Professional Documents
Culture Documents
Panduan Geoteknik 4
Tujuan
Penerapan langsung mekanika tanah dan batuan “klasik” yang dikembangkan di
daerah beriklim sedang akan tidak serta merta cocok untuk menyelesaikan
permasalahan yang ada di daerah tropis. Sifat-sifat alami dari m aterial bumi daerah
tropis memerlukan pengujian dan analisis yang berbeda dengan material di daerah
beriklim sedang. Prinsip yang sama berlaku untuk teknik desain dan konstruksi. Oleh
karenanya dibutuhkan fasilitas penelitian yang khusus untuk melakukan penyelidikan,
bila praktek-praktek desain dan konstruksi yang ada ingin ditingkatkan agar jalan yang
dibangun di atas tanah lunak dapat memberikan tingkat paelayanan yang disyaratkan.
Melanjutkan Tahap 1 dari proyek yang dilaksanakan pada tahun 1997-8, Tahap 2
mendapat tugas untuk mempersiapkan edisi pertama dari seri Panduan Geoteknik ini,
yang berhubungan dengan tanah lunak.
Disadari bahwa masih banyak hal yang harus dipelajari dan dicapai mengenai tanah
lunak Indonesia untuk dapat menghasilkan suatu des ain pembangunan jalan yang
lebih ekonomis. Oleh karenanya diharapkan berdasarkan pengalaman selama
penggunaan edisi pertama Panduan Geoteknik ini, akan diperoleh suatu umpan balik
yang berharga untuk meningkatkan dan memperluas panduan ini di masa mendatang.
Program kegiatan ini dilaksanakan oleh Pusat Litbang Prasarana Transportasi
bersama Tim Konsultan. Proyek ini seluruhnya didanai oleh pinjaman Pemerintah
Indonesia dari International Bank for Reconstruction and Development, Highway
Sector Investment Programme 2 , Loan Number 3712-IND.
Panduan Geoteknik 4
Desain dan Konstruksi
Edisi Pertama Bahasa Indonesia © Juli 2002
WSP International
Kerja sama dengan PT Virama Karya
PT Trikarla Cipta
Prakata
Panduan Geoteknik yang dibuat pada proyek Indonesian Geotechnical Materials
and Construction (IGMC) ini dirancang sebagai sebuah studi terhadap tanah lunak
dan tanah lapukan tropis Indonesia yang diharapkan dapat menghasilkan
panduan geoteknik dan kontruksi yang cocok untuk kondisi di Indonesia.
Diharapkan pula, dengan pengembangan sumber daya manusia dan peralatan
yang tepat, dapat meningkatkan kemampuan penelitian dalam bidang geoteknik
di Pusat Litbang Prasarana Transportasi. Proyek ini merupakan bagian dari
kerangka penelitian pembangunan jalan di atas tanah lunak yang dimulai sejak
permulaan tahun 1990.
Penyiapan Draf Panduan Geoteknik ini dilakukan oleh Tim Pusat Litbang
Prasarana Transportasi Bandung, melalui Kontrak Proyek Tahap 2 Indonesian
Geotechnical Materials and Construction Guides yang seluruhnya didanai oleh
pinjaman Pemerintah Indonesia dari International Bank for Reconstruction and
Development, Highway Sector Investment Programme 2, Loan Number 3712-IND,
bekerjasama dengan Tim Konsultan Proyek yang terdiri atas WSP International
bekerjasama dengan PT Virama Karya dan PT Trikarla Cipta. Kegiatan tersebut
dilaksanakan antara bulan Nopember 1999 dan Oktober 2001.
Tanah lunak dalam Panduan ini meliputi lempung inorganik (lempung bukan
organik), lempung organik dan gambut.
Tanah jenis ini terdapat pada areal lebih dari 20 juta hektar, lebih dari 10 % dari
tanah daratan Indonesia.
Pada masa lalu, banyak proyek mengalami penundaan atau keterlambatan,
memerlukan tambahan biaya yang besar, membutuhkan biaya perawatan dan
pemeliharaan yang tinggi atau mengalami kegagalan, yang diakibatkan oleh
adanya tanah lunak ini.
Ruang Lingkup
Panduan Geoteknik ini dan seri lainnya merupakan pedoman bagi para praktisi1
di lapangan dengan maksud memberikan panduan dan petunjuk dalam desain dan
pelaksanaan konstruksi jalan di atas tanah lunak. Berbagai panduan yang dibuat,
sangat cocok untuk diterapkan dalam desain berbagai tipe kelas jalan, mulai dari
Jalan Nasional hingga Jalan Kabupaten. Panduan-panduan disajikan untuk
kelompok-kelompok praktisi, sebagai berikut:
1
Dalam proses penterjemahan Panduan ini, telah diterjemahkan sejumlah istilah teknik yang
digunakan yang dicantumkan sebagai referensi pada bagian akhir setiap Panduan serta pada
CD Panduan Geoteknik. Sebagai tambahan, untuk istilah-istilah teknik yang belum umum
digunakan, istilah dalam bahasa Inggrisnya tetap dicantumkan berdampingan dengan kata
yang bersangkutan dalam tanda kurung pada bagian awal penggunaannya saja.
Para Desainer
Panduan ini menjelaskan bagaimana lokasi tanah lunak harus diidentifikasi,
prosedur-prosedur yang harus diterapkan dalam penyelidikan, dan prosedur desain
dan pelaksanaan yang harus diikuti. Panduan ini juga mengarahkan bilamana
informasi yang didapatkan tersebut memerlukan masukan dari spesialis/ahli yang
telah berpengalaman.
Latar belakang dan pengalaman dari Insinyur Geoteknik yang Ditunjuk tersebut
akan bervariasi berdasarkan kuantitas dan kompleksitas dari proyek yang
bersangkutan. Untuk Jalan Kabupaten, Insinyur Geoteknik yang Ditunjuk harus
memiliki kemampuan/latarbelakang keteknikan dasar yang cukup serta
pengetahuan lokal yang memadai. Sedangkan untuk skala proyek yang lebih
besar, seorang Insinyur dengan latar belakang khusus kegeoteknikan, umumnya
menjadi persyaratan yang harus dipenuhi.
Jika terdapat penyelidikan atau disain geoteknik yang harus dilakukan oleh
Kontraktor Pelaksana Pekerjaan, maka dalam kaitannya dengan pekerjaan
tersebut kontraktor itu harus mematuhi semua persyaratan yang tercantum
dalam Panduan ini. Insinyur Geoteknik yang Ditunjuk harus bertanggung jawab
terhadap hal ini.
Daftar Isi
1 Pendahuluan Panduan Geoteknik 4...........................................................1
1.1 Batasan dari Panduan......................................................................1
1.2 Struktur Manajemen untuk Pekerjaan Geoteknik...............................1
1.3 Pendekatan terhadap Desain Pekerjaan Geoteknik ............................3
1.4 Permasalahan .................................................................................5
1.5 Solusi atau Pemecahan Masalah ......................................................5
1.5.1 Pendahuluan...............................................................................5
1.5.2 Tipe Solusi Geoteknik .................................................................6
2 Pertimbangan Menyeluruh dalam Desain ..................................................8
2.1 Umum ...........................................................................................8
3 Solusi dengan Pekerjaan Tanah..............................................................11
3.1 Pendahuluan.................................................................................11
3.2 Penggantian Material .................................................................... 11
3.2.1 Teknik .....................................................................................11
3.2.2 Metode dan Prosedur ................................................................ 12
3.2.3 Aplikasi ...................................................................................13
3.2.4 Pertimbangan Pelaksanaan........................................................ 15
3.3 Berem Pratibobot..........................................................................15
3.3.1 Teknik .....................................................................................15
3.3.2 Metode dan Prosedur ................................................................ 17
3.3.3 Pertimbangan Konstruksi..........................................................18
3.4 Penambahan Beban .......................................................................18
3.4.1 Teknik .....................................................................................18
3.4.2 Metode dan Prosedur ................................................................ 18
3.4.3 Aplikasi ...................................................................................21
3.4.4 Pertimbangan Pelaksanaan........................................................ 21
3.5 Konstruksi Bertahap .....................................................................22
3.5.1 Teknik .....................................................................................22
3.5.2 Metode dan Prosedur ................................................................ 23
3.5.3 Pertimbangan Pelaksanaan........................................................ 24
3.6 Penggunaan Material Ringan.........................................................24
3.6.1 Teknik .....................................................................................24
3.6.2 Metode dan Prosedur ................................................................ 24
3.6.3 Aplikasi ...................................................................................25
4 Solusi dengan Perbaikan Tanah ..............................................................26
4.1 Pendahuluan.................................................................................26
4.2 Penyalir Vertikal..........................................................................26
4.2.1 Teknik .....................................................................................26
4.2.2 Metode dan Prosedur ................................................................ 29
4.2.3 Prosedur Instalasi.....................................................................30
4.2.4 Selimut Pasir ............................................................................ 31
4.2.5 Pertimbangan Pelaksanaan........................................................ 33
4.2.6 Contoh Penggunaan.................................................................. 35
4.3 Tiang ...........................................................................................35
4.3.1 Teknik .....................................................................................35
4.3.2 Tipe-tipe Tiang.........................................................................36
4.3.3 Metode Transfer Beban Timbunan ke Tiang ...............................37
4.3.4 Pertimbangan Pelaksanaan........................................................ 39
4.3.5 Contoh Penggunaan.................................................................. 40
4.4 Matras .........................................................................................40
4.4.1 Teknik .....................................................................................40
4.4.2 Contoh Penggunaan.................................................................. 41
4.5 Metode Perbaikan Tanah Lainnya..................................................41
5 Persiapan Desain ...................................................................................44
5.1 Interpretasi Geologi......................................................................44
5.2 Zonasi Lokasi...............................................................................45
5.3 Pemilihan Parameter Geoteknik .....................................................46
5.3.1 Pendahuluan.............................................................................46
5.3.2 Kisaran Nilai yang Dapat Diterima ............................................ 46
5.3.3 Pemeriksaan Korelasi................................................................ 47
5.3.4 Menyimpulkan Hasil Penilaian..................................................47
5.3.5 Pemilihan Parameter Desain ......................................................47
5.4 Parameter Material Timbunan .......................................................50
5.5 Pembebanan dan Kriteria Desain ...................................................50
5.5.1 Beban Lalu Lintas.....................................................................50
5.5.2 Faktor Keamanan .....................................................................51
5.5.3 Kriteria Deformasi.................................................................... 53
5.5.4 Beban Gempa...........................................................................54
6 Solusi Desain dan Analisis .....................................................................57
6.1 Pendahuluan.................................................................................57
6.2 Stabilitas Timbunan......................................................................58
6.3 Penurunan pada Timbunan ............................................................ 59
6.4 Penyalir Horisontal .......................................................................60
6.5 Penggantian .................................................................................61
6.6 Berem Pratibobot..........................................................................62
6.7 Penambahan Beban .......................................................................64
6.8 Konstruksi Bertahap .....................................................................65
(ii)
6.9 Timbunan dengan Perkuatan .........................................................67
6.9.1 Pendahuluan.............................................................................67
6.9.2 Sifat-sifat Geotekstil................................................................. 68
6.9.3 Faktor Reduksi Rangkak ...........................................................69
6.9.4 Analisis Stabilitas .....................................................................70
6.10 Matras Bertiang............................................................................ 71
6.11 Penyalir Vertikal..........................................................................71
6.12 Desain Tiang................................................................................ 71
7 Interaksi Tanah dan Bangunan ...............................................................73
8 Pertimbangan untuk Pelebaran Jalan .......................................................76
9 Proses Pengambilan Keputusan ..............................................................78
9.1 Pengantar .....................................................................................78
9.2 Mengidentifikasi Masalah yang harus Dipecahkan..........................80
9.3 Mengidentifikasi Faktor-FAKTOR yang Akan Mempengaruhi
Proses Pengambilan Keputusan .....................................................80
9.4 Pemilihan dan Analisis atas Berbagai Pilihan.................................. 81
9.5 Mengidentifikasi Biaya untuk Setiap Pilihan .................................. 82
9.6 Penetapan Pilihan Terbaik.............................................................84
9.7 Pelaporan Proses Pengambilan Keputusan dan Rekomendasi...........86
10 Laporan Desain .....................................................................................87
11 Uji Coba ...............................................................................................93
12 Kontrak dan Pelaksanan.........................................................................95
12.1 Pengadaan Kontrak .......................................................................95
12.2 Pelaksanaan .................................................................................95
13 Pemantauan Lapangan ...........................................................................97
13.1 Merencanakan Program Pemantauan dan Instrumentasi...................97
13.2 Desain Timbunan .........................................................................98
13.3 Kondisi Lapisan Bawah Permukaan ...............................................98
13.4 Pra Analisis..................................................................................98
13.5 Jumlah Instrumentasi .................................................................... 98
13.6 Lokasi Instrumen..........................................................................99
13.7 Pemasangan ...............................................................................100
13.8 Perlindungan ..............................................................................101
13.9 Prosedur dan Frekuensi Pemantauan ............................................ 102
13.10 Catatan Penimbunan ................................................................... 102
13.11 Pelat Penurunan..........................................................................103
13.12 Instrumentasi Khusus .................................................................. 103
(iii)
14 Referensi............................................................................................ 104
Lampiran
Lampiran A Ceklis
Lampiran G Instrumentasi
Gambar
Gambar 1-1 Segitiga Kualitas Waktu Biaya 4
Gambar 3-1 Penggantian Total 12
Gambar 3-2 Penggantian Sebagian 12
Gambar 3-3 Berem Pratibobot Tunggal 16
Gambar 3-4 Berem Pratibobot Ganda 16
Gambar 3-5 Metode Konstruksi untuk Berem pada Gambut 17
Gambar 3-6 Kecepatan Konsolidasi Lapisan Lempung 19
Gambar 3-7 Beban Tambahan yang Dikombinasikan dengan Sistem Lain 20
Gambar 3-8 Kenaikan Kuat Geser dari Konsolidasi 22
Gambar 3-9 Kecepatan Penimbunan yang Dikontrol 23
Gambar 3-10 Penimbunan yang Dikontrol Bertahap 23
Gambar 4-1 Bagan Alir Pengambilan Keputusan untuk Metode Penyalir
Vertikal 29
Gambar 4-2 Hubungan dari Ukuran Butir dengan Permeabilitas pada Pasir
(GCO, 1982) 33
Gambar 4-3 Pengaruh dari Kehalusan pada Permeabilitas 33
Gambar 4-4 Prosedur Instalasi PVD menembus Selimut Pasir 35
(iv)
Gambar 4-5 Timbunan yang Didukung oleh Tiang 37
Gambar 4-6 Variasi Lantai Bertiang (Piled Slabs) 39
Gambar 4-7 Konfigurasi Kepala Tiang 40
Gambar 4-8 Konstruksi Matras Tiang 42
Gambar 5-1 Contoh Prosedur untuk Menetapkan UnitTanah 46
Gambar 5-2 Contoh Pemilihan Parameter Desain 50
Gambar 5-3 Penggunaan Faktor Keamanan untuk Membatasi Regangan 53
Gambar 5-4 Zona Pengaruh untuk Pergerakan Lateral 55
Gambar 5-5 Zona Gempa di Indonesia 56
Gambar 5-6 Skema Perubahan Faktor Keamanan sepanjang Umur
Timbunan 57
Gambar 6-1 Penambahan Penurunan Regional dalam Perhitungan
Penurunan 61
Gambar 6-2 Batas Galian untuk Penggantian Tanah Lunak 62
Gambar 6-3 Grafik Desain untuk Berem Pratibobot 64
Gambar 6-4 Analisis Desain Penambahan Beban 65
Gambar 6-5 Pelebaran Penambahan Beban 66
Gambar 6-6 Analisis Konstruksi Bertahap 67
Gambar 6-7 Kuat Geser vs Hubungan Kedalaman 67
Gambar 6-8 Kuat Geser Meningkat terhadap Konsolidasi 68
Gambar 6-9 Penyesuaian Pertambahan Kuat Geser untuk Konsolidasi Lebih 68
Gambar 6-10 Kuat Tarik Beberapa Material Geotekstil 69
Gambar 6-41 Contoh Kurva Rangkak Geotekstil 71
Gambar 6-52 Perhitungan Titik Netral Tiang 73
Gambar 8-1 Kenaikan Tegangan di Bawah Jalan Lama 77
Gambar 8-2 Penggalian Tanah Lunak di Sekitar Jalan Lama 78
Gambar 9-1 Proses Pengambilan Keputusan 80
Gambar 9-2 Perbandingan Berbagai Pilihan yang Digambarkan secara
Grafis 86
Gambar 13-1 Contoh Tata Letak Instrumentasi 101
Gambar 13-2 Frekuensi Pembacaan Instrumen 103
Gambar B-1 Hubungan antara Kuat Geser Tak Terdrainse dan Indeks
Konsistensi B6
Gambar B-2 Hubungan antara Pemampatan Primer dan Angka Pori
sebagai suatu Fungsi Batas Cair B8
(v)
Gambar B-3 Hubungan antara Indeks Pengembangan dan Angka Pori
sebagai Fungsi dari Batas Cair B10
Gambar B-4 Hubungan Antara Permeabilitas dan Angka Pori Sebagai
Fungsi dari Indeks Plastisitas dan Kadar Lempung B13
Gambar B-5 Hubungan Antara Koefisien Konsolidasi dan Batas Cair B14
Gambar G-1 Penanda Penurunan Permukaan G5
Gambar G-2 Pelat Penurunan G6
Gambar G-3 Ekstensometer Batang G7
Gambar G-4 Ekstensometer Magnetik G8
Gambar G-5 Datum Dalam & Pisometer Pipa Ukur Tegak G9
Gambar G-6 Pisometer Penumatik G10
Gambar G-7 Indikator Gelincir G11
Gambar G-8 Inklinometer G12
Tabel:
Tabel 3-1 Keuntungan dari Solusi Pekerjaan Tanah yang Umum 11
Tabel 3-2 Batasan Umum dari Penggantian Total dan Sebagian 14
Tabel 3-3 Berat Isi dari Material Ringan 25
Tabel 5-1 Nilai Kisaran yang Realistis dari Tanah Lunak 48
Tabel 5-2 Penilaian Keandalan Data 48
Tabel 5-3 Parameter Desain yang Dibutuhkan 49
Tabel 5-4 Nilai Desain Sementara untuk Tanah Lunak 50
Tabel 5-5 Parameter Desain untuk Material Timbunan 51
Tabel 5-6 Beban Lalu Lintas untuk Analisis Stabilitas 52
Tabel 5-7 Faktor Keamanan untuk Analisis Stabilitas 54
Tabel 5-8 Batas-batas Penurunan untuk Timbunan pada Umumnya 54
Tabel 5-9 Faktor Percepatan Gempa 56
Tabel 6-1 Faktor Pembagi untuk Kerusakan pada Instalasi Geotekstil 70
Tabel 9-1 Contoh Lembar Tujuan Desain 81
Tabel 9-2 Faktor-faktor dan Pembobotan untuk Proses Pengambilan
Keputusan 82
Tabel 9-3 Contoh Terpisah Keputusan Penolakan Awal 83
Tabel 9-4 Contoh Mengidentifikasii Biaya dari Dua Pilihan 84
Tabel 13-1 Kelas Instrumentasi untuk Timbunan Jalan 100
(vi)
1 Pendahuluan Panduan Geoteknik 4
Panduan Geoteknik ini memberikan informasi dan petunjuk dalam desain dan
pelaksanaan konstruksi jalan di atas tanah lunak. Panduan ini
mengidentifikasikan berbagai solusi yang mungkin untuk berbagai kondisi yang
berbeda, serta mengemukakan secara umum kelebihan dan kekurangannya
masing-masing. Karenanya, Panduan ini memberikan metodologi untuk
memilih desain yang paling cocok, dan menjelaskan bagaimana caranya Ahli
Geoteknik yang Ditunjuk mengembangkan dan mencatat proses pengambilan
keputusannya.
