You are on page 1of 17

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEERAWATAN

ATRESIA BILLIARY

Tugas Keperawatan Anak


Pengampu: RUTI WIYATI, S. Kep, Ns

Disusun Oleh:
1) Apit Nurjanah NIM. P 10220204003
2) Esti Mulyani NIM. P 10220204008
3) Hernowo Budi Santoso NIM. P 10220204013
4) Nur Kholidah U NIM. P 10220204023

IIA

DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG
PRODI KEPERAWATAN
PURWOKERTO
2006
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN ATRESIA BILLIARY

A. DEFINISI
 Atresia Billiary merupakan kelainan yang berkisar dari hipoplasia
segmental/generalisata saluran empedu dan atresia sampai obliterasi
lengkap duktur billiaris ekstra/intra hepatik. (David Sabiston, 1994)
 Atresia Billiary merupakan kelainan kongenital yang berhubungan
dengan kolangio hepatic intra uteri dimana saluran empedu mengalami
fibrosis. Proses ini sering berjalan terus setelah bayi lahir sehingga
prognosis umumnya buruk. (Sjamsu Hidajat, 1998)
 Atresia Billiary merupakan obstruksi total aliran empedu karena
destruksi/tidak adanya saluran/sebagian saluran empedu ekstra hepatik.
(Robbins Contrans, 1999)
 Atresia Billiary adalah suatu keadaan dimana saluran empedu tidak
berbentuk atau tidak berkembang secara normal.
 Atresia Billiary adalah tidak adanya/kecilnya lumen pada
sebagian/keseluruhan traktus bilier ekstra hepatik. (Ringoringo P.)
Fungsi dari sistem empedu adalah membuang limbah metabolik dari
hati dan mengangkut garam empedu yang diperlukan untuk mencerna lemak
di dalam usus halus. Pada Atresia Billiary terjadi penyumbatan aliran empedu
dari hati ke kandung empedu. Hal ini bisa menyebabkan skerusakan hati dan
sirosis hati.
Atresia Billiary cibagi menjadi 2 bagian yaitu:
1) Atresia Billiary Intra Hepatik
Merupakan atresia yang dapat dikoreksi. Bentuk ini lebih jarang
dibandingkan ekstra hepatik yang hanya 10 % dari penderita atresia.
Ditemukan saluran empedu proksimal yang terbuka lumennya. Tetapi
tidak berhubungan dengan duodenum. Atresia hanya melibatkan duktus
koledukus distal. Sirosis bilier terjadi lambat.

2
2) Atresia Billiary Ekstra Hepatik
Merupakan Atresia yang tidak dapat dikoreksi. Bentuk ini sekitar 90 %
dari penderita atresia. Prognosis buruk menyebabkan kematian.
Ditemukan bahwa seluruh sistem saluran empedu ekstra hepatik
mengalami obliterasi sirosis bilier terjadi cepat. Gejala klinik dan
patologik bergantung pada awal proses penyakitnya dan bergantung pada
saat penyakit terdiagnosis. Atresia Ekstra Hepatik terbagi menjadi 2 yaitu:
 Embrional:
1
/3 penderita atresia ekstra hepatik terjadi pada masa embrional. Awal
prosesnya merusak saluran empedu mulai sejak masa intrauterin
hingga saat bayi lahir. Pada penderita tidak ditemukan masa bebas
ikterus setelah pperiode ikterus neonatorum fisiologis (2 minggu
pertama kelahiran).
 Perinatal:
2
/3 penderita atresia ekstra hepatik terjadi pada masa perinatal. Awal
prosesnya adalah gejala ikterus setelah periode ikterus psikologik
menghilang. Kemudian diteruskan ikterus yang progresif.
 Kasai mengajukan klasifikasi Atresia Billiary,
sebagai berikut:
1) Atresia (sebagian atau total) duktur bilier komunis segmen proksimal
paten.
2) Obliterasi duktus hepatikus komunis (duktus bilier komunis, duktus
sistikus dan kandung empedu semuanya normal).
Obliterasi duktus bilier komunis, duktus hepatikus komunis, duktus
sistikus dan kandung empedu normal.
3) Semua sistem duktus bilier ekstra hepatik mengalami obliterasi sampai
ke hilus.

