Professional Documents
Culture Documents
Abstrak
Fibromiksoma/miksofibroma/odontogenic fibromyxoma atau sering juga disebut
odontogenic myxoma adalah neoplasma yang dikarakteristikkan dengan adanya sel bintang
(stelata) dan sel berbentuk gelondong yang terkandung dalam jaringan miksoid yang juga
mengandung banyak serabut kolagen. Fibromiksoma merupakan tumor odontogenik yang sangat
jarang ditemui dan berasal dari jaringan mesenkim yang merupakan bagian germ-cell gigi.
Tumor ini dapat terjadi di beberapa lokasi seperti jantung, tulang rahang dan otot rangka, namun
sangat jarang terjadi pada daerah kepala dan leher. Tumor ini berbatas tegas namun tidak
berkapsul, dapat menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan memiliki sifat destruktif pada tulang.
Angka kejadian fibromiksoma bervariasi di berbagai negara, berkisar antara 3-20% dari
seluruh tumor odontogenik. Prevalensi terbesar adalah pada dekade ketiga dan keempat. Usia
rata-rata penderita adalah 30 tahun, dan sebagian besar terjadi pada wanita.
Dilaporkan satu kasus fibromiksoma pada sinus maksilaris dan kavum nasi kiri yang
meluas ke nasofaring dan rongga mulut pada seorang laki-laki berusia 26 tahun. Telah dilakukan
penatalaksanaan dengan tindakan operatif berupa ekstirpasi tumor.
Abstract
Fibromyxoma/mixofibroma/odontogenic fibromyxoma or often also called odontogenic
myxoma is a neoplasm that is characterized by the existence of star cells (stellate) and spindle-
shaped cells contained in mixoid tissue which also contains many collagen fibers. Fibromyxoma
is an odontogenic tumor are very rare, and are derived from mesenchymal tissue that is part of
the tooth germ-cell. These tumors can occur in several locations such as heart, jaw bone and
skeletal muscle. Very rare in the head and neck region. The tumor is bounded firmly
encapsulated, can infiltrate the adjacent structure, and has a potential for extensive bony
destruction.
Fibromyxoma incidence varies in different countries, the range is between 30-20% of all
odontogenic tumors. Prevalence is greatest in the third and fourth decade of life. The everaget is
30 years old, and most occur in women.
It was reported one case of fibromyxoma in left maxillary sinus cavity that extends to left
nasopharynx and oral cavity in a man aged 26 years. Management has been carried out with a
enucleation/extirpation tumor surgery.
PENDAHULUAN
odontogenic myxoma adalah neoplasma yang dikarakteristikkan dengan adanya sel bintang
(stelata) dan sel berbentuk gelondong yang terkandung dalam jaringan miksoid yang juga
sangat jarang ditemui dan merupakan tumor yang berasal dari jaringan mesenkim yang
merupakan bagian germ-cell gigi.1-6 Tumor ini dapat terjadi di beberapa lokasi seperti jantung,
tulang rahang dan otot rangka. Fibromiksoma sangat jarang terjadi pada daerah kepala dan leher.
Fibromiksoma merupakan tumor jinak odontogenik dan harus dibedakan dengan miksoma
jaringan lunak. Fu dan Perzin,5 melaporkan 6 kasus miksoma pada penelitian terhadap 256 lesi
nonepitelial sinus paranasal, nasofaring, dan kavum nasi dan hanya ditemukan 2 kasus miksoma
mukopolisakarida yang membuatnya sangat agresif dan memiliki angka kekambuhan yang
tinggi setelah terapi eksisi, sehingga memiliki sifat destruktif pada tulang dan kemampuan
menginvasi struktur disekitarnya.6 Tumor ini dapat meluas ke nasofaring, hidung, sinus paranasal
maupun orbita dan paling banyak ditemukan pada maksila dan mandibula. 8 Gambaran histologi
dan radiologi sulit dibedakan dengan tumor odontogenik lainnya dan sering terjadi
odontogenic tumor (CCOT) pada seorang perempuan usia 15 tahun, yang dideskripsikan sebagai
tumor pada molar dan regio ramus kanan mandibula. Gambaran radiologi pada kasus tersebut
3
menunjukkan adanya massa radiolusens unilokuler yang disertai gigi molar 3 yang tidak
mengalami erupsi. Setelah dilakukan enukleasi terhadap tumor, kekambuhan ternyata tidak
Penatalaksanaan kasus fibromiksoma beragam mulai dari enukleasi hingga bedah radikal.