Petunjuk yang diberikan pada Panduan ini juga harus digunakan untuk
timbunan oprit jembatan.
Panduan ini mensyaratkan bahwa untuk setiap proyek jalan seorang Ahli, yang
dalam Panduan ini disebut sebagai Ahli Geoteknik yang Ditunjuk , akan
ditunjuk oleh Ketua Tim untuk bertanggung jawab terhadap pekerjaan
geoteknik seperti dijelaskan dalam Pengantar.
Pada Panduan Geoteknik ini istilah Ketua Tim yang dimaksud adalah seorang
yang bertanggung jawab secara langsung terhadap desain dan pelaksanaan
proyek dan merupakan atasan langsung dari Ahli Geoteknik yang Ditunjuk,
yang kepadanya dia harus memberikan laporan.
Pada tahap Studi Kelayakan dari sebuah proyek, sebuah penilaian geoteknik
awal harus dilakukan untuk mengidentifikasi apakah pertimbangan geoteknik
berpengaruh terhadap rencana trase/rute dan pemilihan alinyemen jalan. Oleh
1
karena itu, jika memungkinkan maka Ahli Geoteknik yang Ditunjuk tersebut
harus ditunjuk untuk tahap studi kelayakan.
Latar belakang dan pengalaman dari Ahli Geoteknik yang Ditunjuk akan
bervariasi bergantung pada ukuran dan kompleksitas dari proyek1. Untuk Jalan
Kabupaten, Ahli Geoteknik yang Ditunjuk harus memiliki latar belakang
keteknikan umum dan cukup mengenal daerah yang bersangkutan. Untuk skala
yang lebih besar, umumnya akan diperlukan seorang spesialis.
Untuk proyek besar seperti Jalan Nasional dimana tanah lunak menjadi
masalah, Ahli Geoteknik yang Ditunjuk harus memiliki latar belakang dan
pengalaman yang luas dalam bidang geoteknik. Sebagai tambahan ia dapat saja
dibantu oleh seorang Spesialis Geoteknik, yang walaupun dibantu, Ahli
Geoteknik yang Ditunjuk ini tetap harus bertanggung jawab penuh terhadap
Skema Mutu (Quality Scheme) seperti yang dijelaskan pada Panduan.
1
Sejumlah Asosiasi Profesi di Indonesia telah memiliki sistem sertifikasi dan skema
yang dapat digunakan dalam menentukan kualifikasi yang sesuai untuk proyek-proyek
tertentu..
2
Seorang Perekayasa Geoteknik yang Ditunjuk juga harus:
• melaporkan kepada Ketua Tim,
• menjalin hubungan dengan ahli struktur dan ahli jalan raya,
• bertanggung jawab terhadap kualitas informasi dan desain geoteknik.
Jika Ahli Geoteknik yang Ditunjuk tersebut diganti maka ia harus membuat
rangkuman dokumen Serah Terima yang memuat hasil apa saja yang telah
dicapai, dengan menggunakan Ceklis pada Lampiran A, Kepala Proyek
bertanggung jawab untuk menjamin bahwa proses serah terima ini telah
dilaksanakan.
Pendekatan yang diadopsi dalam Panduan ini adalah sama dengan yang harus
diadopsi oleh semua pekerjaan yang berhubungan dengan kegeoteknikan, yaitu:
• identifikasi masalah,
• mengumpulkan semua informasi yang dibutuhkan,
• memilih solusi-solusi yang memungkinkan,
• menganalisis solusi,
• menilai kembali biaya dan pengaruh pelaksanaan,
• mengambil keputusan atas solusi yang optimal,
• melakukan uji-coba di lapangan.
3
Keterbatasan Desain
Tiga unsur yang harus dipertimbangkan dalam setiap proses desain adalah
Biaya, Mutu dan Waktu. Unsur-unsur ini akan saling terkait dan dapat
digambarkan dalam sebuah segitiga Kualitas Waktu Biaya, seperti ditunjukkan
pada Gambar 1-1.
Kualitas
Bi a
gka
A
ya
Si n
Re
ktu
nd
Wa
ah
B C
ya
Wa
Bia
Kualitas Tinggi
kt u
Gambar 1-1 Segitiga Kualitas Waktu Biaya
4
Contoh
Sebuah jalan tol dibuat melintasi tanah lunak sepanjang 9 km. Ahli Geoteknik telah
mengiden tifikasi perlunya suatu perbaikan tanah tertentu yang harus dilakukan.
Tetapi Pemilik Proyek tidak dapat menerima biaya yang akan dikeluarkan dan memutuskan
untuk mengatasi setiap permasalahan yang muncul kemudian dengan “pemeliharaan rutin.
Tidak ada analisis terhadap biaya-keuntungan yang dilakukan.
Dua belas tahun kemudian elevasi perkerasan hanya tinggal 20cm di atas muka banjir tahunan
dan pekerjaan rekontruksi yang besar segera diperlukan.
Apakah dengan demikian Pemilik Proyek dapat dikatakan telah mendapatkan keuntungan dari
uang yang dikeluarkannya?
1.4 PERMASALAHAN
1.5.1 Pendahuluan
Seorang Perekayasa Geoteknik yang Ditunjuk harus menyadari bahwa solusi
terhadap permasalahan geoteknik dapat ditemukan di luar keahlian atau
kewenangannya. Jika permasalahan yang dihadapi cukup besar, maka ia harus
memberitahukan kepada Kepala Proyek bahwa mungkin terdapat beberapa
solusi yang dapat dilakukan untuk menghilangkan permasalahan geoteknik
tersebut daripada harus menghadapinya, sebagai contoh:
• memindahkan jalan,
• menurunkan alinyemen vertikal,
• mengganti timbunan dengan struktur.
5
1.5.2 Tipe Solusi Geoteknik
Solusi geoteknik dapat dibagi menjadi Solusi yang meliputi pekerjaan tanah
(earthworks) saja, yaitu Solusi dengan Pekerjaan Tanah (Earthworks Solutions),
dan solusi-solusi yang mengharuskan adanya perbaikan pada tanah fondasi,
yaitu Solusi Perbaikan Tanah (Ground Improvement Solutions). Kedua
kelompok ini akan dijelaskan secara terpisah pada Bab 3 dan 4, meskipun
demikian kombinasi dari kedua metode tersebut dapat saja diterapkan pada
kondisi-kondisi tertentu.
6
Memindahkan Jalan
Rute alinyemen jalan umumnya ditentukan bukan berdasarkan pertimbangan Geoteknik. Oleh
karenanya jarang seorang Ahli Geoteknik yang Ditunjuk dilibatkan dalam penentuan rute
tersebut.
Meskipun demikian, pada daerah tanah sulit seperti pada daerah-daerah gambut Riau dan
Kalimantan, pertimbangan geoteknikmerupakan hal yang cukup penting yang harus
diperhitungkan pada waktu perencanaan rute jalan.
Sebagaimana dijelaskan pada Panduan Geoteknik 1, kedalaman gambut akan bervariasi dari
hanya beberapa meter saja hingga ke kedalaman 20m-an . Sebagaimana akan dibahas
kemudian pada Panduan ini, untuk jalan di atas lapisan gambut yang tipis, solusinya relatif
sederhana dan murah. Tetapi untuk mendapatkan suatu konstruksi timbunan yang memuaskan
di atas lapisan gambut yang tebal, akan membutuhkan solusi yang sangat mahal atau
konstruksi bertahap jangka panjang yang lama.
Karena lalu lintas pada jalan di atas daerah ini biasanya relatif rendah, maka akan lebih baik
mempertimbangkan untuk memilih trase yang dapat memperkecil rute melintasi lapisan gambut
yang tebal, walaupun dengan konsekuensi adanya pembiayaan untuk jalan yang lebih panjang.
Oleh karenanya Ahli Geoteknik yang Ditunjuk seharusnya dilibatkan dalam analisis bi aya-
keuntungan (cost benefit) proyek jalan tersebut, sebelum alinyemen akhir ditetapkan.
Contoh:
Kontur kedalaman gambut diambil dari suatu daerah di Jambi ini menunjukkan adanya
kemungkinan dari rute menjauhi areal gambut yang dalam, dengan konsekuensi adanya
tambahan biaya karena penambahan panjang jalan. Hanya dengan melakukan analisis biaya-
keuntungan dengan membandingkan biaya konstruksi pada gambut yang dalam, pembiayaan
jangka panjang untuk perawatan, kualitas yang rendah jika tidak diambil tindakan yang
semestinya dengan tambahan biaya yang dikeluarkan oleh pengguna jalan untuk melalui rute
jalan yang lebih panjang, kemudian alternatif desain yang paling ekonomis dapat dinilai .
7
2 Pertimbangan Menyeluruh dalam Desain
2.1 UMUM
Kemungkinan pelaksanaan
• Pernahkah solusi desain yang sedang dipertimbangkan berhasil
dilaksanakan di Indonesia sebelumnya?
• Dapatkah solusi desain pemecahan tersebut dilaksanakan dengan keahlian
dan material yang tersedia?
• Dapatkah mutu yang disyaratkan tercapai? Hal ini merupakan
pertimbangan utama dari pilihan-pilihan yang secara teknis lebih
kompleks, dimana keruntuhan sebuah elemen dari sistem dapat
menghasilkan keruntuhan total dari jalan.
Apakah ada persyaratan pemeliharaan tertentu, dan jika ada, dapatkah hal
tersebut secara layak dipenuhi? Adalah relatif mudah untuk mendatangkan
keahlian khusus untuk pelaksanaan konstruksi, tetapi jika hal tersebut akan
disyaratkan juga dalam masa pemeliharaan, maka sepertinya hal tersebut akan
tidak dapat dipenuhi dengan biaya yang layak.
Pembiayaan
8
Ketersediaan material dapat diperoleh dari bank data bahan bangunan Indonesia
(yang dikembangkan oleh Pusat Litbang Prasarana Transportasi, 1997), tetapi
informasi dari kumpulan data ini harus diverifikasi kembali melalui evaluasi
setempat dari sumber yang ada.
Isu Lingkungan
9
Spesifikasi
Sebuah keputusan harus diambil dalam hal apakah spesifikasi tersebut secara
layak dapat dipenuhi, dan evaluasi harus dilakukan terhadap akibat dari tidak
bisa dipenuhinya spesifikasi tersebut .
Program Pelaksanaan
10
3 Solusi dengan Pekerjaan Tanah
3.1 PENDAHULUAN
Lima metode solusi pekerjaan tanah yang telah diterima dan diterapkan di
Indonesia adalah:
• Penggantian Material (Replacement),
• Berem Pratibobot (Counterweight Berms),
• Penambahan Beban (Surcharging)
• Konstruksi Bertahap (Staged Construction)
• Penggunaan Material Ringan (Use of Light Material)
Penggantian Material P P
Berem Pratibobot P
Penambahan Beban P
Konstruksi Bertahap P
Deskripsi yang lebih rinci atas kelebihan dan kekurangan dari solusi-solusi
tersebut dijelaskan pada bagian berikut , dan Ceklis 2 sampai 5 yang berkaitan
dengan hal tersebut diberikan pada Lampiran A untuk digunakan oleh Ahli
Geoteknik yang Ditunjuk.
3.2.1 Teknik
Tanah lunak yang kompresibel dibuang, baik sebagian atau seluruhnya, dan
digantikan dengan material yang baik seperti ditunjukkan pada Gambar 3-1 dan
Gambar 3-2. Pembuangan lapisan tanah lunak tersebut akan dapat
11
menyelesaikan masalah stabilitas dan penurunan, karena timbunan akan
diletakkan pada lapisan yang lebih keras dan sebagian besar penurunan akan
dapat dihilangkan.
Tanah lunak
Tanah keras
Tanah lunak
Tanah keras
Gambar 3-2 Penggantian Sebagian
Metode pendesakan ini tidak disarankan karena sangat sulit dikontrol, dan
lapisan dari tanah lunak sering terjebak di bawah timbunan, yang dapat
menyebabkan terjadinya beda penurunan yang besar. Peledakan membutuhkan
keahlian khusus dan umumnya secara teknik bukan merupakan suatu metode
yang cocok atau praktis.
12
Tempat Pembuangan
Sebuah lokasi yang dari sudut lingkungan dapat diterima untuk menimbun
material buangan, harus tersedia pada jarak yang cukup dekat dari areal proyek.
Hal ini mungkin akan menjadi masalah bila proyek terletak pada daerah
perkotaan.
Penimbunan Kembali
Material berbutir yang lolos air (granular free draining material) seperti pasir,
kerikil atau campuran antara pasir dan kerikil digunakan sebagai material
timbunan bila penimbunan dilakukan di bawah permukaan air. Tanah kohesif
dapat digunakan jika penggalian dilakukan dalam kondisi kering dan material
timbunannya dapat dipadatkan lapis-perlapis seperti yang biasa disyaratkan.
Pada areal tanah lunak yang luas, khususnya pada dataran gambut, penimbunan
dengan material berbutir akan sangat mahal. Oleh karena itu akan bermanfaat
kiranya untuk menilai biaya dan keuntungan dengan melakukan pengeringan
gambut yang cukup permeabel, sehingga memungkinkan untuk menggunakan
material timbunan dengan kelas yang lebih rendah.
Pada penggalian sebagian, lapisan dengan material yang lolos air diperlukan
sebagai lapis drainase (drainage blanket) pada dasar timbunan untuk
mempercepat konsolidasi dari sisa lapisan lunak selama waktu pelaksanaan.
3.2.3 Aplikasi
Batasan praktis secara umum untuk penggantian material lunak ditunjukkan
pada Tabel 3-2.
13
Tabel 3-2 Batasan Umum dari Penggantian Total dan Sebagian
6 Tidak cocok
8 Tid ak cocok
9
10
Bila bagian atas dari tanah lunak terdiri atas lapisan kerak yang keras, maka
penggantian material akan membuang lapisan yang sangat baik ini, yang akan
mendukung stabilitas timbunan dan dapat dijadikan sebagai lantai kerja
peralatan konstruksi . Karena itu, bila terdapat lapisan kerak yang memadai,
solusi yang diambil harus mempertimbangkan lapisan ini untuk tidak dibuang.
14
Ahli Geoteknik yang Ditunjuk harus mempersiapkan ceklis (Lampiran A.
Ceklist 2), untuk mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan mana yang
relevan, dan menambahkan keterangan lain yang relevan. Ceklis ini merupakan
bagian dari Laporan Desain sebagai data pendukung terhadap keputusan metode
yang diambil.
Jika material pengganti ditimbun di bawah permukaan air dan tidak dapat
dipadatkan, penggunaan suatu beban tambahan untuk memadatkannya harus
dipertimbangkan.
3.3.1 Teknik
Prinsip dari metode berem pratibobot, kadang juga disebut sebagai metode
berem tekan (pressure berms), adalah dengan menambahkan beban pada sisi
timbunan untuk menaikkan perlawanan terhadap longsoran atau geseran lateral
sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 3-3. Bila digunakan di depan timbunan
oprit jembatan, metode ini akan dapat meningkatkan stabilitas yang dapat
mengurangi tekanan yang terjadi pada bangunan bawah jembatan.
Cara ini akan sangat efektif untuk menyelesaikan masalah stabilitas tetapi tidak
akan menyelesaikan masalah penurunan yang terjadi. Oleh karena itu cara ini
sebaiknya dikombinasikan dengan metode lainnya, misalnya dengan metode
penyalir vertikal.
15
berem berem
Tanah lunak
Tanah keras
berem berem
Tanah lunak
Tanah keras
Gambar 3-4 Berem Pratibobot Ganda
Solusi dengan berem pratibobot ini hanya mungkin dilaksanakan jika terdapat
ruang yang cukup untuk timbunan berem. Lebar berem yang dibutuhkan akan
bergantung pada kedalaman/ketebalan dari lapisan lunak.
16
3.3.2 Metode dan Prosedur
Pada tanah gambut akan lebih baik bila berem dan timbunan utama dilakukan
secara bertahap. Berem pada kedua sisi dibangun terlebih dahulu, kemudian
timbunan utamanya dinaikkan di antara kedua berem tersebut. Dengan tahapan
seperti ini, berem tersebut akan memampatkan dan memperkuat gambut di luar
zona timbunan utama. Jadi berem tersebut akan berlaku secara efektif untuk
mengurung dan melawan gerakan lateral yang terjadi.
Dengan menggunakan metode ini akan ada resiko air menggenang pada
timbunan utama sebelum timbunan tersebut mencapai tinggi yang sama dengan
berem. Untuk mengatasi hal ini timbunan utama harus dibangun mengikuti bahu
di belakangnya, dengan jarak sekitar dua kali lebar dasar dari timbunan utama.
Permukaan dari timbunan utama juga harus dipertahankan agar mempunyai
kemiringan ke arah depan ujung yang terbuka. Detil dari prosedur ini
ditunjukkan pada Gambar 3-5.
Pada lempung lunak, sisi berem harus dibangun secara simultan dengan
timbunan utama, dihampar dan dipadatkan lapis perlapis. Kriteria untuk
penetapan spesifikasi material timbunan untuk berem adalah: berat, stabilitas
dan dapat dilewati (traffickability), dimana ketiganya akan saling berkaitan.
Meskipun demikian, syarat mutu material yang digunakan untuk berem tidak
seketat seperti yang digunakan untuk timbunan utama, oleh karena itu material
lokal yang tersedia dengan kualitas yang lebih rendah dari yang biasanya
digunakan untuk timbunan, dapat digunakan untuk berem, asalkan dapat
dipadatkan dengan baik.
17
3.3.3 Pertimbangan Konstruksi
Pada Panduan ini tidak disyaratkan bahwa mutu timbunan yang digunakan
untuk berem harus sama dengan kualitas material yang digunakan untuk
timbunan utama. Meskipun demikian, bila timbunan utama dan berem dibangun
secara simultan dan bahan yang digunakan berbeda, maka hal ini akan
menimbulkan kesulitan dalam kontrol mutu di lapangan. Bila Ahli Geoteknik
yang Ditunjuk tidak puas dan pengendalian mutu tidak bisa dijaga, maka ia
harus menetapkan material timbunan dengan menggunakan bahan yang sama.
Pada daerah dimana material timbunan sangat mahal untuk didapat, maka
kemungkinan akan adanya pencurian material timbunan, merupakan suatu
kelemahan dari metode ini.
3.4.1 Teknik
Penambahan beban merupakan sebuah metode untuk menghilangkan atau
mengurangi penurunan jangka panjang dengan memberikan beban tambahan
sementara di atas timbunan untuk mempercepat penurunan primer .
Beban yang diberikan harus cukup, sehingga penurunan yang terjadi selama
pelaksanaan akan sama dengan penurunan total yang akan atau sisa penurunan
lebih kecil dari penurunan pasca konstruksi yang diijinkan. Jika penurunan yang
diinginkan telah dicapai, maka beban tambahan tersebut dibuang atau
dipindahkan.
18
Ketebalan dari Lapisan Lunak Kompresibel
Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suatu derajat konsolidasi tertentu akan
proporsional dengan pangkat dua dari jarak tempuh pengaliran air. Lapisan
tanah yang relatif tipis atau dangkal dapat dikonsolidasikan lebih cepat sehingga
penurunan total yang diinginkan dapat dicapai selama masa pelaksanaan.
Lapisan tanah lempung lunak yang tebal akan memerlukan waktu puluhan
tahun untuk mencapai konsolidasi 90%.
Untuk kasus ini, dan untuk nilai kecepatan konsolidasi tertentu, cv, waktu untuk
mencapai 50 dan 90% konsolidasi ditunjukkan pada Gambar 3-6.
