You are on page 1of 34

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkn Atas segala kebesaran Tuhan yang maha Esa,yang

senantiasa menemani kami disetiap waktui sehingga kami dapat menyelesaikan tugas

dari dosen pengampu Bapak H. Imanuddin S.Kep,Ners. Dengan kebersamaan dalam

kelompok kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik, namun kami merasa

dalam makalah ini masih banyak kekurangan,dan kami berharap askep ini dapat

menambah ilmu pengetahuan bagi yang telah membacanya.

Kami hanya hamba yang lemah,penuh kekurangan dan tak lepas dari

kesalahan. Hanya kata maaf yang dapat kami sampaikan,dan kami mengharapkan

saran serta masukan dari para pembaca agar memberikan motivasi untuk dapat

mengerjakan askep untuk lebih baik,sehingga dapat mencapai hasil yang maksimal.

Banjarmasin, 23 Desember 2010

Tim penyusun

1
DAFTAR ISI

Kata pengatar………………………………………………………………..1

Daftar isi…………………………………………………………………….2

Bab I Pendahuluan…………………………………………………………3

A. Latar belakang………………………………………………………3
B. Tujuan…………….………………………………………………....4
C. Manfaat………………………………………………………….......4

Bab III Tinjauan Pustaka………………………………….………………...5

A. Pengertian…………………………………………………………...5
B. Klasifikasi…………………………………………………………...6
C. Etiologi……………………………………………………………...7
D. Manifestasi kliniks…………………………………………………..9
E. Patofisiologi…………………………………………………….......10
F. Komplikasi……………………………………………………….....11
G. Pemeriksaan diagnostic…………………………………………….12
H. Mendiagnosa emfisema…………………………………………….14
I. Pemeriksaan fisik…………………………………………………..14
J. Penatalaksanaan medis……………………………………………..15

Bab III Asuhan Keperawatan…………………………...………………....19

Bab IV Penutup……………………………………………………………32

A. Kesimpulan………………………………………………………...32
B. Saran ……………………………………………………………....32

Daftar Pustaka……………………………………………………………..33

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Emphysema adalah kondisi abnormal paru-paru di mana pasien tidak

dapat mengeluarkan udara dari paru-parunya. Sering dikenal sebagai penyakit

paru obstruktif kronik (PPOK), Emphysema disebabkan oleh terdapatnya

bahan kimia beracun, termasuk jangka panjang paparan asap tembakau.

Untuk memahami lebih lanjut tentang Emphysema, marilah kita mencoba

untuk memahami anatomi paru-paru manusia.

Paru-paru adalah organ utama yang bertanggung jawab atas penarikan

dan pengeluaran udara yang kita hirup. Paru-paru terdiri dari anggur seperti

cluster disebut alveoli, yang membantu dalam bergabung dengan saluran

udara yang disebut bronchioles. Struktur yang unik ini membuat paru-paru

sangat elastis dan karena itu membantu proses pernapasan, di mana oksigen

masih dipertahankan dalam tubuh dan diberikan ke darah, sedangkan karbon

dioksida dikeluarkan.

Pada Emphysema, yang bronchioles rusak dan ini mengurangi

elastisitas paru-paru. Karena paru-paru ini bisa kaku dan tidak bisa

mengeluarkan karbon dioksida yang tidak diinginkan dari tubuh. Hal ini

menyebabkan meresapnya karbon dioksida dalam paru-paru dan kemudian

3
akan membesar. Kadang-kadang, pembesaran cukup berat bisa menyebabkan

paru-paru pecah.

Emphysema adalah kondisi yang ireversibel berlangsung perlahan

selama bertahun-tahun dan menyebabkan banyak gangguan kesehatan.

Sekitar 13 juta orang menderita gangguan kronis ini setiap tahun.

B. Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini adalah

a. Mengetahui dan memahami tentang proses penyakit, pengertian,

penyebab, pengobatan dan perawatan dari Empisema.

b. Mengetahui dan memahami pengkajian yang dilakukan, masalah

keperawatan yang muncul, rencana keperawaatan dan tindakan

keperawatan yang diberikan dan evaluasi keperawatan yang dilakukan.

C. Manfaat

Manfaat penulisan makalah ini adalah sebagai tambahan referensi

khususnya pada asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnose

emphysema.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Empisema adalah suatu perubahan anatomis paru yang ditandai dengan

melebarnya secara abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminal,

yang disertai kerusakan dinding alveolus. (The American Thorack society

1962) atau perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran

dinding alveolus, duktus alveolaris dan destruksi dinding alveolar.

Emfisema merupakan keadaan dimana alveoli menjadi kaku

mengembang dan terus menerus terisi udara walaupun setelah ekspirasi.(Kus

Irianto.2004.216).

Emfisema merupakan morfologik didefisiensi sebagai pembesaran

abnormal ruang-ruang udara distal dari bronkiolus terminal dengan desruksi

dindingnya.(Robbins.1994.253).

