You are on page 1of 10

DETEKTOR PARTIKEL ZAT PADAT DAN DETEKTOR LAINNYA I. Tujuan 1.

Untuk mengetahui hubungan energy foton dengan pengelompokan sinyal. 2. Untuk menjelaskan bahwa detector semikonduktor termasuk sebagai detector partikel zat padat.

II.

Alat Bahan Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam eksperimen ini adalah : 1. Detektor semikonduktor CdZnTe berbentuk kubus dengan dimensi 5 x 5 x 5 mm3 2. Digitizer (SONY Tektronix RTD710A). 3. Amplifier Desain:

III. Dasar Teori Dalam fisika partikel dan fisika nuklir eksperimental, detektor partikel, juga dikenal sebagai detektor radiasi adalah suatu peralatan yang digunakan untuk mendeteksi, melacak, dan mengidentifikasi partikel-partikel berenergi tinggi yang dihasilkan dari peluruhan beta, radiasi kosmis, ataupun reaksi dalam pemercepat partikel. Interaksi antara partikel bermuatan dan foton dengan materi dijadikan dasar prinsip kerja detector terutama ionisasi. Detektor ionisasi terdiri dari sebuah anoda dan katode yang perbedaan tegangan antar kedua dibuat sangat tinggi. Ruang antara anoda dan katoda diisi dengan gas atau zat cair. Ketika partikel bermuatan melewati detector, atom-atom dalam medium akan terionisasi. Elektron dan ion bebas mengalir dalam medan lstriksehingga menghasilkan arus listrik sehingga akan menimbulkan pulsa tegangan pada rangkaian luar.

Alat untuk deteksi dan pengukuran radiasi (detektor), umumnya tersusun dari dua bagian, yaitu (a) suatu detektor yang mengubah radiasi menjadi pulsa listrik, dan (b) rangkaian elektronik yang memperbesar dan mencatat pulsa yang timbul. Detektor yang saat ini dipakai, dapat dibagi menjadi 3 jenis yang berdasarkan komponen detektor yang berinteraksi dengan radiasi inti, yaitu Detektor Zat Padat / Semikonduktor Berdasarkan atas perbedaan energi pita penghantar dengan pita valensi maka daya hantar listrik zat dibedakan menjadi konduktor, semikonduktor, dan nonkonduktor. Detektor zat padat tersusun oleh semikonduktor tipe-n dan tipe- p yang diberikan potensial listrik terbalik. Saat ini, detektor zat padat atau detektor semikonduktor yang banyak dipakai berisi silikon dan germanium dengan atom litium sebagai aktivator. Semikonduktor memiliki orde energi gap yang kecil sekitar 1 ev atau kurang. Sedangkan insulator energi gap nya dapat mencapai 5 ev. Pada suhu ruang sejumlah kecil elektron tereksitasi ke pita konduksi dan ada lubang di pita valensi. Detektor zat padat tersusun oleh semikonduktor tipe-n dan tipe- p yang diberikan potensial listrik terbalik. Saat ini, detektor zat padat atau detektor semikonduktor yang banyak dipakai berisi silikon dan germanium dengan atom litium sebagai aktivator. Bahan semikonduktor, yang diketemukan relatif lebih baru daripada dua jenis detektor di atas, terbuat dari unsur golongan IV pada tabel periodik yaitu silikon atau germanium. Ge dan Si memiliki elektron valensi 4, secara umum semuanya terikat dalam ikatan kovalen, sehingga seluruh pita valensi terisi penuh sedang pita konduksi kosong. Semikonduktor memiliki orde energi gap yang kecil sekitar 1 ev atau kurang. Sedangkan insulator energi gap nya dapat mencapai 5 ev. Pada suhu ruang sejumlah kecil elektron tereksitasi ke pita konduksi dan ada lubang di pita valensi. Untuk mengontrol konduksi di semikonduktor, sejumlah kecil bahan dari golongan III atau V yang dikenal sebagai doping diberikan pada bahan semikonduktor ini. Dengan adanya bahan doping gol. V maka ada atom dari doping ini yang kelebihan elektron (tak berpasangan). Elektron ini mudah terksitasi ke pita konduksi. Bahan ini menjadi semikonduktor tipe n. Sebaliknya kalau doping dari golongan III maka atom doping hanya bervalensi 3 maka ada sebuah lubang yang mudah diisi oleh elektron dari pita valensi. Bahan ini menjadi semikonduktor tipe p)

