You are on page 1of 18

TRAUMA KAPITIS DAN TRAUMA MEDULA SPINALIS

TRAUMA KAPITIS Trauma kapitis adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung maupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen. Kasus trauma kapitis cukup banyak terjadi di hampir semua tempat, khususnya di kota besar, dimana kecelakaan lalu lintas relatif lebih sering terjadi. Jenis cedera kepala bisa dibagi menjadi cedera kepala terbuka dan tertutup. Berdasarkan jenis cederanya, dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Patologi 1.1.Komosio serebri (geger otak) 1.2.Kontusio serebri (memar otak) 1.3.Laserasio serebri 2. Lokasi Lesi 2.1.Lesi difus 2.2.Lesi kerusakan vaskuler otak 2.3.Lesi fokal 2.3.1. kontusio dan laserasio serebri 2.3.2. Hematoma intrakranial 2.3.2.1.Hematoma ekstradural ( hematoma epidural ) 2.3.2.2.Hematoma subdural 2.3.2.3.Hematoma intraparenkimal 2.3.2.3.1.Hematoma subarakhnoid 2.3.2.3.2.Hematoma intraserebral 2.3.2.3.3.Hematoma intraserebelar

Linny Luciana 11-2009-160 Fakultas Kedokteran UKRIDA

Page 1

MEKANISME DAN PATOLOGI Cedera kepala dapat terjadi akibat benturan langsung atau tanpa benturan langsung pada kepala. Kelainan dapat berupa cedera otak fokal atau difus dengan atau tanpa fraktur tulang tengkorak. Cedera fokal dapat menyebabkan memar otak, hematom epidural, subdural dan intraserebral. Cedera difus dapat mengakibatkan gangguan fungsi saja, yaitu gegar otak atau cedera struktural yang difus. Dari tempat benturan, gelombang kejut disebar ke seluruh arah. Gelombang ini mengubah tekanan jaringan dan bila tekanan cukup besar, akan terjadi kerusakan jaringan otak di tempat benturan yang disebut coup atau ditempat yang berseberangan dengan benturan (contra coup) PATOFISIOLOGI Gangguan metabolisme jaringan otak akan mengakibatkan oedem yang dapat menyebabkan heniasi jaringan otak melalui foramen magnum, sehingga jaringan otak tersebut dapat mengalami iskhemi, nekrosis, atau perdarahan dan kemudian meninggal. Fungsi otak sangat bergantung pada tersedianya oksigen dan glukosa. Cedera kepala dapat menyebabkan gangguan suplai oksigen dan glukosa, yang terjadi karena berkurangnya oksigenisasi darah akibat kegagalan fungsi paru atau karena aliran darah ke otak yang menurun, misalnya akibat syok. Karena itu, pada cedera kepala harus dijamin bebasnya jalan nafas, gerakan nafas yang adekuat dan hemodinamik tidak terganggu sehingga oksigenisasi cukup. GAMBARAN KLINIS Gambaran klinis ditentukan berdasarkan derajat cedera dan lokasinya. Derajat cedera dapat dinilai menurut tingkat kesadarannya melalui system GCS, yakni metode EMV (Eyes, Verbal, Movement) 1. Kemampuan membuka kelopak mata (E) Secara spontan Atas perintah Rangsangan nyeri Tidak bereaksi 4 3 2 1 Page 2

Linny Luciana 11-2009-160 Fakultas Kedokteran UKRIDA

2. Kemampuan komunikasi (V) 1. 2. Orientasi baik Jawaban kacau Kata-kata tidak berarti Mengerang Tidak bersuara Kemampuan menurut perintah Reaksi setempat Fleksi terhadap nyeri Fleksi abnormal(dekortikasi) Ekstensi(deserebrasi) Tidak bereaksi 5 4 3 2 1 6 5 4 3 2 1

