You are on page 1of 19

RUMAH SAKIT PENDIDIKAN A. PENDAHULUAN 1.

Terminologi Rumah sakit adalah sebuah institusi perawatan kesehatan profesional yang pelayanannya disediakan oleh dokter, perawat, dan tenaga ahli kesehatan lainnya. Perbandingan antara jumlah ranjang rumah sakit dengan jumlah penduduk Indonesia masih sangat rendah. Untuk 10 ribu penduduk cuma tersedia 6 ranjang rumah sakit. Selama Abad pertengahan, rumah sakit juga melayani banyak fungsi di luar rumah sakit yang kita kenal di zaman sekarang, misalnya sebagai penampungan orang miskin atau persinggahan musafir. Istilah hospital (rumah sakit) berasal dari kata Latin, hospes (tuan rumah), yang juga menjadi akar kata hotel dan hospitality (keramahan). Beberapa pasien bisa hanya datang untuk diagnosis atau terapi ringan untuk kemudian meminta perawatan jalan, atau bisa pula meminta rawat inap dalam hitungan hari, minggu, atau bulan. Rumah sakit dibedakan dari institusi kesehatan lain dari kemampuannya memberikan diagnosa dan perawatan medis secara menyeluruh kepada pasien. Rumah sakit menurut WHO Expert Committee On Organization Of Medical Care: is an integral part of social and medical organization, the function of which is to provide for the population complete health care, both curative and preventive and whose out patient service reach out to the family and its home environment; the hospital is also a centre for the training of health workers and for biosocial research 2. Tugas dan Fungsi Berikut merupakan tugas sekaligus fungsi dari rumah sakit, yaitu :

Melaksanakan pelayanan medis, pelayanan penunjang medis,

Melaksanakan pelayanan medis tambahan, pelayanan penunjang medis tambahan, Melaksanakan pelayanan kedokteran kehakiman, Melaksanakan pelayanan medis khusus, Melaksanakan pelayanan rujukan kesehatan, Melaksanakan pelayanan kedokteran gigi, Melaksanakan pelayanan kedokteran sosial, Melaksanakan pelayanan penyuluhan kesehatan, Melaksanakan pelayanan rawat jalan atau rawat darurat dan rawat tinggal (observasi), Melaksanakan pelayanan rawat inap, Melaksanakan pelayanan administratif, Melaksanakan pendidikan para medis, Membantu pendidikan tenaga medis umum, Membantu pendidikan tenaga medis spesialis, Membantu penelitian dan pengembangan kesehatan, Membantu kegiatan penyelidikan epidemiologi, Tugas dan fungsi ini berhubungan dengan kelas dan type rumah sakit

yang di Indonesia terdiri dari rumah sakit umum dan rumah sakit khusus, kelas a, b, c, d. berbentuk badan dan sebagai unit pelaksana teknis daerah. perubahan kelas rumah sakit dapat saja terjadii sehubungan dengan turunnya kinerja rumah sakit yang ditetapkan oleh menteri kesehatan indonesia melalui keputusan dirjen yan medik.

Sejarah Dalam sejarah kuno, kepercayaan dan pengobatan berhubungan sangat erat. Salah satu contoh institusi pengobatan tertua adalah kuil Mesir. Kuil Asclepius di Yunani juga dipercaya memberikan pengobatan kepada orang sakit, yang kemudian juga diadopsi bangsa Romawi sebagai kepercayaan.