A. ETIOLOGI
Etiologi Atresia Billiary masih belum diketahui dengan pasti. Atresia
Billiary terjadi antara lain karena proses inflamasi berkepanjangan yang

3
menyebabkan kerusakan progresif pada duktus bilier ekstra hepatik sehingga
menyebabkan hambatan aliiran empedu. Ada juga sebagian ahli yang
menyatakan bahwa faktor genetik ikut berperan, yang dikaitkan dengan
adanya kelainan kromosom trisomi 17, 18 dan 21 serta terdapatnya anomali
oragan pada 10-30 % kasus Atresia Billiary.
Insiden Atresia Billiary adalah 1/10000 sampai 1/14.000 kelahiran hidup.
Rasio Atresia Billiary pada anak perempuan dan laki-laki adalah + 1,4 : 1.
Dari 904 kasus Atresia Billiary yang terdaftar di lebih dari 100 institusi,
Atresia Billiary terdapat pada Ras Kaukasia (62 %), berkulit hitam (20 %),
Hispanik (11 %), Asia (4,2 %) dan Indian Amerika (1,5 %).

B. PATOGENESIS

Secara embriologi, duktus biliaris berkembanng dari


benih padat dengan cara vaskualisasi dan kemudian
bersatu untuk membantu lumen

Kelainan kolestasis hati


Proses peradangan
Penghambatan pada sejumlah dan saluran empedu yang
dinamik yang muncul
stadium perkembangan rendah mengakibatkan
peripartum dan terus
hipoplasia saluran empedu
menerus setelah lahir
karena tidak digunakan

Atresia Billiary

Patogenesis Atresia Billiary belum diketahu dengan pasti. Berdasarkan


gambaran histopatologik, diketahui bahwa Atresia Billiary terjadi karena
proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan duktus bilier ekstra
hepatik mengalami kerusakan secara progfresif. Pada keadaan lanjut, proses
inflamasi menyebar ke duktus intra hepatik, sehingga akan mengalami
kerusakan yang progresif pula. Hal ini menyebabkan hambatan aliran empedu.

4
B. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Pemeriksaan Laboratorium
a) Pemerikasaan rutin
 Kadar komponen bilirubin direk < 4 mg/dl.
 Kadar SGOT normal.
 Kadar SGPT normal.
b) Pemeriksaan khusus
 Pemeriksaan Aspirasi Duodenum (DAT)
merupakan upaya diagnostik yang cukup sensitif.
Pawlaskaw menyatakan bahwa karena kadar bilirubin dalam empedu
hanya 10 %, sedangkan kadar asam empedu di dalam empedu adalah
60 %. Maka asam empedu di dalam cairan duodenum dapat
menentukan adanya Atresia Billiary.
2) Penelitian
 untuk menentukan potensi saluran empedu dan menilai parenkim hati.
a) Pemeriksaan Ultra Sonografi
Diagnostik USG dilakukan dalam 3 fase: saat puasa, saat minum dan
sesudah minum.
b) Sintigrafi Hati
 Isotop Technetium
Sebelum dilakukan pemeriksaan, pasien diberikan fenobarbital 5
mg/kgBB per hari per oral dalam 2 dosisi selama 5 hari.
Pada Atresia Billiary, proses pengambilan isotop normal, tetapi
ekskresinya ke usus lambat atau tidak terjadi sama sekali.
 Indeks hepatik kurang dari 4,3 merupakan
petunjuk kuat adanya Atresia Billiary.
c) Pemeriksaan Kelangiografi
Pemeriksaan ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatico-
graphy) merupakan upaya diagnostik dini yang berguna untuk
membedakan antara Atresia Billiary dengan kolestasis intra hepatik.

5
3) Biopsi Hati
Gambaran histopatologik hati yang mengarah ke Atresia Billiary
mengharuskan intervensi bedah secara dini.

C. MANIFESTASI KLINIK
Tanpa memandang etiologinya, gejala dan tanda klinis utama adalah:
a) Ikterus, tinja akolik dan urin yang berwarna gelap.
Ikterus bisa terlihat sejak lahir atau tampak jelas pada minggu ke 3-5. pada
kolestasis ekstra hepatik hampir selalu menyebabkan tinja yang akolik.
Pada kolestasis intra hepatik, warna tinja dempul.
b) Keadaan umum biasanya baik.
c) Hati biasanya membesar dan konsistensinya kenyal,
permukaannya agak rata dan tepinya tajam.
d) Sirosis hepatis.
e) Anak menjadi rewel, tampak sakit dan gagal
menambah berat badan.
f) Ludah dan air mata menjadi kuning pada tahap
akhir.
g) Tekanan darah tinggi pada vena porta (pembuluh
darah yang mengangkut darah dari lambung, usus dan limpa ke hati).

D. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada Atresia Billiary antara lain:
1) Kolestasis hebat intra duktus.
2) Sirosis bilier.
3) Spinomegali.
4) Asites.
5) Varises esofagus.
6) Hipertensi portal.