3. Kemampuan motorik (M)

Jenis tingkat kesadaran menurut cara lama: Compos mentis Normal, sadar sepenuhnya Delirium Menurunnya kesadaran disertai meningkatnya abnormalitas aktivitas Pasien tampak gaduh gelisah, kacau, disorientasi, meronta, teriak, Terjadi pada: a. b. c. d. 3. Kurang tidur karena obat Gangguan metabolik toksik Penghentian mendadak obat antidepresan Penghentian mendadak minum alkohol psikomotor dan siklus tidur bangun terganggu. aktivitas motorik meningkat

Somnolen/ Letargi/ Obtundasi Keadaan mengantuk, kesadaran pulih penuh jika pasien dirangsang Ditandai: a. b. c. Pasien mudah dibangunkan Mampu memberikan jawaban verbal Mampu menangkis nyeri Page 3

Linny Luciana 11-2009-160 Fakultas Kedokteran UKRIDA

4.

Sopor/ stupor Keadaan mengantuk dalam, masih dapat dibangunkan dengan rangsang Masih dapat mengikuti suruhan singkat dan ada gerakan spontan, Tidak dapat menjawab verbal Gerakan menangkis nyeri masih baik Tidak ada respon rangsangan verbal Reflek baik Gerakan timbul sebagai respon rangsang nyeri Sama sekali tidak dapat dibangunkan kuat, tapi kesadaran menurun lagi reaksi terhadap perintah tidak konsisten, samar

5.

Koma ringan (semi koma)

6.

Koma dalam/ komplit

Gerakan spontan (-); Respon terhadap nyeri (-) Table 1. Pedoman Triase di UGD KATEGORI Minimal Ringan Sedang Berat SKG 15 13-15 9-12 3-8 GAMBARAN KLINIK Pingsan (-),defisit neurologik (-) Pingsan < 10 menit, defisit neurologik (-) Pingsan > 10 menit s/d 6jam, defisit neurologik (+) Pingsan >6 jam, defisit neurologik (+) CT scan otak Normal Normal Abnormal Abnormal

Cedera kepala sederhana Adalah akibat yang paling ringan dari trauma kapitis, dimana tidak terjadi penurunan kesadaran, amnesia maupun muntah. Dengan analgetika atau bahkan tanpa pengobatan pun keluhan akan membaik, bila tanpa defisit neurologis. Komosio cerebri Pada keadaan ini, terjadi guncangan terhadap otak yang mengakibatkan pingsan sementara. Diagnosis : Adanya riwayat benturan pada kepala. Page 4

Linny Luciana 11-2009-160 Fakultas Kedokteran UKRIDA

Penurunan kesadaran 10 menit. Sering disertai muntah, sakit kepala dan amnesia. Pada pemeriksaan neurologis. fisik tidak dijumpai adanya defisit

Pemeriksaan penunjang yang biasanya diperlukan adalah foto rontgen kepala untuk melihat ada tidaknya fraktur tulang tengkorak.

Pengobatan dan penatalaksanaan : o Tirah baring di tempat tidur sampai keluhan hilang o Terapi cairan bila muntah terlalu banyak o Pengobatan bersifat simptomatis, antara lain Analgetik, anti emetik dsb. Prognosis : Dubia ad bonam

Kontusio cerebri Pada cedera kepala ini, terjadi kerusakan jaringan otak berupa terputusnya kontinuitas jaringan. Pembuluh-pembuluh darah kecil juga ikut rusak sehingga akan terjadi perdarahan di dalam jaringan otak. Diagnosis : Adanya riwayat benturan pada kepala. Penurunan kesadaran > 10 menit. Pada pemeriksaan fisik dijumpai adanya defisit neurologist, berupa paresis saraf cranial atau ekstremitas. Dapat disertai kejang. Pemeriksaan penunjang yang biasanya diperlukan adalah foto rontgen kepala atau CT-Scan. Pengobatan dan penatalaksanaan : o Pertolongan pertama yang diberikan mencakup : Bersihkan jalan napas Lepaskan pakaian yang terlalu ketat Miringkan penderita dan beri bantal pada kepala Hentikan perdarahan eksternal bila ada Linny Luciana 11-2009-160 Fakultas Kedokteran UKRIDA Page 5

