You are on page 1of 180

Iskandar Muda

TEKNIK SURVEI DAN PEMETAAN


JILID 1 SMK

Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan


Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
Departemen Pendidikan Nasional

Hak Cipta pada Departemen Pendidikan Nasional Dilindungi Undang-undang

TEKNIK SURVEI DAN PEMETAAN


JILID 1
Untuk SMK
Penulis : Iskandar Muda

Perancang Kulit

: TIM

Ukuran Buku

17,6 x 25 cm

MUD t

MUDA, Iskandar. Teknik Survei dan Pemetaan Jilid 1 untuk SMK oleh Iskandar Muda ---- Jakarta : Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional, 2008. x, 173 hlm Daftar Pustaka : Lampiran. A Glosarium : Lampiran. B Daftar Tabel : Lampiran. C Daftar Gambar : Lampiran. D ISBN : 978-979-060-151-2 ISBN : 978-979-060-152-9

Diterbitkan oleh

Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan


Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
Departemen Pendidikan Nasional

Tahun 2008

KATA SAMBUTAN
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia Nya, Pemerintah, dalam hal ini, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional, telah melaksanakan kegiatan penulisan buku kejuruan sebagai bentuk dari kegiatan pembelian hak cipta buku teks pelajaran kejuruan bagi siswa SMK. Karena buku-buku pelajaran kejuruan sangat sulit di dapatkan di pasaran. Buku teks pelajaran ini telah melalui proses penilaian oleh Badan Standar Nasional Pendidikan sebagai buku teks pelajaran untuk SMK dan telah dinyatakan memenuhi syarat kelayakan untuk digunakan dalam proses pembelajaran melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 45 Tahun 2008 tanggal 15 Agustus 2008. Kami menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada seluruh penulis yang telah berkenan mengalihkan hak cipta karyanya kepada Departemen Pendidikan Nasional untuk digunakan secara luas oleh para pendidik dan peserta didik SMK. Buku teks pelajaran yang telah dialihkan hak ciptanya kepada Departemen Pendidikan Nasional ini, dapat diunduh (download), digandakan, dicetak, dialihmediakan, atau difotokopi oleh masyarakat. Namun untuk penggandaan yang bersifat komersial harga penjualannya harus memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Pemerintah. Dengan ditayangkan soft copy ini diharapkan akan lebih memudahkan bagi masyarakat khsusnya para pendidik dan peserta didik SMK di seluruh Indonesia maupun sekolah Indonesia yang berada d luar negeri untuk i mengakses dan memanfaatkannya sebagai sumber belajar. Kami berharap, semua pihak dapat mendukung kebijakan ini. Kepada para peserta didik kami ucapkan selamat belajar dan semoga dapat memanfaatkan buku ini sebaik-baiknya. Kami menyadari bahwa buku ini masih perlu ditingkatkan mutunya. Oleh karena itu, saran dan kritik sangat kami harapkan.

Jakarta, 17 Agustus 2008 Direktur Pembinaan SMK

iv

PENGANTAR PENULIS
Penulis mengucapkan puji syukur ke Hadirat Allah SWT karena atas ridho-Nya buku teks Teknik Survei dan Pemetaan dapat diselesaikan dengan baik. Buku teks Teknik Survei dan Pemetaan ini dibuat berdasarkan penelitian-penelitian yang pernah dibuat, silabus mata kuliah Ilmu Ukur Tanah untuk mahasiswa S1 Pendidikan Teknik Sipil dan D3 Teknik Sipil FPTK UPI serta referensi-referensi yang dibuat oleh penulis dalam dan luar negeri. Tahap-tahap pembangunan dalam bidang teknik sipil dikenal dengan istilah SIDCOM (survey, investigation, design, construction, operation and mantainance). Ilmu Ukur Tanah termasuk dalam tahap studi penyuluhan (survey) untuk memperoleh informasi spasial (keruangan) berupa informasi kerangka dasar horizontal, vertikal dan titik-titik detail yang produk akhirnya berupa peta situasi. Buku teks ini dibuat juga sebagai bentuk partisipasi pada Program Hibah Penulisan Buku Teks 2006 yang dikoordinir oleh Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Penulis mengucapkan terima kasih : 1. Kepada Yth. Prof.Dr. H. Sunaryo Kartadinata, M.Pd, selaku Rektor Universitas Pendidikan Indonesia di Bandung, 2. Kepada Yth. Drs. Sabri, selaku Dekan Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan Universitas Pendidikan Indonesia di Bandung, atas perhatian dan bantuannya pada proposal buku teks yang penulis buat. Sesuai dengan pepatah Tiada Gading yang Tak Retak, penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam proposal buku teks ini, baik substansial maupun redaksional. Oleh sebab itu saran-saran yang membangun sangat penulis harapkan dari para pembaca agar buku teks yang penulis buat dapat terwujud dengan lebih baik di masa depan. Semoga proposal buku teks ini dapat bermanfaat bagi para pembaca umumnya dan penulis khususnya serta memperkaya khasanah buku teks bidang teknik sipil di perguruan tinggi (akademi dan universitas). Semoga Allah SWT juga mencatat kegiatan ini sebagai bagian dari ibadah kepada-Nya. Amin.

Penulis,

DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan Kata Sambutan Pengantar Penulis Daftar Isi Deskripsi Konsep Peta Kompetensi 1. Pengantar Survei dan Pemetaan 1.1. Plan Surveying dan Geodetic Surveying 1.2. Pekerjaan Survei dan Pemetaan 1.3. Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal 1.4. Pengukuran Kerangka Dasar Horizontal 1.5. Pengukuran Titik-Titik Detail 2. Teori Kesalahan 2.1. Kesalahan-Kesalahan pada Survei dan Pemetaan 2.2. Kesalahan Sistematis 2.3. Kesalahan Acak 2.4. Kesalahan Besar 3. Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal 3.1. Pengertian 3.2. Pengukuran Sipat Datar Optis 3.3. Pengukuran Trigonometris 3.4. Pengukuran Barometris

iv v viii ix 1

4.3. Prosedur Pengukuran Sipat Datar Kerangka Dasar Vertikal 4.4. Pengolahan Data Sipat Datar Kerangka Dasar Vertikal 4.5. Penggambaran Sipat Datar Kerangka Dasar Vertikal

96 104 105

5. Proyeksi Peta, Aturan Kuadran dan Sistem Kordinat 121 5.1. Proyeksi Peta 5.2. Aturan Kuadran 5.3. Sistem Koordinat 5.4. Menentukan Sudut Jurusan 6. Macam Besaran Sudut 6.1. Macam Besaran Sudut 6.2. Besaran Sudut dari Lapangan 6.3. Konversi Besaran Sudut 6.4. Pengukuran Sudut 121 137 138 140 145 145 145 146 163

1 5 6 11 18 26

7. Jarak, Azimuth dan Pengikatan ke Muka 193 26 46 50 50 7.1. Jarak Pada Survei dan Pemetaan 7.2. Azimuth dan Sudut Jurusan 7.3. Tujuan Pengikatan ke Muka 7.4. Prosedur Pengikatan Ke muka 7.5. Pengolahan Data Pengikatan Kemuka 8. Cara Pengikatan ke Belakang Metode Collins 193 196 201 203 207

61 61 61 79 82 213

4. Pengukuran Sipat Datar Kerangka Dasar Vertikal 91 4.1. Tujuan dan Sasaran Pengukuran Sipat Datar Kerangka Dasar Vertikal 4.2. Peralatan, bahan, dan formulir

91

8.1. Tujuan Cara Pengikatan ke Belakang Metode Collins 8.2. Peralatan, Bahan dan Prosedur Pengikatan ke Belakang Metode Collins 8.3. Pengolahan Data Pengikatan ke Belakang Metode Collins 8.4. Penggambaran Pengikatan ke Belakang Metode Collins

215

216 221 233

pengukuran sipat datar kerangka dasar vertikal 92

vi

9. Cara Pengikatan ke Belakang Metode Cassini 239 9.1. Tujuan Pengikatan ke Belakang Metode Cassini 9.2. Peralatan, Bahan dan Prosedur Pengikatan ke Belakang Metode Cassini 9.3. Pengolahan Data Pengikatan ke Belakang Metode Cassini 9.4. Penggambaran Pengikatan ke Belakang Metode Cassini 10. Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horisontal 10.1. Tujuan Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horizontal 10.2. Jenis-Jenis Poligon 10.3. Peralatan, Bahan dan Prosedur Pengukuran Poligon 10.4. Pengolahan Data Poligon 10.5. Penggambaran Poligon 11. Perhitungan Luas 11.1. Metode-Metode Pengukuran 11.2. Prosedur Pengukuran Luas dengan Perangkat Lunak AutoCAD

13. Garis Kontur, Sifat dan Interpolasinya 13.1. Pengertian Garis Kontur 13.2. Sifat Garis Kontur 13.3. Interval Kontur dan Indeks Kontur 13.4. Kemiringan Tanah dan Kontur Gradient 13.5. Kegunaan Garis Kontur 13.6. Penentuan dan Pengukuran Titik Detail untuk Pembuatan Garis Kontur 13.7. Interpolasi Garis Kontur 13.8. Perhitungan Garis Kontur 13.9. Prinsip Dasar Penentuan Volume 13.10. Perubahan Letak Garis Kontur di Tepi Pantai 13.11. Bentuk-Bentuk Lembah dan Pegunungan dalam Garis Kontur 13.12.Cara Menentukan Posisi, Cross Bearing dan Metode Penggambaran 13.13 Pengenalan Surfer 14. Perhitungan Galian dan Timbunan

387 387 388 390 391 391

240

241 246 253

259

393 395 396 396 397 399

259 261 271 279 282 313 313

401 402

417

338

12. Pengukuran Titik-titik Detail Metode Tachymetri 345 12.1. Tujuan Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri 345 12.2. Peralatan, Bahan dan Prosedur Pengukuran Titik Titik Detail Metode Tachymetri 359 12.3. Pengolahan Data Pengukuran Tachymetri 367 12.4. Penggambaran Hasil Pengukuran Tachymetri 368

14.1. Tujuan Perhitungan Galian dan Timbunan 417 14.2. Galian dan Timbunan 418 14.3. Metode-Metode Perhitungan Galian dan Timbunan 418 14.4. Pengolahan Data Galian dan Timbunan 430 14.5. Perhitungan Galian dan Timbunan 432 14.6. Penggambaran Galian dan Timbunan 439 15. Pemetaan Digital 15.1. Pengertian Pemetaan Digital 15.2. Keunggulan Pemetaan Digital Dibanding Pemetaan Konvensional 15.3. Bagian-Bagian Pemetaan Digital 15.4. Peralatan, Bahan dan Prosedur Pemetaan Digital 15.5. Pencetakan Peta dengan Kaidah Kartografi 445 445

445 446 450 473

vii

16. Sistem Informasi Geografis

481

16.1. Pengertian Dasar Sistem Informasi Geografis 16.2. Keuntungan Sistem Informasi Geografis 16.3. Komponen Utama SIG 16.4. Peralatan, Bahan dan Prosedur Pembangunan SIG 16.5. Jenis-Jenis Analisis Spasial dengan SIG dan Aplikasinya pada Berbagai Sektor Pembangunan LAMPIRAN A. Daftar Pustaka B. Glosarium C. DAFTAR TABEL D. DAFTAR GAMBAR

481 481 486 491

500

viii

DESKRIPSI
Buku Teknik Survei dan Pemetaan ini menjelaskan ruang lingkup Ilmu ukur tanah, pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan pada Ilmu Ukur tanah untuk kepentingan studi kelayakan, perencanaan, konstruksi dan operasional pekerjaan teknik sipil. Selain itu, dibahas tentang perkenalan ilmu ukur tanah, aplikasi teori kesalahan pada pengukuran dan pemetaan, metode pengukuran kerangka dasar vertikal dan horisontal, metode pengukuran titik detail, perhitungan luas, galian dan timbunan, pemetaan digital dan sistem informasi geografis. Buku ini tidak hanya menyajikan teori semata, akan tetapi buku ini dilengkapi dengan penduan untuk melakukan praktikum pekerjaan dasar survei. Sehingga, diharapkan peserta diklat mampu mengoperasikan alat ukur waterpass dan theodolite, dapat melakukan pengukuran sipat datar, polygon dan tachymetry serta pembuatan peta situasi.

ix

PETA KOMPETENSI
Program diklat Tingkat Alokasi Waktu Kompetensi : : : : Pekerjaan Dasar Survei x (sepuluh) 120 Jam pelajaran Melaksanakan Dasar-dasar Pekerjaan Survei
Pembelajaran Pengetahuan Keterampilan Memahami ruang lingkup plan Menggambarkan diagram alur ruang lingkup pekerjaan surveying dan geodetic survei dan pemetaan Memahami ruang lingkup pekerjaan survey dan pemetaan Memahami pengukuran kerangka dasar vertikal Memahami Pengukuran kerangka dasar horisontal Memahami Pengukuran titiktitik detail Mengidentifikasi kesalahankesalahan pada pekerjaan survey dan pemetaan Mengidentifikasi kesalahan sistematis (systematic error) Mengidentifikasi Kesalahan Acak (random error) Mengidentifikasi Kesalahan Besar (random error) Mengeliminasi Kesalahan Sistematis Mengeliminasi Kesalahan Acak Dapat melakukan Memahami penggunaan sipat pengukuran kerangka dasar datar kerangka dasar vertikal vertikal dengan Memahami penggunaan menggunakan sipat datar, trigonometris trigonometris dan Memahami penggunaan barometris. barometris Dapat melakukan Memahami tujuan dan pengukuran kerangka dasar sasaran pengukuran sipat vertikal dengan datar kerangka dasar vertikal menggunakan sipat datar Mempersiapkan peralatan, kemudian mengolah data bahan dan formulir dan menggambarkannya. pengukuran sipat datar kerangka dasar vertikal Memahami prosedur pengukuran sipat datar kerangka dasar vertikal Dapat mengolah data sipat datar kerangka dasar vertikal Dapat menggambaran sipat datar kerangka dasar vertikal

No 1

Sub Kompetensi Pengantar survei dan pemetaan a. b. c. d. e.

Teori Kesalahan

a. b. c. d. e. f.

Pengukuran kerangka dasar vertikal

a. b. c.

Pengukuran sipat dasar kerangka dasar vertikal

a. b.

c. d.

No 5

Sub Kompetensi Proyeksi peta, aturan kuadran dan sistem koordinat a. b. c. d. e.

Macam besaran sudut

a. b. c. d.

Pembelajaran Pengetahuan Keterampilan Membuat Proyeksi peta Memahami pengertian berdasarkan aturan kuadran proyeksi peta, aturan kuadran dan sisten koordinat dan sistem koordinat Memahami jenis-jenis proyeksi peta dan aplikasinya Memahami aturan kuadran geometrik dan trigonometrik Memahami sistem koordinat ruang dan bidang Memahami orientasi survei dan pemetaan serta aturan kuadran geometrik Mengaplikasikan besaran Mengetahui macam besaran sudut dilapangan untuk sudut pengolahan data. Memahami besaran sudut dari lapangan Dapat melakukan konversi besaran sudut Memahami besaran sudut untuk pengolahan data Mengukur jarak baik dengan alat sederhana maupun dengan pengikatan ke muka.

Jarak, azimuth dan pengikatan kemuka

a. Memahami pengertian jarak pada survey dan pemetaan b. Memahami azimuth dan sudut jurusan c. Memahami tujuan pengikatan ke muka d. Mempersiapkan peralatan, bahan dan prosedur pengikatan ke muka e. Memahami pengolahan data pengikatan ke muka f. Memahami penggambaran pengikatan ke muka a. Tujuan Pengikatan ke Belakang Metode Collins b. Peralatan, Bahan dan Prosedur Pengikatan ke Belakang Metode Collins c. Pengolahan Data Pengikatan ke Belakang Metoda Collins d. Penggambaran Pengikatan ke Belakang Metode Collins a. Memahami tujuan pengikatan ke belakang metode cassini b. Mempersiapkan peralatan, bahan dan prosedur pengikatan ke belakang metode cassini c. Memahami pengolahan data pengikatan ke belakang metoda cassini d. Memahami penggambaran pengikatan ke belakang metode cassini

Cara pengikatan ke belakang metode collins

Mencari koordinat dengan metode Collins.

Cara pengikatan ke belakang metode Cassini

Mencari koordinat dengan metode Cassini.

xi

No 10

Sub Kompetensi Pengukuran poligon kerangka dasar horisontal a. b. c. d. e. f.

11

Pengukuran luas

a. b. c. d.

12

Pengukuran titik-titik detail

a. b. c. d.

Pembelajaran Pengetahuan Keterampilan Dapat melakukan Memahami tujuan pengukuran kerangka dasar pengukuran poligon horisontal (poligon). Memahami kerangka dasar horisontal Mengetahui jenis-jenis poligon Mempersiapkan peralatan, bahan dan prosedur pengukuran poligon Memahami pengolahan data pengukuran poligon Memahami penggambaran poligon Menghitung luas Menyebutkan metode-metode bedasarkan hasil dilapangan pengukuran luas dengan metoda saruss, Memahami prosedur planimeter dan autocad. pengukuran luas dengan metode sarrus Memahami prosedur pengukuran luas dengan planimeter Memahami prosedur pengukuran luas dengan autocad Melakukan pengukuran titikMemahami tujuan titik dtail metode tachymetri. pengukuran titik-titik detail metode tachymetri Mempersiapkan peralatan, bahan dan prosedur pengukuran tachymetri Memahami pengolahan data pengukuran tachymetri Memahami penggambaran hasil pengukuran tachymetri Membuat garis kontur berdasarkan data yang diperoleh di lapangan.

13

Garis kontur, sifat dan interpolasinya

a. Memahami pengertian garis kontur b. Menyebutkan sifat-sifat garis kontur c. Mengetahui cara penarikan garis kontur d. Mengetahui prosedur penggambaran garis kontur e. Memahami penggunaan perangkat lunak surfer a. Memahami tujuan perhitungan galian dan timbunan b. Memahami metode-metode perhitungan galian dan timbunan c. Memahami pengolahan data galian dan timbunan d. Mengetahui cara penggambaran galian dan timbunan

14

Perhitungan galian dan timbunan

Menghitung galian dan timbunan.

xii

No 15

Sub Kompetensi Pemetaan digital a. b.

c. d. 16 Sisitem informasi geografik a. b.

c.

d.

Pembelajaran Pengetahuan Memahami pengertian pemetaan digital Mengetahui keunggulan pemetaan digital dibandingkan pemetaan konvensional Memahami perangkat keras dan perangkat lunak pemetaan digital Memahami pencetakan peta dengan kaidah kartografi Memahami pengertian sistem informasi geografik Memahami keunggulan sistem informasi geografik dibandingkan pemetaan digital perangkat keras dan perangkat lunak sistem informasi geografik Mempersiapkan peralatan, bahan dan prosedur pembangunan sistem informasi geografik Memahami jenis-jenis analisis spasial dengan sistem informasi geografik dan aplikasinya pada berbagai sektor pembangunan

Keterampilan

1
1 Pengantar Survei dan Pemetaan

1. Pengantar Survei dan Pemetaan


permukaan bumi baik unsur alam maupun

1.1 Plan surveying dan geodetic surveying

unsur buatan manusia pada bidang yang dianggap datar. Plan surveying di batasi oleh daerah yang sempit yaitu berkisar

llmu ukur tanah merupakan bagian rendah dari ilmu yang lebih luas yang dinamakan ilmu Geodesi. Ilmu Geodesi mempunyai dua maksud : a. Maksud ilmiah : menentukan bentuk permukaan bumi b. Maksud praktis : membuat bayangan yang dinamakan peta dari sebagian besar atau sebagian kecil permukaan bumi. Pada maksud kedua inilah yang sering disebut dengan istilah pemetaan.

antara 0.5 derajat x 0.5 derajat atau 55 km x 55 km.

Plan Surveying Geodesi

Geodetic Survaying

Bentuk bumi merupakan pusat kajian dan perhatian dalam Ilmu ukur tanah. Proses penggambaran permukaan bumi secara fisiknya adalah berupa bola yang tidak beraturan bentuknya dan mendekati bentuk sebuah jeruk. Hal tersebut terbukti dengan adanya pegunungan, Lereng-lereng, dan

Pengukuran dan pemetaan pada dasarnya dapat dibagi 2, yaitu : Geodetic Surveying Plan Surveying prinsip dari dua jenis

jurang jurang. Karena bentuknya yang tidak beraturan maka diperlukan suatu bidang matematis. Para pakar kebumian yang ingin menyajikan informasi tentang bentuk bumi, mengalami kesulitan karena bentuknya

Perbedaan

pengukuran dan pemetaan di atas adalah : Geodetic surveying suatu pengukuran

untuk menggambarkan permukaan bumi pada bidang melengkung/ellipsoida/bola. Geodetic Surveying adalah llmu, seni,

yang tidak beraturan ini, oleh sebab itu, mereka berusaha mencari bentuk sistematis yang dapat mendekati bentuk bumi. Awalnya para ahli memilih bentuk bola sebagai bentuk bumi. Namum pada

teknologi untuk menyajikan informasi bentuk kelengkungan keiengkungan bumi bola. atau Sedangkan pada plan

hakekatnya,

bentuk

bumi

mengalami

Surveying adalah merupakan llmu seni, dan teknologi untuk menyajikan bentuk

pemepatan pada bagian kutub-kutubnya, hal ini terlihat dari Fenomena lebih

2
1 Pengantar Survei dan Pemetaan

panjangnya jarak lingkaran pada bagian equator di bandingkan dengan jarak pada lingkaran yang melalui kutub utara dan kutub selatan dan akhirnya para ahli memilih Ellipsoidal atau yang dinamakan ellips yang berputar adalah dimana sumbu sumbu yang

adalah bila daerah mempunyai ukuran terbesar tidak melebihi 55 km (kira-kira 10 jam jalan). Terbukti, bahwa bentuk bumi itu dapat dianggap terjadi sebagai bentuk ruang suatu yang ellips

dengan

memutar

pendeknya

suatu

dengan sumbu kecilnya sebagai sumbu putar. Bilangan - bilangan yang penting mengenai bentuk bumi yang banyak

menghubungkan kutub utara dan sumbu kutub selatan yang merupakan sedangkan sumbu poros sumbu yang

perputaran panjangnya

bumi,

digunakan dalam ilmu geodesi adalah :

adalah

menghubungkan equator dengan equator yang lain dipermukaan sebaliknya.

Bentuk jeruk
Gambar 1. Anggapan bumi

Bentuk bola

Bentuk Ellipsoidal

Bidang Ellipsoide adalah bila luas daerah lebih besar dari 5500 Km , ellipsoide ini di dapat dengan memutar suatu ellips dengan sumbu kecilnya sebagai sumbu putar a = 6377.397, dan sumbu kecil b = 6356.078 m. Bidang bulatan adalah elips dari Bessel mempunyai sumbu kurang dari 100 km. Jari-jari bulatan ini dipilih sedemikian,
2

Sumbu panjang ellipsoid a Sumbu panjang ellipsoid b Angka pergepengan x =

ab a 1 a = x ab

Yang banyak dipakai adalah

Eksentrisitas kesatu e2 =

sehingga bulatan menyinggung permukaan bumi di titik tengah daerah. Bidang datar

a2 b2 a2

3
1 Pengantar Survei dan Pemetaan

a2 b2 Eksentrisitas kedua e = b2
2

Salah satu hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan ellipsoidal bumi adalah bahwa ellipsoide bumi itu mempunyai

Ellipsoid Bumi Internasional yang terakhir diusulkan International pada tahun 1967 of oleh:

komponen komponen sebagai berikut : a adalah sumbu setengah pendek atau jari-jari equator, b adalah setengah sumbu pendek atau jari-jari kutub, pemepatan yaitu atau penggepengan untuk

Assosiation

Geodesy

(l.A.G) Pada Sidang Umum International Union of Geodesy and Geophysics, dan diterimanya dengan dimensi : a = 6.37788.116660,000 m b = 6.356.774, 5161 m e2 = 0, 006.694.605.329, 56 e'2 = 0, 006..739.725.182, 32

sebagai

parameter bentuk

menentukan ellips, eksentrisitet

ellipsoidal/

1 = 298,247.167.427 x
R
rata - rata

pertama

dan

eksentrisitet kedua.

2a + b = 6.371. Q31, 5Q54 m 3

Gambar 2. Ellipsoidal bumi

4
1 Pengantar Survei dan Pemetaan

Keterangan : 0 = pusat bumi (pusat ellipsoide bumi) Ku = Kutub Utara bumi Ks = Kutub selatan bumi EK = ekuator bumi Untuk skala yang lebih luas, asumsi ini tidak dapat diterapkan mengingat pada kenyataannya permukaan bumi berbentuk lengkungan bola. Asumsi bumi datar hanya dapat diterapkan sejauh kesalahan jarak dan sudut yang terjadi akibat efek

Bentuk

bumi yang (agak

asli tidaklah bulat lonjong) namun

sempurna

pendekatan bumi sebagai bola sempurna masih cukup relevan untuk sebagian besar kebutuhan, termasuk penentuan

kedudukan dengan tingkat presisi yang relatif rendah. Pada kenyataannya kita ingin menyajikan permukaan bumi dalam bentuk bidang datar. Oleh sebab itu, bidang bola atau bidang ellipsoide yang akan dikupas pasti ada distorsi atau ada perubahan bentuk karena harus ada bagian dari bidang speroid itu yang tersebut tersobekan didekati dengan dengan

kelengkungan bumi masih dapat diabaikan. Lingkar paralel adalah lingkaran yang

memotong tegak lurus terhadap sumbu putar bumi. Lingkaran paralel yang tepat membagi dua belahan bumi utara-selatan yaitu lingkar paralel 0
0

kenyataan

perantara bidang proyeksi. Bidang proyeksi ini terbagi dalam tiga jenis, yaitu : Bidang sendiri proyeksi atau bidang datarnya perantara

disebut lingkaran

equator. Lingkar paralel berharga positif ke utara hingga 90 pada titik kutub utara dan sebaliknya negatif ke selatan hingga -900 pada titik kutub selatan. Lingkar meridian adalah lingkaran yang sejajar dengan

dinamakan

azimuthal dan zenithal, Bidang perantara yang berbentuk

sumbu bumi dan memotong tegak lurus bidang equator. Setengah garis lingkar meridian yang melalui kota Greenwich di UK (dari kutub utara ke kutub selatan) disepakati sebagai garis meridian utama, yaitu longituda 00. Setengah lingkaran tepat 1800 di belakang garis meridian utama disepakati sebagai garis penanggalan

kerucut dinamakan bidang perantara conical, Bidang proyeksi yang menggunakan bidang perantara berbentuk silinder yang dinamakan bidang perantara

cylindrical. Dari bidang perantara ini ada aspek

geometric dari permukaan bumi matematis itu ke bidang datar berhubungan dengan luas, maka dinamakan proyeksi equivalent, berhubungan dengan jarak (jarak di

internasional. Kedua garis ini membagi belahan bumi menjadi belahan barat dan belahan timur.

5
1 Pengantar Survei dan Pemetaan

permukaan bumi sama dengan jarak pada bidang datar dalam perbandingan

skalanya) dinamakan proyeksi equidistance dan berhubungan dengan sudut (sudut permukaan bumi sama dengan sudut di bidang datar) dinamakan proyeksi conform. Contoh aplikasi yang mempertahankan

1.2 Pekerjaan survei dan pemetaan


Dalam pembuatan peta yang dikenal

dengan istilah pemetaan dapat dicapai dengan melakukan pengukuran-

pengukuran di atas permukaan bumi yang mempunyai bentuk tidak beraturan. dalam untuk

geometric itu adalah proyeksi equivalent yaitu pemetaan yang biasanya digunakan oleh BPN, proyeksi equidistance yaitu pemetaan yang digunakan departemen perhubungan jaringan dalam hal ini misalnya proyeksi

Pengukuran-pengukuran pengukuran yang

dibagi mendatar

mendapat hubungan titik-titik yang diukur di atas permukaan Dasar bumi (Pengukuran dan guna

jalan.

Sedangkan

Kerangka

Horizontal) tegak

conform yaitu pemetaan yang digunakan untuk keperluan navigasi laut atau udara. Berdasarkan bidang perantara yang

pengukuran-pengukuran

mendapat hubungan tegak antara titik-titik yang diukur (Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal) serta pengukuran titik-titik detail. Kerangka dasar pemetaan untuk pekerjaan rekayasa sipil pada kawasan yang tidak luas, sehingga bumi masih bisa dianggap sebagai bidang datar, umumnya

diterangkan di atas yaitu ada 3 jenis bidang perantara dan mempunyai 3 jenis

geometric maka kita bisa menggunakan 27 kombinasi/ variasi/ altematif di untuk atas

memproyeksikan

titik-titik

permukaan bumi pada bidang datar. Ilmu ukur tanah pada dasarnya terdiri dari tiga bagian besar yaitu :

merupakan bagian pekerjaan pengukuran dan pemetaan dari satu kesatuan paket pekerjaan perencanaan dan atau

perancangan bangunan teknik sipil. Titiktitik kerangka dasar pemetaan yang akan ditentukan tebih dahulu koordinat dan ketinggiannya itu dibuat tersebar merata dengan mudah secara kerapatan dikenali baik tertentu, permanen,

a) Pengukuran kerangka dasar Vertikal (KDV) b) Pengukuran kerangka dasar Horizontal (KDH) c) Pengukuran Titik-titik Detail

dan

didokumentasikan memudahkan

sehingga

penggunaan selanjutnya.

6
1 Pengantar Survei dan Pemetaan

1.3 Pengukuran kerangka dasar vertikal


Kerangka dasar vertikal merupakan teknik dan cara pengukuran kumpulan titik-titik yang telah diketahui atau ditentukan posisi vertikalnya berupa ketinggiannya terhadap bidang rujukan ketinggian tertentu. Bidang ketinggian rujukan ini biasanya berupa ketinggian muka air taut rata-rata (mean sea level - MSL) atau ditentukan
Gambar 3. Aplikasi pekerjaan pemetaan pada bidang teknik sipil

lokal. Metode sipat datar prinsipnya adalah Mengukur tinggi bidik alat sipat datar optis di lapangan menggunakan rambu ukur. Pengukuran Trigonometris prinsipnya adalah Mengukur jarak langsung (Jarak Miring), tinggi alat, tinggi, benang Vertikal

Dalam

perencanaan

bangunan

Sipil

misalnya perencanaan jalan raya, jalan kereta api, bendung dan sebagainya, Peta merupakan hal yang sangat penting untuk perencanaan bangunan tersebut. Untuk memindahkan titik - titik yang ada pada peta perencanaan suatu bangunan sipil ke lapangan (permukaan bumi) dalam

tengah rambu, dan suclut (Zenith atau Inklinasi).

pelaksanaanya pekerjaan sipil ini dibuat dengan pematokan/ staking out, atau

Pengukuran Barometris pada prinsipnya adalah mengukur beda tekanan atmosfer.

dengan perkataan lain bahwa pematokan merupakan kebalikan dari pemetaan.

Metode sipat datar merupakan metode yang paling teliti dibandingkan dengan metode trigonometris dan barometris. Hal ini dapat dijelaskan dengan menggunakan teori perambatan kesalahan yang dapat diturunkan melalui persamaan matematis diferensial parsial.

Gamba 4. Staking out

7
1 Pengantar Survei dan Pemetaan

1.3.1.

Metode pengukuran sipat datar optis

nivo yang melalui titik A dan B. Umumnya bidang nivo adalah bidang yang lengkung,

Gambar 5. Pengukuran sipat datar optis

tetapi bila jarak antara titik-titik A dan B Metode sipat datar prinsipnya adalah dapat dianggap sebagai Bidang yang Mengukur tinggi bidik alat sipat datar optis di lapangan menggunakan rambu ukur. Hingga saat ini, pengukuran beda tinggi dengan menggunakan metode sipat datar optis masih merupakan cara pengukuran beda tinggi yang paling teliti. Sehingga ketelitian kerangka dasar vertikal (KDV) dinyatakan sebagai batas harga terbesar perbedaan tinggi hasil pengukuran sipat datar pergi dan pulang. Maksud pengukuran tinggi adalah Untuk melakukan dan mendapatkan pembacaan pada mistar yang dinamakan pula Baak, diperlukan suatu garis lurus, Untuk garis lurus ini tidaklah mungkin seutas benang, meskipun dari kawat,

mendatar.

karena benang ini akan melengkung, jadi tidak lurus. Bila diingat tentang hal hal yang telah di bicarakan tentang teropong, maka setelah teropong dilengkapi dengan diafragma,

menentukan beda tinggi antara dua titik. Beda tinggi h diketahui antara dua titik a dan b, sedang tinggi titik A diketahui sama dengan Ha dan titik B lebih tinggi dari titik A, maka tinggi titik B, Hb = Ha + h yang diartikan dengan beda tinggi antara titik A clan titik B adalah jarak antara dua bidang

pada teropong ini di dapat suatu garis lurus ialah garis bidik. Garis bidik ini harus di buat mendatar supaya dapat digunakan untuk menentukan beda tinggi antara dua titik, ingatlah pula nivo pada tabung, karena pada nivo tabung dijumpai suatu garis lurus yang dapat mendatar dengan ketelitian besar.

8
1 Pengantar Survei dan Pemetaan

Garis lurus ini ialah tidak lain adalah garis nivo. Maka garis arah nivo yang dapat mendatar dapat pula digunakan untuk

tengah-tengah antara rambu belakang dan muka .Alat sifat datar diatur sedemikian rupa sehingga teropong sejajar dengan nivo yaitu dengan mengetengahkan gelembung nivo. Setelah gelembung nivo di ketengahkan barulah di baca rambu belakang dan rambu muka yang terdiri dari bacaan benang tengah, atas dan bawah. Beda tinggi slag tersebut pengurangan pada benang dasarnya tengah adalah belakang

mendatarkan garis bidik di dalam suatu teropong, caranya; tempatkan sebuah nivo tabung diatas teropong. Supaya garis bidik mendatar, bila garis arah nivo di datarkan dengan menempatkan gelembung di tengahtengah, perlulah lebih dahulu. Garis bidik di dafam teropong, dibuat sejajar dengan garis arah nivo. Hal inilah yang menjadi syarat utama untuk semua alat ukur penyipat datar. Dalam pengukuran Sipat Datar Optis bisa menggunakan Alat

dengan benang tengah muka. Berikut ini adalah syarat-syarat untuk alat penyipat datar optis : Garis arah nivo harus tegak lurus pada sumbu kesatu alat ukur penyipat datar. Bila sekarang teropong di putar dengan sumbu kesatu sebagai sumbu putar dan garis bidik di arahkan ke mistar kanan, maka sudut a antara garis arah nivo dan sumbu kesatu pindah kearah kanan, dan ternyata garis arah nivo dan dengan sendirinya garis bidik tidak

sederhana dengan spesifikasi alat penyipat datar yang sederhana terdiri atas dua tabung terdiri dari gelas yang berdiri dan di

hubungkan dengan pipa logam. Semua ini dipasang diatas statif. Tabung dari gelas dan pipa penghubung dari logam di isi dengan zat cair yang berwarna. Akan tetapi ketelitian membidik kecil, sehingga alat ini tidak digunakan orang lagi. Perbaikan dari alat ini adalah mengganti pipa logam dengan slang dari karet dan dua tabung gelas di beri skala dalam mm. Cara menghitung tinggi garis bidik atau benang tengah dari suatu rambu dengan menggunakan alat ukur sifat datar

mendatar, sehingga garis bidik yang tidak mendatar tidaklah dapat digunakan untuk pembacaan b dengan garis bidik yang mendatar, haruslah keatas, teropong sehingga

dipindahkan

gelembung di tengah-tengah. Benang mendatar diagfragma harus

(waterpass). Rambu ukur berjumlah 2 buah masing-masing di dirikan di atas dua patok yang merupakan titik ikat jalur pengukuran alat sifat optis kemudian di letakan di

tegak lurus pada sumbu kesatu. Pada pengukuran titik tinggi dengan cara menyipat datar, yang dicari selalu titik potong garis bidik yang mendatar dengan

9
1 Pengantar Survei dan Pemetaan

mistar-mistar yang dipasang diatas titiktitik, sedang diketahui bahwa garis bidik adalah garis lurus yang menghubungkan dua titik potong benang atau garis diagframa dengan titik tengah lensa objektif teropong. Garis bidik teropong harus sejajar

dengan garis arah nivo. Garis bidik adalah Garis titik lurus tengah yang lensa
Gambar 7. Pita ukur

menghubungkan

objektif dengan titik potong dua garis diafragma, dimana pada garis bidik pada teropong harus sejajar dengan garis arah nivo sehingga hasil dari pengukuran adalah hasil yang teliti dan tingkat kesaIahannya sangat keciI. Alat-alat yang biasa digunakan dalam

pengukuran kerangka dasar vertikal metode sipat datar optis adalah: Alat Sipat Datar Pita Ukur Rambu Ukur Statif Unting Unting Dll
Gambar 8. Rambu ukur

Gambar 9. Statif Gambar 6 . Alat sipat datar

10
1 Pengantar Survei dan Pemetaan

1.3.2. Metode pengukuran barometris Pengukuran Barometris pada prinsip-nya adalah mengukur beda tekanan atmosfer. Pengukuran tinggi dengan menggunakan metode barometris dilakukan dengan

dalam hal ini misalnya elevasi 0,00 meter permukaan air laut rata-rata. P=

f m.a = = Phg . g. H A A MV 2 R

FC = - FC = Keterangan :

menggunakan sebuah barometer sebagai alat utama.

p = massa jenis rasa air raksa (hidragirum) g = gravitasi - 9.8 mJsZ - 10 m/s2 h= tinggi suatu titik dari MSL ( Mean Sea level )

HAB = PA PB = p.g a .ha p.g b .hb = (ha hb ) p (g a + gb ) 2

1.3.3. Metode pengukuran trigonometris

BT B

Gambar 10. Barometris


Inklinasi (i)

Seperti telah di ketahui, Barometer adalah alat pengukur tekanan udara. Di suatu tempat dengan tertentu tekanan tekanan udara udara dengan sama tebal
A

dAB

Gambar 11. Pengukuran Trigonometris d AB = dm . cos i HAB =dm. sin i + TA TB

tertentu pula. Idealnya pencatatan di setiap titik dilakukan dalam kondisi atmosfer yang sama tetapi pengukuran tunggal hampir tidak mungkin dilakukan karena pencatatan tekanan dan temperatur udara

Pengukuran metode

kerangka

dasar pada

vertikal prinsipnya

trigonometris

adalah perolehan beda tinggi melalui jarak langsung teropong terhadap beda tinggi dengan memperhitungkan tinggi alat, sudut vertikal (zenith atau inklinasi) serta tinggi garis bidik yang diwakili oleh benang

mengandung kesalahan akibat perubahan kondisi atmosfir. penentuan beda tinggi dengan cara mengamati tekanan udara di suatu tempat lain yang dijadikan referensi

11
1 Pengantar Survei dan Pemetaan

tengah rambu ukur. Alat theodolite, target dan rambu ukur semua berada diatas titik ikat. Prinsip awal penggunaan alat

data sudut mendatar yang diukur pada skafa fingkaran yang letaknya mendatar. Bagian-bagian dari pengukuran kerangka dasar horizontal adalah : Metode Poligon Metode Triangulasi Metode Trilaterasi Metode kuadrilateral Metode Pengikatan ke muka Metode pengikatan ke belakang cara Collins dan cassini 1.4.1 Metode pengukuran poligon Poligon digunakan apabila titik-titik yang akan di cari koordinatnya terletak segi dan

theodolite sama dengan alat sipat datar yaitu kita harus nivo mengetengahkan dahulu baru

gelembung kemudian

terlebih

membaca

unsur-unsur

pengukuran yang lain. Jarak langsung dapat diperoleh melalui bacaan optis

benang atas dan benang bawah atau menggunakan alat pengukuran jarak

elektronis yang sering dikenal dengan nama EDM (Elektronic Distance

Measurement). Untuk menentukan beda tinggi dengan cara trigonometris di

perlukan alat pengukur sudut (Theodolit) untuk dapat mengukur sudut sudut tegak. Sudut tegak dibagi dalam dua macam, ialah sudut miring m clan sudut zenith z, sudut miring m diukur mulai ari keadaan mendatar, sedang sudut zenith z diukur mu(ai dari keadaan tegak lurus yang selalu ke arah zenith alam.

memanjang banyak

sehingga

tnernbentuk Pengukuran

(poligon).

