You are on page 1of 5

ABSES OTAK OTOGENIK ( KOMPLIKASI OTITIS MEDIA SUPURATIF )

Abses otak otogenik sebagai komplikasi otitis media dan mastoiditis dapat ditemukan di serebelum, fosa cranial posterior atau di lobus temporal, di fosa cranial media. Keadaan ini sering berhubungan dengan tromboflebitis sinus lateralis, petrositis, atau meningitis. Abses otak biasanya merupakan perluasan langsung dari infeksi telinga dan mastoiditis atau tromboflebitis. Umumnya didahului oleh suatu abses ekstradural. Komplikasi otitis media biasanya didapatkan pada pasien OMSK tipe bahaya, tetapi OMSK tipe aman pun dapat menyebabkan suatu komplikasi, bila terinfeksi kuman yang virulen. Hal ini terjadi apabila sawar pertahanan telinga tengah yang normal dilewati, sehingga memungkinkan infeksi menjalar ke struktur disekitarnya. Pertahanan pertama ialah mukosa kavum timpani yang mempu melokalisasi infeksi. Bila sawar ini runtuh, ada dinding tulang kavum timpani dan sel mastoid. Bila sawar ini runtuh maka jaringan lunak disekitarnya akan terkena. Runtuhnya periostium akan menyebabkan abses subperiosteal; apabila infeksi mengarah ke dalam yaitu tulang temporal, akan menyebabkan paresis n.fasialis atau labirinitis. Bila kearah cranial, akan menyebabkan abses ekstradural, tromboflebitis sinus lateralis, meningitis dan abses otak. Bila sawar tulang terlampaui, suatu dinding pertahanan ketiga yaitu jaringan granulasi akan terbentuk. Pada OMSA penyebaran biasanya melalui osteotromboflebitis ( hematogen ). Sedangkan pada kasus yang kronis, terjadi melalui erosi tulang. Cara lainnya ialah toksin masuk melalui fenestra rotundum, meatus akustikus internus, duktus perilimfatik dan duktus endolimfatik.

Penyebaran Hematogen.
1. Komplikasi terjadi pada awal suatu infeksi atau eksaserbasi akut, dapat terjadi pada hari pertama atau kedua sampai hari kesepuluh. 2. Gejala prodromal tidak jelas seperti didapatkan pada meningitis lokal. 3. Pada operasi, didapatkan dinding tulang telinga tengah utuh, tulang serta lapisan mukoperiosteal meradang dan mudah berdarah, sehingga disebut juga mastoiditis hemoragika.

Penyebaran melalui Erosi Tulang.


1. Komplikasi terjadi beberapa minggu atau lebih setelah awal penyakit.

2. Gejala prodromal infeksi lokal biasanya mendahului gejala infeksi yang lebih luas. 3. Pada iperasi dapat ditemukan lapisan tulang yang rusak diantara focus supurasi dengan struktur sekitarnya. Struktur jaringan lunak yang terbuka biasanya dilapisi oleh jaringan granulasi.

Penyebaran melalui Jalan yang Sudah Ada.


1. Komplikasi pada awal penyakit. 2. Ada serangan labirinitis atau meningitis berulang, mungkin ditemukan fraktur tengkorak, riwayat operasi tulang atau riwayat otitis media yang sudah sembuh. 3. Pada operasi dapat ditemukan jalan penjalaran melalui sawar tulang yang bukan oleh karena erosi.

EPIDEMIOLOGI. Pada era sebelum antibiotika, angka kejadian ASO sekitar 2.3% dari seluruh komplikasi otits media kronik, namun pada era antibiotik dan perkembangan tehnik operasi yang baik, kejadian komplikasi ASO ini berkurang manjadi 0.15 0.04%. Angka kejadian ASO diperkirakan 1 per 10000 komplikasi intrakranial akibat otitis media, dan rata-rata ditemukan 4-5 kasus pertahun dari laporan bagian bedah saraf di negara-negara maju. Kejadian ASO didominasi oleh pria dengan perbandingan 2:1, dan terbanyak dijumpai pada usia 30-45 tahun. ETIOLOGI.
Streptococcus faecalis, Proteus spp, and Bacteroides fragilis adalah kumankuman yang sering ditemukan pada abses serebri. Penelitian yang dilakukan di rumah sakit Greek pada 21 pasien dengan abses serebri menunjukkan kuman pathogen yang sering ditemukan adalah kuman gram negative anaerob seperti Bacteroides and Fusobacterlum and aerobic Streptococcus yang diduga kuman ini bergantung dari dari mana asal abses tersebut. Pada kolesteatoma merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman jenis Proteus dan Pseudomonas aeruginosa.

GEJALA KLINIS.

