You are on page 1of 10

Thalassemia

A. Etiologi
Thalassemia adalah penyakit yang diturunkan secara autosomal resesif akibat dari
berkurangnya pembuatan salah satu dari rantai asam amino yang membentuk
hemoglobin. Yaitu ditandai dengan ditandai dengan penurunan sintesis rantai α atau
rantai β dari globin. Yang normalnya adalah 2 rantai-α dan 2 rantai-β.

Kelainan gen ini akan mengakibatkan berkurang atau tidak terbentuknya rantai
globin pembentuk hemoglobin, sehingga hemoglobin tidak terbentuk sempurna.
mengakibatkan sel darah merah mudah lisis. Normalnya sel darah merah berusia 120 hari
(sekitar 4 bulan). Setelah itu sel darah merah akan pecah dan berganti kembali dengan
yang baru. Akan tetapi pada penderita thalassemia, umur sel darah merah menjadi lebih
pendek. Karena butir darah merah lisis, seseorang mengalami anemia hemolitik sehingga
biasanya ditandai dengan anemia hipokrom mikrositik herediter.

Klasifikasi Thalassemia :
1. Thalassemia α merupakan penyakit yang timbul karena penderitanya tidak memiliki
cukup rantai α dalam hemoglobinnya, dimana produksi rantai α dalam hemoglobin
diatur oleh autosom 16 dan terdiri dari 2 gen globin α (terdiri dari 4 lokus).
Thalassemia α dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: tipe delesi dan tipe
nondelesi
a. Thalassemia α Tipe Delesi,Ditandai oleh delesi pada lokus yang berada
pada gen globin α. . Karena terdapat empat gen α-globin fungsional maka
klasifikasinya adalah :
1) Delesi pada 1 lokus –α/αα (silent carriers), tidak ada gejala
2) Delesi pada 2 lokus –α/-α (trait α thalassemia), gambaran klinis mirip
dengan thalassemia β minor mengalami anemia ringan, dengan sel
darah merah pucat (hipokrom) dan lebih kecil (mikrositik)
3) Delesi pada 3 lokus –-/-α terdapat Hb H dan hanya terdapat 1 gen
globin α yang normal dan disertai anemia sedang sampai berat dan
splenomegali, kadar Hb 8-10gr%
4) Delesi pada 4 lokus -/- (hydrops fetalis), ditemukan adanya Hb Barts
(tetramer gama) sehingga memiliki afinitas yang tinggi terhadap
oksigen dan tidak ada oksigen pada jaringan dan fetus mengalami
anemia pada awal kehamilan dan membengkak karena mengalami
kelebihan cairan disertai hepatosplenomegaly dan biasanya
keguguran atau meninggal setelah dilahirkan (minggu 36-40)

b. Thalassemia α Tipe Nondelesi


Pada bentuk ini tidak dijumpai delesi gen α, namun terjadi mutasi pada gen
tersebut sehingga menyebabkan gangguan pada rantai globin α.
Pada β-thalassemia sintesis tantai β berkurang atau tidak ada sama sekali,
karena terdapat gangguan pada mRNA.

2. Thalasemia β merupakan penyakit thalasemia yang timbul karena penderitanya tidak


cukup memiliki rantai β dalam Hbnya ( gen pengkode rantai globin β terletak pada
kromosom 11).
a. Thalasemia β mayor β0 / β0 (Cooley’s Anemia)
Pada kondisi ini rantai globin β tidak diproduksi sama sekali. Biasanya
gejala muncul pada bayi ketika berumur 3 bulan berupa anemia yang berat.
Bentuk homozigot merupakan anemia hipokrom mikrositik yang berat
dengan hemolisis di dalam sumsum tulang dimulai pada tahun pertama
kehidupan dan kedua orang tua merupakan carier. Gejala – gejala bersifat
sekunder akibat anemia dan meliputi pucat, wajah yang karakteristik
akibat pelebaran tulang pada kranium, ikterus dengan derajat yang
bervariasi, dan hepatosplenomegali. Kadar Hb 3-6gr% dan butuh transfusi
secara berkala

b. Thalasemia intermedia β0 / β
1) Penderita ini secara genetik bersifat heterogen
2) Penyakit ini berat tetapi tidak perlu transfusi darah terarur. (derajat
anemia bergantung pada derajat mutasi gen yang terjadi

c. Thalasemia minor/trait β+ / β
1) Adanya 1 gen normal pad individu heterozigot memungkinkan
sintesis rantai β-globin yang memadai sehingga penderita biasanya
asimtomatik dengan anemia ringan (kadar Hb 7-10gr%)
2) Apusan darah tepi yakni abnormalitas minor termasuk hipokromia,
mikrositosis, basophilic strippling, dan sel target
3) Tanda khasnya ialah meningkatnya HbA2 sebesar 4-8% dari Hb total.

