You are on page 1of 9

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK SINDROM NEFROTIK

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud sindroma nefrotik?

2. Apa saja etiologi sindroma nefrotik?

3. Bagaimana manifestasi klinis sindroma nefrotik?

4. Apa saja pemeriksaan penunjang dan komlikasi sindroma nefrotik?

5. Bagaimana penatalaksanaan dan prognosis sindroma nefrotik?


BAB II

PEMBAHASAN

Sindroma nefrotik ditandai oleh proteinuria massif, hipoalbuminemia,


edema, dan hiperlipidemia. Insidens tertinggi pada usia 3-4 tahun, rasio lelaki dan
perempuan 2:1.

A. Etiologi

Sebab pasti belum diketahui. Umumnya dibagi menjadi :

1. Sindroma nefrotik bawaan, diturunkan secara resesif autosom atau karena


reaksi fetomaternal.
2. Sindroma nefrotik sekunder disebabkan oleh parasit malaria, penyakit
kolagen, glomerulonefritis akut, glomerulonefritis kronik, thrombosis vena
renalis, bahan kimia (trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas,
raksa), amiloidosis, dll.
3. Sindroma nefrotik idiopatik

B. Manifestasi klinis

Manifestasi awal penyakit seperti influenza, bengkak periorbital, dan


oliguria. Dalam beberapa hari, edema semakin jelas dan menjadi anasarka.
Keluhan jarang selain malaise ringan dan nyeri perut. Engan perpindahan volume
plasma rongga ketiga dapat terjadi syok. Bila edema berat dapat timbul dispneu
akibat efusi pleura.

C. Pemeriksaan penunjang

Selain proteinuria massif, sedimen urin biasanya normal. Bila terjadi


hematuria mikroskopik (> 20 eritrosit/LPB) dicurigai adanya lesi glomerular.
Albumin plasma rendah dan lipid meningkat. IgM dapat meningkat, sedangkan
IgG turun. Komplemen serum normal dan tidak ada krioglobulin.

D. Komplikasi

Peritonitis, hiperkoagulabilitas yang menyebabkan tromboemboli, syok,


dan gagal ginjal akut.

E. Penatalaksanaan

 Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai ± 1


gram/hari, secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dalam
makanan dan menghindari makanan yang diasinkan. Diet protein 2-3
gram/kg/BB/hari.
 Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan
diuretic, biasanya furosemid 1 mg/kg/BB/kali, bergantung pada beratnya
edema dan respons pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan
hidroklortiazid (25-50 mg/hari). Selama pengobatan diuretic perlu
dipantau kemungkinan hipokalemia, alkalosis metabolic, atau kehilangan
cairan intravaskuler berat.
 Pemberian kortikosteroid berdasarkan ISKDC (International Study of
Kidney Disease in Children): prednisone dosis penuh: 60 mg/m2 luas
permukaan badan/hari atau 2 mg/kgBB/hari (maksimal 80 mg/kgBB/hari)
selama 4 minggu dilanjutkan pemberian prednisone dosis 40 mg/m2 luas
permukaan badan/hari atau 2/3 dosis penuh, yang diberikan 3 hari
berturut-turut dalam seminggu (intermitten dose) atau selang sehari
(alternating dose) selama 4 minggu kemudian dihentikan tanpa tapering
off lagi. Bila terjadi relaps diberikan prednisone dosis penuh seperti terapi
awal sampai terjadi remisi (maksimal 4 minggu) kemudian dosis
diturunkan menjadi 2/3 dosis penuh. Bila terjadi relaps sering atau resisten
steroid, lakukan biopsi ginjal.
 Cegah infeksi. Antibiotik hanya diberikan bila ada infeksi.
 Pungsi asites maupun hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital.

F. Prognosis
Prognosis baik bila penyakit memberikan respons yang baik terhadap
kortikosteroid dan jarang terjadi relaps.

G. Diagnosa
Diagnose yang biasa muncul pada kasus sindrom nefrotik :
1. Resiko gangguan pola nafas tidak adekuat berhubungan dengan
pengumpulan cairan di Intra abdomen, penurunan ekspansi paru,
akumulasi sekret, penurunan energi/lemah

Tujuan : Pola nafas efektif


Kriteria hasil : dispnea (-), bunyi nafas normal, cyanosis (-)
Intervensi:
 Monitor frekuensi, kedalaman dan effort pernafasan
 Auskultasi Bunyi nafas, perhatikan adanya crackles, whezing, ronkhi.
 Observasi ketat perbahan tingkat kesadaran
 berikan posisi kepala semi fowler (kepala ditinggikan)
 Ubah posisi secara periodik, anjurkan/latih nafas dalam dan batuk efektif
 Kolaborasi :
 Monitor analisa gas darah
 Persiapan pemeriksaan kapasitas vital paru, rongen thorax
 Kerjasama dengan dokter untuk menentukan kadar terapi oksigen
 Kerjasama dengan dokter dalam mempersiapkan pasien untuk
tindakan paresentesis, peritoneovenous shunt.