Gejala klinis ASO meliputi gejala lokal di lobus temporalis dan gejala serebritis. Gejala klinis dini yang patut dicurigai ASO antara lain : - riwayat OMKS disertai demam. - Gejala umum akibat tokiskasi : nyeri kepala, mual dan muntah. - Tanda nyata suatu abses otak ialah nadi yang lambat serta adanya serangan kejang - Gejala akibat lesi di lobus temporalis ; o aphasia, kesulitan dalam memahami kata-kata (kelainan bicara umumnya sensoris dan tak pernah motorik), o gangguan pendengaran sentral yang umumnya dapat identifikasi, o halusinasi akustik, o gangguan penciuman, o gangguan penglihatan seperti hemianopsia, neuropati sarafsaraf kranial mulai dari N.III s/d N.VII, lesi silang pada traktus piramidalis. - Gejala-gejala serebritis, atau adanya abses serebelum yang dapat ditemukan antara lain ; o gangguan okulomotor, sistem postural, o adanya nistagmus spontan pada sisi lesi, o ataksia, o tremor, o dismetria, o hipotonia, o lesi yang menunjukkan perluasan ke regio sekitarnya seperti paralisis N. III, V, VI, VII, IX dan X. Pada stadium akut, naiknya suhu tubuh, nyeri kepala atau adanya tanda toksisitas seperti malaise, perasaan mengantuk, somnolen atau gelisah yang menetap. Timbulnya nyeri kepala di daerah parietal atau oksipital dan adanya keluhan mual, muntah yang proyektil serta kenaikan suhu tubuh yang menetap selama terapi diberikan merupakan tanda komplikasi intracranial. Pembagian gejala klinis berdasarkan stadium : 1. stadium awal dengan tanda-tanda meningismus, nause, nyeri kepala, perubahan psikologi, demam. 2. Stadium dua/laten jika ditemukan serangan epileptikal, tanda defisit neurologis. 3. Stadium tiga/manifestasi dapat ditemukan papil edema, perubahanperubahan psikis, tanda-tanda kelainan fokal seperti aphasia, alexia, agraphia, hemiplegia, serangan epilepsi dan ataksia pada abses yang meluas ke sereberal, dapat juga ditemukan gejala-gejala penyebaran ke organ-organ

sekitar seperti paralisis nervi kraniales, gangguan lapang pandang, gangguan sistem okulomotor dan posture. 4. Stadium empat/terminal dapat ditemukan tanda-tanda stupor, koma, bradikardia dan pernafasan cheyne stokes (pernafasan yang lambat dan semakin cepat tanpa adanya pola apneu). Gejala abses serebelum biasanya lebih jelas daripada abses lobus temporal. Abses serebelum dapat ditandai dengan ataksia, diddiadokokinetis, tremor intensif dan tidak tepat menunjuk suatu objek. Afasia dapat terjadi pada abses lobus temporal. Gejala lain yang menunjukkan adanya toksisitas, berupa nyeri kepala, demam, muntah serta keadaan letargik. Selain itu sebagai tanda yang nyata suatu abses otak ialah nadi yang lambat serta serangan kejang.

PEMERIKSAAN PENUNJANG.
Pemeriksaan penunjang untuk mendeteksi adanya abses otak ialah CT Scan, MRI, Angiografi, radiologi. Pemeriksaan LCS mungkin akan memperlihatkan kadar protein yang meninggi serta tekanan yang meningkat. Pemeriksaan paling akurat adalah melalui CT scan. Pada stadium-stadium awal, gambarannya mungkin hampir sama dengan meningitis, dimana tidak ditemukan enhancment pada pemberian kontras. Pada stadium awal terbentuknya abses, mulai terdeteksi adanya ireguler enhancment pada tepi abses. Pada abses yang nyata akan ditemukan enhancment berupa cincin yang merupakan gambaran kapsul kolagen yang mengelilingi abses. Namun perlu pula di pikirkan kemungkinan lain adanya enhancment cincin ini selain abses yaitu metastasis tumor otak, tumor-rumor otak primer (utamanya adalah astrositoma drajat 4), granuloma, hematom serebri yang mulai mengalami resolusi.

PENGOBATAN.
Pengobatan abses otak ialah dengan antibiotika parenteral dosis tinggi ( protocol terapi komplikasi intrakanial ), dengan tanpa operasi untuk melakukan drainase dari lesi. Selain itu, pengobatan dengan antibiotika harus intensif. Mastoidektomi dilakukan untuk membuang sumber infeksi, pada waktu keadaan umum lebih baik. Singkatnya, pengobatan terdiri dari pemberian antibiotic dosis tinggi secepatnya, penatalaksanaan operasi infeksi primer di mastoid pada saat yang optimum, bedah saraf bila perlu. 1. Antibiotik. Pasien harus dirawat dan diberi Ab dosis secara IV. Dimullai dari ampisilin 4 x 200-400 mg/kgBB/hari, Kloramfenikol 4 x 0,5-1 g/hari untuk orang dewasa atau 60-100 mg/kgBB/hari untuk anak.

Pemberian metronidazol 3 x 400-600 mg/hari juga dipertimbangkan. ( 7-15 hari ) Ab diberikan disesuaikan dengan kemjuan klinis dan hasil biakan dari secret telinga ataupun LCS. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan lab, foto mastoid, dan CT Scan. Jika CT Scan ada terlihat tanda abses, pasien segera dikonsul ke Bedah Saraf untuk drainase otak segera. Mastoidektomi dapat dilakukan bersama-sama atau kemudian. Bila bedah saraf tak segera melakukan operasi, pengobatan medikamentosa dilanjutkan sampai 2 minggu, lalu dikonsul lagi ke bedah saraf. Mastoidektomi dilakukan sebelum atau sesudah bedah saraf melakukan operasi otak. Bila saat itu KU pasien buruk atau suhu tinggi, maka dilakukan analgesia lokal. Jika CT Scan tak terlihat ada abses dan KU pasien baik, maka segera dilakukan mastoidektomi dengan anesthesia umum atau analgesia lokal. Bila KU pasien buruk atau suhu tinggi, maka pengobatan medikamentosa dilanjutkan sampai 2 minggu, lalu segera dilakukan mastoidektomi dengan analgesia lokal. Jika CT Scan tak dapat dibuat, pengobatan medikamentosa diteruskan sampai 2 minggu untuk kemudian dilakukan mastoidektomi. Bila KU tetap buruk atau suhu tetap tinggi, dilakukan mastoidektomi dengan analgesia lokal.

You might also like