You are on page 1of 28

BAB II KONSEP DASAR A.

Pengertian Mioma uteri adalah Neoplasma jinak yang berasal dari uterus dan jaringan ikat sehingga disebut juga leiomioma, fibromioma atau fibroid. (Mansjoer). Mioma uteri adalah tumor yang paling umum pada traktus genitalis (Derek Llewellyn-Jones, 1994). Mioma uteri adalah tumor jinak otot rahim, disertai jaringan ikatnya (www.infomedika.htm, 2004). B. Anatomi dan Fisiologi Vagina 1. Suatu saluran musculo-membranosa yang menghubungkan uterus dengan vulva. 2. Terletak antara kandung kencing dan rectum. 3. Dinding depan vagina (= 9cm) lebih pendek dari dinding belakang (= 11 cm). 4. Pada dinding vagina terdapat lipatan-lipatan yang berjalan circular dan disebut: rugae, terutama pada bagian bawah vagina. 5. Setelah melahirkan, sebagian dari pada rugae akan menghilang. 6. Walaupun disebut selaput lendir vagina, selaput ini tak mempunyai kelenjarkelenjar sama sekali sehingga tak dapat menghasilkan lendir, mungkin lebih baik disebut kulit. 7. Kedalam puncak vagina menonjol ujung dari cerviks.

8. Bagian dari cerviks yang menonjol kedalam vagina disebut portio. 9. Oleh portio ini, puncak vagina dibagi dalam 4 bagian ialah: a) Fornix anterior. b) Fornix posterior. c) Fornix lateral kana. d) Fornix lateral kiri. Uterus 1. Dalam keadaan tidak hamil terdapat dalam ruangan pelvis minor di antara vesika urinaria dan rectum. 2. Permukaan belakang sebagian besar tertutup oleh peritoneum, sedangkan permukaan depan hanya sebagian di atasnya saja. 3. Bagian bawah dari permukaan depan melekat pada dinding belakang vesika urinaria. 4. Uterus merupakan alat yang berongga dan berbentuk sebagai bola lampu yang gepeng terdiri dari 2 bagian: a) Corpus uteri berbentuk segitiga. b) Cerviks uteri berbentuk silindris. 5. Bagian dari corpus uteri antara kedua pangkal tuba disebut fundus uteri (dasar rahim). 6. Dinding rahim uteri terdiri dari 3 lapisan: a) Perimetrium (lapisan peritoneum) yang meliputi dinding uterus bagian luar.

b) Myometrium (lapisan otot) merupakan lapisan yang paling tebal. Terdiri dari otot polos yang disusun sedemikian rupa hingga dapat mendorong isinya keluar pada persalinan. c) Endomentrium (selaput lendir) merupakan lapisan bagian dalam dari corpus uteri yang membatasi cavum uteri. Pada Endomentrium didapatkan lubang-lubang kecil, merupakan muara-muara dari saluransaluran kelenjar uterus yang dapat menghasilkan secret alkalis yang membasahi cavum uteri. Epitel endometrium terbentuk silinder. 7. Ligamen-ligamen uterus, adalah: a) Ligament latum: Berupa lipatan peritoneum sebelah lateral kanan-kiri dari pada uterus, meluas sampai ke dinding panggul dan dasar panggul, sehingga seolaholah menggantung pada tubae. b) Ligamentum rotundum: Terdapat di bagian lateral dari uterus, caudal dari insertie tuba, kedua ligament ini melalui vunalis inguinalis ke bagian cranial labus majus. c) Ligamentum infundibula pelvicum (ligamen suspensorium ovarii): Dua buah kiri dan kanan dari infundibulum dan ovarium ke dinding panggul. Ligamentum ini menggantungkan uterus pada dinding panggul. Antara sudut tuba dan ovarium terdapat ligamentum ovarii proprium. d) Ligamentum cardinale: Kiri-kanan dari cerviks setinggi stium uteri internum ke dinding panggul. Menghalangi pergerakan ke kiri/kanan.