Fibromiksoma yang agresif dan diperkirakan dapat berakibat fatal dapat dipertimbangkan untuk
dilakukan reseksi radikal. Pada makalah ini dilaporkan suatu kasus jarang, seorang laki-laki usia
26 tahun dengan fibromiksoma pada sinus maksilaris dan kavum nasi kiri meluas ke nasofaring
dan rongga mulut, gambaran histologi dan radiologinya, serta potensi keganasan dan
penatalaksanaannya.7,8
KEKERAPAN
Angka kejadian fibromiksoma bervariasi di berbagai negara, berkisar antara 3-20% dari
seluruh tumor odontogenik.1,2 Tumor ini merupakan tumor odontogenik ketiga terbanyak (setelah
odontoma dan ameloblastoma). Rentang usia penderita bervariasi antara 1-73 tahun. Prevalensi
terbesar adalah pada dekade ketiga dan keempat.6 Usia rata-rata penderita adalah 30 tahun, dan
sebagian besar terjadi pada wanita.1-4,9 Hampir 75% miksoma odontogen terjadi pada pasien usia
23-30 tahun, jarang terjadi pada usia di atas 50 tahun atau di bawah 10 tahun.10
LOKASI
Sebanyak dua pertiga fibromiksoma berlokasi di mandibula. Lesi pada maksila diawali
dengan gambaran sinus maksilaris yang menghilang. 1 Predileksi paling sering adalah pada
mandibula posterior. Dilaporkan juga beberapa kasus fibromiksoma pada ramus, kondilus dan
GAMBARAN KLINIS
Fibromiksoma yang berukuran kecil seringkali asimtomatik. Tumor yang besar dapat
mengakibatkan perforasi. Tumor ini tidak menimbulkan nyeri. Fibromiksoma pada sinonasal
sering menyebabkan obliterasi sehingga sering diduga sebagai polip. Gambaran radiologis
menunjukkan massa radiolusen unilokular atau multilokular dan terkadang memiliki gambaran
“soap bubble” atau “honeycomb” dengan trabekulasi. Tumor ini sebagian besar berbatas jelas
namun dapat juga merupakan massa yang difus. Fibromiksoma yang besar dapat menimbulkan
reaksi periosteal.1-4
PATOGENESIS
primitif. Penyebab miksoma masih belum diketahui secara pasti. 5 Wirth dkk.12 mengusulkan teori
histogenesis miksoma dan fibrous displasia pada umumnya, mengemukakan teori “kegagalan
metabolism dasar jaringan yang mengakibatkan pertumbuhan berlebihan”. Tse & Vander13 juga
menyetujui teori ini. Enzinger,14 mengemukakan teori bahwa sel stelata dan spindle cell pada
mukopolisakarida dan bukan kolagen. Glazunov dan Puckhov,15 mengemukakan dalil penyebab
virus yang menyerang nukleus sel dan cytoplasmic inclusion bodies di berbagai miksoma
PATOLOGI
5
Gambaran histopatologi ditandai dengan adanya sel-sel stelata, bulat dan spindle shaped
cell dengan sitoplasma eosinofilik yang pucat . Sel-sel tersebut menyebar pada stroma mukoid
atau miksoid yang mengandung kolagen dalam komposisi yang berbeda-beda. Ada atau tidaknya
sisa epitel odontogen tidak mutlak untuk diagnosis. Sebagian fibromiksoma memiliki tendensi
sulfat. Fibromiksoma secara mikroskopis mirip dengan pembesaran atau hiperplasia miksoid
folikel gigi dan papil gigi dari gigi yang sedang berkembang. Fibromiksoma maksila sering
diduga sebagai polip nasi. Fibromiksoma harus dibedakan dengan sarkoma jaringan lunak
DIAGNOSIS
Neurofibroma dan fibromiksoma menimbulkan intensitas rendah pada area sentral yang
merupakan gambaran jaringan fibrokolagen. Gambaran MRI lebih baik dibanding CT scan untuk