Kuil Romawi untuk sculapius dibangun pada tahun 291 SM di tanah Tiber, Roma dengan ritus-ritus hampir sama dengan kepercayaan Yunani. Institusi yang spesifik untuk pengobatan pertama kali, ditemukan di India. Rumah sakit Brahmanti pertama kali didirikan di Sri Lanka pada tahun 431 SM, kemudian Raja Ashoka juga mendirikan 18 rumah sakit di Hindustan pada 230 SM dengan dilengkapi tenaga medis dan perawat yang dibiayai anggaran kerajaan. Rumah sakit pertama yang melibatkan pula konsep pengajaran pengobatan, dengan mahasiswa yang diberikan pengajaran oleh tenaga ahli, adalah Akademi Gundishapur di Kerajaan Persia. Bangsa Romawi menciptakan valetudinaria untuk pengobatan budak, gladiator, dan prajurit sekitar 100 SM. Adopsi kepercayaan Kristiani turut memengaruhi pelayanan medis di sana. Konsili Nicea I pada tahun 325 memerintahkan pihak Gereja untuk juga memberikan pelayanan kepada orang-orang miskin, sakit, janda, dan musafir. Setiap satu katedral di setiap kota harus menyediakan satu pelayanan kesehatan. Salah satu yang pertama kali mendirikan adalah Saint Sampson di Konstantinopel dan Basil, bishop of Caesarea. Bangunan ini berhubungan langsung dengan bagunan gereja, dan disediakan pula tempat terpisah untuk penderita lepra. Rumah sakit abad pertengahan di Eropa juga mengikuti pola tersebut. Di setiap tempat peribadahan biasanya terdapat pelayanan kesehatan oleh pendeta dan suster (Frase Perancis untuk rumah sakit adalah htel-Dieu, yang berarti "hostel of God."). Namun beberapa di antaranya bisa pula terpisah dari tempat peribadahan. Ditemukan pula rumah sakit yang terspesialisasi untuk penderita lepra, kaum miskin, atau musafir. Rumah sakit dalam sejarah Islam memperkenalkan standar pengobatan yang tinggi pada abad 8 hingga 12. Rumah sakit pertama dibangun pada abad 9 hingga 10 mempekerjakan 25 staff pengobatan dan perlakuan pengobatan berbeda untuk penyakit yang berbeda pula. Rumah sakit yang didanai pemerintah muncul pula dalam sejarah Tiongkok pada awal abad 10.

Perubahan rumah sakit menjadi lebih sekular di Eropa terjadi pada abad 16 hingga 17. Tetapi baru pada abad 18 rumah sakit modern pertama dibangun dengan hanya menyediakan pelayanan dan pembedahan medis. Inggris pertama kali memperkenalkan konsep ini. Guy's Hospital didirikan di London pada 1724 atas permintaan seorang saudagar kaya Thomas Guy. Rumah sakit yang dibiayai swasta seperti ini kemudian menjamur di seluruh Inggris Raya. Di koloni Inggris di Amerika kemudian berdiri Pennsylvania General Hospital di Philadelphia pada 1751. setelah terkumpul sumbangan 2,000. Di Eropa Daratan biasanya rumah sakit dibiayai dana publik. Namun secara umum pada pertengahan abad 19 hampir seluruh negara di Eropa dan Amerika Utara telah memiliki keberagaman rumah sakit. Rumah Sakit Dan Perkembangannya di Indonesia Sejarah perkembangan rumah sakit di Indonesia pertama sekali didirikan oleh VOC tahun 1626 dan kemudian juga oleh tentara Inggris pada zaman Raffles terutama ditujukan untuk melayani anggota militer beserta keluarganya secara gratis. Jika masyarakat pribumi memerlukan pertolongan, kepada mereka juga diberikan pelayanan gratis. Hal ini berlanjut dengan rumah sakit-rumah sakit yang didirikan oleh kelompok agama. Sikap karitatif ini juga diteruskan oleh rumah sakit CBZ di Jakarta. Rumah sakit ini juga tidak memungut bayaran pada orang miskin dan gelandangan yang memerlukan pertolongan. Semua ini telah menanamkan kesan yang mendalam di kalangan masyarakat pribumi bahwa pelayanan penyembuhan di rumah sakit adalah gratis. Mereka tidak mengetahui bahwa sejak zaman VOC, orang Eropa yang berobat di rumah sakit VOC (kecuali tentara dan keluarganya) ditarik bayaran termasuk pegawai VOC. Komite Etik Rumah Sakit Komite Etik Rumah Sakit (KERS), dapat dikatakan sebagai suatu badan yang secara resmi dibentuk dengan anggota dari berbagai disiplin