2. (Resiko) penurunan curah jantung berdasarkan ketidakseimbangan cairan,


perubahan konduksi jantung (akibat ketidakseimbangan elektrolit)
vasokontriksi sistemik

Tujuan : Curah jantung adekuat


Kriteria hasil: Tanda vital dbn, kapiler refill dbn,
Intervensi:
 Auskultasi suara nafas & bunyi jantung, evaluasi edema perifer & keluhan
sesa nafas
 Monitor TD, catat TD saat perubahan posisi duduk, beridri, tidur
 Kaji adanya nyeri dada, catat lokasi & beratnya nyeri
 Kaji tingkat aktifitas & respon pada aktifitas tersebut
 Kolaborasi:
 Monitor lab: elektrolit, BUN, kreatinin
 Beri obat anti hipertensi
3. Gangguan kesimbangan cairan: berlebihan (intersisial) berdasarkan
penurunan output urine, hipoalmunimenia, retensi urine

Tujuan: Keseimbangan cairan tercapai


Kriteria Hasil:
 Edema, asites berkurang
 Intake:output seimbang
 TTV dbn
 Hasil lab dbn: Albumin 3,5-5,5 gr/dl, BJ urine 1.003-1.030, Na 135-145
m/L, K 3,5-5 meg/L

Intervensi:
 Monitor TD, Nadi dan CVP
 Ukur dengan cermat pemasukan dan pengeluaran cairan. Perhitungan
adanya pengeluaran melalui pencernaan (muntah/diare)
 Batasi pemasukan cairan pasien sesuai indikasi
 Timbang BB tiap hari
 Kaji area edema dan evaluasi derajat edema
 Auskultasi bunyi jantung dan paru
 Monitor pemeriksaan labortorium: Urinalisa, BUN, creatinin serum,
elektrolit, Hb-Ht
 Kolaborasi : Obat-obatan diuretik, antihipertensi

4. Resiko trauma berhubungan dengan produksi eritropoetin pernurunan


SDM, perubahan factor pembekuan

Tujuan: Trauma tidak terjadi yang dimanifestasikan dengan terbebas dari


perdarahan dan memperlihatkan perbaikan pada hasil laboratorium
Intervensi:
 Catat keluhan peningkatan fatigue, kelemahan,obs takikardi, kulit pucat,
dispnea
 Monitor tingkat kesadaran
 Evaluasi respon pada aktivitas, kemampuan melakukan kegiatan. Bantu
sesuai kebutuhan dan buat jadwal istirahat
 Obs area penyuntikan atau prosedur invasi lain. Batasi pengambilan darah
yang berulang & monitor adanya perdarahan (hematemesis, petekhie,
epistaksis, dll)
 Anjurkan pasien gunakan sikat gigi yang lembut, gunakan suntik yang
kecil, tekan lebih lama setelah pegambilan darah.
 Kolaborasi:
 Monitor lab: Hb,Ht,Leuko, trombo,faktor pembekuan
 Beri transfusi darah segar, packed cell sesui indikasi
 Beri obat: zat besi, asam folat, antibiotika sesuai indikasi

5. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake


tidak adekuat, meningkatkan kebutuhan metabolik

Tujuan : Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi/adekuat


Kriteria hasil:
 Pasien mampu mengkonsumsi makanan yang diberikan
 Tidak terjadi penurunan BB/ BB dbn
 Hasil lab normal: Hb 12-14/13-16 gr%, Albumin 4-5,2 gr/dl, Protein 6-7,8
gr/dl
Intervensi:
 Kaji dan catat kalori yang diasup pasien tiap hari
 Rencanakan bersama pasien diet yang diperlukan
 Motivasi pasien u/makan optimal dengan porsi kecil dan sering
 Berikan perawatan oral higine tiap hari
 Timbang BB iap hari
 Kolaborasi :
 ahli gizi dalam pemenuhan diet: tinggi kalori, rendah/moderate protein
 Monitor lab: albumin serum, protein, gula darah, Hb
 Berikan nutrisi melalui enteral/perenteral sesuai indikasi
 Pemberian obat: anti emetik, vitamin, suplemen lainnya

6. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan


metabolik, anemia, perubahan turgor kulit (edema/dehidrasi), mobilisasi
menurun
7. Kelemahan berhubungan dengan penurunan energi metabolik; restiksi
diet; anemia
8. Resiko perubahan membran mukosa oral berhubungan dengan Penurunan
saliva, restriksi cairan
9. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan mekanisme imun, tindakan
prosedur, perubahan intake diet/malnutrisi
10. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, mispersepsi
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media


Aesculapius

You might also like