e) Ligamentum sacio uterium: Kiri-kanan dari cerviks sebelah belakang ke sacrum mengelilingi rectum. f) Ligamentum vesico uterium: Dari uterus ke kandung kencing. Tuba Uterina Fallopi Alat ini terdapat pada tepi atas ligamentum latum, berjalan ke arah lateral, mulai dari cornus uteri kanan-kiri. Panjangnya 12 cm diameter 3 8 cm. Ovarium Ovarium ada 2, kiri dan kanan uterus, di hubungkan dengan uterus oleh ligament ovarii proprium dan dihubungkan dengan dinding panggul dengan perantaraan ligament infundibulo-pelvicum, disini terdapat pembuluh darah untuk ovarium yaitu a dan v ovarium. Parametrium Jaringan liar yang terdapat antara kedua lembar ligament latum disebut parametrium. Bagian atas ligament latum yang mengandung tuba meso-salpine dan bagian caudalnya yang berhubungan dengan uterus disebut meso-metrium. Estrogen Estrogen adalah hormon steroid dengan 10 atom C dan dibentuk terutama dari 17 kelosteroid androstendion. Estrogen alamiah yang terpenting adalah estradiol (E2), estron (E1), dan estriol (E3). Secara biologis, estradiol adalah yang paling aktif. Perbandingan khasiat biologis dari ketiga hormon tersebut E2: E2: E3 adalah 10: 5:1. selain ovarium, esterogen juga di sinteisis di adrenal, plasenta, testis, jaringan lemak, dan susunan pusat saraf pusat.

Esterogen yang dihasilkan oleh adrenal disebut juga estron residu. Metabolismenya terutama melalui estrenifikasi ke glukoronida/sulfida dan pengeluarannya terjadi melalui tinja. Pada organ sasaran seperti uterus, vagina, serviks, payudara, maupun pada hipofisis. Hipotamus, estrogen diikat reseptor yang terdapat di dalam sitoplasma dan diangkut ke inti sel. Estradiol memacu proliferasi endometrium dan memperkuat kontraksi otot uterus. Serviks Estradiol menyebabkan perubahan selaput vagina, meningkatkan produksi getah dan meningkatkan kadar glikogen. Sehingga terjadi peningkatan produksi asam laktat oleh bakteri poderlein. Nilai pH menjadi rendah dan memperkecil kemungkinan terjadi infeksi. Ovarium Estridiol memacu sintesis selain reseptor FsH di dalam sel-sel granula, juga reseptor LH di sel-sel teka. Ada khasioat estrogen pada sistem reproduksi wanita dapat dengan mudah dilihat tanpa memerlukan pemeriksaan hormon serum/urine. Selain itu estrediol juga mengatur kecepatan pengeluaran ovum dan mempersiapkan spermatozoa dalam genetalia wanita agar dapat menembus selubung ovum (proses kapasitas). Progesteron Progesterone merupakan steroid dengan 21 atom C dan terutama dibentuk di dalam folikel dan plasenta. Selain itu dapat berasal dari metabolisme pregnadiol dan disebut sebagai progesteron residu, serta dibentuk pula di dalam adrenal.

Dengan demikian tampat bahwa progesterone tidak hanya merupakan suatu hormon dasar, melainkan juga sebagai hasil antara pada organ-organ yang membentuk steroid. Penghancuran progesterone terjadi setelah pengubahan menjadi pregnandiol sebagai glukorenida/sulfat. Selama fase folikuler kadar progesterone plasma sekitar 1 mg/ml; sedangkan pada fase luteal 10 20 mg/ml. Endometrium Terhadap endometrium, progesterone menyebabkan perubahan skletorik. Perubahan ini mencapai puncaknya pada hari ke 22 siklus haid normal. Bilamana progesterone terlalu lama mempengaruhi endometrium, maka akan terjadi degenerasi endometrium, sehingga tidak cocok lagi untuk menerima indikasi. Serviks Di bawah pengaruh progesteron selama fase luteal, jumlah getah serviks berkurang dan molekul-molekul besar membentuk jala tebal, sehingga merupakan sawar yang tidak dapat dilintasi spermatozoa. Bersamaan dengan itu pula, prosio dan serviks menjadi sempit, getah serviks menjadi kental, dan daya membuang menghilang. Miometrium Progesteron menurunkan tonus miometrium, sehingga kontraksi berjalan lambat. Dalam kehamilan kasiat ini bermanfaat karena membuat uterus menjadi tenang. C. Etiologi Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga merupakan penyakit multifaktorial. Dipercayai bahwa mioma merupakan sebuah