Keterangan :
β0 : sintesis rantai β terhenti sama sekali
β+ : masih ada sintesis rantai β
B. Epidemiologi
Di Indonesia diperkirakan jumlah pembawa sifat gen thalassemia α sebanyak 0,43-
0,52% yaitu 773 ribu jiwa dan thalassemia β sebanyak 2,56-3,12% yaitu 4,6 juta jiwa
(Wong, 1986). Data dari RS besar dan pusat pendidikan menunjukkan frekuensi gen
thalassemia di Indonesia sebenarnya berkisar antara 3-10%. Artinya sekitar 3-10 dari 100
orang penduduk Indonesia mempunyai gen thalassemia, dan selain itu frekuensinya
tergantung etnik dan populasi. (thalassemia HbE di Sumatera Selatan adalah 6%)

C. Patofisiologi+sintesis penting
C.1 Hemoglobin Manusia
Hemoglobin (Hb) merupakan pigmen pembawa oksigen pada sel darah merah (SDM).
Hb berupa protein yang terkonjugasi dengan komposisi tetramer yang disusun oleh 2
pasang rantai polipeptida globin dan empat gugus prostetik heme secara kovalen. Rantai
polipeptida globin pada Hb selalu membentuk struktur molekul heterotetramer yang
terdiri dari 2 subunit polipeptida globin- α (141 asam amino) dan 2 subunit polipeptida
globin- β (146 asam amino).
Rantai polipeptida globin dari Hb saling berinteraksi antar subunit yang tidak sejenis
melalui asam aminonya untuk membentuk dua dimer αβ. Interaksi ini berupa interface α1-
β1 dan α2-β2. Selain itu terjadi juga interaksi tambahan antara kedua dimer αβ berupa
interface α1-β2 dan α2- β1 membentuk komposisi tetramer α2β2. Interface α1-β2 dan α2-β1
tambahan lebih fleksibel dan melibatkan 19 residu asam amino.

Interface tambahan α1-β2 dan α2-β1 dibentuk dari kontak antara segmen helks C dan
non heliks FG dari subunit globin-α dengan segmen non heliks FG dan heliks C dari
subunit globin- β. Hubungan antara residu dari subunit globin yang berbeda terutama
melalui ikatan hidrofobik, meskipun terdapat juga sejumlah ikatan hidrogen dan
beberapa pasangan ion. Sebaliknya kontak antara subunit globin sejenis , interface α1- α2
dan β1-β2 kebanyakan bersifat polar.
Perubahan residu yang terjadi pada rantai polipeptida globin ini dapat dikelompokkan
menjadi 4 kelompok (Voet,1995) yaitu :
1. Perubahan pada residu permukaan biasanya tidak berbahaya karena kebanyakan
residu ini tidak mempunyai aturan fungsional yang spesifik. Seperti thalassemia
HbE tidak menimbulkan manifestasi klinik baik dalam bentuk heterozigot maupun
homozigot.
2. Perubahan pada residu internal sering menyebabkan ketidakstabilan molekul Hb.
Degradasi yang terjadi pada produk Hb ini, termasuk heme, membentuk presipitat
granula (Hein’z bodies) yang akan diabsorbsi secara hidrofobik pada membran sel
eritrosit. Sehingga permeabelitas membran meningkat dan menyebabkan lisis sel
eritrosit yang prematur. Karena itu pembawa sifat unstable Hb mengalami anemia
hemolitik dengan derajat yang bervariasi.
3. Perubahan aktivitas Methemoglobin. Perubahan O2 binding site yang
menstabilkan heme dalam keadaan oksidasi ion Ferri (Fe3+) membatasi ikatan O2
terhadap subunit globin yang cacat. Individu memiliki kulit kebiruan (sianosis)
yang merupakan hasil dari adanya Hb-deoksi pada darah arteri
4. Perubahan pada kontak α1-β2 sering mengakibatkan perubahan pada struktur Hb.
Kebanyakan Hb ini meningkatkan afinitasnya terhadap O2 sehingga
kompensasinya konsentrasi eritrosit dalam darah ditingkatkan (polisitemia).