Pemetaan Poligon merupakan salah satu pengukuran dan pemetaan kerangka dasar horizontal yang bertujuan untuk

memperoleh koordinat planimetris (X,Y) titik-titik pengukuran. Pengukuran poligon sendiri mengandung arti salah satu metode penentuan titik diantara beberapa metode

1.4 Pengukuran kerangka dasar horizontal


Untuk mendapatkan hubungan mendatar titik-titik yang diukur di atas permukaan bumi maka perlu dilakukan pengukuran mendatar yang disebut dengan istilah

penentuan titik yang lain. Untuk daerah yang relatif tidak terlalu luas, pengukuran cara poligon merupakan pilihan yang sering di gunakan, karena cara tersebut dapat dengan mudah menyesuaikan diti dengan keadaan daerah/lapangan. Penentuan

koordinat titik dengan cara poligon ini membutuhkan,

pengukuran kerangka dasar Horizontal. Jadi untuk hubungan mendatar diperlukan

12
1 Pengantar Survei dan Pemetaan

1.

Koordinat awal Bila diinginkan suatu sistem sistim koordinat tertentu,

ke

matahari

dari Dan

titik

yang

bersangkutan. dihasilkan poligon

selanjutnya kesalah satu

terhadap

azimuth tersebut

haruslah dipilih koordinat titik yang sudah diketahui misalnya: titik

dengan

ditambahkan ukuran sudut mendatar (azimuth matahari). 4. Data ukuran sudut dan jarak Sudut mendatar pada setiap stasiun dan jarak antara dua titik kontrol perlu diukur di lapangan.

triangulasi atau titik-titik tertentu yang mempunyai hubungan dengan lokasi yang akan dipatokkan. Bila dipakai system koordinat lokal pilih salah satu titik, BM kemudian beri harga

koordinat tertentu dan tititk tersebut dipakai sebagai acuan untuk titik-titik lainya. 2. Koordinat akhir Koordinat titik ini di butuhkan untuk memenuhi syarat Geometri hitungan koordinat dan tentunya harus di pilih titik yang mempunyai sistem koordinat yang sama dengan koordinat awal. 3. Azimuth awal Azimuth awal ini mutlak harus
Gambar 12. Pengukuran poligon

1
d1 d2

Data ukuran tersebut, harus bebas dari sistematis yang terdapat (ada alat ukur) sedangkan salah sistematis dari orang atau pengamat dan alam di usahakan sekecil mungkin bahkan kalau bisa di tiadakan. Berdasarkan bentuknya poligon dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu : Poligon berdasarkan visualnya : a. poligon tertutup

diketahui sehubungan dengan arah orientasi dari system koordinat yang dihasilkan dan pengadaan datanya dapat di tempuh dengan dua cara yaitu sebagai berikut : Hasil hitungan dari koordinat titik titik yang telah diketahui dan akan dipakai sebagai tititk acuan system koordinatnya. Hasil pengamatan astronomis

(matahari). Pada salah satu titik poligon sehingga didapatkan azimuth

13
1 Pengantar Survei dan Pemetaan

Untuk mendapatkan nilai sudut-sudut dalam atau sudut-sudut luar serta jarak jarak mendatar antara titik-titik poligon diperoleh atau diukur di lapangan menggunakan alat pengukur jarak yang mempunyai tingkat ketelitian tinggi. Poligon digunakan apabila titik-titik yang akan dicari b. poligon terbuka koordinatnya terletak memanjang

sehingga membentuk segi banyak (poligon). Metode poligon merupakan bentuk yang paling baik di lakukan pada bangunan karena memperhitungkaan bentuk kelengkungan

bumi yang pada prinsipnya cukup di tinjau dari bentuk fisik di lapangan dan geometriknya. Cara pengukuran polygon merupakan cara yang umum dilakukan untuk pengadaan kerangka dasar pemetaan pada daerah yang c. poligon bercabang tidak terlalu luas sekitar (20 km x 20 km). Berbagai bentuk poligon mudah dibentuk untuk menyesuaikan dengan berbagai bentuk medan pemetaan dan keberadaan titik titik rujukan maupun pemeriksa. Tingkat ketelitian sistem koordinat yang diinginkan dan kedaan medan lapangan pengukuran merupakan faktor-faktor menyusun yang menentukan poligon dalam

ketentuan

kerangka

dasar.Tingkat ketelitian umum dikaitkan dengan jenis dan atau tahapan pekerjaan yang sedang dilakukan. Sistem koordinat dikaitkan dengan keperluan pengukuran Poligon berdasarkan geometriknya : a. poligon terikat sempurna b. poligon terikat sebagian c. poligon tidak terikat pengikatan. Medan lapangan pengukuran menentukan bentuk konstruksi pilar atau patok sebagai penanda titik di lapangan

14
1 Pengantar Survei dan Pemetaan

dan juga berkaitan dengan jarak selang penempatan titik.

kepulauan Sunda Kecil, Bali dan Lombik dengan datum Gunung Genuk, pulau

Bangka dengan datum Gunung Limpuh, 1.4.2 Metode pengukuran triangulasi Triangulasi digunakan apabila daerah Sulawesi dengan datum Moncong Lowe, kepulauan Riau dan Lingga dengan datum Gunung Limpuh dan Kalimantan Tenggara dengan datum Gunung Segara. Posisi horizontal (X, Y) titik triangulasi dibuat dalam sistem proyeksi Mercator, pengukuran mempunyai ukuran panjang dan lebar yang sama, maka dibuat jaring segitiga. Pada cara ini sudut yang diukur adalah sudut dalam tiap - tiap segitiga. Metode Triangulasi. Pengadaan kerangka dasar horizontal di Indonesia dimulai di pulau Jawa oleh Belanda pada tahun 1862. Titik-titik kerangka dasar horizontal buatan Belanda ini dikenal sebagai titik triangulasi, karena pengukurannya menggunakan cara triangulasi. Hingga tahun 1936, pengadaan titik triangulasi oleh Belanda ini telah mencakup pulau Jawa dengan datum

sedangkan posisi horizontal peta topografi yang dibuat dengan ikatan dan

pemeriksaan ke titik triangulasi dibuat dalam sistem proyeksi Polyeder. Titik

triangulasi buatan Belanda tersebut dibuat berjenjang turun berulang, dari cakupan luas paling teliti dengan jarak antar titik 20 40 km hingga paling kasar pada cakupan 1 - 3 km.

Gunung Genuk, pantai Barat Sumatra dengan datum Padang, Sumatra Selatan dengan datum Gunung Dempo, pantai Timur Sumatra dengan datum Serati,

Tabel 1. Ketelitian posisi horizontal (x,y) titik triangulasi

Titik P S T K

Jarak 20 - 40 km 10 20 km 3 10 km 1 3 km

Ketelitian 0.07 0.53 3.30 -

Metode Triangulasi Triangulasi Mengikat Polygon

Selain posisi horizontal (X Y) dalam sistem proyeksi Mercator, titik-titik triangulasi ini juga dilengkapi dengan informasi posisinya

dalam

sistem

geografis

(j,I)

dan

ketinggiannya terhadap muka air laut rata-

15
1 Pengantar Survei dan Pemetaan

rata

yang

ditentukan

dengan

cara

segitiga yang seluruh jarak jaraknya di ukur di lapangan.

trigonometris. Triangulasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Primer Sekunder Tersier

Bentuk geometri triangulasi terdapat tiga buah bentuk geometrik dasar triangulasi, yaitu : Rangkaian segitiga yang

sederhana cocok untuk pekerjaanpekerjaan dengan orde rendah


Gambar 13. Jaring-jaring segitiga

untuk ini dapat sedapat mungkin diusahakan sisi-sisi segitiga sama panjang. Kuadrilateral merupakan bentuk

Pada jaring segitiga akan selalu diperoleh suatu titik sentral atau titik pusat. Pada titik pusat tersebut terdapat beberapa buah sudut yang jumlahnya sama dengan 360 derajat. 1.4.4. Metode pengukuran pengikatan ke muka Pengikatan ke muka adalah suatu metode pengukuran data dari dua buah titik di lapangan tempat berdiri alat untuk

yang terbaik untuk ketelitian tinggi, karena lebih banyak syarat yang dapat dibuat. Kuadrilateral tidak boleh panjang dan sempit. Titik pusat terletak antara 2 titik yang terjauh dan sering di

perlukan.

memperoleh suatu titik lain di lapangan 1.4.3 Metode pengukuran trilaterasi Trilaterasi digunakan apabila daerah yang diukur ukuran salah satunya lebih besar daripada ukuran lainnya, maka dibuat tempat berdiri target (rambu ukur, benang, unting-unting) koordinatnya antara yang dari titik titik akan diketahui Garis

tersebut. yang

kedua

diketahui

rangkaian segitiga. Pada cara ini sudut yang diukur adalah semua sisi segitiga. Metode Trilaterasi yaitu serangkaian

koordinatnya dinamakan garis absis. Sudut dalam yang dibentuk absis terhadap target di titik B dinamakan sudut beta. Sudut beta dan alfa diperofeh dari tapangan.

16
1 Pengantar Survei dan Pemetaan

Pada

metode

ini,

pengukuran

yang

Adapun perbedaan pada kedua metode di atas terletak pada cara perhitungannya, cara Collins menggunakan era perhitungan logaritma. Adapun pada metode Cassini menggunakan mesin hitung. Sebelum alat hitung berkembang dengan balk, seperti masa kini maka perhitungan umumnya dilakukan dengan bantuan daftar logaritma. Adapun metode Cassini menggunakan alat hitung karena teori ini muncul pada saat adanya alat hitung yang sudah mulai berkembang. metode Pengikatan kebelakang model untuk

dilakukan hanya pengukuran sudut. Bentuk yang digunakan metoda ini adalah bentuk segi tiga. Akibat dari sudut yang diukur adalah sudut yang dihadapkan titik yang dicari, maka salah satu sisi segitiga

tersebut harus diketahui untuk menentukan bentuk dan besar segitinya.

Collins yang

merupakan berfungsi

perhitungan

mengetahui suatu letak titik koordinat, yang diukur melalui titik-titik koordinat lain yang sudah diketahui. Pada pengukuran

pengikatan ke belakang metode Collins,


Gambar 15. pengukuran pengikatan ke muka

alat theodolite ditegakkan di atas titik yang ingin atau belum diketahui koordinatnya.

1.4.5 Metode pengukuran Collins dan Cassini Metode pengukuran Collins dan Cassini merupakan pengukuran salah satu metode dasar dalam

Misalkan titik itu diberi nama titik P. titik P ini akan diukur melalui titik-titik lain yang koordinatnya sudah diketahui terlebih

dahulu. Misalkan titik lainnya itu titik A, B, dan titik C. Pertama titik P diikatkan pada dua buah titik lain yang telah diketahui koordinatnya, yaitu diikat pada titik A dan titik B. Ketiga titik tersebut dihubungkan oleh suatu

kerangka

horizontal

untuk menentukan koordinat titik-titik yang diukur dengan cara mengikat ke belakang pada titik tertentu dan yang diukur adalah sudut-sudut yang berada di titik yang akan ditentukan koordinatnya. Pada era

lingkaran dengan jari-jari tertentu, sehingga titik C berada di luar lingkaran.

mengikat ke belakang ada dua metode hitungan yaitu dengan cara Collins dan Cassini.

17
1 Pengantar Survei dan Pemetaan

Kemudian tariklah titik P terhadap titik C. Dari hasil penarikan garis P terhadap G akan memotong tali busur lingkaran, dan potongannya akan berupa titik hasil dari pertemuan persilangan garis dan tali busur. Titik itu diberi nama titik H, dimana titik H ini merupakan titik penolong Collins. Sehingga dari informasi koordinat titik A, B, dan G serta sudut-sudut yang dibentuknya, maka koordinat titik P akan dapat diketahui.
A (Xa,Ya)

Pada

cara

perhitungan

Cassini

memerlukan dua tempat kedudukan untuk menentukan suatu titik yaitu titik P. Lalu titik P diikat pada titik-titik A, B dan C. Kemudian Cassini membuat garis yang melalui titik A dan tegak lurus terhadap garis AB serta memotong tempat

kedudukan yang melalui A dan B, titik tersebut diberi nama titik R. Sama halnya Cassini pula membuat garis lurus yang melalui titik C dan tegak lurus terhadap garis BC serta memotong tempat

kedudukan yang melalui B dan C, titik

B (Xb,Yb)

tersebut diberi nama titik S. Sekarang hubungkan R dengan P dan S

dengan P. Karena 4 BAR = 900, maka garis BR merupakan garis tengah lingkaran, sehingga 4 BPR = 900. Karena ABCS= 900 maka garis BS merupakan garis tengah lingkaran, sehinggga BPR = 900. Maka titik R, P dan S terletak di satu garus lurus. Titik R dan S merupakan titik penolong Cassini. Untuk mencari koordinat titik P, lebih dahulu dicari koordinat-koordinat titiktitik penolong R dan S, supaya dapat dihitung sudut jurusan garis RS, karena PB 1 RS, maka didapatlah sudut jurusan PB, dan kemudian sudut jurusan BP untuk dapat menghitung koordinat-koordinat titik P sendiri dari koordinat-koordinat titik B.

Gambar 15. Pengukuran Collins

1. titik A, B ,dan C merupakan titik koordinat yang sudah diketahui. 2. titik P adalah titik yang akan dicari koordinatnya. 3. titik H adalah titik penolong collins yang dibentuk oleh garis P terhadap C dengan lingkaran yang dibentuk oleh titik-titik A, B, dan P. Sedangkan Metode Cassini adalah cara pengikatan kebelakang yang menggunakan mesin hitung atau kalkulator. Pada cara ini theodolit diletakkan diatas titik yang belum diketahui koordinatnya.

18
1 Pengantar Survei dan Pemetaan

A (Xa, Ya)

dab dar

B (Xb, Yb)
dcb

R
dcs

C (Xc, Yc)

Cassini (1679)
Gambar 16. Pengukuran cassini

Rumus-rumus yang akan digunakan adalah

x1 x 2 = d12 sin a12 y 2 y1 = d12 cos a12 tgna12 = ( x 2 x1 ) : ( y 2 y1 ) cot a12 = ( y 2 y1 ) : ( x 2 x1 )


Metode Cassini dapat digunakan untuk metode penentuan posisi titik
Gambar 17. Macam macam sextant

Metode penentuan ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan dalam pengukuran penentuan posisi titik-titik pengukuran di

menggunakan dua buah sextant. Tujuannya untuk menetapkan suatu

perairan pantai, sungai, danau dan muara. Sextant adalah alat pengukur sudut dari dua titik bidik terhadap posisi alat tersebut, posisi titik ukur perum adalah titik-titik yang

penentuan posisi titik perum menggunakan dua buah sextant, termasuk. membahas tentang ketentuan-ketentuan dan tahapan pelaksanaan pengukuran penentuan posisi titik perum.

mempunyai koordinat berdasarkan hasil pengukuran.

1.5 Pengukuran titik-titik detail

Untuk

keperluan

pengukuran

dan

pemetaan selain pengukuran Kerangka Dasar Vertikal yang menghasilkan tinggi

19
1 Pengantar Survei dan Pemetaan

titik-titik ikat dan pengukuran Kerangka Dasar Horizontal yang menghasilkan

koordinat titik-titik ikat juga perlu dilakukan pengukuran titik-titik detail untuk

menghasilkan yang tersebar di permukaan bumi yang menggambarkan situasi daerah pengukuran. Dalam pengukuran titik-titik detail
Gambar 18. Alat pembuat sudut siku cermin

prinsipnya adalah menentukan koordinat dan tinggi titik-titik detail dari titik-titik ikat. Metode yang digunakan dalam pengukuran titik-titik detail adalah metode offset dan metode tachymetri. Namun metode yang sering digunakan adalah metode
Gambar 19. Prisma bauernfiend

Tachymetri karena Metode tachymetri ini relatif cepat dan mudah karena yang diperoleh dari lapangan adalah pembacaan rambu, magnetis), inklinasi) diperoleh adalah sudut sudut dan dari posisi horizontal vertikal alat. (azimuth atau yang

(zenith Hasil

tinggi

pengukuran planimetris X,

tachymetri Y dan
Gambar 20. Jalon

ketinggian Z.

1.5.1. Metode pengukuran offset Metode offset adalah pengukuran titik-titik menggunakan alat alat sederhana yaitu pita ukur, dan yalon. Pengukuran untuk

pembuatan peta cara offset menggunakan alat utama pita ukur, sehingga cara ini juga biasa disebut cara rantai (chain surveying). Alat bantu lainnya adalah :
Gambar 21. Pita ukur

20
1 Pengantar Survei dan Pemetaan

Dari jenis peralatan yang digunakan ini, cara offset biasa digunakan untuk daerah yang relatif datar dan tidak luas, sehingga

lurus dan jarak miring "direduksi" menjadi jarak horizontal dan jarak vertikal. Pada gambar, sebuah transit dipasang pada suatu titik dan rambu dipegang pada titik tertentu. Dengan benang silang tengah dibidikkan pada rambu ukur sehingga tinggi t sama dengan tinggi theodolite ke tanah. Sudut vertikalnya (sudut kemiringan) terbaca

kerangka dasar untuk pemetaanyapun juga dibuat dengan cara offset. Peta yang

diperoleh dengan cara offset tidak akan menyajikan informasi ketinggian rupa bumi yang dipetakan. Cara pengukuran titik detil dengan cara offset ada tiga cara: Cara siku-siku (cara garis tegak lurus), Cara mengikat (cara interpolasi), Cara gabungan keduanya.

sebesar

a.

Perhatikan

bahwa

dalam

pekerjaan tachymetri tinggi instrumen adalah tinggi garis bidik diukur dari titik yang diduduki (bukan TI, tinggi di atas datum seperti dalam sipat datar). Metode tachymetri itu paling bermanfaat dalam penentuan lokasi sejumlah besar detail topografik, baik

1.5.2 Metode pengukuran tachymetri Metode tachymetri adalah pengukuran

horizontal maupun vetikal, dengan transit atau planset. Di wilayah-wilayah perkotaan, pembacaan sudut dan jarak dapat dikerjakan lebih cepat dari pada pencatatan pengukuran dan pembuatan sketsa oleh pencatat. Tachymetri "diagram' lainnya pada dasarnya bekerja atas bekerja atas prinsip yang, sama sudut vertikal secara otomatis dipapas oleh pisahan garis stadia yang beragam. Sebuah tachymetri swa-reduksi memakai sebuah garis horizontal tetap pada sebuah diafragma dan garis horizontal lainnya pada diafragma keduanya dapat bergerak, yang bekerja atas dasar perubahan sudut vertikal. Kebanyakan alidade planset memakai suatu jenis

menggunakan alat-alat optis, elektronis, dan digital. Pengukuran detail cara tachymetri dimulai dengan penyiapan alat ukur di atas titik ikat dan penempatan rambu di titik bidik. Setelah alat siap untuk pengukuran, dimulai dengan perekaman data di tempat alat berdiri, pembidikan ke rambu ukur,

pengamatan azimuth dan pencatatan data di rambu BT, BA, BB serta sudut miring . Metode tachymetri didasarkan pada prinsip bahwa pada segitiga-segitiga sebangun, sisi yang sepihak adalah sebanding. Kebanyakan pengukuran tachymetri adalah dengan garis bidik miring karena adanya keragaman topografi, tetapi perpotongan benang stadia dibaca pada rambu tegak

prosedur reduksi tachymetri.

21
1 Pengantar Survei dan Pemetaan

1
BA
i
Z Z

BT
i

Z Z

dA B

BB

? HAB

O'
i

Ta

dABX

Titik Nadir
Gambar 22. Pengukuran titik detail tachymetri

22
1 Pengantar Survei dan Pemetaan

Model Diagram Alir Ilmu Ukur Tanah Pertemuan ke-01 Model Diagram Alir Perkenalan Ilmu Ukur Tanah Pengantar Survei dan Pemetaan Dosen Penanggung Jawab : Dr.Ir.Drs.H.Iskandar Muda Purwaamijaya, MT

Bumi

Bentuk Jeruk

Bentuk Bola

Rotasi Bumi

Bentuk Ellipsoida (Ellips putar dengan sumbu putar kutub ke kutub)

Pemepatan (Radius Kutub < Radius Ekuator)

Plan Surveying (Ilmu Ukur Tanah)

Geodetic Surveying

Ilmu, seni dan teknologi untuk menyajikan informasi bentuk permukaan bumi baik unsur alam maupun buatan manusia di bidang datar (luas < 55 km x 55 km) atau (< 0,5 derajat x 0,5 derajat)

Ilmu, seni dan teknologi untuk menyajikan informasi bentuk permukaan bumi baik unsur alam maupun buatan manusia di bidang lengkung (luas > 55 km x 55 km) atau (> 0,5 derajat x 0,5 derajat)

(1.1) Pengukuran Sipat Datar KDV

(1) Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal

(1.2) Pengukuran Trigonometris

(1.3) Pengukuran Barometris

(2.1) Pengukuran Titik Tunggal (2) Pengukuran Kerangka Dasar Horisontal (2.2) Pengukuran Titik Jamak

Pengikatan ke Muka Pengikatan ke Belakang (Collins & Cassini) Triangulasi, Trilaterasi, Triangulaterasi

Poligon

Kuadrilateral

(3) Pengukuran Titik-Titik Detail

(3.1) Pengukuran Tachymetri

(3.2) Pengukuran Offset

Gambar 23. Diagram alir pengantar survei dan pemetaan

23
1 Pengantar Survei dan Pemetaan

Rangkuman
Berdasarkan uraian materi bab 1 mengenai pengantar survei dan pemetaan, maka dapat disimpulkan sebagi berikut: 1. Pengukuran dan pemetaan pada dasarnya dapat dibagi 2, yaitu : a. Geodetic Surveying b. Plan Surveying 2. Geodetic surveying merupakan ilmu seni dan teknologi untuk menyajikan informasi bentuk permukaan bumi baik unsur alam maupun buatan manusia di bidang lengkung (luas > 55 km x 55 km) atau (>0,5 derajat x 0,5 derajat) 3. Plan Surveying merupakan ilmu seni dan teknologi untuk menyajikan informasi bentuk permukaan bumi baik unsur alam maupun buatan manusia di bidang lengkung (luas < 55 km x 55 km) atau (<0,5 derajat x 0,5 derajat) 4. Ilmu ukur tanah pada dasarnya terdiri dari tiga bagian besar yaitu a. Pengukuran kerangka dasar Vertikal (KDV) b. Pengukuran kerangka dasar Horizontal (KDH) c. Pengukuran Titik-titik Detail :

5. Kerangka dasar vertikal merupakan teknik dan cara pengukuran kumpulan titik-titik yang telah diketahui atau ditentukan posisi vertikalnya berupa ketinggiannya terhadap bidang rujukan ketinggian tertentu. 6. Pengukuran kerangka Dasar vertical pada dasarnya ada 3 metode, yaitu : a. Metode pengukuran kerangka dasar sipat datar optis; b. Metode pengukuran Trigonometris; dan c. Metode pengukuran Barometris.

7. Pengukuran kerangka dasar horizontal adalah untuk mendapatkan hubungan mendatar titik-titik yang diukur di atas permukaan bumi maka perlu dilakukan pengukuran mendatar. 8. Bagian-bagian dari pengukuran kerangka dasar horizontal adalah : a. Metode Poligon b. Metode Triangulasi c. Metode Trilaterasi

d. Metode kuadrilateral e. Metode Pengikatan ke muka f. Metode pengikatan ke belakang cara Collins dan cassini

24
1 Pengantar Survei dan Pemetaan

Soal Latihan
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini ! 1. Sebutkan bagian-bagian pengukuran dari ilmu ukur tanah! Jelaskan 2. Mengapa bumi dianggap bulat? 3. Jelaskan pengertian dari pengukuran kerangka dasar vertikal ! sebutkan metodemetode yang digunakan dalam pengukuran kerangka dasar vertikal! 4. Jika kita akan mengukur beda tinggi suatu wilayah, pengukuran apa yang tepat untuk dilakukan ? Jelaskan! 5. Mengapa pengukuran titik-titik detail metode tachymetri sering digunakan ? Jelaskan!

25

2. Teori Kesalahan
2.1 Kesalahan-kesalahan pada survei dan pemetaan
merupakan ukur karena dan proses pengukur yang atau Adapun sumbersumber kesalahan yang menjadi penyebab kesalahan pengukuran adalah sebagai berikut: Pengukuran ukur, alat 1. Alam; perubahan angin, suhu,

mencakup tiga hal atau bagian yaitu benda pengamat. ketidak sempurnaan

kelembaban udara, pembiasan cahaya, gaya berat dan deklinasi magnetik. 2. Alat; ketidak sempurnaan konstruksi

masing-masing bagian ini ditambah dengan pengaruh lingkungan maka bisa dikatakan bahwa tidak ada satu pun pengukuran yang memberikan atau ketelitian antara yang absolut. hasil Ketelitian bersifat relatif yaitu kesamaan perbedaan harga pengukuran dengan harga yang dianggap benar, karena yang absolut benar tidak diketahui. Setiap pengukuran, dengan kecermatan yang memadai, mempunyai ketidaktelitian yaitu adanya kesalahan yang berbeda-beda, tergantung pada kondisi alat ukur, benda ukur, metoda pengukuran dan kecakapan si pengukur. Kesalahan dalam pengukuranpengukuran yang dinyatakan dalam persyaratan bahwa: 1. 2. 3. 4. Pengukuran tidak selalu tepat, Setiap pengukuran mengandung galat, Harga sebenarnya yang tepat dari selalu suatu tidak pengukuran tidak pernah diketahui, Kesalahan diketahui

atau penyetelan instrumen. 3. Pengukur; meraba. Kondisi alam walaupun pada dasarnya merupakan suatu fungsi yang berlanjut, akan tetapi mempunyai karakteristik yang dinamis. Hal inilah yang menyebabkan banyak aplikasi pada bidang pengukuran dan pemetaan. Pengukuran dan pemetaan banyak tergantung dari alam. Pelaksanaan pekerjaan dan pengukuran jarak, sudut, dan koordinat titik pada foto udara juga diperlukan suatu instrumen pengukuran yang prosedurnya untuk mengupayakan kesalahan yang kecil. Dan jika diantara kesalahan itu ulang. Kesalahan terjadi karena salah mengerti permarsalahan, kelalaian, atau pertimbangan yang buruk. Kesalahan dapat terjadi maka pengukuran dan pengumpulan data harus di keterbatasan kemampuan

pengukur dalam merasa, melihat dan

26

diketemukan sistemetis dihilangkan

dengan seluruh dengan

mengecek pekerjaan jalan

secara dan

Bila

garis

bidik

datar

(horizontal),

pembacaan pada rambu A = Pa dan rambu B = Pb. Perbedaan tinggi H = Pa Pb, bila garis bidik tidak horizontal (membuat sudut dengan garis horizontal) maka pembacaan pada rambu A = Pa dan pada rambu = Pb. Perbedaan tinggi adalah Pa Pb, dalam hal ini Pa Pb akan sama dengan PaPb. Bila ukuran dilakukan dari tengah tengah AB (PA = PB =1)

mengulang

sebagian atau bahkan seluruh pekerjaan. Dalam melaksanakan ukuran datar akan selalu terdapat Kesalahan. Kesalahan kesalahan memang ini disebabkan baik karena dalam kekhilapan maupun karena kita manusia tidak sempurna menciptakan alatalat. Kesalahan dalam : 1. Kesalahan karena alat 2. Kesalahan karena pengaruh luar/ alam 3. Kesalahan pengukur A. Kesalahan karena alat Dalam kesalahan karena alat termasuk : a) Karena kurang datarnya garis bidik instrumental/ kesalahan ini dapat kita golongkan

karena PaPa = PbPb = . Tapi kalau ukuran tidak dilakukan dari tengah AB missal dari Q, maka hasil ukuran adalah qa qb dan qa qb Pa Pb karena qa Pa = 1 dan qb Pb = 2. Dengan demikian ukuran sedapat mungkin dilakukan dari tengah.

Gambar 24. Kesalahan pembacaan rambu

27

b)

Tidak samanya titik O dari rambu Titik O dari rambu mungkin tidak sama karena mungkin salah satu rambu sudah aus. Titik O dari rambu B misalnya telah bergeser 1 mm. Dengan demikian, rambu A dibaca 1.000 mm maka di rambu B dibaca 999 mm.

Bila

ukuran

dilaksanakan

dengan

meletakkan rambu A selalu di belakang dan rambu B selalu di depan, maka kesalahan AB mempunyai tanda yang samatiap mm.
I II

sipatan

kesalahannya

+1 mm. Kalau 100 sipatan berarti 100

II I b 2
1 b

b 4 m 2 m 1 b 3 m 3

B A A +m 1 m B A +m 1 m +m 1 m

Gambar 25. Pengukuran sipat datar

I II I b2 b1 m1 b3 m2 b4

II

m3

A A A - B = +1 mm B - A = -1 mm A - B = +1 mm

Gambar 26. Prosedur Pemindahan Rambu

28

Untuk mengatasi kesalahankesalahan tersebut, dalam pelaksanaan ukuran tiap tiap kali sipatan rambu belakang harus ditukar dengan rambu depan. (gambar 26) Dengan demikian kesalahannya

B. Kesalahan alam Pengaruh

karena

pengaruh

luar/

luar

dalam

melaksanakan

ukuran datar adalah: a. Cuaca Panas matahari sangat mempengaruhi pelaksanaan ukuran datar. Apabila matahari sudah tinggi antara jam 11.00 jam 14.00, panas matahari pada waktu itu akan menimbulkan Dengan adanya demikian, gelombang udara yang dapat terlihat melalui teropong. gelombang udara didepan rambu akan terlihat sehingga angka pada rambu ikut bergelombang dan sukar dibaca.

adalah A B = +1 mm; B A = +1 mm. Dan seterusnya. c) Kurang tegak lurusnya rambu Syarat pokok dalam melaksanakan ukur datar ialah bahwa garis bidik harus horizontal dan rambu harus vertikal. Bila rambu vertikal, pembacaan rambu = Pa akan tetapi bila rambu tidak vertikal pembacaan pada rambu adalah Pa.

pa

pa'

Gambar 27. Kesalahan Kemiringan Rambu

Jarak APa APa; APa > APa. Dengan demikian waktu melaksanakan ukuran datar, rambu harus benarbenar vertikal. Membuat vertikal rambu ini dapat dilaksanakan dengan nivo.

b.

Lengkungan bumi Permukaan bumi itu melengkung,

sedangkan jalannya sinar itu lurus.

29

Gambar 28. Pengaruh kelengkungan bumi

Karena itu oleh alat ukur datar dibaca titik A pada rambu sedangkan perbedaan tinggi mengikuti lengkungan bumi, jadi seharusnya dibaca B. Dengan demikian, maka tiap kali pengukuran dibuat kesalahan . Besar ini dapat dihitung

c. Kesalahan karena pengukur Kesalahan pengukur ini ada 2 macam : a) Kesalahan kasar kehilapan 1. Keslahan kasar dapat diatasi dengan mengukur 2 kali dengan tinggi teropong yang berbeda. Pertama dengan tinggi teropong

R2 + a2 = (R +)2; R2 + a2 = R2 + 2R +2 kecil sekali jadi kalau dikuadratkan dapat dihapus sehingga kita dapat R2 + a2 = F + 2R . Bilangan ini kecil sekali tapi kalau tiap kali dibuat kesalahan akan menumpuk menjadi besar. Kesalahan ini bisa diatasi dengan tiap kali mengukur dari tengah.

h1 didapat perbedaan tinggi h 1 = Pa Pb. Pada pengukuran kedua dengan tinggi teropong h2 didapat perbedaan tinggi h 2 = qa qb. h 1 harus sama dengan h 2, bila terdapat kesalahan/ perbedaan besar maka harus diulang.