10

tumor monoclonal yang dihasilkan dari mutasi somatic dari sebuah sel neoplastik tunggal. Sel-sel tumor mempunyai abnormalitas kromosom, khususnya pada kromosom lengan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor, disamping faktor predisposisi genetik, adalah estrogen, progesterone dan human growth hormone. 1. Estrogen Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Seringkali terdapat pertumbuhan tumor yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada saat menopause dan pengangkatan ovarium. Adanya hubungan dengan kelainan lainnya yang tergantung estrogen seperti endometriosis (50%), perubahan fibrosistik dari payudara (14,8%), adenomyosis (16,5%) dan hyperplasia endometrium (9,3%). Mioma uteri banyak ditemukan bersamaam dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas. 17B hydroxydesidrogenase: enzim ini mengubah estradiol (sebuah estrogen kuat) menjadi estron (estrogen lemah). Aktivitas enzim ini berkurang pada jaringan miomatous, yang juga mempunyai jumlah reseptor estrogen yang lebih banyak daripada miometrium normal. 2. Progesteron Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesterone menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara yaitu: mengaktifkan 17B hydroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor.

11

3. Hormon pertumbuhan Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang mempunyai struktur dan aktivitas biologis serupa yaitu HPL, terlihat pada periode ini, memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari leiomioma selama kehamilan mungkin merupakan hasil dari aksi sinergistik antara HPL dan Estrogen. Dalam Jeffcoates Principles of Gynecology, ada beberapa faktor yang diduga kuat sebagai faktor predisposisi terjadinya mioma uteri, yaitu: 1. Umur Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar 10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering memberikan gejala klinis antara 35 45 tahun. 2. Paritas Lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanita yang r elatif infertil, tetapi sampai saat ini belum diketahui apakah infertilitas menyebabkan mioma uteri atau sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertilitas, atau apakah kedua keadaan ini saling mempengaruhi. 3. Faktor ras dan genetik Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadian mioma uteri tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada wanita dengan riwayat keluarga ada yang menderita mioma.

12

4. Fungsi ovarium Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan mioma, dimana mioma uteri muncul setelah menarke, berkembang setelah pertumbuhan epidermal dan insulin-like growth kehamilan dan mengalami regresi setelah menopause. Pemberian agonis GnRH dalam waktu lama sehingga terjadi hipoestrogenik dapat mengurangi ukuran mioma. Efek estrogen pada pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan respon mediasi oleh estrogen terhadap reseptor dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor progesterone, faktor-faktor yang distimulasi oleh estrogen. Anderson dkk, telah mendemonstrasikan munculnya gen yang distimulasi oleh estrogen lebih banyak pada mioma dari pada miomatrium normal dan mungkin penting pada perkembangan mioma. Namun bukti-bukti masih kurang meyakinkan karena tumor ini tidak mengalami regresi yang bermakna setelah menopause sebagaimana yang disangka. Lebih daripada itu tumor ini kadang-kadang berkembang setelah menopause bahkan setelah ooforekstomi bilateral pada usia dini. Patologi Jika tumor dipotong, akan menonjol di atas miomtrium sekitarnya karena kapsulnya berkontraksi. Warnanya abu keputihan, tersusun atas berkas-berkas otot jalin-menjalin dan melingkar-lingkar di dalam matriks jaringan ikat. Pada bagian perifer serabut otot tersusun atas lapisan konsentrik dan serabut otot tersusun atas lapisan konsentrik serta serabut otot normal yang mengelilingi tumor berorientasi sama. Antara tumor dan miometrium normal, terdapat lapisan

13

jaringan areolar tipis yang membentuk pseudoksal, tempat masuknya pembuluh darah ke dalam mioma. Pada pemeriksaan mikroskopis, kelompok-kelompok sel otot berbentuk kumparan dengan inti panjang dipisahkan menjadi berkas-berkas oleh jaringan ikat. Karena seluruh suplai darah mioma berasal dari beberapa pembuluh darah yang masuk ke pseudokapsul, berarti pertumbuhan tumor tersebut selalu melampaui suplai darahnya. Ini menyebabkan degenerasi, terutama pada bagian tengah mioma. Mula-mula terjadi degener asi hyaline, mungkin terjadi degenerasi kistik, atau klasifikasi dapat terjadi kapanpun oleh ahli ginekologi pada abad ke19 disebut sebagai batu rahim. Pada kehamilan, dapat terjadi komplikasi, dengan diikuti ekstravasasi darah di seluruh tumor yang memberikan gambaran seperti daging sapi mentah. Kurang dari 0,1 % terjadi perubahan tumor menjadi sarkoma. D. Patofisiologi Mioma uteri terjadi karena adanya sel-sel yang belum matang dan pengaruh estrogen yang menyebabkan sub mukosa yang ditandai dengan pecahnya pembuluh darah dan intranurel, sehingga terjadi kontraksi otot uterus yang menyebabkan pendarahan pervaginan lama dan banyak. Dengan adanya perdarahan pervaginan lama dan banyak akan terjadi resiko tinggi kekurangan volume cairan dan gangguan peredaran darah ditandai dengan adanya nekrosa dan perlengketan sehingga timbul rasa nyeri.