6
C. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan kasus
Atresia Billiary antara lain:
a) Terapi Medika Mentosa
Terapi Medika Mentosa ini bertujuan untuk:
1) Memperbaiki aliran bahan-
bahan yang dihasilkan oleh hati, terutama asam empedu (asam
litokolat), dengan memberikan:
 Fenobarbital 5
mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis per oral.
Fenobarbital akan merangsang enzim glukoronil transferase yang
berfungsi untuk mengubah bilirubin indirek menjadi bilirubin
direk.
 Enzim sitokrom P-
450, berfungsi untuk oksigenasi toksin.
 Enzim Na+, K+,
ATPase yang berfungsi menginduksi aliran empedu.
 Kolestiramin 1
gr/kgBB/hari dibagi menjadi 6 dosis atau sesuai jadwal pemberian
susu. Kolestiramin memotong siklus enterohepatik asam empedu
sekunder.
2) Pencitraan untuk menentukan
potensi saluran empedu dan menilai parenkim hati.
 Asam ursodeoksikolat, 310 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis per
oral. Asam ursodeoksikolat mempunyai daya ikat kompetitif
terhadap asam litokolat yang hepatotoksik.
b) Terapi Nutrisi
Terapi Nutrisi ini memungkinkan anak tumbuh dan berkembang seoptimal
mungkin, yaitu dengan:

7
1) Pemberian makanan yang
mengandung Medium Chain Trigliserida (MCT) untuk mengatasi mal
absorbsi lemak.
2) Penatalaksanaan defisiensi
vitamin yang larut dalam lemak.
c) Terapi Bedah
Jika pada semua pemeriksaan yang diperlukan untuk menegakkan
diagnosis gagal atau dengan hasil yang meragukan, Fitzgerald mengajukan
untuk segera dilakukan Laparatomi Eksplorasi pada keadaan sebagai
berikut:
 Bila feses tetap akolik dengan bilirubin direk
> 4 mg/dl atau terus meningkat meskipun telah diberi Fenobarbital
atau telah dilakukan Uji Prednison selama 5 hari.
 Gamma-GT meningkat > 5 hari.
 Tidak ada defisiensi alfa-1 antitripsin.
 Pada Sintigrafi tidak ditemukan eksresi usus.
Jika diagnosis telah ditegakkan, maka segera dilakukan intervensi
bedah dengan ketentuan:
 Pada Atresia Billiary yang dapat dikoreksi (correctable)
yaitu tipe I dan II dengan intervensi bedah portoenterostomi.
 Pada Atresia Billiary yang tidak dapat dikoreksi (non-
correctable), terlebih dahulu dilakukan laparatomi eksplorasi untuk
menentukan potensi duktus bilier yang ada di daerah hilus hati dengan
bantuan “Frozen Section”. Masih ada atau tidaknya duktus bilier yang
paten tetap dikerjakan operasi Kasai, yaitu operasi untuk melompati
Atresia Billiary dan langsung menghubungkan hati dengan usus halus
(hanya untuk tujuan jangka pendek) dan bila mungkin untuk persiapan
transplantasi hati (untuk tujuan jangka panjang).

8
DAFTAR PUSTAKA

Behrman, Richard E. (1992). Ilmu Kesehatan Anak. Ed. 2. Jakarta: EGC.

David. (1994). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

http:///www.kolestasis,kelainan_hati_yang_membunuh_bayi.htm

http:///www.medicastore_com-minggu/2/april/2006/225052.htm

http:///www.microsoft_word-86_masalah_anak_doc.htm

Kumar, Robbins Cotran. (1999). Buku Saku Robbins Dasar Patologi Penyakit.
Ed. 5. Jakarta: EGC.

Markum, A. H. (1999). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Gaya Baru.

Sjamsuhidajat dan Win De Jong. (1998). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. (2000). Ilmu Kesehatan Anak. Ed. 1.
Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI.

9
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN ATRESI BILLIARY

A. PENGKAJIAN
1) Data Fokus
a) Eliminasi
Perubahan warna urin dan feses
Tanda : distensi abdomen, asites
Urine : warna gelap, pekat
Feses : warna dempul, steatorea, diare/konstipasi dapat terjadi
b) Aktifitas/istirahat
Gejala : letargi atau kelemahan
Tanda : gelisah atau rewel
c) Sirkulasi
Tanda : takikardia, berkeringat, ikterik pada sklera kulit dan
membran mukosa.
d) Makanan/cairan
Gejala : anoreksia, tidak mau makan, mual/muntah tidak toleran
terhadap lemak dan makanan pembentuk gas, regurgitasi
berulang.
Tanda : adanya penurunan berat badan.
e) Nyeri
Tanda : otot tegang atau kaku bila kuadran kanan atas ditekan.