C.2 Perkembangan Sintesis Hb


Hb pada orang dewasa secara umum dibagi menjadi :
1. Hemoglobin A (Hb adult mayor). Ini adalah sebutan untuk hemoglobin normal
yang ada setelah kelahiran. Hemoglobin A adalah tetramer dengan dua rantai alfa
dan dua rantai beta (α2β2)
2. Hemoglobin A2 (Hb adult minor). Ini adalah komponen kecil dari hemoglobin
yang ditemukan dalam sel merah setelah lahir dan terdiri dari dua rantai alfa dan
dua rantai delta (α2δ2). Hemoglobin A2 umumnya terdiri kurang dari 3% dari total
hemoglobin sel darah merah.
3. Hemoglobin fetus (HbF) adalah hemoglobin utama selama perkembangan janin.
Molekul adalah tetramer dua rantai alfa dan dua rantai gamma (α2γ2).
Perlu diketahui bahwa struktur Hb mengalami perkembangan dari Hb embrionik
(3bulan pertama), Hb Fetus (6bulan terakhir) hingga Hb dewasa. Semua jenis Hb ini
memiliki struktur yang sama yaitu mempunyai 2 pasang polipeptida yang berbeda,
rantai α-like globin dan β-like globin

Rantai α-like globin mempunyai 2 stadium perkembangan :


1. Rantai ζ (zeta) dan α pada periode embrionik, dan
2. Rantai α pada periode fetus dan dewasa
Sedangkan rantai β-like globin mempunyai 3 stadium perkembangan :
1. Rantai globin ε (epsilon) dan γ pada periode embrionik
2. Rantai globin γ pada periode fetus
3. Rantai globin β dan δ (delta) pada periode dewasa

Selain itu, terdapat 2 bentuk rantai globin γ yaitu rantai γG dan γA. Setelah lahir
terjadi perubahan laju sintesis rantai ini, dari laju sintesis yang tinggi untuk rantai γG
dan rendah untuk rantai globin γA pada masa janin berubah menjadi laju sintesis
rendah untuk γG dan tinggi untuk γA.
Selama awal perkembangan 6-8minggu pertama kehidupan intra uterin ada
3macam Hb embrionik yang disintesis yaitu Hb Gower 1 (ζ2 ε2), Hb Portland (ζ2 γ2)
dan Hb Gower 2 (α2 ε2). Mulai minggu kedua intra uterin sintesis rantai globin
embrionik mulai menurun dan rantai globin fetus mulai disintesis. Hb Fetus (α2γ2)
yang mempunyai afinitas tinggi terhadap O2 menariknya dari darah ibu ke janin. Hb
embrionik digantikan HbF setelah minggu ke-12 intra uterin. Lalu HbF akan menurun
kembali mulai minggu ke-30 kehamilan sampai minggu ke-48 setelah kelahiran.(HbF
bayi normal 6 bulan telah menurun menjadi 2%). Antara minggu ke-30 kehamilan dan
minggu ke-12 setelah kelahiran, sintesis globin- β dan globin- δ mulai meningkat.
Setelah bayi dilahirkan secara perlahan-lahan HbF akan digantikan oleh Hb dewasa
yaitu HbA (α2β2) dan HbA2 (α2δ2)
C.3 Struktur Gen Globin
Gen yang mengatur produksi rantai globin terbagi menjadi 2 kelompok yaitu
kelompok gen α-like globin dan β-like globin. Produksi rantai α-like globin dikontrol
oleh lengan pendek kromosom 16 pada pita 16p13.3 (kromosom 16 lengan p regio 13
pita 3) sepanjang 25Kb yaitu 5’- ζ – ψζ - ψα1 - ψα2 - α2 - α1 -3’. Pada kelompok gen
ini terdapat 3gen fungsional, gen globin ζ dan 2globin identik (α1 dan α2). Meskipun
gen globin α1 dan α2 diekspresikan pada saat yang sama, gen globin-α2 ditranskripsi
lebih efisien dan memiliki peran dalam sebagian besar sintesis rantai globin α

P
roduksi rantai β-like globin dikontrol oleh gen pada kromosom 11 pada pita 11p15.5
sepanjang 65Kb yaitu 5’- ε - Gγ - Aγ – ψβ - δ - β -3’. Pada kelompok gen ini terdapat
5gen fungsional yang diaktivasi secara berurutan. Rantai globin β disandi oleh gen
yang menempati daerah sepanjang 1,6 Kb. Gen globin γG dan γA menunjukkan
keidentikan pada 2 ekson pertama dan perbedaan sebesar 1,2% pada ekson 3.
Masing-masing globin terdiri dari 3 segmen DNA yang menyandi polipeptida
(ekson) yang dipisahkan oleh 2 intervening sequence(IVS) yang tidak menyandi
(intron). Intron pada gen α-like globin memiliki panjang 113pb(intron 1) dan 141pb
(intron 2) sedangkan intron pada gen β-like globin memiliki panjang 130pb(intron 1)
dan 850pb (intron 2)

