Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Isu tentang gender telah menjadi bahasan analisis sosial, menjadi pokok bahasan dalam wacana
perdebatan mengenai perubahan sosial dan juga menjadi topik utama dalam perbincangan
mengenai pembangunan dan perubahan sosial. Bahkan, beberapa waktu terakhir ini, berbagai
tulisan, baik di media massa maupun buku-buku, seminar, diskusi dan sebagainya banyak
membahas tentang protes dan gugatan yang terkait dengan ketidakadilan dan diskriminasi
terhadap kaum perempuan. Ketidakadilan dan diskriminasi itu terjadi hampir di semua bidang,
mulai dari tingkat internasional, negara, keagamaan, sosial, budaya, ekonomi, bahkan sampai
tingkatan rumah tangga.
Gender dipersoalkan karena secara sosial telah melahirkan perbedaan peran, tanggung jawab,
hak dan fungsi serta ruang aktivitas laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Perbedaan
tersebut akhirnya membuat masyarakat cenderung diskriminatif dan pilih-pilih perlakuan akan
akses, partisipasi, serta kontrol dalam hasil pembangunan laki-laki dan perempuan.
Dari penyiapan pakaian pun kita sudah dibedakan sejak kita masih bayi. Juga dalam hal mainan,
anak laki-laki misalnya: dia akan diberi mainan mobil-mobilan, kapal-kapalan, pistol-pistolan,
bola dan lain sebagainya. Dan anak perempuan diberi mainan boneka, alat memasak, dan
sebagainya. Ketika menginjak usia remaja perlakuan diskriminatif lebih ditekankan pada
penampilan fisik, aksesoris, dan aktivitas. Dalam pilihan warna dan motif baju juga ada semacam
diskriminasi. Warna pink dan motif bunga-bunga misalnya hanya “halal” dipakai oleh remaja
putri. Aspek behavioral lebih banyak menjadi sorotan diskriminasi. Seorang laki-laki lazimnya
harus mahir dalam olah raga, keterampilan teknik, elektronika, dan sebagainya. Sebaliknya
perempuan harus bisa memasak, menjahit, dan mengetik misalnya. Bahkan dalam olahraga pun
tampak hal-hal yang mengalami diskriminasi tersendiri.
BAB II
PEMBAHASAN
Dari Wikipedia bahasa Indonesia dijelaskan bahwa gender merupakan aspek hubungan sosial
yang dikaitkan dengan diferensiasi seksual pada manusia.
Istilah “gender” yang berasal dari bahasa Inggris yang di dalam kamus tidak secara jelas
dibedakan pengertian kata sex dan gender. Untuk memahami konsep gender, perlu dibedakan
antara kata sex dan kata gender.
Sex adalah perbedaan jenis kelamin secara biologis sedangkan gender perbedaan jenis kelamin
berdasarkan konstruksi sosial atau konstruksi masyarakat1). Dalam kaitan dengan pengertian
gender ini, Astiti mengemukakan bahwa gender adalah hubungan laki-laki dan perempuan secara
sosial. Hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan dalam pergaulan hidup sehari-hari,
dibentuk dan dirubah
Heddy Shri Ahimsha Putra (2000) menegasakan bahwa istilah Gender dapat dibedakan ke dalam
beberapa pengertian berikut ini: Gender sebagai suatu istilah asing dengan makna tertentu,
Gender sebagai suatu fenomena sosial budaya, Gender sebagai suatu kesadaran sosial, Gender
sebagai suatu persoalan sosial budaya, Gender sebagai sebuah konsep untuk analisis, Gender
sebagai sebuah perspektif untuk memandang kenyataan.
Epistimologi penelitian Gender secara garis besar bertitik tolak pada paradigma feminisme yang
mengikuti dua teori yaitu; fungsionalisme struktural dan konflik. Aliran fungsionalisme
struktural tersebut berangkat dari asumsi bahwa suatu masyarakat terdiri atas berbagai bagian
yang saling mempengaruhi. Teori tersebut mencari unsur-unsur mendasar yang berpengaruh di
dalam masyarakat. Teori fungsionalis dan sosiologi secara inhern bersifat konservatif dapat
dihubungkan dengan karya-karya August Comte (1798-1857), Herbart Spincer (1820-1930), dan
masih banyak para ilmuwan yang lain.
Dalam buku Sex and Gender yang ditulis oleh Hilary M. Lips mengartikan Gender sebagai
harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan. Misalnya; perempuan dikenal dengan
lemah lembut, cantik, emosional dan keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan
dan perkasa. Ciri-ciridari sifat itu merupakan sifat yang dapat dipertukarkan, misalnya ada laki-
laki yang lemah lembut, ada perempuan yang kuat, rasional dan perkasa. Perubahan ciri dari
sifat-sifat tersebut dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat yang lain
(Mansour Fakih 1999: 8-9).
Secara umum, pengertian Gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan
apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku. Dalam Women Studies Ensiklopedia dijelaskan bahwa
Gender adalah suatu konsep kultural, berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal
peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang
berkembang dalam masyarakat.