Fiksasi fraktur dengan bidai o Pertolongan di rumah sakit : Bersihkan jalan napas dengan suction Berikan oksigen Pemberian cairan per infuse (larutan Ringer, glukosa 10 % atau NaCl 0,9%) Pemberian kortikosteroid untuk mengatasi udem cerebri Prognosis : Dubia . Tergantung GCS pada hari pertama kejadian, semakin kecil GCS, prognosa makin jelek. Laserasio Cerebri Dikatakan laceratio cerebri jika kerusakan tersebut disertai dengan robekan piamater. Laceratio biasanya berkaitan dengan adanya perdarahan subaraknoid traumatika, subdural akut dan intercerebral. Laceratio dapat dibedakan atas laceratio langsung dan tidak langsung. Laceratio langsung disebabkan oleh luka tembus kepala yang disebabkan oleh benda asing atau penetrasi fragmen fraktur terutama pada fraktur depressed terbuka. Sedangkan laceratio tidak langsung disebabkan oleh deformitas jaringan yang hebat akibat kekuatan mekanis. Perdarahan Epidural Perdarahan terjadi diantara tulang tengkorak dan duramater, berasal dari arteri. Karena arteri berdenyut, maka darah terpompa semakin bertambah besar dan mengakibatkan penekanan terhadap jaringan otak sehingga dapat mengakibatkan defisit neurologis. Diagnosis : Ketika kepala terbentur, mungkin penderita mengalami penurunan kesadaran sesaat dan akan segera sadar kembali. Dalam waktu beberapa jam, penderita akan merasakan nyeri kepala yang progresif dan berat, kemudian kesadaran berangsur menurun. Pada pemeriksaan kepala ditemukan tempat benturan yang membengkak dan nyeri. Pupil pada sisi lesi lebih lebar. Page 6

Linny Luciana 11-2009-160 Fakultas Kedokteran UKRIDA

Pada

sisi

kontra

lateral

timbul

gejala-gejala

terganggunya

traktus

kortikospinalis, misalnya hiperrefleksi, refleks patologis (+), dll. Pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan adalah foto rontgen kepala posisi AP dan lateral. Diagnosis harus ditegakkan secepatnya dan pasien harus segera dioperasi untuk mengeluarkan bekuan darah diikuti dengan pengikatan cabang arteri yang robek. Bila tidak mendapat pertolongan, pasien akan meninggal dalam beberapa hari akibat peningkatan tekanan intrakranial. Perdarahan Subdural Perdarahan terjadi diantara duramater dan arachnoid. Peradarahan dapat terjadi akibat robeknya vena jembatan (bridging vein) yang menghubungkan vena di permukaan otak dengan sinus venosus di dalam duramater. Perdarahan yang besar akan menimbulkan gejala-gejala yang menyerupai perdarahan epidural. Perdarahan yang tidak terlalu besar akan membeku dan disekitarnya akan tumbuh jaringan ikat yang membentuk kapsula. Gumpalan darah lambat laun mecair dan menarik cairan dari sekitarnya dan mengembung, memberikan gejala-gejala seperi tumor cerebri. Gejala subakut : mirip epidural hematom, timbul dalam 3 hari pertama. Kronis : 3 minggu atau berbulan-bulan setelah trauma. CT-Scan : setelah hari ke 3 diulang 2 minggu kemudian, ada bagian hipodens yang berbentuk cresent. Hiperdens yang berbentuk cresent di antara tabula interna dan parenkim otak (bagian dalam mengikuti kontur otak dan bagian luar sesuai lengkung tulang tengkorak). Isodens terlihat dari midline yang bergeser. Pemeriksaan tambahan : Foto tengkorak posisi AP dan lateral. Terapi : Operasi pada perdarahan subdural yang akut dan kronik yang memberikan gejala yang berat dan progresif. Operasi sebaiknya segera dilakukan untuk mengurangi tekanan dalam otak (dekompresi) dengan melakukan evakuasi hematom. Penanganan subdural hematom akut terdiri dari trepanasidekompresi. PENGELOLAAN CEDERA KEPALA Cedera Kepala Ringan Linny Luciana 11-2009-160 Fakultas Kedokteran UKRIDA Page 7