Waktu (tahun)
0.1 1.0 10.0 100.0 1000.0
0
4 U= 50% cv =
1m2/tahun
Jarak Tempuh (m)
6
U= 50% cv =
8 3m2/tahun
10 U= 50% cv =
8m2/tahun
12
U= 90% cv =
14 1m2/tahun
U= 90% cv =
16
3m2/tahun
18
U= 90% cv =
8m2/tahun
20
Jadi jelas bahwa hanya untuk lempung dengan lintasan drainase yang kurang
dari 10m dan dengan nilai cv yang lebih tinggi (lempung yang lebih permeabel),
sebagian besar penurunan terjadi selama masa pelaksanaan.
19
Lapisan Drainase
Lapisan lanau bersih (clean silt), pasir atau kerikil dalam profil tanah akan
berfungsi sebagai lapis drainase horisontal, sehingga dapat memperpendek
drainase dalam tanah lunak yang selanjutnya akan mempercepat proses
konsolidasi.
Waktu Pelaksanaan
Tanah Lunak
Tanah keras
a) beban tambahan
Tanah Lunak
Tanah keras
b) beban tambahan + berem pratibobot
Tanah Lunak
Tanah keras
c) beban tambahan + penyalir vertikal
Gambar 3-7 Beban Tambahan yang Dikombinasikan dengan Sistem Lain
20
Kuat Geser
Kuat geser tak terdrainase dari lempung lunak dekat permukaan di Indonesia
berada pada kisaran 10 hingga 20kN/m2. Kuat geser tak terdrainase yang rendah
sebesar 10 kN/m2 hanya dapat mendukung timbunan dengan tinggi sekitar 2
hingga 3 m. Penambahan beban ekstra akan menimbulkan permasalahan
stabilitas jika beban ekstra tersebut ketinggiannya melampaui tinggi kritis yang
dapat didukung oleh tanah di bawahnya. Pada kondisi ini, metode ini harus
dikombinasikan dengan metode lain seperti: berem pratibobot atau konstruksi
bertahap, untuk meningkatkan tinggi kritis timbunan. Beberapa contoh
ditunjukkan pada Gambar 3-7.
3.4.3 Aplikasi
Karena metode penambahan beban ini akan mengurangi stabilitas pada tanah
lunak, maka metode ini paling cocok untuk areal reklamasi yang luas dimana
stabilitas bagian pinggir dapat diatasi secara terpisah, atau untuk jalan dimana
metode berem pratibobot dapat diterima.
Bila material beban tambahan tersebut tidak akan digunakan untuk timbunan di
tempat lain, penghematan biaya dapat dilakukan dengan menggunakan material
dengan standar yang lebih rendah pada bagian atas dari beban tambahan
tersebut yang nantinya akan dipindahkan.
Bila metode penambah beban ini yang akan diterapkan, maka Ahli Geoteknik
yang Ditunjuk harus mempersiapkan Panduan Teknik untuk digunakan oleh
Konsultan Supervisi selama waktu pelaksanaan. Panduan ini harus memuat
kriteria yang akan digunakan yang mengidentifikasikan saat tambahan beban
tersebut dapat dipindahkan (dip otong).
21
Penggunaan Kontrak di Muka(Advanced Contract)
Penerapan Kontrak Pekerjaan Tanah di Muka (Advance Earthworks Contract) untuk
pekerjaan penambahan beban akan menghilangkan ketidakpastian dan biaya yang akan
muncul jika pekerjaan tersebut dimasukkan di dalam kontrak utama. Tetapi, akan
menambah kompleksitas kontrak dan memperpanjang waktu pelaksanaan total.
3.5.1 Teknik
Kenaikan kuat geser penuh hanya akan terjadi tepat di bawah areal timbunan
paling tinggi dan menurun ke arah kaki. Perkiraan yang ditunjukkan pada
Gambar 3-8 cukup memadai untuk keperluan analisis stabilitas.
22
Sama dengan metode penambahan beban tambahan, metode konstruksi bertahap
ini akan efektif pada kondisi tanah yang memungkinkan terjadinya disipasi
secara cepat dari tekanan pori, yaitu permeabilitas tinggi, lapisan tanah lunak
tipis, adanya lapisan drainase. Jika tidak, metode konstruksi bertahap ini harus
dikombinasikan dengan metode panyalir vertikal untuk meningkatkan
kecepatan konsolidasi.
Waktu
Gambar 3-9 Kecepatan Penimbunan yang Dikontrol
Tahapan Tinggi
yang Ditentukan
Tinggi timbunan
Waktu istirahat
yang ditentukan
h2
h1
Waktu
Gambar 3-10 Penimbunan yang Dikontrol Bertahap
23
Time, t
3.5.3 Pertimbangan Pelaksanaan
3.6.1 Teknik
Stabilitas dan besarnya penurunan pada timbunan jalan yang dibangun di atas
tanah lunak, akan bergantung pada berat timbunan. Karena itu mengurangi berat
timbunan akan dapat mengurangi tegangan yang terjadi pada tanah di bawah
timbunan dan mengurangi penurunan yang berlebihan dan ketidakstabilan.
Dengan menggunakan material yang lebih ringan dibandingkan dengan material
timbunan yang biasa digunakan, maka berat timbunan akan dapat dikurangi.
Tabel 3-3 berikut menunjukkan berat isi dari material yang dapat digunakan
untuk timbunan.
24
Tabel 3-3 Berat Isi dari Material Ringan
Busa EPS telah digunakan di Inggris, Jepang , Swedia, Perancis, Amerika dan
Kanada untuk konstruksi timbunan jalan di atas tanah lunak. Material ini sangat
ringan, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3-3.
Secara komersil material ini telah tersedia di Indonesia, tetapi harganya sangat
mahal. Per meter kubik harga EPS ini sama dengan dengan harga dari satu
kubik beton, oleh karena itu pembangunan timbunan jalan dengan
menggunakan EPS akan sangat mahal. Tetapi material ini dapat
dipertimbangkan untuk areal yang terbatas seperti pada timbunan oprit jembatan
atau material timbunan belakang (backfill) dinding penahan tanah.
Untuk desain jembatan tahan gempa, timbunan belakang untuk tipe pangkal
jembatan standar memberikan tahanan terhadap beban longitudinal jembatan
yang disebabkan oleh gempa. Oleh karena itu penerapan EPS untuk timbunan
pada oprit jembatan harus dikonsultasikan dengan desainer jembatan.
Timbunan dengan menggunakan EPS di atas gambut yang cukup dalam telah
dicoba oleh Pusat Litbang Prasarana Transportasi dan Universitas Indonesia di
Lokasi Uji Coba timbunan di Berengbengkel, Kalimantan. Hasil dari percobaan
tersebut dapat dilihat pada CD Panduan Geoteknik.
3.6.3 Aplikasi
Pada keadaan tertentu, jika penggunaan dari material ini cukup atraktif, maka
uji coba timbunan harus dilakukan dan Spesifikasi dan Metode Pelaksanaan
harus dibuat untuk aplikasi khusus ini.
25
4 Solusi dengan Perbaikan Tanah
4.1 PENDAHULUAN
Solusi dengan perbaikan tanah yang diadopsi dan telah diterima luas di
Indonesia meliputi:
• Penyalir Vertikal,
• Fondasi Tiang,
• Matras, dengan atau tanpa tiang.
Detil sistem ini, dan pilihan untuk metode tersebut dengan keuntungan dan
kelemahan masing-masing, dikemukakan pada bab berikut. Ceklis 6 sampai 8
dapat dilihat pada Lampiran A.
Metode lain dari perbaikan tanah yang belum diadopsi dan diterima secara luas
di Indonesia, secara singkat dijelaskan pula pada Bab 4.5. Penggunaan salah
satu dari sistem tersebut memerlukan persetujuan, spesifikasi dan metode
pelaksanaan khusus.
4.2.1 Teknik
26
T(v.h).H 2
t= ( 4-1)
c ( v h)
,
dengan:
t adalah waktu konsolidasi;
T(v,h) adalah faktor waktu;
H adalah panjang lintasan drainase;
C(v,h) adalah koefisien konsolidasi .
Untuk lapisan tanah lunak yang lebih dalam, keberadaan dari penyalir vertikal
akan mengurangi jalur drainasenya, dan oleh karenanya akan mempercepat
proses konsolidasi.
27
Dapatkah timbunan
sampai ketinggian
penuh dibangun
dalam satu tahap?
TIDAK
YA
MASUKKAN
KONSTRUKSI
BERTAHAP
Apakah tersedia
waktu yang cukup
dalam kontrak untuk TIDAK
memberi kesempatan
dicapainya penurunan
yang diinginkan ? TIDAK
ATAU
MASUKKAN
MASUKKAN PVD PENAMBAHAN
BEBAN
YA
Apakah tersedia
waktu yang cukup
dalam kontrak untuk
YA
memberi kesempatan
dicapainya penurunan
yang diinginkan ?
TIDAK
Gambar 4-1 Bagan Alir Pengambilan Keputusan untuk Metode Penyalir Vertikal
28
4.2.2 Metode dan Prosedur
Material yang digunakan untuk penyalir pasir (sand drain) harus didesain
sehingga a) mempunyai kemampuan penyaringan sehingga setiap lanau atau
pasir halus di dalam tanah tidak akan menyumbat aliran, dan b) cukup
permeabel untuk memberikan kapasitas drainase yang disyaratkan. Gradasi
pasir harus dipilih sesuai untuk keperluan penyaringan dan diameter penyalir
harus ditentukan untuk menghasilkan kapasitas drainase yang diperlukan. Oleh
karenanya desainnya akan spesifik untuk setiap lokasi, dan spesifikasi umum
untuk gradasi pasir tidak dapat diberikan dalam Panduan ini.
29
ketahanannya terhadap degradasi fisik dan biokimia dalam berbagai kondisi
cuaca dan lingkungan yang tidak ramah.
Sistem penyalir dengan PVD harus dipasang dengan mandrel yang ujungnya
tertutup (closed-end mandrel) yang dimasukkan ke dalam tanah baik dengan
penetrasi statis maupun pemancangan dengan vibrator. Tingkat kerusakan atau
gangguan pada tanah yang ditimbulkannya bergantung pada bentuk dan ukuran
dari mandrel dan sepatu yang dapat dilepaskan (detachable shoe) pada dasar
mandrel, yang digunakan untuk mengangkut material ini ke dalam tanah.
Gangguan yang timbul apabila digunakan sistem penyalir PVD akan lebih kecil
dibandingkan dengan yang ditimbulkan oleh penyalir pasir konvensional
dengan pendesakan.
Untuk proyek kecil, dapat digunakan satu rig yang dapat mencapai kecepatan
pemasangan hingga 300 m 2 per hari2. Di Pelabuhan Laut Belawan, dimana
penyalir tersebut dipasang sampai kedalaman antara 20 dan 45m, pemasangan
dapat mencapai hasil rata-rata 2300m penyalir PVD per rig per 10 jam per hari
2
Dalam Proyek IGMC 2 pada uji coba timbunan di Kaliwungu, pemasangan PVD
sampai kedalaman 20m dengan spasi 1.2m telah dipasang dengan satu dengan
kecepatan 300m2 per hari.
30
(Nicholls, Barry & Shoji, 1984). Mesin yang dapat memasang drainase ini
hingga kedalaman 60 m dengan kecepatan 1 m/detik sekarang telah tersedia di
beberapa negara (Choa, 1985).
Selimut pasir harus dipasang pada lapisan pertama dari timbunan untuk
memberi jalan kepada air yang keluar dari penyalir. Syarat-syarat dari selimut
pasir ini adalah:
1) Penempatan: harus dipasang pada elevasi yang secara praktis serendah
mungkin untuk memperkecil tekanan balik pada penyalir.
2) Ketebalan: harus cukup untuk memberikan suatu lapisan yang memadai
(reliable interface) antara selimut pasir dengan penyalirnya, yang dalam
hal ini akan bergantung pada metode pemasangan sebagaimana akan
dibahas berikut ini. Tebal minimum 30cm harus dipakai.
3) Kemiringan melintang (crossfall): Lapisan pasir harus mempunyai
kemiringan melintang awal dari tengah ke pinggir timbunan untuk
memberikan drainase positif; kemiringan melintang awal ini dapat juga
dinaikkan untuk konpensasi terjadinya beda penurunan yang terjadi antara
tengah dan pinggir.
Walaupun demikian, meninggikan selimut di bagian tengah supaya lebih
miring akan menambah kerumitan pelaksanaan. Oleh karena itu pemberian
kemiringan tidak disarankan.
4) Gradasi (grading): untuk dapat berfungsi sebagai filter yang memadai
sebagaimana dijelaskan berikut, selimut pasir perlu didesain untuk
mendapatkan permeabilitas yang diinginkan yang harus dihitung sebagai
berikut:
• putuskan kapan selama proses konsolidasi selimut pasir harus mampu
mengalirkan air (discharge). Waktu untuk 5% konsolidasi akan cukup
memadai. Ini berarti sebelum sampai pada waktu/saat tersebut, selimut
akan dipenuhi air dan efisiensi pengaliran air menjadi kurang dari
100%,
• hitung kecepatan pengaliran air tersebut pada waktu konsolidasi 5%
atau tingkat konsolidasi lain yang dipilih,
• dengan menggunakan Hukum Darcy’s, hitung aliran horisontal air pada
selimut dengan menggunakan separuh lebar dan tebal selimut untuk
mendapatkan permeabilitas yang diinginkan,
• pilih gradasi material untuk memberikan permeabilitas yang
diperlukan. Panduan untuk itu dapat diperoleh dari Gambar 4-2 dan
Gambar 4-3.
31
Permeabilitas m/detik
100 1 0.5 x 10^-4
90 % 2 6.6 x 10^-4
80 3 2.7 x 10^-2
70 4 2.9 x 10^-1
5 3.7 x 10^-1
60
6 0.5 x 10^-4
50
7 4.1 x 10^-4
40
8 1.1 x 10^-3
30 9 3.6 x 10^-3
20 10 9.2 x 10^-3
10 11 1.1 x 10^-2
0 Contoh Selimut Pasir
0.01 0.1 1 10 100
mm
Gambar 4-2 Hubungan dari Ukuran Butir dengan Permeabilitas pada Pasir (GCO, 1982)
Lempung
1.00E-07
1.00E-08
1.00E-09
1.00E-10
1.00E-11
Contoh selimut pasir pada Gambar 4.2 adalah sebuah usulan yang diambil
dari sebuah kontrak proyek jalan di Indonesia belakangan ini. Terlihat
bahwa permeabilitas dari gradasi yang dispesifikasikan in i hanya akan
berada pada kisaran 10 -6 hingga 10-7 m/detik, yang sepertinya tidak akan
dapat memberikan drainase yang diinginkan.
32
• gunakan batu atau kerikil pecah berukuran tunggal (crushed single
sized gravel)
• menggunakan pasir lokal, tetapi dengan memasang pipa drainase lateral
dengan jarak yang sesuai untuk mengurangi lintasan pengaliran air.
5) Filter: Ini disyaratkan untuk mencegah masuknya butir tanah ke dalam
selimut drainase yang dapat menyumbat dan mengurangi efisiensi
pengaliran air. Filter bagian atas dan bawah harus menggunakan lapisan
pasir dengan gradasi maupun ketebalan yang sesuai dengan desain filter
yang biasa, ataupun dengan menggunakan filter geotekstil dengan desain
yang sesuai.
Jika selimut pasir diletakkan langsung di atas tanah lunak, maka saringan
bawah ini tidak diperlukan lagi.
Analisis gradasi sumber pasir untuk selimut pasir harus dilakukan dengan metode penyaringan
basah (wet sieving method). Saringan kering (dry sieving) dapat menghasilkan perkiraan yang
terlalu rendah akan banyaknya material halus, yang dapat menyebabkan perkiraan yang terlalu
tinggi terhadap nilai permeabilitas, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4-3.
Sebuah lantai kerja biasanya dibutuhkan untuk alat berat untuk memasang PVD.
Lantai kerja ini dapat berpengaruh terhadap efisiensi penyalir selanjutnya,
sehingga Ahli Geoteknik yang Ditunjuk harus :
1) Menyiapkan desain yang termasuk lantai kerja.
2) Dikonsultasikan jika kontraktor mengusulkan perubahan.
Sistem yang lebih disukai adalah dengan menghampar selimut pasir dan filter
lainnya, kemudian 50cm material timbunan dihampar sebagai lantai kerja.
Kelemahan dari metode ini adalah:
1) bila lokasi tersebut terkena banjir maka selimut pasir akan mengalami
segregasi atau terkontaminasi selama proses penghamparannya.
2) jika digunakan filter geotekstil, maka geotekstil tersebut akan tertusuk
sewaktu pemasangan PVD.
33
Pendekatan alternatif adalah dengan memasang lantai kerja dengan ketebalan
yang cukup yang dapat mendukung beban peralatan. Kemudian satu jalur
selimut pasir dihampar dan PVD dapat dipasang melaluinya dan peralatan
berdiri di selimut pasir tersebut. Alat pancang kemudian mundur, dan lapisan
selimut pasir berikutnya dihampar dan selanjutnya proses pemasangan diulangi.
Prosedur ini dapat dilihat pada Gambar 4-4.
Catatan Kasus
Sebuah oprit jembatan di atas lempung lunak yang dalam, disyaratkan untuk ditimbun setelah
penyalir vertikal dipasang dengan menggunakan metode konstruksi bertahap selama masa 15 bulan.
Kontraktor memasang penyalir tersebut tanpa menyerahkan metode pelaksanaan yang menjelaskan
bagaimana cara memasangnya penyalir. Kontraktor tersebut tidak menghampar selimut pasir
sebelum memasang penyalirnya.
Sebagai akibat dari sejumlah faktor luar, Kontraktor tersebut tidak melanjutkan tahap penimbunan
berikutnya. Lokasi tersebut dibiarkan terbuka begitu saja selama enam bulan. Setelah enam bulan,
penyalir yang terbuka tersebut telah mengalami dekomposisi seluruhnya akibat sinar ultra violet dari
matahari. Lanau yang berasal dari kegiatan di sekitar areal tersebut telah mengkontaminasi material
drainase tersebut. Pebaikan menyeluruh dibutuhkan untuk meyakinkan bahwa penyalir tersebut
akan dapat berfungsi dengan baik bila penimbunan akan dimulai kembali. Akibat lebih jauh adalah
tertundanya kegiatan penimbunan selanjutnya.
34
4.2.6 Contoh Penggunaan
4.3 TIANG
4.3.1 Teknik
35
tanah
lunak
tanah
keras
a) Memikul Keseluruhan
tanah
lunak
tanah
keras
b) Memikul Sebagian
tanah
lunak
tanah
keras
c) Memikul Setempat
Beban ditransfer dari timbunan ke tiang melalui salah satu perantara berikut ini:
• Lantai Struktural (Structural Slab) : pada kasus ini tiang dan lantai
membentuk suatu unit struktural,
• Kepala Tiang (Pile Caps) : material timbunan harus menapak di antara
kepala tiang ,
• Matras: matras menyebarkan beban ke tiang atau kepala tiang. Matras
dijelaskan pada Bab 4.4.
36
disebut “tiang bakau”. Biasanya tiang yang digunakan berukuran panjang 4
hingga 6 m dan dengan diameter 10 cm. Tiang ini juga membantu memikul lalu
lintas selama pelaksanaan konstruksi. Tiang kayu dengan sambungan telah
berhasil digunakan sampai kedalaman 12 m.
Kepedulian akan masalah lingkungan juga harus diperhatikan bila solusi dengan
menggunakan tiang kayu ini yang menjadi pilihan. Penggunaan kayu dari hutan
yang tidak dapat diperbaharui harus dihindari.
Tiang Beton
Untuk tanah lunak yang lebih dalam, dan bila kapasitas daya dukung beban
yang lebih besar diperlukan, penggunaan dari tiang beton pracetak akan lebih
cocok. Tiang pracetak berbentuk persegi atau segitiga dengan sisi berukuran 10
hingga 40cm, akan memberikan kapasitas daya dukung yang cukup besar.
Tiang-tiang ini dapat disambung untuk mencapai kedalaman yang dibutuhkan,
baik dengan menggunakan sambungan mekanik, maupun dengan pengelasan
ataupun kombinasi dari keduanya.
