You are on page 1of 8

KARAKTERISTIK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI Sebagai pajak yang dikenakan terhadap kegiatan konsumsi, Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut: 1. Pajak Obyektif PPN tergolong sebagai pajak yang obyektif, karena penekanannya mula-mula kepada obyeknya terlebih dahulu, baru kemudian kepada subyeknya. Siapapun subyeknya (masyarakat yang mampu maupun yang kurang mampu), akan dikenakan PPN, selama mereka mengonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, di dalam daerah pabean. Perlakuan PPN yang sama terhadap semua kelompok masyarakat inilah, baik yang miskin maupun yang kaya, yang menimbulkan sifat tidak adil. Kelemahan ini kemudian diatasi dengan pemberian pajak tambahan yaitu Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) terhadap konsumsi atas BKP tertentu yang digolongkan oleh pemerintah sebagai BKP mewah, yang umumnya hanya dikonsumsi oleh golongan masyarakat yang telah mampu secara ekonomi. 2. Mekanisme Pengkreditan Setiap akhir masa pajak, Pengusaha Kena Pajak akan melaporkan SPT Masa PPN yang merupakan tempat untuk mempertandingkan antara Pajak Keluaran dengan Pajak Masukan. Pajak Masukan menimbulkan aliran uang keluar atau cash outflow, sedangkan pajak keluaran menimbulkan aliran uang masuk atau cash inflow. Pajak Masukan merupakan uang muka pajak, sedangkan pajak keluaran merupakan hutang pajak. Saldo keduanya akan saling dioffset, di dalam SPT Masa PPN, setelah masa pajak berakhir, dan akan menghasilkan tiga kemungkinan: Pertama, akan menghasilkan kekurangan pembayaran pajak apabila jumlah Pajak Keluaran atau Cash Inflow melebihi jumlah Pajak masukan atau Cash Outflow; Kedua, akan menghasilkan kelebihan pembayaran pajak apabila jumlah Pajak Masukan atau Cash Outflow melebihi jumlah Pajak Keluaran atau Cash Inflow. Ketiga, akan menghasilkan jumlah nihil apabila jumlah Pajak Keluaran atau Cash Inflow sama dengan jumlah Pajak Masukan atau Cash Outflow.

Pemahaman mengenai cash inflow untuk Pajak Keluaran dan Cash Outflow untuk Pajak Masukan ini menjelaskan mengapa untuk transaksi penyerahan BKP/JKP kepada Instansi Pemerintah dan ekspor akan menimbulkan kelebihan bayar PPN. Hal ini dikarenakan Pajak Keluarannya tidak menimbulkan uang masuk (cash inflow), yang akan bertanding dengan Pajak Masukan yang telah menimbulkan aliran uang keluar (cash outflow). Tetapi, untuk transaksi-transaksi tertentu yang TIDAK PERNAH menimbulkan Pajak Keluaran sehingga tidak menimbulkan aliran uang masuk (zero cash inflow), Pajak Masukannya (cash outflow) juga tidak dapat dikreditkan, yaitu, pertama, transaksi penyerahan bukan Barang Kena Pajak atau bukan Jasa Kena Pajak yang tidak terutang PPN. Kedua, transaksi penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang mendapatkan fasilitas di bidang PPN, seperti penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang mendapat fasilitas PPN dibebaskan, ditunda, ditangguhkan, atau ditanggung pemerintah. Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindari kelebihan bayar Pajak Pertambahan Nilai. 3. Pemindahan Beban Pajak Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dilakukan secara berjenjang, yaitu dari satu mata rantai produksi atau distribusi kepada mata rantai distribusi berikutnya. Pajak Pertambahan Nilai akan dikenakan di setiap mata rantai distribusi tersebut (apabila syarat-syaratnya terpenuhi), kecuali untuk penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang hanya dikenakan PPN sekali meskipun mata rantai distribusinya panjang, misalnya rokok dan kaset rekaman yang pengenaan PPN-nya menggunakan mekanisme penebusan pita cukai. Dengan menggunakan mekanisme pengkreditan antara Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran, pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena pajak, sama sekali tidak terbebani secara ekonomi dengan Pajak Pertambahan Nilai, selama status mereka adalah Pengusaha Kena Pajak dan PPN tersebut dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran. Beban PPN dapat dipindahkan kepada pihak yang menjadi mata rantai distribusi berikutnya, dengan cara mengkreditkan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran. Pemindahan beban pajak ini berlangsung dari satu mata rantai distribusi kepada mata rantai distribusi berikutnya, sedemikian rupa sehingga, pihak yang menjadi mata rantai distribusi berikutnya tersebut tidak dapat mengkreditkannya dengan Pajak