Definisi: Pasien bangun, dan mungkin bisa berorientasi. Pengelolaan: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Riwayat: Jenis dan saat kecelakaan, kehilangan kesadaran, amnesia, nyeri kepala Pemeriksaan umum untuk menegakkan cedera sistemik Pemeriksaan neurologis Radiografi tengkorak Radiografi servikal dan lain-lain atas indikasi Kadar alkohol darah serta urin untuk skrining toksik CT scan idealnya dilakukan bila didapatkan tujuh pertama dari kriteria rawat

Kriteria Rawat: 1. Amnesia posttraumatika jelas (lebih dari 1 jam) 2. Riwayat kehilangan kesadaran (lebih dari 15 menit) 3. Penurunan tingkat kesadaran 4. Nyeri kepala sedang hingga berat 5. Intoksikasi alkohol atau obat 6. Fraktura tengkorak 7. Kebocoran CSS, otorrhea atau rhinorrhea 8. Cedera penyerta yang jelas 9. Tidak punya orang serumah yang dapat dipertanggung jawabkan 10. CT scan abnormal Dipulangkan dari UGD: 1. Pasien tidak memiliki kriteria rawat 2. Beritahukan untuk kembali bila timbul masalah dan jelaskan tentang 'lembar peringatan' 3. Rencanakan untuk kontrol dalam 1 minggu Cedera Kepala Sedang Definisi: Pasien mungkin konfusi atau somnolen namun tetap mampu untuk mengikuti perintah sederhana (SKG 9-12). Pengelolaan: Di Unit Gawat Darurat: 1.Riwayat: jenis dan saat kecelakaan, kehilangan kesadaran, amnesia, nyeri kepala 2. Pemeriksaan umum guna menyingkirkan cedera sistemik 3. Pemeriksaan neurologis 4. Radiograf tengkorak 5. Radiograf tulang belakang leher dan lain-lain bila ada indikasi 6. Kadar alkohol darah dan skrining toksik dari urin 7. Contoh darah untuk penentuan golongan darah 8. Tes darah dasar dan EKG 9. CT scan kepala Linny Luciana 11-2009-160 Fakultas Kedokteran UKRIDA Page 8

10. Rawat untuk pengamatan bahkan bila CT scan normal Setelah dirawat: 1. Pemeriksaan neurologis setiap setengah jam 2. CT scan ulangan hari ketiga atau lebih awal bila ada perburukan neurologis 3. Pengamatan TIK dan pengukuran lain seperti untuk cedera kepala berat akan memperburuk pasien 4. Kontrol setelah pulang biasanya pada 2 minggu, 3 bulan, 6 bulan dan bila perlu 1 tahun setelah cedera Walau pasien ini tetap mampu mengikuti perintah sederhana, mereka dapat memburuk secara cepat. Karenanya harus ditindak hampir seperti halnya terhadap pasien cedera kepala berat, walau mungkin dengan kewaspadaan yang tidak begitu akut terhadap urgensi. Saat masuk UGD,riwayat singkat diambil dan stabilitas kardiopulmonal dipastikan sebelum menilai status neurologisnya. Tes darah termasuk pemeriksaan rutin, profil koagulasi, kadar alkohol dan contoh untuk bank darah. Film tulang belakang leher diambil, CT scan umumnya diindikasikan. Pasien dirawat untuk pengamatan bahkan bila CT scan normal. Cedera Kepala Berat Definisi: Pasien tidak mampu mengikuti bahkan perintah sederhana karena gangguan kesadaran. Pengelolaan: Di Unit Gawat Darurat 1. Riwayat: o o o o o o Usia, jenis dan saat kecelakaan Penggunaan alkohol atau obat-obatan Perjalanan neurologis Perjalanan tanda-tanda vital Muntah, aspirasi, anoksia atau kejang Riwayat penyakit sebelumnya, termasuk obat-obatan yang dipakai serta alergi