Emfisema adalah penyakit obtruktif kronik akibat kurangnya elastisitas

paru dan luas permukaan alveoli.(Corwin.2000.435).

Emfisema adalah istilah, progresif-penyakit panjang dari paru-paru

yang terutama menyebabkan sesak napas.(Wikepidia, 2010).

5
B. Klasifikasi

Terdapat 2 (dua) jenis emfisema utama, yang diklasifikasikan

berdasarkan perubahan yang terjadi dalam paru-paru :

1. Panlobular (Emfisema Panlobular / PLE),

PLE terjadi akhibat kerusakan bronkus pernapasan, duktus alveolar,

dan alveoli. Semua ruang udara di dalam lobus sedikit banyak membesar,

dengan sedikit penyakit inflamasi. Panlobular merupakan bentuk

morfologik yang lebih jarang, dimana alveolus yang terletak distal dari

bronkhiolus terminalis mengalami pembesaran serta kerusakan secara

merata.

PLE ini mempunyai gambaran khas yaitu tersebar merata diseluruh

paru-paru, ciri khasnya yaitu memiliki dada yang hiperinflasi dan ditandai

oleh dispnea saat aktivitas, dan penurunan berat badan. PLE juga

ditemukan pada sekelompok kecil penderita emfisema primer, Tetapi

dapat juga dikaitkan dengan emfisema akibat usia tua dan bronchitis

kronik. Penyebab emfisema primer ini tidak diketahui, tetapi telah

diketahui adanya devisiensi enzimalfa 1-antitripsin. Alfa-antitripsin adalah

anti protease. Diperkirakan alfa-antitripsin sangat penting untuk

perlindungan terhadap protease yang terbentuk secara alami( Cherniack

dan cherniack, 1983).

6
2. Sentrilobular (CLE)

CLE adalah perubahan patologi terutama terjadi pada pusat lobus

sekunder, dan perifer dari asinus tetap baik. Seringkali terjadi kekacauan

rasio perfusi-ventilasi, yang menimbulkan hipoksia, hiperkapnia

(peningkatan CO2 dalam darah arteri), polisitemia, dan episode gagal

jantung sebelah kanan. Kondisi mengarah pada sianosis, edema perifer,

dan gagal napas.

CLE ini secara selektif hanya menyerang bagian bronkhiolus

respiratorius. Dinding-dinding mulai berlubang, membesar, bergabung dan

akhirnya cenderung menjadi satu ruang. Mula-mula duktus alveolarisyang

lebih distal dapat dipertahankan penyakit ini sering kali lebih berat

menyerang bagian atas paru-paru, tapi cenderung menyebar tidak merata.

CLE lebih banyak ditemukan pada pria dibandingkan dengan bronchitis

kronik, dan jarang ditemukan pada mereka yang tidak merokok (Sylvia A.

Price 1995).

C. Etiologi

Beberapa hal yang dapat menyebabkan emfisema paru yaitu :

1. Rokok

Rokok secara patologis dapat menyebabkan gangguan pergerakan silia

pada jalan nafas, menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan

hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus bromkus. Secara patologis

7
rokok berhubungan dengan hyperplasia kelenjar mucus bronkus dan

metaplasia epitel skuamus saluran pernapasan.

2. Polusi

Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan emfisema. Insiden

dan angka kematian emfisema bisa dikatakan selalu lebih tinggi di daerah

yang padat industrialisasi, polusi udara seperti halnya asap tembakau,

dapat menyebabkan gangguan pada silia menghambat fungsi makrofag

alveolar.

3. Infeksi

Infeksi saluran nafas akan menyebabkan kerusakan paru lebih berat.

Penyakit infeksi saluran nafas seperti pneumonia, bronkiolitis akut dan

asma bronkiale, dapat mengarah pada obstruksi jalan nafas, yang pada

akhirnya dapat menyebabkan terjadinya emfisema.

4. Genetik

Ada kecenderungan genetik pada emphysema. Kondisi yang relatif jarang

yang dikenal sebagai kekurangan alpha 1-antitrypsin adalah kekurangan

genetik dari kimia yang melindungi paru dari kerusakan oleh proteases.

5. Faktor Sosial Ekonomi

Emfisema lebih banyak didapat pada golongan social ekonomi rendah,

mungkin kerena perbedaan pola merokok, selain itu mungkin disebabkan

factor lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek.

6. Hipotesis Elastase-Anti Elastase

8
Didalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan

anti elastase supaya tidak terjadi kerusakan jaringan. Perubahan

keseimbangan menimbulkan jaringan elastik paru rusak. Arsitektur paru

akan berubah dan timbul emfisema.

7. Penuaan

Emphysema adalah juga komponen dari penuaan (aging). Ketika paru-

paru menua, sifat-sifat elastisnya berkurang, dan tegangan-tegangan yang

berkembang dapat berakibat pada area-area yang kecil dari emphysema.