Untuk tiang dengan daya dukung yang lebih besar, tiang pipa beton (spun piles)
telah tersedia. Tiang tipe ini akan memberikan beberapa keuntungan
dibandingkan dengan tiang persegi.
Timbunan yang dipikul oleh tiang beton dengan menggunakan lantai beton dan
secara populer dinamakan timbunan bertiang (piled embankment) atau lantai
bertiang (piled slabs) seperti ditunjukkan pada Gambar 4-6 a,b, dan c. Tiang
yang biasa digunakan berupa beton pracetak berukuran 25 x 25 cm persegi ;
tiang pipa beton dengan diameter 300mm juga telah digunakan . Lantai tinggi
seperti ditunjukkan pada Gambar 4-6 di Indonesia disebut “Kaki Seribu
biasanya digunakan untuk jalan dengan elevasi yang tinggi seperti untuk
timbunan oprit jembatan.
37
a) Lantai bertiang standar (standard piled slab)
Kepala tiang yang terdiri atas, contohnya, kepala beton pracetak berukuran 0.8
x 0.8 sampai 1.5 x 1.5 m dan tiang yang bertindak sebagai satu kesatuan.
Kepala tiang ini menahan hampir keseluruhan beban timbunan dengan aksi
lengkung (arching action), dan kadang dibantu dengan memasang geotekstil di
atasnya. Beberapa konfigurasi yang khas untuk model ini ditunjukkan pada
Gambar 4-7.
38
a) Kepala tiang dengan tapak (pile caps with arching of fill)
b) Kepala tiang dengan tapak yang diperkuat dengan geogrid (pile caps with
arching enhanced by use of geogrid)
39
Pengalaman dari uji coba timbunan dengan menggunakan tiang beton mikro
dengan matras beton bersambung pada lapisan gambut yang dalam 3
menunjukkan bahwa sistem ini sangat mahal dan hanya memberiikan sedikit
pengaruh terhadap pengurangan penurunan.
Juga pengangkutan tiang beton yang besar akan memerlukan alat berat yang
akan tidak praktis untuk diterapkan pada lapisan tanah dasar yang sangat lunak.
Lantai kerja harus didesain dengan semestinya serta harus diperhitungkan dalam
desain akhir.
Tipe konstruksi lantai tiang telah dibangun pada Seksi III dari Jalan Lingkar
Utara Semarang dan Jalan Tol Surabaya –Gresik. Uji-coba telah dilakukan oleh
Pusat Litbang Prasarana Transportasi pada areal gambut yang dalam di
Berengbengkel, Kalimantan dengan menggunakan tiang mikro dengan matras
beton.
4.4 MATRAS
4.4.1 Teknik
Jika lapisan bagian atas dari tanah lunak tersebut sangat lunak (tak ada lapisan
kerak), matras dapat digunakan untuk mendukung lalu lintas peralatan selama
pelaksanaan. Matras juga akan mencegah tenggelamnya material timbunan ke
dalam lapisan tanah sangat lunak dan dapat mengurangi beda penurunan yang
terjadi pada timbunan.
Matras yang diperkuat dengan geotekstil , geogrid atau yang dibuat sebagai
geosel akan memberikan dukungan untuk menstabilkan timbunan pada tanah
lunak.
Matras dapat juga digunakan untuk mengganti atau mengurangi ukuran kepala
tiang pada konstruksi.
Matras dapat dibuat dari korduroi kayu , bambu gelondongan atau lembaran
(fascine) , ataupun geosintetis (geotekstil, geogrid, geosel) dengan batu pecah
yang memiliki kualitas yang baik.
Tanggungjawab untuk menyediakan jalan masuk atau jalan kerja umumnya terletak pada Kontraktor.
Meskipun demikian, untuk timbunan jalan pada tanah lunak, Ahli Geoteknik yang Ditunjuk harus
memastikan bahwa pekerjaan sementara tidak akan mempengaruhi pekerjaan permanen, karenanya
jalan masuk/jalan kerja harus didesain dengan baik.
3 Harusdiperhatikan bahwa bila Kontraktor menimbun
Uji timbunan di Berengbenkel, Kalimantan Tengah, lapis pertamapada
lihat laporan timbunan dengan cara
CD Panduan
menumpahkan (end tip) material di atas lapisan tanah yang sangat lunak, cara ini akan menimbulkan
Teknik
gelombang lumpur yang serius yang akan menyebabkan terjadinya beda penurunan jangka panjang
yang cukup besar.
40
4.4.2 Contoh Penggunaan
Matras yang diperkuat dengan geogrid diatas tiang kayu telah digunakan untuk
mendukung timbunan tinggi satu meter pada gambut dengan kedalaman delapan
meter di Sumatra Timur seperti ditunjukkan pada Gambar 4-8.
Lebar jalan 5m
Lapisan Geogrid
Pembatas 450
Jarak atau 550mm Lapisan Geogrid
100mm pada puncak
Metode berikut ini belum diadopsi di Indonesia, baik karena tidak cocok
maupun karena metode tersebut belum teruji dengan baik ataupun karena alasan
lainnya. Oleh karena itu metode ini tidak boleh dipertimbangkan untuk proyek
jalan baku. Bila di pertimbangkan, maka dibutuhkan persetujuan khusus dari
pihak terkait, perlu dilakukan uji coba secara detil, dan Kontraktor yang terpilih
untuk melaksanakan pekerjaan tersebut, harus memiliki pengalaman yang
diperlukan atau kemauan untuk memasukkan proses pembelanjaanya kedalam
biaya dan waktu pelaksanaan uji coba tersebut.
Kolom Batu
Metode ini terdiri dari pembuatan lubang vertikal pada lapisan tanah yang
kemudian diisi dengan batu pecah atau kerikil untuk membentuk kolom yang
dikekang oleh tanah di sekitarnya. Kolom batu ini memiliki dua fungsi (1)
berfungsi sebagai penyalir vertikal dan (2) berfungsi sebagai kolom untuk
memikul sebagian beban timbunan.
Dengan metode ini, tinggi kritis dari timbunan dapat ditingkatkan karena
sebagian dari beban timbunan tersebut dipikul oleh kolom. Proporsi dari beban
yang dipikul oleh kolom bergantung pada modulus elastisitas dan luas
penampang dari kolom dibanding dengan tanah.
Di Indonesia, perbaikan dengan kolom batu ini telah dicoba pada daerah tanah
lunak pada ruas Jalan Tol Padalarang – Cileunyi, tetapi hasilnya tidak
memuaskan. Teknik ini mungkin tidak cocok untuk diterapkan pada kondisi
41
tanah tersebut dimana tiang batu hanya mampu dipasang sampai kedalaman 18
m, sedangkan tanah lunak mencapai kedalaman sampai 30 m.
Dengan metode ini, kolom pasir dengan diameter yang besar dibuat di dalam
tanah dan dipadatkan dengan getaran/vibrasi atau tumbukan untuk
meningkatkan kuat geser lapisan tanah. Seperti halnya dengan kolom batuan,
sistem ini juga diharapkan dapat berfungsi sebagai penyalir vertikal sehingga
dapat mempercepat proses konsolidasi. Metode ini telah dikembangkan dan
digunakan di Jepang.
Stabilisasi tanah dengan menggunakan kapur atau semen telah digunakan pada
konstruksi jalan untuk memperbaiki sifat teknis tanah dan meningkatkan daya
dukungnya. Teknik ini dilakukan dengan mencampur tanah dengan kapur atau
semen dengan menggunakan alat pencampur seperti alat pencampur putar
(rotary mixer) atau pencampur plant (plant mixer). Untuk lapisan tanah lunak
yang dalam, diperlukan metode pencampuran dalam (deep mixing method).
Swedia telah mengembangkan metode pencampuran dalam ini. Peralatannya
terdiri dari sebuah pisau pengaduk putar yang dimasukkan ke dalam tanah
lunak, dan kapur disuntikkan pada waktu pisau pengaduk diangkat. Dengan
metode, ini kolom kapur dengan diameter 50 cm dan kedalaman 10 m dapat
dibuat.
Di Jepang, digunakan alat yang lebih berat dengan beragam pisau pengaduk dan
dengan metode ini kolom kapur dengan kedalaman hingga 60 m dan dengan
diameter hingga 2m dapat dibentuk. Pengembangan metode yang lebih murah
saat ini sedang dicoba di Thailand yang nampaknya akan memberikan
keuntungan yang berarti (Miki, 1999).
Pemasangan anoda dan katoda pada lempung dengan kadar air yang tinggi dan
pemberian arus listrik padanya akan menyebabkan air mengalir, yang kemudian
dikeluarkan. Metode untuk mempercepat konsolidasi ini membutuhkan tenaga
listrik yang besar, dan belum digunakan secara luas.
Pemberian tekanan vakum kepada selimut pasir yang dipasang di atas penyalir
vertikal akan meningkatkan aliran air dan ini akan mempercepat proses
konsolidasi.
Untuk mencapai kondisi vakum, selimut tersebut harus dibungkus dengan
membran. Keahlian khusus dan pengalaman dalam menggunakan teknik ini
diperlukan untuk mendapatkan manfaat yang berarti dari teknik ini.
42
Stabilisasi Dangkal dan Tiang (Shallow Stabilisation and Piles)
Metode ini merupakan salah satu tipe matras tiang dimana matrasnya terdiri dari
tanah yang distabilisasi dengan bahan kimia atau semen. Percobaan di Indonesia
menunjukkan bahwa sistem ini cukup efektif (Hiroo, 2000) tetapi tak ada
perbandingan biaya untuk menunjukkan apakah ada keuntungan dari sistem ini
dibanding dengan sistem-sistem yang menggunakan jenis matras lainnya.
Cakar Ayam
Sistem cakar ayam ini terdiri dari tiang pipa pendek, 2 hingga 3m, yang pada
bagian atasnya dipasang lantai beton bertulang tipis, dengan tebal 10 hingga
15cm. Konsep ini dikembangkan di Indonesia, awalnya untuk menara transmisi
dimana penggunaan tiang yang pendek akan memberikan tahanan terhadap gaya
guling yang besar.
Sistem ini selanjutnya digunakan sebagai sistem fondasi untuk timbunan jalan,
perkerasan bandar udara, jembatan dan gedung.
Untuk timbunan jalan di atas lapisan tanah lunak yang dalam sistem ini tidak
akan mengurangi penurunan jangka panjang yang terjadi tetapi pengurangan
terhadap perbedaan penurunan awal akan dicapai sebagai akibat dari kekakuan
dari sistem lantai tiang (slab-pile system). Walaupun demikian, perbaikan
jangka pendek yang sama juga akan didapat dari konstruksi perkerasan lantai
beton biasa tanpa tiang pendek.
43
5 Persiapan Desain
Ahli Geoteknik yang Ditunjuk harus telah melakukan inpeksi contoh tanah pada
saat tahapan penyelidikan lapangan dan pengujian laboratorium. Bila ia tidak
terlibat pada tahapan tersebut, maka ia harus menjamin bahwa ia telah cukup
mengenal tanah tersebut supaya, dapat untuk memulai pekerjaan desain.
Satu atau lebih potongan geologi harus telah disiapkan selama penyelidikan
lapangan. Ahli Geoteknik yang Ditunjuk tersebut harus mengkaji kembali
potongan ini dan memastikan bahwa potongan tersebut telah lengkap dan telah
memperhitungkan semua data, baik dari studi meja maupun dari pengujian
lapangan dan laboratorium.
Ahli Geoteknik yang Ditunjuk kemudian harus mengkaji laporan faktual dan
memastikan bahwa seluruh data tersebut konsisten satu dengan lainnya, seperti
dijelaskan pada Bab 5.3. Data yang tidak konsisten harus ditolak, dan dibuat
catatan untuk data yang ditolak tersebut dilengkapi dengan alasannya.
Dari interpretasi geologi dan data penyelidikan lapangan, Ahli Geoteknik yang
Ditunjuk kemudian harus mengidentifikasi Unit Tanah yang relevan.
Unit Tanah didefinisikan sebagai lapisan atau zona tanah yang mempunyai sifat
teknik yang sama yang dibuat untuk keperluan proyek. Unit ini dapat saja
berupa unit geologi, atau lapisan tertentu dalam unit geologi, atau bahkan
kumpulan unit-unit geologi.
Contoh untuk menentukan Unit Tanah di suatu lokasi ditunjukkan pada Gambar
5.1. Penamaan Unit Tanah dan penomorannya akan membantu dalam
memahami data dan desain serta dalam penyampaian kesimpulannya.
44
Profil Geologi Unit Tanah Sifat-sifat Teknik Unit Nama Unit Tanah
yang Tanah
Disederhanakan (Penilaian Awal)
45
• jika Unit Tanah berbeda dengan unit yang diasumsikan pada saat desain
penyelidikan lapangan, maka zona tersebut perlu diubah,
• periksa apakah Ringkasan Proyek (Project Brief) tidak berubah dengan
Ringkasan yang digunakan dalam penyelidikan lapangan. Jika telah
berubah, harus dicatat di dalam Laporan Desain dan kemudian bila perlu
zona tersebut dimodifikasi,
• jika lokasi bangunan, atau tipe bangunanya, ataupun alinyemen vertikal
dan horisontalnya berubah, maka zona tersebut harus di kaji ulang dan
dibuat zona yang baru.
Ceklis kegiatan Zonasi dari lokasi dapat dilihat pada Ceklis 9 dalam Lampiran A.
5.3.1 Pendahuluan
Dua penilaian ini akan dijelaskan lebih lanjut di bawah ini. Begitu penilaian
dilakukan, kemudian hasil pengujian tersebut dapat dinilai berdasarkan tingkat
keandalannya, seperti dijelaskan pada Bab 5.3.4.
Kisaran nilai yang dapat diterima untuk sifat umum hasil penyelidikan
lapangan diberikan pada Tabel 5-1. Kisaran untuk lempung meliputi kuat geser
dari tanah Sangat Lunak, Lunak dan Sedang pada sistem klasifikasi Unified,
sebagaimana dijelaskan pada Panduan Geoteknik 1.
46
Tabel 5-1 Nilai Kisaran yang Realistis dari Tanah Lunak
Parameter Lempung Lempung Organik Gambut Berserat
Tanah
Indeks Plastis,PI % 40 - 80 - -
c’ KPa 0 0 0
ϕ’ 21 - 27 25 - 35 30 - 40
Cc - - 1 - 20
Cc/(1+ Co) 0.1 - 0.3 0.3 - 1.0 -
2
cv m /th 1 - 10 5 - 50 10 - 100
Begitu parameter tersebut telah dikaji kembali dengan pemeriksaan silang dan
korelasi di atas, maka keandalan dari data dapat diidentifikasi. Ini harus
dilakukan pada sebuah tabel, yang disesuaikan dengan skedul uji laboratorium
seperti ditunjukkan sebagai contoh pada 2.
Tabel 5-2 Penilaian Keandalan Data
1 1 A B B B
2 A B C C
3 B C C C
Parameter tanah untuk desain harus ditentukan untuk setiap Unit Tanah yang
diidentifikasi, sebagaimana dijelaskan pada Bab 5.1.
47
Umumnya parameter yang dibutuhkan untuk desain adalah seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 5-3.
Tabel 5-3 Parameter Desain yang Dibutuhkan
Parameter Disain
Matras Bertiang
Penyalir Vertikal
Timbunan yang
Penambahan
Penggantian
Berem Prati
Penurunan
Timbunan
Timbunan
Konstruksi
Bertahap
Stabilitas
DIperkuat
Beban
Bobot
Berat Isi Total γb kN/m3 P P P P P P P P P
Kuat Geser Tak
cu kN/m2 P P P P P P P P
Terdrainase
Kompresibilitas Cc /(1+e0) P P P P
Koefisien
Konsolidasi Ca P P P P
Sekunder
Koefisien
Konsolidasi:
Vertikal Cv m2/th P P P
Horisontal Ch P
Interpretasi Data
Bila terlihat perbedaan yang cukup besar dari sifat-sifat tanah, maka ini harus
digunakan untuk mengidentifikasi Unit Tanah yang berbeda.
Sebuah contoh diberikan pada Gambar 5-2 dimana indeks cair memberikan
profil rinci, yang melaluinya unit tanah dianalisis setelah memeriksa tidak ada
data yang bertentangan. Kemudian dipilih kuat geser tak terdrainase untuk
desain, dan nilai kuat geser yang sangat rendah pada kedalaman 5m di tolak.
48
Kuat Geser
Indeks Tak Terdrainase
Cair RN/m2 Unit Tanah
0.5 1.0 1.5 0 20 40
0
1 Permukaan
Kedalaman (m)
Nilai 2 Lempung
5 Desain Sangat Lunak
10
3 Lempung
Lunak
15
4 Lempung keras
Jika dari hasil kajian data menunjukkan adanya kelemahan serius pada data
yang tersedia, maka parameter desain sementara dapat ditentukan berdasarkan
4. hingga data yang memadai telah tersedia.
Tabel 5-4 Nilai Desain Sementara untuk Tanah Lunak
Lempung Gambut
Parameter Tanah Unit Lempung
Organik Berserat
Berat isi total, ãb (kN/m3) 16 13 11
Kohesi tak kPa 0-5m 10 10
Terdrainase, cu 5-10m 15 15
10-20m 35 35
c’ kPa 0 0
ϕ’ 23 23 35
Cc 5
Cc/(1+ e0) 0.3 0.5
cv m 2/thn 2 2
ch m 2/thn 4 4
Cá 0.04 0.05 2
49
5.4 PARAMETER MATERIAL TIMBUNAN
A B
3
Berat Isi γ kN/m 18 20
2
Kuat geser tak Cu kN/m 100 100
terdrainase
Parameter
tegangan efektif
Kohesi C’ 10 5
Friksi φ’ 35 30
4
Ahli Geoteknik yang Ditunjuk harus memeriksa dengan Ketua Tim bahwa Sistem
Klasifikasi Kelas Jalan yang digunakan pada proyek tersebut konsisten dengan
Klasifikasi Kelas Jalan ini.
50
Tabel 5-6 Beban Lalu Lintas untuk Analisis Stabilitas
I 15
II 12
III 12
Beban lalu lintas tersebut harus diperhitungkan pada seluruh lebar permukaan
timbunan.
Tabel 5-6 diambil dari Panduan Gambut Pusat Litbang Prasarana Transportasi,
yang dimodifikasi sesuai klasifikasi kelas jalan. Jika Ahli Geoteknik yang
Ditunjuk mendapatkan Standar Indonesia yang mensyaratkan pembebanan yang
berbeda, maka standar tersebut harus digunakan dan dicatat.
Beban lalu lintas tidak perlu dimasukkan dalam analisis penurunan pada tanah
lempung. Untuk gambut berserat pembebanan pada Tabel 5-6 harus
ditambahkan, dan diperhitungkan pada seluruh lebar permukaan timbunan.
51
Gambar 5-3 Penggunaan Faktor Keamanan untuk Membatasi Regangan
Pada tanah lunak faktor ini berkisar 1.3. Pada gambut berserat hal ini
tidak relevan karena regangan yang besar akan terjadi pada semua
level tegangan dan oleh karenanya perlu diperhitungkan secara
terpisah,
3) untuk mengurangi resiko, karena keruntuhan akan menimbulkan
akibat yang serius.
Konsekuensi ini dapat dipertimbangkan terhadap : resiko pada nyawa
manusia, dan kerugian ekonomi.
Pada timbunan jalan, resiko terhadap nyawa manusia akibat
keruntuhan biasanya sangat kecil karena itu hanya kerugian secara
ekonomi yang perlu dipertimbangkan.