10
f) Pernafasan
Tanda : peningkatan frekuensi pernafasan
g) Keamanan
Tanda : ikterik, kulit berkeringat dan gatal (pruritus),
kecenderungan perdarahan (kekurangan vitamin K), oedem
perifer, jaundice, kerusakan kulit.

2) Pemeriksaan Fisik
 Anak dengan Atresia Billiary intra hepatik,
setelah usia 6 tahun terjadi gangguan neuromuskuler seperti tidak ada
reflek-reflek tendo dalam, kelemahan memandang ke atas,
ketidakmampuan berjalan akibat parosis kedua tungkai bawah serta
kehilangan rasa getar.
 Apabila kolestasis kronis berat terjadi akibat
Atresia Billiary intra hepatik, maka akan tampak gambaran wajah yang
disebut Watson Syndrome-Alagine (Displasia Anterio B Hepatis) yaitu
perkembangan tulang dahi yang menonjol, hipertelorisme, kemiringan
okuler, anti mongoloid, tulang hidung yang datar serta dagu yang
runcing. Penderita juga mengalami sterosis arteri pulmonar serta cacat-
cacat pada lengkungan bagian depan vertebra.

3) Pemeriksaan Penunjang
a) Laboratorium
 Bilirubin direk dalam serum meninggi.
 Bilirubin indirek serum meninggi karena kerusakan parenkim hati
akibat bendungan empedu yang luas.
 Tidak ada urobilinogen dalam urin.
 Pada bayi yang sakit berat terdapat peningkatan transaminase alkali
fosfatase (5-20 kali lipat nilai normal) serta traksi-traksi lipid
(kolesterol fosfolipid trigliserol).
b) Pemeriksaan Diagnostik

11
 USG yaitu untuk mengetahui kelainan kongenital penyebab
kolestasis ekstra hepatik (dapat berupa dilatasi kristik saluran
empedu).
 Memasukkan pipa lambung sampa duodenum lalu cairan
duodenum diaspirasi. Jika tidak ditemukan cairan empedu, dapat
berarti atresia empedu terjadi.
 Sintigrafi Radio Kolop Hepatobilier untuk mengetahui kemampuan
hati memproduksi empedu dan mengekskresikan ke saluran
empedu sampai tercurah ke duodenum. Jika tidak ditemukan
empedu di duodenum, maka dapat berarti terjadi katresia intra
hepatik.
 Biopsi hati perkutan ditemukan hati berwarna coklat kehijauan dan
noduler. Kandung empedu mengecil karena kolaps. 75 % penderita
tidak ditemuka lumen yang jelas.

B. ANALISIS DATA
No. Data Problem Etiologi
1. Ds : Tidak mau makan, Gangguan Anoreksia,
mual/muntah. pemenuhan nutrisi gangguan
Do : Berat badan turun, kurang dari penyerapan lemak
muntah, konjungtiva kebutuhan tubuh
anemis.
2. Ds : - Gangguan eliminasi Mal absorbsi usus
Do : Feses cair, frekuensi BAB (Diare)
BAB meningkat (lebih
dari 3 x sehari), bunyi
bising usus meningkat.
3. Ds : - Kerusakan integritas Akumulasi garam
Do : Adanya Pruritus. kulit empedu dalam
jaringan

12
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia dan gangguan penyerapan lemak, lditandai dengan berat
badan turun dan konjungtiva anemis.
2) Gangguan eliminasi BAB (diare) berhubungan dengan mal absorbsi usus,
ditandai dengan feses cair, frekuensi BAB meningkat (lebih dari 3 x
sehari), bunyi bising usus meningkat.
3) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu
dalam jaringan, ditandai dengan adanya pruritis.