Secara radiologi, fibromiksoma akan tampak sebagai massa yang yang meluas,
radiolusens multilokuler dengan atau tanpa batas yang tegas. Namun, sebagian fibromiksoma
memiliki gambaran unilokuler. Pada beberapa kasus terdapat gambaran bercorak dan difus
DIAGNOSIS BANDING
6
lainnya.1-4
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yang dianjurkan adalah ekstirpasi atau eksisi radikal yang melibatkan
juga jaringan sekitarnya.6 Miksoma merupakan tumor jinak dengan tendensi rekurens lokal.5,6
Miksoma yang berukuran kecil dapat ditatalaksana secara konservatif dengan kuretase dan
diikuti dengan kauterisasi listrik atau kimia. Tumor yang berukuran lebih besar membutuhkan
reseksi ekstensif dengan angka rekurensi 25%, hal ini berhubungan dengan adanya sisa lesi
akibat reseksi inkomplet, kemampuan invasi dan sifat gelatin pada jaringan itu sendiri.8,16 Reseksi
luas dengan melindungi struktur vital disertai bedah rekonstruksi atau graft tulang juga dapat
Penatalaksanaan bedah yang lebih agresif diperlukan pada fibromiksoma yang diduga
seperti MRI atau CT-scan sebelum dilakukan terapi bedah, terutama bila diduga lesi bersifat
infiltratif. Pasien juga harus diingatkan pentingnya dilakukan follow-up setelah operasi.
PROGNOSIS
Tumor yang kecil dapat ditatalaksana dengan enukleasi/ ekstirpasi namun tumor yang
besar membutuhkan eksisi komplit dengan batas bebas. Angka kekambuhan mencapai rata-rata
25%, namun prognosis pada umumnya baik. Kekambuhan seringkali diakibatkan operasi yang
tidak bersih dan terjadi dalam dua tahun atau lebih. Kematian dapat terjadi akibat perluasan
tumor ke basis tengkorak.1-4 Stout dan Himadi,18,19 menyatakan bahwa pleomorfisme dan mitosis
7
yang berlebihan berhubungan dengan tendensi kearah malignansi, dan hal ini menimbulkan
LAPORAN KASUS
Seorang laki-laki, Tn. A, usia 26 tahun, berasal dari luar kota, masuk rumah sakit pada
tanggal 3 Mei 2010 dengan keluhan utama benjolan yang makin lama makin membesar pada pipi
dan hidung kiri disertai keluhan tambahan hidung tersumbat dan sulit makan sejak lebih kurang 2
Pasien mengeluh timbul benjolan yang makin lama makin membesar, tidak nyeri pada
wajah bagian kiri sejak 2 tahun yang lalu. Benjolan pada pipi kiri juga disertai adanya benjolan
pada rongga hidung dan mulut sejak 1 tahun yang lalu. Pasien juga mengeluh pendengaran
menurun sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan mimisan disangkal dan gangguan penglihatan
disangkal.
Pasien berobat di poli THT (km 20) sejak lebih kurang 3 bulan yang lalu, dilakukan
biopsi dua kali namun belum ada penanganan lebih lanjut. Pasien juga mengeluh sulit makan
Pada pemeriksaan fisik ditemukan massa yang keras, tidak nyeri, terfiksasi dan menutupi
kavum nasi kiri, membuat bagian kiri wajah membesar dengan ukuran lebih kurang 20 cm x 15
cm x 10 cm. Deformitas tampak pada dorsum nasi, septum nasi terdorong ke kanan dan kavum
nasi kanan menyempit. Massa yang padat, tidak nyeri berwarna putih juga muncul dari
nasofaring kearah hipofaring dan dari sulkus ginggivo-bukalis ke dalam rongga mulut. Tampak
palatum molle dan durum menonjol. Tidak tampak pendorongan pada mata dan penglihatan tetap
baik.