30

qa pa h2

qb pb

h1

Gambar 29. Kesalahan kasar sipat datar

2. Dapat diatasi pula dengan selain membaca benang tengah dibaca pula benang atas dan benang bawah sebab: benang atas + benang bawah / 2 = benang tengah. Sifat Kesalahan a. Kesalahan kasar, adalah kesalahan yang besarnya satuan pembacaannya. Miasalnya mengukur jarak yang dapat dibaca sampai 1 dm, namun terjadi perbedaan pengukuran sampai 1 m. Ini berarti ada kesalahan pembacaan ukuran dan harus diulang. b. Kesalahan teratur, terjadi secara teratur setiap kali melakukan pengukuran dan umumnya terjadi karena kesalahan alat.

c. Kesalahan yang tak teratur, disebabkan karena kurang sempurnanya panca indera maupun peralatan dan kesalahan ini sulit dihindari karena memang merupakan sifat pengamatan\ ukuran. 2.1.1 Kesalahan pada pengukuran KDV

Kesalahan yang terjadi akibat berhimpitnya sumbu vertikal theodolite dengan garis arah vertikal. Sumbu vertikal theodolite x miring dan membentuk sudut v terhadap garis vertikal x. AB adalah arah kemiringan maksimum dengan sasaran s pada sudut elevasi h dalam keadaan dimana sumbu vertikal theodolite berhimpit dengan arah garis vertikal yang menghasilkan posisi lintasan teleskop csd dalam arah u dari

31

kemiringan maksimum. Sedangkan dalam keadaan dimana sumbu vertikal theodolite miring sebesar v terhadap garis vertikal menghasilkan lintasan csd dalam arah u dari kemiringan yang maksimum. Dari dua lintasan ini akan diperoleh segitiga bola scc yang sumbu vertikal dinyatakan dalam persamaan berikut : = u u = v sin u ctgn (90 h) = v sin u tgn h

diperoleh beda tinggi pada jalur sama menghasilkan angka nol. Jarak belakang dan muka setiap slag menjadi suatu variabel yang menentukan bobot kesalahan dan pemberi koreksi. Semakin panjang suatu slag pengukuran maka bobot kesalahannya menjadi lebih besar, dan sebaliknya

C C' u u' S r B' A A' D D' B S u' C' r u C

Karena kesalahan sumbu vertikal tak dapat dihilangkan dengan membagi rata dari observasi dengan teleskop dalam posisi normal dan dalam kebalikan, maka pengukuran untuk sasaran dengan elevasi cukup besar. Koreksi kesalahan pada pengukuran dasar vertikal menggunakan alat sipat datar optis. Koreksi kesalahan didapat dari pengukuran yang menggunakan dua rambu, yaitu rambu depan dan rambu belakang yang berdiri 2 stand. Koreksi kesalahan acak pada pengukuran kerangka dasar vertikal dilakukan untuk memperoleh beda tinggi dan titik tinggi ikat definit. Sebelum pengelohan data sipat datar kerangka dasar vertikal dilakukan, koreksi kesalahan sistematis harus dilakukan terlebih dahulu dalam pembacaan benang tengah. Kontrol tinggi dilakukan melalui suatu jalur tertutup yang diharapkan

Kesalahan sumbu vertikal

Gambar 30. Kesalahan Sumbu Vertikal

Salah satu pengaplikasian pada pengukuran kerangka dasar vertikal dapat dilihat dari pengukuran sipat datar. Pada pengukuran kerangka dasar vertikal menggunakan sipat datar optis, koreksi kesalahan sistematis berupa koreksi garis bidik yang diperoleh melalui pengukuran sipat datar dengan menggunakan 2 rambu yaitu belakang dan muka dalam posisi 2 stand (2 kali berdiri dan diatur dalam bidang nivo). Sedangkan pada pengukuran kerangka dasar horizontal menggunakan alat theodolite, koreksi kesalahan sistematis berupa nilai rata-rata sudut horizontal yang diperoleh melalui pengukuran target (berupa benang dan unting-unting) pada posisi

32

teropong biasa (vizier teropong pembidik berasal diatas teropong) dan pada posisi teropong luas biasa (vizier teropong pembidik berasal di bawah teropong) Sebelum pengolahan data sipat datar

Apabila teleskop dipasang dalam keadaan terbalik, tanda kesalahan menjadi negatip dan apabila sudut yang dicari dengan teleskop dalam posisi normal dan kebalikan diratarata maka kesalahan sumbu horizontal dapat hilang. Sedang koreksi pengukuran kerangka dasar horizontal menggunakan theodolite, koreksi kesalahan sistematis berupa nilai ratarata sudut horizontal yang diperoleh melalui pengukuran target. Pada posisi teropong biasa dan luar biasa. Kesalahan acak pada pengukuran kerangka dasar Sebelum dasar horizontal harga pengolahan horizontal dilakukan koordinat poligon dilakukan, untuk definitip. kerangka koreksi memperoleh

kerangka dasar vertikal dilakukan, koreksi sistematis perlu dilakukan terlebih dahulu kedalam pembacaan benang tengah setiap slang. Kontrol tinggi dilakukan melalui suatu alur tertutup sedemikian rupa sehingga diharapkan diperoleh beda tinggi pada jalur tertutup sama dengan nol, jarak belakang dan muka setiap slang menjadi variabel yang menentukan bobot kesalahan dan bobot pemberian koreksi. Semakin panjang jarak pada suatu slang maka bobot kesalahan dan koreksinya lebih kecil. 2.1.2 Kesalahan pada pengukuran KDH yang terjadi akibat sumbu

sistematis harus dilakukan terlebih dahulu dalam pembacaan sudut horizontal. Kontrol koordinat dilakukan melalui 4 atau 2 buah titik ikat bergantung pada kontrol sempurna atau sebagian Jarak datar dan sudut poligon setiap titik poligon merupakan variabel yang menentukan untuk memperoleh koordinat definitip tersebut. Syarat yang ditetapkan dan harus diperhatikan adalah syarat sudut lalu syarat absis dan ordinat. Bobot koreksi sudut tidak diperhitungkan atau dilakukan secara sama rata tanpa memperhatikan faktor lain. Sedangkan bobot koreksi absis dan ordinat diperhitungkan melalui dua metode :

Kesalahan disebut

horizontal tidak tegak lurus sumbu vertikal kesalahan sumbu horizontal. Kedudukan garis kolimasi dengan teleskop mengarah pada s berputar mengelilingi sumbu horizontal adalah csd. Apabila sumbu horizontal miring sebesar i menjadi ab, tempat kedudukan adalah csd. Dalam segitiga bola sdd, dd = . Merupakan kesalahan sumbu horizontal, dan apabila sumbu horizontal miring sebear i maka, Sin = tgn h / tgn ( 90 i ). Tgn h. tgn i Karena a dan I biasanya sangat kecil, persamaan dapat terjadi = I tan h

33

a.

Metode Bowditch Metode ini bobot koreksinya

kedalam

pembacaan

sudut

horizontal.

Kontrol koordinat dilakukan melalui 4 atau 2 buah titik ikat tergantung pada ikat kontrol sempurna atau sebagian saja. Jarak datar dan sudut poligon setiap poligon merupakan suatu variabel yang menentukan untuk memperoleh koordinat definitif tersebut. Syarat yang ditetapakan dan harus dipenuhi terlebih dahulu adalah syarat sudut baru kemudian absis dan ordinat. Bobot koreksi sudut tidak diperhitungkan atau dilakuan secara sama rata tanpa memperhitungkan faktor-faktor lain. Sedangkan bobot koreksi absis dan ordinat diperhitungkan melalui 2 metode, yaitu metode bowditch dan transit. Metode bowditch bobot koreksinya dihitung berdasarkan jarak datar langsung, sedangkan terhadap sumbu x (untuk absis) dan sumbu y (untuk sumbu ordinat). Semakin besar jarak datar langsung, koreksi bobot absis dan ordinat semakin besar, demikian pula sebaliknya. Di atas telah dijelaskan pengukuran, bentuk-bentuk kesalahan

berdasarkan jarak datar langsung. b. Metode Transit Metode ini bobot koreksinya dihitung berdasarkan proyeksi jarak langsung tehadap sumbu x dan pada sumbu y. Semakin besar jarak langsung koreksi bobot absis dan ordinat maka semakin besar nilainya. Kesalahan acak pada pengukuran kerangka dasar horizontal dilakukan untuk memperoleh beda tinggi dan tinggi titik ikat relatif. Sebelum pengolahan data sipat datar kerangka dasar vertikal dilakukan, koreksi sistematis perlu dilakukan terlebih dahulu kedalam pembacaan benang tengah setiap slang. Kontrol tinggi dilakukan melalui suatu alur tertutup sedemikian rupa sehingga diharapkan diperoleh beda tinggi pada jalur tertutup sama dengan nol, jarak belakang dan muka setiap slang menjadi variabel yang menentukan bobot kesalahan dan bobot pemberian koreksi. Semakin panjang jarak pada suatu slang maka bobot kesalahan dan koreksinya lebih kecil. Koreksi kesalahan acak pada pengukuran kerangka dasar horizontal dilakukan untuk memperoleh koordinat (absis dan ordinat) definitif. Sebelum pengolahan data poligon kerangka dasar horizontal, koreksi sistematis harus dilakukan terlebih dahulu

kesalahan yang mungkin terjadi pada waktu melakukan oleh ; a. Karena kesalahan pada alat yang digunakan (seperti yang telah di jelaskan di atas) b. Karena keadaan alam, dan c. Karena pengukur sendiri kesalahan pengukuran dapat di sebabkan

34

a. Kesalahan pada alat yang dugunakan Alat-alat yang digunakan adalah alat ukur penyipat datar dan mistar. Lebih dahulu akan di tinjau kesalahan pada alat ukur penyipat datar. Kesalahan yang didapat adakah yang berhubungan dengan syarat utama. Kesalahan ini adalah: Garis bidik tidak sejajar dengan garis arah nivo. beda Kesalahan ini sering kita jumpai pada saat melakukan tinggi. b. Kesalahan karena keadaan alam Karena nivo lengkungnya karena permukaan pekerjaan pengukuran

waktu

antara

pengukuran

satu

mistar dengan mistar lainnya, baik kaki tiga maupun mistar ke dua masuk kedalam tanah, maka pembacaan pada mistar kedua akan salah bila digunakan untuk mencari beda tinggi antara dua titik yang ditempati oleh mistar-mistar itu. Karena perubahan arah garis nivo. Karena alat ukur penyipat datar kena panas sinar matahari, maka terjadi tegangan pada bagianbagian alat ukur, terutama pada bagian yang terpenting yaitu pada bagian nivo. c. Karena pengukur sendiri Kesalahan pada mata, kebanyakan orang pada waktu mengukur menggunkan satu mata saja. Yang secara tidak langsung akan mengakibatkan kasarnya pembacaan. Apalagi bila nivo harus dilihat tersendiri, karena tidak terlihat dalam medan teropong, sehingga kurang tepatnya meletakan gelembung nivo di tengah-tengah. Kesalahan pada pembacaan, karena kerap kali harus melakukan pembacaan dengan cara menaksir, maka bila mata telah lelah, nilai taksirannya menjadi kurang. Kesalahan yang kasar, karena belum

bumi, pada umumnya bidang-bidang melengkungnya permukaan bumi akan melengkung pula dan beda tinggi antara dua titik adalah antara jarak dua didang nivo yang melalui dua titik itu. Karena lengkungnya sinar cahaya, akan dijelaskan pada bagian

koreksi boussole Karena getaran udara, karena

adanya pemindahan hawa panas dari permukaan bumi ke atas, maka bayangan dari mistar yang dilihat dengan teropong akan bergetar, sehingga pembacaan dari mistar tidak dapat dilakukan dengan teliti Karena masuknya lagi tiga kaki dan mistar ke dalam tanah. Bila dalam

pahamnya pembacaan pada mistar. Mistarmistar mempunyai tata cara tersendiri dalam pembuatan skalanya. Kesalahan ini banyak

35

sekali dibuat dalam menentukan banyaknya meter dan desimeter angka pembacaan. Salah satu pengaplikasian horisontal pengukuran ini adalah

Kesalahan arah sejajar garis ukur = l sin Kesalahan arah tegak lurus garis ukur = l - l cos Bila skala peta adalah 1 : S, maka akan terjadi salah plot sebesar 1/S x kesalahan. Bila kesalahan pengukuran jarak garis ofset l, maka gabungan pengaruh kesalahan pengukuran jarak dan sudut menjadi: {(l sin ) 2 + l 2}1/2.

kerangka theodolite. Kesalahan

dasar

pengukuran tachymetri dengan bantuan alat

pengukuran

cara

tachymetri

dengan theodolite Kesalahan alat, misalnya ; a. b. c. d. e. f. Jarum kompas tidak benar-benar lurus. Jarum kompas tidak dapat bergerak bebas pada porosnya. Garis bidik tidak tegak lurus sumbu mendatar (salah kolimasi). Garis skala 0 - 180 atau 180 - 0 tidak sejajar garis bidik. Letak teropong eksentris. Poros penyangga magnet tidak sepusat dengan skala lingkaran mendatar. Kesalahan pengukuran, misalnya; a. b. c. Pengaturan alat tidak sempurna (temporaryadjustment) Salah taksir dalam pembacaan Salah catat.

Ketelitian pengukuran cara offset dalam upaya meningkatkan ketelitian hasil ukur cara offset bisa dilakukan dengan : 1. Titik-titik kerangka dasar dipilih atau dibuat mendekati bentuk segitiga sama sisi. 2. Garis ukur: Jumlah mungkin. Garis tegak lurus garis ukur sependek mungkin. Garis ukur pada bagian yang datar. garis ukur sesedikit

3. Garis offset pada cara siku-siku harus benar-benar tegak lurus garis ukur. 4. Pita ukur harus benar-benar mendatar dan diukur seteliti mungkin. 5. Gunakan kertas gambar yang stabil untuk penggambaran. Pada perhitungan dari survei yang

Kesalahan akibat faktor alam misalnya; a. b. Deklinasi magnet. atraksi lokal.

Kesalahan pengukuran cara offset Kesalahan berakibat: arah garis offset dengan panjang l yang tidak benar-benar tegak lurus

menggunakan

metode

closed

traverse

selalu terjadi kesalahan (penyimpangan). yaitu adanya dua stasiun yang meskipun

36

pada

kenyataannya

dilapangan,

stasiun

Pada survei yang menggunakan theodolite, kesalahan yang terjadi adalah akumulatif, dalam kesalahan dalam salah satu stasiun, akan pempengaruhi bagi posisi stasiun berikutnya. Sedangkan survei menggunakan kompas, kesalahan yang terjadi pada salah satu stasiun, tidak mempengaruhi bagi stasiun berikutnya. Distribusi kesalahan pada Survei magnetik, dengan cara yang sederhana yaitu jumlah total kesalahan dibagi dengan jumlah lengan survai, kemudian di distribusikan ke setiap stasiun tersebut.

tersebut hanya satu. Kesalahan tersebut meliputi kesalahan koodinat dan elevasi stasiun terakhir yang seharusnya adalah sama dengan stasiun awal. Hal ini terjadi karena kesalahan pada ketidak-sempurnaan terhadap : 1. Alat (Tidak ada alat yang sempurna) 2. Pembacaan (tidak ada penglihatan yang sempurna) Sewaktu survei dilakukan dan tidak mungkin kesalahan itu tidak dapat dihindarkan sebab tidak ada alat dan manusia yang ideal untuk menghasilkan pengukuran yang ideal pula.

Gambar 31. Pengaruh kesalahan kompas t0 Theodolite

Untuk mengatasi hal itu, angka kesalahan yang terjadi harus di distribusikan ke setiap stasiun. Kesalahan yang terjadi karena survei magnetic (dengan menggunakan kompas dan survay grade x) menggunakan theodolithe, memiliki jenis yang berbeda.

Dibawah ini merupakan distribusi untuk survei non magnetic Perataan penyimpangan elevasi Berikut ini gambar sket perjalanan tampak samping memanjang

37

Koreksi bousole Dari ilmu alam diketahui, bahwa jarum magnet diganggu oleh benda-benda dari logam yang terletak di sekitar jarum magnet itu. Bila tidak ada gangguan, jarum magnet
Gambar 32. Sket perjalanan

akan dilakukan, ternyata

terletak

didalam

bidang

meridian

Setelah dengan sebesar:

perhitungan titik 1

magnetis, ialah dua bidang yang melalui dua kutub magnetis dan bidang magnetios itu. Karena untuk keperluan pembuatan peta diperlukan meridian geografis yang melalui dua kutub bumi dan tempat jarum itu, dan karena meridian magnetis tidak berhimpit dengan meridian geografis yang disebabkan oleh tidak samanya kutub-kutub magnetis dan kutub-kutub geografis, maka azimuth magnetis harus diberi koreksi terlebih dahulu, supaya didapat besaran-besaran geografis: ingat pada sudut jurusan yang sebetulnya sama dengan azimuth utaratimur. Untuk menentukan koreksi boussole ada dua cara. Ingatlah lebih dahulu apa yang diartikan dengan koreksi. Koreksi adalah besaran yang harus ditambahkan pada pembacaan atau pengukuran, supaya didapat besaran yang betul. Kesalahan

elevasi titik akhir yang seharusnya sama terdapat penyimpangan

Elevasi koreksi = elevasi titik + koreksi Perataan penyimpangan koordinat Setelah perhitungan dilakuan, hasilnya

stasiun terakhir tidak kembali ke stasiun awal, ada selisih jarak sel (d).d2=f(y)2+f(x)2

Gambar 33. Gambar Kesalahan Hasil Survei

Penyimpangan

yang

terjadi

adalah

adalah besaran yang harus dikurangkan dari pembacaan atau pengukuran, supaya didapat besaran yang betul. a. Mengukur azimuth suatu garis yang tertentu; Seperti telah diketahui garis yang tertentu adalah garis yang menghubungkan dua titik P(Xp;Yp) dan Q(Xq;Yq) yang telah diketahui koordinat-

penyimpangan absis f(x) dan ordinat f(y) koreksi terhadap penyimpangan absis: Absis terkoreksi = absis lama + koreksi. Koreksi terhadap penyimpangan ordinat, analog dengan perhitungan diatas

38

koordinatnya.

Alat

ukut

BTM

punggungnya ke arah matahari yang diukur dan keadaan tepi-tepi matahari dilihat dari ujung objektif pada kertas putih yang di pasang pada lensa okuler. Besarnya mempunyai pengukuran. refraksi tanda Untuk yang minus selalu tergantung koreksi

ditempatkan pada salah satu titik itu, misalnya di titik P, dengan sumbu kesatuan tegak lurus diatas titik P. Arahkan garis bidik tepat pada titik Q, Misalkan pembacaan pada skala lingkaran mendatar dengan ujung utara jarum magnet ada A. Hitunglah sudut jurusan ab garis PQ dengan tg ab = (xq-xp) : (yp-yp) yang setelah sudut jurusan pq ini di sesuaikan dengan macam sudut azimuth yang ditunjuk oleh jarum magnet alat ukur BTM ada , maka karena adalah besaran yang betul, dapatlah ditulis: =A+C Dalam rumus C adalah

pada tinggi h yang di dapat dari harga berlaku tabel. Tinggi h yang didapat dari hasil pengukuran koreksi refraksi dengan tanda minus. Tinggi h yang telah diberi koreksi refraksi ini adalah tinggi sebenarnya dari pada tepi atas atau tepi bawah matahari. Karena yang diperlukan sekarang adalah tinggi titik pusat matahari dan sudut lihat kedua tepi atas dan tepi bawah matahari ada D = 32, maka tinggi sebenarnya tadi harus dikurangi dengan D = 16, bila di ukur tepi bawah mata hari untuk mendapatkan tinggi sebenarnya dari pada titik pusat matahari. 2.1.3 Kesalahan Pengukuran

rumus boussole, sehingga C = -A b. Mengukur tinggi matahari; Dasar cara kedua ini adalah mengukur tinggi suatu bintang pada yang saat diketahui deklinasinya bintang itu. pengukuran

Dengan tinggi h, deklinasi bintang itu dan lintang tempat pengukuran dapatlah di hitung azimuth astronomis yang sama dengan azimuth geografis bintang itu. Bila azimnuth astronomis itu dibandingkan dengan azimuth yang ditunjuk oleh jarum magnet pada saat pengukuran, dapatlah ditentukan koreksi boussole. Ingatlah selalu, bahwa pada saat

Banyak faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran sipat datar teliti, mulai dari faktor-faktor dihilangkan pengaruhnya yang sampai hanya pengaruhnya faktor-faktor dapat dapat yang

diperkecil.

Adapun faktor-faktor tersebut antara lain: Keadaan tanah jalur pengukuran Keadaan/ kondisi atmosfir (getaran udara)

pengukuran si pengukur berdiri dengan

39

Refraksi atmosfir. Kelengkungan bumi. Kesalahan letak skala nol rambu. Kesalahan panjang rambu (bukan rambu standar). Kesalahan pembagian skala (scale graduation) rambu. Kesalahan pemasangan nivo rambu Kesalahan garis bidik. Dari faktor-faktor tersebut dapat ditarik pelajaran bahwa sudah seharusnya seorang juru ukur mengetahui hal-hal yang akan mengakibatkan pengukuran. kesalahan pada

a. Keadaan jalur pengukuran Pengukuran sipat datar pada umumnya harus menggunakan jalur pengukuran yang keras, seperti jalan diperkeras, jalan raya, jalan baja. Dengan demikian turunya alat dan rambu dalam pelaksanaan pengukuran dapat diperkecil, karena apabila terjadi penurunan pengukuran alat dan akan rambu maka mengalami

kesalahan. Besarnya kesalahan akibat penuruanan alat-alat tersebut dijelaskan dibawah ini:

II

1
1 b1

2
m2

b2 m1

turun

turun

turun

Gambar 34. Kesalahan karena penurunan alat

Pada salag 1 selama waktu pembacaan rambu belakang dan memutar alat kerambu muka, alat ukur turun 1. Pada

40

waktu alat pindah ke slag 2, rambu turun 1 dan selama pengukuran berlangsung alat turun 2. Rumus yang digunakan untuk

Di bawah ini adalah usaha yang bisa dilakukan untuk memperkecil pengaruh turunnya alat dan rambu: Pada perpindahan slag, pembacaan dimulai pada rambu yang sama seperti Pada pembacaan setiap slag pada slag sebelumnya,

menentukan beda tinggi (h) akibat penurunan alat antara A dan B yaitu: Slag 1: h1 = (b1 ( m1 + 1 ) Slag 2: h2 = (b2 1 ) ( m 2 + 2 )

pembacaan

dilakukan dua kali untuk setiap

h AB = (b1 m1 ) + (b2 m 2 ) ( 1 + 2 + 1 )
u h AB = h AB ( 1 + 2 + 1 ) = h AB K 1

rambu. Untuk kedua usaha di atas dapat diterangkan sbb: Pembacaan dimulai pada rambu no I. Dari slag 1 : h1 = (b1 m1) + 1 Dari slag 2 : h2 = (b2 m2)+ 2 - 1 hAB = hAB (1 - 1 - 2 )
u hAB = h AB K 2

Dimana:

h u AB = beda tinggi hasil ukuran


K1 = ( 1 + 2 + 1 ) = kesalahan karena turunya alat dan rambu Dari penjelasan diatas dapat

disimpulkan, bahwa apabila pengukuran antara dua titik (pilar) terdiri dari banyak slag pengaruh turunnya alat dan rambu akan menjadi lebih besar (akumulasi).
I II

Dimana K2 < K1

1
1 b1

2
b2 m1

2 m2

A
Gambar 35. Pembacaan pada rambu I

41

Pembacaan diulang 2x

II

1 b1 b'1

1
m1 m2

Gambar 36. Pembacaan pada rambu II

Dari slag 1 : Bacaan pertama : h1 = (b1 m1)-1 Bacaan kedua : h1 = (b1 m1) + 2 Rata-rata h1 = h1u 1 ( 1 2 ) 2 Dengan cara yang sama dari slag dua diperoleh:
u Rata-rata h2 = h2 1 ( 2 1 ) 2

Secara sistematis dapat dirumuskan sbb: Misal rambu I mempunyai kesalahan 1, Dan rambu II mempunyai kesalahan 2, 2 1, maka: Slag 1:

h1 = (b1 + 1 ) (m1 + 2 )
= (b1 m1 ) + ( 1 2 )

Maka h AB = h AB
u

Kesalahannya: (1 - 2) Slag 2:

b. Kesalahan letak skala nol rambu Kesalahan letak skala nol rambu dapat terjadi karena kesalahan pembuatan alat (pabrik) atau rambu sering yang dipakai bawahnya digunakan sehingga menjadi aus. Pengaruh kesalahan ini dapat sudah

h1 = (b2 + 2 ) (m2 + 1 )
= (b2 m 2 ) + ( 2 1 )

Kesalahannya: (2 - 1) Jumlah kesalahan dari dua slag adalah (1 - 2) + (2 - 1) = 0 Artinya:


u h AB = h AB

permukaan

diterangkan dengan gambar 37.

42

I II I b2 b1 m1 b3 m2 b4

II

m4

m3

C 2

B 1 A

4 3 2 1 0

4 3 2 1 0

Gambar 37. Kesalahan Skala Nol Rambu

Jadi dapat disimpulkan bahwa beda tinggi hasil ukuran antara dua titik tidak mengandung pengukuran prosedure sbb: Jumlah slag antara titik-titik yang diukur harus genap. Posisi rambu harus diatur selangseling (I II I II .... dst .... I) c. Kesalahan panjang rambu Panjang rambu akan berubah karena perubahan temperatur udara. Misalnya panjang rambu rambu tersebut invar tepat 3m, 3m panjang pada kesalahan dilakukan akibat dengan kesalahan letak skala nol rambu, bila

Hal

ini

mengakibatkan

data

hasil

pengukuran mengalami kesalahan. Besarnya pengaruh dijelaskan dalam gambar 38. Secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikit: Misal rambu I muai sebesar 1m dan rambu II muai 2m; panjangnya rambu standar adalah L m, umumnya 3m; maka dalam satu slag: Beda tinggi ukuran Karena b1 = L + 1 b 1 = 1 + 1 b L L m1 = L + 2 m1 = 1 + 2 m L L Maka h = b m = hu + 1
b1 + 2 m 1 L L

= hu = b1 m1

Beda tinggi yng beanr = h = b m

temperatur standar t0. Bila pada waktu pengukuran temperatur udara adalah t (lebih besar atau lebih kecil dari t0) maka rambu tidak lagi 3m, tetapi 3m (t - t0) dimana adalah angka muai invar.

43

II

1 b m

Gambar 38. Bukan rambu standar

Artinya, data pengukuran mengandung kesalahan sebesar: 1 b 1 + 2 m 1


L L

Penaksiran bacaan pada interval skala yang kecil akan berbeda dengan bacaan pada interval skala yang lebih besar, artinya ketelitian bacaan akan berbeda, hal ini tidak dikehendaki. Cara pencegahannya kesalahan pembagian yaitu akibat skala apabila tidak pada

Dengan

cara

yang

sama

dapat

diterangkan kesalahan untuk rambu yang mengkerut. Cara pencegahan agar rambu tidak mengalami pemuaian, yaitu jika pada saat pengukuran udara panas atau hujan maka rambu ukur harus dilindungi dengan payung sehingga rambu ukur dapat terlindungi. d. Kesalahan pembagian skala rambu Kesalahan pembagian skala rambu

terdapat meratanya

rambu, sebaiknya rambu tersebut tidak digunakan dan dalam pemilihan rambu sebaiknya harus teliti agar memperoleh rambu yang sama dalam pembagian skalanya. e. Kesalahan pemasangan nivo rambu Pada rambu keadaan tegak,

terjadi pada waktu pembuatan (pabrik). Misalkan panjang rambu 3m, maka apabila ada satu bagian skala dibuat terlalu kecil, pasti dibagian yang lain ada yang lebih besar.

seharusnya gelembung nivo berada ditengah. Akan tetapi karena kesalahan pemasangan, keadaan di atas tidak dipenuhi, artinya gelembung nivo sudah

44

berada ditengah rambu dalam keadaan miring. Apabila rambu miring baik kedepan, kebelakang, kesamping,

yang melalui alat sipat datar bila bidang-bidang nivo dianggap saling sejajar. Dengan garis bidik mendatar, karena kelengkungan bumi tersebut tidak memberikan beda. Permasalahan di atas dijelaskan dalam gambar 41. Dari bacaan garis bidik mendatar

maka bacaan rambu akan terlalu besar. Secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut: Bacaan rambu dalam keadaan miring adalah b1, bacaan seharusnya adalah b. Bila kemiringan rambu adalah sudut , maka: b = b Cos karena umumnya kecil: b = b (1 + ....) b = b1 b1 + .... Besarnya kesalahan pembacaan adalah b . Karena konstan, besarnya kesalahan tergantung tingginya bacaan b1. Makin tinggi b1 maka makin besar kesalahannya. Cara pencegahannya yaitu pada saat pengukuran bidik f. tidak periksalah terlalu pemasangan dari atas nivo dan pada waktu pengukuran garis tinggi permukaan tanah. Kelengkungan bumi Jarak antara bidang-bidang nivo melalui masing-masing titik yang bersangkutan disebut beda tinggi antara dua titik. Beda tinggi antara dua titik dapat ditentukan dari ketinggian bidang nivo
1 1 1

menghasilkan selisih bacaan (b - m) yang tidak sama dengan selisih (tA - tB). Kesalahn karena kelengkungan bumi pada beda tinggi adalah dh Dh = (b - tA) (m - tB) Sedangkan pada pembacaan rambu masing-masing adalah: Rambu belakang : Xb = (b - tA) Rambu muka : Xm = (m - tB)

Besarnya X adalah (lihat gambar 42): (R + h)2 + D2 = {(R + h) + X}2 (R + h)2+ D2 = (R + h)2 + 2 (R + h)X + X2 D2 = 2 (R + h)X + X2 Karena h <<< R dan X <<< R dapat Dianggap: (R + h) R dan X2 0, maka D2 = 2R.X Atau
2 X = D 2R

Dengan demikian:
Xb = Db2 2R
2 Dm 2R

Xm =

45

Dan

pengukuran sipat datar dijelaskan pada


2 Db2 Dm 1 2 = ( Db2 Dm ) 2R 2R 2R

dh =

gambar 43. Secara sistematis besarnya pengaruh refraksi atmosfir pada pengukuran sipat datar adalah sebagai berikut: Skala t akan nampak di t1,

Berikut contoh besarnya X dan dh. Bila Mak Bila Maka D = 40 m, R = 6000 km, X =

40 2 = 0.13mm 2(6000000)

kesalahannya adalah Y = t1 t. Besarnya Y adalah :

Db = 40 m, Dm = 30 m, dh =
1 (40 - 30 ) 2(6000000)
2 2

= K

D2 2R

= 0.06 mm Cara pencegahaannya adalah: Usahakan agar didalam setiap slag Db seimbang dengan Dm agar dh=0 Karena kelengkungan bumi bacaan rambu terlalu besar, sehingga koreksi X bertanda negatif Bila Db > Dm koreksi dh adalah negatif Bila Db < Dm koreksi dh adalah positif g. Refraksi atmosfir Karena lapisan atmosfir mempunyai kerapatan yang tidak sama (makin kebawah, makin rapat) jalannya sinar/ cahaya (matahari) adalah mengalami pembiasan (melengkung). Sehingga pengaruh benda-benda refraksi akan lebih pada

Dimana K = koefisien refraksi atmosfir = R 0.14 R1 Contoh: Bila D = 40 m, K = 0.14, maka: Y = 0.14 Catatan: Koreksi menjadi refraksi satu atmosfir refraksi dan dan kelengkungan bumi biasanya digabung karena kelengkungan bumi terjadi bersamasama pada saat pengukuran dilakukan. Rumusnya : r = k 1 D 2 2R

40 2 = 0.02 mm 2(6000000)

r=
Dimana:

k 1 2 2 ( Db D m ) 2R

r = adalah koreksi terhadap bacaan r = adalah koreksi terhadap beda tinggi (satu slag)

tinggi dari posisi seharusnya. Besarnya atmosfir

46

h. Getaran udara Biasanya, teropong adanya bayangan nampak pemindahan rambu panas pada karena dari k.

Cara pencegahannya yaitu sebelum pengukuran dimulai, pastikan dulu bergetar bahwa garis bidik sudah sejajar dengan garis jurusan nivo. Paralak Dalam tepat pengukuran gelembung Untuk ditengah. pada nivo saat harus

permukaan tanah ke atas. Dengan demikian cara pencegahannya yaitu karena pembacaan rambu tidak dapat dilakukan dengan teliti, maka sebaiknya pengukuran dihentikan. i. Perubahan arah garis jurusan nivo Pada alat ukur akan terjadi tegangan pada bagian-bagian alat ukur terutama sekali nivo apabila terkena panas matahari langsung. Montur sehingga lagi nivo arah mendapat garis tegangan nivo

pembacaan,

mengetahu

dengan tepat bahwa gelembung nivo berada ditengah, yaitu dengan cara menempatkan mata tegak diatas nivo langsung atau bayangan (lewat cermin atau prisma). Bila dari samping, karena paralak, gelembung nivo akan nampak sudah tepat ditengah. Sehingga megakibatkan kedudukan garis bidik belum mendatar maka pembacaan akan mengandung kesalahan. Cara pencegahannya yaitu pada saat akan memulai pengukuran maka gelembung nivo diatur dulu hingga benar-benar sesuai dengan aturan.

jurusan

mengalami perubahan dan tidak sejajar dengan garis bidik. bacaan Sehingga rambu mengakibatkan

mengandung kesalahan. Cara pencegahannya yaitu agar hal ini tidak terjadi, maka pada saat pengukuran berlangsung hendaknya

alat ukur di lindungi oleh payung. j. Kesalahan garis bidik Garis bidik harus sejajar dengan garis jurusan nivo hal ini merupakan syarat utama alat sipat datar. Apabila tidak sejajar, pada kedudukan gelembung nivo ditengah garis bidik tidak mendatar. Kesalahan yang sistematis adalah akibat kesalahan adanya mungkin terjadi

2.2

Kesalahan sistematis

kesalahan pada suatu sistem. Kesalahan sistem dapat diakibatkan oleh peralatan dan kondisi alam.

47

Peralatan yang dibuat manusia walaupun dibuat dengan canggihnya, akan tetapi masih diperlukan suatu prosedur guna mengetahui kesalahan maupun data. kemungkinan pada pengukuran munculnya baik alat,

Apabila penyebab suatu kesalahan telah di ketahui sebelumnya dan apabila pada saat pengukuran kondisinya telah pula di ketahui maka dapat di lakukan koreksi terhadap kesalahan-kesalahan sistematis. yang timbul dan kesalahan semacam ini di sebut kesalahan

Rambu belakang BTb

Rambu muka BTm

1
Arah Pengukuran

Gambar 39. Sipat Datar di Suatu Slag

Apabila penyebab suatu kesalahan telah diketahui sebelumnya dan apabila pada saat pengukuran kondisinya telah pula diketahui, maka dapat dilakukan koreksi pada kesalahan yang ada. Contohnya, pita ukur baja yang terdapat koreksi skala atau koreksi suhu. Selanjutnya, seperti pada kesalahan yang besarnya hampir sama dan jika dilakukan koreksi dengan suatu nilai tertentu terhadap harga ukurnya, maka akan mendekati harga benar walaupun tidak dapat diketahui dengan pasti penyebab kesalahan tersebut. Kesalahan seperti ini dapat pula diklasifikasikan sebagai kesalahan sistematis.

Sebagai adanya

contoh,

sehubungan

dengan tersebut,

kesalahan-kesalahan

bahwa pada pita ukur baja biasanya untuk. Harga-harga ukurnya terdapat konstantakonstanta koreksi skala atau kloreksi suhu. Selanjutnya, seperti halnya kesalahan petugas yang timbul pada pengukuran elevasi dengan instrumen ploting, terdapat semacam kesalahan yang besarnya hampir sama dan jika di lakukan koreksi dengan suatu nilai tertentu terhadap harga ukurnya, maka pasti akan mendekati harga benar tersebut walaupun tidak dapat di ketahui dengan penyebab kesalahan

48

Kesalahan

seperti

ini

dapat

pula

di

BTb1 dan BTm2 yang akan di dapat bila garis bidik mendatar jadi telah sejajar dengan garis arah nivo, maka koreksi garis bidik untuk diatas sama dengan:

klasifikasikan sebagai kesalahan sisitematis. Kesalah sistematis dapat terjadi karena kesalahan alat yang kita gunakan. Alat-alat yang di gunakan adalah alat ukur penyipat datar dan mistar. Lebih dahulu kita akan tinjau kesalahan yang ada pada alat ukur penyipat datar. Kesalahan yang di dapat adalah yang berhubungan dengan syarat utama. Kesalahan itu adalah garis bidik tidak sejajar dengan dengan garis arah nivo. Dapat diketahui bahwa untuk mendapatkan beda tinggi antara dua titik mistar yang diletakan di atas dua titik harus di bidik dengan garis bidik yang mendatar. Semua pembacan yang di lakukan dengan garis bidik yang mendatar diberi tanda dengan angka 1. pembacaan dengan garis bidik yang mendatar adalah BTb1-BTm1, sedang pembacaan yang di lakukan dengan garis bidik miring dinyatakan dengan angka 2. bila gelembung di tengah-tengah, jadi garis arah nivo mendatar dan garis bidik tidak sejajar dengan garis arah nivo, maka garis bidik akan miring dan membuat sudut dengan garis pada arah nivo, sehingga akan pembacaan kedua mistar

( BTb1 BTm1) ( BTb 2 BTm2) (db1 dm1) (db2 dm2)

Kesalahan sistematis dapat juga disebabkan oleh karena keadaan alam yang dapat di sebabkan oleh: 1. Karena bumi. lengkungan Pada permukaan karena

umumnya

bidang-bidang nivo karena pula dan beda tinggi antara dua tititk adalah jarak antara dua bidang nivo yang melalui dua titik itu. 2. Karena melengkungnya sinar

cahaya (refraksi). Sinar cahaya yang datang dari benda yang di teropong harus melalui lapisan-lapisan udara yang tidak sama padatnya, karena suhu dan tekannya tidak sama. 3. Karena getaran udara. akibat

adanya pemindahan hawa panas dari permukaan bumi keatas, maka bayangan dari mistar yang di lihat dengan sehingga teropong akan ada bergetar mistar pembacan

menjadi BTm dan BTb. Beda tinggi antara titik A dan titik B sama dengan t = BTb1-BTm1. Sekarang akan dicari hubungan antara selisih pembacaan BTb2 dan BTm2 yang di dapatkan garis bidik miring dengan selisih pembacaan

tidak dapat di lakukan. 4. Karena masuknya lagi kaki tiga dan mistar kedalam tanah. Bila dalam waktu antara pengukuran satu mistar dengan mistar lainya baik

49

kaki tiga maupun mistar kedua masuk lagi kedalam tanah maka pembacan pada mistar kedua akan salah bila di gunakan untuk mencari beda tinggi antara dua titik yang ditempati oleh mistar-mistar itu. 5. Karena perubahan garis arah nivo, karena alat ukur penyipat datar terkena napas sinar matahari maka akan terjadi tegangan pada bagianbagian alat ukur, terutama pada bagian penting seperti nivo. 2.2.1 Pengaruh kesalahan garis bidik

2.2.2

Pengaruh kesalahan nol skala dan satu satuan skala mistar ukur

Akibat halhal tertentu artinya dasar/ ujung bawah mistar ukur bahwa mistar ukur dan tidak samanya satu satuan skala dari masingmasing mistar ukur yang di gunakan timbul hal hal sebagai berikut : = Kesalahan yang timbul akibat salah nol skala. = Kesaahan yangtimbul akibat satu satuan skala. Hasil ukuran : h1 = (b10 + 0 + 0) (m10 + 1 + 1) = (b10 + m10) + (0 + 0 1 1 h2 = (b20 + m20) + (00 + 11) h1 + h2 = (b10 + m10) + (b20 + m20) h = b0 - m0 Dari hal-hal diatas dapat dilihat bahwa, akibat dari dua kesalahan yang timbul, hasil ukuran menjadi tidak benar, tetapi dalam hal ini dapat di eliminasi dua cara : Di jumlah slag genap. Pengaturan perpindahan mistar ukur. Bila pada slag sebelumnya mistar ukur merupakan sebaliknya. mistar belakang, slag selanjutnya harus menjadi mistar muka dan

Bila garis bidik sejajar dengan garis arah nivo, maka hasil pembacaan tidak benar, dan akibatnya, beda tinggi tidak benar. Mengatasi kesalahan garis bidik ada dua cara : Dasar/ dihitung kemiringan garis bidik, dan selanjutnya dikoreksikan terhadap hasil ukuran. Eleminasi, tersebut yaitu hilang dengan dengan mengatur sendirinya

penempatan alat sehingga kesalahan (tereliminir). Mencari kesalahan garis bidik

50

2.3 Kesalahan acak

2.4 Kesalahan besar


Kesalahan operator besar atau dapat terjadi apabila

Adalah suatu kesalahan yang objektif yang mungkin terjadi akibat dari keterbatasan panca indera manusia. Keterbatasan itu dapat berupa kekeliruan, kurang hati-hati, kelalaian, ketidakmengertian pada alat, atau belum menguasai sepenuhnya alat. Walaupun demikian, pengukur yang berpengalaman tidak mutlak pengukurannya itu benar. Karena itu dalam mempersiapkan dan merencanakan pekerjaan pengukuran harus diperhatikan halhal sebagai berikut: Menggunakan metode yang berbeda, Mengupayakan rute pengukuran yang berbeda. Kesalahan ini lebih mudah dikoreksi dengan pendekatan ilmu statistik. Pada fenomena pengukuran dan pemetaan suatu syarat geometrik menjadi kontrol Kesalahan keterbatasan Kesalahan dieleminir ini bersifat panca acak atau subjektif indra lebih dikoreksi yang

surveyor

melakukan

kesalahan yang seharusnya tidak terjadi akibat kesalahan pembacaan dan penulisan nilai yang diambil dari data pengukuran. Dengan demikian, jika terjadi kesalahan yang besar maka pengukuran harus diulang dengan rute yang berbeda. 2.4.1 Koreksi kesalahan

Seluruh pengukuran untuk kepentingan dari pemetaan dasarnya maupun aplikasi lain, pada memperhatikan kesalahan

sistematis dan acak yang sering terjadi. Khusus untuk pengukuran kerangka dasar horizontal, koreksi kesalahan sistemtik dan acak mutlak dilakukan. Maka dari itu, kita mengenal adnya rumus KGB (koreksi kesalahan garis bidik) KGB = (BTm1 BTb1) (BTm2 BTb2) (dm1 db1) (dm2 db2) 2.4.2 Kesalahan datar Kesalahan pengukuran sipat datar dapat dikelompokan dalam : 1. Kesalahan pengukur Kesalahan pengukur mempunyai panca indra (mata) tidak sempurna dan pengukur kurang hati-hati, lalai, tidak pengukuran sipat

mungkin terjadi akibat terjadi perbedaan manusia. mudah dengan relatif

pendekatan-pendekatan ilmu statistik. Pada fenomena pengukuran dan pemetaan suatu syarat geometrik menjadi kontrol dan pengikat data yang tercakup pada titik-titik kontrol pengukuran.