C.4 Mekanisme Pengaturan Ekspresi Gen Globin


Mekanisme ekspresi gen globin terdiri dari beberapa tahap, mulai dari
transkripsi, proses RNA, seleksi mRNA untuk translasi dan degradasi mRNA.
Ekspresi setiap gen pada kelompok gen β-like globin dikontrol melalui kompleks
interaksi antara sekuens regulator lokal (regio promoter) pada masing-masing gen β-
like globin dan regio kontrol lokus-β (β-LCR) melalui competitive fashion. β-LCR
merupakan suatu serial situs hipersensitif DNA’ase yang berlokasi pada 6-18kb
upstream dari gen globin ε dan berfungsi sebagai elemen regulator utama dalam
pengaturan transkripsi gen β-like globin.

C.5 Contoh cacat molekul pada Thalassemia β


Terdapat lebih dari 210 mutasi thalassemia-β yang meliputi substitusi basa
tunggal, delesi 1 hingga beberapa nukleotida, delesi besar, insersi kecil, inversi dan
rearrangement sekuens DNA. Mutasi ini menyebabkan menurunnya produksi rantai
globin β(pada thalassemia-β+) atau tidak ada sama sekali(pada thalassemia-β0) dan
semua tergantung pengaruhnya terhadap tingakt fungsi gen globin (tergantung tahap
pengaruhnya).
Dari pengklasifikasian tipe thalassemia dapat dilihat bahwa rantai globin
dewasa yang terbentuk adalah tidak stabil dan larut seperti dengan adanya tetramer α4
(berkurangnya sintesis rantai globin β ) maupun yang lainnya. Sehingga dengan
adanya rantai globin α yang bebas ini akan membentuk presipitat intraseluler
(menumpuk) baik pada eritrosit muda maupun eritrosit matur, yang dapat terlihat
berupa sel target, mengakibatkan ketidakefektifan eritropoiesis (pembentukan SDM)
di sumsum tulang (mempengaruhi maturasi eritroblast pada sumsum tulang dan
bertanggung jawab terhadap kerusakan intramedula dari prekursor SDM) serta
menyebabkan kerapuhan pada SDM ini sehingga dapat terjadi hemolisi prematur di
sirkulasi perifer (terutama saat SDM yang mengandung bahan inklusi melewati
mikrosirkulasi dan trabekula pulpa merah di limpa) yang nantinya akan berakibat
pada :
1. Dibentuknya banyak SDM yang belum matur yang nanti bersirkulasi di darah dan
memiliki afinitas terhadap O2 yang lebih rendah juga. Sehingga penderita biasanya
mengalami anemia dengan ciri-ciri kulit yang pucat.
2. Dengan terjadinya anemia hemolitik ( penghancuran SDM melebihi
pembentukannya) yang parah, akan semakin membendung di limpa sehingga kerja
limpa memberat dan membesar (splenomegaly).Selain itu, dengan ketidakstabilan
rantai Hb yang membuat eritrosit rapuh dan kehilangan sifat fleksibelnya semakin
menambah hemolisis. Sebab di trabekula ukurannya hanya 3 mikrometer yang
harusnya dapat dilewati eritrosit yang berukuran 8 mikrometer.( Guyton 444-447)
3. Dengan kondisi anemia hemolitik ini, maka eritrosit yang dirombak oleh hati akan
semakin banyak. Saat dirombak, Hb dikeluarkan dari eritrosit dan dipecah
menjadi heme dan globin. Heme dipecah menjadi Fe untuk disimpan di hati dan
digunakan kembali, dan protoporfirin. Dimana protoporfirin ini akan diubah
menjadi pirol yang akan diubah menjadi biliverdin dan direduksi menjadi bilirubin
bebas. (sehingga biasanya penderita mengalami peningkatan bilirubin dengan
manifes fesesnya berwarna kehijauan). Peningkatan bilirubin bisa berakibat terjadi
ikterus hemolitik dan perubahan warna kulit menjadi kekuningan.(indirect
bilirubin tidak larut dalam air tetapi larut dalam lemak dan dibawah kulit banyak
terdapat lemak-Guyton 906-907)
4. Selain itu hati juga berfungsi membantu pembentukan eritrosit yang juga
memperberat kerja & kerusakan hati. Sehingga lama-lama membesar
(hepatomegaly)
5. Hiperplasia dari sumsum tulang maupun tulang kranium karena berperan dalam
eritropoiesis (perubahan struktur tulang muka)