a b c
8
Gambar 1. Profil pasien sebelum operasi (a. anterior, b. lateral kiri, c. lateral kanan)
Dari hasil pemeriksaan patologi anatomi (PA) biopsi pertama pada tanggal 17 Februari
2010 tidak dijumpai massa tumor kavum nasi sinistra, dijumpai papiloma regio bukal, namun
bila klinis curiga keganasan maka disarankan untuk mohon biopsi ulang. Hasil PA biopsi kedua
Pemeriksaan CT scan pada tanggal 31 Maret 2010 menunjukkan adanya massa yang
berasal dari sinus maksilaris sinistra, terdapat destruksi tulang medial dan lateral sinus
maksilaris sinistra. Massa menginfiltrasi ke sinus sfenoid sinistra, sinus etmoid kanan-kiri dan
kavum nasi sinistra. Septum nasi terdorong ke kanan, kavum orbita kanan dan kiri normal.
Pada tanggal 19 Mei 2010 pasien mengeluh sesak napas. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan retraksi suprasternal, sehingga dilakukan trakeostomi pada tanggal 21 Mei 2010.
Pasca trakeostomi sesak napas menghilang, pasien dapat bernapas lancar melalui stoma.
Hasil biopsi ketiga tanggal 31 Mei 2010 adalah radang kronis non spesifik pada bukal
dan inflammatory polyp kavum nasi sinistra. Sementara hasil CT scan sinus paranasal (SPN)
tanggal 8 Juni 2010 adalah massa di kavum nasi bilateral disertai destruksi dinding dan mengisi
sinus maksilaris, etmoidalis kiri dengan perluasan ke nasofaring serta infiltrasi ke kutis regio
bukal kiri.
Selanjutnya, pada tanggal 19 Agustus 2010 dilakukan operasi ekstirpasi massa sinonasal.
Operasi berlangsung lebih kurang 2 jam. Intraoperatif didapatkan massa memenuhi sinus
maksilaris dan kavum nasi snistra yang mengakibatkan defek pada dinding antrum sinus
maksilaris bagian medial dan terdapat bagian massa dari antrum yang keluar dari defek pada
sulcus buccogingival dan nasofaring. Massa berwarna putih diselingi bagian yang bening seperti
polip serta beberapa bagian nekrosis. Massa berbatas jelas dan tidak menginfiltrasi mukosa dan
organ di sekitarnya. Massa dievakuasi secara terfragmentasi melalui kavum nasi, sulcus
buccogingival, dan orofaring. Pasca evakuasi didapatkan massa yang secara keseluruhan
a b c
Gambar 3. Durante operasi (a dan b) dan massa yang telah diektirpasi (c)
10
Pasca operasi dan pemasangan tampon diberikan cairan intravena ringer laktat dan
dekstrosa 5%, nutrisi parenteral Aminovel 1 botol perhari, antibiotik intravena siprofloksasin 2 x
500 mg, antiinflamasi metilprednisolon 2 x 125 mg intravena, anti pendarahan asam traneksamat
FOLLOW-UP
Hari pertama pasca operasi didapatkan keadaan umum pasien baik, tanda-tanda vital
baik, pasien sudah bisa makan dan minum. Tampak rembesan darah minimal pada kassa penutup
hidung, tidak tampak perdarahan aktif maupun bekuan darah pada dinding posterior faring,
Hari kedua pasca operasi dilakukan pelepasan tampon hidung dan antrum sinus
maksilaris. Tampon dilepaskan melalui kavum nasi kiri maupun defek pada sulcus
buccogingival kiri. Setelah pelepasan tampon didapatkan pasase pada kavum nasi kiri lapang dan
pada kavum nasi kanan tetap tidak ada, perdarahan juga tidak ada. Mukosa kavum nasi dan sinus
maksilaris baik. Tampak bekuan darah, sisa sekret dan debris pasca operasi pada kavum nasi dan
sinus, namun pasien merasa pernapasan melalui hidung lancar. Terapi intravena diteruskan dan
Pasca operasi hari ketiga dilakukan dekanulasi kanul trakeostomi setelah dilakukan
penutupan kanul selama 24 jam. Pasca dekanulasi tidak didapatkan adanya sesak dan pasien