51

paham menggunakan alat ukur, dan tidak paham menggunakan pembacaan rambu. 2. Kesalahan alat ukur Kesalahan yang diakibatkan oleh alat ukur antara lain : Dijelaskan dalam gambar 24. a) Garis bidik tidak sejajar dengan garis jurusan nivo. Sehingga kesalahan mengakibatkan

dari persamaan (1) dan (2) dapat dimengerti bahwa pengaruh kesalahan garis bidik sama dengan nol haruslah diusahakan agar : Db n 1 = Dm atau ( n 1 Db-

Dm).(3)

Persamaan (1) dapat dijelaskan sebagai berikut: h yang benar adalah : h = a b dari ukuran diperoleh: h1=a1-b1 agar h1 menjadi betul, maka

pembacaan pada rambu. Apabila garis jurusan nivo mendatar garis bidik tidak mendatar. Alat sipat datar demikian kesalahan pengaruh dikatakan garis kesalahan mempunyai bidik. garis Besar bidik

haruslah a1 dan b1 dikoreksi h = (a1-a a1) (b1-b b1) h = (a1- b1) (a a1- b b1) karena a a1 = tan (Db-Dm) h1-h = h = tan (Db-Dm) bila sudut kecil : h = (radial) x (Db-Dm) b) Bila rambu baik skala dengan rambu alas maka garis nol harus rambu. berhimpit Karena

terhadap hasil beda tingi adalah: h = tan (Db-Dm) = (Db Dm).(1) dimana : h = tinggi Db = jarak kerambu belakang Dm = jarak kerambu muka = kesalahan garis bidik apabila jarak antara dua titik yang diukur adalah : n h = tan ( Db- Dm) 1 1 n n = ( Db- Dm).(2) 1 1 n jauh dan dibagi dalam beberapa seksi, maka pengaruhnya kesalahn pada ukuran beda

kesalahan pembuatan garis nol dapat terletak diatas alas rambu. Karena seringnya rambu dipakai maka ada kemungkinan alas rambu menjadi aus. Ini berarti bahwa angka skala nol terletak di bawah alas rambu. Beda dari yang tinggi salah yang karena didapat pembacaan pembacaan-

52

adanya kesalahan garis nol skala rambu akan betul, apabila jumlah seksi antara dua titik dibuat genap dan seling, c) Untuk menegakan nivo pada nivo rambu kotak rambu. ukur yang Apabila pemindahan rambu ukur selama pengukuran harus selang

Bila Lb dan Lm adalah kesalahan panjang rambu belakang dan muka Lb dan Lm panjang rambu belakang dan dan muka muka a dan yang b adalah pembacaan pada rambu belakang mempunyai kesalahan maka beda tinggi yang betul adalah : h=h1+{Lba - Lm b} Lb Lm

digunakan diletakan gelembung

ditempatkan

ditengah, rambu harus tegak. Akan tetapi bila gelembung nivo sudah ditengah tetapi rambu miring,

3. Kesalahan karena faktor alam a) Karena bumi. lengkungan Pada permukaan bidang-

dikatakan terdapat kesalahan nivo kotak karena salah mengaturnya. d) Kesalahan pembagian skala rambu. Seharusnya pembagian skala

umumnya

bidang nivo karena pula dan beda tinggi antara dua tititk adalah jarak antara dua bidang nivo yang melalui dua titik itu. b) Karena melengkungnya sinar

rambu adalah sama. Apabila ada interval yang tidak sama sekali terlalu besar sekali lagi terlalu kecil maka dikatakan bahwa rambu mempunyai kesalahan pembagian skala. Kesalahan ini tidak dapat dihilangkan. Oleh sebab itu gunakan rambu dengan baik. e) Kesalahan panjang rambu. Seharusnya panjang rambu yang digunakan adalah standard. Artinya apabila angka rambu mulai dari 0 3m panjang rambu harus tepat 3m. Bila dikatakan bahwa rambunya mempunyai kesalahan panjang.

cahaya (refraksi). Sinar cahaya yang datang dari benda yang di teropong harus melalui lapisan-lapisan udara yang tidak sama padatnya, karena suhu dan tekannya tidak sama. c) Karena getaran udara . karena adanya pemindahan hawa panas dari permukaan bumi keatas, maka bayangan dari mistar yang di lihat dengan teropong akan bergetar sehingga pembacan ada mistar tidak dapar di lakukan.

53

d) Karena masuknya lagi kaki tiga dan mistar kedalam tanah. Bila dalam waktu antara pengukuran satu mistar dengan mistar lainya baik kaki tiga maupun mistar kedua masuk lagi kedalam tanah maka pembacan pada mistar kedua akan salah bila di gunakan untuk mencari beda tinggi antara dua titik yang di tempati oleh mistar-mistar itu. e) Karena perubahan garis arah nivo, karena alat ukur penyipat datar kena napas sinar matahari maka akan terjadi tegangan pada bagianbagian alat ukur, terutama pada bagian penting seperti nivo. 2.4.3 Kesalahan pada ukuran

Yang

mempengaruhi

sudut

serta

pengukuran: Sudut diukur pada satu titik, kedua titik sebelum dan sesudah titik sudut tersebut. Penempatan alat pada titik sudut haruslah tepat kalau tidak demikian maka akan terdapat kesalahan sudut. Untuk membantu dalam sentrering alatalat pengukur sudut yang baru dilengkapi dengan alat sentering yang karena titik optis. Karena sentrering dilapangan angin. penting arah. menggunakan untingunting sudut, yang

untingunting sangat menyusahkan sangat mudah bergoyang bila tertiup Selain lainnya adalah titiktitik

Disini akan dibicarakan sedikit mengenai kesalahan pada sudut dan kesalahan pada jarak: Kesalahan sudut Sudut yang diukur merupakan suatu data untuk perhitungan poligon dan dengan sendirinya pula ketelitian poligon sebagaian tergantung dari pada pengukuran sudutnya dengan demikian salah satu cara untuk meninggikan ketelitian poligon pengukuran sudut harus diukur dengan teliti.

Kesalahan jarak Kesalahan jarak yang sering dilakukan ialah disebabkan para pengukur jarak merentangkan pita ukurnya kurang tegang, sehingga terdapat kesalahan pengukuran jarak. Satu hal yang sangat penting dan yang kadang kadang dilupakan orang ialah mengecek alat pengukur demikian sistematis. jarak. akan Karena terdapat bila tidak kesalahan

54

2.4.4

Mencari

kesalahankesalahan

2.4.5

Mencari kesalahan besar pada sudut

besar pada jarak Yang dimaksud dengan kesalahan besar disini ialah kesalahan sudut atau kesalahan jarak yang biasanya disebabkan oleh karena kekeliruan, baik karena kekeliruan membaca maupun menulis. Kesalahan besar dalam ukuran sudut suatu poligon sudah dapat terlihat pada salah penutup yang terlalu besar. Kesalahan besar dalam ukuran jarak suatu poligon terlihat pada salah penutup koordinat toleransi. yang jauh lebih besar dari

Kemungkinan kesalahan besar pada sudut terbagi 2 macam cara : Kesalahan digambar besar sudut, muka dapat dan

ditemukan bila poligon itu dihitung atau secara grafis belakang. Perpotongan kedua poligon itu menunjukkan titik poligon dimana terdapat kesalahan besar. Kesalahan besar sudut, dapat dicari tempatnya tetapi cukup dengan tidak satu perlu kali. menghitung atau menggambar poligon menghitung

m e n d a ta r

b b'

Gambar 40. Rambu miring

55

b Xb

mendatar

m Xm
tb

Bidang nivo Alat

tA

tA - tB Bidang nivo A

Bidang nivo B

Gambar 41. Kelengkungan Bumi

D mendatar t bidang nivo melalui alat

Bumi

R R

Pusat Bumi

Gambar 42. Kelengkungan bumi

56

t' Y t h

Garis pandangan

Lengkung cahaya

Bumi

R R = jari-jari bumi

R' = jari-jari lengkung cahaya

Pusat Bumi

Gambar 43. Refraksi atmosfir

57

Model Diagram Alir Ilmu Ukur Tanah Pertemuan ke-02 Model Diagram Alir Teori Kesalahan Teori Kesalahan Dosen Penanggung Jawab : Dr.Ir.Drs.H.Iskandar Muda Purwaamijaya, MT

Koreksi dengan Metode Pengukuran Koreksi Garis Bidik (Sipat Datar KDV) Pembacaan Teropong Biasa & Luar Biasa (Theodolite KDH) Jumlah Slag Genap (Sipat Datar KDV) Jumlah Jarak Belakang ~ Jarak Muka (Sipat Datar KDV)

Kesalahan Sistematis (Systemathical Error)

Kesalahan yang disebabkan oleh sistem peralatan dan kondisi alam

Kesalahan yang mungkin terjadi pada pengukuran dan pemetaan

Kesalahan Acak (Random Error)

Koreksi dengan Hitung Perataan dan Ilmu Statistik

Kesalahan yang disebabkan oleh keterbatasan panca indera manusia

Titik Kontrol Tinggi (H atau Z) Titik Kontrol Planimetris (X dan Y)

Komponen-Komponen Koreksi

Kontrol Sudut Horisontal (Azimuth)

Sistem Pembobotan Koreksi

Kesalahan Besar (Blunder)

Pengukuran harus diulangi

Kesalahan yang disebabkan oleh kesalahan membaca/melihat angka-angka

Gambar 44. Model diagram alir teori kesalahan

58

Rangkuman
Berdasarkan uraian materi bab 2 mengenai teori kesalahan, maka dapat disimpulkan sebagi berikut: 1. 2. Bagian yang harus ada saat pengukuran yaitu benda ukur, alat ukur, dan pengukur/pengamat. Persyaratan kesalahan saat pengukuran yaitu: a. Pengukuran tidak selalu tepat b. Setiap pengukuran mengandung galat c. Harga sebenarnya dari suatu pengukuran tidak pernah diketahui d. Kesalahan yang tepat selalu tidak diketahui 3. 4. Penyebab kesalahan pengukuran yaitu : alam, alat dan pengukur Factor- factor yang mempengaruhi hasil pengukuran yaitu : keadaan tanah jalur pengukuran, keadaan/kondisi atmosfer (getaran udara), refraksi atmosfer, kelengkungan bumi, kesalahan letak skala nol rambu, kesalahan panjang rambu (bukan rambu standar), kesalahan pembagian skala (scale graduation) rambu, kesalahan pemasangan nivo rambu, kesalahan garis bidik. 5. 6. Macam-macam kesalahan yaitu : kesalahan sistematis, kesalahan acak, kesalahan besar. Kesalahan pada ukuran dibagi dua, yaitu : kesalahan sudut dan kesalahan jarak.

59

Soal Latihan
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini ! 1. Jelaskan secara singkat definisi dari koreksi dan kesalahan? 2. Bagaimana cara mengkoreksi kesalahan sistematis pada pengukuran kerangka dasar vertical dan kerangka dasar horizontal? 3. Jelaskan secara singkat faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran? 4. Bagaimana cara mengatasi kesalahan garis bidik? 5. Gambarkan model diagram alir teori kesalahan!

61

3. Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal

perbedaan tinggi hasil pengukuran sipat

3.1 Pengertian
Kerangka dasar vertikal merupakan

datar pergi dan pulang. Pada tabel 2 ditunjukkan contoh ketentuan ketelitian sipat teliti untuk pengadaan kerangka dasar vertikal. Untuk keperluan pengikatan

kumpulan titik-titik yang telah diketahui atau ditentukan ketinggiannya ketinggian posisi vertikalnya bidang berupa rujukan

ketinggian, bila pada suatu wilayah tidak ditemukan TTG, maka bisa menggunakan ketinggian titik triangulasi sebagai ikatan yang mendekati harga ketinggian teliti

terhadap

tertentu.

Bidang

ketinggian

rujukan ini bisa berupa ketinggian muka air laut rata-rata (mean sea level - MSL) atau ditentukan lokal. Umumnya titik kerangka dasar vertikal dibuat menyatu pada satu pilar dengan titik kerangka dasar horizontal. Pengadaan jaring kerangka dasar vertikal dimulai oleh Belanda dengan menetapkan MSL di beberapa tempat dan diteruskan dengan pengukuran sipat datar teliti.

terhadap MSL.
Tabel 2. Tingkat Ketelitian Pengukuran Sipat Datar

Tingkat/ Orde I II III

K 3mm 6mm 8mm

Bakosurtanal, mulai akhir tahun 1970-an memulai upaya penyatuan sistem tinggi nasional dengan melakukan pengukuran sipat datar teliti yang melewati titik-titik kerangka dasar yang telah ada maupun pembuatan titik-titik baru pada kerapatan tertentu. Jejaring titik kerangka dasar vertikal ini disebut sebagai Titik Tinggi Geodesi (TTG). Hingga saat ini, pengukuran beda tinggi sipat datar masih merupakan cara Metode sipat datar optis adalah proses penentuan ketinggian dari sejumlah titik atau pengukuran perbedaan elevasi. Perbedaan yang dimaksud adalah perbedaan tinggi di Pengukuran tinggi adalah menentukan beda tinggi antara dua titik. Beda tinggi antara 2 titik dapat ditentukan dengan : 1. Metode pengukuran penyipat datar 2. Metode trigonometris 3. Metode barometri

3.2 Pengukuran sipat datar

pengukuran beda tinggi yang paling teliti. Sehingga ketelitian kerangka dasar vertikal (K) dinyatakan sebagai batas harga terbesar

62

atas air laut ke suatu titik tertentu sepanjang garis vertikal. Perbedaan tinggi antara titiktitik akan dapat ditentukan dengan garis sumbu pada pesawat yang ditunjukan pada rambu yang vertikal. Tujuan dari pengukuran penyipat datar adalah mencari beda tinggi antara dua titik yang diukur. Misalnya bumi, bumi

tabung harus di tengah setiap kali akan membaca skala rambu. Karena interval skala rambu umumnya 1 cm, maka agar kita dapat menaksir bacaan skala dalam 1 cm dengan teliti, jarak antara alat sipat datar dengan rambu tidak lebih dari 60 meter. Artinya jarak antara dua titik yang akan diukur beda tingginya tidak boleh lebih dari 120 meter dengan alat sipat datar ditempatkan di tengah antar dua titik

mempunyai permukaan ketinggian yang tidak sama atau mempunyai selisih tinggi. Apabila selisih tinggi dari dua buah titik dapat diketahui maka tinggi titik kedua dan seterusnya dapat dihitung setelah titik

tersebut dan paling dekat 3,00 m. Beberapa istilah yang digunakan dalam pengukuran alat sipat datar, diantaranya:

pertama diketahui tingginya.

Rambu belakang BTb

Rambu muka BTm

1
Arah Pengukuran
H1.2 = BTb - BTm
Gambar 45. Pengukuran sipat datar optis

Sebelum

digunakan

alat

sipat

datar

a. Stasion Stasion adalah titik dimana rambu ukur ditegakan; bukan tempat alat sipat datar ditempatkan. Tetapi pada pengukuran horizontal, stasion adalah titik tempat berdiri alat.

mempunyai syarat yaitu: garis bidik harus sejajar dengan garis jurusan nivo. Dalam keadaan di atas, apabila gelembung nivo tabung berada di tengah garis bidik akan mendatar. Oleh sebab itu, gelembung nivo

63

b. Tinggi alat Tinggi alat adalah tinggi garis bidik di atas tanah dimana alat sipat datar didirikan. c. Tinggi garis bidik Tinggi garis bidik adalah tinggi garis bidik di atas bidang referensi ketinggian

untuk menentukan ketinggian stasion tersebut. h. Seksi Seksi adalah jarak antara dua stasion yang berdekatan, yang sering pula

disebut slag. Istilah-istilah di atas dijelaskan pada gambar 46.

(permukaan air laut rata-rata) d. Pengukuran ke belakang Pengukuran ke belakang adalah

Keterangan Gambar 46: A, B, dan C = stasion: X = stasion antara Andaikan stasion A diketahui tingginya, maka: a. Disebut pengukuran ke belakang, b = rambu belakang; b. Disebut pengukuran ke muka, m =

pengukuran ke rambu yang ditegakan di stasion yang diketahui ketinggiannya, maksudnya untuk mengetahui tingginya garis bidik. Rambunya disebut rambu belakang. e. Pengukuran ke muka Pengukuran ke muka adalah

rambu muka. Dari pengukuran 1 dan 2, tinggi stasion B diketahui, maka: c. Disebut pengukuran ke belakang; d. Disebut pengukuran ke muka, stasion B disebut titik putar Jarak AB, BC dst masing-masing disebut seksi atau slag. Ti = tinggi alat; Tgb= tinggi garis bidik. Pengertian lain dari beda tinggi antara dua titik adalah selisih pengukuran ke belakang dan pengukuran ke muka. Dengan demikian akan diperoleh beda tinggi sesuai dengan ketinggian titik yang diukur.

pengukuran ke rambu yang ditegakan di stasion yang diketahui ketinggiannya, maksudnya untuk mengetahui tingginya garis bidik. Rambunya disebut rambu muka. f. Titik putar (turning point) Titik putar (turning point) adalah stasion dimana pengukuran ke belakang dan ke muka dilakukan pada rambu yang

ditegakan di stasion tersebut. g. Stasion antara (intermediate stasion) Stasion antara (intermediate stasion) adalah titik antara dua titik putar, dimana hanya dilakukan pengukuran ke muka

64

m m=b 3 1 2 4

m2

t1

Ta

Tb

t2

bidang referensi

Gambar 46. Keterangan pengukuran sipat datar

garis bidik mendatar b

ta

hAB = ta - b hAB

HA

B
HB bidang referensi

Gambar 47. Cara tinggi garis bidik

Berikut

adalah

cara-cara

pengukuran

Dengan demikian dengan mengukur tinggi alat, tinggi garis bidik dapat dihitung. Apabila pembacaan rambu di stasion lain diketahui, maka tinggi

dengan sipat datar, diantaranya: a. Cara kesatu Alat sipat datar ditempatkan di stasion yang diketahui ketinggiannya.

stasion ini dapat pula dihitung. Seperti pada gambar 47.

65

Keterangan gambar 47: ta T = tinggi alat di A = tinggi garis bidik

b. Cara kedua Alat sipat datar ditempatkan diantara dua stasion (tidak perlu segaris). Perhatikan gambar 48: hAB = a b hBA = b a Bila tinggi stasion A adalah HA, maka tinggi stasion B adalah: HB = HA + hAB = HA + a b = T b Bila tinggi stasion B adalah HB, maka tinggi stasion A adalah: HA = HB + hBA = HB + b a = T a c. Cara ketiga Alat sipat datar tidak ditempatkan

HA = tinggi stasion A b = bacaan rambu di B HB = tinggi stasion B hAB = beda tinggi dari A ke B = ta b untuk menghitung tinggi stasion B

digunakan rumus sbb: HB = T b HB = HA + ta b HB = HA + hAB Cara tersebut dinamakan cara tinggi garis bidik. Catatan: ta dapat dianggap hasil pengukuran ke belakang, karena stasion A diketahui tingginya. Dengan demikian beda tinggi dari A ke B yaitu hAB = ta b. Hasil ini menunjukan bahwa hAB adalah negatif (karena ta < b) sesuai dengan keadaan dimana stasion B lebih rendah dari stasion A. beda tinggi dari B ke A yaitu hBA = b t. Hasilnya adalah positif. Jadi apabila HB dihitung dengan rumus HB = HA + hAB hasilnya dari A. Dari catatan poin 1 dan 2 dapat disimpulkan bahwa hBA = -hAB agar diperoleh hasil sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. tidak sesuai dengan keadaan dimana B harus lebih rendah

diantara atau pada stasion. Perhatikan gambar 49: hAB = a b hBA = b a bila tinggi stasion C diketahui HC, maka: HB = HC + tc b = T b HA = HC + tc a = T a Bila tinggi stasion A diketahui, maka: HB = HA + hAB = HA + a - b Bila tinggi stasion B diketahui, maka: HA = HB + hAB = HB + b a

66

garis bidik mendatar

hAB = a - b A HA
Gambar 48. Cara kedua pesawat di tengah-tengah

hBA = b - a

HB
bidang referensi

garis bidik mendatar

tc C
T

0 A

HA

HB

HC

Gambar 49. Keterangan cara ketiga

Dari ketiga cara di atas, cara yang paling teliti adalah cara kedua, karena pembacaan a dan b dapat diusahakan sama teliti yaitu menempatkan alat sipat

datar tepat di tengah-tengah antara stasion A dan B (jarak pandang ke A sama dengan jarak pandang ke B).

67

Pada cara pertama pengukuran ta kurang teliti dibandingkan dengan

Yaitu semua titik yang ditempati oleh rambu ukur tersebut. Sipat datar memanjang dibedakan

pengukuran b, dan pada cara ketiga pembacaan a kurang teliti dibandingkan dengan pembacaan b. Selain itu,

menjadi: Memanjang terbuka, Memanjang keliling (tertutup), Memanjang sempurna, Memanjang pergi pulang, Memanjang double stand. 5. Sipat datar resiprokal Kelainan pada sipat datar ini adalah pemanfaatan konstruksi serta tugas nivo yang dilengkapi dengan skala terbuka terikat

dengan cara kedua hasil pengukuran akan bebas dari pengaruh kesalahankesalahan garis bidik, refraksi udara serta kelengkungan bumi. 3.2.1 Jenis-Jenis Pengukuran Sipat Datar Ada beberapa macam pengukuran sipat datar di antaranya: 4. Sipat datar memanjang. Digunakan apabila jarak antara dua stasion yang akan ditentukan beda tingginya sangat berjauhan (di luar jangkauan jarak pandang). Jarak antara kedua stasion tersebut dibagi dalam jarak-jarak pendek yang disebut seksi atau slag. Jumlah aljabar beda tinggi tiap slag akan menghasilkan beda tinggi antara kedua stasion tersebut. Tujuan pengukuran ini umumnya untuk mengetahui yang ketinggian dari titik-titik biasanya

pembaca dilakukan

bagi

pengungkitan nivo

yang

terhadap

tersebut.

Sehingga dapat dilakukan pengukuran beda tinggi antara dua titik yang tidak dapat dilewati pengukur. Seperti halnya sipat datar memanjang, maka hasil akhirnya adalah data ketinggian dari kedua titik tersebut. Seperti pada

gambar 50 : Perbedaan tinggi antara A ke B adalah hAB = {(a - b) + (a + b)}. Titik-titk C, A, B, dan D tidak harus berada pada satu garis lurus. Apabila jarak antara A dan B jauh, salah satu rambu (rambu jauh) diganti dengan target dan sipat datar yang digunkan adalah tipe jungkit.

dilewatinya

dan

diperlukan sebagai kerangka vertikal bagi suatu daerah pemetaan. Hasil akhir daripada pekerjaan ini adalah data ketinggian dari pilar-pilar sepanjang jalur pengukuran yang bersangkutan.

68

a'

b'

B C A

Gambar 50. Contoh pengukuran resiprokal

Apabila sekrup pengungkit dilengkapi skala untuk menentukan banyaknya putaran seperti nampak pada gambar 51, yang dicatat bukan kedudukan gelombang nivo akan tetapi banyaknya putaran ditentukan sekrup oleh pengungkit perbedaan yang bacaan

n1 = bacaan skala pengungkit pada saat garis bidik mengarah ke target atas. n2 = bacaan skala pengungkit pada saat garis bidik mengarah ke target bawah

skala yang diperoleh. Rumus yang digunakan untuk


Indek bacaan Sekrup pengungkit berskala

menghitung b adalah:

n n2 B = b0 + b1 = b0 + 0 i n1 n 2
Dimana: n0 = bacaan skala pengungkit pada saat gelombung nivo berada di tengah.
Gambar 51. sipat datar tipe jungkit

69

Catatan: Untuk memperoleh ketelitian ke tinggi, masing-

selanjutnya

dapat

diperhitungkan

banyaknya galian dan timbunan yang perlu dilakukan pada pekerjaan

lakukanlah

pengukuran

masing target berulang-ulang, misalkan 20x.

konstruksi.

C x

D x

A B
Gambar 52. Contoh pengukuran resiprokal

Pengukuran sebaiknya dilakukan pada keadaan cuaca yang berbeda, misalnya ukuran pertama pagi hari dan ukuran kedua sore hari. Hal ini dimaksudkan untuk memperkecil pengaruh refraksi udara. Untuk kesalahan kelengkungan sebaiknya memperkecil refraksi bumi, dilakukan pengaruh udara dan

Pelaksanaan pekerjaan ini dilakukan dalam dua bagian yang disebut sebagai sipat datar profil memanjang dan

melintang. Hasil akhir dari pengukuran ini adalah gambaran (profil) dari pada kedua jenis pengukuran tersebut dalam arah potongan tegaknya. Profil memanjang Maksud dan tujuan pengukuran profil memanjang adalah untuk menentukan ketinggian titik-titik sepanjang suatu garis rencana proyek irisan sehingga tegak garis dapat keadaan rencana

pengukuran bolak-balik.

Maksudnya, pertama kali alat ukur dipasang sekitar A kemudian dipindah ke tempat sekitar B seperti nampak pada gambar berikut ini: 6. Sipat datar profil. Pengukuran ini bertujuan untuk

digambarkan lapangan

sepanjang

proyek tersebut. Gambar irisan tegak keadaan rencana memanjang. lapangan proyek sepanjang disebut garis profil

mengetahui profil dari suatu trace baik jalan ataupun saluran, sehingga

70

Di lapangan, sepanjang garis rencana proyek dipasang patok-patok dari kayu atau beton yang menyatakan sumbu proyek. Patok-patok ini digunakan untuk pengukuran profil memanjang. Profil melintang Profil melintang diperlukan untuk

menghubungkan

titik-titik

yang

mempunyai ketinggian sama. Garis ini dinamakan kontur. Pada jenis pengukuran sipat datar ini yang paling diperlukan adalah

penggambaran profil dari suatu daerah pemetaan yang dilakukan dengan

mengetahui profil lapangan pada arah tegak lurus garis rencana atau untuk mengetahui profil lapangan ke arah yang membagi sudut sama besar antara dua garis rencana yang berpotongan. Apabila profil melintang yang dibuat mempunyai jarak pendek ( 120 m), maka pengukurannya dapat dilakukan dengan cara tinggi garis bidik. Apabila panjang, memanjang. 7. Sipat datar luas Untuk merencanakan bangunandilakukan seperti profil

mengambil ketinggian dari titik-titik detail di daerah tersebut dan dinyatakan

sebagai wakil daripada ketinggiannya, sehingga dengan melakukan interpolasi diantara ketinggian yang ada, maka dapat ditarik garis-garis konturnya di atas peta daerah pengukuran tersebut. Cara pengukurannya adalah dengan cara tinggi garis bidik. Agar pekerjaan pengukuran berjalan lancar maka pilihlah tempat alat ukur sedemikian rupa,

hingga dari tempat ini dapat dibidik sebanyak mungkin titik-titik di sekitarnya. 3.2.2 Ketelitian pengukuran sipat datar

bangunan, ada kalanya ingin diketahui keadaan tinggi rendahnya permukaan tanah. Oleh sebab itu dilakukan

Dalam pengukuran sipat datar akan pasti mengalami kesalahan-kesalahan yang pada garis besarnya dapat digolongkan ke dalam kesalahan yang sifatnya sistimatis

pengukuran sipat datar luas dengan mengukur sebanyak mungkin titik detail. Kerapatan dan letak titik detail diatur sesuai dengan kebutuhannya. Apabila makin rapat titik detail pengukurannya maka akan mendaptkan tanah yang gambaran lebih baik. akan yang

(Systematic errors) dan kesalahan yang sifatnya kebetulan (accidental errors). Kesalahan-kesalahan sistematis adalah yang tergolong

kesalahan-kesalahan

permukaan Bentuk dilukiskan

yang telah diketahui penyebabnya dan dapat diformulasikan ke dalarn rumus

permukaan oleh

tanah

garis-garis

matematika maupun fisika tertentu.

71

Misalnya, kesalahan

kesalahan yang

Untuk

mengetahui

apakah

pengukuran dan untuk

terdapat pada alat ukur yang digunakan antara lain kesalahan garis bidik, kesalahan garis nol skala rambu; kesalahan karena faktor alam antara lain refraksi udara dan kelengkungan bumi. Kesalahan - kesalahan yang tergolong kebetulan adalah kesalahan-kesalahan yang tidak dapat dihindarkan dan pengaruhnya tidak dapat ditentukan, akan tetapi orde besarnya biasanya kecil-kecil saja serta kemungkinan positif dan negatifnya sama besar. Misalnya, kesalahan menaksir bacaan pada skala rambu, menaksir letak gelembung nivo di tengah. Karena kesalahan sistimatik bersifat menumpuk (akumulasi), maka hasil pengukuran harus dibebaskan dari

harus diulangi atau tidak

mengetahui baik tidaknya pengukuran sipat datar (memanjang), maka ditentukan batas harga kesalahan terbesar yang masih dapat diterima yang dinamakan toleransi

pengukuran. Angka toleransi dihitung dengan rumus: T=K Dimana : T = toleransi dalam satuan milimeter K = konstanta yang menunjukan tingkat ketelitian pengukuran dalam satuan milimeter D = Jarak antara dua titik yang diukur dalam satuan kilometer 3.2.3 Syarat-syarat alat sipat datar

kesalahan sistematis tersebut. Cara yang dapat ditempuh yaitu dengan memberikan koreksi terhadap hasilnya atau dengan caracara pengukuran tertentu. Misalnya, untuk menghilangkan pengaruh kesalahan garis bidik, refraksi udara dan kelengkungan bumi, alat sipat datar harus ditempatkan tepat di tengah antara dua rambu (jarak ke rambu belakang dan ke rambu muka harus dibuat sama besar). Dengan demikian hasil pengukuran hanya dipengaruhi kebetulan. kesalahan yang sifatnya

Pengukuran sipat datar memerlukan dua alat utama yaitu sipat datar dan rambu ukur alat sipat datar. Biasanya alat ini dilengkapi dengan nivo yang sipatan berfungsi mendatar untuk dari

mendapatkan

kedudukan alat dan unting-unting untuk mendapatkan kedudukan alat tersebut di atas titik yang bersangkutan. a. Pesawat Sipat Datar Pesawat sipat datar yang kita gunakan dapat ditemukan pada beberapa alat berikut.

72

1. Dumpy Level Kelebihan dari alat sipat datar ini yaitu teleskopnya hanya bergerak pada suatu bidang yang menyudut 90 terhadap sumbu rotasinya. Alat ini adalah alat yang paling sederhana. Bagian dari alat ini meliputi: Landasan alat Landasan alat ini terletak di atas dari tripod (statif) dan merupakan

Teropong

ini

dilengkapi

dengan

sekumpulan peralatan optis dan peralatan untuk dapat memperbesar bayangan, reticule dengan benang diafragma, serta peralatan penyetel lainnya. Nivo Pada alat ukur sipat datar ini

umumnya terdapat dua buah nivo. Dari jenis kotak yang terletak pada tribach dan jenis tabung yang

landasan datar tempat alat ukur tersebut diletakan dan diatur

terletak di atas teropong. Nivo kotak tersebut digunakan untuk

sebelum melakukan pengukuran. Sekrup penyetel Sekrup penyetel berfungsi untuk mendatarkan alat ukur di atas

mendatarkan bidang nivo dari alat tersebut, yaitu agar tegak lurus pada garis grafvitasi dan nivo tabung digunakan untuk mendatarkan

landasan alat tersebut, juga untuk mendatarkan sebuah bidang nivo yaitu bidang yang tegak lurus

teropong pada jurusan bidikan.

terhadap garis gaya gravitasi. Tribach Tribach adalah platform ataupun penghubung statip dan alat sipat datar. Teropong Teropong ini duduk di atas tribach dan kedudukan mendatarnya diatur oleh ketiga sekrup penyetel yang terdapat pada tribach diatas.

73

Gambar 53. Dumpy level

Tipe kekar terdiri dari: 1) Teropong, 2) Nivo tabung, 3) Skrup koreksi/pengatur nivo, 4) Skrup koreksi/pengatur diafragma (4 buah), 5) Skrup pengunci gerakan horizontal, 6) Skrup kiap (umumnya 3 buah), 7) Tribrach, penyangga sumbu kesatu dan teropong, 8) Trivet, dapat dikuncikan pada statip 9) Kiap (leveling head), terdiri dari tribrach dan trivet, 10) Sumbu kesatu (sumbu tegak) , 11) Tombol focus

2. Tipe Reversi ( Reversible level ) Kelebihan dari sipat datar ini yaitu pada teropong terdapat nivo reversi dan teropong mempunyai sumbu mekanis. Pada type ini teropong dapat diputar sepanjang sumbu mekanis sehingga nivo tabung letak dibawah teropong. Karena nivo tabung mempunyai dua permukaan maka dalam posisi demikian gelembung nivo akan nampak.

Disamping itu teropong dapat diungkit sehingga garis bidik bisa mengarah keatas, kebawah maupun mendatar.

74

Tipe Reversi terdiri dari: 1) Teropong, 2) Nivo reversi (mempunyai dua

permukaan), 3) Skrup koreksi/pengatur nivo 4) Skrup koreksi/pengatur diafragma, 5) Skrup pengunci gerakan horizontal,
Gambar 54. Tipe reversi

6) Skrup kiap,

75

7) Tribrach, 8) Trivet, 9) Kiap, 10) Sumbu kesatu (sumbu tegak), 11) Tombol focus, 12) Pegas, 13) Skrup pengungkit teropong, 14) Skrup pemutar, 15) Sumbu mekanis, 3. Tilting Level Perbedaan tilting level dan dumpy level adalah teleskopnya tidak dapat dipaksa bergerak sejajar dengan plat paralel di atas. Penyetelan pesawat ungkit ini lebih mudah dibandingkan dengan

Teropong Teropong yang terdapat pada alat ukur ini sama dengan pada alat ukur dumpy level ataupun teropong pada umumnya. Nivo Demikian pula nivo yang terletak di atas teropong tersebut mempunyai fungsi yang sama dengan yang terdapat pada alat-alat lainnya.

dumpy level. Kelebihan dari pesawat tilting level yaitu teropongnya dapat diungkit naik turun terhadap sendinya, dan mempunyai dua nivo yaitu nivo kotak dan nivo tabung. Dalam tilting level terdapat sekrup pengungkit teropong dan hanya terdiri dari tiga bagian saja. Bagian dari alat ini, diantaranya: Dudukan alat Pada bagian alat ini dapat berputar terhadap sumbu vertikal alat, yaitu dengan tersedianya bola dan soket diantara landasan statif dan tribach tersebut. Berbeda dengan tipe reversi, pada tipe ini teropong dapat diungkit dengan skrup pengungkit.
Gambar 55. Dua macam tilting level

76

Gambar 56. Bagin-bagian dari tilting level

Keterangan : 1. Teropong, 2. Nivo tabung, 3. Skrup koreksi/pengatur nivo, 4. Skrup koreksi/pengatur diagram, 5. Skrup pengunci gerakan horizontal, 6. Skrup kiap, 7. Tribrach, 8. Trivet, 9. Kiap (leveling head), 10. Sumbu kesatu (sumbu tegak), 11. Tombol focus, 12. Pegas, 13. Skrup pengungkit teropong,

4. Automatic Level Pada alat ini yang otomatis adalah sistem pengaturan garis bidik yang tidak lagi bergantung pada nivo yang terletak di atas teropong. Alat ini hanya

mendatarkan bidang nivo kotak melalui tiga sekrup penyetel dan secara

otomatis sebuah bandul menggantikan fungsi nivo tabung dalam mendatarkan garis nivo ke target yang dikehendaki. Bagian-bagian dari alat sipat datar otomatis diantaranya: kip bagian bawah (sebagai landasan pesawat yang

menumpu pada kepala statif), sekrup

77

penyetel kedataran (untuk menyetel nivo), teropong, nivo kotak (sebagai pedoman yang penyetelan lurus rambu nivo), kesatu

tegak

lingkaran

mendatar (skala sudut), dan tombol pengatur fokus (menyetel ketajaman gambar objek). Keistimewaan utama dari penyipat datar otomatis adalah garis bidiknya yang melalui tengah sumbu perpotongan selalu optik benang silang

horizontal alat

meskipun tidak
Gambar 57. Instrumen sipat datar otomatis

tersebut

horizontal.