Kerugian ekonomi akan lebih besar jika timbunan tersebut
diperuntukkan sebagai oprit jembatan atau berada di dekat bangunan,
gedung atau utilitas lainnya. Ada dua alasan untuk hal ini; pertama
keruntuhan dari timbunan akan merusak struktur sebagai akibat dari
gerakan tanah yang volumenya besar. Pada kasus jembatan biasanya
pangkal jembatan yang bergerak, tiangnya terganggu atau patah, dan
suatu perbaikan menyeluruh akan diperlukan. Kedua, gangguan
terhadap lalu lintas akan lebih lama jika akses ke jembatan terganggu,
karena biasanya menyediakan akses sementara akan lebih sulit, jika
dibandingkan dengan keruntuhan yang terjadi pada jalan. Persyaratan
untuk timbunan di dekat struktur dibahas dalam Bab 7.
Untuk timbunan faktor kemanan harus diambil untuk kondisi jangka pendek
selama masa pelaksanaan dari faktor keamanan yang ditunjukkan pada Tabel
5-7.5
Tabel 5-7 Faktor Keamanan untuk Analisis Stabilitas
5
Nilai ini berbeda dengan nilai yang terdapat pada Panduan Gambut Pusat Litbang
Prasarana Transportasi.
52
Kelas Jalan Faktor Keamanan
I 1.4
II 1.4
III 1.3
Bila metode berem pratibobot digunakan, faktor keamanan dari berem dapat
dikurangi menjadi 1.2, kecuali bila ada struktur, bangunan atau utilitas lain di
dekatnya.
Penurunan
Pergerakan Lateral
Faktor keamanan minimum sesuai dengan Tabel 5-7, pergerakan lateral masih
menimbulkan masalah terhadap struktur dan utilitas di dekatnya, bila timbunan
dekat jembatan atau struktur harus dipertimbangkan, jaraknya kurang dari 2 kali
kedalaman tanah lunak, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 5-4.
6
Ahli Geoteknik yang Ditunjuk harus memeriksa dengan Ketua Tim bahwa Sistem
Klasifikasi Kelas Jalan yang digunakan pada proyek tersebut konsisten dengan
Klasifikasi Kelas Jalan ini
53
Batas Zona Pengaruh
Batas Struktur
2H
Material Timbunan
H Tanah Lunak
54
Gambar 5-5 Zona Gempa di Indonesia
1 0.23
2 0.21
3 0.18
4 0.15
5 0.12
6 0.07
Sebuah sistem zona gempa yang telah dimodifikasi telah dikembangkan dan
diharapkan dalam waktu dekat segera dipublikasikan. Ahli Geoteknik yang
Ditunjuk harus yakin bahwa dirinya telah memiliki informasi yang terbaru dan
selalu mengikuti perkembangan informasi yang ada.
Efek dari beban gempa terhadap timbunan pada lapisan tanah lunak adalah:
a) adanya tanah lunak akan memperbesar percepatan permukaan,
b) beban siklis dari kejadian gempa akan mengurangi kuat geser tak
terdrainase dari tanah lempung lunak,
c) gaya-gaya yang terjadi akibat timbunan akan bertambah.
7
Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Jembatan Jalan Raya: Desain Stabilitas Tahan
Gempa untuk Jembatan Jalan Utama.
55
Karena faktor keamanan minimum dari timbunan terhadap beban statis terjadi
selama pelaksanaan akan meningkat (secara skematis seperti terlihat pada
Gambar 5-6), maka akan sangat tidak beralasan untuk menambahkan kondisi
beban gempa secara penuh pada proses analisis desain.
Masa
Faktor Keamanan
Konstruksi
pa
n gem
Beb a
Fmin
Periode
resikogempa
Waktu
Gambar 5-6 Skema Perubahan Faktor Keamanan sepanjang Umur Timbunan
Timbunan untuk oprit jembatan dijelaskan dalam Bab 7, dan panduan yang
diberikan pada bab tersebut juga cocok untuk digunakan pada timbunan yang
dibangun di dekat bangunan dan utilitas besar lainnya.
56
6 Solusi Desain dan Analisis
6.1 PENDAHULUAN
Analisis stabilitas dan penurunan pada berbagai kondisi yang umumnya terjadi,
bisa diperoleh dari buku-buku pelajaran yang umum digunakan di Indonesia,
seperti :
57
Ahli Geoteknik yang Ditunjuk harus paham dengan metode desain dasar ini,
dan bila menjumpai keraguan supaya mempelajari salah satu dari buku-buku
tersebut.
Hc = 4 x c u[0-5] / ãb (6.1)
Bila data yang mencukupi sudah tersedia, maka analisis stabitas harus dilakukan
dengan menggunakan metode Bishop, atau metode Janbu ataupun metode lain
yang lebih tepat. Jika tak ada program komputer yang tersedia untuk analisis
ini, maka perhitungan dapat dilakukan dengan menggunakan spreadsheet.
Analisis stabilitas yang dinyatakan di atas dapat digunakan pada tanah organik,
inorganik dan gambut amorfos.
Elevasi air di sekitar timbunan mempunyai efek yang cukup besar pada
perhitungan stabilitas, oleh karenanya hal-hal berikut in harus diperhitungkan:
1) pada areal yang lahannya sering terendam banjir atau digunakan,
misalnya untuk lahan perikanan atau irigasi, kondisi terburuk adalah
ketika lokasi tersebut dikeringkan. Pada areal pasang surut, kondisi
terburuk yang terjadi adalah ketika sedang surut pada level terendah.
2) Jika elevasi muka air terendah diperhitungkan dalam desain, maka
zona material timbunan di antara elevasi muka air terendah dan
tertinggi harus diasumsikan sebagai jenuh.
3) Untuk analisis tegangan efektif, kondisi turunnya elevasi muka air
secara cepat harus diperhitungkan.
Pada gambut berserat, stabilitas timbunan tidak menjadi masalah, tetapi
penurunan akan merupakan masalah utama yang menentukan desain timbunan
tersebut.
58
6.3 PENURUNAN PADA TIMBUNAN
Perhitungan penurunan terdiri dari perkiraan total penurunan yang terjadi dan
kecepatan atau waktu untuk mencapai berbagai tingkat penurunan. Analisis
harus dilakukan pada garis tengah dan pinggir dari bagian atas timbunan.
Penurunan sekunder :
Ss = H.C α .log(t2 /t1) (6-5)
Untuk gambut, metode dari Hanrahan (1981) seperti yang diberikan pada
lampiran C, akan dapat memberikan sebuah estimasi awal untuk perhitungan
penurunan.
Penurunan Regional
59
akifer yang berlebihan. Hal ini telah terjadi di Bandung, Jakarta, Semarang dan
kemungkinan Surabaya. Oleh karena itu, prediksi jangka panjang harus
mempertimbangkan hal ini pula, seperti ditunjukkan pada Gambar 6-1.
yan g dilakukan
Perkerasan
Penurunan
regional Umur desain pada kedalaman
penuh rekonstruksi
Penurunan akibat
Perkerasan
beban timbunan
Elevasi
Elevasi desain
yang disyaratkan
Waktu
Penyalir horisontal terdiri dari lapisan penutup drainase yang dihamparkan pada
seluruh permukaan tanah lunak kompresibel. Penyalir horisontal ini dapat
digunakan jika tanah lunak relatif tipis dimana penurunan akibat konsolidasi
tidak akan memakan waktu yang lama, yaitu konsolidasi akan selesai selama
pelaksanaan. Jika diperlukan, konsolidasi dapat dipercepat dengan
menambahkan beban tambahan ekstra.
60
6.5 PENGGANTIAN
Kemiringan
: lihat teks
Timbunan
Tanah
Lunak
Tanah Keras
61
6.6 BEREM PRATIBOBOT
Desain berem pratibobot meliputi desain ketebalan dan lebarnya. Tahapan dari
disain ini adalah sebagai berikut:
1) hitung tinggi aman timbunan, Hc, menurut Bab 6.2,
2) hitung tebal dan lebar berem untuk mendapatkan faktor keamanan
timbunan utama yang diinginkan,
3) periksa apakah berem pratibobot tersebut mempunyai faktor
keamanan yang cukup, yaitu tebalnya tak boleh lebih dari Hc ,
4) jika dari hasil perhitungan stabilitas dengan menggunakan berem
tunggal tidak memenuhi syarat, ulangi perhitungan dengan
menggunakan berem pratibobot ganda.
Sebagai estimasi awal, lebar berem dapat ditentukan sebesar 2.3 kali dari tebal
lapisan tanah lunak.
Analisis yang lebih rinci dapat dibuat dengan menggunakan kurva desain pada
Gambar 6-3.
62
Gambar 6-3 Grafik Desain untuk Berem Pratibobot (NAVFAC, 1971)
Bila data yang lengkap telah tersedia, maka analisis stabilitas yang lebih rinci
harus dilakukan menurut Bab 6.3.
63
6.7 PENAMBAHAN BEBAN
64
Tidak dibebani
seluruhnya
Beban Tambahan
Timbunan standar
Timbunan diperlebar
65
TAHAP 1 TAHAP 2
Tiggi
Timbunan
0
Konsolidasi %
100
Waktu
Hubungan antara kenaikan tegangan efektif dengan kenaikan kuat geser tak
terdrainase, dapat dihitung sebagai berikut:
Garis
desain
66
Cu = αp
Cu
U% 0 50 100
Bila pada lapisan tanah lunak terdapat zona yang tekonsolidasi lebih, maka
kenaikan kuat geser pada zona ini hanya boleh diterapkan untuk kenaikan
tegangan di atas tekanan konsolidasi lebih tersebut, seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 6-9.
Cu
U% 0 25 95 100
6.9.1 Pendahuluan
67
6.9.2 Sifat-sifat Geotekstil
Tahap pertama dalam analisis adalah memilih sifat-sifat dari geotekstil, atau
pilih geotekstil yang telah dikenal luas yang tersedia di pasaran, kemudian
gunakan sifat-sifatnya yang telah diketahui tersebut untuk desain.
Kuat tarik geotekstil dapat bervariasi dengan kisaran yang lebar seperti terlihat
pada Gambar 6-10.
Serat Poliaramid
Kuat Tarik (Mpa)
Baja prategang
Serat Poliester
Pita polypro-
pylene
Grid HDPE
Regangan (%)
Gambar 6-10 Kuat Tarik Beberapa Material Geotekstil (Exxon, 1989)
Kuat tarik ultimit dan leleh pada saat runtuh biasanya diberikan oleh produsen
dan harus dikonfirmasi dengan pengujian yang independen.
Efek yang ditimbulkan dari pemasangan dan pemadatan material timbunan pada
geotekstil , dapat mengurangi kekuatan ultimitnya. Oleh karena itu, sebuah
faktor pembagi harus diberikan terhadap kekuatannya untuk memperhitungkan
68
akibat tersebut. Jika produsen telah memverifikasi efek tersebut dengan
percobaan, maka faktor pembagi tersebut dapat digunakan. Jika tidak, gunakan
faktor permbagi dari Tabel 6-1. Faktor pembagi ini diturunkan dari penilaian
terhadap sejumlah rekomendasi yang diberikan oleh para produsen untuk
berbagai tipe geotekstil, dan berdasarkan standar dan aplikasi sesuai jenis tanah
yang umumnya ditemui di Indonesia.
Bila digunakan faktor pembagi yang rendah, maka Ahli Geoteknik yang
Ditunjuk harus mensyaratkan lapisan material yang baik dengan ketebalan
minimum 30cm, yang memenuhi faktor pembagi yang telah ditentukan tersebut,
dan dihamparkan di atas dan di bawah geotekstil.
Karenanya, faktor reduksi umum tidak dapat diberikan, dan pengujian harus
dilakukan untuk setiap tipe material yang dipasarkan oleh produsen. Pengujian
ini harus dilakukan pada temperatur yang sesuai dengan kondisi Indonesia,
karena rangkak merupakan suatu faktor yang sangat bergantung pada
temperatur.
Hasil dari pengujian ini, harus dapat menghasilkan kurva rangkak seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 6-41. Dari kurva tersebut dan dari umur geotekstil
yang direncanakan, faktor reduksi rangkak pada kuat tarik ultimit dapat
ditentukan.
69
Kuat tarik Isokronos (Isochronous) Dinyatakan
sebagai persentase Beban Putus pada waktu
1 jam
1 bulan
1 tahun
10 tahun
Perpanjangan (%)
Bila kuat tarik ultimit desain dari geotekstil telah ditentukan, dengan
memperhitungakan faktor reduksi, maka analisis coba-coba dapat dilakukan
sebagai berikut:
1) hitung faktor keamanan timbunan yang direncanakan,
2) hitung faktor keamanan timbunan dengan perkuatan menggunakan
geotekstil,
3) coba dengan satu, dua atau tiga lapisan perkuatan sesuai kebutuhan,
4) tentukan kuat tarik dari material perkuatan tesebut ,
5) tentukan kedalaman atau elevasi dari lapisan perkuatan tersebut,
6) periksa bentuk ketidakstabilan lainnya atau faktor keamanan terhadap:
• penyebaran lateral,
• skuising,
• keruntuhan fondasi .
Untuk kasus lapisan tanah lempung lunak yang dalam, sebuah analisis bidang
gelincir berbentuk lingkaran dapat digunakan. Tahanan dari perkuatan yang
diperlukan, harus dihitung untuk mencapai faktor keamanan yang diinginkan
terhadap semua bidang runtuh yang potensial. Kemudian perkuatan tersebut
harus dirincikan untuk memberikan tahanan yang diperlukan.
Untuk lapisan tanah lempung yang dangkal, analisis bidang gelincir akan
memberikan hasil yang tidak konservatif (Jewell, 1996), dan analisis baji
translasi (translational wedge analysis) harus digunakan.
70
6.10 MATRAS BERTIANG
Prosedur desain:
1) tentukan penurunan pasca konstruksi yang diijinkan berdasarkan
Tabel 5-8,
2) pilih kedalaman yang sesuai untuk penyalir vertikal,
3) coba suatu jarak spasi penyalir vertikal ,
4) hitung besarnya konsolidasi pada akhir masa konstruksi dan
penurunan pasca konstruksi ,
5) ulangi penentuan jarak penyalir vertikal tersebut hingga penurunan
pasca konstruksi yang terjadi dapat diterima,
6) variasikan kedalaman penyalir dan ulangi perhitungan untuk
mendapatkan jarak dan kedalaman penyalir paling ekonomis.
Jika tiang didesain sebagai tiang tahanan ujung pada lapisan yang relatif keras ,
maka gesekan kulit negatif harus dihitung pada seluruh panjang tiang pada
lapisan yang mengalami penurunan.
Jika tiang dimaksudkan untuk menahan beban dengan gesekan kulit, maka
besarnya penurunan pada tiang harus dihitung, dan gesekan kulit negatif
dihitung di atas titik netral seperti yang diperlihatkan pada Gambar 6-52.
71
CL
Penurunan
Tiang
Tanah
Titik netral
72
7 Interaksi Tanah dan Bangunan
Ahli Geoteknik yang Ditunjuk harus memahami bahwa timbunan pada tanah
lunak memiliki potensi untuk menyebabkan masalah terhadap bangunan di
dekatnya ataupun struktur yang dibangun di bawah timbunan.
Zona efektif yang besarnya dua kali ketebalan lempung lunak, seperti yang
diperlihatkan pada Gambar 5-4 harus diperhitungkan terhadap pengaruh
tersebut.
Penurunan
Pergerakan Lateral
Pergerakan lateral dari tanah sebagai akibat dari sebuah timbunan, yaitu:
• terjadinya pergerakan secara fisik dari bangunan di dekat bawah timbunan.
Struktur seperti gorong-gorong, gedung, fondasi dangkal, dan utilitas
lainnya dapat terpengaruh,
• timbulnya beban lateral pada struktur yang tertanam di dalam tanah yang
gerakannya terbatas, terutama terjadi pada tiang.
Besarnya gerakan lateral ini sangat sukar untuk diprediksi pada tingkat akurasi
tertentu. Meskipun demikian, hubungan yang diberikan oleh Stewart dkk (1994)
dapat memberikan sebuah estimasi awal mengenai defleksi kepala tiang sebagai
akibat beban timbunan seperti yang diperlihatkan di bawah ini. Pengaruh ini
berhubungan dengan kondisi mendekati keruntuhan, sehingga hal ini dianggap
konservatif untuk kondisi yang lebih stabil.
∆ = ñu + ñc/6 (7.1)
∆ adalah pergerakan lateral pada atau dekat permukaan
ñu adalah penurunan tak terdrainase
ñc adalah penurunan konsolidasi
73
Untuk tanah lempung lunak, gerakan lateral ini umumnya berpengaruh pada
daerah sampai jarak dua kali kedalaman lapisan lunak.
Untuk struktur bertiang, metode dari de Beer & Wallays (1972) telah digunakan
secara luas untuk menghitung beban lateral pada tiang akibat dari timbunan.
Meskipun demikian, Stewart dkk. (1994) berdasarkan sebuah penelitian yang
dilakukan oleh Stewart , menunjukkan bahwa metode ini tidak memberikan
hasil yang dapat diandalkan. Stewart dkk kemudian mengembangkan grafik
desain yang baru.
Kesimpulan utama yang didapat bila dari seluruh studi pembebanan pada tiang
akibat timbunan adalah, bahwa karena faktor keamanan dari timbunan terletak
di bawah nilai ambang batas, beban lateral (dan oleh karenanya momen tiang)
akan mulai meningkat secara cepat. Dari hasil yang diberikan oleh Stewart dkk.
(1994), ambang batas ini akan tercapai pada angka keamanan sekitar 1.7.
Faktor keamanan dari timbunan pada oprit jembatan dan lokasi lainnya dimana
struktur bertiang dapat terpengaruh harus di pertahankan di atas 1.7.
Manual Desain Jembatan (1992) mengatasi masalah ini dengan mensyaratkan fondasi tiang
diletakkan di luar zona pengaruh timbunan seperti diperlihatkan pada gambar :
Pergerakan tanah
Penampang Abutmen yang Disyaratkan untuk Membatasi Beban akibat Timbunan (DGH,
1992)
Walaupun desain ini disyaratkan untuk kondisi gempa, tetapi juga cocok digunakan untuk
kondsisi beban statis.
Perlu dicatat bahwa jembatan pada zona gempa di Indonesia, tidak akan dibangun dengan
menggunakan penampang seperti ini, tetapi dibangun dengan menggunakan abutmen dengan
fondasi tiang vertikal yang mensyaratkan tiang harus dipancang sebelum konstruksi timbunan.
Pada tanah lunak yang dalam, desain seperti itu akan menimbulkan beban lateral yang lebih
besar pada tiang.
Penggunaan faktor keamanan yang lebih tinggi akan cukup memadai untuk
mengatasi beban gempa. Jika konfigurasi seperti yang direkomendasikan oleh
74
DGH (1992) diterapkan, yang tidak akan mengakibatkan terjadinya beban pada
tiang, maka faktor keamanan yang lebih rendah seperti yang direkomendasikan
pada Tabel 5-7 dapat digunakan. Meskipun demikian, hal ini tidak akan
mencukupi bila termasuk beban gempa dan suatu analisis beban gempa harus
dilakukan pada bagian timbunan yang akan mempengaruhi stuktur.
75
8 Pertimbangan untuk Pelebaran Jalan
Bila suatu jalan akan diperlebar untuk menambah lajur atau memperbaiki
alinyemen, pertimbangan stabilitas dan penurunan yang berlaku umum untuk
jalan baru, juga dapat diterapkan. Namun demikian, pada kasus ini, faktor lain
perlu diperhatikan, seperti dijelaskan di bawah ini.
Bila terdapat lapisan tanah lunak di bawah jalan yang ada, maka pelebaran
timbunan baru di dekatnya, akan menyebabkan penurunan lebih lanjut seperti
diperlihatkan pada Gambar 8-1. Besarnya penurunan dapat dihitung dengan
melakukan analisis tegangan elastis untuk menghitung kenaikan tegangan dan
konsolidasi secara teoritis, seperti dijelaskan pada Bab 6.3.
jalan jalan
lama baru
p
0.5p
Pola/lingkaran
0.3p tegangan
0.1p
76
Gambar 8-2 Penggalian Tanah L unak di Sekitar Jalan Lama
77
9 Proses Pengambilan Keputusan
9.1 PENGANTAR
Setiap langkah pada proses tersebut dijelaskan pada bagian selanjutnya dengan
mengacu pada gambar tersebut.