Jika semikonduktor tipe n dan tipe p disambungkan maka elektron dari tipe n akan menyeberang sambungan menuju tipe p menyebabkan terjadinya daerah deplesi. Di sekitar sambungan ini pembawa muatan bebas ternetralisasi. Akibatnya terjadi medan listrik di sekitar sambungan yang mencegah penyeberangan selanjutnya. Bila partikel radioaktif memasuki daerah deplesi dan menimbulkan ionisasi (pasangan elektron dan hole) maka elektron dan hole akan bergerak dalam arah berlawanan di bawah medan listrik yang ada sehingga tercipta pulsa elektronik yang sebanding dengan energi partikel radioaktif tersebut. Sambungan semikonduktor jenis n dan p yang bertindak sebagai detektor semikonduktor. Detektor ini mempunyai beberapa keunggulan yaitu lebih effisien dibandingkan dengan detektor isian gas, karena terbuat dari zat padat, serta mempunyai resolusi yang lebih baik daripada detektor sintilasi. Energi radiasi yang memasuki bahan semikonduktor akan diserap oleh bahan sehingga beberapa elektronnya dapat berpindah dari pita valensi ke pita konduksi. Bila di antara kedua ujung bahan semikonduktor tersebut terdapat beda potensial maka akan terjadi aliran arus listrik. Jadi pada detektor ini, energi radiasi diubah menjadi energi listrik. Oleh karena daya atau energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan ion-ion ini lebih rendah dibandingkan dengan proses ionisasi di gas, maka jumlah ion yang dihasilkan oleh energi yang sama akan lebih banyak. Hal inilah yang menyebabkan detektor semikonduktor sangat teliti dalam membedakan energi radiasi yang mengenainya atau disebut mempunyai resolusi tinggi. Kelemahan dari detektor semikonduktor adalah harganya lebih mahal, pemakaiannya harus sangat hati-hati karena mudah rusak dan beberapa jenis detektor semikonduktor harus didinginkan pada temperatur Nitrogen cair sehingga memerlukan dewar yang berukuran cukup besar. Jenis-Jenis Detector Lain 1. Kamar kabut (Cloud Chambers) Kamar kabut ditemukan oleh C.T.R Wilson. Lintasan partikel bermuatan diukur dengan mendeteksi ion yang terionisasai oleh muatan tersebut dan dilewatkankan pada medan magnet agar dapat ditentukan baik tanda maupun momentumnya. 2. Emulsi (Emulsion) Pada awal tahun 1910, ditemukan emulsi fotografi yang berisi butir-butir halide perak yang sangat sensitif terhadap radiasi ionisasi. Di dalam piringan photografik ini akan

terlihat lintasan butir perak sepanjang lintasan partikel bermuatan yang dapat diamati mikroskop. Emulsi ini digunakan untuk mendeteksi partikel dalam fixed target experiment. 3. Kamar Gelembung (Bubble Chamber) Kamar gelombang ditemukan pada tahun 1952 oleh D Glaser. Prinsip kerjanya sama dengan kamar kabut. Cairan bertekanan tinggi seperti hidrogen di buat dalam keadaan superheated dengan menurunkan tekanan secara tiba-tiba. Gelembung akan terbentuk disekitar ion yang akibat ionisasi oleh partikel bermuatan. 4. Kamar latu (Spark chamber) Kamar latu terdiri dari sejumlah keping logam sejajar dalam kamar yang berisi gas mulia seperti neon. Tegangan tinggi dipasang antara masing-masing pasangan keping. Jika partikel bermuatan melalui kamar ini, pelatuan terjadi sepanjang lintasan ion yang ditimbulkan oleh partikel itu karena bertambahnya konduktivitas gas. Hasil deretan ini dapat dipotret dan jika kamar itu diletakkan dalam medan magnet, muatan dan momentum partikel dapat ditentukan dari lengkungan lintasannya. 5. Pencacah Cerenkov Pencacah cerenkov ini digunakan untuk mendapatkan informasi tentang laju partikel. Ketika dikombinasikan dengan pengukuran momentum, akan didapatkan informasi massa atau identitas lain dari partikel. 6. Kalorimeter Elektromagnetik Kalorimeter digunakan untuk mengukur energi total partikel. Ada dua tipe kalorimeter, yaitu kalorimeter elektromagnet dan kalorimeter hadron. Kalorimeter EM (electromagneteic) digunakan untuk mengukur energi elektron, positron dan foton dengan menggunakan prinsip interaksi EM dengan inti. Yang teramati dalam calorimeter berupa pancaran EM, biasanya terdeteksi dalam kamar kabut. 7. Detektor Sintilasi Detektor sintilasi selalu terdiri dari dua bagian yaitu bahan sintilator dan photomultiplier. Bahan sintilator merupakan suatu bahan padat, cair maupun gas, yang akan menghasilkan percikan cahaya bila dikenai radiasi pengion.