Keluaran. Ketika pihak yang menjadi mata rantai distribusi berikutnya tersebut tidak dapat mengkreditkan Pajak Masukan, maka pihak tersebutlah yang menanggung secara ekonomi beban PPN. Catatan: Meskipun secara umum pengenaan PPN dilakukan berjenjang, yang artinya di setiap mata rantai distribusi yang berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak akan mengenakan PPN, terdapat Barang Kena Pajak tertentu yang pengenaan PPNnya hanya satu kali (hanya di tingkat pabrikan) meskipun melalui beberapa mata rantai distribusi, yaitu Barang Kena Pajak tertentu yang pengenaan PPN-nya menggunakan mekanisme penebusan pita cukai, seperti rokok dan kaset rekaman. Bagi Wajib pajak yang hanya bertindak sebagai distributor Barang Kena Pajak tertentu yang pengenaan PPN-nya hanya satu kali, yaitu yang menggunakan mekanisme penebusan pita cukai, tidak diwajibkan untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. 4. Faktur Pajak Faktur pajak merupakan dokumen yang menjadi bukti pemungutan Pajak Pertambahan Nilai. Faktur pajak ini merupakan ciri utama pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Bukti adanya Pajak Keluaran adalah berupa Faktur Pajak, dan demikian pula bukti adanya Pajak Masukan yang juga berupa Faktur Pajak. Pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran yang terjadi setiap akhir masa pajak di dalam SPT Masa PPN, pada hakekatnya merupakan kegiatan membandingkan antar faktur pajak. MEKANISME PEMBAYARAN PPN Pembayaran PPN dapat dilakukan dengan cara menitipkan uang pajak kepada pihak penjual (pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak) yang telah berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak, atau dengan cara membayarkannya secara langsung ke negara. 1. Pembayaran PPN dengan Menitipkan Ke Pihak Penjual

Pembayaran PPN dengan cara menitipkan uang pembayarannya kepada pihak penjual, yaitu pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dan telah berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak, dilakukan dalam hal terjadi konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak oleh siapapun dari pihak penjual atau pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak tersebut. Cara seperti ini merupakan cara yang paling umum dilakukan dan dikenal dengan mekanisme umum. Dengan mekanisme ini, pihak penjual atau pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak tersebut akan mendapatkan aliran uang masuk (cash inflow) berupa Pajak Pertambahan Nilai (Pajak Keluaran). Pajak Keluaran yang telah diterima dan merupakan cash inflow tersebut, akan disetorkan atau tidak disetorkan ke negara, tergantung kepada hasil pertandingan antara Pajak Keluaran tersebut dengan Pajak Masukan atau Cash Outflow. 2. Pembayaran PPN Secara Langsung ke Negara Mekanisme pembayaran Pajak Pertambahan Nilai dengan cara membayarkan secara langsung ke negara, dilakukan apabila: a. Dalam hal Pengusaha Kena Pajak menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak kepada Instansi Pemerintah, dimana instansi pemerintah tidak menitipkan uang pembayaran PPN kepada pihak penjual, melainkan langsung menyetorkannya ke negara; b. Dalam hal terjadi impor Barang Kena Pajak, dimana pihak yang melakukan impor akan membayar PPN secara langsung ke negara sebagai bagian dari persyaratan untuk menebus Barang Kena Pajak yang diimpornya; c. Dalam hal terjadi pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean, dimana pihak yang memanfaatkan Jasa Kena Pajak akan menyetor sendiri PPN yang terutang dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang berfungsi sebagai Faktur Pajak Standar; d. Dalam hal terjadi pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean, dimana pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud

tersebut akan menyetor sendiri PPN yang terutang dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang berfungsi sebagai Faktur Pajak Standar; e. Dalam hal terjadi kegiatan membangun bangunan yang dilakukan sendiri, apabila persyaratan-persyaratannya dipenuhi; f. Dalam hal terjadi penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, apabila persyaratan-persyaratannya dipenuhi; g. Dalam hal SPT Masa PPN berstatus kurang bayar yang disebabkan oleh jumlah Pajak Keluaran yang lebih besar dibandingkan dengan jumlah Pajak Masukan, dimana batas paling lambat untuk menyetorkan selisihnya (Pajak Keluaran VSPajak Masukan) adalah pada tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya. Terdapat Pengusaha Kena Pajak tertentu yang Dasar Pengenaan Pajaknya menggunakan Nilai Lain, artinya jumlah Pajak Masukannya dianggap (deemed) selalu lebih kecil dibandingkan dengan jumlah Pajak Keluarannya, sehingga SPT Masa PPNnya selalu berstatus kurang bayar. C. PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK ATAU JASA KENA PAJAK YANG TIDAK DIPUNGUT PPN Seringkali kita menjumpai transaksi penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak dipungut PPN. Terdapat beberapa kemungkinan mengapa konsumsi terhadap Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak tersebut tidak dikenakan (tidak dipungut) Pajak Pertambahan Nilai: 1. Pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak tersebut, BELUM berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak; 2. Penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak tersebut dilakukan DI LUAR daerah pabean; 3. Penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak tersebut mendapatkan fasilitas di bidang Pajak Pertambahan Nilai;

4. BKP yang diserahkan merupakan aktiva yang tujuan semula diperolehnya adalah tidak untuk diperjualbelikan, dan Pajak masukan sewaktu memperoleh BKP tersebut tidak dapat dikreditkan; 5. Pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak telah berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi alpa atau sengaja tidak memungut PPN (tidak menerbitkan Faktur Pajak). D. OBYEK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI 1. Penyerahan Barang Kena Pajak dan /atau Jasa Kena Pajak di dalam daerah pabean oleh Pengusaha Kena Pajak. Karakteristik: a. Pihak yang melakukan penyerahan BKP/JKP tersebut adalah Pengusaha Kena Pajak, yaitu Wajib Pajak yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; b. Penyerahan tersebut dilakukan di dalam lingkungan pekerjaannya sebagai Pengusaha Kena Pajak, artinya merupakan kegiatan usahanya sehari-hari sebagai Pengusaha Kena Pajak; c. Tempat terjadinya penyerahannya adalah di dalam daerah pabean. Tidak setiap penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak di dalam daerah pabean terutang PPN, tergantung kepada kondisi-kondisi yang melingkupi Barang Kena Pajak tersebut, seperti: Apakah Barang Kena Pajak tersebut merupakan barang dagangan atau bukan? Apakah Pajak Masukan sewaktu memperoleh Barang Kena Pajak tersebut dapat dikreditkan? Apakah transaksi penyerahan tersebut mendapatkan fasilitas di bidang PPN ? Skema transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dikenakan PPN atau tidak dikenakan PPN, digambarkan sebagai berikut:

Penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak di dalam Daerah Pabean

Merupakan Barang Dagangan, artinya dilakukan sebagai kegiatan usaha sehari-hari di dalam lingkungan pekerjaannya sebagai Pengusaha Kena Pajak

Merupakan Aktiva di Neraca, Tetapi Bukan Merupakan Persediaan BKP yang menjadi Barang Dagangan

Terutang PPN yang merupakan Pajak Keluaran PPN yang terutang tersebut disetorkan atau tidak disetorkan ke negara, bergantung kepada hasil penandingannya dengan Pajak Masukan

Pajak Masukan sewaktu memperoleh aktiva tersebut, secara normatif, dapat dikreditkan

Pajak Masukan sewaktu memperoleh aktiva tersebut, secara normatif, tidak dapat dikreditkan

Terutang PPN, dan seluruhnya disetorkan ke negara tanpa bertanding terlebih dahulu dengan Pajak Masukan

Tidak PPN

Terutang

2. Ekspor Barang Kena Pajak Karakteristik: a. Pihak yang melakukan ekspor harus berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP); b. Faktur Pajaknya berupa dokumen Pemberitahuan Ekspor barang yang telah difiat muat dan invoice;

c. Kegiatan ekspor Barang Kena Pajak terutang PPN 0%, dengan tujuan agar Pajak masukannya dapat dikreditkan, karena apabila kegiatan ekspor tidak terutang PPN maka Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan. Kalau pajak masukan tidak dapat dikreditkan , tentulah akan dibebankan sebagai biaya yang akan menambah harga pokok barang yang diekspor, sehjingga harga barang yang diekspor tersebut tidak kompetitif di luar negeri. http://hitungpajak.wordpress.com/2008/07/14/pajak-pertambahan-nilai-ppn-2/

You might also like