Penyebab-penyebab yang kurang umum lain dari emphysema termasuk:

1. Penggunaan obat intravena dimana beberapa dari additive-additive yang

bukan obat seperti tajin jagung dapat beracun pada jaringan paru

2. Kekurangan-Kekurangan imun dimana infeksi-infeksi seperti

Pneumocystis jiroveci dapat menyebabkan perubahan-perubahan

peradangan dalam paru

3. Penyakit-penyakit jaringan penghubung (Ehlers-Danlos Syndrome,

Marfan syndrome) dimana jaringan elastis yang abnormal dalam tubuh

dapat menyebabkan kegagalan alveoli

D. Manifestasi Klinis

Emfisema paru adalah suatu penyakit menahun, terjadi sedikit demi

sedikit bertahun-bertahun. Biasanya mulai pada pasien perokok berumur 15-

25 tahun. Pada umur 25-35 tahun mulai timbul perubahan pada saluran nafas

9
kecil dan fungsi paru. Umur 35-45 tahun timbul batuk yang produktif. Pada

umur 45-55 tahun terjadi sesak nafas, hipoksemia dan perubahan spirometri.

Pada umur 55-60 tahun sudah ada kor-pulmonal, yang dapat menyebabkan

kegagalan nafas dan meninggal dunia.

Pada pengkajian fisik didapatkan :

1. Dispnea

2. Pada inspeksi: bentuk dada ‘burrel chest’

3. Pernapasan dada, pernapasan abnormal tidak efektif, dan penggunaan

otot-otot aksesori pernapasan (sternokleidomastoid)

4. Pada perkusi: hiperesonans dan penurunan fremitus pada seluruh bidang

paru.

5. Pada auskultasi: terdengar bunyi napas dengan krekels, ronki, dan

perpanjangan ekspirasi

6. Anoreksia, penurunan berat badan, dan kelemahan umum

7. Distensi vena leher selama ekspirasi.

E. Patofisiologi

Emfisema paru merupakan suatu pengembangan paru disertai

perobekan alveolus-alveolus yang tidak dapat pulih, dapat bersifat

menyeluruh atau terlokalisasi, mengenai sebagian tau seluruhparu.

10
Pengisian udara berlebihan dengan obstruksi terjadi akibat dari

obstrusi sebagian yang mengenai suatu bronkus atau bronkiolus dimana

pengeluaran udara dari dalam alveolus menjadi lebih sukar dari

pemasukannya. Dalam keadaan demikian terjadi penimbunan udara yang

bertambah di sebelah distal dari alveolus.

Pada emfisema terjadi penyempitan saluran nafas, penyempitan ini

dapat mengakibatkan obstruksi jalan nafas dan sesak, penyempitan saluran

nafas disebabkan oleh berkurangnya elastisitas paru-paru.

Karena dinding alveoli terus mengalami kerusakan, area permukaan

alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinu berkurang,

menyebabkan peningkatan ruang rugi (area paru dimana tidak ada pertukaran

gas yang dapat terjadi) dan mengakibatkan kerusakan difusi oksigen sehingga

mengakibatkan hipoksemia. Pada tahap akhir penyakit, eliminasi karbon

dioksida mengalami kerusakan, mengakibatkan peningkatan tekanan karbon

dioksida dalam darah arteri dan menyebabkan asidosis respiratoris.

Sekresi meningkat dan tertahan menyebabakan individu tidak mampu

untuk membangkitkan batuk yang kuat untuk mengeluarkan sekresi. Infeksi

akut dan kronis dengan demikian menetap dalam paru-paru yang mengalami

emfisema.

F. Komplikasi

1. Sering mengalami infeksi pada saluran pernafasan

2. Daya tahan tubuh kurang sempurna

11
3. Tingkat kerusakan paru semakin parah

4. Proses peradangan yang kronis pada saluran nafas

5. Pneumonia

6. Atelaktasis

7. Pneumothoraks

8. Meningkatkan resiko gagal nafas pada pasien.

G. Pemeriksaan diagnostik

1. Sinar x dada: dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru; mendatarnya

diafragma; peningkatan area udara retrosternal; penurunan tanda

vaskularisasi/bula (emfisema); peningkatan tanda bronkovaskuler

(bronkitis), hasil normal selama periode remisi (asma).

2. Tes fungsi paru: dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea, untuk

menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi, untuk

memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi, mis.,

bronkodilator.

