Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Metode self potensial merupakan metode pasif dalam geolistrik. Dimana self
potensial merupakan survei awal penelitian. Menyatakan bahwa daerah tersebut
terdapat anomali.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1.1 Geomorfologi
II.1.2.Stratigrafi
2. Formasi Mandalika
3. Formasi Nglanggran
Terdiri dari breksi gunung api, angglomerat dan lava andesit-basalt dan tuff.
Batuan ini menempati bagian utara daerah Inventarisasi tersingkap di Sungai
Dengkeng, Kecamatan Nglipar. Batuan pembentuk utamanya breksi gunung api,
tidak berlapis, dengan komponen dari batuan andesit hingga basal, berukuran 2
hingga 50 sentimeter. Lensa batugamping koral terdapat di bagian tengah dari
satuan ini. Batupasir gunung api epiklastika dan tuff berlapis baik terdapat sebagai
sisipan dan sebarannya setempat. Struktur sedimen perairan sejajar, perlapisan
bersusun, dan cetakan beban memberikan indikasi adanya aliran longsoran (debris
flow). Pada lapisan bagian atas permukaannya ererosi yang menunjukan adanya arus
kuat. Hadirnya batugamping koral menunjukkan lingkungan laut. Lingkungan
pengendapan batuan ini adalah laut yang disertai dengan longsoran bawah laut.
Formasi semilir ditindih selaras oleh satuan batuan gunung api yang dikenal
sebagai Formasi nglanggaran. Satuan ini tidak mengandung fosil, dan umurnya
diduga akhir Miosen Awal hingga permulan Miosen Tengah (Samosusastro, 1956).
Formasi Nglanggaran berlokasi tipa di Gunung Nglanggran, di Pematnag Baturagung
Utara Wonosari. Formasi Nglanggran berumur Miosen Awal hingga Miosen Tengah,
ketebalannya sekitar 530 meter, Formasi ini menjemari dengan Formasi semilir,
tertindih selaras dengan formasi Sambipitu, selanjutnya tertindih tidak selaras dengan
Formasi Oyo dan Formasi Wonosari.
4. Formasi Semilir
Tediri dari tuff, breksi batuapung dasitan, batupasir tuffaan dan serpih batuan
ini menempati bagian utara dari bagian daerah inventarisasi. Formasi ini di bagian
bawahnya mempunyai struktur sedimen berlapis baik, perairan, silangsiur berskala
menengah dan permukaan erosi. Lignit yang berasosiasi dengan batupasir tufa
gampingan dan kepingan koral pada breksi gunung api mewarnai satuan ini pada
bagian tengan. Bagian atas satuan ini terdapat batulempung dan serpih, ketebalannya
sekitar 15 sentimeter, mempunyai struktur longsoran bawah laut. Secara keseluruhan
ketebalan satuan ini diperkirakan 460 meter.
5. Formasi Sambipitu
Terdiri dari batupasir dan batulempung. Satuan ini menempati bagian utara.
Satuan ini bagian bawahnya disusun oleh batupasir kasar tidak berlapis dan batupasir
halus, secara setempat diselingi serpih, batulanau gampingan, lensa breksi andesit,
klstika lempung dan fragmen karbon.
6. Formasi Wuni
Terdiri dari agglomerat bersisipan batupasir tuffan dan batupasir kasar. Satuan
ini menempati secaraterisolasi di bagian selatan. Bagian bawah satuan ini disusun
oleh breksi agglomerat, kayu dan bongkah terkersikan. Komponen agglomerat terdiri
dari andesit dan basal berukuran 10 hingga 15 sentimeter, setempat bisa mencapai 2
meter. Bagian tengah satuan ini terdapat sisipan batupasir tuffan, batulanau dan
konglomerat. Sisipan batugamping koral menempati bagian atas satuan ini.Ketebalan
satuan ini diperkirakan 150 meter. Satuan ini ke arah barat berubah menjadi formasi
Nglanggran, namun sulit dibedakan. Formasi ini menjemari dengan Formasi
Wonosari.
7. Formasi Oyo
Disusun oleh sedimen klasik gampingan terdiri dari batupasir gampingan,
batugamping tuffaan, batugamping berlapis bersisipan napal dan tuff. Pengendapan
batugamping ini berbarengan dengan aktifitas gunung api sehingga tuff mewarnai
endapan ini. Semakin ke arah atas unsur material gunung api berkurang. Kemiringan
lapisan ke selatan dengan derjat kemiringan 20o – 25o. Lapisan ini mudah dikenali di
lapangan sepanjang singkapan di Kali Oyo. Pada batupasir gampingan, batugamping
berlapis dan napal banyak dijumpai kandungan fosil.
Formasi Oyo yang manindih tidak selaras dengan satuan klasik dibawahnya
terdiri dari batupasir tuffaan, napal tuffaan, batugamping dan konglomerat, bersisipan
tuff, konglomerat batugamping dan breksi gampingan. Satuan ini berlokasi tipe di
Sungai Oyo di Gunung Tugu dan Gunung Temas (perbukitan Bayat), Rahardjo
(1995) menjumpai batugamping tuffaan berlapis bersisipan nepal ; sedang di Gunung
kampak ia mengamati adanya perubahan fasies batugamping menjadi batugamping
algae dan batugamping oral, sehingga lingkungannya berhimpun dengan terumbu.
8. Formasi Wonosari
II.1.3.Struktur Geologi
II.2.Geologi lokal
Gambar II.2. Kolom stratigrafi regional daerah Pegunungan Selatan (Rahardjo drr.,
1977; Surono drr., 1992). Litologi di daerah penelitian termasuk ke
dalam Formasi Semilir.