Selain thalassemia α dan β dapat dihasilkan juga bermacam-macam variasi


seperti varian di Asia Tenggara berupa HbE dan Hb Malay yang merupakan contoh
dari kelainan pada tahap RNA. Tipe ini menyebabkan perubahan residu permukaan
globin β posisi 26 (glutamat menjadi lisin) pada HbE dan posisi 19 (arginin menjadi
serine) pada Hb Malay. Selain itu, pada HbE terjadi aktivasi cryptic donor site pada
kodon 25 selama splicing mRNA-βE akibat mutasi titik pada kodon 26. Pada Hb
Malay mutasi titik terjadi pada kodon 19 dimana AAC berubah menjadi AGC
sehingga mengaktivasi cryptic donor site juga pada kodon 18/19. Yang berarti mutasi
yang terjadi adalah frameshift atau nonsense. Dan saat mengenali daerah mutasi ini,
terjadi terminasi lebih awal (karena stop codon)

Sehingga hasil splicing alternatif pada kedua mutasi ini adalah perubahan
panjang ekson 1 mRNA yang semula dari 92 menjadi 76 nukleotida pada HbE dan 54
nukleotida pada Hb Malay. Rantai globin-β abnormal ini bersifat tidak stabil dan
mengarah pada penurunan produksi rantai globin-β. Tetapi biasanya hanya mengalami
penurunan 5-8% sedangkan pada Hb Malay sebesar 25% sehingga fenotip
thalassemianya berupa β+ yang ringan. Mekanisme degradasi mRNA inti ini
mencegah sintesis fragmen rantai globin β yang terpotong pada C-terminus (C-
terminally truncated) dan secara klinik meringankan gejala pada carier sifat
thalassemia β ini. Mekanisme ini dilakukan oleh NMD (nonsense-mediated mRNA
decay) yang aktif dengan cara membatasi jumlah mRNA yang memiliki translasi stop
codon prematur (PTC, premature translation stop codon) pada frameshift mutation
dan menekan akumulasi C-terminally truncated polypeptides

D. Manifestasi Klinis
Gejala khas adalah : bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek, tanpa pangkal hidung,
jarak antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar, keadaan kuning pucat pada kulit,
jika sering ditransfusi, kulitnya menjadi kelabu karena penimbunan besi. Pada anak yang
besar sering dijumpai adanya : gizi buruk, perut buncit karena pembesaran limpa dan hati
yang mudah diraba, hepatosplenomegali mudah ruptur karena trauma ringan saja
1. Thalasemia mayor, gejala klinik telah terlihat sejak anak baru berumur kurang dari
1 tahun, yaitu Lemah,pucat,prkmbngn fisik tdk sesuai dgn umur,brat bdan
krg,tidak dapat hidup tanpa transfuse
2. Thalasemia intermedia : ditandai oleh anemia mikrositik, bentuk heterozigot.
3. Thalasemia minor / thalasemia trait : ditandai oleh splenomegali, anemia berat,
bentuk homozigot.