Photomultiplier digunakan untuk mengubah percikan cahaya yang dihasilkan bahan sintilator menjadi pulsa listrik. Mekanisme pendeteksian radiasi pada detektor sintilasi dapat dibagi menjadi dua tahap yaitu : proses pengubahan radiasi yang mengenai detektor menjadi percikan cahaya di dalam bahan sintilator dan

proses pengubahan percikan cahaya menjadi pulsa listrik di dalam tabung photomultiplier

8. Detektor Isian Gas Detektor isian gas merupakan detektor yang paling sering digunakan untuk mengukur radiasi. Detektor ini terdiri dari dua elektroda, positif dan negatif, serta berisi gas di antara kedua elektrodanya. Elektroda positif disebut sebagai anoda, yang dihubungkan ke kutub listrik positif, sedangkan elektroda negatif disebut sebagai katoda, yang dihubungkan ke kutub negatif. Radiasi yang memasuki detektor akan mengionisasi gas dan menghasilkan ion-ion positif dan ion-ion negatif (elektron). Jumlah ion yang akan dihasilkan tersebut sebanding dengan energi radiasi dan berbanding terbalik dengan daya ionisasi gas. Terdapat tiga jenis detektor isian gas yang bekerja pada daerah yang berbeda yaitu detektor kamar ionisasi, detektor proporsional, dan detektor Geiger Mueller (GM). Mekanisme Pendeteksian Radiasi Detektor radiasi bekerja dengan cara mengukur perubahan yang disebabkan oleh penyerapan energi radiasi oleh medium penyerap. Sebenarnya terdapat banyak mekanisme yang terjadi di dalam detektor tetapi yang sering digunakan adalah proses ionisasi dan proses sintilasi. a. Proses Ionisasi Ionisasi adalah peristiwa lepasnya elektron dari ikatannya karena menyerap energi eksternal. Peristiwa ini dapat terjadi secara langsung oleh radiasi alpha atau beta dan secara tidak langsung oleh radiasi sinar-X, gamma dan neutron. Jumlah elektron lepas ( N ) sebanding dengan jumlah energi yang terserap E dibagi dengan daya ionisasi materi penyerap ( w ).

Dalam proses ionisasi, energi radiasi diubah menjadi pelepasan sejumlah elektron (energi listrik). Bila terdapat medan listrik maka elektron akan bergerak menuju ke kutub positif sehingga dapat menginduksikan arus atau tegangan listrik. Semakin besar energi radiasinya maka arus atau tegangan listrik yang dihasilkannya juga semakin besar pula.

b. Proses Sintilasi Proses sintilasi adalah terpancarnya percikan cahaya ketika terjadi transisi elektron dari tingkat energi yang lebih tinggi ke tingkat energi yang lebih rendah di dalam detektor, bila terdapat kekosongan elektron pada orbit yang lebih dalam. Kekosongan tersebut dapat disebabkan oleh lepasnya elektron (proses ionisasi) atau loncatnya elektron ke lintasan yang lebih tinggi ketika dikenai radiasi (proses eksitasi). Dalam proses sintilasi ini, energi radiasi diubah menjadi pancaran cahaya tampak. Semakin besar energi radiasi yang diserap maka semakin banyak percikan cahayanya. Keunggulan - Kelemahan Detektor Dari pembahasan di atas terlihat bahwa setiap radiasi akan diubah menjadi sebuah pulsa listrik dengan ketinggian yang sebanding dengan energi radiasinya. Hal tersebut merupakan fenomena yang sangat ideal karena pada kenyataannya tidaklah demikian. Terdapat beberapa karakteristik detektor yang membedakan satu jenis detektor dengan lainnya yaitu efisiensi, kecepatan dan resolusi. Efisiensi detektor adalah suatu nilai yang menunjukkan perbandingan antara jumlah pulsa listrik yang dihasilkan detektor terhadap jumlah radiasi yang diterimanya. Nilai efisiensi detektor sangat ditentukan oleh bentuk geometri dan densitas bahan detektor. Bentuk geometri sangat menentukan jumlah radiasi yang dapat 'ditangkap' sehingga semakin luas permukaan detektor, efisiensinya semakin tinggi. Sedangkan densitas bahan detektor mempengaruhi jumlah radiasi yang dapat berinteraksi sehingga menghasilkan sinyal listrik. Bahan detektor yang mempunyai densitas lebih rapat akan mempunyai efisiensi yang lebih tinggi karena semakin banyak radiasi yang berinteraksi dengan bahan. Kecepatan detektor menunjukkan selang waktu antara datangnya radiasi dan terbentuknya pulsa listrik. Kecepatan detektor berinteraksi dengan radiasi juga sangat mempengaruhi pengukuran karena bila respon detektor tidak cukup cepat sedangkan intensitas radiasinya sangat tinggi maka akan banyak radiasi yang tidak terukur meskipun sudah mengenai detektor. Resolusi detektor adalah kemampuan detektor untuk membedakan energi radiasi yang berdekatan. Suatu detektor diharapkan mempunyai resolusi yang sangat kecil (high resolution) sehingga dapat membedakan energi radiasi secara teliti. Resolusi

detektor disebabkan oleh peristiwa statistik yang terjadi dalam proses pengubahan energi radiasi, noise dari rangkaian elektronik, serta ketidak-stabilan kondisi pengukuran. Aspek lain yang juga menjadi pertimbangan adalah konstruksi detektor karena semakin rumit konstruksi atau desainnya maka detektor tersebut akan semakin mudah rusak dan biasanya juga semakin mahal.

