Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
BAB II
4
Saddock BJ, Saddock VA. Schizophrenia In:Kaplan & Saddock’s Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical
Psychiatry. 10th ed. New York: Lippicontt Williams & Wilkins. 2007.
SKIZOFRENIA
II.1 Definisi
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, “schizein” yang berarti “terpisah”
atau “pecah”, dan “phren” yang artinya “jiwa”. Pada skizofrenia terjadi pecahnya
atau ketidakserasian antara afeksi, kognitif dan perilaku. Secara umum, gejala
skizofrenia dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu gejala positif, gejala negatif,
dan gangguan dalam hubungan interpersonal.5
Skizofrenia adalah diagnosis kejiwaan yang menggambarkan gangguan
mental dengan karakter abnormalitas dalam persepsi atau gangguan mengenai
realitas. Abnormalitas persepsi dapat berupa gangguan di kelima panca indera,
tapi biasanya berupa halusinasi auditorik, paranoid, waham bizarre, dan dapat
juga berupa disorganisasi berbicara dan gangguan komunikasi sosial yang nyata.
Sering terjadi pada dewasa muda, ditegakkan melalui pengalaman pasien dan
dilakukan observasi tingkah laku, serta tidak dibutuhkan adanya pemeriksaan
laboratorium.6
Berdasarkan PPDGJ III, skizofrenia adalah suatu deskripsi sindrom
dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak
selalu bersifat kronis atau “deteriorating”) yang luas, serta sejumlah akibat yang
tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Pada
umunya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari
pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul
(blunted), kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan intelektual
biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat
berkembang kemudian.6
Skizofrenia merupakan suatu gangguan psikotik yang kronik, sering
mereda, namun hilang timbul dengan manifestasi klinis yang amat luas variasinya.
Menurut Eugen Bleuler, skizofrenia adalah suatu gambaran jiwa yang terpecah
5
Maramis, W.E. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Erlangga University Press. Surabaya 2005.
6
Paul, Jhon. Skizofrenia. Diunduh tanggal 26 Januari 2011. http://www. Medical news.com/
belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses pikir, perasaan dan
perbuatan.4
II.2 Epidemiologi
Sekitar 1% penduduk dunia akan mengidap skizofrenia pada suatu waktu
dalam hidupnya. Di Indonesia diperkirakan 1-2% penduduk atau sekitar 2-4 juta
jiwa akan terkena penyakit ini. Bahkan sekitar sepertiga dari 1-2 juta jiwa yang
terjangkit penyakit skizofrenia ini atau sekitar 700 ribu hingga 1,4 juta jiwa kini
sedang mengidap skizofrenia. Perkiraan angka ini disampaikan Dr. LS Chandra,
Sp.KJ dari Sanatorium Dharmawangsa Jakarta Selatan. Tiga perempat dari jumlah
pasien skizofrenia umumnya dimulai pada usia 16 sampai 25 tahun pada jenis
kelamin laki-laki. Pada perempuan, skizofrenia biasanya mulai diidap pada usia
25 hingga 30 tahun. Penyakit yang satu ini cenderung menyebar di antara anggota
keluarga sedarah.6
Walaupun skizofrenia tergolong sebagai suatu penyakit yang banyak
menyerang anggota masyarakat, cukup mengherankan bahwa tidak banyak
diketahui mengenai epidemiologi penyakit ini, khususnya di Indonesia. Di
Amerika Serikat, prevalensi skizofrenia seumur hidup dilaporkan secara
bervariasi terentang dari 1 sampai 1,5%; konsisten dengan rentang tersebut,
penelitian Epidemiological Catchment Area (ECA) yang disponsori oleh National
Institute of Mental Health (NIMH) melaporkan prevalensi seumur hidup sebesar
1,3%. Kira-kira 0,025 sampai 0,05% populasi total diobati untuk skizofrenia
dalam satu tahun. Walaupun dua pertiga dari pasien yang diobati tersebut
membutuhkan perawatan di rumah sakit, hanya kira-kira setengah dari semua
pasien skizofrenik mendapat pengobatan, tidak tergantung pada keparahan
penyakit.4
Di seluruh dunia, diperkirakan terdapat 2 juta kasus skizofrenia baru tiap
tahun dan seluruh penderita skizofrenia diperkirakan berjumlah 10 juta orang,
hampir sama dengan jumlah penduduk kota New York.4
II.3 Etiologi 5
Skizofrenia merupakan suatu bentuk psikosis yang sering dijumpai sejak
dulu. Meskipun demikian pengetahuan tentang faktor penyebab dan
patogenesisnya masih minim diketahui. Adapun beberapa faktor etiologi yang
mendasari terjadinya skizofrenia, antara lain:
1) Genetik
Dapat dipastikan bahwa ada faktor genetik yang juga menentukan
timbulnya skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang
keluarga-keluarga penderita skizofrenia dan terutama anak-anak kembar
satu telur. Angka kesakitan bagi saudara tiri penderita skizofrenia ialah
0,9-1,8%; bagi saudara kandung 7-15%; bagi anak dengan salah satu orang
tua yang menderita skizofrenia 7-16%; bila kedua orang tua menderita
skizofrenia 40-68%; bagi kembar dua telur (heterozigot) 2-15%; dan bagi
kembar satu telur (homozigot) 61-86%.