II.3.Penelitian Terdahulu Metode Self Potensial
Dari hasil pengolahan data pada inverse Model Resistivity Section yang
mempunyai iteration 3 RMS error 6.0 % didapatkan pada kedalaman 3-6.8 m dengan
bentangan sepanjang 7-34 m dan nilai resistivitas 593-2755 ohm m, berdasarkan
kondisi geologi di lapangan dapat disimpulkan sebagai endapan pasir, pada
kedalaman 0.684-3 m dengan bentangan sepanjang 6-34 m dan nilai resistivity 2755-
21375 berdasarkan kondisi geologi di lapangan dapat disimpulkan sebagai semen cor
(Rahardjo drr., 1977; Surono drr., 1992).
Potensial diri yang ada di alam dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
The small background potenstials, yang mempunyai interval (fraksi) sampai
dengan puluhan mV. Potensial alami ini juga dapat bernilai minus.
Potensial mineralisasi, yang mempunyai orde dari ratusan mV sampai dengan
ribuan mV.
Secara umum, peralatan yang digunakan pada metoda potensial diri ini terdiri dari
elektroda, kabel, dan voltmeter. Elektroda yang digunakan terbuat seperti tabung
panjang yang diisi dengan larutan CuSO4 dengan porosnya terbuat dari dari tembaga.
Tipe lainnya dikenal dengan elektroda Calomel yang diisi oleh KCl-HgCl2 (lihat
Gambar 9). Voltmeter digunakan sebagai penghubung elektroda-elektroda.
Gambar III.1 Elektroda yang digunakan dalam metoda potensial diri
Ada dua alternatif dalam melakukan pengukuran metoda potensial diri ini :
Cara yang pertama, salah satu elektroda tetap, sedangkan yang satu lagi
bergerak pada lintasannya.
Cara yang kedua, kedua elektroda bergerak bersamaan secara simultan,
katakanlah dengan interval 50 m.
Hasil pengukuran digrafikkan antara jarak (m) dengan hasil pengukuran (mV). Jika
gradien hasil pengukuran memperlihatkan gradien yang tinggi (negatif ke positif yang
tinggi) terhadap zero level dapat dijadikan sebagai indikator anomali (titik infleksi),
lihat Gambar 10.
Gambar III.2 Potensial diri dan gradien potensial diri sepanjang penampang
melintang tubuh bijih.
Hasil dari survei potensial ini disajikan dalam bentuk peta isopotensial, dan
interpretasi dilakukan terhadap daerah anomali dengan menggunakan penampang
melintang yang memotong daerah anomali.
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
1. Multimeter
2. 2 buah porouspot larutan CuSO4
3. 1 kabel
4. Meteran
5. Stopwatch
Langkah Kerja :
Pengolahan data lapangan dari survey metode seft potensial adalah sebagai
berikut:
1. Dari nilai V base dan rover maka dapat menghitung nilai SP terkoreksi
2. Kemudian menghitung nilai MA SP
3. Membuat grafik MA SP dan SP terkoreksi
4. Mengolah data surfer
Pengolahan data menggunakan Software Surfer 8
1. Masuk ke dalam software Surfer 8 pilih File, New, WorkSheet copy data
x,y dan MA SP
2. Save dengan type *dat.
3. File ,New, Work Plot.
4. Pilih data yang telah disimpan dengan format *dat
5. Grid, Data. Pilih data yang dengan format *dat
6. Map, contour layer.
7. Klik kanan properties,
8. Map, post layer untuk membuat lintasannya.
Mulai
Mempersiapkan Alat
Pengolahan Data
Surfer
Peta isopotensial
Pembahasan Hasil
Kesimpulan
Selesai
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
V.1. Hasil
SP Terkoreksi VS MA SP
0.06
0.05
0.04
MA dan SP
0.03
SP terkoreksi
0.02 Ma SP
0.01
0
435080 435085 435090 435095 435100 435105
-0.01
-0.02
X
MA SP Vs Offset
0.06
0.05
0.04
0.03 MA SP Vs Offset
0.02
0.01
0
435080 435085 435090 435095 435100 435105
-0.01
-0.02
9142000
PETA ISOPOTENSIAL
9141900 100
90
80
70
60
9141800 50
40
30
20
10
9141700 0
-10
-20
-30
-40
-50
9141600
-60
-70
-80
-90
-100
9141500 -110
-120
-130
9141400
IV.2 Pembahasan
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1. Kesimpulan
Dari pembahasan dapat disimpulkan bahwa anomaly terdapat pada koordinat
X (434800) dan Y ( 9141200) yang ditunjukan dengan waran biru sampai ungu
dengan nilai (-130) – (-60 ) mV. Dimana penyebaran Potensial diri tinggi berada pada
koordinat X ( 434900) sampai ( 4345000 ) dan Y ( 9141900 ) sampai ( 9142000)
yang ditunjukan dengan warna oranye sampai merah dengan kisaran harga 40 – 100
mV. Sedangkan potensial diri sedang mendominasi daerah ini deitunjukan dengan
warna hijau dan kuning dengan kisaran harga -60 sampai 40 mV. Pada Lintasan 9
terdapat kesalahan pada nilai koordinat X, sehingga pada peta isopotensial terdapat
perbedaan garis kontur. Pada lintasan tersebut
V.2. Saran
Pada saat praktikum ketelitian pengambilan koordinat X dan Y harus tepat,
sehingga tidak menyebabkan kesalahan pada peta isopotensial.
DAFTAR PUSTAKA