Model keputusan terstruktur biasanya tidak digunakan pada desain rekayasa struktur, karena
peraturan desain struktur umumnya telah menjamin kualitas yang dapat diterima dan resiko yang
rendah. Oleh karenanya, desain alternatif yang sesuai dengan peraturan dapat dipilih hanya
berdasarkan pertimbangan biaya.
Dalam desain geoteknik, hal tersebut tidak berlaku. Kualitas, waktu dan resiko jarang
dipertimbangkan secara eksplisit, atau dipertimbangkan secara semestinya.
Pengambilan keputusan geoteknik, sering dilakukan oleh ahli yang berpengalaman yang
menyertakan secara implisit faktor-faktor tersebut. Akibatnya, proses pengambilan keputusan tidak
bisa dimengerti oleh orang lain, dan tidak dapat dikaji ulang jika keadaan berubah.
Model keputusan terstruktur juga memperlihatkan, bahwa bagi kebanyakan desain geoteknik untuk
konstruksi jalan adalah tidak mungkin untuk mencapai suatu hasil yang memuaskan untuk semua
pihak. Jika Pemilik Proyek telah menetapkan anggaran dan waktu, maka kualitas jadi terbatas dan
Ahli Geoteknik mungkin tidak akan dapat menghasilkan desain yang memenuhi standar yang
diinginkan.
78
Tujuan
Tentukan Penyelidikan
Persoalan Geoteknik
[9.2] [Panduan
Geoteknik 2]
Tentukan berbagai
Pilihan yang
Mungkin
[9.4]
Laporan
79
9.2 MENGIDENTIFIKASI MASALAH YANG HARUS
DIPECAHKAN
Masalah yang harus dipecahkan dapat dilihat pada tujuan Ahli Geoteknik di
Panduan Geoteknik 2, masalah tersebut harus disaring dari tujuan lainnya dan
dinyatakan secara tertulis pada permulaan proses desain. Sebuah contoh
diberikan pada .
Tabel 9-1 Contoh Lembar Tujuan Desain
Bobot yang diterapkan terhadap faktor-faktor tersebut akan berbeda antara satu
proyek dengan proyek lainnya, dan Ahli Geoteknik yang Ditunjuk tidak perlu
berada dalam posisi untuk mengenali semua faktor atau bobot yang diberikan.
Namun dengan mengikuti prosedur yang dipaparkan pada Panduan ini, ia akan
dapat memperhatikan semua faktor tersebut, dan memastikan bahwa Ketua Tim
dan Kepala Proyek akan mempertimbangkan semuanya dengan cara yang layak.
Jika memungkinkan Ahli Geoteknik yang Ditunjuk harus mendapatkan
persetujuan atas bobot yang dipilih, sebelum melaksanakan desain; jika hal ini
tidak memungkinkan, maka hal ini harus dinyatakan dalam Laporan Desain.
80
pembobotan faktor-faktor tersebut, tingkat kepentingannya serta dan alasannya.
Sebuah contoh diberikan pada Tabel 9-2.
Perlu dicatat bahwa, jika bobot atas Faktor-faktor yang diidentifikasi semuanya
Tinggi, maka proses tersebut tidak akan ada artinya. Beberapa faktor pasti
memiliki tingkat kepentingan yang lebih dari lainnya, dan analisis pembobotan
harus dapat mengidentifikasi hal ini. Sebagai panduan umum tidak boleh ada
TIGA faktor yang memiliki bobot yang tinggi.
Tabel 9-2 Faktor-faktor dan Pembobotan untuk Proses pengambilan Keputusan
Aliran air permukaan dan Sangat Air permukaan yang ada tidak
polusi air tanah rendah berkualitas tinggi
Dampak Kebutuhan lahan Tinggi Pengalaman sebelumnya di daerah ini
Sosial
Analisis rekayasa yang mendalam tidak diperlukan atas semua pilihan yang ada.
Biasanya dimungkinkan untuk menghilangkan beberapa pilihan dari suatu
penilaian awal mengenai kelebihan dan kekurangannya, seperti diperlihatkan
81
pada contoh terpisah di 2. Perlu dicatat bahwa kelemahan tersebut berkaitan
dengan proyek tertentu dan tidak boleh diambil langsung dari tersebut yang
dinyatakan pada ceklist dalam Lampiran A.
Tabel 9-3 Contoh Terpisah Keputusan Penolakan Awal
Semua pilihan yang dikemukakan pada Panduan Geoteknik ini yang tidak
ditolak pada tahap awal proses pengambilan keputusan di atas, harus dianalisis
untuk mengidentifikasi biaya setiap faktornya. Perhitungan biaya
membutuhkan:
• desain awal,
• suatu kaji ulang terhadap desain untuk mengidentifikasi biaya.
Dalam konteks ini “Biaya” tidak hanya berkaitan dengan biaya dalam arti
moneter. Hal ini termasuk pula dampak lingkungan, sosial dan resiko. Sejauh
ini suatu nilai moneter telah diberikan pada semua dampak tersebut sehingga
didapatkan biaya moneter yang sebenarnya untuk dinilai. Meskipun demikian,
untuk proyek pembangunan jalan, pada saat ini tidak ada suatu model yang
telah dikembangkan yang menyertakan banyak variabel. Bahkan jika model
yang sangat sederhana diterapkan, pemilihan informasi yang cocok yang
relevan untuk Indonesia dalam hal-hal seperti laju penurunan kualitas jalan,
biaya penundaan, biaya perawatan dan seterusnya, akan merupakan pekerjaan
yang besar.
Satu contoh evaluasi diperlihatkan pada Tabel 9-4, yang hanya meliputi dua
pilihan, dengan pembobotannya telah ditentukan.
82
Tabel 9-4 Contoh Mengidentifikasii Biaya dari Dua Pilihan
Pilihan 1 Pilihan 2
Sosial
Kecuali modal awal, pada contoh ini masing-masing bagian dinilai pada kolom
Biaya pada skala dari 1 sampai 5:
1) biaya/dampak/resiko sangat rendah,
2) biaya/dampak/resiko rendah,
3) biaya/dampak/resiko sedang,
4) biaya/dampak/resiko tinggi,
5) biaya/dampak/resiko sangat tinggi.
83
Menentukan Biaya
Sistem evaluasi dan pembiayaan yang lebih kompleks atau penilaian masing-masing faktor
dapat dipertimbangkan jika proyek menjamin pekerjaan tambahan ini. Terutama:
Penilaian Resiko
Kemungkinan hasil yang beragam dari tiap tipe desain bisa diperkirakan
melalui penilaian resiko. Seperti dalam kasus pembiayaan seumur hidup,
penilaian resiko berkenaan dengan hal geoteknik untuk konstruksi jalan
tidak begitu maju, dibandingkan dengan bidang lain seperti industri tenaga
nuklir, industri kimia, dan perminyakan. Akibatnya, penilaian resiko
membutuhkan masukan subyektif yang cukup besar dari seorang Ahli
geoteknik yang sudah terbiasa dengan tipe proyek dan prosedur-prosedur
resiko.
Informasi yang memadai harus sudah tersedia untuk menetapkan pilihan yang
terbaik atau untuk mengidentifikasikan pilihan dengan biaya yang berbeda-
beda.
Pada kasus seperti Tabel Keputusan pada Tabel 9-4, yang hanya
membandingkan dua pilihan, hanya melihat pada pilihan yang berbobot tinggi.
Pilihan 1 sekitar 10% lebih murah, tetapi memiliki dampak yang tinggi pada
periode konstruksi dan pada kebutuhan lahan. Kecuali jika terdapat keterbatasan
anggaran yang ketat, kemungkinan Pilihan 2 akan disarankan.
84
menetapkan suatu skala dari 1 (sangat rendah) sampai 4 (tinggi) untuk uraian
pembobotan dan mengalikan bobot ini dengan biaya.
Skala (Sembarang)
0 5 10 15 20
al
Aw
al
od
an
M
a
ar
lih
Ko me
ksi
u
Pe
r
st
ya
n
Ko Bia
an
k
ra
as
nt
ker
er Pilihan 2
si
P
sa
k
tru
n
Pe Ma
s
a
Pilihan 1
on
uk
i
ks
K
rm
tru
a
s
l
da
n
u
Ko
ut
t
M
.
a
b
.
lam ya
m
m
a
rla
n
l
se
a
Te
ra
i
an
a
Ke ko
ih
a l
si
el
lA
ag
Re
em
ria
g
si
P
k
at
u
tru
M
iko
a
at
s
an
on
Ke Res
ah
a
la
K
un
ga
an
a
g
m
ga
lin eng
T
la
ah
se
n
P
aw
ha
o
as
sik
La
rB
t
Re
n
Ai
lu
ha
La
tu
da
k
bu
pa
n
Ke
aa
m
Da
uk
m
er
rP
Ai
si
lu
Po
Catatan: Nilai Modal Awal telah dibagi dengan 5 untuk menghindari kesan yang menyesatkan
akibat bobot yang tinggi.
Gambar 9-2 Perbandingan Berbagai Pilihan yang Digambarkan secara Grafis
Jika biaya semuanya dinilai dalam uang (Rupiah) maka Biaya Bobot Total dari masing-masing
pilihan bi sa dihitung
Tetapi akan menyesatkan bila biaya hanya diidentifikasi pada suatu skala nominal seperti
pada Tabel 9-4 karena skala akan memiliki arti yang berbeda untuk masing-masing faktor, dan
hasilnya tidak bisa secara bersamaan dijumlahkan karena tidak akan memiliki arti.
85
Jika terdapat daerah yang mengandung ketidakpastian dalam proses
pengambilan keputusan Ahli Geoteknik yang Ditunjuk harus
mempertimbangkan untuk melakukan penyelidikan tambahan atau uji coba,
seperti dijelaskan pada Bab 11, untuk menentukan prilaku tanah.
86
10 Laporan Desain
Laporan Desain harus berisi informasi seperti ter cantum di bawah ini. Jika ada
bagian yang tidak dimasukkan dalam Laporan, maka alasan penghilangannya
harus diberikan.
Sampul
AKHIR
Rangkuman Eksekutif
Identifikasi Unit Tanah yang utama dan solusi yang disarankan untuk masing-
masing Zona Proyek.
Daftar Isi
Harus berisi daftar tiap bab dari suatu laporan, dengan nomor halaman. Harus
berisi semua Tabel, Gambar, Gambar Teknik dan Lampiran.
87
Lihat format pada Lampiran E
Lembar Pemenuhan
Jika Laporan merupakan Laporan Awal atau Draf maka hal ini harus
disebutkan.
Pendahuluan
Jika merupakan Laporan Awal, nyatakan lingkup pekerjaan yang dicakup dan
apa hal apa saja yang masih harus dilakukan.
Penjelasan Tujuan
Ulangi tujuan yang didefinisikan pada permulaan proses desain pada Bab 8.2
dari Panduan, dan identifikasi tiap modifikasi yang dibuat terhadap tujuan
selama proses desain.
Pencapaian Tujuan
Salah satu dari dua paragraf berikut ini harus dimasukkan pada Bab ini:
Jika paragraf kedua yang diadopsi, maka tujuan yang belum dicapai harus
disebutkan, bersama dengan alasan mengapa belum tercapai. Rujukan harus
dimasukkan jika terdapat bagian lain dari laporan yang berkaitan dengan bagian
khusus ini.
88
Contoh: Pencapaian Tujuan
Elevasi banjir desain untuk Seksi 3 Proyek (Zona 7 sampai 11) belum
diselesaikan. Desain Geoteknik Zona 7 sampai 11 harus ditinjau ulang
setelah elevasi timbunan akhir sudah ditentukan.
Gambaran Lokasi
Topografi – suatu gambaran yang cukup untuk memasukkan bab berikut dalam
konteks termasuk detil/elevasi tanah asli.
Suatu Denah Kunci yang cukup rinci sehingga seseorang bisa menemukan
lokasi dengan mudah.
Denah Umum yang cukup rinci untuk memperlihatkan detil proyek, topografi
dan detil drainase.
Jika elevasi tanah asli pada lokasi penyelidikan lapangan belum diukur dan belum
dihubungkan dengan suatu datum permanen (titik tetap), maka hal ini dapat dianggap
sebagai suatu kegagalan pemenuhan Tujuan. Ahli Geoteknik yang Ditunjuk harus
memberikan alasan yang jelas mengapa ini dapat terjadi.
Geologi
89
Stratigrafi proyek – mengikuti penjelasan geologi lokal, gambaran ini akan
mengidentifikasi interpretasi Stratigrafi di lokasi proyek, dengan menggunakan
peta dan penampang geologi.
Variasi lithologi – Hal ini akan menjadi suatu pengantar terhadap gambaran
selanjutnya dari Unit Tanah dan akan mengidentifikasi varias yang penting
dalam konteks rekayasa geoteknik atau dalam menginterpretasi Unit Tanah
yang berbeda.
Hidrogeologi
Elevasi air tanah – elevasi yang diukur selama penyelidikan dan interpretasi
variasi elevasi air tanah.
Pengaruh pasang surut – untuk lokasi dekat, atau di daerah jangkauan pasang
surut, dan pengaruhnya terhadap muka air tanah.
Sifat-sifat kimia air tanah – sifat perusak dari air tanah terhadap bahan
bangunan.
Parameter Desain
Umum
Kaji ulang nilai-nilai indeks dan parameter lainnya, dan rujukan kembali ke
Geologi, untuk mengidentifikasi alasan pemilihan Unit Tanah.
Rujukan kelampiran untuk menjelaskan semua data yang ditolak. Bila tidak ada
data yang ditolak, maka pernyataan berikut ini harus disertakan
Semua data yang diperoleh dari Penyelidikan Tanah, telah dikaji dan
dipandang telah memadai untuk keperluan desain geoteknik.
Analisis data untuk masing-masing nilai indeks dan parameter tanah untuk
desain.
90
Kesimpulan mengenai kisaran nilai yang benar. Untuk parameter yang
digunakan dalam desain, kesimpulan mengenai desain yang cocok.
Tabel yang merangkum semua parameter desain: lihat contoh pada Lampiran E.
Prosedur Desain:
Pengantar
Zonasi Lokasi
91
Identifikasi tingkat Supervisi yang diperlukan dan pengalaman minimum dari
ahli yang melakukan Supervisi.
Isu Lingkungan
Referensi
Semua sumber informasi, metode desain dan data eksternal lainnya yang
digunakan dalam laporan, harus dirujuk secara penuh.
Tabel
Gambar
Gambar Teknik
Untuk semua gambar teknik: skala, nomor gambar teknik, rujukan terhadap
sumber data untuk informasi pengamatan lapangan dan sebagainya.
Untuk denah (peta) perlu tambahan: Penunjuk arah utara, grid (bujur / lintang).
92
11 Uji Coba
Keuntungan yang maksimum dari uji coba dapat diperoleh bila pelaksanaan uji
coba serta hasilnya dipergunakan dalam desain, dan uji coba tersebut
dilaksanakan sebelum kontrak konstruksi ditenderkan. Namun dengan adanya
kontrak sebelum turunnya Daftar Isian Proyek (DIP) yang biasanya dilakukan
di Indonesia, pendekatan ini biasanya tidak memungkinkan, dan uji coba perlu
dimasukkan di dalam kontrak konstruksi. Meskipun uji coba seperti ini akan
memberikan beberapa keuntungan pelaksanaan konstruksi, keuntungan bagi
pemilik proyek menjadi sangat berkurang.
Uji coba yang mungkin diperlukan untuk desain timbunan dan pelaksanaan
pada tanah lunak adalah :
• uji coba timbunan percobaan untuk membebani tanah dan mengenali
perilaku tanah,
• uji coba timbunan yang menggunakan perkuatan, matras atau bahan
timbunan khusus untuk meyakinkan bahwa hal tersebut bisa dilaksanakan
dengan keahlian yang ada, dan untuk menentukan prosedur pengendalian
mutu dalam pelaksanaannya,
• uji coba galian untuk mengetahui prosedur yang memuaskan dalam hal
memindahkan atau memperbaiki tanah lunak,
• uji coba instalasi perbaikan tanah untuk mengetahui prilaku tanah lunak,
• uji coba tiang untuk mengetahui daya dukung tiang dan syarat
pemancangannya.
Uji coba dapat saja terdiri atas kombinasi dari aspek-aspek tersebut diatas
93
Sebelum melaksanakan uji coba prosedur berikut harus diselesaikan
• identifikasi tujuan khusus dari uji coba,
• siapkan desain lengkap untuk uji coba,
• siapkan prediksi prilaku timbunan, dan identifikasi variasi yang mungkin
dari perkiraan terbaik ini
• rencanakan program dan skema pemantauan yang sesuai dengan prilaku
yang diprediksi dan variasi yang diprediksi, dengan memperhatikan
petunjuk pada Bab 13 dari Panduan ini,
• identifikasi jangkauan hasil yang didapat dari uji coba, dan identifikasi
konsekuensinya terhadap desain.
Bentuk yang paling umum dari percobaan adalah uji coba timbunan percobaan,
dan garis besar prosedur untuk melaksanakan timbunan percobaan diberikan
pada Lampiran F.
Suatu jalan dekat pantai dengan panjang sekitar 4 km direncanakan akan dibangun di atas tanah
lunak sedalam 20 m. Untuk mempertahankan jalan di atas elevasi banjir dan mempertimbangkan
penurunan regional di masa yang akan datang, perkerasan jalan harus mempunyai elevasi 4 m
di atas elevasi tanah asli.
Pengalaman menunjukkan bahwa kegagalan akan terjadi jika dipaksakan untuk membangun
timbunan setinggi 4 m tanpa perlakuan khusus. Dua pilihan dipertimbangkan untuk membangun
jalan tersebut:
Struktur dengan fondasi tiang, dengan biaya Rp 20 Miliar per kilometer, tentu
saja akan memberikan solusi yang memuaskan secara teknis
Ahli Geoteknik yang Ditunjuk memperkirakan 80% kemungkinan bahwa solusi konstruksi
bertahap bisa diselesaikan dalam waktu dua tahun yang merupakan batas waktu maksimum
yang bisa diterima proyek.
Uji coba dengan skala penuh dengan instrumentasi dengan pilihan penyalir vertikal
membutuhkan biaya Rp 1 milliar. Jika waktu memang memungkinkan untuk melaksanakan uji
coba, maka jelas bahwa secara ekonomis sangat menarik untuk dilakukan uji coba karena
pengeluaran sebesar Rp 1 miliar akan memberikan kemungkinan 80% penghematan dari Rp 36
miliar untuk jalan sepanjang empat kilometer. Jika waktu tidak memungkinkan untuk
melaksanakan uji coba menurut program proyek yang ada, maka Ahli Geoteknik yang Ditunjuk
harus bisa menunjukkan penghematan biaya dan penurunan resiko yang dapat diperoleh, jika
proyek dijadwal ulang untuk memungkinkan dilaksanakannya uji coba tsb.
94
12 Kontrak dan Pelaksanan
Ahli Geoteknik yang ditunjuk akan diminta untuk memeriksa semua gambar
tender dan spesifikasi yang berisi pekerjaan geoteknik, dan menyiapkan lembar
catatan sehingga memenuhi persyaratan desain geoteknik.
12.2 PELAKSANAAN
95
pekerjaaan di atas tanah lunak. Kemungkinan bahwa spesifikasi untuk
pemadatan timbunan, tidak bisa dicapai pada lapisan timbunan awal yang
memerlukan lapisan yang cukup tebal untuk mendukung peralatan. Dengan
syarat lapisan timbunan bagian atas yaitu sekitar 1,5 m harus dipadatkan dengan
mengikuti spesifikasi. Hal ini tidak berarti bahwa usaha untuk memadatkan
lapisan bagian bawah tidak perlu dilakukan. Hal ini harus diklarifikasi pada
waktu penjelasan pra-kontrak.
