You are on page 1of 26

2011

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan anugerah-Nyalah, maka saya dapat menyelesaikan referat dengan judul Herpes Simpleks ini. Adapun maksud penyusunan referat ini adalah dalam rangka memenuhi salah satu tugas kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin di Rumah Sakit Umum Daerah Koja periode 7 Februari 2011 12 Maret 2011. Pada kesempatan ini pula, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Chaedar Rhazak, Sp.KK selaku pembimbing dalam pembuatan referat ini, dan para konsulen, dokter, paramedis dan seluruh staf di SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD KOJA. Serta teman teman koas yang turut serta membantu baik dalam penyusunan dan penyelesaian referat ini. Saya menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan case ini. Oleh sebab itu saya sangat mengharapkan saran dan kritik untuk menyempurnakan case ini. Akhir kata dengan segala kekurangan yang saya miliki, segala saran dan kritik yang bersifat membangun akan saya terima dengan terbuka dan senang hati untuk perbaikan selanjutnya. Semoga case ini berguna baik bagi saya sendiri, rekan-rekan kami di tingkat klinik, pembaca, Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti, serta semua pihak yang membutuhkan.

Jakarta, Februari 2011

Penyusun

HERPES SIMPLEKS

I. PENDAHULUAN Kata herpes dapat diartikan sebagai merangkak atau maju perlahan (creep or crawl) untuk menunjukkan pola penyebaran lesi kulit. Infeksi herpes simpleks genitalis adalah suatu penyakit infeksi pada genital yang disebabkan oleh Herpes simplek virus (HSV), yang kejadiannya meningkat selama dua dekade ini. Angka kesakitan dengan kekambuhan yang tinggi, komplikasi serta penularannya pada bayi baru lahir sering merupakan masalah.1 Herpes genitalis adalah infeksi pada genital dan sekitarnya yang disebabkan oleh HSV terutama tipe-2 (dapat pula oleh tipe-1) dengan gejala berupa vesikel atau erosi atau ulkus dangkal, berkelompok di atas dasar eritematosa, dan sifatnya kambuh. rekurens. Sedangkan stomatitis herpetika adalah suatu penyakit mulut yang disebabkan oleh infeksi HSV tipe 1.walaupun HSV-1 hampir selalu merupakan agen penyebab stomatitis herpetika, tetapi kadang-kadang HSV-2 juga dapat pula menyebabkan lesi-lesi oral dan hal ini dikaitkan dengan perilaku seksual yang berubah.2 Diantara keduanya herpes genitalis merupakan salah satu penyakit infeksi menular seksual yang sering menjadi masalah karena sukar disembuhkan, sering rekuren, juga karena penularan penyakit ini yang dapat terjadi pada penderita yang tanpa gejala atau asimtomatis.1
2

II. EPIDEMIOLOGI Penyakit ini tersebar kosmopolit dan menyerang baik pria maupun wanita dengan frekuensi yang tidak berbeda. Infeksi primer oleh HSV tipe-1 biasanya diulai pada usia anak-anak, sedangkan infeksi HSV tipe-2 biasanya terjadi pada dekade II atau III, dan berhubungan dengan peningkatan aktifitas seksual, terutama dengan status sosioekonomi rendah. Juga pada golongan dengan risiko terinfeksi HIV. Tetapi hal ini berbeda dengan kelompok dengan sosioekonomi yang lebih tinggi dengan insiden yang lebih rendah.1,3 Di Amerika Serikat infeksi HSV-1 diperoleh oleh anak usia dini, dan bukti infeksi serologik dengan HSV-1 mendekati 80% pada populasi dewasa umum. Hanya sekitar 30% dari individu-individu mempunyai gejala klinis yang jelas. Di Amerika Serikat, sekitar 1 dari 4-5 orang dewasa (21-25%) mempunyai serologis positif untuk HSV-2. Untuk remaja di Amerika Serikat, studi telah menemukan tingkat sampai dengan 49-53% untuk HSV-1 dan 12-15% untuk HSV-2. Lebih dari setengah individu seropositif tidak mengalami wabah klinis jelas, namun orang-orang ini masih memiliki episode pelepasan virus dan dapat menularkan virus. 4 Di dunia berkembang, HSV-2 menjadi penyebab umum untuk penyakit ulkus kelamin, terutama di negara-negara dengan prevalensi tinggi infeksi HIV. Studi internasional menunjukkan prevalensi pada orang koinfeksi dengan HIV yang hampir 90% untuk HSV-1 dan sampai 77% untuk HSV-2.4 Dari data klinik penyakit mulut Rumah Sakit Gigi dan Mulut FKGUI dan Unit Pelayanan Fungsional Gigi dan Mulut RSCM pada tahun 2000-2001 dijumpai 25 kasus stomatitis herpetika, 5 diantaranya merupakan infeksi primer dan sisanya infeksi rekuren yang terdiri dari 1 herpes labialis rekuren dan 14 herpes intra oral rekuren. Di subbagian PMS poliklinik IP Kulit dan Kelamin FKUI/RSCM tahun 1997-2000, proporsi kasus herpes genitalis berkisar antara 3,5-4,1% dari seluruh kasus baru PMS.2