Gambar 58. Bagian-bagian dari sipat datar otomatis

78

Keterangan : 1. Teropong, 2. Kompensator, 3. Skrup koreksi/ pengatur diafragma, 4. Skrup pengunci gerakan horizontal, 5. Skrup kiap, 6. Tribrach, 7. Trivet, 8. Kiap (leveling head/base plate), dan 9. Tombol focus. Ketepatan penggunaan dari keempat alat sipat datar diatas yaitu sama-sama digunakan untuk pengukuran kerangka dasar vertikal, dimana kegunaan dari keempat alat di atas yaitu hanya untuk memperoleh informasi beda tinggi yang relatif akurat pada pengukuran di suatu lapangan. b. Rambu Ukur Rambu untuk pengukuran sipat datar (leveling) diklasifikasikan ke dalam 2 tipe, yaitu: 1. Rambu sipat datar dengan

bidik

dengan

permukaan

tanah.

Rambu ukur terbuat dari kayu atau campuran logam alumunium.

Ukurannya, tebal 3 cm 4 cm, lebarnya 10 cm dan panjang 2 m, 3 m, 4 m, dan 5 m. Pada bagian bawah diberi sepatu, agar tidak aus karena sering dipakai. Rambu ukur dibagi dalam skala, angka-angka menunjukan ukuran dalam desimeter. Ukuran desimeter dibagi dalam sentimeter oleh E dan oleh kedua garis. Oleh karena itu, kadang disebut rambu E. Ukuran meter yang dalam rambu ditulis dalam angka romawi. Angka pada rambu ukur tertulis tegak atau

terbalik. Pada bidang lebarnya ada lukisan milimeter dan diberi cat merah dan hitam dengan cat dasar putih agar saat dilihat dari jauh tidak menjadi silau. Meter teratas dan meter terbawah berwarna hitam, dan meter di tengah dibuat

pembacaan sendiri a) Jalon b) Rambu sipat datar sopwith c) Rambu sipat datar bersendi d) Rambu sipat datar invar 2. Rambu sipat datar sasaran Rambu ukur diperlukan untuk

berwarna merah. Fungsi rambu ukur adalah sebagai alat bantu dalam menentukan beda tinggi dan mengukur jarak dengan menggunakan pesawat. Rambu

ukur biasanya dibaca langsung oleh pembidik.

mempermudah/membantu mengukur beda tinggi antara garis

79

Pada

pengukuran

tinggi

dengan

cara

trigonometris ini, beda tinggi didapatkan secara tidak langsung, karena yang diukur di sini adalah sudut miringnya atau sudut zenith. Bila jarak mendatar atau jarak miring diketahaui memakai dihitunglah atau diukur, maka dengan geometris hendak

hubungan-hubungan beda tinggi yang

ditentukan itu. Bila jarak antara kedua titik yang hendak ditentukan beda tingginya tidak jauh, maka kita masih dapat menganggap bidang nivo
Gambar 59. Rambu ukur

sebagai bidang datar. Akan tetapi bila jarak yang dimaksudkan itu

3.3 Pengukuran trigonometris


Metode trigonometris prinsipnya adalah

jauh, maka kita tidak boleh lagi memisahkan atau mengambil bidang nivo itu sebagai bidang datar, tetapi haruslah bidang nivo itu dipandang sebagai bidang lengkung, Di samping itu kita harus pula menyadari bahwa jalan sinarpun bukan merupakan garis lurus, tetapi merupakan garis

mengukur jarak langsung (jarak miring), tinggi alat, tinggi benang tengah rambu dan sudut vertikal (zenith atau inklinasi) yang kemudian direduksi menjadi informasi beda tinggi menggunakan alat theodolite. Seperti telah dibahas sebelumnya, beda tinggi antara dua titik dihitung dari besaran sudut tegak dan jarak. Sudut tegak

lengkung. Jadi jika jarak antara kedua titik yang akan ditentukan beda tingginya itu jauh, maka bidang nivo dan jalan sinar tidak dapat dipandang sebagai bidang datar dan garis lurus, tetapi haruslah lengkung dipandang dan garis

diperoleh dari pengukuran dengan alat theodolite sedangkan jarak diperoleh atau terkadang diambil jarak dari peta.

sebagai lengkung.

bidang

80

BT
dm

i ta A dAB
Gambar 60. Contoh pengukuran trigonometris

H B

AB

i dab HAB

: Inklinasi (sudut miring) : dm . cos i : dm . sin I + ta BT

HAB = (TB + TB) + BB TB = D tan m + t 1 cot z + t-1 HAB = Dm sin m + t 1 = Dm cos z + t 1 Sudut tegak ukuran perlu mendapat koreksi sudut refraksi dan bidang-bidang nivo

Titik A dan B akan ditentukan beda tingginya dengan cara trigonometris. Prosedur

pengukuran dan perhitungannya adalah sebagai berikut: Tegakkan theodolite di A, ukur tingginya sumbu mendatar dari A. Misalkan t, Tegakkan target di B, ukur tingginya target dari B, misalkan l, Ukur sudut tegak m (sudut miring) atau z (sudut zenith), Ukur jarak mendatar D atau Dm (dengan EDM), dan Dari besaran-besaran yang diukur, maka:

melalui A dan B harus diperhitungkan sebagai permukaan yang melengkung

apabila beda tinggi dan jarak AB besar dan beda tinggi akan ditentukan lebih teliti. Lapisan udara dari B ke A akan berbeda kepadatannya karena sinar cahaya yang datang dari target B ke teropong theodolite akan melalui garis melengkung. Makin dekat ke A makin padat. Dengan adanya

kesalahan karena faktor alam tersebut di atas hitungan beda tinggi perlu mendapat koreksi.

81

Gambar 61. Gambar koreksi trigonometris

Keterangan: z = sudut zenith ukuran z = sudut zenith yang betul

h AB = D cot z '+t 1 +
Dimana: k

1 k D2 2R

m = sudut miring ukuran m = sudut miring yang betul r 0 = sudut refraksi udara = pusat bumi

= koefisien refraksi udara = 0.14

R = jari-jari bumi 6370 km Besarnya sudut refraksi udara r dapat dihitung dengan rumus: R = rm . Cp . Ct

D = jarak (mendatar) Dari gambar 61: hAB = (TB + BB) + BB + BB TB


2 hAB = D tan m + D + t 1 2R

rm = sudut refraksi normal pada tekanan udara 760 mmHg, temperatur udara 100C dan kelembaban nisbi 60% Cp =

atau

h AB = D tan(m'r ) +
hAB = D tan(m' r ) +

D2 + t 1 2R

P ; P = tekanan udara di A 760


dalam mmHg

D2 + t 1 2R
1 k D2 2R

Ct =

atau

h AB = D tan m'+t 1 +

283 ; t = temperatur udara 273 + t


di A dalm mmHg 0C

82

Agar beda tinggi yang didaptkan lebih baik, maka pengukuran harus dilakukan bolakbalik. Kemudian hasilnya dirata-ratakan, dapat pula beda tinggi dihitung secara serentak dengan rumus:

Pada prinsipnya menghitung beda tinggi pada suatu wilayah yang relatif sulit dicapai karena kondisi alamnya dengan bantuan pembacaan tekanan udara atau atmosfer menggunakan alat barometer

H + HB h AB = D1 + A tan 1 (m' 2 m'1 ) 2 2R


dimana: HA dan HB tinggi pendekatan A dan B (dari peta topografi) m1, m2 sudut miring ukuran di A dan B t dan 1 dibuat sama tinggi.

3.4 Pengukuran barometris


Gambar 62. Bagian-bagian barometer

Metode

barometris

prinsipnya

adalah Dari ketiga metode di atas yang keuntungannya lebih besar ialah alat sipat datar, karena setiap ketinggian berbedabeda dan tekanan berbeda-beda maka hasil pengukurannya pun berbeda-beda.

mengukur beda tekanan atmosfer suatu ketinggian menggunakan alat barometer yang kemudian direduksi menjadi beda tinggi. Pengukuran mudah ketelitian dengan barometer relatif

dilakukan,

tetapi

membutuhkan yang lebih

Pengukuran sipat datar KDV maksudnya adalah pembuatan serangkaian titik-titik di lapangan yang diukur ketinggiannya melalui pengukuran beda tinggi untuk pengikatan ketinggian titik-titik lain yang lebih detail dan banyak. Tujuan pengukuran sipat datar KDV

pembacaan

dibandingkan dua metode lainnya, yaitu metode alat sipat datar dan metode

trigonometris Hasil dari pengukuran barometer ini

adalah untuk memperoleh informasi tinggi yang relatif akurat di lapangan yang

bergantung pada ketinggian permukaan tanah juga bergantung pada temperatur udara, kelembapan, dan kondisi-kondisi

sedemikian rupa sehingga informasi tinggi pada daerah yang tercakup layak untuk diolah sebagai informasi yang lebih

cuaca lainnya.

83

kompleks. Referensi informasi ketinggian diperoleh melalui suatu pengamatan di tepi pantai yang dikenal pasut. dengan Pengamatan nama ini

Menurut hukum Boyle dan Charles: P . V = R . T..........................................1 Dimana: P= tekanan gas (udara) persatuan masa, dalam satuan Newton/m2 V= volume gas (udara) persatuan masa, dalam satuan m3 R= T= konstanta gas (udara) temperatur gas (udara) dalam satuan kelvin (00C = 2730K). Disamping itu, karena antara massa m dengan volume V dan kepadatan

pengamatan

dilakukan dengan menggunakan alat-alat sederhana yang bekerja secara mekanis, manual, dan elektronis. Pengukuran sipat datar KDV diawali dengan mengidentifikasi kesalahan sistematis dalam hal ini kesalahan bidik alat sipat datar optis melalui suatu pengukuran sipat datar dalam posisi 2 stand.

mempunyai hubungan: M=V. Maka untuk satu satuan masa, V = 1/. Dengan demikian rumus di atas akan menjadi: P = . R . T....................2 Bila perubahan tekanan udara adalah dp untuk satu satuan luas sesuai dengan perubahan tinggi dh, maka: Dp = - g . . dh..............3
Gambar 63. Barometer

Dimana g = percepatan gaya berat, = kepadatan udara. Kombinasi rumus 2 dan 3 akan memberikan: Dh = Bila P1 adalah

Peristiwa alam menunjukan bahwa semakin tinggi suatu tempat maka semakin kecil tekanannya. Hubungan antara tekanan dan ketinggian bergantung pada temperatur, kelembaban dan percepatan gaya gravitasi. Secara sederhana kita dapat menentukan hubungan antara perubahan tekanan

RT dp ............4 g p
tekanan udara pada

ketinggian H1 dan P2 adalah tekanan pada ketinggian H2, maka dengan menggunakan rumus 4

dengan perubahan tinggi.

84

RT dp h = dh = H 2 H 1 = g p H1 P 1
Karena

H2

P2

s = 1.2928 kg/m3 pada temperatur 00C dan tekanan 760 mmHg gs = 9.80665 N/kg dimuka laut pada suatu lintang 450 Ts = 00C = 2730K Maka :

R T akan g

merupakan

konstanta, maka:

h=

RT g

P2

dp p P 1

h = (18402.6)m
Dimana:

p T log( 2 ) ..................8 Ts p1

h=

RT g{ln P2 ln P1 }

P2 = tekanan udara pada ketinggian H2 dalam mmHg P1 = tekanan udara pada ketinggian H1 dalam mmHg T = temperatur udara rata-rata pada ketinggian H1 dan H2 dalam 0K Ts = temperatur udara standar = 2730K Prosedur pengukuran: Ada beberapa metode pengukuran yang dapat dilakukan, namun disini kita akan bahas dua metode, yaitu: metode pengukuran tunggal (single observation) metode pengukuran simultan

P RT log( 2 ) , M = modulus log. h= M g P1


Brigg = 0.4342945.......................................5 Harga konstanta R dapat ditentukan

besarnya, apabila kita menentukan harga standar untuk p = ps , = s dan T = Ts. Dari rumus 2:

R=

ps ...................................................6 s Ts

Subtitusikan harga R persamaan 6 kedalam persamaan 5:

ps h = M g s s

p T log 2 ..................7 p T 1 s

(simultaneous observation) 1. Pengukuran tunggal Misalkan titik-titik A, B, C, D akan ditentukan beda-beda tingginya. Alat ukur yang digunakan satu alat barometer dan satu alat thermometer.

Bila diambil harga standar sbb: Ps = 101325 N/m2 yang sesuai dengan tekanan 760
0

mmHg

pada

temperatur 0 C dan g = 9.80665 N/kg

85

D B A C

Gambar 64. Pengukuran tunggal

Misal titik A telah diketahui tingginya. Pertama sekali catat tekanan dan temperatur udara di A. Kemudian kita berjalan menuju titik B, C, D dan kemudian kembali ke C, B, dan A. Pada titik-titik yang dilalui tadi (B, C, D, C, B, A) kita catat pula tekanan dan temperatur udaranya. Dengan pencatatan besaran-

2. Pengukuran simultan Pada metode simultan, pencatatan

tekanan dan temperatur udara di dua titik yang ditentukan beda tingginya dilakukan pada saat bersamaan. Maksudnya untuk mengeliminir

kesalahan karena perubahan kondisi atmosfir. Alat barometer dan thermometer yang digunakan adalah dua buah. Barometer dan thermometer pertama ditempatkan di titik yang diketahui tingginya

besaran tekanan dan temperatur di setiap titik, dengan rumus 8 dapat dihitung beda-beda tingginya. Dan dari ketinggian A dapat dihitung ketinggian B, C, dan D. Dalam keadaan atmosfir yang sama idealnya pencatatan di setiap titik

sedangkan yang lain dibawa ke titik-titik yang akan diukur. Prosedur pengukuran: Buat jadwal waktu penacatatan. Misalkan t0, t1, t2, t3, t4, t5, t6. Alat-alat pertama (I) ditempatkan di A, dan alat-alat kedua (II) berjalan dari A-B-C-D-C-B-A.

dilakukan, namun pada pengukuran tunggal hal ini tidak mungkin dilakukan. Sehingga pencatatan mengandung

kesalahan akibat perubahan kondisi atmosfir.

86

t4 t6 t7

D
t5 t3

B
t1

C
t2

Gambar 65. Pengukuran Simultan

Pada pukul t0, catat tekanan dan temperatur di A (I) dan A (II) Pada pukul t1, catat tekanan dan temperatur di A (I) dan B (II) Pada pukul t2, catat tekanan dan temperatur di A (I) dan C (II) Pada pukul t3, catat tekanan dan temperatur di A (I) dan D (II) Pada pukul t4, catat tekanan dan temperatur di A (I) dan D (II) Pada pukul t5, catat tekanan dan temperatur di A (I) dan C (II) Pada pukul t6, catat tekanan dan temperatur di A (I) dan B (II) Pada pukul t7, catat tekanan dan temperatur di A (I) dan A (II) Dari pencatatan di A dan titik-titik lain dapat ditentukan beda tinggi terhadap A. Dengan demikian beda tinggi antara dua titik yang

Catatan: 1. Rumus 8 dapat ditulis lain:

h = (18402.6)(1 + t ) log(
Dimana:

p2 ) ....9 p1

T dinyatakan dalam satuan 0C

1 = 0.003663 273

2. Apabila dimisalkan untuk tinggi H = 0, tekanannya adalah p = 739 mmHg maka rumus umum untuk menghitung tinggi adalah: Hi = (18402.6) (1 + 0.003663 t) log (

739 ) pi
dihitung dengan rumus 10

Tinggi

disebut tinggi hitungan dan digunakan untuk menghitung beda tinggi. 3. Rumus berikut ini, akan memberikan hasil h yang lebih baik, karena harga g yang digunakan disesuaikan dengan

berdekatan dapat diketahui.

87

ketinggian

dan

lintang

tempat

pengamatan. Sedangkan pada rumus 8 harga g yang digunakan adalah harga g pada ketinggian nol dan lintang 450 H = - [18402.6] (1 + t) (1 +

2H ) R

(1 + cos 2 log ( Dimana:

p2 ).......................11 p1

2H = H1+H2 (harga pendekatan) R = jari-jari bumi ( 6370 km) = lintang tempat pengamatan rata-rata = (1 +2 ) = 2.64399 x 10-3

88

Model Diagram Alir Ilmu Ukur Tanah Pertemuan ke-03 Model Diagram Alir Penjelasan Metode-Metode Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal Dosen Penanggung Jawab : Dr.Ir.Drs.H.Iskandar Muda Purwaamijaya, MT

Orde - 1 Benang Tengah Rambu Belakang Daerah Datar ( 0 - 15 %) Metode Sipat Datar Benang Tengah Rambu Muka

Tinggi Alat Orde - 2 Jarak langsung Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal Daerah Bukit (15 - 45 %) Metode Trigonometris Benang Tengah

Sudut Vertikal (Inklinasi/ Zenith)

Orde - 3

Tekanan Udara di Titik i Tekanan Udara di Titik j

Daerah Gunung ( > 45 %)

Metode Barometris

Gravitasi di Titik i

Massa Jenis Cairan

Gravitasi di Titik j

Gambar 66. Model diagram alir pengukuran kerangka dasar vertikal

89

Rangkuman

Berdasarkan uraian materi bab 3 mengenai pengukuran kerangka dasar vertikal, maka dapat disimpulkan sebagi berikut: 1. Kerangka dasar vertikal merupakan kumpulan titik-titik yang telah diketahui atau ditentukan posisi vertikalnya berupa ketinggiannya terhadap bidang rujukan ketinggian tertentu. 2. Pengukuran tinggi merupakan penentuan beda tinggi antara dua titik. Pengukuran beda tinggi dapat ditentukan dengan tiga metode, yaitu: Metode pengkuran penyipat datar Metode trigonometris Metode barometris.

3. Pengukran beda tinggi metode sipat datar optis adalah proses penentuan ketinggian dari sejumlah titik atau pengukuran perbedaan elevasi. Tujuan dari pengukuran penyipat datar adalah mencari beda tinggi antara dua titik yang diukur. Pengkuran sipat datar terdiri dari beberapa macam, yaitu: Sipat datar memanjang Sipat datar resiprokal Sipat datar profil Sipat datar luas

4. Pengukuran beda tinggi metode trigonometris prinsipnya yaitu mengukur jarak langsung (jarak miring), tinggi alat, tinggi benang tengah rambu dan sudut vertikal (zenith atau inklinasi) yang kemudian direduksi menjadi informasi beda tinggi menggunakan alat theodolite. 5. Pengukuran beda tinggi metode barometris prinsipnya adalah mengukur beda tekanan atmosfer suatu ketinggian menggunakan alat barometer yang kemudian direduksi menjadi beda tinggi. 6. Tingkat ketelitian yang paling tinggi dari ketiga metode tersebut adalah sipat datar kemudian trigonometris dan terakhir adalah barometris. Pada prinsipnya ketiga metode tersebut layak dipakai bergantung pada situasi dan kondisi lapangan.

90

Soal Latihan
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini ! 1. Apa yang dimaksud dengan kerangka dasar vertikal ? 2. Jelaskan apa yang anda ketahui tentang pengukuran beda tinggi metode sipat datar optis ! 3. Apa yang dimaksud dengan pengukuran tinggi dan bagaimana cara mencari beda tingginya ? 4. Sebutkan dan jelaskan macam-macam pengukuran sipat datar ? 5. Sebutkan macam-macam sipat datar memanjang ! 6. Sebutkan bagian-bagian pesawat sipat datar tipe dumpy level lengkap beserta gambarnya ! 7. Jelaskan prinsip pengukuran beda tinggi metode trigonometris dan metode barometris yang anda ketahui ! 8. Sebutkan prosedur pengukuran dan penurunan rumus trigonometris lengkap dengan gambarnya ! 9. Dari ketiga metode pengukuran beda tinggi, manakah yang mempunyai tingkat ketelitian paling tinggi dan jelaskan alasannya ! 10. Jelaskan kelebihan dari alat sipat datar tipe dumpy level, automatic level, tilting level, dan tipe reversi ? beda tinggi metode

91

4. Pengukuran Sipat Datar Kerangka Dasar Vertikal


diketahui/diukur prinsip sipat datar. Pengukuran menggunakan sipat datar optis yang adalah pengukuran tinggi garis bidik alat sipat datar di lapangan melalui rambu ukur. Rambu ukur ini berjumlah 2 buah masingmasing didirikan di atas dua patok/titik yang merupakan jalur pengukuran. Alat sipat datar optis kemudian diletakan di tengahtengah antara rambu belakang dan muka. Alat sipat datar diatur sedemikian rupa sehingga teropong sejajar dengan nivo yaitu dengan mengetengahkan gelembung nivo. Setelah gelembung nivo di ketengahkan (garis arah nivo harus tegak lurus pada sumbu kesatu) barulah di baca rambu belakang dan rambu muka yang terdiri dari bacaan benang tengah, atas dan bawah. Beda tinggi slag tersebut pada dasarnya adalah telah kita tahu bahwa pengurangan Benang Tengah belakang (BTb) dengan Benang Tengah muka (BTm). Pengukuran beda tinggi dengan cara sipat datar dapat memberikan hasil lebih baik dibandingkan dengan cara-cara trigonometris dan barometris, maka titik-titik kerangka dasar vertikal diukur dengan sipat datar. Pengukuran sipat datar kerangka dasar vertikal maksudnya adalah pembuatan serangkaian titik-titik di lapangan yang dengan menggunakan

4.1

Tujuan dan sasaran pengukuran sipat datar kerangka dasar vertikal


Ukur Tanah adalah ilmu

Ilmu

mempelajari pengukuran-pengukuran yang diperlukan untuk menentukan letak relatife titik-titik diatas, pada atau dibawah permukaan tanah, atau sebaliknya, ialah memasang titik-titik dilapangan. Letak titiktitik yang ditentukan adalah berguna pada kompliming peta atau untuk menentukan garis-garis atau jalur-jalur dan kemiringankemiringan konstruksi pada pekerjaan teknik sipil. Pengukuran-pengukuran ini dilakukan pada daerah yang relatife sempit, dimana tidak perlu dilibatkan adanya faktor kelengkungan bumi diperhitungkan, termasuk dalam Ilmu Geodesi Tinggi. Sebagaimana

permukaan bumi ini tidak tentu, artinya tidak mempunyai pemukaan yang sama tinggi, maka tinggi titik kedua tersebut dapat di hitung, yaitu apabila titik pertama telah diketahui tingginya. Tinggi titik pertama (h1) dapat di definisikan, sebagai koordinat lokal ataupun terikat dengan titik yang lain yang telah diketahui tingginya, Sedangkan selisih tinggi atau lebih dikenal dengan beda tinggi (h) dapat

92

diukur ketinggiannya melalui pengukuran beda tinggi untuk pengikatan ketinggian titiktitik lain yang lebih detail dan banyak. Tujuan pengukuran sipat datar kerangka dasar vertikal adalah untuk memperoleh informasi lapangan tinggi yang relatif rupa akurat di
Gambar 67. Proses pengukuran

sedemikian

sehingga

informasi tinggi pada daerah yang tercakup layak untuk diolah sebagai informasi yang layak kompleks. Referensi informasi ketinggian diperoleh melalui suatu pengamatan di tepi pantai yang dikenal dengan nama pengamatan Pasut. bekerja Pengamatan alat-alat secara pasut dilakukan yang dan menggunakan elektronis. Tinggi permukaan air laut direkam pada interval waktu tertentu dengan bantuan pelampung baik dalam kondisi air laut pasang maupun surut. Pengamatan permukaan air laut pada 4.2.1 Peralatan yang digunakan : 1. Alat sipat datar optis Pada dasarnya alat sipat datar terdiri dari bagian utama sebagai berikut: a. Teropong berfungsi untuk membidik rambu (menggunakan garis bidik) dan memperbesar bayangan rambu. b. Nivo tabung diletakan pada teropong berfungsi mengatur agar garis bidik mendatar. Terdiri dari kotak gelas yang diisi alkohol. Bagian kecil kotak tidak berisi zat cair sehingga kelihatan ada gelembung. Nivo akan terletak sederhana manual Arah Pengukuran
Gambar 68. Arah pengukuran Rambu Belakang Rambu Muka

mekanis,

4.2 Peralatan, bahan, dan formulir pengukuran sipat datar kerangka dasar vertikal

interval tertentu kemudian diolah dengan bantuan ilmu statistik sehingga diperoleh informasi mengenai tinggi muka air laut ratarata atau sering dikenal dengan istilah Mean Sea Level (MSL). MSL ini berdimensi meter dan merupakan referensi ketinggian bagi titik-titik lain di darat.

93

tegak lurus pada garis tengah vertikal bidang singgung di titik tengah bidang lengkung atas dalam nivo mendatar. c. Kiap (leveling head/base plate), kiap

terdapat (nivo

sekrup-sekrup tabung) yang

(umumnya tiga buah) dan nivo kotak semuanya digunakan untuk menegakkan sumbu kesatu (sumbu tegak) teropong. d. Sekrup pengunci (untuk mengunci gerakan teropong kekanan/ kiri). 2. Rambu ukur 2 buah e. Lensa okuler (untuk memperjelas Rambu ukur dapat terbuat dari kayu, campuran alumunium yang diberi skala objektif/ diafragma halus (untuk (untuk pembacaan. Ukuran lebarnya 4 cm, panjang antara 3m-5m pembacaan dilengkapi dengan angka dari meter, desimeter, sentimeter, dan milimeter. benang). f. Lensa
Gambar 69. Alat sipat datar

memperjelas benda/ objek). g. Sekrup penggerak membidik sasaran). h. Vizir (untuk mencari/ membidik kasar objek). i. Statif atas. (tripod) berfungsi untuk

menyangga ketiga bagian tersebut di

Gambar 70. Rambu ukur

94

4. Unting-Unting Unting-unting terbuat dari besi atau kuningan yang berbentuk kerucut dengan ujung bawah lancip dan di ujung atas digantungkan pada seutas tali. ukur Unting-unting di berguna tanah untuk atau memproyeksikan suatu titik pada pita permukaan sebaliknya.

Gambar 71. Cara menggunakan rambu ukur di lapangan

3. Statif Statif merupakan tempat dudukan alat dan untuk menstabilkan alat seperti Sipat datar. Alat ini mempunyai 3 kaki yang sama panjang dan bisa dirubah ukuran ketinggiannya. Statif saat didirikan harus rata karena jika tidak rata dapat mengakibatkan kesalahan saat pengukuran.
Gambar 73. Unting-unting

5. Patok Patok dalam ukur tanah berfungsi untuk memberi tanda batas jalon, dimana titik setelah diukur dan akan diperlukan lagi pada waktu lain. Patok biasanya ditanam didalam tanah dan yang menonjol antara 5 cm - 10 cm, dengan maksud agar tidak lepas dan tidak mudah dicabut. Patok terbuat dari dua macam bahan yaitu kayu dan besi atau beton. Patok Kayu Patok kayu yang terbuat dari kayu, berpenampang bujur sangkar dengan ukuran 50mm x 50mm, dan bagian atasnya diberi cat.

Gambar 72. Statif

95

Patok Beton atau Besi Patok yang terbuat dari beton atau besi biasanya merupakan patok tetap yang akan masih dipakai diwaktu lain.

7. Payung Payung ini digunakan atau memiliki fungsi sebagai pelindung dari panas dan hujan untuk alat ukur itu sendiri. Karena bila alat ukur sering kepanasan atau kehujanan, lambat laun alat tersebut pasti mudah rusak (seperti; jamuran, dll).

Gambar 74. Patok kayu dan beton/ besi

6. Pita ukur (meteran) Pita ukur linen bisa berlapis plastik atau tidak, dan kadang-kadang 4.2.2

Gambar 76. Payung

Bahan Yang Digunakan : Peta digunakan agar mengetahui di daerah mana akan melakukan pengukuran

diperkuat dengan benang serat. Pita ini tersedia dalam ukuran panjang 10m, 15m, 20m, 25m atau 30m. Kelebihan dari alat ini bisa digulung dan ditarik kembali, dan kekurangannya adalah kalau ditarik akan memanjang, lekas rusak dan mudah putus, tidak tahan air.

1. Peta wilayah study

2. Cat dan kuas Alat ini murah dan sederhana akan tetapi peranannya sangat penting sekali ketika di lapangan, yaitu digunakan untuk menandai dimana kita mengukur dan dimana pula kita meletakan rambu ukur. Tanda ini tidak boleh hilang sebelum perhitungan selesai karena akan mempengaruhi perhitungan dalam pengukuran.

Gambar 75. Pita ukur

96

d. Perbedaan

hasil

ukuran

pergi

dan

pulang tidak melebihi angka toleransi yang ditetapkan. Khusus mengenai angka toleransi pengukuran sipat datar, dapat dijelaskan sebagai berikut : T=K
Gambar 77. Cat dan kuas

D
dalam satuan

Dimana : T = toleransi untuk milimeter K = konstanta yang menunjukan tingkat ketelitian pengukuran dalam satuan milimeter D = Jarak antara dua titik yang diukur dalam satuan kilometer Berikut ini diberikan contoh harga K untuk bermacam tingkat pengukuran sipat datar :
Tabel 3. Tingkat Ketelitian Pengukuran Sipat Datar

3. Alat tulis Alat tulis digunakan mencatat hasil pengkuran di lapangan. 4.2.3 Formulir Pengukuran Formulir pengukuran digunakan untuk mencatat kondisi di lapangan dan hasil perhitungan-perhitungan/ pengukuran di lapangan (terlampir). Pengukuran berdasarkan harus dilaksanakan ketentuan-ketentuan

Tingkat I II III Contoh :

K 3 mm 6 mm 8 mm

yang ditetapkan sebelumnya.

4.3. Prosedur pengukuran sipat datar kerangka dasar vertikal


Ketentuan-ketentuan pengukuran Kerangka Dasar Vertikal adalah sebagai berikut : a. Pengukuran sipat datar. b. Panjang satu slag pengukuran. c. Pengukuran antara dua titik, sekurangkurangnya diukur 2 kali (pergi dan pulang). dilakukan dengan cara

Dari A ke B sejauh 2 km, harus diukur dengan ketelitian tingkat III. Ini berarti perbedaan ukuran beda tinggi pergi dan pulang tidak boleh melebihi 8 2 = 11 mm. Apabila beda tinggi ukuran pergi dan pulang 11 mm, ukuran tersebut diterima sebagai ukuran tingkat III, Bila > 11 mm ukuran harus diulangi.

97

Dari pengalaman menunjukkan bahwa titiktitik kerangka dasar vertikal yang akan digunakan harus diukur lebih teliti. Pengukuran sipat datar kerangka dasar vertikal harus diawali dengan mengidentifikasi kesalahan sistematis dalam hal ini kesalahan garis bidik alat sipat datar optis melalui suatu pengukuran sipat datar dalam posisi 2 stand (2 kali berdiri alat). Kesalahan garis bidik adalah kemungkinan terungkitnya garis bidik teropong ke arah atas atau bawah diakibatkan oleh keterbatasan pabrik membuat alat ini betulbetul presisi. Langkah-langkah dalam pengukuran sipat datar kerangka dasar vertikal adalah sebagai berikut : 1. Siswa akan menerima peta dan batasbatas daerah pengukuran. 2. Ketua tim menandai semua peralatan yang dibutuhkan serta mengambil peta dan batas-batas Lalu pengukuran di laboratorium. pada laboran. 3. Ketua tim memeriksa kelengkapan alat, lalu anggota tim membawanya ke lapangan. 4. Survei ke daerah yang akan dipetakan pada jalur batas pemetaan. 5. Menentukan lokasi-lokasi patok atau merencanakan lokasi-lokasi patok sehingga jumlah slag itu genap. menyerahkannya

6. Setelah selesai merencanakan lokasilokasi patok (menggunakan Cat) lalu menandainya di lapangan. 7. Melakukan pengukuran kesalahan garis bidik. Hal ini dilakukan dengan cara mendirikan rambu diantara 2 titik (patok) dan dirikan statif serta alat sipat datar optis kira-kira di tengah antara 2 titik tersebut. Yang perlu diperhatikan pengukuran itu tidak harus dilaksanakan jauh dari laboratorium. 8. Sebelum digunakan, alat sipat datar harus terlebih dahulu diatur sedemikian rupa sehingga garis bidiknya (sumbu II) sejajar dengan bidang nivo melalui upaya mengetengahkan gelembung nivo yang terdapat pada nivo kotak. Bidang nivo sendiri merupakan bidang equipotensial yaitu bidang yang mempunyai energi potensial yang sama. 9. Sebelum pembacaan dilakukan adalah mengatur agar sumbu I (sumbu yang tegak lurus garis bidik) benar-benar tegak lurus dengan sumbu II melalui upaya mengetengahkan gelembung nivo tabung. Setelah sama, langkah selanjutnya kedua nivo yaitu nivo kotak dan nivo tabung diatur, barulah kita melakukan pembacaan rambu. Rambu yang dibaca harus benar-benar tegak lurus terhadap permukaan tanah. 10. Ketengahkan gelembung nivo dengan prinsip perputaran 2 sekrup kaki kiap dan 1 sekrup kaki kiap. Setelah

98

gelembung

nivo

di

tengah,

lalu

Kesalahan sistematis berupa kesalahan garis bidik kita konversikan ke dalam pembacaan benang tengah mentah yang akan menghasilkan benang tengah setiap slag yang telah dikoreksi dan merupakan fungsi dari jarak muka atau belakang dikalikan dengan koreksi garis bidik. 4.2.2 Penentuan beda tinggi antara dua titik Penentuan beda tinggi anatara dua titik dapat dilakukan alat dengan ukur tiga cara datar, penempatan penyipat

memasang unting-unting. 11. Untuk memperjelas benang diafragma dengan memutar sekrup pada teropong. 12. Sedangkan untuk memperjelas objek rambu ukur dengan memutar sekrup fokus diatas teropong. 13. Setelah itu, membaca benang atas, benang tengah, dan benang bawah rambu belakang. Kemudian membaca kembali benang atas, benang tengah, dan benang bawah rambu muka. Hasil pembacaan di tulis pada formulir yang telah disiapkan. Kemudian mengukur jarak dengan menggunakan pita ukur dari rambu belakang ke alat dan dari alat ke rambu belakang (hasilnya di rata-ratakan) serta mengukur juga jarak rambu muka ke alat dan dari alat ke rambu muka (hasilnya dirata-ratakan). Kemudian alat digeser sedikit (slag 2) lakukan hal yang sama sampai slag akhir pengukuran selesai. 14. Setelah kembali pengukuran ke selesai, lalu untuk laboratorium

tergantung pada keadaan lapangan. Dengan menempatkan alat ukur penyipat datar di atas titik B. Tinggi a garis bidik (titik tengah teropong) di atas titik B diukur dengan mistar. Dengan gelembung ditengahtengah, garis bidik diarahkan ke mistar yang diletakkan di atas titik lainnya, ialah titik A. Pembacaan pada mistar dimisalkan b, maka angka b ini menyatakan jarak angka b itu dengan alas mistar. Maka beda tinggi antara titik A dan titik B adalah t = b a. Alat ukur penyipat datar diletakkan antara titik A dan titik B, sedang di titiktitik A dan B ditempatkan dua mistar. Jarak dari alat ukur penyipat datar ke kedua mistar ambillah kirakira sama, sedang alat ukur penyipat datar tidaklah perlu diletakkan digaris lurus yang menghubungkan dua titik A dan B. Arahkan garis bidik dengan gelembung di

mengembalikan alat. 15. Setelah itu melakukan pengolahan data. Pengolahan data yang dilakukan adalah pengolahan data untuk mengeliminir kesalahan acak atau sistematis dengan dilengkapi instrumen tabel kesalahan garis bidik dan sistematis.

99

tengahtengah ke mistar A (belakang) dan ke mistar B (muka), dan misalkan pembacaaan pada dua mistar berturut-turut ada b (belakang) dan m (muka). Bila selalu diingat, bahwa angka angka pada rambu selalu menyatakan jarak antara angka dan alas mistar, maka dengan mudahlah dapat dimengerti, bahwa beda tinggi antara titiktitik A dan B ada t = b m. Alat ukur penyipat datar ditempatkan tidak diantara titik A dan B, tidak pula di atas salah satu titik A atau titik B, tetapi di sebelah kiri titik A atau disebelah kanan titik B, jadi diluar garis AB. Pembacaan yang dilakukan pada mistar yang diletakkan di atas titik A dan B sekarang adalah berrturutturut b dan m lagi, sehingga digambar didapat dengan mudah, bahwa beda tinggi t = b a m.