perawatan kesehatan dalam rumah sakit yang bertugas untuk menangani berbagai masalah etik yang timbul dalam rumah sakit. KERS dapat menjadi sarana efektif dalam mengusahakan saling pengertian antara berbagai pihak yang terlibat seperti dokter, pasien, keluarga pasien dan masyarakat tentang berbagai masalah etika hukum kedokteran yang muncul dalam perawatan kesehatan di rumah sakit. Ada tiga fungsi KERS ini yaitu pendidikan, penyusun kebijakan dan pembahasan kasus. Jadi salah satu tugas KERS adalah menjalankan fungsi pendidikan etika. Dalam rumah sakit ada kebutuhan akan kemampuan memahami masalah etika, melakukan diskusi multidisiplin tentang kasus mediko legal dan dilema etika biomedis dan proses pengambilan keputusan yang terkait dengan permasalahan ini. Dengan dibentuknya KERS, pengetahuan dasar bidang etika kedokteran dapat diupayakan dalam institusi dan pengetahuan tentang etika diharapkan akan menelurkan tindakan yang profesional etis. Komite tidak akan mampu mengajari orang lain, jika ia tidak cukup kemampuannya. Oleh sebab itu tugas pertama komite adalah meningkatkan pengetahuan anggota komite. Etika kedokteran dewasa ini berkembang sangat pesat. Di Indonesia etika kedokteran relatif baru dan yang berminat tidak banyak sehingga lebih sulit mencari bahan bacaan yang berkaitan dengan hal ini. Pendidikan bagi anggota komite dapat dilakukan dengan belajar sendiri, belajar berkelompok, dan mengundang pakar dalam bidang agama, hukum, sosial, psikologi, atau etika yang mendalami bidang etika kedokteran. Para anggota komite setidaknya harus menguasai berbagai istilah/konsep etika, proses analisa dan pengambilan keputusan dalam etika. Pengetahuan tentang etik akan lebih mudah dipahami jika ia diterapkan dalam berbagai kasus nyata. Semakin banyak kasus yang dibahas, akan semakin jelaslah bagi anggota komite bagaimana bentuk tatalaksana pengambilan keputusan yang baik. Pendidikan etika tidak tebatas pada pimpinan dan staf rumah sakit saja. Pemilik dan anggota yayasan, pasien, keluarga pasien, dan masyarakat dapat diikutsertakan dalam pendidikan etika. Pemahaman akan permasalahan etika akan

menambah kepercayaan masyarakat dan membuka wawasan mereka bahwa rumah sakit bekerja untuk kepentingan pasien dan masyarakat pada umumnya. Selama ini dalam struktur rumah sakit di Indonesia dikenal subkomite/panitia etik profesi medik yang merupakan struktur dibawah komite medik yang bertugas menangani masalah etika rumah sakit. Pada umumnya anggota panitia ini adalah dokter dan masalah yang ditangani lebih banyak yang berkaitan dengan pelanggaran etika profesi. Mengingat etika kedokteran sekarang ini sudah berkembang begitu luas dan kompleks maka keberadaan dan posisi panitia ini tidak lagi memadai. Rumah sakit memerlukan tim atau komite yang dapat menangani masalah etika rumah sakit dan tanggung jawab langsung kepada direksi. Komite memberikan saran di bidang etika kepada pimpinan dan staf rumah sakit yang membutuhkan. Keberadaan komite dinyatakan dalam struktur organisasi rumah sakit dan keanggotaan komite diangkat oleh pimpinan rumah sakit atau yayasan rumah sakit. Proses pembentukan KERS ini, rumah sakit memulainya dengan membentuk tim kecil yang terdiri dari beberapa orang yang memiliki kepedulian mendalam dibidang etika kedokteran, bersikap terbuka dan memiliki semangat tinggi. Jumlah anggota disesuaikan dengan kebutuhan. Keanggotaan komite bersifat multi disiplin meliputi dokter (merupakan mayoritas anggota) dari berbagai spesialisasi, perawat, pekerja sosial, rohaniawan, wakil administrasi rumah sakit, wakil masyarakat, etikawan, dan ahli hukum. Pesatnya pertambahan Institusi Pendidikan Kedokteran baik Pemerintah maupun Swasta, membutuhkan peningkatan jumlah Rumah Sakit Pendidikan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan bersama Universitas Gadjah Mada, pada tahun 2003 terdapat 97 RS yang berfungsi sebagai RS Pendidikan, namun dari data Asosiasi Rumah Sakit Pendidian , tahun 2009 terdapat hanya ada 39 RS yang sacara resmi mempunyai Surat Keputusan Menteri Kesehatan sebagai RS Pendidikan, pada waktu yang sama terdapat 52 Institusi Pendidikan

Kedokteran Dan terdapat 12 RS Gigi dan Mulut yang telah mendapat SK Menteri Kesehatan. Pemerintah telah mengeluarkan regulasi tentang penyelenggaraan RS Pendidikan melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1069/Menkes/SK/XI/2008 tentang Pedoman, klasifikasi dan Standar RS Pendidikan yang tentunya menjadi acuan bagi RS yang berfungsi sebagai RS Pendidikan.
3. Jenis-jenis rumah sakit