3. TLC: peningkatan pada luasnya bronkitis dan kadang-kadang pada asma;

penurunan emfisema

4. Kapasitas inspirasi: menurun pada emfisema

5. Volume residu: meningkat pada emfisema, bronkitis kronis, dan asma

6. FEV1/FVC: rasio volume ekspirasi kuat dengan kapasitas vital kuat

menurun pada bronkitis dan asma

12
7. GDA: memperkirakan progresi proses penyakit kronis

h.Bronkogram: dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada

inspirasi, kollaps bronkial pada ekspirasi kuat (emfisema); pembesaran

duktus mukosa yang terlihat pada bronkitis

8. JDL dan diferensial: hemoglobin meningkat (emfisema luas), peningkatan

eosinofil (asma)

9. Kimia darah: Alfa 1-antitripsin dilakukan untuk meyakinkan defisiensi dan

diagnosa emfisema primer

10. Sputum: kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi

patogen; pemeriksaan sitolitik untuk mengetahui keganasan atau gangguan

alergi

11. EKG: deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P (asma berat);

disritmia atrial (bronkitis), peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF

(bronkitis, emfisema); aksis vertikal QRS (emfisema)

12. EKG latihan, tes stres: membantu dalam mengkaji derajat disfungsi

paru, mengevaluasi keefektifan terapi bronkodilator, perencanaan/evaluasi

program latihan

13
H. Mendiagnosa Emphysema

Seperti kasus dengan kebanyakan penyakit-penyakit, dokter akan

mengambil sejarah yang teliti untuk mempelajari tentang gejala-gejala paru

dan pernapasan. Untuk format pertanyaan yang dibuat adalah :

1. Telah berapa lama hadirnya sesak napas ?

2. Apa yang membuatnya lebih baik ?

3. Apa yang membuatnya lebih buruk ?

4. Apakah ada infeksi baru-baru ini ?

5. Apakah gejala-gejalanya menjadi lebih parah ?

6. Apakah pasien merokok ?

7. Apakah pasien terpapar pada asap rokok tangan kedua atau uap-uap atau

asap-asap beracun lainnya ?

8. Apakah ada sejarah penyakit paru keluarga ?

I. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik akan berkonsentrasi pada penemuan-penemuan

paru, namun mungkin juga termasuk sistim jantung dan sirkulasi.

1. Apakah ada peningkatan kecepatan pernapasan ?

2. Apakah pasien sesak napas hanya duduk di kamar pemeriksaan ?

3. Apakah pasien meggunakan otot-otot aksesori untuk bernapas, sebagai

tambahan pada otot-otot tulang rusuk dan diafragma ?

14
4. Apakah rongga dada membesar atau berbentuk tong ?

5. Apakah rongga dada bunyinya lebih bergema daripada ia seharusnya ?

6. Apakah pernapasan keluar memakan waktu lebih lama daripada ia

seharusnya ?

7. Apakah gerakan dari diafragma berkurang ?

8. Apakah pasien cyanotic (mempunyai warna biru pada kulit yang

menandakan kekurangan oksigen dalam darah) ?

9. Dengar pada paru-paru, apakah mencuit-cuit hadir, terutama jika pasien

diminta untuk menghembuskan napas secara cepat ?

J. Penatalaksanaan Medis

1. Bronkodilator

Bronchodilators digunakan untuk mengendurkan otot-otot halus

yang mengelilingi bronchioles dan mengizinkan tabung-tabung pernapasan

untuk melebar/membesar dan mengizinkan lebih banyak aliran udara.

Obat-obat ini dapat dihirup menggunakan MDI (metered dose inhaler),

powder inhaler devices, atau nebulizer machine. Obat-obat ini dapat

bekerja jangka pendek atau panjang. Baru-baru ini, propellant (bahan

pembakar) untuk MDIs , chlorofluorocarbons (CFCs) telah dihilangkan

dari pasar karena efek dari agen-agen ini pada lapisan ozone di

atmosphere. Propellants ini telah digantikan dengan hydrofluoric alkanes

(HFAs).

15
Bronchodilators yang bekerja singkat termasuk agen-agen albuterol

(Ventolin HFA, Proventil HFA, dan Pro Air) dan agen anticholinergic,

ipratropium bromide (Atrovent).

Sebagai sampingan, dahulu pasien-pasien telah diinstruksikan untuk

menghitung jumlah dari tiupan-tiupan yang digunakan dari alat-alat ini

atau "mengapungkan" penghirup dalam air untuk menentukan jumlah obat

tersisa yang tersedia. Alat-alat HFA tidak dapat diapungkan, dan

menghitung jumlah dari tiupan-tiupan adalah metode satu-satunya yang

tersedia untuk menentukan kehadiran yang terus menerus dari obat. Satu

alat, Ventolin HFA, mempunyai penghitung didalamnya. Adalah penting

untuk mengerti bahwa kehadiran semata-mata dari propellant yang datang

dari penghirup tidak perlu berarti bahwa obatnya hadir.