III. ETIOLOGI HSV tipe I dan II merupakan virus herpes hominis yang merupakan virus DNA. Pembagian tipe I dan II berdasarkan karakteristik pertumbuhan pada media kultur, antigenic marker, dan lokasi klinik (tempat predileksi).4 Kedua-duanya baik HSV tipe-1 dan tipe-2 berada atau berdiam diri dalam ganglion sarafsensorik setelah terjadi suatu infeksi primer. Virus ini tidak memproduksi protein virus selama masa laten, sehingga tidak dapat terdeteksi oleh mekanisme pertahanan tubuh kita.1 Faktor pencetus yang dipercaya sebagai penyebab reaktivasi virus ini misalnya panas badan, menstruasi, gangguan emosi, gangguan gastrointestinal tract, paparan sinar matahari atau adanya trauma lokal. Radiasi ultraviolet khususnya UVB sering menjadi penyebab tersering rekurensi HSV di mana tingkat keparahannya berhubungan dengan intensitas dari paparan sinar matahari.1

IV. PATOGENESIS Bila seseorang terpajan HSV, maka infeksi dapat berbentuk episode I infeksi primer, episode I non infeksi primer, infeksi rekurens, asimtomatik atau tidak terjadi infeksi sama sekali.5 Infeksi terjadi melalui transmisi atau penularan HSV melalui kontak erat dengan individu yang pada daerah permukaan kulit dan mukosanya mengeluarkan virus, dalam sekresi oral atau genital. 1 Pada episode I infeksi primer, virus yang berasal dari luar masuk ke dalam tubuh hospes. Kemudian terjadi penggabungan dengan DNA hospes di dalam tubuh hospes tersebut dan mengadakan multiplikasi / replikasi menghasilkan banyak virion sehingga sel-selnya akan mati serta menimbulkan kelainan pada kulit. Pada waktu itu hospes sendiri belum ada antibody spesifik, ini bisa mengakibatkan timbulnya lesi pada daerah yang luas dengan gejala konstitusi berat. Setelah menimbulkan penyakit primer virus, pada stomatitis herpetika virus akan menuju ganglion saraf trigeminal dan menetap di sana, sedangkan pada herpes genitalis virus akan memasuki ujung saraf sensori yang mensyarafi saluran genital.1,2,5 HSV-1 di ganglia trigeminal mempengaruhi muka, mukosa orofaringeal dan okular, sedangkan HSV-2 memiliki reaktivasi yang lebih efisien dalam
4

ganglia lumbosakral yang mempengaruhi pinggul, pantat, alat kelamin, dan ekstremitas bawah.4 Pada episode I non primer, infeksi sudah lama berangsung tetapi belum menimbulkan gejala klinis, tubuh sudah membentuk zat anti sehingga pada waktu terjadinya episode I ini kelainan yang timbul tidak seberat episode I dengan infeksi primer.5 Bila ada suatu waktu ada faktor pencetus, virus akan mengalami reaktivasi dan multiplikasi kembali sehingga terjadilah infeksi rekurens. Pada saat ini di dalam tubuh hospes sudah ada antibodi spesifik sehingga kelainan yang timbul serta gejala konstitusinya tidak seberat pada waktu infeksi primer. Faktor pencetus antara lain adalah trauma, koitus yang berlebihan, demam, gangguan pencernaan, stress emosi, kelelahan, makanan merangsang, alcohol, obat-obatan (imunosupresif, kortikostreoid), dan pada beberapa kasus sukar diketahui dengan jelas penyebabnya.5

V. GEJALA KLINIS
A. Herpes labialis (misalnya, luka dingin, lepuh demam) paling sering dikaitkan dengan

infeksi HSV-1. Lesi oral disebabkan oleh HSV-2 telah diidentifikasi, biasanya sekunder untuk menghubungi orogenital. Infeksi primer HSV-1 seringkali terjadi pada masa kanak-kanak dan biasanya tanpa gejala.4
I.

Infeksi primer: Gejala herpes labialis mungkin termasuk demam prodromal, diikuti dengan sakit tenggorokan dan mulut dan limfadenopati submandibular. Pada anakanak, gingivostomatitis dan odynophagia juga ditemukan. Gejala ekstraoral berupa vesikel berkelompok pada bibir dan kulit di daerah sirkum oral. Setelah beberapa hari lesi akan ditutupi krusta berwarna kekuningan. Krusta berasal dari koagulasi serum yang keluar dari vesikel yang pecah. Vesikel yang nyeri berkembang pada bibir, gingiva, langit-langit mulut, atau lidah dan sering dikaitkan dengan eritema dan edema. Lesi memborok dan sembuh dalam 2-3 minggu.2,4,6

Gambar

1.

vesikel

berkelompok

HSV-17

Sumber:

http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en| id&u=http://www.aad.org/public/publications/pamphlets/viral_herpes_simple x.html

II. Rekuren: Penyakit ini tetap aktif selama beberapa waktu. Reaktivasi HSV-1 di ganglia

sensoris trigeminal menyebabkan kambuh di wajah dan mukosa oral, bibir, dan okular. Gejala didahului oleh gejala prodromal ringan berupa rasa lelah, malaise, nyeri terbakar, gatal, atau paresthesia. Selanjutnya muncul lesi vesikuler yang akhirnya memborok atau membentuk kerak. Lesi yang paling sering terjadi di perbatasan vermillion, dan gejala rekuren yang tidak diobati berlangsung sekitar 1 minggu. Lesi
eritema multiforme berulang telah dikaitkan dengan kekambuhan orolabial HSV-1.