Klinik Fasilitas medis yang lebih kecil yang hanya melayani keluhan tertentu. Biasanya dijalankan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat atau dokter-dokter yang ingin menjalankan praktek pribadi. Klinik biasanya hanya menerima rawat jalan. Bentuknya bisa pula berupa kumpulan klinik yang disebut poliklinik.
a. Rumah sakit umum

Melayani hampir seluruh penyakit umum, dan biasanya memiliki institusi perawatan darurat yang siaga 24 jam (ruang gawat darurat) untuk mengatasi bahaya dalam waktu secepatnya dan memberikan pertolongan pertama. Rumah sakit umum biasanya merupakan fasilitas yang mudah ditemui di suatu negara, dengan kapasitas rawat inap sangat besar untuk perawatan intensif ataupun jangka panjang. Rumah sakit jenis ini juga dilengkapi dengan fasilitas bedah, bedah plastik, ruang bersalin, laboratorium, dan sebagainya. Tetapi kelengkapan fasilitas ini bisa saja bervariasi sesuai kemampuan penyelenggaranya. Rumah sakit yang sangat besar sering disebut Medical Center (pusat kesehatan), biasanya melayani seluruh pengobatan modern. Sebagian besar rumah sakit di Indonesia juga membuka pelayanan kesehatan tanpa menginap (rawat jalan) bagi masyarakat umum (klinik). Biasanya terdapat beberapa klinik/poliklinik di dalam suatu rumah sakit

Rumah sakit terspesialisasi Jenis ini mencakup trauma center, rumah sakit anak, rumah sakit manula, atau rumah sakit yang melayani kepentingan khusus seperti psychiatric (psychiatric hospital), penyakit pernapasan, dan lain-lain. Rumah sakit bisa terdiri atas gabungan atau pun hanya satu bangunan. Kebanyakan mempunyai afiliasi dengan universitas atau pusat riset medis tertentu. Kebanyakan rumah sakit di dunia didirikan dengan tujuan nirlaba. Rumah sakit lembaga/perusahaan Rumah sakit yang didirikan oleh suatu lembaga/perusahaan untuk melayani pasien-pasien yang merupakan anggota lembaga tersebut/karyawan perusahaan tersebut. Alasan pendirian bisa karena penyakit yang berkaitan dengan kegiatan lembaga tersebut (misalnya rumah sakit militer, lapangan udara), bentuk jaminan sosial/pengobatan gratis bagi karyawan, atau karena letak/lokasi perusahaan yang terpencil/jauh dari rumah sakit umum. Biasanya rumah sakit lembaga/perusahaan di Indonesia juga menerima pasien umum dan menyediakan ruang gawat darurat untuk masyarakat umum. Rumah sakit penelitian/pendidikan Rumah sakit penelitian/pendidikan adalah rumah sakit umum yang terkait dengan kegiatan penelitian dan pendidikan di fakultas kedokteran pada suatu universitas/lembaga pendidikan tinggi. Biasanya rumah sakit ini dipakai untuk pelatihan dokter-dokter muda, uji coba berbagai macam obat baru atau teknik pengobatan baru. Rumah sakit ini diselenggarakan oleh pihak universitas/perguruan tinggi sebagai salah satu wujud pengabdian masyararakat / Tri Dharma perguruan tinggi (Anonim, 2011) Pesatnya pertambahan Institusi Pendidikan Kedokteran baik Pemerintah maupun Swasta, membutuhkan peningkatan jumlah Rumah Sakit Pendidikan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan bersama Universitas Gadjah Mada, pada tahun 2003 terdapat