Kecuali pada proyek yang besar, pengawasan biasanya dilaksanakan oleh Ahli
Jalan Raya dengan petunjuk teknis dari Ahli Geoteknik yang Ditunjuk sesuai
kebutuhan. Jika teknik-teknik khusus tertata diperlukan atau material spesifik
yang digunakan, Ahli geoteknik yang Ditunjuk harus menyiapkan prosedur
untuk pengendalian mutunya.
Hal tertentu yang harus diselesaikan pada solusi desain pada Bab 2 dan 3 telah
dijelaskan pada Bab 6, dan dalam hal ini perlu diperhitungkan persyaratan
pelaksanaan dalam desain.
96
13 Pemantauan Lapangan
Masalah utama yang dihadapi seorang ahli dalam membangun timbunan jalan
di atas tanah lunak adalah adanya ketidakpastian dalam kaitannya dengan
metode analisis maupun parameter tanah yang dipilih, terutama bila
menghadapi tanah gambut. Ahli Geoteknik yang Ditunjuk mempunyai pilihan,
yaitu apakah mengadopsi suatu desain yang konservatif yang selanjutnya akan
mengakibatkan biaya konstruksi yang tinggi, atau mengadopsi solusi yang lebih
murah tetapi dengan mengambil resiko.
97
13.2 DESAIN TIMBUNAN
Sebelum membuat suatu program instrumentasi, satu atau lebih hipotesis harus
dibuat/dikembangkan untuk memprediksi mekanisme yang kemungkinan dapat
mengontrol prilaku. Timbunan di atas tanah lunak cenderung didominasi oleh
sifat-sifat tanah lunak. Keruntuhan rotasi, atau keruntuhan fondasi mungkin saja
terjadi. Atau beban timbunan bisa menyebabkan penurunan atau pengangkatan
sebelum keruntuhan rotasi terjadi.
98
Tabel 13-1 Kelas Instrumentasi untuk Timbunan Jalan
Pemilihan lokasi instrumen harus sesuai dengan prilaku yang diprediksi dan
metode analisis yang akan digunakan kemudian pada saat menginterpretasi
data. Analisis elemen hingga dapat membantu dalam menentukan lokasi kritis
dan orientasi instrumen, tetapi bukan merupakan hal yang esensial.
99
melintang sekunder harus sederhana, yang dapat saja hanya terdiri dari pelat
penurunan.
Pada seksi yang dipasangi intrumen utama yang direncanakan, analisis harus
dilakukan untuk memprediksi perilaku timbunan. Zona-zona yang memerlukan
perhatian penuh harus diidentifikasi, seperti zona-zona lemah, zona-zona yang
sarat terbebani atau zona-zona di mana tekanan pori yang tertinggi akan terjadi.
13.7 PEMASANGAN
100
Selama pemasangan hal-hal berikut harus dicatat:
• nomer dan tipe instrumen,
• koordinat dari semua lokasi instrumen,
• elevasi dari instrumen yang terpasang,
• tanggal dan waktu pemas angan,
• penampang profil tanah yang dijumpai selama pemasangan jika instrumen
dipasang di dalam lubang bor.
13.8 PERLINDUNGAN
Pencurian dan pengrusakan sering merupakan masalah utama. Bila hal ini
menjadi masalah, semua terminal harus dikubur dan dibuat tidak menonjol,
karena kotak pelindung yang mencolok sering mengundang terjadinya suatu
pengrusakan.
Semua pipa vertikal harus diberi tutup untuk mencegah masuknya kotoran. Jika
kegiatan konstruksi mungkin dapat merusak ujung dari pipa vertikal, atau orang
iseng mungkin memasukkan sesuatu sehingga dapat menyumbat pipa, maka
sumbat yang bisa dilepas harus dipasang pada kedalaman tertentu.
101
13.9 PROSEDUR DAN FREKUENSI PEMANTAUAN
Frekuensi pembacaan harus cukup rapat sehingga pembacaan yang salah dapat
diidentifikasi seperti terlihat pada Gambar 13-2.
Semua pembacaan harus periksa, lebih baik tiap hari tetapi sekurang-kurangnya
tiap minggu untuk menjamin bahwa pembacaan sudah cukup memadai dan
tidak ada masalah yang timbul dengan data yang didapat. Jika pembacaan mulai
menyimpang dari prilaku yang diharapkan, tindakan pertama yang harus
dilakukan adalah memeriksa apakah pembacaan telah dilakukan menuruti
prosedur yang sesuai, kemudian memeriksa peralatan dan mengkalibrasinya jika
perlu. Setelah itu baru dicari penjelasan lainnya yang berkenaan dengan variasi
yang terjadi.
Karena timbunan tidak mungkin turun secara seragam, pencatatan tebal lapisan
hamparan saja tidak cukup memadai untuk mengetahui tinggi timbunan yang
102
sudah dilaksanakan. Oleh karena itu, setiap saat pelat penurunan diukur,
ketinggian titik pengukuran di atas timbunan juga harus dicatat.
Elevasi dari dasar pelat dan ujung batang harus dicatat sebagai bacaan awal.
Elevasi awal ujung batang harus direvisi saat batang diperpanjang. Pembacaan
pelat penurunan dilakukan pada saat selesainya setiap lapisan timbunan atau
diambil tiap minggu atau setiap 3 hari jika perlu.
Pameraan data harus segera dilakukan dan ditinjau secepatnya begitu diperoleh.
Jika nilai yang ada berubah dengan cepat, maka frekuensi pembacaan harus
ditingkatkan. Jika nilai tidak konsisten dengan rangkaian pembacaan
sebelumnya, maka pengukuran harus diulangi.
103
14 Referensi
104
Moretti I & Cutruzzula B (1991), Specifications and Standards for Unbound
Aggregates and Their Use in Italy, in Unbound Aggregates in Roads, Jones R H
& Dawson A R (eds), Butterworths.
NAVFAC (1971), Design Manual: Soil Mechanics, Foundations and Earth
Structures, Dept of Navy, USA.
Nicholls R A & Barry A J (1983), Vertical Drains - A Case History, 8th
European Conference on Soil Mechanics & Foundation Engineering, Helsinki,
pp663-668.
Nicholls R A, Barry A J & Shoji H (1984), Deep Vertical Drain Installation,
Ground Engineering, May, pp31-35.
Rahardjo P P, Meilinda L & Yuniati L (2000), Evaluasi Hasil Monitoring
Instrumentasi Geoteknik pada Reklamasi Terminal Semen di Atas Tanah Lunak
di Semarang, Prosiding Pertemuan Tahunan IV, INDO-GEO 2000 HATTI,
ppIII-1 – III-7.
Stewart D P, Jewell R J & Randolph M F (1994), Centrifuge Modelling of Piled
Bridge Abutments on Soft Ground, Soils and Foundations, 34, pp41-51.
Toh C T, Chua S K, Chee S K, Yeo S C & Chock E T (1990), Peat
Replacement Trial at Machap, Seminar on Geotechnical Aspects of the North
South Highway, Kuala Lumpur, pp207-218.
Tri Indijono (1999), Performance of Various Types of Vertical Drains on
Consolidation Behaviour of Soft Soils at Trial Embankment for Surabaya
Eastern Ring Road, Program Magister Sistem dan Teknik Jalan Raya, Program
Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung.
105
Lampiran A
Ceklis
Tanggal
Penunjukkan Ahli Geoteknik
Peninjauan Lapangan
Desain Dimulai
Keterangan
A1
Relevan? Catatan
Keuntungan
Menggunakan peralatan pekerjaan tanah
standar
Kerugian
Memerlukan bahan timbunan yang
berkualitas tinggi, jika galian tidak
dikeringkan
Memerlukan tempat pembuangan bahan
galian bermutu rendah
Mempengaruhi drai nase bawah tanah
alami
Keterangan
A2
Relevan? Catatan
Keuntungan
Menggunakan peralatan pekerjaan tanah
standar
Kerugian
Membutuhkan lahan tambahan
Membutuhkan bahan timbunan tambahan
Keterangan
A3
Relevan? Catatan
Keuntungan
Menggunakan peralatan pekerjaan tanah
standar
Kerugian
Tambahan timbunan harus dipindahkan
kembali setelah selesai pembebanan
Keterangan
A4
Relevan? Catatan
Keuntungan
Menggunakan peralatan pekerjaan tanah
standar
Kerugian
Waktu yang diperlukan sulit diprediksi
sehingga bisa memperlambat waktu
pelaksanaan
Keterangan
A5
Relevan? Catatan
Keuntungan
Mengatasi masalah stabilitas maupun
penurunan
Kerugian
Dibutuhkan Kontraktor Spesialis
Keterangan
A6
Relevan? Catatan
Keuntungan
Tidak diperlukan keahlian khusus untuk
pelaksanaan
Kerugian
Tidak mengurangi penurunan
Sulit menjamin bahan yang digunakan
sesuai spesifikasi
Memerlukan perlindungan dari sinar
matahari dan dari bahan kimia tertentu
Keterangan
A7
Relevan? Catatan
Keuntungan
Mengatasi masalah penurunan dan
stabilitas
Kerugian
Pemancangan tiang dapat mempengaruhi
struktur yang ada
Keterangan
A8
Proyek
Ceklis
Zonasi Lokasi
Alinyemen Vertikal
Jembatan
Gorong-gorong
Keterangan
A9
Lampiran B
Sejumlah korelasi diberikan dalam CUR (1996) dan beberapa dari korelasi ini
dibahas berikut ini. CUR mengingatkan terhadap batasan penggunaan korelasi
dan menekankan bahwa penggunaan yang tidak tepat dapat memberikan
"asumsi-asumsi desain yang salah."
B1
B.2 PENENTUAN PARAMETER KUAT GESER
DARI KORELASI
Kuat geser tak terdrainase dari tanah lempung telah dikorelasikan oleh banyak
peneliti sebagaimana dengan tekanan (overburden) dan batas Atterberg. Hasil
bagi cu / σ i ' (dijelaskan di bawah) sering ditemui pada korelasi ini.
Hubungan ini telah diuji oleh banyak peneliti selama bertahun-tahun dan
nilai yang didapat tidak pernah lebih dari sekitar ± 20% dari rata-rata.
2) Parameter ini telah juga dikorelasikan oleh Bjerrum dan Simon dalam
bentuk:
c
u = 0 . 045 PI
σi '
B2
cu
= 0 . 005 LL
σ i'
dengan:
LL adalah batas cair (%).
w − PL LL − w
LI = , CI = 1 − LI =
LL − PL LL − PL
dengan:
w adalah kadar air;
LL adalah batas cair;
PL adalah batas plastik.
5) Untuk lempung dengan indeks cair lebih besar dari 0,5, Bjerrum dan
Simons mengembangkan korelasi berikut:
cu 0 . 18
=
σi' LI
dengan:
6) Suatu korelasi antara kuat geser tak terdrainase dan indeks konsistensi (CI)
yang dikembangkan oleh Wroth dan Wood diperlihatkan dalam bentuk
grafik semi-logaritmik pada Gambar B1. Sistem klasifikasi Jerman DIN
menghubungkan deskripsi konsistensi tanah (cair, lumpur, lunak dan
sebagainya) dengan indeks konsistensi (CI) seperti ditunjukkan pada
bagian atas Gambar B1. Dengan mengkorelasikan Sistem DIN dengan suatu
hubungan yang dikembangkan oleh Wroth dan Wood, jelas terlihat bahwa
pada kadar air yang dekat dengan batas cairnya (CI mendekati nol), kuat
geser tanah berkisar antara 1,5-2,0 kPa; pada kadar air yang dekat dengan
batas plastis (CI mendekati satu), kuat geser sekitar 100 kali lebih tinggi.
B3
Konsistensi tanah seperti diklasifikasikan dalam sistem yang lain (sisi sebelah
kiri Gambar B1), juga dikorelasikan dengan kuat geser tak terdrainase.
B4
B.3 PENENTUAN PARAMETER DEFORMASI
DARI KORELASI
B5
Gambar B1 Hubungan antara Kuat Geser Tak Terdrainse dan Indeks Konsistensi
B6
PI γ s
C' c = . = 1.325PI
2 γw
dengan:
PI adalah indeks plastisitas (%);
3
γ s adalah berat isi partikel tanah (=26,5 kN/m );
3
γw adalah berat isi air (=10 kN/m ).
9) Untuk lempung tak terganggu konsolidasi normal, hubungan yang
diusulkan oleh Terzaghi dan Peck adalah:
Cc = 0.009(LL − 10)
dengan:
LL adalah batas cair (%).
Korelasi yang sudah dikenal baik dan paling sering digunakan, disajikan di
bawah ini.
10) Nishida menurunkan secara teoritis korelasi berikut ini untuk semua jenis
lempung :
C c = 0 .54 (e o − 0 .35 )
11) Berdasarkan kurang lebih 700 tanah lempung dari Amerika Serikat dan
Yunani, korelasi-korelasi yang diusulkan oleh Azzouz adalah sebagai
berikut:
C c = 0 .4 (e o − 0 .25 )
atau
C c = 0 . 01 (w − 5 )
12) Untuk tanah kohesif, inorganik, lanau dengan lempung, lempung kelanauan
dan lempung korelasi berikut disarankan oleh Hough:
C c = 0 . 4049 (e o − 0 . 3216 )
atau
C c = 0 . 0102 (w − 9 . 15 )
B7
13) Korelasi yang diturunkan oleh Rendon-Herrero untuk 94 lempung Amerika
adalah:
C c = 0 .30 (e 0 − 0 .27 )
14) Untuk 130 lempung aluvial dan lanau dari Bangladesh korelasi berikut
diusulkan oleh Serajuddin:
Cc = 0 .01(w − 7 .548 )
Kurva yang diperlihatkan pada Gambar B2 diturunkan dari formula Nishida dan
bisa digunakan untuk menurunkan Cc dari batas cair dan angka pori awal. Setiap
kurva mewakili hubungan untuk jenis lempung tertentu dengan batas cair yang
diketahui untuk angka-angka pori di bawah batas cair.
Gambar B2 Hubungan antara Pemampatan Primer dan Angka Pori sebagai Suatu Fungsi Batas
Cair
B8
Karena tidak ada deformasi lateral, perubahan angka pori dan penurunan adalah
proporsional,
∆h ∆e
=
h 1 + eo
C c
CR =
1+ eo
dengan:
e0 adalah angka pori awal.
CR = 0 .156 e o + 0 .0107
16) Untuk nilai kadar air kurang dari 100%, Vidalie mengusulkan korelasi
berikut untuk tanah lempung Perancis:
CR = 0 . 0039 w + 0 . 013
Indeks Pengembangan adalah tangen dari sudut yang dibentuk oleh garis
singgung pada suatu titik pada kurva pelepasan beban dengan absis (sumbu
σ').
Hubungan antara indeks pengembangan dan angka pori sebagai fungsi dari
batas cair, diperlihatkan pada Gambar B3.
B9
Jika setelah pelepasan beban, beban kembali diberikan, pemampatan ditentukan
oleh indeks kompresi primer untuk pembebanan kembali (atau indeks
rekompresi), Cr. Nilai Cr biasanya sama dengan atau lebih kecil dari Csw.
Gambar B3 Hubungan antara Indeks Pengembangan dan Angka Pori sebagai Fungsi dari Batas
Cair
Nilai indeks lolos kurang dari 0,001 untuk lempung tekonsolidasi lebih, 0,005
sampai 0,02 untuk lempung terkonsolidasi normal dan 0,03 atau lebih besar
untuk lempung sensitif dan tanah organik.
Sumber yang dikutip oleh CUR untuk korelasi di atas adalah Manual Desain
yang diterbitkan oleh U.S. Dept. of the Navy pada 1971.
B10
Juga di CUR, hubungan antara Cα dan w disajikan dalam bentuk grafik untuk
pemampatan alami (hubungan rata-rata ditambah batas atas dan bawah) dan
rekompresi (hanya batas atas); suatu zona untuk contoh tanah yang sepenuhnya
terganggu juga diperlihatkan. Sumber untuk hubungan ini tidak diberikan.
Hubungan rata-rata yang diindikasikan untuk kompresi alami konsisten dengan
hubungan linear yang diberikan di atas sampai dengan kadar air sekitar 50%; di
luar nilai ini, hubungan rata-rata bertambah pada laju yang semakin berkurang
sehingga, sebagai contoh, pada kadar air 100%, nilai Cα kurang lebih sebesar
0,016 (berlawanan dengan nilai 0,02 yang ditunjukkan oleh hubungan linear).
Bahan Cαα/ Cc
Tanah berbutir termasuk timbunan batuan 0.02 ± 0.01
Serpih dan batu lumpur (mud stone) 0.03 ± 0.01
Lempung inorganik dan lanau 0.04 ± 0.01
Lempung organik dan lanau 0.05 ± 0.01
Gambut dan muskeg 0.06 ± 0.01
B11
B.4 KORELASI YANG DIGUNAKAN UNTUK
MENENTUKAN DERAJAT KONSOLIDASI
DAN PERMEABILITAS
Jika dilakukan pemeraan untuk data pemampatan pada skala linear, kemiringan
kurva e vs. ó'v disebut sebagai koefisien kompresibilitas av yaitu av = ∆e / ∆σ'v ;
Jika pemeraan dilakukan dalam bentuk regangan vertikal, kemiringan
dinyatakan sebagai koefis ien kompresibilitas volume vertikal mv yaitu
εv
mv =
∆σ'v
0 . 435 C c
mv =
(1 + e o )σ i '
dengan:
σi ' adalah tegangan efektif rata-rata sepanjang lintasan yang
2
dipertimbangkan (kN/m ).
B12
Dinyatakan dalam CUR bahwa, koefisien permeabilitas kv dari tanah lempung
nampaknya bergantung pada distribusi ukuran pori yang bergantung pada
komposisi lempung, yaitu jenis lempung dan distribusi ukuran partikel.
Walaupun menekankan bahwa penetapan nilai berdasarkan korelasi biasanya
memberikan hasil yang tidak berkaitan dengan koefisien permeabilitas, CUR
menyatakan sebagian dapat diterima sebagai pekerjaan awal. Hubungan antara
angka pori dan koefisien permeabilitas vertikal, dengan variasi parameter indeks
plastisitas dan kadar lempung (keduanya dinyatakan sebagai pecahan desimal),
diperlihatkan pada Gambar B4.
Koefisien konsolidasi cv bisa juga diperkirakan secara langsung dari batas cair
dengan menggunakan grafik yang diperlihatkan pada Gambar B5. Hubungan-
hubungan pada Gambar B5 diambil dari U.S.Dept. of the Navy Design Manual
yang diterbitkan pada 1971.
Gambar B4 Hubungan Antara Permeabilitas dan Angka Pori Sebagai Fungsi dari Indeks
Plastisitas dan Kadar Lempung.
B13
Gambar B5 Hubungan Antara Koefisien Konsolidasi dan Batas Cair.