Sebuah studi baru-baru ini melaporkan bahwa virus HSV-1 memiliki durasi rata-rata 48-60 jam dari timbulnya gejala herpes labialis. Mereka tidak mendeteksi virus yang melebihi 96 jam onset gejala.

Gambar 2 . Herpes labialis dari bibir bawah. Perhatikan lepuh dalam kelompok ditandai dengan panah.8 Sumber: http://translate.google.co.id/translate? hl=id&langpair=en|id&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Herpes_simplex

B. Herpes Genital: HSV-2 diidentifikasi sebagai penyebab paling umum dari herpes genitalis. Namun, HSV-1 telah meningkat sebagai agen penyebab dalam sebanyak 30% kasus infeksi herpes genital primer dengan adanya kemungkinan hubungan

orogenital. Infeksi herpes genital berulang hampir secara eksklusif disebabkan oleh HSV-2.
I.

Infeksi primer: mempunyai gejala klinis berupa:1 1. 2. 3. Nyeri Iritasi lesi genital yang akan meningkat setelah hari ke 6 Pembesaran limfonodi inguinal dan femoral secara

sampai k 7 dari masa sakitnya. umum bersifat nonfliktuasi serta nyeri pada perabaan. Herpes genitalis primer terjadi dalam waktu 2 hari sampai 2 minggu setelah terpapar virus dan memiliki manifestasi klinis yang paling parah. Gejala utama episode biasanya berlangsung 2-3 minggu. Pada pria, menyakitkan, erythematous, lesi vesikuler yang memborok paling sering terjadi pada penis, tetapi mereka juga dapat terjadi pada anus dan perineum. Pada wanita, herpes genitalis primer berbentuk sebagai vesikuler / lesi ulserasi pada serviks dan vesikel menyakitkan pada alat kelamin eksternal bilateral. Dapat juga terjadi pada vagina, perineum, pantat, dan, di kali, kaki dalam distribusi saraf sakral. Gejala asosiasi termasuk demam, malaise, edema, limfadenopati inguinal, disuria, dan cairan vagina atau penis. Wanita juga memiliki radikulopati lumbosakral , dan sebanyak 25% dari wanita dengan infeksi primer HSV-2 mungkin terkait meningitis aseptik. II. Rekuren: Setelah infeksi primer, virus akan laten selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun sampai terjadinya kembali dipicu. Reaktivasi HSV-2 di ganglia lumbosakral menyebabkan kekambuhan di bawah pinggang. Gejala klinis berulang lebih ringan dan sering didahului oleh gejala prodromal eperti rasa sakit, gatal, kesemutan, terbakar, atau paresthesia. Gambaran klinisnya berupa:1

1.

Vesikel kecil-kecil yang multiple bergerombol pada satu

sisi muncul pada kulit yang normal atau daerah kemerahan, berisi cairan jernih kemudian akan tampak keruh dan purulen, kering dan berkrusta menyembuh setelah 7-10 hati, lesi yang matang terdiri atas vesikel bergerombol dan atau pustule diatas kulit yang eritematosa dengan dasar edema. Gerombolan vesikel dan erosi ini biasanya tampak pada vagina, rectum atau penis dan dapat muncul vesikel baru lagi pada hari ke-714. Lesi bisa bilateral dan sering meluas. Gejala sistemik yang muncul berupa panas dan flu tetapi sering pada wanita gejala yang menonjol adalah nyeri pada vagina dan nyeri saat kencing.1

Gambar 3 . Karakteristik kelompok vesikel pada dasar eritematosa.4 Sumber: http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en| id&u=http://emedicine.medscape.com/article/1132351-overview

2.

Adanya

krusta

yang

kekuningan

atau

keemasan

mengindikasikan adanya superinfeksi dengan bakteri 3. Pembesaran kelenjar regional dengan nyeri sering

ditemukan 4. Gambaran eritema multiforme sering bersamaan dengan

infeksi HIV dan berespon dengan pemberian antivirus sebagai profilaksis. Faktor pencetus kekambuhan yaitu:1 1. 2. Adanya trauma minor Infeksi lain termasuk panas yang bersifat ringan atau

pasien tidak mengeluh panas 3. Infeksi saluran nafas atas

4. 5. 6.

Radiasi ultraviolet Neuralgia trigeminal Juga pada kasus setelah operasi intracranial karena

penyakit ini, operasi gigi, atau oleh tindakan dermabrasi. 7. Bahkan kadang-kadang seorang wanita mendapat

kekambuhan dari keadaan ini saat dirinya menstruasi. Lebih dari satu setengah individu yang seropositif HSV-2 tidak mengalami gejala klinis jelas. Namun, orang-orang ini masih memiliki episode pelepasan virus dan dapat menularkan virus kepada pasangan seks mereka. 4 Banyak orang yang terinfeksi dengan HSV-2 tidak menunjukkan gejala fisik yang digambarkan sebagai asimptomatik atau memiliki
subklinis herpes.8

Tabel 1. Tabel Subklinis Herpes Kondisi


Herpetic gingivostomatitis

Deskripsi Herpetic gingivostomatitis sering terjadi saat infeksi herpes yang pertama. Penyakit ini lebih parah dari herpes labialis. Sekitar 90% dari populasi AS terpengaruh dengan penyakit ini. Infeksi terjadi ketika virus masuk akibat

Ilustrasi

Herpes labialis

kontak

dengan

mukosa

oral

atau

kulit

terkelupas. Ketika gejala, manifestasi khas primer HSV-1


Herpes genitalis

atau HSV-2, infeksi genital berupa papula dan


vesikula pada permukaan luar dari alat kelamin

menyerupai luka dingin.