97 RS yang berfungsi sebagai RS Pendidikan, namun dari data Asosiasi Rumah Sakit Pendidian , tahun 2009 terdapat hanya ada 39 RS yang sacara resmi mempunyai Surat Keputusan Menteri Kesehatan sebagai RS Pendidikan, pada waktu yang sama terdapat 52 Institusi Pendidikan Kedokteran Dan terdapat 12 RS Gigi dan Mulut yang telah mendapat SK Menteri Kesehatan. Pemerintah telah mengeluarkan regulasi tentang penyelenggaraan RS Pendidikan melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1069/Menkes/SK/XI/2008 tentang Pedoman, klasifikasi dan Standar RS Pendidikan yang tentunya menjadi acuan bagi RS yang berfungsi sebagai RS Pendidikan (?) B. SEJARAH RUMAH SAKIT PENDIDIKAN Rumah sakit pendidikan yang pertama didirikan di dunia adalah Academy of Gundishapur di kerajaan Persia selama era Sassanid. Pada jaman Islam Pertengahan, Rumah Sakit Al Nuri dibuat oleh Nur ad-Din Zangi, rumah sakit ini digunakan sebagai rumah sakit pendidikan. Rumah sakit pendidikan ini mempunyai ruangan yang elegan dan sebuah perpustakaan dengan banyak buku yang didonasikan oleh ilmuwan Zangi, Abu al-Majid alBahili, dan beberapa ilmuwan muslim yang lulus dari tempat tersebut. Dari beberapa mahasiswa yang terkenal adalah dokter yang terkenal Ibn Abi Usaybi'ah (1203-1270), dan 'Ala ad-Din Ibn al-Nafis yang menemukan sirkulasi sistemik dan pulmonar yang memberikan informasi yang baru mengenai fisiologi manusia. Menurut Sir John Bagot Glubb, pada saat kepenguasaan raja Mamun sekolah kedokteran berkembang pesat di Baghdad. Rumah sakit yang gratis pertama dibuka di Baghdad selama kepenguasaan Haroon-ar-Rashid. Sejalan dengan perkembangan sistem, ilmuwan dan ahli bedah ditunjuk untuk memberikan pengajaran untuk mahasiswa kedokteran dan diploma. Rumah sakit pertama di Mesir dibuka pada 872 AD dan setelah itu rumah sakit publik berkembang ke Spanyol dan Persia.(???)

C. DASAR Peraturan Penyelenggaraan Rumah Sakit Pendidikan berdasarkan PerundangUndangan yang berlaku meliputi: 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 3. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. 4. Undang Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 6. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan. 7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. 8. 9. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organnnisasi Perangkat Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia. 10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1045/Menkes/PER/XI/2006 tentang Organisasi Rumah Sakit di Lingkungan Departemen Kesehatan. 11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 512/Menkes/PER/XI/2007 tentang Ijin praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran. 12. Kepmenkes Nomor 1575/Menkes/PER/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja di Lingkungan Departemen Kesehatan. 13. Kepmenkes Nomor 1069/Menkes/PER/XI/2008 tentang Pedoman, Klasifikasi dan Standar RS Pendidikan. D. PESERTA Bagi Rumah Sakit yang berfungsi sebagai Rumah Sakit Pendidikan.

E. TUJUAN 1. Meningkatkan mutu pelayanan di Rumah Sakit Pendidikan. 2. Meningkatkan mutu pendidikan sesuai dengan standar profesi kedokteran. 3. Meningkatkan penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran di Rumah Sakit Pendidikan. F. PERSYARATAN 1. Rumah Sakit telah mempunyai ijin pendirian yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau ijin operasional yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi dan/atau ijin penyelenggaraan Rumah Sakit yang masih berlaku. 2. Surat Penetapan Kelas Rumah Sakit yang ditetapkan olen Menteri Kesehatan. 3. Pernyataan kesediaan pemilik rumah sakit untuk menjadikan rumah sakit menjadi RS Pendidikan mencakup anggaran, sarana, prasarana pendukung untuk penyelenggaraan fungsi pendidikan. 4. Surat rekomendasi dari Dinas Kesehaatan Provinsi setempat. 5. Naskah Perjanjian Kerjasama (MOU) antara RS Pendidikan dengan Institusi Pendidikan Kedokteran. 6. Telah terakreditasi sesuai dengan klasifikasi rumah sakit. 7. Profil RS 3 (tiga) tahun terakhir. G. PROSEDUR PENGAJUAN 1. Pemilik RS/Pimpinan RS mengajukan surat permohonan untuk ditetapkan sebagai RS Pendidikan, ditujukan kepada Menteri Kesehatan RI cq Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI dengan melampirkan persyaratan administrasi. 2. Surat permohonan tembusannya disampaikan kepada: a) Direktur Bina Pelayanan Medik Spesialistik b) Kepala Dina Kesehatan Propinsi setempat c) Kepala Dinas Kesehatan kabupaten/Kota