14

Penatalaksanaan pada mioma uteri adalah operasi. Jika informasi tidak adekuat, kurang support dari keluarga, dan kurangnya pengetahuan dapat mengakibatkan cemas. Pada post operasi akan terjadi terputusnya integritas jaringan kulit dan robekan pada jaringan saraf perifer sehingga terjadi nyeri akut. Terputusnya integritas jaringan kulit mempengaruhi proses epitalisasi dan pembatasan aktivitas, maka terjadi perubahan pola aktivitas. Kerusakan jaringan juga mengakibatkan terpaparnya agen infeksius yang mempengaruhi resiko tinggi infeksi. Pada pasien post operasi akan terpengaruhi obat anastesi yang mengakibatkan depresi pusat pernafasan dan penurunan kesadaran sehingga pola nafas tidak efektif. E. Manifestasi Klinik Hampir separuh dari kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan pelvik rutin. Pada penderita memang tidak mempunyai keluhan apaapa dan tidak sadar bahwa mereka sedang mengandung satu tumor dalam uterus. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya gejala klinik meliputi: 1. Besarnya mioma uteri. 2. Lokalisasi mioma uteri. 3. Perubahan-perubahan pada mioma uteri.

15

Gejala klinik terjadi hanya pada sekitar 35% - 50% dari pasien yang terkena. Adapun gejala klinik yang dapat timbul pada mioma uteri: 1. Perdarahan abnormal, merupakan gejala klinik yang sering ditemukan (30%). Bentuk perdarahan yang ditemukan berupa: menoragi, metroragi, dan hipermenorrhea. Perdar ahan dapat menyebabkan anemia defisiensi Fe. Perdarahan abnormal ini dapat dijelaskan oleh karena bertambahnya area permukaan dari endometrium yang menyebabkan gangguan kontraksi otot rahim, distorsi dan kongesti dari pembuluh darah di sekitarnya dan ulserasi dari lapisan endometrium. 2. Penekanan rahim yang membesar: a) Terasa berat di abdomen bagian bawah. b) Gejala traktus urinarius: urine frequency, retensi urine, obstruksi ureter dan hidronefrosis. c) Gejala intestinal: konstipasi dan obstruksi intestinal. d) Terasa nyeri karena tertekannya saraf. 3. Nyeri, dapat disebabkan oleh: a) Penekanan saraf. b) Torsi bertangkai. c) Submukosa mioma terlahir. d) Infeksi pada mioma. 4. Infertilitas, akibat penekanan saluran tuba oleh mioma yang berlokasi di cornu. Perdarahan kontinyu pada pasien dengan mioma submukosa dapat

16

menghalangi implantasi. Terdapat peningkatan insiden aborsi dan kelahiran premature pada pasien dengan mioma intramural dan submukosa. 5. Kongesti vena, disebabkan oleh kompresi tumor yang menyebabkan edema ekstremitas bawah, hemorrhoid, nyeri dan dyspareunia. 6. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan kehamilan. Kehamilan dengan disertai mioma uteri menimbulkan proses saling mempengaruhi: 1. Kehamilan dapat mengalami keguguran. 2. Persalinan prematurnitas. 3. Gangguan proses persalinan. 4. Tertutupnya saluran indung telur menimbulkan infentiritas. 5. Pada kala III dapat terjadi gangguan pelepasan plasenta dan perdar ahan. Biasanya mioma akan mengalami involusi yang nyata setelah kelahiran. Pengaruh kehamilan dan persalinan pada mioma uteri: 1. Cepat bertambah besar, mungkin karena pengaruh hormon estrogen yang meningkat dalam kehamilan. 2. Degenerasi merah dan degenerasi karnosa: tumor menjadi lebih lunak, berubah bentuk, dan berwarna merah. Bisa terjadi gangguan sirkulasi sehingga terjadi perdarahan. 3. Mioma subserosum yang bertangkai oleh desakan uterus yang membesar atau setelah bayi lahir, terjadi torsi (terpelintir) pada tangkainya, torsi menyebabkan gangguan sirkulasi dan nekrosis pada tumor. Wanita hamil merasa nyeri yang hebat pada perut (abdomen akut).