Herpes whitlow adalah infeksi menyakitkan


Herpetic whitlow

yang biasanya mempengaruhi jari atau jempol. Kadang-kadang infeksi terjadi pada jari kaki atau pada kutikula kuku. Individu yang berpartisipasi dalam olahraga seperti gulat , rugby , dan sepak bola kadangkadang mendapatkan kondisi yang disebabkan oleh HSV-1 dikenal sebagai
gladiatorum herpes , scrumpox,'s herpes pegulat, atau

Herpes gladiatorum

herpes tikar, yang tampak sebagai ulkus kulit pada wajah, telinga, dan leher . Gejala termasuk demam, sakit kepala, sakit tenggorokan dan kelenjar bengkak. Hal ini terkadang mempengaruhi mata atau kelopak mata. Infeksi primer biasanya muncul sebagai

Herpetic keratoconjunctivitis

pembengkakan pada konjungtiva dan kelopak mata ( blepharoconjunctivitis ), disertai gatal lesi kecil putih di permukaan kornea . Infeksi herpes dari otak yang diduga

disebabkan oleh transmisi retrograde virus dari sisi perifer pada wajah diakibatkan reaktivasi
Herpesviral ensefalitis

HSV-1, sepanjang saraf trigeminal akson, ke otak. HSV adalah penyebab paling umum dari ensefalitis virus. Ketika menginfeksi otak, virus menunjukkan preferensi di lobus temporal . HSV-2 adalah penyebab paling umum

Herpesviral meningitis meningitis Mollaret, sebuah jenis meningitis Neonatal simplex

virus berulang. herpes Infeksi HSV neonatal adalah suatu kondisi yang jarang tetapi serius, biasanya disebabkan
10

oleh penularan HSV (tipe 1 atau 2) dari ibu ke bayi yang baru lahir. Pada pasien dengan sistem kekebalan tubuh yang Selama
immunodeficiency

lemah,

herpes

simpleks

dapat

menyebabkan lesi di kulit yang tidak biasa. Salah satu yang paling mencolok adalah munculnya erosi linier bersih di lipatan kulit, dengan gambaran seperti potongan pisau. Herpetic sycosis adalah infeksi herpes

Herpetic sycosis

berulang atau primer terutama mempengaruhi folikel rambut. Infeksi virus herpes pada pasien dengan kronis

Eksim herpeticum

dermatitis

atopik

dapat

mengakibatkan

penyebaran herpes simples seluruh wilayah eczematous. Gejala mungkin termasuk sakit menelan (odynophagia) dan kesulitan menelan (disfagia). Hal ini sering dikaitkan dengan fungsi kekebalan tubuh terganggu (misalnya HIV /
AIDS , imunosupresi dalam padat transplantasi organ ).

Herpes esophagitis

Sumber:

http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|

id&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Herpes_simplex

Herpes genitalis pada kehamilan Bila pada kehamilan timbul herpes genitalis, perlu mendapatkan perhatian yang serius, karena melalui plasenta virus dapat sampai ke sirkulasi fetal serta dapat menimbulkan kerusakan atau kematian pada janin. Infeksi neonatal mempunyai angka mortalitas 60%, separuh dari yang hidup menderita cacat neurologis atau kelainan pada mata.3,5

11

Penularan pada bayi dapat juga terjadi bila janin yang lahir kontak dengan virus pada ibu yang terinfeksi virus aktif dari jalan lahirnya dan ini merupakan penularan pada neonatal yang paling sering terjadi. Meskipun demikian kejadian herpes neonatal kecil sekali yaitu 1 : 25 000 kelahiran. Beberapa keadaan yang mempengaruhi terjadinya herpes neonatal adalah banyak sedikitnya virus, kulit ketuban masih utuh atau tidak, ada atau tidaknya lesi herpes genital, dan ada atau tidaknya antibodi virus herpes simpleks. Pada ibu hamil dengan infeksi primer dan belum terbentuk antibodi maka penularan dapat terjadi sampai 50 % sedangkan pada infeksi rekuren hanya 2,5 5 %.9,10 Kelainan yang timbul pada bayi dapat berupa ensefalitis, mikrosefali, hidrosefali, koroidoretinitis, keratokonjungtivitis, atau hepatitis; di samping itu dapat juga timbul lesi pada kulit. Bila transmisi terjadi pada trimester I cenderung terjadi abortus; sedangkan bila pada trimester II terjadi prematuritas. Selain itu dapat terjadi transmisi pada saat intrapartum atau pasca partum. 3,5