B14
Appendix C
Perhitungan Penurunan
pada Gambut Berdasarkan
Metode Hanrahan
Lampiran Ini merupakan Cuplikan dari Hanrahan & Rogers (1981)
C1
C2
C3
C4
Lampiran D
Isi Laporan
Logo Pemilik Proyek + Nama Pemilik Proyek
Nama Proyek
Judul Laporan
Tanggal
Pendahuluan/Draf/Laporan Akhir
Nama Perusahaan
E1
Nama Proyek
Daftar Isi
Rangkuman Eksekutif
Lembar Pemenuhan
1 Pendahulu an -----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------1
2 Deskripsi Tujuan
2.1 Pencapaian Tujuan -------------------------------------------------------------------------------------------------------------------2
3 Deskripsi Lapangan
3.1 Sistem Survei -------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 3
3.2 Topografi --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------3
3.3 Sistem Drainase-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------4
4 Geologi
4.1 Geologi Regional ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------5
4.2 Geologi Lokal -------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 7
4.3 Stratigrafi Lapangan -----------------------------------------------------------------------------------------------------------------8
4.4 Variasi Litologis -------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 10
5 Hidrogeologi
5.1 Ele vasi Air Tanah ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------ 12
5.2 Aliran -----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------12
5.3 Pengaruh Musim -------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 13
5.4 Pengaruh Pasang Surut ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 13
5.5 Banjir -----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------14
5.6 Kimia Air Tanah -------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 14
6 Parameter Desain
6.1 Umum ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 16
6.2 Bahan Timbunan-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 17
6.3 Lempung Marin Atas --------------------------------------------------------------------------------------------------------------17
6.4 Pasir Antara--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 18
6.5 Lempung Marin Bawah ---------------------------------------------------------------------------------------------------------- 18
6.6 Lempung Pleistosen --------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 20
7 Prosedur Desain
7.1 Pengantar ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------21
7.2 Standar dan Peraturan yang Digunakan dalam Desain Geoteknik------------------------------------------------- 21
7.3 Zonasi Site ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 21
8 Rangkuman Desain & Kesimpulan
8.1 Umum ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 24
8.2 Zona 1: Timbunan Tinggi ------------------------------------------------------------------------------------------------------- 25
8.3 Zona 1: Timbunan Rendah ----------------------------------------------------------------------------------------------------- 28
8.4 Zona 2: Oprit Jembatan---------------------------------------------------------------------------------------------------------- 30
Dan lain-lain…
9 Spesifikasi dan Kontrak
9.1 Spesifikasi ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 45
9.2 Supervisi ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 45
10 Masalah Lingkungan --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 46
11 Referensi----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------47
Tabel
Tabel 1
Dan seterusnya
Gambar
Gambar 1
Dan seterusnya
Gambar Teknik
No Gambar Teknik …
Dan seterusnya
Lampiran
Lampiran 1 Daftar Ketidakcocokan
Dan seterusnya
E2
Nama Proyek
Judul Laporan
Tertanda
Nama
Ahli Geoteknik yang Ditunjuk
Tanggal
E3
Peningkatan Jalan antara Tanah Merah ke Tanah Hitam
Laporan Desain Geoteknik
Data yang Ditolak
E4
Unit Tanah ãb cu ø c c/(1+e0) c αα cv ch
3 2 2
kN/m kN/m m /thn
Bahan Timbunan 20 28
Lempung Marin Atas 16 [1] 0.3 0.04 2 4
Pasir Antara 20 35
E5
Lampiran F
1 Pengantar ...............................................................................................1
1.1 Tujuan dari Prosedur......................................................................1
1.2 Penggunaan Prosedur .....................................................................1
2 Data Awal..............................................................................................1
2.1 Pengumpulan Data yang Ada..........................................................1
2.2 Penyiapan Penilaian Awal..............................................................1
2.3 Peninjauan Lapangan.....................................................................1
4 Desain....................................................................................................2
4.1 Tipe Percobaan..............................................................................2
4.2 Desain Timbunan ..........................................................................2
4.3 Pemilihan Instrumentasi.................................................................2
4.4 Pertimbangan Pelaksanaan.............................................................3
5 Pelaksanaan............................................................................................3
5.1 Dokumen ......................................................................................3
5.2 Prosedur........................................................................................3
5.3 Pencatatan.....................................................................................3
6 Pemantauan............................................................................................3
6.1 Prosedur........................................................................................3
6.2 Pencatatan.....................................................................................3
7 Interpretasi .............................................................................................3
7.1 Analisis Rekaman/Catatan..............................................................3
8 Pelaporan ...............................................................................................4
8.1 Laporan Tahap 1............................................................................4
8.2 Laporan Tahap 2............................................................................4
8.3 Laporan Akhir ...............................................................................4
(i)
Pengantar
Tujuan dari Prosedur
Garis besar ini dimaksudkan untuk memberikan panduan mengenai informasi yang
harus didapat, prosedur yang harus diadopsi, dan isi dari laporan sementara dan akhir
mengenai timbunan percobaan.
Penggunaan Prosedur
Petunjuk ini dibuat untuk Timbunan Percobaan pada proyek Indon GMC. Percobaan ini
bertujuan untuk memberikan informasi umum mengenai perilaku timbunan di atas tanah
lunak dan gambut. Meskipun begitu Petunjuk ini dapat pula digunakan oleh Perekayasa
Ahli yang merencanakan suatu uji-coba timbunan percobaan untuk tujuan yang sama.
Data Pendahuluan
Peninjauan Lapangan
Kunjungi tempat. Peninjauan lapangan sesuai dengan Panduan
Geoteknik 2 (identifikasi medan –fitur yang telah ada seperti kegagalan
bangunan – timbunan yang turun – drainase yang terputus).
Identifikasi faktor-faktor praktis untuk pelaksanaan timbunan percobaan:
akses ke lokasi – persyaratan akses di lokasi – persyaratan drainase –
pemagaran untuk keamanan – penerangan
Kenali ruang lingkup timbunan percobaan dan kecocokan lokasi .
Siapkan garis besar desain pendahuluan dan instrumentasi untuk
masukan dalam desain penyelidikan lapangan.
Penyelidikan Lapangan
F1
Buat daftar parameter yang diperlukan sebagai bagian dari desain
penyelidikan lempung.
Identifkasi lokasi untuk pemasangan instrumentasi dan pastikan kondisi
tanah diidentifikasi dengan baik pada lokasi tersebut.
Desain
Tipe Percobaan
Tiga tipe dasar:
Dimaksudkan untuk terjadi keruntuhan: untuk analisis balik
parameter stabilitas dan untuk optimasi desain timbunan sampai batas
keruntuhan.
Dimaksudkan untuk memodelkan serangkaian alternatif desain,
dan untuk menilai efektifitas/atau keuntungan-keuntungannya.
Dimaksudkan untuk memodelkan desain yang diusulkan: untuk
meyakinkan bahwa parameter desain yang digunakan memadai, atau
untuk memperbaiki desain, atau untuk mengenali dengan lebih tepat
waktu pelaksanaan yang diperlukan untuk suatu desain tertentu.
Desain Timbunan
Analisis desain timbunan harus mengikuti teknik standar (merujuk
Panduan Geoteknik 4) dan sepenuhnya memprediksi prilaku timbunan.
Idealisasi profil tanah
Pilih parameter tanah
Stabilitas – tentukan Faktor Keamanan yang diperlukan – analisis:
a) cu jangka pendek pada saat konstruksi selesai,
b) tegangan efektif untuk konstruksi bertahap (dengan disipasi
tekanan air pori).
Analisis penurunan
a) Terzaghi,
b) empiris,
c) lainnya (untuk gamb ut).
Identifikasi penurunan yang akan terjadi pada masing-masing instrumen
Pemilihan Instrumentasi
Dasar pemilihan:
Memberikan data untuk dibandingkan dengan prilaku yang diprediksi
Pemasangan, dan prilaku jangka panjang, dapat diandalkan
Peralatan dan keahlian yang tersedia untuk membaca instrumen
(Biaya menjadi bahan pertimbangan: tetapi bila tidak mampu membiayai
instrumentasi untuk mendapatkan data yang diperlukan, lalu apa
gunanya melaksanakan percobaan timbunan?).
Petunjuk mengenai instrumentasi yang sesuai dalam Panduan
Geoteknik 4: Pemantauan
F2
Lokasi instrumen
a) lokasi-lokasi kunci untuk pergerakan vertikal dan horisontal,
b) tipe instrumen yang tersedia,
c) cantumkan instrumen pada gambar teknik,
d) letakan posisi instrumen di peta dan pastikan ada
pengamanan instrumen selama pelaksanaan,
e) siapkan spesifikasi tipe dan pemasangan masing-masing
instrumen,
f) siapkan gambar teknik pelaksanaan.
Pertimbangan Pelaksanaan
Sumber dan tipe bahan timbunan – metode penimbunan (secara umum,
dan disekitar instrumen) – metode pemadatan – persyaratan drainase –
perlindungan terhadap erosi – akses – pengawasan instrumen –
akomodasi – gudang penyimpanan peralatan instrumentasi –komunikasi
Persiapan spesifikasi pelaksanaan – kecepatan penimbunan – pengaruh
gangguan.
Pelaksanaan
Dokumen kontrak
Persyaratan kontrak – spesifikasi – pengukuran – program
Prosedur
Pengawasan – komunikasi
Rekaman/Catatan
Laporan harian – survei – pengujian kepadatan
Pemantauan
Prosedur
Rekaman/Catatan (Records)
Interpretasi
Analisis Hasil Pemantauan
Pemeraan data – metode analisis – perbandingan kumpulan data – umpan balik ke
sistem pemantauan – penambahan/pengurangan frekuensi pemantauan – pemeriksaan
tambahan pada kalibrasi/datum/respon instrumen.
F3
Pelaporan
Laporan Tahap 1
Sebelum penyelidikan lapangan dilaksanakan dan setelah desain
pendahuluan selesai. Anggaran biaya bisa dihitung pada waktu ini.
Laporan Tahap 2
Setelah semua pekerjaan desain selesai – berisi desain lengkap
timbunan percobaan dan prediksi prilaku yang berhubungan dengan
instrumen yang akan dipasang. Anggaran biaya bisa dipastikan pada
waktu ini.
Laporan Akhir
Setelah data diperoleh dari timbunan percobaan dengan menyertakan
semua catatan timbunan percobaan, lakukan kaji ulang prediksi dan
kesimpulan mengenai parameter tanah yang sesungguhnya.
F4
Lampiran G
Instrumentasi
Pengukuran Penurunan
Pelat Penurunan
Pelat penurunan terdiri dari suatu batang yang dilas pada pelat baja
bujur sangkar berukuran 60 kali 60 cm yang diletakkan pada dasar
timbunan seperti diperlihatkan pada Gambar G2. Penurunan diukur
dengan mengukur elevasi terhadap suatu patok tetap yang merupakan
datum rujukan.
Ekstensometer Batang
Ekstensometer Magnetis
Extensometer ini terdiri dari satu atau lebih titik rujukan yang ditanam
di dalam tanah dengan satu titik rujukan terletak pada ujungnya. Batang
dan kawat atau peralatan elektronik digunakan untuk menentukan
perubahan jarak antara titik-titik rujukan. Ekstensometer magnetis telah
tersedia secara komersial. Peralatan ini terdiri dari dua komponen
utama, yaitu sebuah magnet lingkaran permanen yang diberi magnet
secara aksial yang berfungsi sebagai penanda dalam tanah dan sensor.
Sensor, saklar buluh, bergerak secara aksial ke dalam medan magnet,
menutup dan mengaktifkan lampu indikator atau bel. Peralatan ini
digunakan dengan memasukkannya ke dalam lubang bor 100 mm dan
sejumlah magnet dipasang dalam lubang bor dari dasar ke atas, dan
magnet pada dasar diletakkan pada tanah/batuan yang kuat, dan dapat
digunakan sebagai titik tetap. Gambar G4 menggambarkan penggunaan
ekstensometer magnetis untuk mengukur penurunan pada berbagai
G1
kedalaman pada tanah bawah permukaan. Instrumen ini harus dibeli
dari pemasok spesialis dan dipasang oleh kontraktor yang
berpengalaman, dan akan lebih baik jika dilakukan oleh pemasoknya.
Jenis Pisometer
Pisometer pipa terbuka terdiri dari tabung atau pipa dengan elemen
berongga pada ujungnya, atau dengan bagian ujung yang berlubang-
lubang. Bagian berongga harus dikelilingi atau dibungkus dengan bahan
filter dan harus dipasang di dalam lubang bor.
• Pisometer hidrolik
G2
Pisometer hidrolik memerlukan rumah pengukur yang cukup besar dan
oleh karena itu lebih cocok untuk digunakan pada kontrak instrumentasi
yang besar.
• Pisometer elektrik
• Pisometer penumatik
G3
Contoh pemasangan diperlihatkan pada Gambar G6.
• Indikator gelincir
• Patok geser
• Inklinometer
Alat baca inklinometer, merupakan alat baca yang rumit dan mahal.
Biaya yang cukup harus dianggarkan untuk kalibrasi dan perbaikan;
sebagai alternatif, pemantauan harus disubkontrakkan kepada pemasok
alat.
G4
Elevasi batang
baja yang permukaan timbunan yang
diturunkan yang telah selesai
diukur
sewaktu-waktu
G5
1" ( Pipa baja atau Besi Galvanis)
& dilengkapi dengan sambungan
A A berdrat (bergalur)
Pelat 60 cm persegi
yang diperkuat/ditimbun dengan pasir (kira-kira 4
kantung pasir)
pasir
OGL
PELAT PENURUNAN
Catatan : Batang dan tabung diperpanjang per satu meter selama konstruksi timbunan
1"
POTONGAN A-A
G6
EKSTENSOMETER BATANG
Tabung diameter 100 mm dengan tutup yang
dapat dikunci, dipasang pada elevasi akhir
dengan coran beton pada sekeliling dasarnya
G7
EKSTENSOMETER MAGNETIK
level muka
tanah yang ada
Penutup pelindung
G8
DETIL A
Ditimbun kembali dengan Ditimbun kembali dengan
bentonit/air bentonit/air
Bentonit Bentonit
Bungkus geotekstil yang berlubang atau
bercelah Kolom pasir
Kolom pasir
B DETIL B
Pelindung & tutup yang dapat dikunci
TBM = Patok Acuan Sementara (Temporary Bench Mark)
Beton
lereng sisi timbunan
( Pipa Baja)
( PVC )
oil
Ditimbun kembali dengan bentonit/air
Ujung pisometer
( untuk lapisan lempung gunakan ujung pisometer tipe High Air Entry Tip )
G9
PISOMETER PENUMATIK
Selang ganda
Grouting
G10
INDIKATOR GELINCIR
Pasir
Benang nilon
DETIL A
Kayu
G11
VERTIKAL
SEBENARNYA
DEVIASI
PANJA
NG
Gambar G8 Inklinometer
ALAT
BACA
(L)
DEVIASI= L sin
TABUN
G PE
NGHA
NTAR
G12
Lampiran H
Perincian Instrumen
Tipe Pisometer Pneumatik
Pembuat Geotechnical Instruments Model P359/2 Tipe Push In
Rincian Ujung akhir diberi sambungan yang mudah dilepas
Kelebihan pipa 5 m digulung pada ujung pemasangan untuk mengkompensasi kenaikan timbunan
Bacaan awal 9.3m
Tanda & Proteksi Instrumen diberi label dengan label aluminium dengan huruf timbul IIA/P3 yang diikatkan pada sambungan
Pagar bambu sementara dipasang (penutup yang bisa dikunci akan dipasang pada permukaan timbunan akhir)
Bahan-bahan
Grout 10:1 air/OPC dicampur dengan tongkat pengaduk dan dipompa dari dasar lubang bor
Pasir
Bentonit
H1
Daftar Istilah Teknik
BAHASA INDONESIA ENGLISH
abu gunung api volcanic ash
abutmen abutment
adhesi adhesion
ahli geoteknik geotechnical engineer
air bebas ion deionized water
air bebas udara deaired water
air tanah groundwater
aksi pelengkungan arching action
alami, asli natural
albit albite
alinyemen alignment
aliran flow
alkalinitas alkalinity
alofan allophane
aluvial alluvial
aluvium alluvium
amfibol amphibole
analisis butiran grading analysis
analisis saringan sieve analyses
angka pori void ratio
anisotropi anisotropy
anortosit anorthosite
anotit anothite
antofilit anthophyllite
arloji penunjuk dial gauge
atapulgit attapulgite
augit augite
awal preliminary
ayakan sieve
bahan tak terpakai waste materia l
baja nir karat, baja tahan karat stainless steel
baling laboratorium laboratory vane
banjir rencana design flood
basal basalt
batas cair liquid limit
batas plastis plastic limit
batas susut shrinkage limit
batas-batas Atterberg Atterberg limits
batu pori porous stone
batuan beku igneous rock
batuan induk parent rock
batuan malihan metamorphic rocks
batuan sedimen sedimentary rock
beban aksial axial load
beban batas ultimate load
beban lebih overburden
beban siklik cyclic loading
beban tambahan surcharge
benda uji specimen
berat isi unit weight
berat jenis specific gravity
berbongkah blocky
bercelah fissured
berem berm
Daftar Istilah-1
BAHASA INDONESIA ENGLISH
(lanjutan)
Daftar Istilah-2
BAHASA INDONESIA ENGLISH
(lanjutan)
fitur feature
fondasi foundation
forsterit forsterite
foto udara aerial photograph
friksi kulit skin friction
friksi, gesek friction
galian dan timbunan cut and fill
gambut peat
gambut amorfos amorphous peat
gaya angkat uplift
gempa earthquake
geogrid geogrid
geosel geocells
geosintetis geosynthetics
geotekstil geotextile
getas brittle
gorong-gorong box culvert
gradien hidrolik hydraulic gradient
granitoid granitoid
granodiorit granodiorite
grid, kisi-kisi grid
gruting grouting
haloysit halloysite
hambatan lekat sleeve friction
hemik hemic
hipersten hyperstene
holosen holocene
homogen, homogenos homogenous
ilit illite
indeks index
indeks plastis plastic index
indeks plastisitas plasticity index
indikator gelincir slip indicator
inklinasi inclination
inklinometer inclinometer
instrumentasi instrumentation
jaman jura jurassic
jaman kuarter quaternary
jejak drainase, lintasan drainase drainage path
jenuh air saturated
jumlah hambatan lekat total friction
kadar air moisture content
kadar air water content
kadar organik organic content
kaji ulang review
kaldera caldera
kalsit calcite
kaolinit kaolinite
kapasitas aksial axial capacity
katup valve
keaktifan lempung clay activity
keasaman acidity
keawetan durability
Daftar Istilah-3
BAHASA INDONESIA ENGLISH
(lanjutan)
Daftar Istilah-4
BAHASA INDONESIA ENGLISH
(lanjutan)
Daftar Istilah-5
BAHASA INDONESIA ENGLISH
(lanjutan)
Daftar Istilah-6
BAHASA INDONESIA ENGLISH
(lanjutan)
Daftar Istilah-7
BAHASA INDONESIA ENGLISH
(lanjutan)
saprik sapric
sedimentasi, pengendapan sedimentation
segregasi segregation
sel beban load cell
sel hidrolik hydraulic cell
selang ganda twin tubing
selimut pasir sand blanket
selongsong gesek friction sleeve
senit syenite
sensitivitas sensitivity
serat fibre
serpentinit serpentinite
sesar fault
sifat teknik tanah engineering soil properties
siklus logaritmik log cycle
skuising squeezing
soket, penyambung pipa coupling
sondir Dutch Cone Test
spatula spatula
spesialis geoteknik geotechnical specialist
stabilitas stability
stif stiff
strata stratum
stratifikasi stratification
stratigrafi stratigraphy
struktur teknis engineering structure
struktur terdispersi dispersed structure
struktur terflokulasi flocculated structure
studi kelayakan feasibility study
studi meja desk study
subduksi subducts
sudut geser dalam internal friction angle
suhu pijar ignition temperature
sumur uji test pit
surut draw drown
suspensi suspension
susut shrinkage
tabung penginti tipis thinwall tube
tabung penginti, penginti core barrel
tahanan konus cone resistance
tahanan kulit skin resistance
tak berkelangsungan non sustainable
tak dapat terbakar incombustible
tak jenuh unsaturated
tak terdesak non displacement
tak terdrainase undrained
tak terkonsolidasi unconsolidated
tanah bawah permukaan subsoil
tanah dasar sub grade
tanah lunak soft soil
tanah mineral or ganik organo-mineral soil
tanah residual residual soil
tanggul levee
Daftar Istilah-8
BAHASA INDONESIA ENGLISH
(lanjutan)
Daftar Istilah-9
BAHASA INDONESIA ENGLISH
(lanjutan)
Daftar Istilah-10
Peserta dan Ucapan Terima Kasih