Agen-agen yang bekerja lama termasuk salmeterol (Serevent),

formoterol (Foradil) dan tiotropium (Spiriva). Sering bronchodilator yang

bekerja lama digunakan untuk mengontrol gejala-gejala dari emphysema

sebagai terapi pemeliharaan, dan yang bekerja singkat digunakan ketika

gejala-gejala menyala atau timbul (terapi pertolongan). Adalah penting

bahwa pasien mengetahui obat mana yang diresepkan, karena penghirup-

penghirup (inhalers) yang bekerja lama tidak dapat digunakan untuk

pertolongan karena timbulnya aksi yang tertunda.

2. Terapi Aerosol

16
Aerosolisasi dari bronkodilator salin dan mukolitik sering kali

digunakan untuk membantu dalam bronkodilatasi.

Aerosol yang dinebuliser menghilangkan brokospasme, menurunkan

edema mukosa, dan mengencerkan sekresi bronchial. Hal ini memudahkan

proses pembersihan bronkiolus, membantu mengendalikan proses

inflamasi, dan memperbaiki fungsi ventilasi.

3. Pengobatan Infeksi

Pasien dengan emfisema rentan terjadap infeksi paru dan harus

diobati pada saat awal timbulnya tanda-tanda infeksi. Terapi antimikroba

dengan tetrasiklin, ampisilin, amoksisilin, atau trimetroprim-

sulfametoxazol biasanya diresepkan.

4. Kortikosteroid

Digunakan setelah tindakan lain untuk melebarkan bronkiolus dan

membuang sekresi. Prednison biasanya diresepkan. Karena kebanyakan

pasien-pasien tidak mempunyai emphysema yang murni dan biasanya juga

mempunyai komponen-komponen lain dari COPD, terapi yang

digabungkan seringkali diresepkan yang termasuk bronchodilator yang

bekerja lama dan corticosteroid yang dihirup.

Kortikosteroid yang dihirup atau inhaled corticosteroid (ICS)

membantu menekan komponen-komponen yang meradang dari COPD.

Agen-agen ini seperti Advair, yang adalah campuran dari salmeterol

(Serevent) dan fluticasone (Flovent), ICS, lebih jauh menyederhanakan

17
perawatan ke alat penghirup tunggal. Studi-studi telah dilakukan di Eropa

pada agen yang serupa, Symbicort [kombinasi dari formoterol (Foradil)

dan budesonide (Pulmicort), ICS yang lain], dan sekarang ini dalam

perjalanan di Amerika.

Banyak pasien-pasien dengan emphysema perlu hanya meminum

steroids ketika gejala-gejalanya menyala (timbul), namun yang lain-lain

memerlukan terapi harian. Corticosteroids mempunyai aksi yang langsung

pada jaringan paru. Penyerapan kedalam aliran darah adalah minimal.

Prednisone, corticosteroid oral, dapat diminum sebagai tambahan pada

steroid yang dihirup jika lebih jauh efek-efek anti peradangan diperlukan.

Pada situasi-situasi darurat, corticosteroids mungkin disuntikan secara

intravena.

5. Oksigenasi

Terapi oksigen dapat meningkatkan kelangsungan hidup pada pasien

dengan emfisema berat. Ketika penyakit berlanjut, pasien-pasien mungkin

memerlukan suplemen oksigen untuk mampu berfungsi. Seringkali ia

mulai dengan penggunaan malam hari, kemudian dengan latihan/olahraga,

dan ketika penyakit memburuk, keperluan untuk menggunakan oksigen

selama seharian untuk aktivitas-aktivitas rutin meningkat.

18
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN

A. Aktivitas/istirahat

 Gejala: Keletihan, kelelahan, malaise, ketidakmampuan untuk

melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernapas,

ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi,

dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau latihan.

 Tanda: Keletihan, gelisah, insomnia, kelemahan umum/kehilangan

massa otot.

B. Sirkulasi

 Gejala: Pembengkakan pada ekstremitas bawah.

 Tanda: Peningkatan TD, peningkatan frekuensi jantung/takikardia

berat, disritmia, distensi vena leher (penyakit berat), edema dependen,

bunyi jantung redup, warna kulit/membran mukosa: normal atau abu-

abu/ sianosis; kuku tabuh dan sianosis perifer, pucat dapat

menunjukkan anemia.

C. Integritas ego

 Gejala: Peningkatan faktor resiko, perubahan pola hidup.

 Tanda: Ansietas, ketakutan, peka rangsang.

19
D. Makanan/cairan

 Gejala: Mual/muntah, napsu makan buruk/anoreksia,

ketidakmampuan untuk makan karena distres pernapasan, penurunan

berat badan menetap.

 Tanda: Turgor kulit buruk, edema dependen, berkeringat, penurunan

berat badan, penurunan massa otot/lemak subkutan.

E. Higiene

 Gejala: Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan

melakukan aktivitas sehari-hari.

 Tanda: Kebersihan buruk, bau badan.