4.2.3

Kesalahankesalahan pada sipat datar

a. Kesalahan petugas. Disebabkan oleh observer. Disebabkan oleh rambu. Disebabkan oleh petugas. Disebabkan oleh rambu. Disebabkan pengaruh sinar

b. Kesalahan Instrumen.

c. Kesalahan Alami. matahari langsung. Pengaruh refraksi cahaya. Pengaruh lengkung bumi. Disebabkan rambu. 4.2.4 Pengukuran Sipat Datar pengaruh posisi instrument sifat datar dan rambu-

Gambar 78. Pengukuran sipat datar

100

Eliminasi kesalahan sistematis alat sipat datar dengan cara ,mengoreksi KGB (kesalahan garis bidik). Metode pengukuran rambu muka dan belakang dengan dua stand (dua kali alat berdiri).

( BTbI BTm I ) ( BTbII BTm II ) kgb = (db + dm ) (db + dmII ) I I "II


Koreksi Kgb = -Kgb. a Eliminasi kesalahan sistematis karena kondisi dikoreksi alam. Eliminasi kesalahan jarak sistematis karena kondisi alam dapat dengan membuat belakang dan jarak muka hampir sama. b. Jumlah slag pengukuran harus genap. Peluang untuk meng-koreksi kesalahan di slag ganjil dan genap lebih besar.

Keterangan :

Pembagian kesalahan setiap slag lebih rata. c. Cara meng-koreksi kesalahan acak

BT = benang tengah yang dianggap benar


BT = benang tengah yang dibaca dari teropong Koreksi = - kesalahan I = Kgb = sudut
BT BT tan kgb = lim kgb0 d
kgb = BT BT d

(random error): Dilapangan kita peroleh bacaan BA, BT, BB pada setiap slag (misalnya) n = genap. Dari lapangan kita peroleh jarak belakang x jarak muka.

Gambar 79. Pengukuran sipat datar rambu ganda

101

Gambar 80. Pengukuran sipat datar di luar slag rambu

Gambar 80. Pengukuran sipat datar di luar slag rambu

102

Gambar 81. Pengukuran sipat datar dua rambu

Gambar 82. Pengukuran sipat datar menurun

103

Gambar 83. Pengukuran sipat datar menaik

Gambar 84. Pengukuran sipat datar tinggi bangunan

104

setiap slag harus memenuhi syarat beda

4.4 Pengolahan data sifat datar kerangka dasar vertikal


Hasil yang diperoleh dari praktek

tinggi

sama

dengan

nol

jika

jalur

pengukur berawal dan berakhir pada titik yang sama. Penjumlahan beda tinggi awal setiap slag merupakan kesalahan acak beda tinggi yang harus dikoreksikan kepada setiap slag berdasarkan bobot tertentu. 5. Menghitung jarak (d) setiap slag dengan menjumlahkan jarak belakang dan jarak muka. 6. Menghitung total jarak ( (d)) jalur pengukuran dengan menjumlahkan semua jarak slag. 7. Menghitung bobot koreksi setiap slag dengan membagi jarak slag dengan total jarak pengukuran. Sebagai bobot koreksi kita menggunakan jarak setiap slag yang merupakan penjumlahan jarak muka dan belakang. Total bobot adalah jumlah jarak semua slag. Koreksi tinggi setiap slag dengan demikian diperoleh melalui negatif kesalahan acak beda tinggi dikalikan dengan jarak slag tersebut dan dibagi dengan total jarak seluruh slag. 8. Menghitung tinggi titik-titik pengukuran (Ti) dengan cara menjumlahkan tinggi titik sebelumnya dengan tinggi titik koreksi yang hasilnya akan sama dengan nol.

pengukuran sipat datar dan pengolahan data lapangan adalah tinggi pada titik-titik (patok-patok) yang diukur untuk keperluan penggambaran dalam pemetaan. Perhitungan meliputi : Mengoreksi hasil ukuran Mereduksi hasil ukuran, misalnya mereduksi jarak miring menjadi jarak mendatar dan lain-lain Menghitung matahari Menghitung koordinat dan ketinggian setiap titik. Langkah-langkah dalam pengolahan data adalah sebagai berikut: 1. Menuliskan nilai BA, BT, BB, jarak belakang dan jarak muka. 2. Mencari nilai kesalahan garis bidik. 3. Menghitung BT koreksi (BTk) di setiap slag. 4. Menghitung beda tinggi (H) di setiap slag dari bacaan benang tengah koreksi belakang dan muka. Beda tinggi awal suatu slag diperoleh melalui pengurangan benang tengah belakang koreksi dengan benang tengah muka koreksi. Beda tinggi azimuth pengamatan

105

9. Jika tidak sama dengan nol maka pengolahan data harus diulangi dan diidentifikasi kembali letak kesalahannya. Jika tinggi titik awal diketahui, maka tinggi titik-titik koreksif diperoleh dengan cara menjumlahkan tinggi titik awal terhadap beda tinggi koreksi slag secara berurutan. Rumus-rumus BTbk H d dalam pengukuran

4.5 Penggambaran sipat datar kerangka dasar vertikal


Penggambaran (pemetaan) dapat dilakukan dalam bentuk konvensional (manual) dan digital. Dengan penggambaran konvensional

(manual), harus terlebih dahulu menentukan luas cakupan daerah yang akan dipetakan, kemudian dibandingkan dengan luas lembaran yang tersedia. Apakah itu A0, A1, A2 dan sebagainya. Dalam hal ini untuk tugas praktikum Ilmu Ukur Tanah, direferensikan kertas yang digunakan adalah berukuran A2, A1 dan A0. Setelah luas diperoleh berupa di perbandingan cakupan wilayah

kerangka dasar vertikal : = BTb (Kgb.db) = BTbk BTmk = db + dm BTmk = BTm (Kgb.dm)

d Bobot = ( d )
Hk Ti = H (H . bobot) = Ti awal + H

lapangan dengan di ukuran kertas yang ada, kemudian tentukan skala dari peta yang akan digambarkan. Dengan penggambaran digital, skala bukan menjadi masalah tetapi yang dipentingkan adalah masalah koordinat koordinat berbagai titik-titik itu macam dan untuk peta/ penggunaan mengintegrasikan

Dimana : BTb BTm BTbk H Hk d dm db = Benang Tengah Belakang = Benang Tengah Muka = Benang Tengah Belakang = Beda Tinggi = Beda tinggi koreksi = Total jarak per-slag

BTmk = Benang Tengah Muka

gambar yang akan ditetapkan. Penggambaran digital lebih menguntungkan karena pada skala berapa pun peta/gambar digital dapat dikeluarkan tidak bergantung pada skala serta revisi data dari peta/ gambar digital lebih mudah dibandingkan dengan peta/ gambar konvensional. Konsep yang pertama kali mendekati untuk penyajian peta/

(d) = Total Jarak dari penjumlahan d = Jarak muka = Jarak belakang jarak slag dengan total jarak pengukuran Ti = Tinggi titik-titik pengukuran.

Bobot = Koreksi slag dengan membagi

106

gambar database

digital grafis

adalah yang

konsep

CAD

mengenai isi gambar. Legenda memiliki ruang di luar muka peta dan dibatasi oleh garis yang membentuk kotak-kotak. Tanda-tanda atau simbol-simbol yang digunakan adalah untuk menyatakan bangunan-bangunan yang ada di atas bumi seperti jalan raya, kereta api, sungai, selokan, rawa atau kampung. Juga untuk bermacam-macam keadaan dan tanam-tanaman misalnya ladang, padang rumput, atau alang-alang, perkebunan seperti: karet, kopi, kelapa, untuk tiap macam pohon diberi tanda khusus. Untuk dapat membayangkan bumi, tinggi maka

(Computer Aided Design) atau suatu menyimpan disajikan koordinat-koordinat pula yang istilah mampu kemudian

dalam bentuk grafis, kemudian dikenal GIS (Geographical database Information System) yaitu suatu sistem mengaitkan dengan database atributnya yang sesuai. Peta-peta/ gambar dalam bentuk digital dapat disajikan dalam bentuk hard copy atau cetakan print out dari hasil-hasil file komputer, soft copy atau dalam bentuk file serta dalam bentuk penyajian peta/ gambar digital di layar komputer. Keuntungan-keuntungan dari penyajian gambar dalam bentuk digital adalah: 1. Proses pembuatannya relatif cepat. 2. Murah dan akurasinya tinggi. 3. Tidak dibatasi skala dalam penyajiannya. 4. Jika perlu melakukan revisi mudah dilakukan 5. Dapat dan tidak analisis perlu spasial mengeluarkan banyak biaya. melakukan (keruangan) secara mudah. Unsur-unsur yang harus ada dalam dan

rendahnya

permukaan

digunakan garis-garis tinggi atau tranches atau kontur yang menghubungkan titiktitik yang tingginya sama di atas permukaan bumi. Muka peta Yaitu ruang yang digunakan untuk menyajikan informasi bentuk permukaan bumi baik informasi vertikal maupun horizontal. Muka peta sebaiknya memiliki ukuran estetik. Skala peta Yaitu simbol yang menggambarkan perbandingan jarak di atas peta dengan jarak sesungguhnya di lapangan. Skala panjang agar dan lebar yang unsur proporsional memenuhi

penggambaran

hasil

pengukuran

pemetaan adalah : Legenda Yaitu suatu informasi berupa huruf, simbol dan gambar yang menjelaskan

107

peta terdiri dari: skala numeris, skala perbandingan, dan skala grafis. Skala numeris yaitu skala yang

pembesaran dan perkecilan peta serta muai susut bahan peta. Sumber gambar yang dipetakan Untuk mengetahui secara terperinci proses dan prosedur pembuatan peta. Sumber peta akan memberikan tingkat akurasi dan kualitas peta yang dibuat. Tim pengukuran yang membuat peta Untuk mengetahui penanggung jawab pengukuran yang di lapangan akan dan penyajiannya di atas kertas. Personel disajikan memberikan

menyatakan perbandingan perkecilan yang ditulis dengan angka, misalnya: skala 1 : 25.000 atau skala 1 : 50.000. Skala garis grafis di peta di yaitu dan skala jarak yang yang melalui

digunakan untuk menyatakan panjang diwakilinya lapangan

informasi grafis.
1 0.5 0 1 2 3 4

informasi mengenai kualifikasi personel yang terlibat.

Kilometer

Skala

grafis

memiliki

kelebihan

Instalasi dan simbol Instalasi dan simbol yang memberikan pekerjaan dan melaksanakan pekerjaan pengukuran memberikan karakteristik diperlukan bersangkutan. dan pembuatan peta. Instalasi dan simbol instalasi ini akan informasi tema bagi yang instalasi mengenai biasanya yang

dibandingkan dengan skala numeris dan skala perbandingan karena tidak dipengaruhi oleh muai kerut bahan dan peta. Orientasi arah utara Yaitu simbol berupa panah yang biasanya mengarah ke arah sumbu Y positif muka peta dan menunjukkan orientasi arah utara. Orientasi arah utara ini dapat terdiri dari: arah utara geodetik, arah utara magnetis, dan arah utara grid koordinat proyeksi. Skala peta grafis biasanya selalu disajikan numeris untuk untuk atau melengkapi skala skala adanya perbandingan perubahan ukuran penyajian

mengantisipasi

108

Ukuran kertas untuk penggambaran hasil pengukuran dan pemetaan terdiri dari :
Tabel 4. Ukuran kertas untuk penggambaran hasil pengukuran dan pemetaan Ukuran Kertas A0 A1 A2 A3 A4 A5 Panjang (milimeter) 1189 841 594 420 297 210 Lebar (milimeter) 841 594 420 297 210 148

Penggambaran sipat datar kerangka dasar vertikal akan menyajikan unsur unsur: jarak mendatar titik datar ikat antara dengan titik-titik titik dasar penggambaran, ikat yang lain. tinggi titik-titik dan garis hubung antara satu Penggambaran secara manual pada sipat kerangka vertikal memiliki karakteristik, yaitu : skala jarak mendatar kurang dari skala tinggi, karena jangkauan jarak mendatar memiliki ukuran yang signifikan tingginya. Peralatan yang harus disiapkan untuk berbeda dengan jangkauan

Ukuran kertas yang digunakan untuk pencetakkan peta biasanya Seri A. Dasar ukuran adalah A0 yang luasnya setara dengan 1 meter persegi. Setiap angka setelah huruf A menyatakan setengah ukuran dari angka sebelumnya. Jadi, A1 adalah setengah A0, A2 adalah seperempat dari A0 dan A3 adalah seperdelapan dari A0. Perhitungan yang lebih besar dari SA0 adalah 2A0 atau dua kali ukuran A0.

menggambar sipat datar kerangka dasar vertikal meliputi : 1. Lembaran kertas milimeter dengan ukuran tertentu. 2. Penggaris 2 buah (segitiga atau lurus). 3. Pensil. 4. Penghapus. 5. Tinta. Prosedur penggambaran untuk sipat datar kerangka dasar vertikal secara manual, sebagai berikut : 1. Menghitung kumulatif jarak horizontal pengukuran sipat datar kerangka dasar vertikal.

A1

A3

A2

2. Menghitung vertikal.

range

beda

tinggi

pengukuran sipat datar kerangka dasar


A4

3. Menentukan ukuran kertas yang akan dipakai.


Gambar 85. Pembagian kertas seri A

109

4. Membuat tata letak peta, meliputi muka peta dan ruang legenda. 5. Menghitung panjang dan lebar muka. 6. Menetapkan skala jarak horizontal dengan membuat perbandingan panjang muka peta dengan kumulatif jarak horizontal dalam satuan yang sama. Jika hasil perbandingan tidak menghasilkan nilai yang bulat, maka nilai skala dibulatkan ke atas dan memiliki nilai kelipatan tertentu. 7. membuat skala beda tinggi dengan membuat perbandingan lebar muka peta dengan range beda tinggi dalam satuan yang yang bulat, sama. maka Jika nilai hasil skala perbandingan tidak menghasilkan nilai dibulatkan ke atas dan memiliki nilai kelipatan tertentu. 8. Membuat sumbu mendatar dan tegak yang titik pusatnya memiliki jarak tertentu terhadap batas muka peta, menggunakan pensil. 9. Menggambarkan merupakan pengukuran posisi dengan titik-titik tinggi yang hasil

10. Membuat

keterangan- keterangan nilai

tinggi dan jarak di dalam muka peta serta melengkapi informasi legenda, membuat skala, orientasi pengukuran, sumber peta, tim pengukuran, nama instansi dan simbolnya, menggunakan pensil. 11. Menjiplak tinta. Untuk penggambaran sipat datar kerangka dasar atau vertikal secara digital dapat dengan yang menggunakan perangkat lunak lotus, excell AutoCad. Penggambaran perangkat lunak masing-masing draft penggambaran ke atas bahan yang transparan menggunakan

berbeda akan memberikan hasil keluaran yang berbeda pula. Untuk penggambaran menggunakan lotus atau excell yang harus diperhatikan adalah penggambaran grafik dengan metode scatter, agar gambar yang diperoleh pada arah tertentu (terutama sumbu horizontal) memiliki interval sesuai dengan yang diinginkan, tidak memiliki interval yang sama. Penggambaran dengan AutoCad walaupun lebih sulit akan menghasilkan keluaran yang lebih sempurna dan sesuai dengan format yang diinginkan.

jarak-jarak

tertentu serta menghubungkan titiktitik tersebut, menggunakan pensil.

110

Contoh Hasil Pengukuran Sipat Datar Kerangka Vertikal :

Dari lapangan didapat ; HASIL PENGOLAHAN DATA Diketahui, sipat datar Kerangka Dasar Vertikal (KDV) tertutup dengan 8 slag, titik 1 merupakan titik awal dengan ketinggian +905 meter MSL. Titik 1 : BTb = 0,891 ; BTm = 1,675 ; db = 11 ; dm = 14 Titik 2 : BTb = 1,417 ; BTm = 1,385 ; db = 13 ; dm = 13 Titik 3 : BTb = 1,406 ; BTm = 1,438 ; db = 12 ; dm = 12 Titik 4 : BTb = 1,491 ; BTm = 0,625 ; db = 15 ; dm = 31 Titik 5 : BTb = 2,275 ; BTm = 1,387 ; db = 29 ; dm = 26 Titik 6 : BTb = 1,795 ; BTm = 0,418 ; db = 13 ; dm = 14 Titik 7 : BTb = 0,863 ; BTm = 1,801 ; db = 8 ; dm = 7 Titik 8 : BTb = 0,753 ; BTm = 2,155 ; db = 8 ; dm = 12 4. d BTb = 0,891 BTm = 1,675 db = 11 , dm = 14 Kgb = -0,00116 (d) = 238 H = 0,02380 Jawab : 1. BTbk = BTb - (Kgb . db) = 0,891 -(-0,00116.11) = 0.90376 2. BTmk = BTm-(Kgb.dm) = 1,675-(-0,00116.14) = 1,69124 3. H = BTbk-BTmk = 0.90376 - 1,69124 = - 0,78748 7. Ti 6. Hk = = db+dm = 14+11 = 25 5. Bobot =

TITIK 1 Diketahui :

d ( d )

25 238

= 0,10504 = H-(H.bobot) = -0,78748-(0,02380. 0,10504) = -0,78998 = 905

111

TITIK 2 Diketahui : BTb=1,147 BTm=1,385 db=13 , dm=13 Kgb=-0,00116 (d)= 238 H=0,02380 Jawab : 8. BTbk = BTb-(Kgb.db) = 1,147 -(-0,00116.13) = 1,43208 9. BTmk = BTm-(Kgb.dm) = 1,385 -(-0,00116.13) = 1,69124 10. H = BTbk-BTmk = 1,43208 - 1,69124 = -0,78748 11. d = db+dm = 13+13 = 26 12. Bobot =

TITIK 3 Diketahui : BTb=1,406 BTm=1,438 ; db=12 , dm=12 Kgb=-0,00116 (d)= 238 H=0,02380 Jawab : 15. BTbk = BTb-(Kgb.db) = 1,406 -(-0,00116.12) = 1,41992 16. BTmk = BTm-(Kgb.dm) = 1,438 -(-0,00116.12) = 1,45192 17. H = BTbk-BTmk = 1,41992 -1,45192 = - 0,03200 18. d = db+dm = 12+12 = 24 19. Bobot =

d ( d )

d ( d )

26 238

24 238

= 0,10924 13. Hk = H - (H.bobot) = -0,78748- (0,02380. 0,10924) = 0,02940 14. Ti = Ti1 + Hk1 = 905 - 0,02940 = 904,21002 21. T i 20. Hk

= 0,10084 = H-(H.bobot) = - 0,03200-(0,02380. 0,10084) = -0,03440 = Ti2+Hk2 = 904,21002-0,03440 = 904,23942

112

TITIK 4 Diketahui : BTb=1,491 BTm=0,625 db=15 , dm=31 Kgb=-0,00116 (d)= 238 H=0,02380 Jawab : 22. BTbk = BTb-(Kgb.db) = 1,491-(-0,00116.15) = 1,50840 23. BTmk = BTm-(Kgb.dm) = 0,625-(-0,00116.31) = 0,66096 24. H = BTbk-BTmk = 1,50840-0,66096 = 0,84744 25. d = db+dm = 15 +31 = 46

TITIK 5 Diketahui : BTb=2,275 BTm=1,387 db=29 , dm=26 Kgb=-0,00116 (d)= 238 H=0,02380 Jawab : 29. BTbk = BTb-(Kgb.db) = 2,275-(-0,00116.29) = 2,30864 30. BTmk = BTm-(Kgb.dm) = 1,387-(-0,00116.26) = 1,41716 31. H = BTbk-BTmk = 2,30864-1,41716 = 0,89148 32. d = db+dm = 29+26 = 55

26. Bobot

d ( d )
=

33. Bobot

d ( d )
=

46 238
34. Hk

55 238

= 0,19328 27. Hk = H-(H.bobot) = 0,84744-(0,02380 .0,19328) = 0,84284 28. Ti = Ti3+Hk4 = 904,23942+0,84284 = 904,20502 35. Ti

= 0,23109 = H-(H.bobot) = 0,89148-(0,02380. 0,23109) = 0,88598 = Ti4+Hk5 = 904,20502+0,88598 = 905,04786

113

TITIK 6 Diketahui : BTb=1,795 BTm=0,418 db=13 , dm=14 Kgb=-0,00116 (d)= 238 H=0,02380 Jawab : 36. BTbk = BTb-(Kgb.db) = 1,795 - (-0,00116.13) = 1,81008 37. BTmk = BTm-(Kgb.dm) = 0,418 -(-0,00116.14) = 0,43424 38. H = BTbk-BTmk = 1,81008-0,43424 = 1,37584 39. d = db+dm = 13+14 =27 40. Bobot =

TITIK 7 Diketahui : BTb = 0,863 BTm=1,801 db=8 , dm=7 Kgb=-0,00116 (d)= 238 H = 0,02380 Jawab : 43. BTbk = BTb-(Kgb.db) = 0,863 -(-0,00116.8) = 0,87228 44. BTmk = BTm-(Kgb.dm) = 1,801 -(-0,00116.7) = 1,80912 45. H = BTbk-BTmk = 0,87228- 1,80912 = -0,93684 46. d = db+dm = 8+7 = 15 47. Bobot =

d ( d )

d ( d )

27 238
48. Hk

15 238

= 0,11345 41. Hk = H - (H.bobot) = 1,37584- (0,02380. 0,11345) = 1,37314 42. Ti = Ti5+Hk6 = 905,04786+1,37314 = 905,93384 49. Ti

= 0,06303 = H-(H.bobot) = -0,93684-(0,02380. 0,06303) = -0,93834 = Ti6+Hk 7 = 905,93384+(-0,93834) = 907,30698

114

TITIK 8 Diketahui : BTb=0,793 BTm=2,155 db=8 , dm=12 Kgb=-0,00116 (d)= 238 H=0,02380 Jawab : 50. BTbk = BTb-(Kgb.db) = 0,793-(-0,00116.8) = 0,80228 51. BTmk = BTm-(Kgb.dm) = 2,155 -(-0,00116.12) = 2,16892 52. H = BTbk-BTmk = 0,80228 - 2,16892 = -1,36664 53. d = db+dm = 8+12 = 20 54. Bobot =

d ( d )
=

20 238

= 0,08403 55. Hk = H-(H.bobot) = -1,36664-(0,02380. 0,08403) = -1,36864 56. Ti = Ti7+Hk8 = 907,30698+(-1,36864) = 906,3686

115

Tabel 5. Formulir pengukuran sipat datar

PENGUKURAN SIPAT DATAR


Laboratorium Ilmu Ukur Tanah Jurusan Teknik Bangunan Pengukuran Lokasi Diukur Oleh Bacaan Benang Belakang Stand Tengah Atas Bawah Tanggal Jarak Belakang Muka Total No.Lembar Cuaca Alat Ukur Instruktur Beda Tinggi dari

Muka Atas Bawah

Tengah

Tinggi Titik

Ket

116

Tabel 6. Formulir pengukuran sipat datar

PENGUKURAN SIPAT DATAR


Laboratorium Ilmu Ukur Tanah Jurusan Teknik Bangunan Pengukuran Lokasi Diukur Oleh Bacaan Benang Belakang Stand Tengah 1 2 3 4 5 6 7 8 0.891 1.417 1.406 1.491 2.275 1.795 0.863 0.793 Atas Bawah 0.946 0.836 1.482 1.352 1.466 1.346 1.566 1.416 2.420 2.130 1.860 1.730 0.903 0.823 0.833 0.753 2.155 1.801 0.418 1.387 0.625 1.438 1.385 Tanggal Jarak Belakang 11 13 12 15 29 13 8 8 Muka 14 13 12 31 26 14 7 12 Total 25 26 24 46 55 27 15 20 0.84744 0.89148 1.37584 0.93684 1.36664 0.03200 0.03200 No.Lembar Cuaca Alat Ukur Instruktur Beda Tinggi dari

Muka Atas Bawah 1.745 1.605 1.450 1.320 1.498 1.378 0.780 0.470 1.517 1.257 0.488 0.348 1.836 1.766 2.215 2.095

Tengah 1.675

0.78748

Tinggi Titik 905 904.21002 904.23942 904.20502 805.04786 905.93384 907.30698 906.36864

Ket

238

117

CATATAN

INSTITUSI

PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL - S1 FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2007

LEGENDA

SIPAT DATAR OPTIS

POHON

BACAAN BENANG

BATAS JALAN

DOSEN

DR. IR. DRS. H. ISKANDAR MUDA PURWAAMIJAYA, MT MUDA PURWAAMIJAYA, MT

MATA KULIAH

TS 241 PRAKTIK ILMU UKUR TANAH

JUDUL GAMBAR

PENGUKURAN KERANGKA DASAR VERTIKAL

PENGUKURAN KERANGKA DASAR VERTIKAL

LOKASI

GEDUNG OLAH RAGA

Gambar 86. Pengukuran kerangka dasar vertikal

118

Model Diagram Alir Ilmu Ukur Tanah Pertemuan ke-04 Model Diagram Alir Pengukuran Sipat Datar Kerangka Dasar Vertikal Pengukuran Sipat Dr.Ir.Drs.H.Iskandar Muda Purwaamijaya, MT Datar Kerangka Dasar Vertikal Dosen Penanggung Jawab :

Maksud : Pembuatan serangkaian titik-titik di lapangan yang diukur ketinggiannya melalui pengukuran beda tinggi untuk pengikatan ketinggian titik-titik lain yang lebih detail dan banyak

Tujuan : Memperoleh informasi tinggi yang akurat untuk menyajikan informasi yang lebih kompleks (garis kontur)

Referensi tinggi : diperoleh dengan cara pengamatan pasut pada selang waktu tertentu di tepi pantai untuk memperoleh tinggi muka air laut rata-rata atau mean sea level (MSL)

Pengukuran Sipat Datar Kerangka Dasar Vertikal

Eliminasi kesalahan sistematis : Melakukan pengukuran sipat datar dalam posisi 2 stand (2 kali berdiri alat) untuk memperoleh nilai kesalahan garis bidik (kemungkinan terungkitnya garis bidik ke atas/bawah akibat keterbatasan pabrik membuat alat betul-betul presisi)

Pengaturan awal alat sipat datar : Mengatur garis bidik // sumbu II teropong dengan mengetengahkan gelembung nivo kotak (menggerakkan 2 sekrup kaki kiap ke dalam/ luar dan 1 sekrup kaki kiap ke kanan/kiri) ; Mengatur sumbu I tegak lurus sumbu II teropong dengan mengetengahkan gelembung nivo tabung. Rambu ukur diatur tegak lurus permukaan tanah dan dibaca.

Pengukuran di lapangan : Persiapan sketsa/peta jalur pengukuran dan rencana pematokan dengan jumlah slag genap. Persiapan patok-patok pengukuan. Survei awal dan pematokan. Rambu ukur didirikan di atas patok-patok pengukuran. Alat sipat datar didirikan sekitar tengah-tengah slag atau dibuat jumlah jarak belakang ~ jumlah jarak muka. Pembacaan rambu ukur belakang dan muka. Pengukuran jarak belakang & muka.

Pengolahan Data : Koreksi bacaan benang tengah dengan hasil kali koreksi garis bidik dan jarak. Perhitungan beda tinggi koreksi kesalahan sistematis. Perhitungan bobot koreksi dari rasio jarak slag terhadap total jarak pengukuran. Perhitungan kesalahan acak. Distribusi kesalahan acak ke setiap slag dengan bobot koreksi. Perhitungan beda tinggi dan tinggi definitif yang telah dikoreksi kesalahan acak. Penggambaran jalur pengukuran dengan skala vertikal > skala horisontal.

Gambar 87. Diagram alir pengukuran sipat datar kerangka dasar vertikal

119

Rangkuman
Berdasarkan uraian materi bab 4 mengenai pengukuran sipat datar kerangka dasar vertikal, maka dapat disimpulkan sebagi berikut: 1. Pengukuran menggunakan sipat datar optis adalah pengukuran tinggi garis bidik alat sipat datar di lapangan melalui rambu ukur. 2. Pengukuran sipat datar kerangka dasar vertikal maksudnya adalah pembuatan serangkaian titik-titik di lapangan yang diukur ketinggiannya melalui pengukuran beda tinggi untuk pengikatan ketinggian titiktitik lain yang lebih detail dan banyak. 3. Tujuan pengukuran sipat datar kerangka dasar vertikal adalah untuk memperoleh informasi tinggi yang relatif akurat di lapangan sedemikian rupa sehingga informasi tinggi pada daerah yang tercakup layak untuk diolah sebagai informasi yang layak kompleks. 4. Bagian utama pada Alat sipat datar optis adalah a. Teropong untuk membidik rambu (menggunakan garis bidik) dan memperbesar bayangan rambu. b. Nivo tabung berfungsi mengatur agar garis bidik mendatar. c. Kiap (leveling head/base plate), digunakan untuk menegakan sumbu kesatu (sumbu tegak) teropong. d. Sekrup pengunci (untuk mengunci gerakan teropong kekanan/ kiri). e. Lensa okuler (untuk memperjelas benang). f. Lensa objektif/ diafragma (untuk memperjelas benda/ objek). g. Sekrup penggerak halus (untuk membidik sasaran). h. Vizir (untuk mencari/ membidik kasar objek). i. Statif (tripod) berfungsi untuk menyangga ketiga bagian tersebut di atas.

5. Peralatan yang digunakan pada pengukuran sipat datar optis adalah : a. alat sipat datar optis. b. rambu ukur 2 buah. c. statif. d. unting-unting. e. patok. f. pita ukur g. payung.

120

Soal Latihan
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di abwah ini ! 1. Jelaskan peralatan dan bahan-bahan apa sajakah yang digunakan pada pengukuran sipat datar kerangka dasar vertikal! 2. Jelaskan bagaimana prosedur pengukuran sipat datar kerangka dasar vertikal ! 3. Apa sajakah keuntungan-keuntungan dari penggambaran dalam bentuk digital ! 4. Jelaskan bagaimana prosedur pengolahan data pada pengukuran sipat datar kerangka dasar vertikal ! 5. Diketahui pengukuran sipat datar dengan 4 slag (A, B, C dan D) dan tinggi titik Ti (awal) = + 777 meter HSL. Slag : 1 ( A B) BTb = 1,568 BTm = 1,658 Slag : 2 ( B C) BTb = 1,775 BTm = 1,886 Slag : 3 ( C D) BTb = 1,675 BTm = 1,558 Slag : 4 ( D A) BTb = 1,890 BTm = 1,780 Slag : 1 db = 25,08 dm = 25,5 Slag : 1 db = 32,5 dm = 34,5 Slag : 1 db = 27,5 dm = 26,95 Slag : 1 db = 26,5 dm = 25,55

121

5. Proyeksi Peta, Aturan Kuadran dan Sistem Kordinat


ellipsoid WGS-84 adalah 6.378.137 ini m

5.1. Proyeksi peta


Proyeksi peta adalah teknik-teknik yang digunakan untuk menggambarkan sebagian atau keseluruhan permukaan tiga dimensi yang secara kasaran berbentuk bola ke permukaan datar dua dimensi dengan distorsi sesedikit mungkin. Dalam proyeksi peta diupayakan sistem yang memberikan hubungan antara posisi titik-titik di muka bumi dan di peta. Bentuk bumi bukanlah bola tetapi lebih menyerupai ellips 3 dimensi atau ellipsoid. Istilah ini sinonim dengan istilah spheroid yang digunakan untuk menyatakan bentuk bumi. Karena bumi tidak uniform, maka digunakan istilah geoid untuk menyatakan bentuk bumi yang menyerupai ellipsoid tetapi dengan bentuk muka yang sangat tidak beraturan. Untuk menghindari geoid, kompleksitas maka dipilih model model terkecil (Geodetic

dengan kegepengan 1/298.257, maka rasio penyimpangan terbesar adalah 1/100.000. Indonesia, seperti halnya negara lainnya, menggunakan ukuran ellipsoid ini untuk pengukuran WGS-84 dan pemetaan di Indonesia. "diatur, diimpitkan"

sedemikian rupa diperoleh penyimpangan terkecil di kawasan Nusantara RI. Titik impit WGS-84 dengan geoid di Indonesia dikenal sebagai datum Padang (datum geodesi relatif) yang digunakan sebagai titik reference dalam pemetaan nasional.

Sebelumnya juga dikenal datum Genuk di daerah sekitar Semarang. Untuk pemetaan yang dibuat Belanda, menggunakan ER yang sama yaitu WGS-84. Sejak 1995 pemetaan nasional di Indonesia menggunakan datum geodesi absolut DGN95. Dalam sistem datum absolut ini, pusat ER berimpit dengan pusat masa bumi. Sistem dengan: Membagi luas, dan Menggunakan didatarkan seperti silinder. bidang peta berupa distorsi bidang bidang datar atau bidang yang dapat tanpa mengalami dan bidang kerucut daerah yang dipetakan proyeksi peta dibuat untuk

matematik yaitu yang

mereduksi sekecil mungkin distorsi tersebut

ellipsoid terbaik pada daerah pemetaan, penyimpangannya GRS-1980 terhadap geoid. WGS-84 (World Geodetic System) dan Reference System) adalah ellipsoid terbaik untuk keseluruhan geoid. Penyimpangan terbesar antara geoid dengan ellipsoid WGS-84 adalah 60 m di atas dan 100 m di bawahnya. Bila ukuran sumbu panjang

menjadi bagian-bagian yang tidak terlalu

122

Tujuan Sistem Proyeksi Peta dibuat dan dipilih untuk: Menyatakan permukaan posisi bumi ke titik-titik dalam pada sistem

Pembagian Sistem Proyeksi Peta Secara garis besar sistem proyeksi peta bisa dikelompokkan berdasarkan pertimbangan ekstrinsik dan intrinsik. Pertimbangan Ekstrinsik Bidang proyeksi yang digunakan: Proyeksi Proyeksi azimutal kerucut: / zenital: Bidang Bidang proyeksi

koordinat bidang datar yang nantinya bisa digunakan untuk perhitungan jarak dan arah antar titik. Menyajikan secara grafis titik-titik pada permukaan bumi ke dalam sistem koordinat bidang datar yang selanjutnya bisa digunakan untuk membantu studi dan pengambilan keputusan berkaitan dengan topografi, iklim, vegetasi, hunian dan lain-lainnya yang umumnya berkaitan dengan ruang yang luas. Cara proyeksi peta bisa dipilih sebagai: Proyeksi langsung (direct projection): yaitu dari ellipsoid langsung ke bidang proyeksi. Proyeksi projection): tidak yaitu langsung proyeksi (double yang

proyeksi bidang datar. bidang selimut kerucut. Proyeksi silinder: Bidang proyeksi bidang selimut silinder. Persinggungan bidang proyeksi dengan bola bumi: Proyeksi Proyeksi Proyeksi Tangen: Secant: Bidang Bidang proyeksi Proyeksi Banyak

bersinggungan dengan bola bumi. berpotongan dengan bola bumi. "Polysuperficial": bidang proyeksi. Posisi sumbu simetri bidang proyeksi

dilakukan menggunakan "bidang" antara, ellipsoid ke bola dan dari bola ke bidang proyeksi. Pemilihan sistem proyeksi peta ditentukan berdasarkan pada: Ciri-ciri tertentu atau asli yang ingin dipertahankan sesuai dengan tujuan pembuatan / pemakaian peta. Ukuran dan bentuk daerah yang akan dipetakan. Letak daerah yang akan dipetakan. terhadap sumbu bumi: Proyeksi Normal: Sumbu simetri bidang proyeksi berimpit dengan sumbu bola bumi. Proyeksi Miring: Sumbu simetri bidang proyeksi miring terhadap sumbu bola bumi.

123

Proyeksi Transversal: Sumbu simetri bidang proyeksi terhadap sumbu bola bumi.

Proyeksi Proyeksi

Matematis: Semi Geometris:

Semuanya Sebagian

diperoleh dengan hitungan matematis. peta diperoleh dengan cara proyeksi dan sebagian lainnya diperoleh dengan cara matematis.

Pertimbangan Intrinsik Sifat asli yang dipertahankan: Proyeksi Ekuivalen: Luas daerah

Pertimbangan dalam pemilihan proyeksi peta untuk pembuatan peta skala besar adalah: Distorsi pada peta berada pada batasbatas kesalahan grafis. Sebanyak mungkin lembar peta yang bisa digabungkan. Perhitungan plotting setiap lembar sesederhana mungkin. Plotting manual bisa dibuat dengan cara semudah-mudahnya. Menggunakan titik-titik kontrol sehingga posisinya segera bisa diplot.

dipertahankan, yaitu luas pada peta setelah disesuaikan dengan skala peta = luas di asli pada muka bumi. Proyeksi Konform: Bentuk daerah dipertahankan, sehingga sudut-sudut

pada peta dipertahankan sama dengan sudut-sudut di muka bumi. Proyeksi Ekuidistan: Jarak antar titik di peta setelah disesuaikan dengan skala peta sama dengan jarak asli di muka bumi. Cara penurunan peta: Proyeksi Geometris: Proyeksi perspektif atau proyeksi sentral.

