang telah
ditetapkan sebelumnya. Selain itu, data sekunder diambil melalui
berbagai dokumen yang telah tersedia seperti dataxase
kemahasiswaan, daftar hadir mahasiswa, dan data lainnya yang
relevan. Survey dilakukan selama 1 minggu.
o ‘ Ê ÿ   
Setelah semua data dikumpulkan, kemudian data dianalisis dengan
menggunakan analisis univariat dan analisis bivariat. Analisis
univariat menggunakan analisis dengan metode statistik deskriptif,
sedangkan analisis bivariat dengan menggunakan analisis korelasi
Ýroduct-Moment dari Pearson dan kemudian ditentukan besaran
koefisien korelasinya.
























‘ ÊüÊÊÊ Ê












































0

 ‘ ÿÊÊÊÊ
Anonim. Ýenjaminan Mutu Bidang Kemahasiswaan di Ýerguruan Minggi .
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan
Nasional RI. Jakarta. 2008
Arifin, Zainal. Evaluasi Instruksional: Ýrinsip-Meknik-Ýrosedur. Bandung:
Rosdakarya. 1991
Arikunto, Suharsimi. Ýrosedur Ýenelitian Suatu Ýendekatan Ýraktek . Edisi
VI Revisi. Jakarta: Rineka Cipta. 2006
Darsono, Max. Belajar dan Ýemxelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press.
2000
Fachrunnisa. Implementasi Softskills di Ýerguruan Minggi . Institusi
Teknologi Bandung. Makalah. Bandung. 2008
Friedenberg, Lisa. Ýsychological Mesting, esign, nalysis and Use Allyn
and Bacon. 1995
Notoatmodjo, Soekidjo. Metodologi Ýenelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta. 2005
Sardiman, AM. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja
Grafindo Persada. 2004
Sudjana, Nana. asar- asar Ýroses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algensindo. 2002
Syah, M. Ýsikologi Belajar. Jakarta: RajaGrafindo Persada. 1995
Tuǯu, Tulus. Ýeran isiplin pada Ýerilaku dan Ýrestasi Siswa . Jakarta:
Grasindo. 2004

http://ejournal.gunadarma.ac.id
http://digilib.unnes.ac.id
http://sobatbaru.blogspot.com
http://infocomcareer.com
http://rider.edu

You might also like