Infeksi HSV pada pasien imunokompromis Gejala infeksi HSV pada pasien imunokompromais sangat parah dengan ulserasi hebat di seluruh mukosa mulut, orofaring dan esophagus. Lesi-lesi ini sangat sakit dapat terjadi superinfeksi oleh bakteri dan jamur. Infeksi rekuren dapat menimbulkan kematian. Yang termasuk pasien imunokompromais yaitu pasien transplantasi organ, keganasan hematologi yang menjalani kemoterapi, AIDS, malnutrisi berat dan luka bakar yang luas.2 Pada herpes genitalis, kelainan yang ditemukan cukup progresif berupa ulkus yang dalam di daerah anogenital, lesi lebih luas dibandingkan keadaan biasanya. Pada keadaan imunokompromais yang tidak berat didapatkan keluhan rekurensi yang lebih sering dengan penyembuhan yang lama.5,11

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG Dalam menegakkan diagnosis, bila gejala khas tidak dijumpai maka dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa:
12

1. Pemeriksaan sitologi Langkah-langkahnya sebagai berikut: pada vesikel yang besar, specimen dapat diambil dengan cara membuka vesikel dan melakukan aspirasi cairannya dengan jarum suntik., sedangkan pada vesikel yang kecil atau lesi yang terbuka, eksudat diambil dengan menggunakan swab kapas. Pada wanita dengan lesi HSV pada vagina (dan juga wanita hamil), dianjurkan untuk mengambil specimen dari daerah serviks; karena HSV lebih sering menginfeksi epitel skuamosa dibandingkan epitel kolumnar, maka specimen sebaiknya diambil dari 2 tempat yaitu di daerah eksoserviks dan endoserviks.5 Sediaan kemudian diletakkan pada kaca objek dan diwarnai dengan pewarnaan Giemsa, Wrights atau Papanicolau kemudian dilihat dengan mikroskop langsung. Hasil positif bila dijumpai sel-sel raksasa berinti banyak, dan degenerasi balon pada nucleus. Pemeriksaan ini tidak dapat membedakan penyakit dari herpes zoster karena juga memberikan gambaran sel yang sama.2 2. Isolasi virus Virus diisolasi dari lesi dan diidentifikasi setelah dilakukan kultur jaringan. Pemeriksaan ini merupakan metode terbaik dengan spesifisitas dan sensitifitas 100%.2 Sel kultur jaringan harus disiapkan menjadi monolayer pada tabug kultur, kemudian dilakukan proses kultur virus. Selama 7 hari, tabung kultur diobservasi setiap harinya untuk melihat efek sitopatik (CPE). Virus lain bisa memperlihatkan CPE yang mirip dengan HSV, oleh karena itu perlu dilakukan uji konfirmasi dengan cara: (i) uji neutralisasi menggunakan antiserum yang spesifik, (ii) uji immunologi seperti immunofluoresens, (iii) hibridasi asam nukleat.5

3. Titer antibodi (uji serologi) Pemeriksaan titer antibody tidak dilakukan untuk menunjang diagnosis karena pemeriksaan ini baru dapat digunakan setelah infeksi selesai. Serum pada masa penyembuhan dapat memastikan diagnosis infeksi primer
13

dengan menunjukkan paling sedikit bahwa infeksi adalah rekuren.2,12 4. Deteksi antigen virus Tes untuk mendeteksi

kenaikan 4 kali lipat titer antibodi.

Apabila titer sama pada masa akut dan penyembuhan hal ini menunjukkan

antigen

HSV

dilakukan

secara

imunolologik memakai antibody poliklonal atau monoclonal, misalnya teknik pemeriksaan dengan imunofluoresensi, imunoperoksidase dan ELISA. Deteksi antigen secara langsung dari specimen sangat potensial, cepat dan dapat merupakan deteksi paling awal pada infeksi HSV.5 Deteksi antigen virus dengan metode imunofluoresen

memberikan hasil paling cepat tetapi kurang sensitive dibandingkan kultur.2 Pemeriksaan cara ELISA merupakan pemeriksaan untuk menemukan antigen namun dapat pula dipakai untuk mendeteksi antibody terhadap HSV dalam serum penderita. Keuntungan tes ELISA yaitu hasilnya cepat dibaca dan tidak memerlukan tenaga terlatih, sedangkan kekurangannya yaitu sensitivitas dapat berkurang jika specimen tidak segera diperiksa.5

VII.

DIAGNOSIS Munculnya HSV sering khas dan pengujian tidak diperlukan untuk mengkonfirmasi diagnosis.13 Secara klinis bila didapatkan lesi yang khas maka dapat dicurigai infeksi virus herpes simpleks, tetapi diagnosis yang paling baik adalah ditemukannya virus dalam kultur jaringan.7 Orofacial herpes primer mudah diidentifikasi dengan pemeriksaan klinis dari orang-orang yang tidak memiliki riwayat sebelumnya, lesi dan kontak dengan individu infeksi HSV-1. Tampilan dan distribusi luka pada individu-individu biasanya muncul sebagai bulat, multiple, ulkus oral dangkal, disertai dengan akut
gingivitis.6

Herpes genital dapat lebih sulit didiagnosis dibandingkan herpes oral, sampai orang yang terinfeksi HSV-2- paling tidak menunjukkan gejala klasik.6 Diagnosis

14

ditegakkan bila ditemukan kelompok vesikel multiple berukuran sama, timbulnya lama dan sifatnya sama dan nyeri.1

VIII.