dapat bernapas biasa melalui hidung. Pemberian ketorolak intravena dihentikan dan diganti
a b c
11
Pasien diperbolehkan pulang pada hari kelima pasca operasi dan disarankan untuk
kontrol secara rutin ke klinik KTHT-KL RSUP Dr. Moh Hesin palembang. Pasien dibekali obat
antibiotik antiinflamasi oral asam mefenamat 3 x 500 mg dan disarankan cuci hidung dengan
dengan angiosarkoma kutaneus pada regio bukalis. Namun dari hasil pemeriksaan ulang pada
tanggal 16 September 2010 didapatkan kesan fibromiksoma dengan fokal sel-sel atipik dan
Gambar 5. Beberapa sel atipik Gambar 6. Pembuluh darah Gambar 7. Sulfur granula di
berinti bizarre diantara jaringan dilapisi sel endotel setempat tepi jaringan dan area nekrosis
ikat fibromiksoid edematous proliferasi, lumen berisi luas bersebuk sel radang
bersebuk selUP
FOLLOW radang limfoid dan beberapa eritrosit dikelilingi menahun dalam pembesaran
sel plasma dalam pembesaran jaringan fibromiksoid dalam 40x
400x pembesaran 100x
12
Minggu ketiga pasca operasi pasien kontrol ke poli THT dan didapatkan pasase pada
kavum nasi kanan tetap negatif dan pada kavum nasi kiri lapang, perdarahan tidak ada. Stoma
pada leher telah menutup. Pasien dapat makan dan minum seperti biasa dan pasien dapat
melakukan aktivitas dan pekerjaan sehari-hari seperti biasa. Mukosa kavum nasi dan sinus
maksilaris baik. Tidak ditemukan tanda-tanda rekurensi tumor. Pada rongga mulut didapatkan
a b c
Gambar 8. Profil pasien 3 minggu pasca operasi dari anterior (a), lateral kiri (b), dan lateral kanan (c)
Tiga bulan pasca operasi pasien kembali kontrol ke poli THT. Tidak ada keluhan dari
pasien. Hasil pemeriksaan didapatkan mukosa kavum nasi dan sinus maksilaris kiri baik, tidak
ditemukan tanda-tanda rekurensi tumor. Pasien diberi penjelasan mengenai kemungkinan tumor
dapat berulang dan pasien disarankan untuk menjalani operasi lanjutan guna menutup defek pada
sulcus buccogingival. Pasien menolak dilakukan operasi lanjutan karena merasa tidak ada
DISKUSI
adalah tumor jinak yang berasal dari jaringan ikat papil gigi. Ada pendapat yang menyatakan
tumor ini terbentuk oleh proses degeneratif, ada juga yang berpendapat bahwa tumor ini
13
pasien ini tidak ditemukan keluhan adanya gigi yang tidak tumbuh, sehingga teori modifikasi
Gambaran klinis tumor ini jinak, timbul di usia muda terutama 25-30 tahun. Tumor ini
secara histologis jinak, terdiri dari sel stelata di dalam stroma retikuler. Fibromiksoma
mengandung banyak substansi interselular yang kaya dengan asam mukopolisakarida yang
membuatnya sangat agresif sehingga memiliki sifat destruktif pada tulang dan kemampuan
Pada gambaran CT scan didapatkan destruksi tulang medial dan lateral sinus maksilaris
sinistra dan massa telah menginfiltrasi sinus sfenoid sinistra, sinus etmoid kanan-kiri dan kavum
nasi sinistra. Hal ini sesuai dengan literatur di mana dijelaskan meskipun tumor ini jinak namun
Prinsip terapi tumor sinonasal adalah reseksi/operasi. Reseksi dapat bertujuan sebagai
pengobatan maupun paliatif yaitu mengurangi nyeri akibat regangan, dekompresi struktur-
struktur vital, debulking dan memulihkan kepercayaan diri pasien. Radioterapi diberikan sebagai
terapi tambahan setelah operasi atau sebagai terapi paliatif. Kemoterapi pada tumor sinonasal
biasanya merupakan terapi paliatif untuk mengurangi nyeri dan mengurangi sisa massa.