2. Stabilisasi Kardiopulmoner: Jalan nafas, intubasi dini

Linny Luciana 11-2009-160 Fakultas Kedokteran UKRIDA

Page 9

Tekanan darah, normalkan segera dengan Salin normal atau darah Foley, tube nasogastrik kateter. Film diagnostik: tulang belakang leher, abdomen, pelvis, tengkorak, dada, ekstremiras 3. Pemeriksaan Umum 4. Tindakan Emergensi Untuk Cedera Yang Menyertai: Trakheostomi Tube dada Stabilisasi leher: kolar kaku, tong Gardner-Wells dan traksi Parasentesis abdominal 5. Pemeriksaan Neurologis:

Kemampuan membuka mata Respons motor Respons verbal Reaksi cahaya pupil Okulosefalik (dolls) Okulovestibular (kalorik)

6. Obat-obat Terapeutik: o o o o o Bikarbonat sodium Fenitoin(?) Steroid (???) Mannitol Hiperventilasi

7. Tes Diagnostik: (desenden menurut yang diminati) o CT scan o Ventrikulogram udara o Angiogram Di Unit Perawatan Intensif (UPI/ICU) Kelompok ini terdiri dari penderita yang tidak mampu mengikuti perintah sederhana bahkan setelah stabilisasi kardiopulmonal. Walau definisi tersebut memasukan cedera otak dalam spektrum yang luas, ia mengidentifikasikan kelompok dari penderita yang berada pada risiko maksimal atas morbiditas dan mortalitas. Pendekatan 'tunggu dan lihat' sangat mencelakakan dan diagnosis serta tindakan tepat adalah paling penting. Pengelolaan pasien dibagi lima tingkatan: (1) stabilisasi kardiopulmoner, (2) pemeriksaan umum, (3) pemeriksaan neurologis, (4) prosedur diagnostik, dan (5) indikasi operasi. Linny Luciana 11-2009-160 Fakultas Kedokteran UKRIDA Page 10

Stabilisasi Kardiopulmoner Jalan Nafas Yang sering bersamaan dengan konkusi adalah terhentinya nafas untuk sementara. Apnea yang lama sering menjadi penyebab kematian yang segera pada suatu kecelakaan. Setiap pasien dengan cedera kepala berat harus diintubasi segera. Tekanan Darah Hipotensi dan hipoksia adalah musuh yang paling mendasar pada pasien cedera kepala. Bila jalan nafas sudah diperbaiki, nadi dan tekanan darah pasien diperiksa dan siapkan jalur vena. Minimum dua jalur vena (gunakan Jelcos 14 atau 16) harus terpasang baik. Hipotensi adalah pertanda kehilangan darah banyak, yang mana bisa tampak atau tersembunyi, atau keduanya. Pada pasien cedera dengan hipotensif, pertama harus dipikirkan cedera cord spinal yang terjadi (dengan kuadriplegia atau paraplegia) tension serta kontusi atau tamponade kardiak dan pneumotoraks sebagai penyebabnya. Selama upaya mencari penyebab hipotensi,

penggantian volume harus dimulai dengan menggunakan salin normal atau plasmanat. Transfusi darah harus dilakukan sesegera mungkin bila tekanan darah tidak bereaksi memadai terhadap penggantian cairan atau bila kadar hemoglobin kurang dari 10 gm% (HCT 30%). Kateter Kateter Foley ( 16-18 French untuk dewasa) diinsersikan dengan hati-hati dan urine dikirimkan untuk pemeriksaan urinalisis dan skrining toksik (bila tersedia). Sebagai tambahan untuk menjamin keseimbangan cairan, setiap catatan membantu penaksiran kehilangan darah serta pengamatan perfusi renal. Pemeriksaan Neurologis Tabel 2. Pemeriksaan neurologis awal pada cedera kepala --------------------------------------------------1. Skala Koma Glasgow Linny Luciana 11-2009-160 Fakultas Kedokteran UKRIDA Page 11