Tabel 7. Kelas proyeksi peta

KELAS 1. Bid. Proyeksi Pertimbangan EKSTRINSIK 2. Persinggungan 3. Posisi Pertimbangan INTRINSIK 5. Generasi Geometris Matematis Semi Geometris 4. Sifat Tangent Normal Ekuidistan Secant Oblique/Miring Ekuivalen Polysuperficial Transversal Konform Bid. Datar Bid. Kerucut Bid. Silinder

124

Silinder

Kerucut

Azimut

Normal

Transversal

Miring

Tangent

Secant

Gambar 88. Jenis bidang proyeksi dan kedudukannya terhadap bidang datum

Bidang datum dan bidang proyeksi: Bidang datum adalah bidang yang akan digunakan untuk memproyeksikan titiktitik yang diketahui koordinatnya (j ,l ). Bidang proyeksi adalah bidang yang akan digunakan untuk memproyeksikan titik-titik yang diketahui koordinatnya (X,Y). Ellipsoid: a. Sumbu panjang (a) dan sumbu pendek (b).

b. Kegepengan ( flattening ) - f = (a - b)/b, (Gambar dapat dilihat pada Gambar 89). c. Garis geodesic adalah kurva terpendek yang menghubungkan dua titik pada permukaan elipsoid. d. Garis Orthodrome adalah proyeksi garis geodesic pada bidang proyeksi. (Dapat dilihat pada Gambar 91). e. Garis Loxodrome (Rhumbline) adalah garis (kurva) yang menghubungkan titiktitik dengan azimuth yang tetap. (Dapat dilihat pada Gambar 90).

125

Gambar 89. Geometri ellipsoid

Gambar 90. Rhumbline atau loxodrome menghubungkan titik-titik

Gambar 91. Oorthodrome dan loxodrome pada proyeksi gnomonis dan proyeksi mercator

126

Proyeksi Polyeder Sistem proyeksi kerucut, normal, tangent dan konform

Gambar 92. Proyeksi kerucut: bidang datum dan bidang proyeksi

Gambar 93.

Proyeksi polyeder: bidang datum dan bidang proyeksi

127

Proyeksi ini digunakan untuk daerah 20 x 20 (37 km x 37 km), sehingga bisa memperkecil distorsi. Bumi dibagi dalam jalur-jalur yang dibatasi oleh dua garis paralel dengan lintang sebesar 20 atau tiap jalur selebar 20 diproyeksikan pada kerucut tersendiri. Bidang kerucut menyinggung pada garis paralel tengah yang merupakan paralel baku - k = 1.

Meridian tergambar sebagai garis lurus yang konvergen ke arah kutub, ke arah KU untuk daerah di sebelah utara ekuator dan ke arah KS untuk daerah di selatan ekuator. Paralelparalel tergambar sebagai lingkaran konsentris. Untuk jarak-jarak kurang dari 30 km, koreksi jurusan kecil sekali sehingga bisa diabaikan. Konvergensi meridian di tepi bagian derajat di wilayah Indonesia maksimum 1,75.

Gambar 94.

Lembar proyeksi peta polyeder di bagian lintang utara dan lintang selatan

Gambar 95. Konvergensi meridian pada proyeksi polyeder

128

Secara praktis, pada kawasan 20 x 20, jarak hasil ukuran di muka bumi dan jarak lurusnya di bidang proyeksi mendekati sama atau bisa dianggap sama. Proyeksi polyeder di Indonesia digunakan untuk pemetaan topografi dengan cakupan: 94 40 BT - 141 BT, yang dibagi sama tiap 20 atau menjadi 139 bagian,

lurus sumbu X di titik tengah bagian derajatnya. Sehingga titik tengah setiap bagian derajat mempunyai koordinat O. Koordinat titik-titik lain seperti titik triangulasi dan titik pojok lembar peta dihitung dari titik pusat bagian derajat masing-masing bagian derajat. Koordinat titik-titik sudut (titik pojok) geografis lembar peta dihitung berdasarkan skala peta, misal 1 : 100.000, 1 : 50.000, 1 : 25.000 dan 1 : 5.000. Pada skala 1 : 50.000, satu bagian derajat proyeksi polyeder (20 x 20) tergambar dalam 4 lembar peta dengan penomoran lembar A, B, C dan D. Sumbu Y adalah meridian tengah dan sumbu X adalah garis tegak lurus sumbu Y yang melalui perpotongan meridian tengah dan paralel tengah. Setiap lembar peta mempunyai sistem sumbu koordinat yang melalui titik tengah lembar dan sejajar sumbu (X,Y) dari sistem koordinat bagian derajat. Keuntungan dan kerugian sistem proyeksi polyeder Keuntungan proyeksi polyeder: karena

11 LS - 6 LU, yang dibagi tiap 20 atau menjadi 51 bagian. Penomoran dari barat ke timur: 1, 2, 3,..., 139, dan penomoran dari LU ke LS: I, II, III, ..., LI. Penerapan Proyeksi Polyeder di Indonesia Sistem penomoran bagian derajat proyeksi polyeder Peta dengan proyeksi polyeder dibuat di Indonesia sejak sebelum perang dunia II, meliputi peta-peta di pulau Jawa, Bali dan Sulawesi. Wilayah Indonesia dengan 94 40 BT - 141 BT dan 6 LU - 11 LS dibagi dalam 139 x LI bagian derajat, masing-masing 20 x 20. Tergantung pada skala peta, tiap lembar bisa dibagi lagi dalam bagian yang lebih kecil. Cara menghitung pojok lembar peta

perubahan jarak dan sudut pada satu bagian derajat 20 x 20, sekitar 37 km x 37 km bisa diabaikan, maka proyeksi ini baik untuk digunakan pada pemetaan teknis skala besar.

proyeksi polyeder Setiap bagian derajat mempunyai sistem koordinat masing-masing. Sumbu X berimpit dengan meridian tengah dan sumbu Y tegak

129

Kerugian proyeksi polyeder: a. Untuk pemetaan daerah luas harus sering pindah bagian derajat, memerlukan tranformasi koordinat. b. Grid kurang praktis karena dinyatakan dalam kilometer fiktif. c. Tidak praktis untuk peta skala kecil dengan cakupan luas. d. Kesalahan arah maksimum 15 m untuk jarak 15 km.

Bidang silinder memotong bola bumi pada dua buah meridian yang disebut meridian standar dengan faktor skala 1.

Lebar zone 6 dihitung dari 180 BB dengan nomor zone 1 hingga ke 180 BT dengan nomor zone 60. Tiap zone mempunyai meridian tengah sendiri.

Perbesaran 0,9996.

di

meridian

tengah

Batas paralel tepi atas dan tepi bawah adalah 84 LU dan 80 LS.

Proyeksi Universal Traverse Mercator (UTM) UTM merupakan sistem proyeksi silinder, konform, secant, transversal. Dengan ketentuan sebagai berikut:

Pada dan

Gambar gambar

96

berikut XYZ

ditunjukkan menujukkan

perpotongan silinder terhadap bola bumi penggambaran proyeksi dari bidang datum ke bidang proyeksi.

Gambar 96. Kedudukan bidang proyeksi silinder terhadap bola bumi pada proyeksi UTM

130

Gambar 97. Proyeksi dari bidang datum ke bidang proyeksi

Gambar 98. Pembagian zone global pada proyeksi UTM

131

Pada

kedua

gambar

tersebut,

ekuator

Garis tebal dan garis putus-putus pada gambar menunjukkan proyeksi lingkaranlingkaran melalui I, II, III dan IV yang tidak mengalami distorsi setelah proyeksi. Konvergensi Meridian Ukuran lembar peta dan cara menghitung titik sudut lembar peta UTM Susunan sistem koordinat Ukuran satu lembar bagian derajat adalah 6 arah meridian 8 arah paralel (6 x 8) atau sekitar (665 km x 885 km). Pusat koordinat tiap bagian lembar derajat adalah perpotongan meridian tengah dengan "paralel" tengah. Absis dan ordinat semu di (0,0) adalah + 500.000 m, dan + 0 m untuk wilayah di sebelah utara ekuator atau +10.000.000 m untuk wilayah di sebelah selatan ekuator.

tergambar sebagai garis lurus dan meridianmeridian tergambar sedikit melengkung. Karena proyeksi UTM bersifat konform, maka paralel-paralel juga tergambar agak melengkung sehingga perpotongannya dengan meridian membentuk sudut siku. Ekuator tergambar sebagai garis lurus dan dipotong tegak lurus oleh proyeksi meridian tengah yang juga terproyeksi sebagai garis lurus melalui titik V dan VI. Kedua garis ini digunakan sebagai sumbu sistem koordinat (X,Y) proyeksi pada setip zone. Sistem grid pada proyeksi UTM terdiri dari garis lurus yang sejajar meridian tengah. Lingkaran tempat perpotongan silinder dengan bola bumi tergambar sebagai garis lurus. Pada daerah I, V, II dan III, VI, IV gambar proyeksi mengalami pengecilan, sedangkan pada daerah IA, IIB, IIIC dan IVD mengalami perbesaran.

Gambar 99. Konvergensi meridian pada proyeksi UTM

132

Gambar 99 dan 100 menunjukkan sistem koordinat dan faktor skala pada setiap lembar peta. Perhatikan pada absis antara 320.000 m 500.000 m dan 680.000 m 500.000 m terjadi pengecilan faktor skala dari 1 ke 0,9996. Sedangkan pada selang diluar kedua daerah ini terjadi perbesaran faktor skala.

Misalnya, pada tepi zone atau sekitar 300 km di sebelah barat dan timur meriadian tengah, untuk jarak 1.000 m pada meridian tengah akan tergambar 1.000.070 x 1.000 m = 1.000.070.000 m, atau terjadi distorsi sekitar 70 cm / 1 000 m.

Gambar 100. Sistem koordinat proyeksi peta UTM

Gambar 101. Grafik faktor skala proyeksi peta UTM

133

Lembar Peta UTM Global Penomoran setiap lembar bujur 6 dari 180 BB 180 BT menggunakan angka Arab 1 60. Penomoran setiap lembar arah paralel 80 LS 84 LU menggunakan huruf latin besar dimulai dengan huruf C dan berakhir huruf X dengan tidak menggunakan huruf I dan O. Selang seragam setiap 8 mulai 80 LS 72 LU atau C W. Menggunakan cara penomoran seperti itu, secara global pada proyeksi UTM, wilayah Indonesia di mulai pada zone 46 dengan meridian sentral 93 BT dan berakhir pada zone 54 dengan meridian sentral 141 BT, serta 4 satuan arah lintang, yaitu L, M, N dan P dimulai dari 15 LS 10 LU. Lembar peta UTM skala 1 : 250.000 di Indonesia a. Ukuran 1 lembar peta skala 1 : 250.000 adalah 1 x 1. Sehingga untuk satu bagian derajat 6 x 8 terbagi dalam 4 x 8 = 32 lembar. b. Angka Arab 1 - 31 untuk penomoran bagian lembar setiap 1 pada arah 94 BT 141 BT. c. Angka Romawi I XVII untuk penomoran bagian lembar setiap 1 pada arah 6 LU 11 LS. Lembar peta UTM skala 1 : 100.000 di Indonesia

a. Ukuran 1 lembar peta skala 1 : 100.000 adalah 30 x 30. b. Satu lembar peta skala 1 : 250.000 dibagi menjadi 6 bagian lembar peta skala 1 : 100.000. c. Angka Arab 1 94 untuk penomoran bagian lembar setiap 30 pada arah 94 BT 141 BT. d. Angka Arab 1 - 36 untuk penomoran bagian lembar setiap 30 pada arah 6 LU 12 LS. Lembar peta UTM skala 1 : 50.000 di Indonesia a. Ukuran 1 lembar peta skala 1 : 50.000 adalah 15 x 15. b. Satu lembar peta skala 1 : 100.000 dibagi menjadi 4 bagian lembar peta skala 1 : 50.000. c. Penomoran menggunakan angka Romawi I, II, III dan IV dimulai dari pojok kanan atas searah jarum jam. Lembar peta UTM skala 1 : 25.000 di Indonesia a. Ukuran 1 lembar peta skala 1 : 25.000 adalah 7 x 7 . b. Satu lembar peta skala 1 : 50.000 dibagi menjadi 4 bagian lembar peta skala 1 : 25.000. c. Penomoran menggunakan huruf latin kecil a, b, c dan d dimulai dari pojok kanan atas searah jarum jam.

134

1. Petapeta khusus

Gambar 102. Peta kota Bandung

Gambar 103. Peta Geologi

135

Gambar 104. Peta statistik

Gambar 105. Peta sungai

136

Gambar 106. Peta jaringan

2. Peta Dunia Peta dunia skalanya lebih kecil dari 1 : 1.000.000 yang berisikan pulau dan benua.

Gambar 107. Peta dunia

137

Kebaikan Proyeksi UTM

5.2. Aturan kuadran


a. Proyeksi simetris selebar 6 untuk setiap zone. b. Transformasi koordinat dari zone ke zone dapat dikerjakan dengan rumus yang sama untuk setiap zone di seluruh dunia. c. Distorsi berkisar antara - 40 cm/ 1.000 m dan 70 cm/ 1.000 m. Proyeksi TM-3 Sistem proyeksi peta TM-3 adalah sistem proyeksi Universal Tranverse Mercator dengan ketentuan faktor skala di meridian sentral = 0,9999 dan lebar zone = 3. Sistem proyeksi ini, sejak tahun 1997 digunakan oleh bekas Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebagai sistem koordinat nasional menggunakan datum absolut DGN-95. Ketentuan sistem proyeksi peta TM-3 : a. Proyeksi: TM dengan lebar zone 3. b. Sumbu pertama (Y): Meridian sentral dari setiap zone. c. Sumbu kedua (X) : Ekuator. d. Satuan : Meter. e. Absis semu (T) : 200.000 meter + X. f. Ordinat semu (U) : 1.500.000 meter + Y. 0,9999. g. Faktor skala pada meridian sentral : Koordinat proyeksi peta dapat didekati dengan aturan diatas atau ditetapkan oleh surveyor secara pendekatan lokal jika belum tersedia Bencmark Sistem disekitar kuadran lokasi yang pengukuran.

digunakan pada pengukuran dan pemetaan berbeda dengan sistem koordinat matematis (trigonometri). Sistem kuadran matematis bertambah besar ke arah berlawanan jarum jam. Alasan dari aturan kuadran ilmu ukur tanah yang searah jarum jam adalah karena peralatan pengukuran sudut menggunakan bantuan magnet bumi yang nilainya bertambah besar searah jarum jam. Sistem berbeda kuadran dengan koordinat kuadran geometrik trigonometrik

karena alat-alat Ilmu Ukur Tanah arahnya dari utara dan searah jarum jam. Untuk menentukan suatu titik terhadap titik yang lainnya dipergunakan sistem koordinat. Sistem koordinat yang dipergunakan adalah koordinat siku-siku (kartesien) dan koordinat polar. Menurut teori, sudut jurusan adalah sudut

yang dimulai dari arah utara geografis, maka arah utara diambil sebagai suatu salib sumbu. Pada waktu kaki bergerak OP: Berhimpit dengan sb, yang positif = 90 Berhimpit dengan sb, yang positif = 180

138

Berhimpit dengan sb, yang positif = 270 Berhimpit dengan sb, yang positif = 360 Dengan demikian kaki yang bergerak OP melalui daerah-daerah 0-90, 90-180, 180270, 270-300, dimana daerah-daerah tersebut disebut dengan: Kuadran I Kuadran II Kuadran III Kuadran IV : 0 90 : 90 180 : 180 270 : 270 360

5.3. Sistem koordinat


Sistem koordinat permukaan bumi

keseluruhan menggunakan sistem koordinat geografik (Geodetik) yang diukur dengan menggunakan derajat (degree) garis-garis lingkaran yang menghubungkan kutub utara ke kutub selatan dikenal dengan nama garis bujur (longitude) atau garis-garis meridian. Nilai nol derajat garis meridian melalui kota Greenwich di kota inggris. Adalah 0 derajat sampai dengan 180 derajat Bujur Barat. Nilai garis meridian dari Greenwich ke arah timur dikenal dengan nama bujur timur yang besarnya adalah 0 derajat sampai dengan 180 derajat Bujur Timur. Garis-garis lingkaran yang tegak lurus terhadap garis meridian dikenal dengan nama garis lintang (latitude). Nilai nol derajat garis lintang memotong di tengah garis meridian yang menghubungkan kutub utara dengan kutub

Dan kuadran berputar dengan jalannya jarum jam. Disamping ini digambar garis AB yang di sebellah kiri AB dan di sebelah kanan ba, Kedua arah BA dan AB mempunyai arah yang berlawanan, dengan memperpanjang AB, maka didapat pula ab dan ba, pada sebelah kanan dapat ditentukan hubungan antar ab dan ba karena terbukti bahwa:

ba = ab + 1800
Dengan uraian di atas tentang sudut jurusan, maka didapat dua sifat yang penting dari jurusan tersebut: I. II. 0 360
0

selatan dikenal dengan nama garis ekuator atau garis katulistiwa. Nilai garis lintang dari ekuator ke kutub utara dikenal dengan istilah lintang utara yang besarnya dari 0 derajat sampai dengan 90 derajat Lintang Utara. Nilai garis lintang dari ekuator ke kutub Selatan dikenal dengan istilah Lintang Selatan yang besarnya dari 0 derajat sampai dengan 90 derajat Lintang Selatan.

(sudut jurusan terletak


0

antara 0 - 360).

ab - ba = 180
180).

(dua sudut jurusan dari

dua arah yang berlawanan berselisih

139

Gambar 108. Sistem koordinat geografis

Beberapa adalah:

ketentuan

yang

berhubungan

Bujur (longitude - j), bujur barat (0 180 BB) dan bujur timur (0 - 180 BT). Lintang ( latitude - l ), lintang utara (0 90 LU) dan lintang selatan (0 90 LS).

dengan pemodelan bumi sebagai spheroid

Meridian dan meridian utama. Paralel dan paralel NOL atau ekuator.

Gambar 109. Bumi sebagai spheroid

140

Pengukuran tempat titik titik Menggunakan garis lurus Apabila titik titik tersebut terdapat pada satu garis lurus, dengan titik dasar 0 dimana sebelah kanan dari titik nol bertanda positif dan sebelah kiri dari titik nol bertanda negatif. Menggunakan sumbu koordinat Apabila terdapat dua titik tidak pada satu garis lurus, dengan titik O sebagai pusat dari perpotongan garis mendatar X (Absis) dan garis tegak lurus Y (Ordinat). Dimana pada sumbu X kesebelah kanan dari titik O bertanda positif dan sebelah kiri dari titik O bertanda negatif. Pada sumbu Y kearah utara dari titik O negatif. Untuk menentukan jarak dab dapat menggunakan Teorema Phytagoras: dab = bertanda positif dan kearah selatan dari titik O bertanda

Ilmu Ukur Sudut dari kanan ke kiri dan pada Ilmu Geodesi dari kiri ke kanan tapi daerah kuadran pada dua ilmu itu menyatakan daerah yang sama ialah: Kuadran I Kuadran II Kuadran III Kuadran IV : 00 900 : 900 1800 : 1800 2700 : 2700 3600

Segala suatu yang telah dipelajari pada Ilmu Ukur Sudut mengenai Sinus, Cosinus, dan Tangen berfungsi dengan penuh pada Ilmu Geodesi.
Tabel 8. Aturan kuadran trigonometris

Kuadran I Trigonometris Sin Cos Tan II III IV

Untuk menentukan besarnya atau lebih tepat di kuadran manakah sudut jurusan di letakkan, digunakan rumus: tg
ab

( X b X a ) 2 + (Y b Ya ) 2

5.4. Menentukan Sudut Jurusan


Seperti telah dijelaskan sebelumnya sudut jurusan adalah sudut yang dibentuk dari arah utara geografis kemudian diputar searah jarum jam dan berhenti pada garis yang telah ditentukan. Meskipun membagi kuadran pada ilmu ukur sudut dan pada ilmu geodesi, yaitu pada

Xb Xa Yb Ya
perhitungan analitik yaitu ini adalah goniometri-

Dasardasar geometri

trigonometri adalah sebagai berikut : Sin

x y x ; Cos = ; Tgn = r r y

Tgab =

Xb X a Yb Ya

141

B ( X b ,Y b )

d ab

ab

C A ( X a ,Y a )

Gambar 110. Sudut jurusan

Dari gambar di atas dapat dicari jarak

d ab

menggunakan aturan sinus dan cosinus :

cos ab = d ab =

Y Yb Ya = r d ab

Yb Ya cos ab X Xb Xa = r d ab
Gambar 111. Aturan kuadran geometris

sin ab =
d ab =

Xb Xa sin ab

Untuk menentukan luas pengukuran dengan menggunakan sistem koordinat : Metode Sarus Metode Sarus Apabila terdapat beberapa variabel X dan Y. Misalnya X1, X2, X3,..., Xn dan Y1, Y2, Y3,..., Yn. Maka kedua variabel tersebut dikali silang kemudian dibagi 2.

(X1 Y2 + X2 Y3 + X3 Y1 )(Y X2 +Y2 X3 +Y3 X1) 1 2

Gambar 112. Aturan kuadran trigonometris

142

Model Ukur Tanah Model Diagram Alir IlmuDiagram AlirPertemuan ke-05 Proyeksi Peta, Aturan Kuadran dan Sistem Kuadran Sistem Koordinat, Proyeksi Peta dan Aturan Kordinat Dosen Penanggung Jawab : Dr.Ir.Drs.H.Iskandar Muda Purwaamijaya, MT

Sistem Koordinat Permukaan Bumi (dalam Degree / Derajat) (Koordinat Geodetik : Longitude dan Latitude) (Bujur dan Lintang)

Lingkaran-Lingkaran yang melalui Kutub Utara dan Selatan (Garis Bujur/Meridian/Longitude)

Lingkaran-Lingkaran yang tegak lurus Garis Bujur/Meridian/Longitude (Garis Lintang/Paralel/Latitude)

Nol Derajat Meridian di Kota Greenwich Inggris

Nol Derajat Paralel di Garis Equator/Khatulistiwa

Bujur Barat 0 - 180

Bujur Timur 0 - 180

Lintang Utara 0 - 90

Lintang Selatan 0 - 90

Distorsi (Perubahan Bentuk) Informasi jarak, sudut dan luas)

Bidang Bola / Ellipsoida

Proyeksi Peta : Proses memindahkan informasi dari bidang lengkung ke bidang datar melalui bidang perantara

Bidang Perantara

Silinder/ Cylindrical

Datar/ Zenithal

Kerucut/ Conical

Posisi Sumbu Putar Bumi terhadap Garis Normal Bidang Perantara

Transversal/ Tegak Lurus

Normal/Berhimpit/ Sejajar

Oblique/Miring

Jarak (Equidistance) Bina Marga / Jasa Marga

Informasi Geometris yang dipertahankan

Sudut (Conform) Navigasi Luas (Equivalent) BPN

Bidang Datar

Gambar 113. Diagram alir Proyeksi Peta, Aturan Kuadran dan Sistem Kordinat

143

Rangkuman
Berdasarkan uraian materi bab 5 mengenai Proyeksi Peta, Aturan Kuadran dan Sistem Kordinat, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Proyeksi peta adalah teknik-teknik yang digunakan untuk menggambarkan sebagian atau keseluruhan permukaan tiga dimensi yang secara kasaran berbentuk bola ke permukaan datar dua dimensi dengan distorsi sesedikit mungkin. 2. Sistem proyeksi peta dibuat untuk mereduksi sekecil mungkin distorsi. Tujuan Sistem Proyeksi Peta dibuat dan dipilih untuk menyatakan dan menyajikan secara grafis posisi titik-titik pada permukaan bumi ke dalam sistem koordinat bidang datar. 3. Cara proyeksi peta dapat dilakukan dengan cara proyeksi langsung (direct projection) dan proyeksi tidak langsung (double projection). Secara garis besar sistem proyeksi peta bisa dikelompokkan berdasarkan pertimbangan ekstrinsik dan intrinsik. 4. Bidang datum adalah bidang yang akan digunakan untuk memproyeksikan titik-titik yang diketahui koordinatnya (j ,l ). Sedangkan bidang proyeksi adalah bidang yang akan digunakan untuk memproyeksikan titik-titik yang diketahui koordinatnya (X,Y). 5. UTM merupakan sistem proyeksi silinder, konform, secant, transversal. 6. Sistem proyeksi peta TM-3 adalah sistem proyeksi Universal Tranverse Mercator dengan ketentuan faktor skala di meridian sentral = 0,9999 dan lebar zone = 3. 7. Sudut jurusan adalah sudut yang dimulai dari arah utara geografis, maka arah utara diambil sebagai suatu salib sumbu. 8. Meskipun membagi kuadran pada ilmu ukur sudut dan pada ilmu geodesi berjalan berlawanan, ialah pada Ilmu Ukur Sudut dari kanan ke kiri dan pada Ilmu Geodesi dari kiri ke kanan tapi daerah kuadran pada dua ilmu itu menyatakan daerah yang sama. Oleh karena itu, alat-alat Ilmu Ukur Tanah arahnya dari utara dan searah jarum jam. 9. Untuk menentukan luas pengukuran dengan menggunakan sistem koordinat dapat menggunakan metode Sarus. Metode Sarus dapat digunakan apabila terdapat beberapa variabel X dan Y. Misalnya X1, X2, X3,..., Xn dan Y1, Y2, Y3,..., Yn. Maka kedua variabel tersebut dikali silang kemudian dibagi 2.

144

Soal Latihan
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini! 1. Jelaskan pengertian dan tujuan proyeksi peta ? 2. Apa yang dimaksud dengan bidang datum dan bidang proyeksi ? 3. Keuntungan dan kerugian apa saja pada sistem proyeksi polyeder ? 4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan sistem proyeksi peta TM-3, serta ketentuanketentuannya ? 5. Jelaskan mengapa aturan kuadran Ilmu Ukur Tanah searah jarum jam ? 6. Sebutkan ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan permodelan bumi sebagai spheroid ? 7. Apa yang dimaksud dengan sudut jurusan ?

LAMPIRAN A. 1

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (1983). Ukur Tanah 2. Jurusan Teknik Sipil PEDC. Bandung Barus, B dan U.S. Wiradisastra. 2000. Sistem Informasi dan Geografis. Bogor. Budiono, M. dan kawan-kawan. 1999. Ilmu Ukur Tanah. Angkasa. Bandung. Darmaji, A. 2006. Aplikasi Pemetaan Digital dan Rekayasa Teknik Sipil dengan Autocad Development. ITB. Bandung. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1999. Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan. Depdikbud. Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional RI. 2003. Standar Kompetensi Nasional Bidang SURVEYING. Bagian Proyek Sistem Pengembangan. Jakarta. Gayo, Yusuf., dan kawan-kawan. 2005. Pengukuran Topografi dan Teknik Pemetaan. PT. Pradjna Paramita. Jakarta. Gumilar, I. 2003. Penggunaan Computer Aided Design (CAD) pada Biro Arsitek. Jurusan Pendidikan Teknik Bangunan FPTK UPI. Bandung. Gunarta, I.G.W.S. dan A.B. Sailendra. 2003. Penanganan Masalah Jalan Tembus Hutan secara Terintegrasi : Kajian terhadap Kebutuhan Kelembagaan Stakeholders. Jurnal Litbang Jalan Volume 20 No.3 Oktober. Departemen Pekerjaan Umum. Bandung. Gunarso, P. dan kawan-kawan. 2004. Modul Pelatihan SIG. Pemkab Malinau Hasanudin, M. dan kawan-kawan. 2004. Survai dengan GPS. Pradnya Paramita. Jakarta. Hendriatiningsih, S. 1990. Engineering Survey. Teknik geodesi FPTS ITB. Bandung. Hayati, S. 2003. Aplikasi Geographical Information System untuk Zonasi Kesesuaian Lahan Perumahan di Kabupaten Bandung. Lembaga Penelitian UPI. Bandung. Jurusan Pendidikan Teknik Bangunan. 2005. Struktur Kurikulum Program Studi Pendidikan Teknik Sipil FPTK UPI. Jurusan Diktekbang FPTK UPI. Bandung. Kusminingrum, N. dan G. Gunawan. 2003. Evaluasi dan Strategi Pengendalian Pencemaran Udara di Kota-Kota Besar di Indonesia. Jurnal Litbang Jalan Volume 20 No.1 Departemen Pekerjaan Umum. Bandung. Lanalyawati. 2004. Pengkajian Pengelolaan Lingkungan Jalan di Kawasan Hutan Lindung (Bedugul Bali). Jurnal Litbang Jalan Volume 21 No.2 Juli. Departemen Pekerjaan Umum. Bandung. Marina, R. 2002. Aplikasi Geographical Information System untuk Evaluasi Kemampuan Lahan di Kabupaten Sumedang. Masri, RM. 2007. Kajian Perubahan Lingkungan Zona Buruk untuk Perumahan. SPS IPB. Bogor. Mira, S. 1988. Poligon. Teknik Geodesi FTSP ITB. Bandung.

LAMPIRAN A. 2

Mira, S. R.M. 1988. Ukuran Tinggi Teliti. Teknik Geodesi FTSP ITB. Bandung. Melani, D. 2004. Aplikasi Geographical Information System untuk Zonasi Kesesuaian Lahan Perumahan di Kabupaten Sumedang. Jurusan Pendidikan Teknik Bangunan FPTK UPI. Bandung. Mulyani, S.Y.R dan Lanalyawati. 2004. Kajian Kebijakan dalam Pengelolaan Lingkungan Jalan di Kawasan Sensitif. Jurnal Litbang Jalan Volume 21 No.1 Maret. Departemen Pekerjaan Umum. Bandung. Parhasta, E. 2002. Tutorial Arcview SIG Informatika. Bandung. Purwaamijaya, I.M. 2006. Ilmu Ukur Tanah untuk Teknik Sipil. FPTK UPI. Bandung. Purwaamijaya, I.M. 2005a. Analisis Kemampuan Lahan di KecamatanKecamatan yang Dilalui Jalan Soekarno-Hatta di Kota Bandung Jawa Barat. Jurnal Permukiman ISSN : 02150778 Volume 21 No.3 Desember 2005. Departemen Pekerjaan Umum. Badan Penelitian dan Pengembangan. Bandung. Purwaamijaya, I.M. 2005b. Analisis Kemampuan Lahan sebagai Acuan Penyimpangan Gejala Konversi Lahan Sawah Beririgasi Menjadi Lahan Perumahan di Koridor Jalan SoekarnoHatta Kota Bandung. Jurnal Informasi Teknik ISSN : 0215-1928 No.28 2005. Departemen Pekerjaan Umum. Badan Penelitian dan Pengembangan. Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Air. Balai Irigasi. Bekasi. Purwaamijaya, I.M. 2005c. Pola Perubahan Lingkungan yang Disebabkan oleh Prasarana dan Sarana Jalan (Studi Kasus : Jalan Soekarno-Hatta di Kota

Bandung Jawa Barat). Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Purworaharjo,U. 1986. Ilmu Ukur Tanah Seri A Pengukuran Tinggi. Teknik Geodesi Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Bandung. Purworaharjo,U. 1986. Ilmu Ukur Tanah Seri B Pengukuran Horisontal. Teknik Geodesi Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Bandung. Purworaharjo,U. 1986. Ilmu Ukur Tanah Seri C Pemetaan Topografi. Teknik Geodesi Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Bandung. Purworaharjo,U. 1982. Hitung proyeksi Geodesi (Proyeksi Peta). Teknik Geodesi Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Bandung. Staf Ukur Tanah. 1982. Petunjuk Penggunaan Planimeter. Pusat Pengembangan Penataran Guru Teknologi. Bandung.

Supratman, A.. 2002. Geometrik Jalan Raya. FPTK IKIP. Bandung. Supratman, A.,dan I.M Purwaamijaya. 1992. Pengukuran Horizontal. Bandung.: FPTK IKIP. Supratman, A.,dan I.M Purwaamijaya. (1992). Modul Ilmu Ukur Tanah. FPTK IKIP. Bandung. Susanto dan kawan-kawan. (1994). Modul : Pemindahan Tanah Mekanis. FPTK IKIP. Bandung. Wongsotjitro. 1980. Ilmu Kanisius .Yogyakarta. Ukur Tanah.

Yulianto, W. 2004. Aplikasi AUTOCAD 2002 untuk Pemetaan dan SIG. Gramedia. Jakarta.

LAMPIRAN B.1

GLOSARIUM
Absis Analog Astronomis Automatic level : : : : Posisi titik yang diproyeksikan terhadap sumbu X yang arahnya horizontal pada bidang datar. Sistem penyajian peta secara manual. Ilmu yang mempelajari posisi relatif benda-benda langit terhadap benda-benda langit lainnya. Sipat datar optis yang mirip dengan tipe kekar tetapi dilengkapi dengan alat kompensator untuk membuat garis bidik mendatar dengan sendirinya. Sudut yang dibentuk dari garis arah utara terhadap garis arah suatu titik yang besarnya diukur searah jarum jam. Alat atau metode untuk mengukur tekanan udara yang diaplikasikan untuk menghitung beda tinggi antara beberapa titik di atas permukaan bumi yang berkategori gunung (slope > 40 %). Titik ikat di lapangan yang ditandai oleh patok yang dibuat dari beton dan besi dan telah diketahui koordinatnya hasil pengukuran sebelumnya. Metode koreksi absis dan ordinat pada pengukuran polygon yang bobotnya adalah perbandingan antara jarak resultante terhadap total jarak resultante. Badan Pertanahan Nasional (Kantor Agraria / Pertanahan). Computer Aided Design. Penyajian gambar secara digital menggunakan perangkat keras dan perangkat lunak komputer. Metode pengikatan ke belakang (alat berdiri di atas titik yang ingin diketahui koordinatnya) yang menggunakan bantuan 2 titik penolong dan dua buah lingkaran. Metode pengikatan ke belakang (alat berdiri di atas titik yang ingin diketahui koordinatnya) yang menggunakan bantuan 1 titik penolong dan satu buah lingkaran. Pengaturan koordinat peta analog agar sesuai dengan koordinat pada sistem koordinat peta digital yang titik-titik ikat acuannya adalah titik-titik di peta analog yang memiliki nilai-nilai koordinat. Besar sudut yang dihitung dari perbandingan sisi datar terhadap sisi miring. Benang silang diafragma yang tampak pada lensa objektif teropong sebagai acuan untuk membaca ketinggian garis bidik pada rambu ukur. Profil melintang. Penampang pada arah lebar yang menggambarkan turun naiknya permukaan suatu bentuk objek. Titik perpotongan antara ellipsoid referensi dengan geoid (datum relatif). Pusat ellipsoid referensi berimpit dengan pusat bumi (datum absolut). Sistem penyajian informasi (grafis atau teks) secara biner elektronis.

Azimuth Barometri

: :

Benchmark

Bowditch

BPN CAD Cassini

: : :

Collins

Coordinate Set

Cosinus Cross hair

: :

Cross Section Datum

: :

Digital

LAMPIRAN B.2

Digitizer

Distorsi

DGN Dumpy level Ellipsoid

: : :

Equator Flattening

: :

Fokus Fotogrametri

: :

Geodesi

Geodesic Geoid Geometri Gradien Grafis Greenwich Grid

: : : : : : :

Hexagesimal Higragirum Horisontal Indeks

: : : :

Alat yang digunakan untuk mengubah peta-peta analog menjadi peta-peta digital dengan menelusuri detail-detail peta satu persatu. Perubahan bentuk atau perubahan informasi geometrik yang disajikan pada bidang lengkung (bola/ellipsoidal) terhadap bentuk atau informasi geometrik yang disajikan pada bidang datar. Datum Geodesi Nasional, datum sistem koordinat nasional. Sipat datar optis tipe kekar, sumbu tegak menjadi satu dengan teropong. Bentuk 3 dimensi dari ellips yang diputar pada sumbu pendeknya dan merupakan bentuk matematis bumi. Spheroid persamaan kata ellipsoid. Garis khatulistiwa yaitu garis yang membagi bumi bagian utara dan bumi bagian selatan sama besar. Kegepengan. Nilai yang diperoleh dari pembagian selisih radius terpendek dengan radius terpanjang ellipsoida terhadap radius terpendek. Ketajaman penampakan objek pada teropong dan dapat diatur dengan tombol fokus. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang mempelajari mengenai geometris foto-foto udara yang diperoleh dari pemotretan menggunakan pesawat terbang. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang mempelajari dan menyajikan informasi bentuk permukaan bumi dengan memperhatikan kelengkungan bumi. Kurva terpendek yang menghubungkan dua titik pada permukaan ellipsoida. Bentuk tidak beraturan yang mewakili permukaan air laut di bumi dan memiliki energi potensial yang sama. Ilmu yang mempelajari bentuk matematis di atas permukaan bumi. Besarnya nilai perbandingan sisi muka terhadap sisi samping yang membentuk sudut tegak lurus (90o) Penyajian hasil pengukuran dengan gambar. Kota di Inggris yang dilewati oleh garis meridian (longitude/bujur) 0o. Bentuk empat persegi panjang yang merupakan referensi posisi absis dan ordinat yang diletakkan di muka peta yang panjang dan lebarnya bergantung pada unit posisi X dan Y yang ditetapkan oleh pembuat peta berdasarkan kaidah kartografi (pemetaan). Sistem besaran sudut yang menyajikan sudut dengan sebutan derajat, menit, second. Satu putaran = 360o. 1o=60. 1=60. Hg, air raksa yang dipakai sebagai cairan penunjuk nilai tekanan udara pada alat barometer. Garis atau bidang yang tegak lurus terhadap garis atau bidang yang menjauhi pusat bumi. Garis kontur yang penyajiannya lebih tebal atau lebih ditonjolkan dibandingkan garis-garis kontur lain setiap selang ketinggian tertentu.