DIAGNOSIS BANDING Herpes simpleks di daerah sekitar mulut dan hidung harus dibedakan dengan impetigo vesiko bulosa.3 Ginggivostomatitis herpetika primer di diagnosa banding dengan acute ulcerative gingivitis (ANUG) dan eritema multiforme di rongga mulut. Herpes intra oral rekuren di diagnose banding dengan stomatitis aftosa rekuren (SAR).2 Pada daerah genital harus dibedakan dengan ulkus durum, ulkus mole dan ulkus mikstum, sindrom Behcet, maupun ulkus yang mendahului penyakit limfogranuloma venereum.1,3

Tabel2. perbandingan diagnosis banding HSV-13 Diagnosis Banding HSV-1 Predileksi di seluruh mukosa mulut Gambaran klinis lesi ditutupi krusta

kekuningan ANUG Eritema multiforme Gingiva mukosa tidak berkeratin lesi ditutupi krusta

kemerahan SAR mukosa tidak berkeratin papul yang berubah jadi ulkus

15

Gambar 4. Herpes Genitalis14 Sumber:

Atlas Penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke4

Tabel 3. Perbandingan diagnosis banding HSV-23 Diagnosis banding Etiologi Sifilis primer Treponema pallidum Ulkus mole Streptobacillus ducrey (Haemophilus ducreyi) Predileksi Genitalia eksterna Pria:Permukaan pada sulkus sulkus Pria: glans penis, penis, perianal. labia, serviks, HSV-2 Virus simpleks herpes

(pada pria sering mukosa preputium, batang koronarius, wanita frenulum mayor). Daerah genital ekstra seperti penis, region

koronarius, kanalis uretra, dan

di labia minor dan batang penis. Dapat Wanita: skrotum, perineum, mukosa anus. Wanita: labia,

juga di dalam uretra, bagian dalam paha, dan region perianal.

lidah, tonsil, anus.

16

klitoris, fourchette, vestibule, anus, dan serviks. Ekstragenital: lidah, jari tangan, bibir, payudara, umbilicus, konjungtiva. Gambaran klinis Ulkus (diawali erosi ulkus solitary, ialah durum Papul dengan pustul lunak pinggir vesiko- Vesikel ulkus: berkelompok di pada atas kulit sembab tidak seropurulen sering krusta ulserasi halo (biasanya nekrotik, indurasi berupa pustule, granulasi eritema, mudah eksudat inguinal sangat nyeri. dan dangkal sembuh sikatriks), (-), erosi, edema, dan yang

papul lentikular kecil, bulat, (-), dasarnya rata,

ulkus): perabaan,

indurasi dan eritematosa

jaringan bergaung,

granulasi berwarna dikelilingi diatasnya serum, tidak kulit tampak jaringan dinding dasar bergaung, jaringan sekitarnya yang

merah dan bersih, eritematosa, tertutup tanpa

tidak menunjukkan berdarah, perabaan limfodenopati tanda radang akut, nyeri. teraba indurasi.

IX. PENATALAKSANAAN HERPES SIMPLEKS VIRUS TIPE 1 Preventif / pencegahan: 1. Menggunakan krim tabir surya untuk mengurangi pajanan sinar matahari (masih controversial).

17

2. Pada pasien imunokompromais dilakukan profilaksis dengan aiklovir untuk mencegah reaktivasi HSV.

Prinsip penatalaksanaan infeksi HSV 1 adalah mendukung pembentukan antibodi yang memadai. Proses ini dapat dilihat dari perjalanan penyakit di mana pada minggu ketiga semua gejala akan hilang karena pasien telah mempunyai imunitas yang memadai. Pengobatan HSV dengan menggunakan bahan asiklovir dapat menghambat replikasi DNA di dalam sel yang terinfeksi HSV.

Terapi topikal: Pada herpes labialis rekuren dapat digunakan, dengan krim Asiklovir sedini mungkin, 5 kali sehari. Terapi sistemik: Sebaiknya digunakan sedini mungkin pada watu masih terbentuk vesikel-vesikel yang baru, dengan dosis Asiklovir 200mg, 5 kali sehari selama 5 hari untuk dewasa dan anak-anak kurang dari 2 tahun diberikan dosis setengahnya.

HERPES SIMPLEKS TIPE 2 Tindakan profilaksis:5 a. Penderita diberi penerangan tentang sifat penyakit yang dapat menular terutama bila sedang terkena serangan, karena itu sebaiknya melaksanakan abstinensia. b. Proteksi individual. Digunakan dua macam alat perintang, yaitu busa spermisidal dan kondom. Kombinasi tersebut diikuti dengan pencucian alat kelamin memakai air dan sabun pasca koitus, dapat mencegah transmisi herpes genitalis hamper 100%. c. Menghindari faktor-faktor pencetus.