2. Respons pupil terhadap cahaya 3. Gerakan mata a. Okulosefalik (dolls) b. Okulovestibular (kalorik) 4. Kekuatan motor 5. Pemeriksaan sensori sederhana ----------------------------Komplikasi cedera kepala Cedera otak sekunder akibat hipoksia dan hipotensi Edema serebral Peningkatan tekanan intracranial Hernia jaringan otak Infeksi Emboli lemak Hidrosefalus Fistula cairan serebrospinalis TRAUMA MEDULA SPINALIS
Trauma medulla spinalis merupakan komplikasi dari trauma tulang belakang, biasanya disebabkan karena terjatuh, kecelakaan, luka tembak, dll. Trauma tulang belakang dapat menimbulkan fraktur atau dislokasi, meskipun tidak tampak jelas, tetapi penderita menunjukkan gejala neurologis yang nyata. Fraktur ini dapat menyebabkan laserasi atau sobeknya medulla spinalis. Pada dislokasi maka akan menimbulkan penekanan atau kompresi pada medulla spinalis atau radiks saraf spinalis karena kanalis vertebralis menyempit. Dislokasi cenderung terjadi pada tempat yang mobile seperti C1-2, C5-6, dan T11-12. Kelainan neurologik yang nyata tanpa adanya kelainan tulang belakang yang jelas dapat ditimbulkan oleh trauma tidak langsung, misalnya trauma gerak lecut atau whiplash yaitu gerakan dorsofleksi diikuti anterofleksi atau sebaliknya berlebihan dari tulang belakang secara cepat dan mendadak bagaikan gerakan memecut, trauma ini biasanya terjadi pada servikal bawah, misalnya sewaktu duduk di kendaraan yang melaju dengan cepat, kemudian berhenti secara mendadak. ANATOMI

Linny Luciana 11-2009-160 Fakultas Kedokteran UKRIDA

Page 12

Medulla spinalis merupakan massa jaringan saraf yang berbentuk silindris memanjang dan menempati atas canalis vertebra yaitu dari batas superior atlas (C1) sampai batas atas vertebra lumbalis kedua (L2), kemudian medulla spinalis akan berlanjut menjadi medulla oblongata. Pada waktu bayi lahir, panjang medulla spinalis setinggi Lumbal ketiga (L3). Medulla spinalis dibungkus oleh duramater, arachnoid, dan piamater. Tabel 3.Hubungan anatomi antara medulla spinalis dengan tulang vertebra pada orang dewasa yaitu :
Segmen medulla spinalis Corpus vertebra Prosessus spinosus

C8 T6 T12 L5 S

batas bawah C6 & batas atas C7 Batas bawah T3 & batas atas T4 T9 T11 T12 & L1

C6 T3 T8 T10 T12 & L1

Medulla spinalis mendapat perdarahan dari : - A. Spinalis anterior : cabang arteri vertebralis, berjalan dari permukaan anterior medulla spinalis cervicalis sampai dekat T4. - A. Spinalis lateralis : cab. A. Vertebralis, mempardarahi segmen medulla spinalis C7T2. - A. Spinalis medialis anterior : merupakan percabangan A. Spinalis anterior di bawah segmen medulla spinalis T4. - A. Radicularis magna (A. Adamkiewicz) : memperdarahi T8-L4, biasanya timbul di kiri dan pada beberapa keadaan memperdarahi belahan bawah medulla spinalis. - A. Spinalis posterior atau A. Spinalis posterolateralis : memperdarahi columna alba posterior dan bagian posterior dari columna grisea posterior. - A. Sulcalis anterior : memperdarahi columna anterior dan lateralis pada salah satu sisi medulla spinalis Manifestasi trauma medulla spinalis 1. Commotio medulla spinalis Merupakan kelainan yang jarang terjadi dan dianggap analog dengan commotio otak, bersifat sementara akibat trauma yang sembuh setelah beberapa jam atau beberapa hari tanpa menimbulkan gejala sisa. Hilangnya fungsi medulla spinalis menyebabkan paralisis motorik, menghilangnya sensasi dan paralisis sphincter yang akan dapat pulih kembali/reversibel. Dapat terjadi edema, petechiae dengan sirkulasi medulla spinalis yang berubah. 2. Contusio medulla spinalis