D. INTERVENSI KEPERAWATAN
Dp Tujuan Tindakan Rasional

13
I Setelah dilakukan Mandiri:
tindakan  Kaji distensi abdomen.  Distensi abdomen merupakan
keperawatan selama tanda non verbal gangguan
proses keperawatan pencernaan.
diharapkan pola  Pantau masukan nutrisi dan  Mengidentifikasi
nutrisi adekuat frekuensi muntah. kekurangan/kebutuhan nutrisi.
dengan kriteria hasil:  Timbang BB setiap hari.  Mengawasi keefektifan
 BB pasien stabil rencana diet.
 Konjungtiva tidak  Berikan makanan/minuman  Untuk menurunkan rangsang
anemis sedikit tapi sering. mual/muntah.
 Berikan kebersihan oral  Mulut yang bersih
sebelum makan. meningkatkan nafsu makan.
Kolaborasi:
 Konsul dengan ahli diet  Berguna dalam memenuhi
sesuai indikasi. kebutuhan nutrisi individu
dengan diet yang paling tepat.
 Berikan diet rendah lemak,  Memenuhi kebutuhan nutrisi
tinggi serat dan batasi dan meminimalkan rangsang
makanan penghasil gas. pada kantung empedu.
 Berikan garam empedu  Meningkatkan pencernaan dan
sesuai indikasi. absorbsi lemak serta vitamin
yang larut dalam lemak.
 Monitor laboratorium;  Memberi informasi tentang
albumin, protein sesuai keefektifan terapi.
program.
 Berikan vitamin-vitamin  Vitamin-vitamin tersebut
yang larut dalaam lemak terganggu penyerapannya.
(A, D, E dan K).

14
II Setelah dilakukan Mandiri:
tindakan  Catat frekuensi,  Mengidentifikasi derajat
keperawatan selama karakteristik dan jumlah gangguan dan kemungkinan
proses keperawatan feses. bantuan yang diperlukan.
diharapkan fungsi  Auskultasi bunyi bising  Bunyi usus secara umum
usus mendekati usus. meningkat pada diare.
normal dengan  Awasi masukan dan  Dapat mengidentifikasi
kriteria hasil: haluaran dengan perhatian dehidrasi, kehilangan
 Feses lembek khususpada makanan/cairan. berlebihan atau alat dalam
 Frekuensi mengidentifikasi defisiensi
BAB 1-2 x sehari diet.
 Penurunan  Batasi masukan lemak  Diet rendah lemak
frekuensi bising sesuai indikasi. menurunkan resiko feses cair.
usus  Dorong masukan cairan  Membantu mempertahankan
2500-3000 ml/hari. status hidrasi pada diare.
Kolaborasi:
 Berikan obat diare sesuai  Obat diare menurunkan
indikasi. mobilitas usus.
 Konsultasi dengan ahli gizi  Serat menahan enzim
untuk memberikan diet pencernaan dan
seimbang dengan tinggi mengabsorbsi air dan
serat. alirannya sepanjang traktus
intestinal.

15
II Setelah dilakukan Mandiri:
I tindakan  Gunakan air mandi  Mencegah kulit kering
keperawatan selama dingin atau mandi kanji, berlebihan, memberikan
proses keperawatan hindari sabun alkali. penghilang rasa gatal.
diharapkan integritas Berikan minyak kalamin
kulit baik dengan sesuai indikasi.
kriteria hasil:  Berikan massage pada  Bermanfaat dalam
 tidak ada waktu tidur. meningkatkan tidur dan
pruritus/lecet menurunkan integritas kulit.
 jaringan/kulit  Pertahankan sprei  Kelembaban meningkatkan
utuh bebas kering dan bebas lipatan pruritus dan meningkatkan
eskortasi resiko kerusakan kulit.
 Gunting kuku jari  Mencegah pasien dari cidera
hingga pendek, berikan tambahan pada kulit,
sarung tangan bila khususnya bila tidur.
diindikasikan.
Kolaborasi:  Antihistamin dapat
 Berikan obat sesuai mengurangi gatal.
indikasi (antihistamin).  Berfungsi untuk mengurangi
 Berikan obat resin pruritus dan
kholestiramin (questian). hiperbilirubinemia.
 Bilirubin direk dikonjugasi
 Pantau pemeriksaan oleh enzim hepar glukoronit
laboratorium sesuai indirek yang dikonjugasi dan
indikasi. (bilirubin direk dan tampak dalam bentuk bebas
indirek) dalam darah atau terikat pada
albumin.

E. EVALUASI
Diagnosa I : Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
anoreksia dan gangguan penyerapan lemak.
 Berat badan stabil

16
 Konjungtiva tidak anemis
 Mual/muntah tidak terjadi
Diagnosa II : Gangguan eliminasi BAB (diare) b.d mal absorbsi usus.
 Pasien BAB dalam batas normal (frekuensi 1-2 x
sehari dengan konsistensi lunak).
 Penurunan frekuensi bising usus.
Diagnosa III : Kerusakan integritas kulit b.d akumulasi garam empedu dalam
jaringan.
 Integritas kulit pasien baik.
 Tidak ada pruritus/lecet pada kulit.
 Jaringan/kulit utuh bebas eksplorasi.

17

You might also like