18

d. Konsultasi psikiatrik dapat membantu karena faktor psikis mempunyai peranan untuk timbulnya serangan.
e. Bila memungkinkan, pemeriksaan terhadap pasangan seksualnya.2

Pengobatan non-spesifik:5 a. Rasa nyeri dan gejala lain bervariasi, sehingga pemberian analgetika, anti piretik dan antipruritus disesuaikan dengan kebutuhan individual b. Zat-zat pengering yang bersifat antiseptic, seperti jodium povodium secara topical mengeringkan lesi, mencegah infeksi sekunder dan mempercepat waktu penyembuhan. c. Antibiotik atau kotrimoksasol dapat diberikan untuk mencegah infeksi sekunder. Pengobatan spesifik:
a. Lesi inisial/episode pertama2

Pengobatan dini untuk mengurangi gejala sistemik dan mecegah perluasan lokal ke saluran genital atas. Pengobatan berupa: antivirus (dapat dipilih salah satu): Asiklovir 5 x 200 mg/ hari, per oral, selama 7-10 hari atau Asiklovir 3 x 400 mg/ hari, per oral, selama 7-10 hari Bila ada komplikasi berat dapat diberikan asiklovir intrvena 3 x 5

mg/kgBB/hari selama 7-10 hari Valasiklovir 2 x 500 1000 mg/hari, per oral, selama 7-10 hari atau Famsiklovir 3 x 250 mg/hari, per oral, selama 7-10 hari

b. Lesi rekurens Terapi harus sudah dimulai pada gejala pertama rekurensi. Pengobatan: 2
19

Lesi ringan: simtomatik atau dapat juga dineri asiklovir krim Lesi berat: Asiklovir 5 x 200 mg/hari, per oral selama 5 hari atau Asiklovir 2 x 400 mg/hari, per oral selama 5 hari, atau Valasiklovir 2 x 500 mg/hari, per oral selama 5 hari atau Famsiklovir 2 x 125-250 mg/hari, per oral, selama 5 hari

Rekurensi lebih dari 8 kali / tahun: diberi terapi supresif selama minimal 1 tahun dengan obat Asiklovir 3-4 x 200 mg/hari per oral Asiklovir 2 x 400 mg/hari, per oral, atau Valasiklovir 1 x 500 mg/hari per oral atau Famsiklovir 2 x 250 mg/hari, per oral

Penatalaksanaan wanita hamil dengan herpes genitalis Kehamilan trimester pertama dan kedua1 Penderita yang terkena infeksi herpes genitalis pada masa ini diobati dengan asiklovir intravena atau per oral sekurang-kurangnya 7 hari tergantung pada beratnya penyakit.

Kehamilan 30-34 minggu:1 1.


2.

Ditentukan dahulu apakah benar si ibu menderita infeksi primer Apabila positif segera berikan terapi asiklovir iv atau po tergantung

pada berat ringannya penyakit atau gejala atau mulai memberikan asiklovir untuk supresi terus-menerus sampai masa persalinan untuk menekan
20

pelepasan virus.1 Pada episode awal dengan gejala berat diberikan asiklovir oral 5 x 200 mg/hari selama 7-10 hari.5 3. Rencana selanjutnya tergantung pada timbul atau tidaknya lesi pada

saat persalinan. Apabila lesi timbul pada saat persalinan maka segera lakukan seksio sesaria dan pemberian asiklovir untuk melakukan supresi terhadap lesi. 4. Apabila lesi tidak timbul pada waktu persalinan maka persalinan dapat

berlangsung pervaginam dengan pemberian asiklovir sebagai terapi supresi pada ibu. 5. Dilakukan pemeriksaan kultur virus terhadap ibu dan bayi dalam waktu

12-24 jam dan bayi diobservasi. 6. Bila timbul gejal perlu segera diberikan terapi asiklovir.

Kehamilan di atas 34 minggu:1 1. Pemberian terapi asiklovir iv atau po tergantung pada beratnya

penyakit dan rencanakan untuk melakukan seksio sesaria untuk mengurangi resiko transmisi virus pada bayi. 2. Bila memungkinkan lakukan pemeriksaan kultur dari bayi dalam waktu

12-24 jam. 3. Berikan terapi asiklovir pada bayi atau bayi diobservasi dan mulai

pemberian terapi asiklovir bila timbul gejala.


4.

Apabila dalam persiapan seksio sesaria terjadi persalinan spontan per

vaginam buat kultur dari bayi dalam waktu 12-24 jam dan pertimbangkan untuk memulai terapi asiklovir, secara iv kepada bayi selama 5-7 hari dengan dosis 3 x 10 mg/kgBB/hari.1,5 5. Apabila hasil kultur negative, pemebrian asiklovir dihentikan

21

6.

Ibu dengan infeksi primer dalam persalinan diberikan asiklovir iv

untuk mengobati gejalanya meskipun belum diketahui apakah akan mempengaruhi transmisi pada neonates. Wanita hamil yang menderita herpes genitalis primer dalam 6 minggu terakhir masa kehamilannya dianjurkan untuk dilakukan seksio sesarea sebelum atau dalam 4 jam sesudah pecahnya ketuban, oleh karena kontak yang lama dengan secret yang infeksius, scara relative dapat meningkatkan resiko penularan.5

Penatalaksanaan herpes genitalis pada immunocompromised Pengobatan sistemik yaitu: Asiklovir oral, 5 x 200 400 mg/hari selama 5-10 hari. Yang beresiko tinggi untuk menjadi diseminata atau yang tidak dapat

menerima pengobatan oral, diberikan asiklovir iv 3 x 5 mg/kgBB/hari selama 7-14 hari. Bila terdapat bukti infeksi sitemik, diberikan asiklovir iv 3 x 10

mg/kgBB/hari selama paling sedikit 10 hari. Bila sering rekurensi, pengobatan supresif paling sedikit harus 2 x 400

mg/hari hingga keadaan imunokompromisnya hilang (jika mungkin). Untuk penderita HIV simptomatik atau AIDS, diberikan asiklovir oral

4-5 x 400 mg/hari hingga lesi sembuh, setelah itu dilanjutkan terapi supresif.