Linny Luciana 11-2009-160 Fakultas Kedokteran UKRIDA

Page 13

Terjadi setelah fraktur atau dislokasi tulang belakang, atau akibat hiperekstensi, hiperfleksi, atau rotasi tulang belakang tanpa kelainan tulang belakang pada foto Rontgen. Edem dan perdarahan ringan pada piamater dan arachnoid dapat dijumpai pada pemeriksaan patologi. Gejala berat yaitu hilangnya fungsi medulla spinalis dini, namun derajat akhir dari kepulihannya hanya dapat dinilai setelah observasi lama. Pada stadium akut biasanya disertai LCS yang berdarah. Posisi/ Jollys sign menunjukkan lesi unilateral pada segmen radiks C7. Lengan bawah penderita dalam keadaan fleksi dengan abduksi bahu. Bila kelainan ini bilateral, dinamakan Bradburnes sign atau Thornburn signs. 3. Laseratio medulla spinalis Yaitu roberknya medulla spinalis, biasanya disebabkan oleh trauma langsung seperti terkena peluru, benda tajam, atau fragmen tulang. Pada pungsi lumbal ditemukan LCS yang bercampur banyak darah. 4. Compressi medulla spinalis Dislokasi fraktur pada tulang belakang cenderung menyebabkan kompresi tranversal yang dapat total kalau terjadi cedera tulang derajat berat. Pada fase akut, LCS berdarah, kemudian menjadi xantochrom, Quekenstedt negatif, kadar protein yang meningkat (sindrom Froin). Pada kompresi medulla spinalis dapat terjadi blok total atai parsial di dalam saluran subarachoid. Sering terdapat sequele.hilangnya fungsi di bawah level lesi bersifat total. Biasanya terdapat kerusakan parenkim yang parah dan ireversibel, fibrosis elemen saraf, glia, perlengketan meningen. Infeksi traktus urinarius merupakan komplikasi yang umum terjadi dan dapat berbahaya. 5. Hematomielia Yaitu ditemukan hematom di dalam medulla spinalis, biasanya berbentuk lonjong, terletak di substansia grisea. Biasanya disebabkan oleh whiplash, jatuh dari ketinggian dengan posisi berdiri, jatuh duduk, fraktur-dislokasi tulang belakang. Hiperekstensi, hiperfleksi, dislokasi, fraktur dan trauma whiplash, dapat mengakibatkan tertariknya radiks saraf spinalis sehingga timbul gejala nyeri radikuler spontan yang bersifat hiperpatia. Keadaan ini disebut neuralgia radikularis tarumatik yang bersifat reversibel. Pada trauma whiplash sering mengenai C5-7. Radiks saraf spinalis dapat pula terputus sehingga menimbulkan defisit sensorik dan motorik yang bersifat radikular. Gejala Tergantung dari lesi, komplit atau tidak komplit, dan tingginya.