3. Berkas surat permohonan yang telah diterima oleh Direktur Bina Pelayanan Medik Spesialistik diserahkan kepada Sekretariat Tim Pelaksana Penetapan Rumah Sakit Pendidikan untuk diperiksa kelengkapan persyaratan administrasi. H. PENILAIAN KELAYAKAN 1. Pra Visitasi a) Berkas surat permohonan yang telah diterima oleh Direktur Bina Pelayanan Medik Spesialistik diserahkan kepada Sekretariat Tim Pelaksana Akreditasi RS Pedidikan untuk diperiksa berkas kelengkapan dokumen. b) Berkas surat yang telah lengkap persyaratan administrasinya dilaporkan kepada Sekretaris Tim Pelaksana Akreditasi RS Pendidikan untuk kemudian dibuat rancangan surat balasan. c) Surat balasan yang telah ditandatangani oleh Direktur dikirimkan kepada pimpinan/direktur RS disertai borang penilaian RS Pendidikan sesuai dgn klasifikasi. d) Rumah Sakit membentuk Tim Persiapan Penilaian RS Pendidikan yang terdiri dari unsur-unsur pemangku kepentingan RS dan melakukan pengisian borang RS Pendidikan. e) Borang penilaian RS pendidikan yang telah diisi dikirimkan kembali ke Tim Akreditasi RS Pendidikan f) Tim Akreditasi RS Pendidikan akan menelaah hasil borang penilaian yang telah diisi oleh rumah sakit. g) Hasil telaahan Tim Akreditasi RS Pendidikan dapat berupa rekomendasi layak atau belum layak visitasi dan rekomendasi tersebut diumpanbalikan kepada rumah sakit bersangkutan dengan tembusan kepada Dinas Kesehatan Provinsi, kabupaten/Kota setempat. h) Apabila hasil umpan balik dari Tim Pelaksana Akreditasi RS Pendidikan direkkomdasikan dipertimbangkan layak visitasi maka

RS dapat mengajukan permohonanfasilitasi atau Pembinaan kepada Tim Pelaksana Akreditasi RS Pendidikan. 2. Visitasi a) Apabila hasil telaahan Tim Pelaksana Akreditasi RS Pendidikan direkomendasikan layak visitasi maka kepada RS akan dijadualkan waktu kunjungan visitasi. b) Sesuai jadual yang ditentukan Tim Visitasi akan melaksanakan kunjungan ke rumah sakit. c) Tim Visitasi akan melakukan pemerikasaan ulang, pemeriksaan silang serta wawancara dengan pihak terkait atas borang penilaian RS Pendidikan yang telah diisi oleh RS. d) Hasil penilaian masing-masing standar, indikator dan parameter kemudian direkapitulasi dalam Instrumen Rekapitulasi hasil penilaian untuk nilai akhir penilaian. e) Hasil penilaian dapat menggambarkan hasil akhir kategori penilaian : A, B atau C 3. Penetapan a) Apabila dari hasil penilaian Tim Visitasi dan kesimpulan sementara masih terdapat hal-hal yang perlu disempurnakan dan/atau diperbaiki oleh pihak RS, maka pihak RS wajib menyempurnakan/memperbaikinya dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tigapuluh) hari sejak dilakukan visitasi. b) hasil penilaian akhir (sementara) berikut catatan-catatan mengenai halhal yang perlu disempurnakan/diperbaiki disampaikan oleh Tim Visitasi kepada pihak RS dan dibuatkan Berita Acara Hasil Visitasi yang ditandatangani oleh Tim Visitasi dan pihak RS. c) Berdasarkan Berita Acara Hasil Visitasi dan laporan perbaikan dan penyempurnaan dari RS Tim Visitasi melaporkan kepada Tim Pelaksana d) Akreditasi RS Pendidikan untuk kemudian dilakukan proses penetapan.

e) Tim Akreditasi RS Pendidikan melaksanakan rapat penentuan kelayakan RS sebagai RS Pendidikan berdasarkan hasil visitasi. f) Ketua Tim Pelaksana Akreditasi RS Pendidikan menyampaikan rekomendasi penetapan RS Pendidikan kepada Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik untuk selanjutnya dilakukan proses penetapan sebagai RS Pendidikan. g) Atas nama Menteri Kesehatan RI, Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik menetapkan RS pemohon sebagai RS Pendidikan.
I.