Penatalaksanaan yang dianjurkan untuk fibromiksoma adalah ektirpasi massa atau insisi radikal
Kasus diatas adalah suatu fibromiksoma pada seorang laki-laki berusia 26 tahun. Hal ini
sesuai dengan literatur di mana angka kejadian fibromiksoma paling banyak pada usia 25-30
tahun.19 Pada kasus ini tumor membesar secara lambat sampai mencapai ukuran yang besar dan
14
mengakibatkan deformitas. Pasien ini juga mengalami destruksi pada konka dan pendesakan
septum ke sisi kontralateral. Penatalaksanaan pasien ini sesuai dengan yang dianjurkan yaitu
SIMPULAN
Dilaporkan sebuah kasus seorang laki-laki usia 26 tahun dengan fibromiksoma sinonasal
yang berasal dari sinus maksilaris sinistra yang menimbulkan deformitas pada wajah sebelah
kiri. Massa juga keluar dari sinus maksilaris ke kavum nasi dan mengakibatkan obstruksi nasal,
Pasien ini ditatalaksana dengan tindakan ekstirpasi/enukleasi tumor. Pasca operasi hingga
follow-up 3 bulan pasca operasi didapatkan keluhan obstruksi hidung tidak ada, pasien dapat
melakukan aktifitas sehari-hari secara normal dan tidak ada tanda-tanda rekurensi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Buchner A, Odell EW. Odontogenic myxoma/myxofibroma. In: Patology and Genetic Head
and Neck Tumor. World Health Organization Classification of Tumours. Barnes L, Eveson
2. Slootweg PJ. Odontogenic cysts-developmental. In: Pathology of the Head and Neck.
3. Praetorius F. Odontogenic tumours. In: Surgical Pathology of the Head and Neck. Barnes L
4. Sapp JP. Odontogenic tumours. In: Contemporary oral and Maxillofacial Pathology. Sapp
odontogenic cyst in an eight-year-old boy: Three-year follow-up. J Dent Res Dent Clin Dent
7. Abdelwahab IF, Hermann G, Klein MJ, Kenan S, Lewis MM. Fibromyxoma of bone.
92-5.
9. Mishra A, Bhatia M, Sukhla GK. Fibromyxoma maxilla. Indian J Otolaryngol Head and
11. Craig GT. The paradental cyst. A specific inflammatory odontogenic cyst. Br Dent J.
1976;141:9-14.
12. Wirth WA, Leavitt D, Enzinger F. Multiple intramuscular myxomas: another extraskeletal
13. Tse J, Vander S. The soft tissue myxoma of the head and neck region; report of a case and
14. Enzinger FM. Intramuscular myxoma: a review and follow up studi of 34 cases. Am J Clin
15. Glazunov MF, Puckhov JG. Human muscular myxoma and intracellular inclusions. Vopr
16. Shafer WG, Hine MK, Levy BM. Cysts and tumours of odontogenic origin. In: A textbook
17. Chen CT, Chen YR, Lai JP, Tung TC. Maxillary myxoma reated with wide resection and
immediate reconstruction: a case report. Ann Plast Surg. 1997; 39(1): 87-93.
18. Nwafo DC, Adi FC. Giant fibromyxoma of the parietal pleura. Thorax. 1978; 33: 520-3.
20. Zimmer LA, Carrau RL. Neoplasms of the nose and paranasal sinuses. In: Head & Neck
Surgery-Otorhinolaryngology. Bailey BJ, Johnson JT (eds). Lippincott Williams & Wilkins.
Philadelphia. 4th ed; 2006:1481-99.