Tetapi pengaruh genetik tidak sesederhana seperti hukum-hukum
Mendel. Diduga bahwa potensi untuk mendapatkan skizofrenia diturunkan
(bukan penyakit itu sendiri) melalui gen yang resesif. Potensi ini mungkin
kuat, mungkin juga lemah, tetapi selanjutnya tergantung pada lingkungan
individu itu apakah akan terjadi skizofrenia atau tidak (mirip hal genetik
pada diabetes melitus).
2) Endokrin
Dahulu diduga bahwa skizofrenia mungkin disebabkan oleh suatu
gangguan endokrin. Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering
timbulnya skizofrenia pada waktu pubertas, waktu kehamilan atau
puerperium dan waktu klimakterium. Tetapi hal ini tidak dapat dibuktikan.
3) Metabolisme
Beberapa peneliti menduga bahwa skizofrenia disebabkan oleh
suatu gangguan metabolisme, karena penderita dengan skizofrenia tampak
pucat dan tidak sehat. Ujung ekstremitas agak sianosis, nafsu makan
berkurang dan berat badan menurun. Pada penderita dengan stupor
katatonik konsumsi zat asam menurun. Namun, hipotesis ini tidak
dibenarkan oleh banyak sarjana. Belakangan ini teori metabolisme
mendapat perhatian lagi berhubung dengan penelitian dengan memakai
obat halusinogenik, seperti meskalin dan asam lisergik diethilamide (LSD-
25). Obat-obat ini dapat menimbulkan gejala-gejala yang mirip dengan
gejala-gejala skizofrenia, tetapi sifatnya reversibel. Mungkin skizofrenia
disebabkan oleh suatu “inborn error of metabolism”, tetapi hubungan
terakhir belum ditemukan.
4) Susunan Saraf Pusat
Ada yang mencari penyebab skizofrenia ke arah kelainan susunan
saraf pusat, yaitu pada diensefalon atau korteks otak. Tetapi kelainan
patologis yang ditemukan itu mungkin disebabkan oleh perubahan-
perubahan postmortem atau merupakan artefakt pada waktu membuat
sediaan.
E. Kriteria Fleksibel4
Jumlah gejala minimal yang diperlukan dapat empat sampai delapan,
tergantung pada pilihan peneliti:
1) Afek terbatas
2) Tilikan buruk
3) Pikiran bersuara keras (thoughts aloud)
4) Rapport buruk
5) Waham yang luas
6) Bicara inkoheren
7) Informasi yang tidak dapat dipercaya
8) Waham aneh
9) Waham nihilistik
10) Tidak adanya wajah terdepresi
11) Tidak adanya elasi
8
Maslim, Rusdi. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. FK Unika Atmajaya.Jakarta.2007
- “delusion of control” : waham tentang dirinya dikendalikan
oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau
- “delusion of influence” : waham tentang dirinya
dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau
- “delusion of passivity” : waham tentang dirinya tidak
berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; atau
(tentang “dirinya” : secara jelas merujuk ke pergerakan
tubuh/anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau
penginderaan khusus;
- “delusional perception” : pengalaman inderawi yang tak wajar,
yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat
mistik atau mukjizat;
3. Halusinasi auditorik:
- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus
terhadap perilaku pasien, atau
- Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri
(diantara berbagai suara yang berbicara), atau
- Jenis suara halusinasi lain yang berasala dari salah satu bagian
tubuh
4. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut
budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil,
misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau
kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya mampu
mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk asing
dari dunia lain).
Atau paling sedikit dua gejala ini yang harus selalu ada secara
jelas:
5. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila
disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang
setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun
disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap,
atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau
berbulan-bulan terus-menerus;
6. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami
sisipan (interpolation), yang berakibat inkoherensi atau
pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;
7. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah
(excitement), posisi tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas
cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;
8. Gejala-gejala “negatif”, seperti sikap sangat apatis, bicara
yang jarang, dan respon emosional yang menumpul atau tidak
wajar, biasanya mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial
dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal
tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;
Pedoman Diagnostik
• Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
• Sebagai tambahan :
Halusinasi dan/ atau waham yang harus menonjol;
• Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau
memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk
verbal berupa bunyi pluit, mendengung atau tawa
• Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat
seksual
• Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham
dikendalikan, dipengaruhi, keyakinan bahwa dia sedang
dikejar-kejar
Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan,
serta gejala katatonik secara relatif tidak nyata/ tidak menonjol
Pedoman Diagnostik
- Memenuhi kriteria umum diagnosis skozofrenia.
- Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi
gambaran klinisnya :
• Stupor atau mutisme
• Gaduh-gelisah
• Menampilkan posisi tubuh tertentu
• Negativisme
• Rigiditas
• Fleksibilitas cerea (posisi yang dapat dibentuk)
• Gejala-gejala lain seperti ”command autism”
- Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku
dari gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda
sampai diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain.
Pedoman Diagnostik
- Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan
karena tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan
perlahan dari :
• Gejala “negatif” yang khas dari skizofrenia residual tanpa
didahului halusinasi, waham atau manifestasi lain dari episode
psikotik
• Disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang
bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok,
tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara
sosial
- Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan dengan
sub tipe skizofrenia lainnya.
Gangguan Mood
Diagnosis banding skizofrenia dan gangguan mood dapat sulit, tetapi
penting karena tersedianya pengobatan yang spesifik dan efektif untuk mania dan
depresi. Gejala afektif atau mood pada skizofrenia harus relatif singkat terhadap
lama gejala primer. Tanpa adanya informasi selain dari pemeriksaan status
mental, klinisi harus menunda diagnosis akhir atau harus menganggap adanya
suatu gangguan mood, bukannya membuat diagnosis skizofrenia secara prematur.
Gangguan Kepribadian
Berbagai gangguan kepribadian dapat ditemukan dengan suatu ciri
skizofrenia; gangguan kepribadian skizotipal, skizoid, dan ambang adalah
gangguan kepribadian dengan gejala yangn paling mirip. Gangguan kepribadian,
tidak seperti skizofrenia, mempunyai gejala yang ringan, suatu riwayat
ditemukannya gangguan selama hidup pasien, dan tidak adanya onset tanggal
yang dapat diidentifikasi.
Dokter
Makan obat yang teratur dapat mengurangi kekambuhan, namun pemakaian obat
neuroleptic yang lama dapat menimbulkan efek samping Tardive Diskinesia yang
dapat mengganggu hubungan sosial seperti gerakan yang tidak terkontrol.
Penanggung jawab penderita
Setelah penderita pulang ke rumah maka pihak rumah sakit tetap bertanggung
jawab atas program adaptasi penderita di rumah.
Keluarga
Berdasarkan penelitian di Inggris dan Amerika keluarga dengan ekspresi emosi
yang tinggi (bermusuhan, mengkritik, tidak ramah, banyak menekan dan
menyalahkan), hasilnya 57% kembali dirawat dari keluarga dengan ekspresi
emosi yang tinggi dan 17% kembali dirawat dari keluarga dengan ekspresi emosi
keluarga yang rendah. Selain itu penderita juga mudah dipengaruhi oleh stres
yang menyenangkan (naik pangkat, menikah) maupun yang menyedihkan
(kematian/kecelakaan). Dengan terapi keluarga penderita dan keluarga dapat
mengatasi dan mengurangi stres. Cara terapi bisanya: mengumpulkan semua
anggota keluarga dan memberi kesempatan menyampaikan perasaan-perasaannya.
Memberi kesempatan untuk menambah ilmu dan wawasan baru kepada penderita
ganguan jiwa, memfasilitasi untuk menemukan situasi dan pengalaman baru bagi
penderita.
Beberapa gejala kambuh yang perlu diidentifikasi oleh klien dan
keluarganya yaitu: menjadi ragu-ragu dan serba takut, tidak nafsu makan, sukar
konsentrasi, sulit tidur, depresi, tidak ada minat serta menarik diri.
Untuk dapat hidup dalam masyarakat, maka penderita skizofrenia perlu
mempelajari kembali keterampilan sosial. Penderita-penderita yang baru keluar
dari RS memerlukan pelayanan dari masyarakat agar mereka dapat menyesuaikan
diri dan menyatu dalam masyarakat. Tingginya angka rehospitalisasi merupakan
tanda kegagalan dalam sistem masyarakat. Penderita kronis di dalam masyarakat
membutuhkan dukungan hidup yang dapat dipertahankan untuk waktu yang lama.
Beberapa penderita tetap dapat mengalami kekambuhan meskipun mereka
mendapatkan pelayanan pasca rawat (after care services) pada instansi-instansi.
BAB III
KESIMPULAN