X. KOMPLIKASI
1.

Bila infeksi primer menyebar luas, dapat menyebabkan: meningitis,

ensefalitis, herpetic hepatitis, pneumonia atau keadaan berbahaya.1


2.

Masa kehamilan: abortus, bayi lahir dengan malformasi congenital,

hepatitis, ensefalitis, keratokonjungtivitis, erupsi kulit berupa vesikel herpetiformis atau lahir mati. 1,5
22

3.

Orang tua terjadi hepatitis, meningitis, ensefalitis, eritema eksudativum

multiforme, depresi, dan ketakutan akibat salah penangan pada penderita. 1,5

XI. PROGNOSIS Selama pencegahan rekuren masih merupakan problem, hal tersebut secara psikologik akan memberatkan penderita. Pengobatan secara dini dan tepat memberi prognosis yang lebih baik, yakni masa penyakit berlangsung lebih singkat dan rekurens lebih jarang. 3 Pada orang dengan gangguan imunitas, misalnya pada penyakit-penyakit dengan tumor di system retikuloendotelial, pengobatan dengan imunosupresen yang lama atau fisik yang sangat lemah, menyebabkan infeksi ini dapat menyebar ke alat-alat dalam dan dapat fatal. Prognosis akan lebih baik seiring dengan meningkatnya usia seperti pada orang dewasa.3

XII.

KESIMPULAN Hepes simplek adalah infeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (virus herpes dominis) tipe I atau tipe II. Infeksi dapat berlangsung baik primer maupun rekuren. Penyakit ini tersebar kosmopolit dan menyerang baik pria maupun wanita dengan frekuensi yang tidak berbeda. Gejala klinis HSV-1 yaitu gingivostomatitis dan odynophagia disertai gejala ekstraoral berupa vesikel berkelompok pada bibir dan kulit di daerah sirkum oral yang setelah beberapa hari lesi akan ditutupi krusta berwarna kekuningan. Pada HSV-2 ditandai dengan vesikel berkelompok di atas kulit sembab dan eritematosa menjadi seropurulen dan krusta serata ulserasi dangkal (biasanya sembuh tanpa sikatriks), tidak ada indurasi, bisa terdapat pustule, erosi, eritema, edema, eksudat dan limfodenopati inguinal yang sangat nyeri. Penyakit dapat ditegakkan secara anamnesa dan pemeriksaan klinik dengan gejala HSV yang sering khas dan pengujian tidak diperlukan untuk mengkonfirmasi diagnosis. Secara klinis bila didapatkan lesi yang khas maka
23

dapat dicurigai infeksi virus herpes simpleks, tetapi diagnosis yang paling baik adalah ditemukannya virus dalam kultur jaringan. Terapi terutama dengan menggunakan bahan asiklovir yang dapat menghambat replikasi DNA di dalam sel yang terinfeksi HSV.

DAFTAR PUSTAKA

1. Mustiastutik D. Buku Ajar Infeksi Menular Seksual. Airlangga University Press, Surabaya, 2008:149-157. 2. Tjokonegoro A, Utama H. Infeksi Virus Herpes. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2002: 65-73, 74-88. 3. Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi Keempat. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2005: 379-381.
4. Gisella

T.

Herpes

Simplex. Available at:

http://translate.google.co.id/translate?

hl=id&langpair=en|id&u=http://emedicine.medscape.com/article/1132351-overview. Accessed on November 4, 2010.

5. Utama H. Infeksi Menular Seksual. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2007: 10-11, 48-53, 125-139.
24

6. Anonymous. Herpes Simpleks. Available at: http://translate.google.co.id/translate? hl=id&langpair=en| id&u=http://www.aad.org/public/publications/pamphlets/viral_herpes_simplex.html Accsessed on November 4, 2010. 7. Sodikin.

Herpes

Simpleks

Apa

Itu

Herpes

Simpleks.

Available

at:

http://www.umm.edu/patiented/articles/what_symptoms_of_herpes_simplex_virus_00 0052_2.htm Accsessed on November 4, 2010.


8. Anonymous. Herpes Simpleks. Available at: http://translate.google.co.id/translate? hl=id&langpair=en|id&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Herpes_simplex. November 4, 2010. 9. Anonymous. Herpes Simpleks. Available at: http://www.enformasi.com/2009/02/herpessimpleks.html Accsessed on November 4, 2010. 10. Anonymous. Herpes Simpleks. Available at: http://obatpropolis.com/herpes-simplek. Accsessed on November 4, 2010. 11. Anonymous. Herpes simpleks. Available at: http://spiritia.or.id/li/bacali.php?lino=519. Accsessed on

Accsessed on November 4, 2010.


12. Uji sero Whitley RJ. Herpes simplex virus infections. In: Goldman L, Ausiello D,

eds. Cecil Medicine . 23 ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier. 2007: chap 397.
13. Anonymous. Herpes Simpleks. Available at: hl=id&langpair=en| id&u=http://www.aad.org/public/publications/pamphlets/viral_herpes_simplex.html Accessed on November 4, 2010 http://translate.google.co.id/translate?

14. Barakbah, J, Pohan SS, Sukanto H, dkk. Atlas Penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke4. Surabaya: Airlangga University Press; 2008:213.

25

26

You might also like