IV. Cara Kerja Adapun cara langkah kerja yang harus dilakukan eksperimen ini adalah : 1. Agar faktor koreksi bisa diperoleh maka perlu dilakukan percobaan untuk memperoleh data sinyal digital untuk setiap interaksi foton terhadap detektor. 2. Untuk itu disusun sistem pengukuran seperti yang terlihat pada gambar di atas. Sistem pengukuran ini terdiri lima sub-sistem utama MCA1, MCA2, ADC controller, sebuah digitizer, dan detektor CdZnTe. 3. Detektor semikonduktor CdZnTe berbentuk kubus dengan dimensi 5 x 5 x 5 mm3 ditempatkan di depan sumber radiasi sinar-. 4. Sinyal keluaran dari detektor diumpankan ke pre-amplifier dan selanjutnya diumpakan ke amplifier linier pembentuk sinyal (ORTEC EG & G 570). Agar diperoleh data digital maka keluaran dari preamplifier diumpankan ke digitizer (SONY Tektronix RTD710A).Selain diumpankan ke digitizer, sinyal keluaran dari amplifier juga diumpankan ke MCA1 yang merupakan bagian dari sistem dual MCA (SEIKO EG & G) untuk memperoleh tinggi pulsa analognya. 5. Pulsa-pulsa yang masuk ke bagian digitizer dicacah dengan kecepatan pencacahan 100 MHz. MCA2 menerima sinyal trigger dari digitizer melalui generator peka terhadap pulsa bagian ujung yang membesar. 6. Dari sistem pengukuran semacam inilah diperoleh data analog yang berupa tinggi pulsa dan sekaligus bentuk sinyal yang berupa data digital. Pada tahap ini percobaan difokuskan untuk melakukan pengolahan terhadap sinyal digital dengan menggunakan sistem jaringan syaraf tiruan untuk melakukan pemisahan bentuk sinyalnya.

V.

Analisa Data Menghitung delta keluaran : p0 = (yp op) fp0(netp0) Lapisan tersembunyi (hidden layer) : pkh = fpkh(netpkh) fp0(netp0) = op (1- op) fpkh..(netpkh) = opk (1- op) 0 = fungsi keluaran wpk = fungsinpembobot untuk neuron keluaran p k = jumlah posisi huruf = jumlah neuron tersembunyi
0 0 p wpk

dimana : (yp op) = perbedaan antara pembelajaran dan keluaran.

untuk update pembobot pada lapisan keluaran : wpk0 (t +1) = wpk0(t) + p0 opk + untuk lapisan tersembunyi : wkih(t + 1) = wkih(t) + pkh xpi + wki dengan : i = jumlah neuron masukkan dan = konstanta-konstanta yang diperlukan selama proses xpi = masukkan Iterasi pada saat proses pembelajaran dihentikan setelah diperoleh harga kesalahan terkecil yang ditentukan. Setelah proses pembelajaran berakhir harga-harga pembobot digunakan untuk mengenali masukan sebenarnya yang berasal dari hasil pengamatan/pengukuran.
Tabel 1. Keluaran jaringan tiruan (tanpa neuron bias)

wpk (t)

Harga Keluaran

Harga Pembelajaran

Nama Huruf dan Posisinya

Tabel 2. Keluaran jaringan tiruan terhadap masukan yang diberikan (dengan satu neuron bias )

Harga keluaran

Harga Pembelajaran

Nama Huruf dan Posisinya

DAFTAR PUSTAKA Adrian C. Melissinos.Experiments in Modern Physics.New York,Academic Press Akhadi,Mukhlis.1997.Dasar-dasar Proteksi Radiasi.Jakarta : Penerbit Rineka Karya Beiser,Arthur.1999.Konsep Fisika Modern.Jakarta : Penerbit Erlangga Mardiyanto.2008.Pemakaian Neural Network Untuk Identifikasi bentuk sinyal keluaran detektor nuklir. http://www.batan.go.id/ptrkn/file/TDM/vol_10_02/2-Mardiyanto69-79.pdf Susetyo,Wisnu.1988.Spektrometri Gamma.Yogyakarta : Gajah Mada University Press

You might also like