HASIL PENILAIAN DAN STATUS AKREDITASI Adapun perhitungan hasil akhir penilaian kepatuhan terhadap seluruh standar adalah sebagai berikut: Jumlah Kumulatif Hasil Penilaian
Total Hasil Penilaian = ----------------------------------------------------X 100 % Jumlah Nilai Standar

Hasil penilaian kelayakan Rumah Sakit sebagai Rumah Sakit Pendidikan Utama, Satelit atau Afiliasi (eksilensi) didasarkan pada ketentuan sebagai berikut: 1. 2. 3. Akreditasi A, bila nilai pencapaian Standar RS Pendidikan lebih dari 79% sampai dengan 100%. Akreditasi B, bila nilai pencapaian Standar RS Pendidikan mencapai lebih dari 60% sampai dengan 79%. Akreditasi C, bila nilai pencapaian Standar RS Pendidikan mencapai lebih dari 33% sampai dengan 60%. Berdasarkan hasil penilaian kelayakan Rumah Sakit sebagai RS Pendidikan Utama, satelit dan Afiliasi (eksilensi), maka status akreditasinya dikategorikan sebagai berikut: 1. Status A kreditasi A, berhak mendapatkan Sertifikat Akreditasi RS Pendidikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun.

2. Status Akreditasi B, berhak diberikan Sertifikat Akreditasi RS Pendidikan, namun dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3(tiga) tahun harus dilakukan penilaian kembali.
3. Status Akreditasi C, belum mendapatkan Sertifikat Akreditasi RS

Pendidikan dan dalam waktu 1(satu) tahun harus dilakukan penilaian kembali (?)
J.

RUMAH SAKIT PENDIDIKAN DI BEBERAPA NEGARA


A. Di Amerika Serikat, mahasiswa mulai bekerja di rumah sakit pendidikan

pada tengah tahun ketiga dari program empat tahunnya. Dalam hal ini, mahasiswa hanya berstatus magang dan tidak bekerja penuh sebagai dokter. Setelah lulus, dokter-dokter baru ini memulai tiga tahun residensi di rumah sakit pendidikan yang telah ditunjuk. Pada umumnya, tahun pertama residensi digunakan untuk magang sampai residen tingkat lanjut, mempelajari berbagai macam disiplin ilmu. Setelah menyelesaikan tahun magang, seorang dokter dapat memilih spesialisasi dan melanjutkan pendidikannya beberapa tahun lagi pada spesialisasi yang dipilih.
B. Selandia Baru memiliki cara yang berbeda dalam proses pelatihan para

dokter. Berbeda dengan sistem pelatihan undergraduate, graduate, dan post-graduate, para mahasiswa kedokteran harus mengambil program enam tahunan, dengan pengenalan rumah sakit pendidikan selesai pada akhir tahun ketiga. Tidak seperti di Amerika Serikat, dimana para dokter post-graduate dicocokkan dengan rumah sakit pendidikan melalui data nasional, Selandia Baru hanya memiliki dua rumah sakit pendidikan mayor yang menyelenggarakan pendidikan kedokteran. Di negara-negara lain, ada berbagai macam system pendidikan kedokteran, bergantung pada program pendidikan nasional dan ada tidaknya magang di rumah sakit lokal (????)

K. KELEMAHAN RUMAH SAKIT PENDIDIKAN DI INDONESIA Perkembangan pendidikan kedokteran di Indonesia saat ini bisa dikatakan maju dengan pesat dalam upaya mengantisipasi globalisasi. Sayangnya, bentuk ideal rumah sakit pendidikan yang merupakan tulang punggung pendidikan dokter umum (S1), dokter spesialis (SpI), dan dokter spesialis konsultan (SpII), belum bisa tercapai. Banyak persoalan melilit rumah sakit pendidikan dan perlu segera dibenahi. Salah satunya pengembangan kuantitas dan kualitas SDM-nya. Tidak jarang terdapat benturan-benturan kebijaksanaan dan kepentingan akibat beragamnya status kepegawaian di antara dokter pendidik, pembimbing, dan penguji Ada perbedaan perlakukan terhadap dua jenis dosen ini terutama dalam hal usia pensiun dan jenjang akademik. Dosen yang berasal dari Diknas pensiun di usia 65 dan bisa mencapai jenjang profesor. Sedangkan yang berasal dari Depkes sudah harus pensiun di usia 60 tahun dan tidak bisa mencapai jenjang profesor. Perbedaan perlakuan ini dikhawatirkan akan menciptakan situasi krisis tenaga dosen karena sejak beberapa tahun lalu ada kebijakan zero growth dari pemerintah dalam pengangkatan pegawai, termasuk tenaga dokter, dokter gigi, dan apoteker. Saat ini hampir semua rumah sakit pendidikan mengalami situasi krisis tenaga pendidik karena sebagian besar dosen baik dari Diknas maupun Depkes akan memasuki usia pensiun. Salah satu solusi dalam waktu singkat adalah kemungkinan penundaan batas usia pensiun bagi para dosen dari Depkes (non Diknas) dari 60 menjadi 65 tahun. Krisis dosen akan berefek pada krisis dokter yang dihasilkan. Krisis dokter akan berimbas pada segi pelayanan. Persoalan SDM hanya salah satu dari setumpuk masalah lain yang dihadapi rumah sakit pendidikan. Seperti namanya, rumah sakit pendidikan sedikitnya memiliki empat fungsi, yakni sebagai pusat layanan kesehatan rujukan, sekaligus menjadi tempat pendidikan, penelitian, dan sebagai tempat penerapan teknologi kedokteran. Maka tak heran, rumah sakit pendidikan