17

4. Kehamilan dapat mengalami keguguran. 5. Persalinan prematuritas. 6. Gangguan proses persalinan. 7. Tertutupnya saluran indung telur sehingga menimbulkan infertilitas. 8. Pada kala III dapat terjadi gangguan pelepasan plasenta dan perdar ahan. 9. Mioma yang lokasinya di belakang dapat terdesak ke dalam kavum douglasi dan terjadi inkarserasi. Pengaruh mioma pada kehamilan dan persalinan: 1. subfertil (agak mandul) sampai fertile (mandul) dan kadang-kadang hanya punya anak satu. Terutama pada mioma uteri sub mucosum. 2. Sering terjadi abortus. Akibat adanya distorsi rongga uterus. 3. Terjadi kelainan letak janin dalam rahim, terutama pada mioma yang besar dan letak sub serus. 4. Distosia tumor yang menghalangi jalan lahir, terutama pada mioma yang letaknya diservix. 5. Inersia uteri terutama pada kala I dan kala II. 6. Atonia uteri terutama paska persalinan; perdarahan banyak, terutama pada mioma yang letaknya di dalam dinding rahim. 7. Kelainan letak plasenta. 8. Plasenta sukar lepas (retensio plasenta), terutama pada mioma yang sub mukus dengan intra mural.

18

Penanganan berdasarkan pada kemungkinan adanya keganasan, kemungkinan torsi dan abdomen akut dan kemungkinan menimbulkan komplikasi obstetric, maka: 1. Tumor ovarium dalam kehamilan yang lebih besar dari telur angsa harus dikeluarkan. 2. Waktu yang tepat untuk operasi adalah kehamilan 16 20 minggu. 3. Operasi yang dilakukan pada umur kehamilan di bawah 20 minggu harus diberikan substitusi progesteron: a. Beberapa hari sebelum operasi. b. Beberapa hari setelah operasi, sebab ditakutkan korpus luteum terangkat bersama tumor yang dapat menyebabkan abortus. 4. Operasi darurat apabila terjadi torsi dan abdomen akut. 5. Bila tumor agak besar dan lokasinya agak bawah akan menghalangi persalinan, penanganan yang dilakukan: a. Bila reposisi, kalau perlu dalam narkosa. b. Bila tidak bisa persalinan diselesaikan dengan section cesarea dan jangan lupa, tumor sekaligus diangkat. F. Penatalaksanaan Penatalaksanaan yang dapat dilakukan ada dua macam yaitu penanganan secara konservatif dan penanganan secara operatif. 1. Penanganan konservatif sebagai berikut: a. Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3 6 bulan.

19

b. Bila anemia, Hb < 8 g% transfuse PRC. c. Pemberian zat besi. d. Penggunaan agonis GnRh Leuprolid asetat 3,75 mg IM pada hari 1 3 menstruasi setiap minggu sebanyak tiga kali. Obat ini mengakibatkan pengerutan tumor dan menghilangkan gejala. Obat ini menekan sekresi gonadotropin dan menciptakan keadaan hipoestrogenik yang serupa yang ditemukan ada periode postmenapause. Efek maksimum dalam mengurangi ukur an tumor diobservasi dalam 12 minggu. Terapi agonis GnRH ini dapat pula diberikan sebelum pembedahan, karena memberikan beberapa keuntungan: mengurangi hilangnya darah selama pembedahan, dan dapat mengurangi kebutuhan akan transfusi darah. Namun obat ini menimbulkan kehilangan masa tulang meningkat dan osteoporosis pada wanita tersebut. Catatan: Baru-baru ini, progestin dan antiprogestin dilaporkan mempunyai efek terapeutik. Kehadiran tumor dapat ditekan atau diperlambat dengan pemberian progestin dan levonorgestrol intrauterin. 2. Penanganan operatif, bila: a. Ukuran tumor lebih besar dari ukuran uterus 12 14 minggu. b. Pertumbuhan tumor cepat. c. Mioma subserosa bertangkai dan torsi. d. Bila dapat menjadi penyulit pada kehamilan berikutnya. e. Hipermenorea pada mioma submukosa. f. Penekanan pada organ sekitarnya.