F. Pernapasan

 Gejala: Napas pendek khususnya pada kerja, “lapar udara” kronis,

batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada saat

bangun) selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya

2 tahun, episode batuk hilang-timbul, biasanya tidak produktif pada

tahap dini meskipun dapat menjadi produktif, riwayat pneumonia

berulang, terpajan pada polusi kimia/iritan pernapasan dalam jangka

panjang, faktor keluarga dan keturunan, mis: defisiensi alfa-

antitripsin, penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus.

20
 Tanda: Pernapasan: biasanya cepat, dapat lambat; fase ekspirasi

memanjang dengan mendengkur, napas bibir, penggunaan otot bantu

pernapasan, dada: dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian

diameter AP (bentuk-barrel); gerakan diafragma minimal, bunyi

napas: mungkin redup dengan ekspirasi mengi, perkusi: hipersonan

pada area paru, kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 atau 5 kata

sekaligus, warna: “pink puffer” karena warna kulit normal meskipun

pertukaran gas tak normal dan frekuensi pernapasan cepat, tabuh pada

jari-jari.

G. Keamanan

 Gejala: Riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap zat/faktor

lingkungan, adanya/berulangnya infeksi.

H. Seksualitas

 Gejala: Penurunan libido.

I. Interaksi sosial

 Gejala: Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung,

kegagalan dukungan dari/terhadap pasangan/orang terdekat, penyakit

lama atau ketidakmampuan membaik.

 Tanda: Ketidakmampuan untuk membuat/mempertahankan suara

karena distres pernapasan, keterbatasan mobilitas fisik, kelalaian

hubungan dengan anggota keluarga lain.

21
J. Penyuluhan/pembelajaran

 Gejala: Penggunaan/penyalahgunaan obat pernapasan, kesulitan

menghentikan merokok, penggunaan alkohol secara teratur, kegagalan

untuk membaik.

 Pertimbangan: DRG menunjukkan rerata lama dirawat: 5,9 hari.

 Rencana pemulangan: Bantuan dalam berbelanja, transportasi,

kebutuhan perawatan diri, perawatan rumah/mempertahankan tugas

rumah, perubahan pengobatan/program terapeutik.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan pertukaran gas b/d ketidaksamaan ventilasi-perfusi.

2. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d peningkatan produksi lendir.

3. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d anoreksia.

4. Defisit perawatan diri b/d keletihan sekunder akibat peningkatan upaya

pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.

5. Kecemasan b/d perubahan status kesehatan.

6. Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi mengenai penyakit yang

dideritanya.

22
III. INTERVENSI

1. Gangguan pertukaran gas b/d ketidaksamaan ventilasi-perfusi.

Tujuan: Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan

adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala

distres pernapasan.

Intervensi:

1) Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan. Catat penggunaan otot

aksesori, napas bibir, ketidak mampuan bicara/berbincang.

R/ Berguna dalam evaluasi derajat distres pernapasan dan/atau

kronisnya proses penyakit.

2) Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi

yang mudah untuk bernapas. Dorong napas dalam perlahan atau

napas bibir sesuai kebutuhan/toleransi individu.

R/ Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi

dan latihan napas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea,

dan kerja napas.

3) Berikan bronkodilator sesuai yang diharuskan. Dapat diberikan

peroral, IV, rektal, atau inhalasi. Berikan bronkodilator oral atau

IV pada waktu yang berselingan dengan tindakan nebuliser,

inhaler dosis terukur, atau IPPB untuk memperpanjang

keefektifan obat. Observasi efek samping: takikardia, disritmia,

eksitasi SSP, mual dan muntah.

23
R/ Bronkodilator mendilatasi jalan napas dan membantu melawan

edema mukosa bronkial dan spasme muskular. Karena efek

samping dapat terjadi pada tindakan ini, dosis obat disesuaikan

dengan cermat untuk setiap pasien, sesuai dengan toleransi dan

respons klinisnya.

4) Evaluasi efektivitas tindakan nebuliser, inhaler dosis terukur, atau

IPPB. Kaji penurunan sesak napas, penurunan mengi atau krekels,

kelonggaran sekresi, penurunan ansietas. Pastikan bahwa tindakan

diberikan sebelum makan untuk menghindari mual dan untuk

mengurangi keletihan yang menyertai aktivitas makan.

R/ Mengkombinasikan medikasi dengan aerosolized bronkodilator

nebulisasi biasanya digunakan untuk mengendalikan

bronkokonstriksi. Pemberian tindakan yang tidak tepat akan

mengurangi keefektifannya. Aerolisasi memudahkan klirens

bronkial, membantu mengendalikan proses inflamasi, dan

memperbaiki fungsi ventilasi.

5) Instruksikan dan berikan dorongan pada pasien pada pernapasan

diafragmatik dan batuk yang efektif.

R/ Teknik ini memperbaiki ventilasi dengan membuka jalan napas &

membersihkan jalan napas dari sputum. Perbaikan pertukaran gas.

6) Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA

dan toleransi pasien.

24
R/ Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hipoksia.

2. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d peningkatan produksi lendirl.

Tujuan: Mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih/

jelas.

Intervensi:

1) Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi

jantung. Memberikan air hangat. Anjurkan masukan cairan antara,

sebagai pengganti makan.

R/ Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret, mempermudah

pengeluaran. Penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme

bronkus. Cairan selama makan dapat meningkatkan distensi gaster

dan tekanan pada diafragma.

2) Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernapasan

diafragmatik dan batuk.

R/ Teknik ini akan membantu memperbaiki ventilasi dan untuk

menghasilkan sekresi tanpa menyebabkan sesak napas dan

keletihan.

3) Berikan humidifikasi tambahan, mis: nebuliser ultranik, humidifier

aerosol ruangan.

25
R/ Kelembaban menurunkan kekentalan sekret mempermudah

pengeluaran dan dapat membantu menurunkan/mencegah

pembentukan mukosa tebal pada bronkus.

4) Bantu pengobatan pernapasan, mis: IPPB, fisioterapi dada.

R/ Drainase postural dan perkusi bagian penting untuk membuang

banyaknya sekresi/kental dan memperbaiki ventilasi pada segmen

dasar paru.

5) Ajarkan tentang tanda-tanda dini infeksi yang harus dilaporkan

pada dokter dengan segera: peningkatan sputum, perubahan dalam

warna sputum, peningkatan kekentalan sputum, peningkatan napas

pendek, rasa sesak di dada, keletihan, peningkatan batuk.

R/ Infeksi pernapasan minor yang tidak memberikan konsekuensi

pada individu dengan paru-paru yang normal dapat menyebabkan

gangguan fatal. Pengenalan diri sangat penting.

6) Berikan antibiotik sesuai resep dokter.

R/ Antibiotik untuk mencegah atau mengatasi infeksi.

3. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d anoreksia.

Tujuan: Menunjukkan perilaku/perubahan pola hidup untuk

meningkatkan dan/atau mempertahankan berat yang tepat.

Intervensi:

1) Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat

kesulitan makan. Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.

26
R/ Pasien distres pernapasan akut sering anoreksia karena dispnea,

produksi sputum, dan obat.

2) Berikan perawatan oral sering, buang sekret, berikan wadah khusus

untuk sekali pakai dan tisu.

R/ Rasa tak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama

terhadap napsu makan dan dapat membuat mual dan muntah

dengan peningkatan kesulitan napas.

3) Dorong periode istirahat semalam 1 jam sebelum dan sesudah

makan. Berikan makan porsi kecil tapi sering.

R/ Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan

memberikan kesempatan meningkatkan masukan kalori total.

4) Konsultasikan dengan ahli gizi/nutrisi pendukung tim untuk

memberikan makanan yang mudah di cerna, secara nutrisi

seimbang, mis: tambahan oral/selang, nutrisi parenteral.

R/ Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada

situasi/kebutuhan individu untuk memberikan nutrisi maksimal

dengan upaya minimal pasien/penggunaan energi.

5) Kaji pemeriksaan laboratorium, mis: albumin serum, transferin,

profil asam amino, besi, pemeriksaan keseimbangan nitrogen,

glukosa, pemeriksaan fungsi hati, elektrolit. Berikan

vitamin/mineral/elektrolit sesuai indikasi.

27
R/ Mengevaluasi/mengatasi kekurangan dan mengawasi keefektifan

terapi nutrisi.

4. Defisit perawatan diri b/d keletihan sekunder akibat peningkatan upaya

pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.

Tujuan: Kemandirian dalam aktivitas perawatan diri.

Intervensi:

1) Ajarkan klien untuk mengkoordinasikan pernapasan diafragmatik

dengan aktivitas (mis: berjalan, membungkuk).

R/ Akan memungkinkan klien untuk lebih aktif dan untuk

menghindari keletihan yang berlebihan atau dispnea selama

aktivitas.

2) Berikan dorongan untuk mulai mandi sendiri, berpakaian sendiri,

berjalan, dan minum cairan. Bahas tentang tindakan penghematan

energi.

R/ Sejalan dengan teratasinya kondisi, klien mampu melakukan lebih

banyak namun perlu didorong untuk menghindari peningkatan

ketergantungan.

3) Ajarkan tentang drainase postural bila memungkinkan.

R/ Memberikan dorongan untuk terlibat dalam perawatan dirinya,

membangun harga diri dan menyiapkan klien untuk mengatasinya

di rumah.

28
5. Kecemasan b/d perubahan status kesehatan.

Tujuan: Mendapatkan mekanisme koping yang efektif dan ikut serta

dalam program rehabilisasi paru.

Intervensi:

1) Mengadopsi sikap yang penuh harapan dan memberikan semangat

yang ditujukan pada klien.