Linny Luciana 11-2009-160 Fakultas Kedokteran UKRIDA

Page 14

Lesi yang mengenai separuh segmen kiri atau kanan medulla spinalis menimbulkan sindroma Brown Sequard. Hematomieli bergejala siringomieli, lesi yang komplit menimbulkan paralysis dan anestesi total di bawah tempat lesi. Lesi di torakal terdapat paraplegi dan gangguan sensibilitas di bawah lesi. Lesi komplit di servikal timbul tetraplegi dengan anestesi di bawah lesi, serta gangguan vegetatif. Lesi di servikal atas yaitu C1-4 sangat berbahaya karena timbul paralisis N. Phrenicus, yang menyebabkan lumpuhnya otot diafragma yang dapat menimbulkan kematian dengan cepat. Lesi daerah C8-T1 dapat disertai gejala sindrom Horner. Lesi di konus medularis, kauda ekuina bergejala paraplegi/paraparesis, gangguan sensibilitas dan vegetatif, tanda Laseque positif. Lesi hanya di kauda ekuina bergejala motorik dan sensorik perifer dengan tanda Laseque positif. Penatalaksanaan 1. Pembedahan Bertujuan untuk dekompresi, kadang-kadang untuk fiksasi vertebra atau reposisi dislokasi. Tindakan bedah jarang dilakukan bila tidak ada indikasi dan trauma yang sudah lebih dari 2 bulan. Indikasi yaitu : - bila terdapat halangan pada jalan LCS, diketahui melalui percobaan Quickenstedt pada pungsi lumbal. - adanya pecahan-pecahan tulang yang masuk ke dalam kanalis vertebralis. Adanya fraktur terbuka (komplit) - bila gejala bertambah berat secara progresif. 2. Pengobatan konservatif (perawatan dan konservatif) - Postural reduction untuk tulang belakang yaitu tidur di alas keras dan ganjal kaki. Untuk daerah lumbal diperlukan bantal lumbal, daerah servikal digunakan bantal servikal. Dipertimbangkan traksi Iis Glisson dan head collar untuk subluxatio di daerah servikal. cegah perluasan lesi dengan mengangkat badan dengan hati-hati, jangan bungkuk, terutama hari pertama. Cegah komplikasi seperti dekubitus, ISK, ostoporosis, batu ginjal, dan kontraktur.

3. Rehabilitasi Dilakukan sedini mungkin untuk mencegah sequele dan cacat. Terbagi 2 tahap yaitu pada fase akut (early rehabilitation), dilanjutkan dengan rehabilitasi jangka panjang. Rehabilitasi fase akut adalah tindakan rehabilitasi sewaktu penderita dalam pengobatan intensif. Terutama dilakukan oleh fisioterapis dan perawat. Bertujuan untuk mempertahankan dan memperbaiki keadaan umum penderita dan menghindari atau mengurangi kecacatan yang mungkin timbul. Tindakan berupa latihan (execise), massase,

Linny Luciana 11-2009-160 Fakultas Kedokteran UKRIDA

Page 15

elektroterapi, memelihara jalan pernapasan, merawat gangguan sensibilitas dan merawat gangguan miksi. Program rehabilitasi jangka panjang melibatkan perawat, fisioterapis, pekerja sosial, dll. Bertujuan untuk memasyarakatkan penderita kembali. Tindakan berupa latihan teratur di poliklinik, ruangan, gimnasium, latihan kegiatan sehari-hari(makan, berpakaian, BAB, BAK), latihan menggunakan alat (tongkat). Prognosis Dubia ad malam kecuali commotio medulla spinalis, karena daya regenerasi serabutserabut saraf di medulla spinalis sangat sedikit.

Linny Luciana 11-2009-160 Fakultas Kedokteran UKRIDA

Page 16

DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4.
5. 6.

Chusid, Neuroanatomi Korelatif dan Neurology Fungsional, bagian dua. Gajah Mada University Press, 1991 Harsono, Kapita Selekta Neurologi, edisi kedua. Gajah Mada University Press, 2003 Iskandar J, Cedera Kepala, PT Dhiana Populer. Kelompok Gramedia, Jakarta, 1981 Sidharta P, Mardjono M, Neurologi Klinis Dasar, Dian Rakyat, Jakarta, 1981
Markam, S. Penuntun Neurologi. In : Trauma susunan saraf sentral . Binarupa Aksara. 1992. Jakarta. p93-8. Linsay KW, Bone I, Callander R. Neurology and neurosurgery illustrated. 2nd ed. ChurchillLivingstone,1994. Trauma kapitis. Diunduh dari www.emedicine.com 12 November 2010. Trauma kapitis. Diunduh dari www.scribd.com 12 november 2010.

7. 8.

Linny Luciana 11-2009-160 Fakultas Kedokteran UKRIDA

Page 17

Linny Luciana 11-2009-160 Fakultas Kedokteran UKRIDA

Page 18

You might also like