20

Jenis operasi yang dilakukan dapat berupa: a) Enukleasi Mioma Dilakukan pada penderita infertile atau yang masih menginginkan anak atau mempertahankan uterus demi kelangsungan fertilitas. Sejauh ini tampaknya aman, ef ektif, dan masih menjadi pilihan terbaik. Enukleasi sebaiknya tidak dilakukan bila ada kemungkinan terjadinya karsinoma endometrium atau sarkoma uterus, juga dihindari pada masa kehamilan. Tindakan ini seharusnya dibatasi pada tumor dengan tangkai dan jelas yang dengan mudah dapat dijepit dan diikat. Bila miomektomi menyebabkan cacat yang menembus atau sangat berdekatan dengan endometrium, kehamilan berikutnya harus dilahirkan dengan seksio cesarean. Kriteria pr eoperasi menurut American College of Obstetricians Gynecologists (ACOG) adalah sebagai berikut: 1) Kegagalan untuk hamil atau keguguran berulang. 2) Terdapat leiomioma dalam ukuran yang kecil dan berbatas tegas. 3) Apabila tidak ditemukan alasan yang jelas penyebab kegagalan kehamilan dan keguguran yang berulang. b) Histerektomi Dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi, dan pada penderita yagn memiliki leiomioma yang simptomatik atau yang sudah bergejala. Kriteria ACOG untuk histerektomi adalah sebagai berikut: 1) Terdapatnya 1 sampai 3 leiomioma asimptomatik atau yang terdapat teraba dari luar dan dikeluhkan oleh pasien.

21

2) Perdarahan uterus berlebihan: a. Perdarahan yang banyak bergumpal-gumpal atau berulang-ulang selama lebih dari 8 hari. b. Anemia akibat kehilangan darah akut atau kronis. 3) Rasa tidak nyaman di pelvis akibat mioma meliputi: a. Nyeri hebat dan akut. b. Rasa tertekan punggung bawah atau perut bagian bawah yang kronis. c. Penekanan buli-buli dan frekuensi urine yang berulang-ulang dan tidak disebabkan infeksi saluran kemih. c) Miomektomi Miomektomi adalah pengambilan mioma saja tanpa pengangkatan uterus. Apabila wanita sudah dilakukan miomektomi kemungkinan dapat hamil 30 50%. Dan perlu disadari oleh penderita bahwa setelah dilakukan miomektomi harus dilanjutkan dengan histerektomi. Lama perawatan: I. 1 hari pasca diagnosa keperawatan. II. 7 hari pasca histerektomi/miomektomi. Masa pemulihan: I. 2 minggu pasca diagnosa perawatan. II. 6 minggu pasca histerektomi/miomektomi. d) Penanganan radioterapi 1) Hanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat dioperasi (bad risk patient). 2) Uterus harus lebih kecil dari usia kehamilan 12 minggu.

22

3) Bukan jenis submukosa. 4) Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rectum. 5) Tidak dilakukan pada wanita muda, sebab dapat menyebabkan menopause. Maksud dari radioterapi adalah untuk menghentikan perdarahan. G. Komplikasi 1. Perdarahan sampai terjadi anemia. 2. Torsi tangkai mioma dari: a) Mioma uteri subserosa. b) Mioma uteri submukosa. 3. Nekrosis dan infeksi, setelah torsi dapat terjadi nekrosis dan infeksi. 4. Pengaruh timbal balik mioma dan kehamilan. a. Pengaruh mioma terhadap kehamilan: I. Infertilitas. II. Abortus. III. Persalinan prematuritas dan kelainan letak. IV. Inersia uteri. V. Gangguan jalan persalinan. VI. Perdarahan post partum. VII.Retensi plasenta.