Hubungan yang sub-ordinasi tersebut dialami oleh kaum perempuan di seluruh dunia karena
hubungan yang sub-ordinasi tidak saja dialami oleh masyarakat yang sedang berkembang seperti
masyarakat Indonesia, namun juga dialami oleh masyarakat negara-negara yang sudah maju
seperti Amerika Serikat dan lain-lainnya. Keadaan yang demikian tersebut dikarenakan adanya
pengaruh dari idiologi patriarki yakni idiologi yang menempatkan kekuasaan pada tangan laki-
laki dan ini terdapat di seluruh dunia. Keadaan seperti ini sudah mulai mendapat perlawanan dari
kaum feminis, karena kaum feminis selama ini selalu berada pada situasi dan keadaan yang
tertindas. Oleh karenanya kaum femins berjuang untuk menuntut kedudukan yang sama dengan
kaum laki-laki dalam berbagai bidang kehidupan agar terhindar dari keadaan yang sub-ordinasi
tersebut.
Fenomena ini sering terjadi dalam film, yaitu ketika peran eksmudd yang selalu di perankan oleh
pria, jika ada wanita yang berperan seebagai eksmud pastilah dia akan bermasalah dan selalu
tidak sesukses pria. Sebenarnya hal ini memag tidak terlalu bnyak di perhitungkan karena ini
seperti menyutikan racun pada tubuh. Sedikit sedikit media (film) mengkonstruk budaya pria
selalu didepan.
Stereotype
Suatu sikap negatif masyarakat terhadap perempuan yang membuat posisi perempuan selalu
pada pihak yang dirugikan. Setreotipe ini biasa juga menjadi pedoman atau norma yang secara
tidak lagsung diterapkan oleh berbagai masyarakat. Contoh streotipe ialah wanita perokok itu
dianggap pelacur, ppadahal belum tentu ia pelacur pandangan yang seperti inilh yang selalu
menyudutkan kaum wanita. Semenjak adanya pandangan mengenai streotipe ini menjadiakn
suatu belenggu pada kaum wanita.
Isu Jender Dalam hukum Adat (Hukum Keluarga, Hukum Perkawinan Dan Hukum
Waris)
Hukum adat sebagai hukumnya rakyat Indonesia dan tersebar di seluruh Indonesian dengan
corak dan sifat yang beraneka ragam. Hukum adat sebagai hukumnya rakyat Indonesia terdiri
dari kaidah-kaidah hukum yang sebagian besar tidak tertulis yang dibuat dan ditaati oleh
masyarakat dimana hukum adat itu berlaku.
Hukum adat terdiri dari berbagai lapangan hukum adat antara lain hukum adat pidana, tata
negara, kekeluargaan, perdata, perkawinan dan waris. Hukum adat dalam kaitan dengan isu
gender adalah hukum kekeluargaan, perkawinan dan waris. Antara hukum keluarga, hukum
perkawinan dan hukum perkawinan mempunyai hubungan yang sangat erat karena ketiga
lapangan hukum tersebut merupakan bagian dari hukum adat pada umumnya dan antara yang
satu dengan yang lainnya saling bertautan dan bahkan saling menentukan.
Hal ini jelas dapat diketahui dari produk peraturan perundangan-undangan yang masih
mengandung isu gender di dalamnya, dan oleh karenannya masih terdapat diskriminasi terhadap
perempuan. Contoh Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, di mana seolah-olah undang-undang
tersebut melindungi perempuan dengan mencantumkan asas monogami di satu sisi akan tetapi di
sisi lain membolehkan bagi suami untuk berpoligami tanpa batas jumlah wanita yang boleh
dikawin. Dalam membahas masalah diskriminasi terhadap perempuan maka yang dipakai
sebagai dasar acuan adalah Ketentuan Pasal 1 U U No. 7 Tahun 1984, yang berbunyi sebagai
berikut : Untuk tujuan konvensi yang sekarang ini, istilah “diskriminasi terhadap wanita” berarti
setiap pembedaan, pengucilan atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, yang
mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau menghapuskan pengakuan, penikmatan
atau penggunaan hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan pokok di bidang politik,
ekonomi, sosial, budaya, sipil atau apapun lainnya oleh kaum wanita, terlepas dari status
perkawinan mereka, atas dasar persamaan antara pria dan wanita.
Mencermati ketentuan Pasal 1 tersebut diatas maka istilah diskriminasi terhadap perempuan atau
wanita adalah setiap pembedaan, pengucilan atau pembatasan atas dasar jenis kelamin maka
terdapat peraturan perundang-undangan yang bias jender seperti Undang-Undang Perpajakan,
Undang-Undang Perkawinan, dan lain-lainnya.
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah di uraikan, maka dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut :
1). Gender merupakan aspek hubungan sosial yang dikaitkan dengan diferensiasi seksual atau
jenis kelamin pada manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Fakih, Mansour. 1996. Analisis Gender & Transformasi Sosial. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
Muchtar, Yati. 2001. Gerakan Perempuan Indonesia Dan Politik Gender Orde Baru. Jurnal
Perempuan Untuk Pencerahan Dan Kesetaraan, No. 14.
Soewondo, Nani. 1984. Kedudukan Wanita Indonesia Dalam Hukum Dan Masyarakat. Ghalia:
Indonesia, Jakarta.
Soekito, Sri Widoyatiwiratmo. 1989. Anak Dan Wanita Dalam Hukum. LP3ES: Jakarta.
http://id.wikipedia.org/wiki/Gender
1