You are on page 1of 4

Asuhan Keperawatan Pasien dengan Tetanus

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN TETANUS

Pengkajian

1. Pengkajian umum
 Riwayat penyakit sekarang : adanya luka parah dan luka bakar dan imunisasi yang
tidak adekuat.

2. Pengkajian khusus
 System pernafasan : dyspnea asfiksia dan sianosis akibat kontraksi oto pernafasan.
 System cardiovascular : disritmia, takicardi, hipertensi dan perdarahan, suhu tubuh
awalnya 38 - 40°Catau febris sampai ke terminal 43 - 44°C.
 System neurologis : irritability (awal), kelemahan, konvulsi (akhir), kelumpuhan satu
atau beberapa saraf otak.
 System perkemihan : retensi urine (distensi kandung kemih dan urine output tidak
ada/oliguria)
 System pencernaan : konstipasi akibat tidak ada pergerakan usus.
 System integument dan muskuloskletal : nyeri kesemutan pada tempat luka,
berkeringatan (hiperhidrasi), pada awalnya didahului trismus, spasme otot muka
dengan peningkatan kontraksi alis mata, risus sardonicus, otot kaku dan kesulitan
menelan.
 Apabila hal ini berlanjut terus maka akan terjadi status konvulsi dan kejang umum.
( Marlyn Doengoes, Nursing care Plan, 1993)

Diagnosa Keperawatan
1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sputum pada
trakea dan spasme otot pernafasan.
2. Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme otot-
otot pernafasan
3. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan efek toksin ( bakterimia )
4. Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kekakuan otot
pengunyah
5. Hubungan interpersonal terganggu berhubungan dengan kesulitan bicara
6. Gangguan kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kondisi lemah dan sering
kejang
7. Resiko terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake
yang kurang dan oliguria
8. Resiko terjadi cedera berhubungan dengan sering kejang
9. Kurangnya pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit tetanus dan
penanggulangannya berhubungan dengan kurangnya informasi
10. Kurangnya kebutuhan istirahat berhubungan dengan sering kejang

Intervensi Keperawatan

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sputum pada


trakea dan spasme otot pernafasan

Ditandai dengan :
 Ronchi, sianosis, dyspnea, batuk tidak efektif disertai dengan sputum atau lender,
hasil pemeriksaan laboratorium menunjukan : AGD abnormal (asidosis respiratotik)

Tujuan:
 Jalan nafas efektif

Kriteria:
 Klien tidak sesak, lender atau sleam tidak ada
 Pernafasan 16 – 18 kali/menit
 Tidak ada pernafasan cuping hidung
 Tidak ada tambahan otot pernafasan
 Hasil pemeriksaan laboratorium darah AGD dalam batas normal ( pH=7,35 – 7,45 ;
PCO2= 35 – 45 mmHg, PO2 = 80 – 100 mmHg )

Intervensi dan rasional :


 Bebaskan jalan nafas dengan mengatur posisi kepala ekstensi. Rasional : secara
anatomi posisi kepala ekstensi merupakan cara untuk meluruskan rongga pernafasan
sehingga proses respirasi tetap berjalan lancar dengan menyingkirkan pembuntuan
jalan nafas.
 Pemeriksaan fisik dengan cara auskultasi mendengar suara nafas (adakah ronchi) tiap
2 – 4 jam sekali. Rasional : ronchi menunjukan adanya gangguan pernafasan akibat
atas cairan atau secret yang menutupi sebagian dari saluran pernafasan sehingga perlu
dikeluarkan untuk mengoptimalkan jalan nafas.
 Bersihkan mulut dan saluran nafas dari secret dan lendir dengan melakukan section.
Rasional : section merupakan tindakan bantuan untuk mengeluarkan secret, sehingga
mempermudah proses respirasi.
 Oksigenisasi sesuai intruksi dokter. Rasional : pemberian oksigen secara adekuat
dapat mensuplai dan memberikan cadangan oksigen, sehingga mencegah terjadi
hipoksia
 Observasi tanda-tanda vital setiap 2 jam. Rasional : dyspnea, sianosis merupakan
tanda terjadinya gangguan nafas disertai dengan kerja jantung yang menurun timbul
tacikardi dan capillary reffil time yang memanjang/lama.
 Observasi timbulnay gagal nafas/apnea. Rasional : ketidakmampuan tubuh dalam
proses respirasi diperlukan intervensi yang kritis dengan menggunakan alat bantu
pernafasan (mechanical ventilation)
 Kolaborasi dalam pemberian obat pengencer secret (mukolotik). Rasional : obat
mukolitik dapat mengencerkan secret yang kental sehingga mudah mengeluarkan dan
mencegah kekentalan.

2. Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme otot-otot
pernafasan

Ditandai dengan :
 Kejang rangsangan, kontraksi otot-otot pernafasan, adanya lender dan secret yang
menumpuk.