R/ Suatu perasaan harapan atau memberikan klien sesuatu yang

dapat dikerjakan dan bukan sikap yang merasa kalah tidak

berdaya.

2) Dorong aktivitas sampai tingkat toleransi gejala.

R/ Aktivitas mengurangi ketegangan dan mengurangi tingkat dispnea

sejalan dengan klien menjadi terkondisi.

3) Ajarkan teknik relaksasi atau berikan rekaman untuk relaksasi

bagi klien.

R/ Relaksasi mengurangi stress dan ansietas serta membantu klien

untuk mengatasi ketidakmampuannya.

4) Daftarkan klien pada program rehabilitasi pulmonari bila tersedia.

R/ Program rehabilitasi paru telah menunjukkan dapat meningkatkan

perbaikan subjektif status dan harga diri pasien juga

meningkatkan toleransi latihan serta mengurangi hospitalisasi.

5) Sarankan konseling vokasional untuk menggali kesempatan

alternatif pekerjaan (jika memungkinkan).

29
R/ Modifikasi pekerjaan mungkin harus dibuat dan sumber-sumber

yang sesuai digunakan untuk mencapai tujuan ini.

6. Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi mengenai penyakit yang

dideritanya.

Tujuan: Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam

program pengobatan.

Intervensi:

1) Bantu klien mengerti tentang tujuan jangka panjang dan tujuan

jangka pendek. Ajarkan klien tentang penyakit dan perawatannya.

R/ Klien harus mengetahui bahwa ada rencana dan metode dimana ia

memainkan peranan yang besar, pasien harus mengetahui apa

yang diperkirakan. Mengajarkan klien tentang kondisinya adalah

salah satu aspek yang paling penting dari perawatannya; tindakan

ini akan menyiapkan klien untuk hidup dalam dan mengatasi

kondisi serta memperbaiki kualitas hidup.

2) Diskusikan keperluan untuk berhenti merokok, berikan informasi

tentang sumber-sumber kelompok.

R/ Asap tembakau menyebabkan kerusakan pasti pada paru dan

menghilangkan mekanisme proteksi paru-paru. Aliran udara

terhambat dan kapasitas paru menurun.

30
IV. EVALUASI

1. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat

dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distres

pernapasan.

2. Mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih/ jelas.

3. Menunjukkan perilaku/perubahan pola hidup untuk meningkatkan

dan/atau mempertahankan berat yang tepat.

4. Kemandirian dalam aktivitas perawatan diri.

5. Mendapatkan mekanisme koping yang efektif dan ikut serta dalam

program rehabilisasi paru.

6. Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program

pengobatan.

31
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Secara umum emfisema adalah suatu perubahan anatomis parenkim

paru yang ditandai dengan pelebaran dinding alveolus, duktus alveolaris

dan destruksi dinding alveolar yang terjadi sedikit demi sedikit selama

bertahun-bertahun. Biasanya mulai pada pasien perokok yang berkisar

15-25 tahun.

Pada umur 25-35 tahun mulai timbul perubahan pada saluran nafas

kecil dan fungsi paru. Umur 35-45 tahun timbul batuk yang produktif.

Pada umur 45-55 tahun terjadi sesak nafas, hipoksemia dan perubahan

spirometri. Pada umur 55-60 tahun sudah ada kor-pulmonal, yang dapat

menyebabkan kegagalan nafas dan meninggal dunia.

B. Saran

Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga dapat bermanfaat

bagi penulis sendiri khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.Bagi

para pembaca diharapkan dapat mengatur pola hidup sehat mulai dari

sekarang seperti tidak merokok, menghidari linkungan polusi dan bila

perlu dapat dilakukan vaksinasi.

32
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2010. Askep Emphysema Paru.(http://www.ziddu.com diakses 20 desember


2010).

Anonim, 2010. Bahaya merokok.(http://www.ngobrolaja.com/showthread.php?


diakses 20 desember 2010).

Anonim, 2010. Emphysema. (http://www.totalkesehatananda.com/ diakses 20


desember 2010).

Baughman,D.C & Hackley,J.C.2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 1. Jakarta:
EGC:

Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Ed.3. Jakarta: EGC

J.C.E. Underwood. 1999. Patologi Umum dan Sistematik Ed.2 Vol 2. Jakarta: EGC

Khaidirmuhaj, 2010. Askep emfisema.(http://khaidirmuhaj.blogspot.com diakses 20


desember 2010).

Mills,John & Luce,John M.1993. Gawat Darurat Paru-Paru. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne. C, 1997, Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Edisi, EDISI
8, EGC : Jakarta

Soemarto,R.1994. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya : RSUD Dr.Soetomo

Supriono, 2010. Askep supriono. (http://askep-supriyono.blogspot.com diakses 20


desember 2010).

Wikepidia, 2010. Medicine pulmonary.(http://www.meddean.luc.edu/ diakses 20


desember 2010).

33
34

You might also like