23

b. Pengaruh kehamilan terhadap mioma uteri: I. Mioma cepat membesar karena rangsangan estrogen. II. Kemungkinan torsi mioma uteri bertangkai. H. Pengkajian Fokus Data subjektif: a. Pasien mengeluh nyeri saat menstruasi. b. Pasien mengatakan ada perdarahan abnormal. c. Pasien merasa penuh pada perut bagian kanan bawah. d. Pasien mengeluh adanya perubahan pola BAK dan BAB. e. Pasien merasa haidnya tidak teratur. Data objektif: a. Ada benjolan pada perut bagian bawah yang padat, kenyal, permukaan tumor rata serta adanya pergerakan tumor. b. Pemeriksaan ginekologi dengan pemeriksaan bimanual didapat tumor menyatu dengan rahim atau mengisi kavum douglas. c. Infertilitas atau abortus. Anamnesis: a. Timbul benjolan di perut bagian bawah dalam waktu yang relatif lama. b. Kadang-kadang disertai gangguan haid, buang air kecil atau buang air besar. c. Nyeri perut bila terinfeksi, terpuntir, pecah. Pemeriksaan fisik: a. Palpasi abdomen didapatkan tumor di abdomen bagian bawah.

24

b. Pemeriksaan ginekologik dengan pemeriksaan bimanual didapatkan tumor tersebut menyatu dengan rahim atau mengisi kavum Douglasi. c. Konsistensi padat, kenyal, mobil, permukaan tumor umumnya rata. Gejala klinis: a. Adanya rasa penuh pada perut bagian bawah dan tanda massa yang padat kenyal. b. Adanya perdarahan abnormal. c. Nyeri, terutama saat menstruasi. d. Infertilitas dan abortus. Pemeriksaan luar Teraba massa tumor pada abdomen bagian bawah serta pergerakan tumor dapat terbatas atau bebas. Pemeriksaan daam Teraba tumor ber asal dari rahim dan pergerakan tumor dapat terbatas atau bebas dan ini biasanya ditemukan secara kebetulan. Pemeriksaan penunjang a. USG, untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan endometrium dan keadaan adnexa dalam rongga pelvis. Mioma juga dapat dideteksi dengan CT scan ataupun MRI, tetapi kedua pemeriksaan itu lebih mahal dan tidak memvisualisasi uterus sebaik USG. Untungnya, leiomiosarkoma sangat jarang karena USG tidak dapat membedakannya dengan mioma dan konfirmasinya membutuhkan diagnosa jaringan.

25

b. Dalam sebagian besar kasus, mioma mudah dikenali karena pola gemanya pada beberapa bidang tidak hanya menyerupai tetapi juga bergabung dengan uterus; lebih lanjut uterus membesar dan berbentuk tak teratur. c. Foto BNO/IVP pemeriksaan ini penting untuk menilai massa di rongga pelvis serta menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter. d. Histerografi dan histeroskopi untuk menilai pasien mioma submukosa diserta dengan infertilitas. e. Laparaskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis. f. Laboratorium: darah lengkap, urine lengkap, gula darah, tes fungsi hati, ureum, kreatinin darah. g. Tes kehamilan.

26

I. Pathways
Sel-sel yang belum matang Pengaruh estrogen

Mioma Uteri

Sub. Mukosa Intra Mual Sub Berosa Pecahnya pembuluh darah Gangguan kontraksi otot Uterus Pembesaran urat Penekanan organ lain

Perdarahan pervaginan lama dan banyak

Mual muntah Resiko tinggi Gangguan peredaran kekurangan cairan darah Nekrosa dan Operasi Perlengketan Pre Operasi Nyeri Informasi tidak Terputusnya adekuat jaringan kulit Kurangnya Robekan pada jaringan support, sistem Depresi pusat saraf perifer pernafasan penurunan Kurangnya kesadaran pengetahuan Nyeri akut Pola nafas Cemas tidak efektif Proses epilesasi Terpapar agen infeksius Pembatasan aktivitas Resiko tinggi Infeksi Perubahan pola aktivitas anastesi Pengaruh obat Post Operasi

Sumber : Mochtar, Rustam. 1998

27

J. Fokus Intervensi dan Rasional Pre operasi 1. Nyeri berhubungan dengan trauma saraf, gangguan peredaran darah. Tujuan: a. Nyeri dapat mengalami penurunan atau berkurang. Intervensi: 1) Kaji tingkat nyeri pasien (skala) R: Untuk mengetahui skala nyeri. 2) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat analgenik. R: Untuk mengurangi/menghilangkan rasa nyeri pada pasien. 3) Atur posisi tidur senyaman mungkin. R: Pasien merasa nyaman. 4) Ajarkan teknik relaksasi atau distraksi untuk mengurangi nyeri. R: Pasien bisa dengan mandiri mengurangi rasa nyeri. 2. Resiko kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan perdarahan dan muntah. Tujuan: a. Keseimbangan cairan yang adekuat. b. Turgor kulit baik. Intervensi: 1) Hitung balance cairan. R: Mengetahui keseimbangan cairan pasien.