seharusnya memang lebih unggul dibandingkan rumah sakit lain non pendidikan. Namun penelitian terhadap rumah sakit pendidikan yang dilakukan Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan, tahun 2003, sedikit memberikan gambaran yang sebenarnya. Penelitian ini dilakukan terhadap 20 Fakultas Kedokteran Negeri dan 19 Fakultas Kedokteran Swasta. Hasil penelitian menunjukkan ada beberapa masalah di rumah sakit pendidikan yang potensial menimbulkan masalah hukum. Antara lain, jumlah ko-as yang terlalu banyak di satu rumah sakit pendidikan sementara rasio dosen dan mahasiswa belum ada pola yang baku. Selain itu sebagian besar FK tidak menempatkan dosen khusus di rumah sakit pendidikan. FK lebih mengandalkan dokter di rumah sakit stempat untuk menjadi tenaga pengajar. Tentang pengiriman dosen oleh FK ke rumah sakit pendidikan tentunya diatur dalam MoU yang dibuat. FK memang tidak berkewajiban mengirim dosen ke rumah sakit pendidikan sehingga dokter yang bekerja di rumah sakit yang selama ini mengajar di rumah sakit. Sejak awal, sebuah rumah sakit yang didesain menjadi rumah sakit pendidikan, maka otomatis dokter-dokter yang ada di rumah sakit tersebut harus siap mengajar. Salah satu syarat menjadi RS pendidikan utama adalah telah terakreditasi pada 12 pelayanan plus. Jika syarat menjadi RS Pendidikan Utama tidak terpenuhi maka bisa menjadi RS pendidikan jejaring/ afiliasi yakni rumah sakit yang sebagian divisinya (SMF) melaksanakan dan atau digunakan untuk proses pembelajaran tanaga medis. Untuk kriteria ini syaratnya lebih ringan, yakni terakreditasi minimal 5 standar pelayanan. Persyaratan yang berat tersebut nampaknya membuat banyak rumah sakit yang seharusnya belum layak menjadi rumah sakit pendidikan, akhirnya dipaksa mendidik calon-calon dokter. Dan rumah sakit pendidikan "ilegal" ini, jumlahnya jauh melebihi rumah sakit pendidikan yang resmi. Adanya rumah sakit yang sebenarnya belum layak dijadikan rumah sakit pendidikan tapi dijadikan tempat belajar calon dokter mencerminkan

kekurangan jumlah rumah sakit pendidikan. Sebab, bila peraturan tentang perumahsakitan dan Peraturan Pemerintah tentang rumah sakit pendidikan sudah disahkan, semua harus sudah tertata. Perbaikan terus menerus dilakukan karena ini merupakan tuntutan internasional supaya dapat diakui standarnya sehingga sama dengan standar internasional (??) Terkadang pasien merasa khawatir apabila mendapatkan perawatan di rumah sakit pendidikan. Walaupun di beberapa negara, dokter yang diperbolehkan praktek adalah yang sudah terjamin, namun mereka tidak memiliki level pengalaman yang sama dengan kolega merekan yang benar benar terlatih. Bagaimanapun koas dan residen biasanya di awasi dan di bombing oleh guru mereka, jadi pelayanan yang mereka dapatkan dapat terawasi. Jika pasien merasa cemas dengan pelayanan yang didapatnya, sebaiknya menghubungi dokter yang lebih senior sebelum menyetujui sebuah terapi atau saran yang akan diberikan (????).

DAFTAR PUSTAKA 1.
2.

Anonim. Wikipedia ? pdf ?? dari artikel farmasi ??? Wikipedia teaching hospital ???? dari wise geek

3. 4.
5.

You might also like