Tujuan :
 Pola nafas teratur dan normal

Kriteria :
 Hipoksemia teratasi, mengalami perbaikan pemenuhan kebutuhan oksigen
 Tidak sesak, pernafasan normal 16 – 18 kali/menit
 Tidak sianosis

Intervensi dan rasional :


 Monitor irama pernafasan dan respirasi rate. Rasional : indikasi adanya
penyimpangan atau kelainan dari pernafasan dapat dilihat dari frekuensi, jenis
pernafasan, kemampuan dan irama nafas.
 Atur posisi luruskan jalan nafas. Rasional : jalan nafas yang longgar tidak ada
sumbatan proses respirasi dapat berjalan dengan lancar.
 Observasi tanda dan gejala sianosis. Rasional : sianosis merupakan salah satu tanda
manifestasi klinik ketidakadekuatan suplai O2 pada jaringan tubuh perifer.
 Berikan oksigenasi sesuai dengan intruksi dokter. Rasional : pemberian oksigen
secara adekuat dapat mensuplai dan memberikan cadangan oksigen, sehingga
mncegah terjadinya hipoksia.
 Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam. Rasional : dyspnea, sianosis merupan tanda
terjadinya gangguan nafas disertai dengan kerja jantung yang menurun timbul
tacikardi dan capillary reffil time yang memanjang/lama.
 Observasi timbulnya gagal nafas. Rasional : ketidakmampuan tubuh dalam proses
respirasi diperlukan intervensi yang kritis dengan menggunakan alat bantu pernafasan
(mechanical ventilato)
 Kolaborasi dalam pemeriksaan analisa gas darah. Rasional : kompensasi tubuh
terhadap gangguan proses difusi dan perfusi jaringan dapat mengakibatkan terjadinya
asidosis respiratory.

3. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan efek toksin (bakterimia)

Ditandai dengan :
 Suhu tubuh meningkat menjadi 38 – 40 °C, hiperhidrasi, sel darah putih lebih dari
10.000/mm3

Tujuan :
 Suhu tubuh normal

kriteria :
 Suhu kembali normal 36 – 37 °C
 Hasil laboratorium sel darah putih (leukosit) antara 5.000 – 10.000/mm3

Intervensi dan rasional :


 Atur suhu lingkungan yang nyaman. Rasional : iklim lingkungan dapat
mempengaruhi kondisi dan suhu tubuh individu sebagai suatu proses adaptasi melalui
proses evaporasi dan konveksi
 Pantau suhu tubuh tiap 2 jam. Rasional : identifikasi perkembangan gejala-gejala
kearah syok exhaustion
 Berikan hidrasi atau minum yang adekuat. Rasional : cairan-cairan membantu
menyegarkan badan dan merupakan kompresi badan dari demam.
 Lakukan tindakan teknik aseptic dan antiseptic pada perawatan luka. Rasional:
perawatan luka mengeleminasi kemungkinan toksin yang masih berada disekitar luka.
 Berikan kompres dingin bila tidak terjadi eksternal rangsangan kejang. Rasional :
kompres dingin merupakan salah satu cara untuk menurunkan suhu tubuh dengan cara
proses konduksi.
 Laksanakan program pengobatan antibiotic dan antipiretik. Rasional : obat-obatan
antibacterial dapat mempunyai spectrum untuk mengobati bakteri gram positif, atau
bakteri gram negative, antipiretik bekerja sebagai proses termoregulasi untuk
mengantisipasi panas.
 Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium leukosit. Rasional : hasil pemeriksaan
leukosit yang meningkat lebih dari 100.000/mm3 mengidentifikasikan adanya infeksi
dan atau untuk mengikuti perkembangan pengobatan yang diprogramkan.

4. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kekakuan otot pengunyah

Ditandai dengan :
 Intake kurang, makan dan minuman yang masuk lewat mulut kembali lagi dapat
melalui hidung dan berat badan menurun disertai hasil pemeriksaan protein atau
albumin kurang dari 3,5 mg%

Tujuan :
 Kebutuhan nutrisi terpenuhi

Kriteria :
 Berat badan optimal
 Intake adekuat
 Hasil pemeriksaan albumin 3,5 – 5 mg%

Intervensi dan rasional :


 Jelaskan faktor yang mempengaruhi kesuliatan dalam makan dan pentingnya
makanan bagi tubuh. Rasional : dampak dari tetanus adalah adanya kekakuan dari otot
pengunyah sehingga klien mengalami kesuliatan menelan dan kadang timbul reflex
balik atau kesedak. Dengan tingkat pengetahuan yang adekuat diharapkan klien dapat
berpartisipasi dan kooperatif dalam program diet.
 Kolaborasi dengan tim gizi untuk pemberian diet TKTP cair, lunak, dan bubur kasar.
Rasional : diet yang diberikan sesuai dengan keadaan klien dari tingkat membuka
mulut dan proses mengunyah
 Kolaborasi untuk memberikan caiaran IV line. Rasioanal : pemberian cairan perinfus
diberikan pada klien dengan ketidakmampuan mengunyah atau tidak bisa makan
lewat mulut sehingga kebutuhan nutrisi terpenuhi.
 Kolaborasikan untuk pemasangan NGT bila perlu. Rasional : NGT dapat berfungsi
sebagai masuknya makanan juga untuk memberikan obat

Sumber
 http://health.wahyurobi.com/health/?p=5

You might also like