28

2) Pantau tanda-tanda vital R: Mengetahui keluaran cairan pasien melalui akr al. 3) Kolaborasi pemberian cairan parenteral. R: Menjaga keseimbangan kebutuhan cairan pasien. 4) Berikan anti ametik sesuai kebutuhan. R: Menghindari resiko kekurangan cairan pada pasien. 5) Pantau hasil laboratorium. R: Menentukan intervensi selanjutnya. 3. Cemas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses atau tindakan operasi. Tujuan: a. Pasien paham terhadap proses penyakit atau operasi dan harapan operasi. b. Cemas berkurang. Intervensi: 1) Kaji ulang tingkat pemahaman pasien. R: Mengetahui tingkat pemahaman pasien. 2) Gunakan sumber-sumber bahan pengajaran sesuai keadaan. R: Menyesuaikan dengan keadaan. 3) Pengajaran pra operasi secara individual tentang pembatasan dan prosedur pra operasi. R: Menyiapkan pasien dengan tindakan yang akan dihadapi.

29

4) Informasikan kepada pasien, keluarga atau orang terdekat tentang rencana prosedur tindakan. R: Pasien dan keluarga tahu kemungkinan hasil terbaik dan terburuk setelah dilakukan tindakan. Post operasi 1. Nyeri akut berhubungan dengan robekan pada jaringan saraf perifer. Tujuan: a. Ekspresi wajah pasien rileks. b. Mengungkapakan penurunan nyeri. Intervensi: 1) Kaji tingkat nyeri pasien (skala) R: Mengetahui skala nyeri. 2) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat analgetik. R: Membantu mengurangi nyeri pada pasien dengan obat. 3) Atur posisi tidur senyaman mungkin. R: Membantu pasien istirahat. 4) Ajarkan teknik relaksasi/distraksi untuk mengurangi nyeri. R: Pasien mampu mengatasi nyeri secara mandiri. 2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidaknyamanan pasca operasi. Tujuan: a. Bunyi nafas normal. b. Nafas tidak cuping hidung. c. Tidak terjadi retraksi dada.

30

Intervensi: 1) Atur posisi kepala ekstensi atau sesuai kebutuhan untuk mempertahankan ventilasi. R: Menjaga intake oksigen tetap adekuat. 2) Bantu pasien untuk merubah posisi bentuk dan nafas dalam. R: Menjaga keefektifan jalan nafas. 3) Auskultasi paru untuk mendengarkan bunyi nafas setiap 4 jam. R: Mengetahui adanya bunyi tambahan pada paru. 4) Kaji adanya hipoksia. R: Mengetahui pemenuhan kebutuhan oksigen. 5) Monitor respiratori rate. 3. Perubahan pola aktifitas berhubungan dengan pembatasan aktifitas setelah operasi. Tujuan: a. Melakukan aktivitas sesuai kemampuan. b. Kebutuhan tubuh pasien terpenuhi. Intervensi: 1) Pantau aktivitas yang dapat dilakukan pasien. R: Menentukan latihan aktivitas pasien secara mandiri. 2) Bantu pasien untuk ambulasi dini dan tingkatan aktivitas sesuai kemampuan pasien. R: Mencegah kekakuan otot.

31

3) Bantu pasien dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari. R: Kebutuhan pasien terpenuhi. 4) Libatkan keluarga dalam membantu pemenuhan kebutuhan sehari-hari pasien. R: Keluarga mampu memenuhi kebutuhan pasien secara mandiri. 4. Resiko tinggi berhubungan dengan trauma pada kulit atau tindakan operasi. Tujuan: a. Penyembuhan luka tepat waktu. b. Tidak ada tanda-tanda infeksi. Intervensi: 1) Monitor luka operasi. R: Mengetahui tanda-tanda infeksi sejak dini. 2) Rawat luka sesuai prinsip. R: Mencegah resiko infeksi. 3) Pertahankan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan. R: Proteksi diri dan mencegah kuman/bakteri menular. 4) Monitor TTV. R: Mengetahui infeksi dari peningkatan suhu tubuh. 5) Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi. R: Mencegah infeksi.

You might also like