LAMPIRAN B.3

Interpolasi Intersection

: :

Galat GIS

: :

GPS Gravitasi GRS-1980

: : :

Hardcopy Hardware Informasi Inklinasi Interpolasi Jalon Jurusan Kalibrasi

: : : : : : : :

Kartesian Kompas Kontrol

: : :

Kontur

Konvergensi Konversi Koordinat

: : :

Metode perhitungan ketinggian suatu titik di antara dua titik yang dihubungkan oleh garis lurus. Nama lain dari pengikatan ke muka, yaitu pengukuran titik tunggal dari dua buah titik yang telah diketahui koordinatnya dengan menempatkan alat theodolite di atas titik-titik yang telah diketahui koordinatnya. Selisih antara nilai pengamatan dengan nilai sesungguhnya. Geographical Information System. Suatu sistem informasi yang mampu mengaitkan database grafis dengan data base tekstualnya yang sesuai. Global Positioning System. Sistem penentuan posisi global menggunakan satelit buatan Angkatan Laut Amerika Serikat. Gaya tarik bumi yang mengarah ke pusat bumi dengan nilai + 9,8 m2/detik. GeodeticReference System tahun 1984, adalah ellipsoid terbaik yang memiliki penyimpangan terkecil terhadap geoid (lihat istilah geoid). Dokumentasi peta-peta digital dalam bentuk lembaran-lembaran peta yang dicetak dengan printer atau plotter. Perangkat keras computer yang terdiri CPU (Central Processing Unit), keyboard (papan ketik), printer, mouse. Sesuatu yang memiliki makna atau manfaat. Sudut vertical yang dibentuk dari garis bidik (dinamakan juga sudut miring). Suatu rumusan untuk mencari ketinggian suatu titik yang diapit oleh dua titik lain dengan konsep segitiga sebangun. Batang besi seperti lembing berwarna merah dan putih dengan panjang + 1,5 meter sebagai target bidikan arah horizontal. Sudut yang dihitung dari selisih absis dan ordinat dengan acuan sudut nolnya arah sumbu Y positif searah jarum jam. Suatu prosedur untuk mengeliminasi kesalahan sistematis pada peralatan pengukuran dengan menyetel ulang komponenkomponen dalam peralatan. Sistem koordinar siku-siku. Alat yang digunakan untuk menunjukkan arah suatu garis terhadap utara magnet yang dipengaruhi magnet bumi. Upaya mengendalikan data hasil pengukuran di lapangan agar Memenuhi syarat geometrik tertentu sehingga kesalahan hasil pengukuran di lapangan dapat memenuhi syarat yang ditetapkan dan kesalahan-kesalahan acaknya telah dikoreksi. Garis khayal di permukaan bumi yang menghubungkan titik-titik dengan ketinggian yang sama dari permukaan air laut rata-rata (MSL). Garis di atas peta yang menghubungkan titik-titik dengan ketinggian yang sama dari permukaan air laut rata-rata dan kerapatannya bergantung pada ukuran lembar penyajian (skala peta). Serangkaian garis searah yang menuju suatu titik pertemuan. Proses mengubah suatu besaran (sudut/jarak) dari suatu sistem menjadi sistem yang lain. Posisi titik yang dihitung dari posisi nol sumbu X dan posisi nol sumbu Y.

LAMPIRAN B.4

Koreksi Kuadran Kuadrilateral Latitude

: : : :

Leveling head Logaritma Longitude

: : :

Long Section Loxodrome Mapinfo

: : :

MSL

Mistar

Meridian

Nivo

Normal Oblique

: :

Offset Ordinat Orientasi Orthodrome Overlay

: : : : :

Nilai yang dijumlahkan terhadap nilai pengamatan sehingga diperoleh nilai yang dianggap benar. Nilai koreksi = - kesalahan. Ruang-ruang yang membagi sudut satu putaran menjadi 4 ruang yang pusat pembagiannya adalah titik 0. Bentuk segiempat dan diagonalnya yang diukur sudut-sudut dan jarak-jaraknya untuk menentukan koordinat titik di lapangan. Nama lain garis parallel. Garis-garis khayal yang tegak lurus garis meridian dan melingkari bumi. Paralel nol berada di equator atau garis khatulistiwa. Bagian yang terdiri dari tribach dan trivet, disebut juga kiap. Nilai yang diperoleh dari kebalikan fungsi pangkat. Nama lain garis meridian. Garis-garis khayal di permukaan bumi yang menghubungkan kutub utara dan kutub selatan bumi. Meridian nol berada di Kota Greenwich, Inggris. Profil memanjang. Penampang pada arah memanjang yang menggambarkan turun naiknya permukaan suatu bentuk objek. Nama lain adalah Rhumbline. Garis (kurva) yang menghubungkan titik-titik dengan azimuth yang tetap. Desktop Mapping Software. Perangkat lunak yang digunakan untuk pembuatan peta digital berinformasi yang dibuat dengan spesifikasi teknis perangkat keras untuk pemakai tunggal dan dibuat oleh perusahaan Mapinfo Corporation yang berdomisili di Kota New York Amerika Serikat. Mean Sea Level (permukaan air laut rata-rata yang diamati selama periode tertentu di pinggir pantai). Sebagai acuan titik nol pengukuran tinggi di darat. Papan penggaris berukuran 3 meter yang dapat dilipat dua sebagai target pembacaan diafragma teropong untuk mengukur tinggi garis bidik (benang atas, benang tengah, benang bawah). Garis-garis khayal di permukaan bumi yang menghubungkan kutub utara dan kutub selatan bumi. Meridian nol berada di Kota Greenwich, Inggris. Gelembung udara dan cairan yang berada pada tempat berbentuk bola atau silinder sebagai penunjuk bahwa teropong sipat datar atau theodolite telah sejajar dengan bidang yang memiliki energi potensial yang sama. Proyeksi peta yang sumbu putar buminya berimpit dengan garis normal bidang perantara (datar, kerucut, silinder). Proyeksi peta yang sumbu putar buminya membentuk sudut tajam (< 90o) dengan garis normal bidang perantara (datar, kerucut, silinder). Metode pengukuran menggunakan alat-alat sederhana (prisma, pita ukur, jalon). Posisi titik yang diproyeksikan terhadap sumbu Y yang arahnya vertical pada bidang datar. Pengukuran untuk mengetahui posisi absolute dan posisi relative Objek-objek di atas permukaan bumi. Proyeksi garis geodesic pada bidang proyeksi. Suatu fungsi pada analisis pemetaan digital dan GIS yang Menumpangtindihkan tema-tema dengan jenis pengelompokkan yang berbeda.

LAMPIRAN B.5

Pantograph Paralel

: :

Pegas

Pesawat Phytagoras

: :

Planimeter Planimetris Point Set

: : :

Polar Polyeder

: :

Polygon

Profil Proyeksi peta

: :

Radian RAM

: :

Raster

Remote Sensing

Resiprocal

Reversible level

Rotasi

Alat yang digunakan untuk memperbesar atau memperkecil objek gambar. Garis-garis khayal yang tegak lurus garis meridian dan melingkari bumi. Paralel nol berada di equator atau garis khatulistiwa. Gulungan kawat berbentuk spiral yang dapat memanjang dan memendek karena gaya tekan atau tarik yang digunakan pada alat sipat datar. Istilah untuk alat ukur optis waterpass atau theodolite. Ilmuwan yang menemukan rumusan kuadrat garis terpanjang di suatu segitiga dengan salah satu sudutnya 90o adalah sama dengan perjumlahan kuadrat 2 sisi yang lain. Alat untuk menghitung koordinat secara konvensional. Bidang datar (2 dimensi) yang dinyatakan dalam sumbu X dan Y Pengaturan koordinat peta analog agar sesuai dengan koordinat pada sistem koordinat peta digital yang titik-titik ikat acuannya adalah titik-titik di peta analog yang identik dengan titik-titik di peta digital yang telah ada. Sistem koordinat kutub (sudut dan jarak). Sistem proyeksi dengan bidang perantara kerucut, sumbu putar bumi berimpit dengan garis normal kerucut, informasi geometric yang dipertahankan sama adalah sudut (conform) dan tangent. Serangkaian garis-garis yang membentuk kurva terbuka atau Tertutup untuk menentukan koordinat titik-titik di atas permukaan bumi. Potongan gambaran turun dan naiknya permukaan tanah baik memanjang atau melintang. Proses memindahkan informasi geometrik dari bidang lengkung (bola/ellipsoidal) ke bidang datar melalui bidang perantara (bidang datar, kerucut, silinder). Sistem besaran sudut yang menyajikan sudut satu putaran = 2 radian. = 22/7 = 3,14 Random Acces Memory. Bagian dalam komputer yang digunakan sebagai tempat menyimpan dan memroses fungsifungsi matematis untuk sementara waktu. Penyajian peta atau gambar secara digital menggunakan unit-unit terkecil berbentuk bujur sangkar. Ketelitian unit-unit terkecil dinamakan dengan resolusi. Penginderaan jauh. Pemetaan bentuk permukaan bumi menggunakan satelit buatan dengan ketinggian tertentu yang direkam secara digital dengan ukuran-ukuran kotak tertentu yang dinamakan pixel. Salah satu metode pengukuran beda tinggi dengan menggunakan 2 alat sipat datar dan rambunya yang dipisahkan oleh halangan alam berupa sungai atau lembah dan dilakukan bolak-balik untuk meningkatkan ketelitian hasil pengukuran. Sipat datar optis tipe reversi yang teropongnya dapat diputar pada sumbu mekanis dan disangga oleh bagian tengah yang mempunyai sumbu tegak. Perubahan posisi suatu objek karena diputar pada suatu sumbu putar tertentu.

LAMPIRAN B.6

Sarrus Scanner

: :

Sentisimal Simetris Sinus Skala Softcopy Software Stadia Statif Tachymetri

: : : : : : : : :

Tangen Tilting level TM-3 Topografi

: : : :

Total Station

Trace Transit

: :

Transversal

Triangulasi Triangulaterasi Tribach Trigonometri

: : : :

Trilaterasi

Orang yang menemukan rumusan perhitungan luas dengan nilainilai koordinat batas kurva. Alat yang mengubah gambar-gambar atau peta-peta analog Menjadi gambar-gambar/peta-peta digital dengan cara mengkilas. Sistem besaran sudut yang menyajikan sudut dengan sebutan grid, centigrid, centicentigrid. Satu putaran = 400g, 1g=100c, 1c=100cc. Bagian yang dibagi sama besar oleh suatu garis diagonal. Besar sudut yang dihitung dari perbandingan sisi muka terhadap sisi miring. Nilai perbandingan besaran jarak atau luas di atas kertas terhadap jarak dan luas di lapangan. Dokumentasi peta-peta digital dalam bentuk file-file digital. Perangkat lunak computer untuk berbagai macam kepentingan. Benang tipis berwarna hitam yang tampak di dalam teropong alat. Kaki tiga untuk menyangga alat waterpass atau theodolite optis. Metode pengukuran titik-titik detail menggunakan alat theodolite yang diikatkan pada pengukuran kerangka dasar vertikal dan horisontal. Besar sudut yang dihitung dari perbandingan sisi muka terhadap sisi miring. Sipat datar optis tipe jungkit yang sumbu tegak dan teropong Dihubungkan dengan engsel dan sekrup pengungkit. Sistem proyeksi Universal Transverse Mercator dengan faktor Skala di meridian sentral adalah 0,9999 dan lebar zone = 3o. Peta yang menyajikan informasi di atas permukaan bumi baik unsur alam maupun unsur buatan manusia dengan skala sedang dan kecil. Alat ukur theodolite yang dilengkapi dengan perangkat elekronis untuk menentukan koordinat dan ketinggian titik detail secara otomatis digital menggunakan gelombang elektromagnetis. Serangkaian garis yang merupakan garis tengah suatu bangunan (jalan, saluran, jalur lintasan). Metode koreksi absis dan ordinat pada pengukuran polygon yang bobotnya adalah perbandingan antara jarak proyeksi pada sumbu X atau Y terhadap total jarak proyeksi pada sumbu X atau Y. Proyeksi peta yang sumbu putar buminya tegak lurus (membentuk sudut 90o) dengan garis normal bidang perantara (datar, kerucut, silinder). Serangkaian segitiga yang diukur sudut-sudutnya untuk Menentukan koordinat titik-titik di lapangan. Serangkaian segitiga yang diukur sudut-sudut dan jarak-jaraknya di lapangan untuk menentukan koordinat titik-titik di lapangan. Penyangga sumbu kesatu dan teropong. Bagian dari ilmu matematika yang diaplikasikan untuk Menghitung beda tinggi antara beberapa titik di atas permukaan bumi yang berkategori bermedan bukit (8%< slope < 40 %). Serangkaian segitiga yang diukur jarak-jaraknya untuk Menentukan koordinat titik-titik di lapangan.

LAMPIRAN B.7

Trivet

Unting-unting

UTM

Vektor

Vertikal Visual Waterpass

: : :

WGS-84

Zenith Zone

: :

Bagian terbawah dari alat sipat datar dan theodolite yang dapat dikuncikan pada statif. Bentuk silinder-kerucut terbuat dari kuningan yang digantung di bawah alat waterpass atau theodolite sebagai penunjuk arah titik nadir atau pusat bumi yang mewakili titik patok. Universal Transverse Mercator. Sistem proyeksi peta global yang memiliki lebar zona 6o sehingga jumlah zona UTM seluruh dunia adalah 60 zona. Bidang perantara yang digunakan adalah silinder dengan posisi transversal (sumbu putar bumi tegak lurus terhadap garis normal silinder), informasi geometrik yang dipertahankan sama adalah sudut (konform) dan secant. Penyajian peta atau gambar secara digital menggunakan garis, titik dan kurva. Ketelitian unit-unit terkecil dinamakan dengan resolusi. Garis atau bidang yang menjauhi pusat bumi. Penglihatan kasat mata. Alat atau metode yang digunakan untuk mengukur tinggi garis bidik di atas permukaan bumi yang berkategori bermedan datar (slope < 8 %). World Geodetic System tahun 1984, adalah ellipsoid terbaik yang Memiliki penyimpangan terkecil terhadap geoid (lihat istilah geoid). Titik atau garis yang menjauhi pusat bumi dari permukaan bumi. Kurva yang dibatasi oleh batas-batas dengan kriteria tertentu.

LAMPIRAN C.1

DAFTAR TABEL
No 1 2 3 4 Teks Ketelitian posisi horizontal (x,y) titik triangulasi Tingkat Ketelitian Pengukuran Sipat Datar Tingkat Ketelitian Pengukuran Sipat Datar Ukuran kertas untuk penggambaran hasil pengukuran dan pemetaan Formulir pengukuran sipat datar Formulir pengukuran sipat datar Kelas proyeksi peta Aturan kuadran trigonometris Cara Sentisimal ke cara seksagesimal Cara Sentisimal ke cara radian Cara seksagesimal ke cara radian Cara radian ke cara sentisimal Cara seksagesimal ke cara radian Buku lapangan untuk pengukuran sudut dengan repitisi. Metode perhitungan perbedaan sudut ganda dan perbedaan observasi Arti dari perbedaan sudut ganda dan perbedaan observasi. Buku lapangan sudut vertikal. Daftar Logaritma Hitungan dengan cara logaritma Hitungan cara logaritma Ukuran Kertas Seri A Bacaan sudut Jarak Formulir pengukuran poligon 1 Formulir pengukuran poligon 2 Formulir pengukuran poligon 3 Contoh perhitungan garis bujur ganda format daftar planimeter tipe 1 format daftar planimeter tipe 2 Hal

No 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41

Teks Formulir pengukuran titik detail Formulir pengukuran titik detail posisi 1 Formulir pengukuran titik detail posisi 2 Formulir pengukuran titik detail posisi 3 Formulir pengukuran titik detail posisi 4 Formulir pengukuran titik detail posisi 5 Formulir pengukuran titik detail posisi 6 Formulir pengukuran titik detail posisi 7 Formulir pengukuran titik detail posisi 8 Bentuk muka tanah dan interval kontur. Tabel perhitungan galian dan timbunan Daftar load factor dan procentage swell dan berat dari berbagai bahan Daftar load factor dan procentage swell dan berat dari berbagai bahan Keunggulan dan kekurangan pemetaan digital dengan konvensional Contoh keterangan warna gambar Keterangan koordinat Kelebihan dan kekurangan pekerjaan GIS dengan manual/pemetaan Digital Pendigitasian Konvensional di banding pendigitasian GPS Beberapa fungsi tetangga sederhana Perbandingan Bentuk Data Raster dan Vektor

Hal 374 375 376 377 378 379 380 381 382 391 431

14 61 96

108 115 116 123 139 148 149 150 151 152

5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

433

42 186 43 186 44 187 187 204 208 230 283 287 287 303 304 305 319 326 326 45 46

15

434

16

445 468 468

17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29

482 498 509 511

47 48 49

LAMPIRAN D.1

DAFTAR GAMBAR
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 Teks Anggapan bumi Ellipsoidal bumi Aplikasi pekerjaan pemetaan pada bidang teknik sipil Staking out Pengukuran sipat datar optis Alat sipat datar Pita ukur Rambu ukur Statif Barometris Pengukuran Trigonometris Pengukuran poligon Jaring-jaring segitiga Pengukuran pengikatan ke muka Pengukuran collins Pengukuran cassini Macam macam sextant Alat pembuat sudut siku cermin Prisma bauernfiend Jalon Pita ukur Pengukuran titik detail tachymetri Diagram alir pengantar survei dan pemetaan Kesalahan pembacaan rambu Pengukuran sipat datar Prosedur Pemindahan Rambu Kesalahan Kemiringan Rambu Pengaruh kelengkungan bumi Kesalahan kasar sipat datar Kesalahan Sumbu Vertikal Pengaruh kesalahan kompas theodolite Sket perjalanan Gambar Kesalahan Hasil Survei Kesalahan karena penurunan alat Pembacaan pada rambu I Pembacaan pada rambu II Hal 2 3 6 6 7 9 9 9 9 10 10 12 15 16 17 18 18 19 19 19 19 21 22 26 27 27 28 29 30 31 36 37 37 39 40 41

No 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76

Teks Kesalahan Skala Nol Rambu Bukan rambu standar Sipat Datar di Suatu Slag Rambu miring Kelengkungan bumi Kelengkungan bumi Refraksi atmosfir Model diagram alir teori kesalahan Pengukuran sipat datar optis Keterangan pengukuran sipat datar Cara tinggi garis bidik Cara kedua pesawat di tengahtengah Keterangan cara ketiga Cotoh pengukuran resiprokal Sipat datar tipe jungkit Contoh pengukuran resiprokal Dumpy level Tipe reversi Dua macam tilting level Bagian-bagian dari tilting level Instrumen sipat datar otomatis Bagian-bagian dari sipat datar otomatis Rambu ukur Contoh pengukuran trigonometris Gambar koreksi trigonometris Bagian-bagian barometer Barometer Pengukuran tunggal Pengukuran simultan Model diagram alir pengukuran kerangka dasar vertikal Proses pengukuran Arah pengukuran Alat sipat datar Rambu ukur Cara menggunakan rambu ukur di lapangan Statif Unting-unting Patok kayu dan beton/ besi Pita ukur Payung

Hal 42 43 47 54 55 55 56 57 62 64 64 66 66 68 68 69 73 74 75 76 77 77 79 80 81 82 83 85 86 88 92 92 93 93 94 94 94 95 94 94

LAMPIRAN D.2

No 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103

Teks Cat dan kuas Pengukuran sipat datar Pengukuran sipat datar rambu ganda Pengukuran sipat datar di luar slag rambu Pengukuran sipat datar dua rambu Pengukuran sipat datar menurun Pengukuran sipat datar menaik Pengukuran sipat datar tinggi bangunan Pembagian kertas seri A Pengukuran kerangka dasar vertikal Diagram alir pengukuran sipat datar kerangka dasar vertikal Jenis bidang proyeksi dan kedudukannya terhadap bidang datum Geometri elipsoid. Rhumbline atau loxodrome menghubungkan titik-titik Oorthodrome dan loxodrome pada proyeksi gnomonis dan proyeksi mercator. Proyeksi kerucut: bidang datum dan bidang proyeksi. Proyeksi polyeder: bidang datum dan bidang proyeksi. Lembar proyeksi peta polyeder di bagian lintang utara dan lintang selatan Konvergensi meridian pada proyeksi polyeder. Kedudukan bidang proyeksi silinder terhadap bola bumi pada proyeksi UTM Proyeksi dari bidang datum ke bidang proyeksi. Pembagian zone global pada proyeksi UTM. Konvergensi meridian pada proyeksi UTM Sistem koordinat proyeksi peta UTM. Grafik faktor skala proyeksi peta UTM Peta kota Bandung Peta Geologi

Hal 96 99 100 101 102 102 103 103 108 117 118 124 125 125 125 126 126 127 127 129 130 130 131 132 132 134 134 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127

Peta sungai Peta jaringan Peta dunia Sistem koordinat geografis Bumi sebagai spheroid. Sudut jurusan Aturan kuadran geometris Aturan kuadran trigonometris Model diagram alir sistem koordinat proyeksi peta dan aturan kuadran Pembacan derajat Pembacaan grade Pembacaan menit Pembacaan centigrade Sudut jurusan Sudut miring Cara pembacaan sudut mendatar dan sudut miring Arah sudut zenith (sudut miring). Theodolite T0 Wild Theodolite Metode untuk menentukan arah titik A. Metode untuk menentukan arah titik A dan titik B. Theodolite (tipe sumbu ganda) Theodolite (tipe sumbu tunggal) Sistem lensa teleskop Penyimpangan kromatik Penyimpangan speris Diafragma (benang silang) Tipe benang silang Pembidik Ramsden Teleskop pengfokus dalam Niveau tabung batangan Niveau tabung bundar. Hubungan antara gerakan gelembung dan inklinasi. Berbagai macam lingkaran graduasi. Vernir langsung. Pembacaan vernir langsung Pembacaan vernir mundur 20,7.

135 136 136 139 139 141 141 141 142 158 158 158 158 159 159 159 160 161 162 163 163 165 165 165 167 167 167 167 168 168 169 169 170 171 171 171 171

LAMPIRAN D.3

No 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175

Teks Pembacaan berbagai macam vernir. Sistem optis theodolite untuk mikrometer skala. Pembacaan mikrometer skala Sistem optis mikrometer tipe berhimpit. Contoh pembacaan mikrometer tipe berhimpit. Sistem optis theodolite dengan pembacaan tipe berhimpit Alat penyipat datar speris. Alat penyipat datar dengan sentral bulat. Unting-unting Alat penegak optis Kesalahan sumbu kolimasi. Kesalahan sumbu horizontal Kesalahan sumbu vertikal. Kesalahan eksentris. Kesalahan luar. Penyetelan sekrup-sekrup penyipat datar Penyetelan benang silang (Inklinasi). Penyetelan benang silang (Penyetelan garis longitudinal). Penyetelan sumbu horizontal. Pengukuran sudut tunggal. Metode arah Metode sudut. Koreksi otomatis untuk sudut elevasi Metode pengukuran sudut vertikal (1). Metode observasi sudut vertikal (2). Metode observasi sudut vertikal (3). Diagram alir macam sistem besaran sudut Pengukuran Jarak Lokasi Patok Spedometer Pembagian kuadran azimuth Azimuth Matahari Pengikatan Kemuka Pengikatan ke muka

Hal

172 172 172 173 173 173 174 174 175 175 175 177 177 178 178 179 180 180 181 182 185 186 186 188 188 188 189 193 194 195 197 200 202 203

177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189 190 191 192 193 194 195 196 197 198 199 200 201 202 203 204 205 206 207 208

Pengikatan ke muka Model Diagram Alir Jarak, Azimuth dan Pengikatan Ke Muka Kondisi alam yang dapat dilakukan cara pengikatan ke muka Kondisi alam yang dapat dilakukan cara pengikatan ke belakang Pengikatan ke muka Pengikatan ke belakang Tampak atas permukaan bumi Pengukuran yang terpisah sungai Alat Theodolite Rambu ukur Statif Unting-unting Contoh lokasi pengukuran Penentuan titik A,B,C dan P Pemasangan Theodolite di titik P Penentuan sudut mendatar Pemasangan statif Pengaturan pembidikan theodolite Penentuan titik penolong Collins Besar sudut dan Garis bantu metode Collins Penentuan koordinat H dari titik A Menentukan sudut ah Menentukan rumus dah Penentuan koordinat H dari titik B Menentukan sudut bh Menentukan rumus dbh Penentuan koordinat P dari titik A Menentukan sudut ap Menentukan sudut Menentukan rumus dap Penentuan koordinat P dari titik B

207 209 213 213 214 214 215 215 216 217 217 217 217 218 218 218 219 219 220 221 222 222 222 223 223 223 224 224 224 224 225 225

LAMPIRAN D.4

No 209 210 211 212 213 214 215 216 217 218 219 220 221 222 223 224 225 226 227 228 229 230 231 232 233 234 235 236 237 238 239

Teks Menentukan sudut bp Menentukan rumus dbp Cara Pengikatan ke belakang metode Collins Menentukan besar sudut dan Menentukan koordinat titik penolong Collins Menentukan titik P Menentukan koordinat titik A,B dan C pada kertas grafik Garis yang dibentuk sudut dan Pemasangan transparansi pada kertas grafik Model diagram alir cara pengikatan ke belakang metode collins Pengukuran di daerah tebing Pengukuran di daerah jurang Pengukuran terpisah jurang Pengikatan ke belakang metode Collins Pengikatan ke belakang metode Cassini Theodolite Rambu ukur Statif Unting-unting Pengukuran sudut dan di lapangan. Lingkaran yang menghubungkan titik A, B, R dan P. Lingkaran yang menghubungkan titik B, C, S dan P. Cara pengikatan ke belakang metode Cassini Menentukan dar Menentukan ar Menentukan das Menentukan as Penentuan koordinat titik A, B dan C. Menentukan sudut 900 dan 900 - Penentuan titik R dan S Penarikan garis dari titik R ke S

Hal 225 225 227 233 233 233 234 234 234 235 239 239 240 241 241 242 242 242 243 244 255 244 245 245 246 246 247 247 254 254 254 254 256 257 258 259 260 261 262 263 264 265 266 267 268 269

241 242 243 244 245 246 247 248 249 250 251

252 253

254

Model diagram alir cara pengikatan ke belakang metode cassini Poligon terbuka Poligon tertutup Poligon bercabang Poligon kombinasi Poligon terbuka tanpa ikatan Poligon Terbuka Salah Satu Ujung terikat Azimuth Poligon Terbuka Salah Satu Ujung Terikat Koordinat Poligon Terbuka Salah Satu UjungTerikat Azimuth dan Koordinat Poligon Terbuka Kedua Ujung Terikat Azimuth Poligon terbuka, salah satu ujung terikat azimuth sedangkan sudut lainnya terikat koordinat Poligon Terbuka Kedua Ujung Terikat Koordinat Poligon Terbuka Salah Satu Ujung Terikat Koordinat dan Azimutk Sedangkan Yang Lain Hanya Terikat Azimuth Poligon Terbuka Salah Satu Ujung Terikat Azimuth dan Koordinat Sedangkan Ujung Lain Hanya Terikat Koordinat Poligon Terbuka Kedua Ujung Terikat Azimuth dan Koordinat Poligon Tertutup Topcon Total Station-233N Statif Unting-Unting Patok Beton atau Besi Rambu Ukur Payung Pita Ukur Formulir dan alat tulis Benang Nivo Kotak Nivo tabung Nivo tabung Jalon Di Atas Patok

255 262 262 262 263 263 264 264 265 266

266 267

268

269 270 270 272 272 273 273 274 274 274 275 275 276 276 276 278

LAMPIRAN D.5

No 270 271 272 273 274 275 276 277 278 279 280 281 282 283 284 285 286 287 288 289 290 291 292 293 294 295 296

Teks Penempatan Rambu Ukur Penempatan Unting-Unting Pembagian Kertas Seri A Skala Grafis Situasi titik-titik KDH poligon tertutup metode transit Situasi titik-titik KDH poligon tertutup metode bowdith Situasi lapangan metode transit Situasi lapangan metode Bowditch Model Diagram Alir kerangka dasar horizontal metode poligon Metode diagonal dan tegak lurus Metode trapesium Offset dengan interval tidak tetap Offset sentral Metoda simpson Metoda 3/8 simpson Garis bujur ganda pada poligon metode koordinat tegak lurus Metode koordinat tegak lurus Metode kisi-kisi Metode lajur Planimeter fixed index model Sliding bar mode dengan skrup penghalus Sliding bar mode tanpa skrup penghalus Pembacaan noneus model 1 dan 2 Bacaan roda pengukur Penempatan planimeter Gambar kerja Gambar pengukuran peta dengan planimeter liding bar model yang tidak dilengkapi zero setting (pole weight/diluar kutub) Hasil bacaan positif Hasil bacaan negatif Pengukuran luas peta pole weight (pemberat kutup) di dalam peta Pengukuran luas peta pole weight dalam peta

Hal 278 279 283 284 306 307 308 309

No 301 302 303 304

Teks Pembagian luas yang sama dengan garis lurus sejajar salah satu segitiga Pembagian luas yang sama dengan garis lurus melalui sudut puncak segitiga Pembagian dengan perbandingan a : b : c Pembagian dengan perbandingan m : n oleh suatu garis lurus melalui salah satu sudut segiempat Pembagian dengan garis lurus sejajar dengan trapesium Pembagian suatu poligon Penentuan garis batas Perubahan segi empat menjadi trapesium Pengurangan jumlah sisi polygon tanpa merubah luas Perubahan garis batas yang berliku-liku menjadi garis lurus Perubahan garis batas lengkung menjadi garis lurus Posisi start yang harus di klik Start all Program autocad 2000 Worksheet autocad 2000 Open file Open file Gambar penampang yang akan dihitung Luasnya Klik poin untuk menghitung luas Klik poin untuik menghitung luas Diagram alir perhitungan luas Prinsip tachymetri Sipat datar optis luas Pengukuran sipat datar luas Tripod pengukuran vertikal Theodolite Topcon Statif Unting-unting Jalon di atas patok Pita ukur Rambu ukur Payung Formulir Ukur

Hal

334 335 335

335 335 336 337 337 337 338 338 338 338 339 339 339 339 340 340 341 347 349 358 358 361 361 361 362 362 362 362 362

305 310 314 315 316 316 316 317 318 319 320 320 321 322 323 324 325 328 328 306 307 308 309 310 311 312 313 314 315 316 317 318 319 320 321 322 323 324 325 326 327 328 329 330 331 332

297 298 299 300

329 330 331 332 334

LAMPIRAN D.6

No 333 334 335 336 337 338 339 340 341 342 343

Teks Cat dan Kuas Benang Segitiga O BT O Pengukuran titik detail tachymetri Theodolit T0 wild Siteplan pengukuran titik detail tachymetri Kontur tempat pengukuran titik detail tachymetri Pengukuran titik detail tachymetri dengan garis kontur 1 Pengukuran titik detail tachymetri dengan garis kontur 2 Diagram alir Pengukuran titiktitik detail metode tachymetri Pembentukan garis kontur dengan membuat proyeksi tegak garis perpotongan bidang mendatar dengan permukaan bumi. Penggambaran kontur Kerapatan garis kontur pada daerah curam dan daerah landai Garis kontur pada daerah sangat curam. Garis kontur pada curah dan punggung bukit. Garis kontur pada bukit dan cekungan Kemiringan tanah dan kontur gradient Potongan memanjang dari potongan garis kontur Bentuk, luas dan volume daerah genangan berdasarkan garis kontur. Rute dengan kelandaian tertentu. Titik ketinggian sama berdasarkan garis kontur Garis kontur dan titik ketinggian Pengukuran kontur pola spot level dan pola grid. Pengukuran kontur pola radial. Pengukuran kontur cara langsung Interpolasi kontur cara taksiran

Hal 363 363 366 367 369 370 371 372 373 383

360 361 362 363 364 365 366 367 368 369 370 371

344 345 346 347 348 349 350 351 352 353 354 355 356 357 358

387 388 389 389 390 390 391 392 392 392 393 393 394 394 395 396

372 373 374 375 376 377 378 379 380 381 382 383 384 385 387 388 389 390 391

Perubahan garis pantai dan garis kontur sesudah kenaikan muka air laut. Garis kontur lembah, punggungan dan perbukitan yang memanjang. Plateau Saddle Pass Menggambar penampang Kotak dialog persiapan Surfer Peta tiga dimensi Peta kontur dalam bentuk dua dimensi. Lembar worksheet. Data XYZ dalam koordinat kartesian Data XYZ dalam koordinat decimal degrees. Jendela editor menampilkan hasil perhitungan volume. Jendela GS scripter Simbolisasi pada peta kontur dalam surfer. Peta kontur dengan kontur interval I. Peta kontur dengan interval 3 Gambar peta kontur dan model 3D. Overlay peta kontur dengan model 3D Base map foto udara. Alur garis besar pekerjaan pada surfer. Lembar plot surfer. Obyek melalui digitasi. Model diagram alir garis kontur, sifat dan interpolasinya Sipat datar melintang Tongkat sounding Potongan tipikal jalan Contoh penampang galian dan timbunan Meteran gulung Pesawat theodolit Jalon

398 399 400 400 400 402 403 404 404 405 405 406 406 407 408 408 409 410 410 411 411 412 413 414 419 419 420 421 422 422 422

LAMPIRAN D.7

No 392 393 394 395 396 397 398 399 400 401 402 403 404 405 406 407 408 409 410 411 412 413 414 415 416 417 418 419 420

Teks Rambu ukur Stake out pada bidang datar Stake out pada bidang yang berbeda ketinggian Stake out beberapa titik sekaligus Volume cara potongan melintang rata-rata Volume cara jarak rata-rata Volume cara prisma Volume cara piramida kotak Volume cara dasar sama bujur sangkar Volume cara dasar sama segitiga volume cara kontur Penampang melintang jalan ragam 1 Penampang melintang jalan ragam 2 Penampang melintang jalan ragam 3 Penampang trapesium Penampang timbunan Koordinat luas penampang Volume trapesium Penampang galian Penampang timbunan Penampang galian dan timbunan Penampang melintang galian dan timbunan Diagram alir perhitungan galian dan timbunan Perangkat keras Perangkat keras Scanner Peta lokasi Beberapa hasil pemetaan digital, yang dilakukan oleh Bakosurtanal Salah satu alat yang dipakai dalam GPS type NJ 13 Hasil Foto Udara yang dilakukan di daerah Nangroe Aceh Darussalam yang dilakukan pasca Tsunami, untuk keperluan Infrastruktur Rehabilitasi dan Konstruksi

Hal 422 422 423 423 424 424 425 425 425 425 426 430 430 431 434 435 435 436 437 438 439 440 441 446 446 451 452 453 440 441 442 443 444 445 436 437 438 439 422 423 424 425 426 427 428 429 430 431 Contoh Hasil pemetaan Digital Menggunakan AutoCAD Contoh : Hasil pemetaan Digital Menggunakan AutoCAD Hasil pemetaan Digital Menggunakan AutoCAD Hasil pemetaan Digital Menggunakan AutoCAD Tampilan auto cad Current pointing device Grid untuk pengujian digitizer Grid untuk peta skala 1:25.000. Bingkai peta dan grid UTM per 1000 m Digitasi jalan arteri dan jalan lokal, (a) peta asli, (b) hasil digitasi jalan, kotak kecil adalah vertex (tampil saat objek terpilih). Perbesaran dan perkecilan Model Digram Alir Pemetaan Digital Contoh : Penggunaan Komputer dalam Pembuatan Peta Contoh : Penggunaan Komputer dalam Pembuatan Peta Komputer sebagai fasilitas pembuat peta Foto udara suatu kawasan Contoh : Peta udara Daerah Propinsi Aceh Data grafis mempunyai tiga elemen : titik (node), garis (arc) dan luasan (poligon) Peta pemuktahiran pasca bencana tsunami Komponen utama SIG Perangkat keras Perangkat keras keyboard Perangkat keras CPU Perangkat keras Scanner

463 463 464 464 465 466 467 469 470

432 433 434 435

471 472 476 482 482 483 483 483 484 484 486 486 487 487 487

454

LAMPIRAN D.8

No 446 447 448 449 450 451 452 453 454 455 456 457 458 459 460 461 462 463 464 465

Teks Perangkat keras monitor Perangkat keras mouse Peta arahan pengembangan komoditas pertanian kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat Peta Citra radar Tanjung Perak, Surabaya Peta hasil foto udara daerah Nangroe Aceh Darussalam Pasca Tsunami NPS360 for robotic Total Station NK10 Set Holder dan Prisma Canister NK12 Set Holder dan Prisma NK19 Set GPS type NL 10 GPS type NL 14 fixed adapter GPS type NJ 10 with optical plummet GPS type NK 12 Croth single prism Holder Offset : 0 mm GPS type CPH 1 A Leica Single Prism Holder Offset : 0 mm Peta digitasi kota Bandung tentang perkiraan daerah rawan banjir Peta hasil analisa SPM (Suspended Particular Matter) Peta prakiraan awal musim kemarau tahun 2007 di daerah Jawa Peta kedalaman tanah efektif di daerah jawa barat Bandung Peta Curah hujan di daerah Jawa Barat-Bandung Peta Pemisahan Data vertikal dipakai untuk penunjukan kawasan hutan dan perairan Indonesia

Hal 487 487 490 490 491 491 491 491 491 492 492 492 492 492 493 493 493 502 502

467 468 469 470 471 472 473

Peta perubahan penutupan lahan pulau Kalimantan Peta infrastruktur di daerah Nangreo Aceh Darussalam Garis interpolasi hasil program Surfer Garis kontur hasil interpolasi Interpolasi Kontur cara taksiran Mapinfo GIS Model Diagram Alir Sistem Informasi Geografis

504 506 517 517 518 519 520

503

You might also like