E. Cara Diagnosis
Skrining thalassemia dimulai dengan pemeriksaan indeks sel darah merah (sampel darah
segar masih dalam 12jam setelah pengambilan), pada pasien thalassemia β dapat
ditemukan
1. Penurunan MCV (mean corpuscular volume / volume rata-rata sel darah merah)
biasanya MCV 50-70fl, normalnya 85-95fl
2. Penurunan MCH (mean corpuscular hemoglobin / kandungan hemoglobin per sel
darah merah). MCH yang didapat sekitar 20-25pg, normalnya 27-33pg
(pemeriksaan MCV dan MCH dianjurkan karena selain murah, hasilnya cukup
akurat dan dapat dilakukan semua rumah sakit.)
3. Peningkatan HbA2>3,5% atau 2kali kadar normalnya (biasanya berkisar 4,3-7,5%)
Dan ditemukan juga ketidakseimbangan sintesis rantai globin α/β (rasio α/β: 1,3-1,8)
dengan morfologi eritrosit berupa mikrositosis, hipokrom, sel target dan eliptositosis pada
apusan darah. Tetapi gambaran apusan darah ini meragukan karena seringkali thalassemia
β ringan memiliki gambaran normositik. Selain itu perlu dibedakan morfologinya dengan
anemia karena defisiensi besi yang juga memiliki tampilan hipokrom mikrositik. Yang
bedanya hanya pada thalassemia terdapat kodosit, elipstosit, darkriosit dan eritrosit yang
lisis.(dapat dilakukan pemeriksaan Fe untuk membedakannya). Pada thalassemia beta
dapat ditemukan peningkatan rantai γ dan δ karena adanya penurunan sintesis rantai β
Perlu diperhatikan bahwa kadar HbA2<3% bisa menunjukkan thalassemia alfa ataupun
defisiensi besi.
Kadang-kadang dapat ditemukan parameter hematologi normal tanpa anemia dan
MCV dan MCH normal/sedikit menurun dengan HbA2 dan HbF normal yang merupakan
ciri thalassemia β heterozigot “silent” dengan rasio α/β lebih tinggi dari normal. Kondisi
ini merupakan hasil mutasi pada daerah promoter seperti pada posisi 92,101,situs cap dan
pada sinyal poliadenilasi.

Faktor-faktor yang dapat meringankan manifestasi thalassemia β adalah :


1. Coinheritance dengan thalassemia α, sehingga sintesis rantai globin α juga menurun
2. Menetapnya sintesis rantai globin γ dalam jumlah besar yang dapat mengikat
kelebihan rantai globin α membentuk HbF

Indikasi hasil Lab Temuan Laboratorium

1. α - thalassemia trait
Pasien dengan dua gen rantai globin menunjukkan anemia ringan, dengan hematokrit
antara 28%-40%. MCV menurun sedikit (60-75), dan hitung sel darah merah biasanya
normal atau meningkat. Penampakan sel darah merah di perifer antara lain mikrositik,
hipokromik, sel target dan akantosis. Hitung Retikulosit dan besi biasanya normal.
Pada elektroforesis hemoglobin tidak menunjukkan adanya peningkatan HbA2 dan
HbF serta tidak ditemukan HbH.
2. HbH disease
Pada pasien ini sudah menampakkan gejala hemolisis, dengan hematokrit antara 22%-
32%. MCV sedikit turun (60-70) dan pada pengecatan sel darah merah ditemukan
hipokromik, mikrositis, sel target dan poikilositosis. Hitung retikulosit meningkat.
Pada elektrofosesis hemoglobin ditemukan peningkatan HbH dengan jumlah sekitar
10-40% total Hb.
3. β -Thalassemia Minor
Hematokrit pada pasien ini antara 28% dan 40%. MCV antara 55-75, dengan hitung
eritrosit normal atau meningkat. Pada pengecatan darah perifer ditemukan
hipokromik, mikrositik, dan target sel. Perbedaan dengan a-thalassemia adalah
basopilic stippling mungkin ditemukan. Hitung retikulosit normal atau sedikit
meningkat. Pada elektroforesis hemoglobin tanpak peningkatan HbA2 sampai 4-8%
dan peningkatan HbF sampai 1-5%.
4. β -Thalassemia mayor
β -Thalassemia mayor menampakkan anemia yang berat, tanpa transfusi pada pasien
ini hematokrit kurang dari 10% . Pengecatan darah tepi terdapat penampakan
poikilositosis yang berat, hipokromik, mikrositik, sel target, basophilic stippling dan
sel darah merah berinti. HbA hanya sedikit ditemukan. Beberapa HbA2 juga juga
ditemukan dan sebagian besar hemoglobin adalah HbF.
5. Hb E apabila MCV < 80fl dengan HbA2 ≥24%

F. Differential Diagnosis
HbA2<3% kemungkinan thalassemia alfa atau defisiensi besi

G. Tatalaksana

Cara penurunan
Thalassemia diturunkan secara kodominan autosomal ,artinya bentuk thalassemia
heterozigot (thalassemia minor / sifat thalassemia) mungkin asimptomatik (bergejala
ringan), bentuk thalassemia homozigot / thalassemia mayor berkaitan dengan hemolitik
yang berat. Serta digolongkan pada penyakit anemia hemolitik bawaan yang ditandai oleh
anemia mikrositik hipokromik. Homozigot dominan ThTh berfenotip thalassemia mayor,
sedangkan heterozigot Thth berfenotip thalassemia minor, dan resesif thth bararti normal.

You might also like