You are on page 1of 19

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA 1.

1 Definisi Demensia adalah kumpulan gejala kronik yang disebabkan oleh berbagai latar belakang penyakit dan ditandai oleh hilangnya memori jangka pendek, gangguan global fungsi mental, termasuk fungsi bahasa, mundurnay kemampuan berpikir abstrak, kesulitan merawat diri sendiri, perubahan perilaku, emosi labil, dan hilangnya pengenalan waktu dan tempat, tanpa adanya gangguan dalam pekerjaan, aktivitas harian, dan sosial1,2. 1.2 Klasifikasi Demensia dapat dibagi menjadi demensia yang reversibel dan ireversibel yaitu : Reversibel : - Alkoholisme - Gangguan psikiatri - Normal pressure Hydrocephalus - Demensia Vaskular Ireversibel : -Demensia Alzheimer -Picks Disease -Parkinsons Disease Dementia1 1.3 Diagnosis Demensia ditandai oleh adanya gangguan kognisi, fungsional, dan perilaku, sehingga terjadi gangguan pada pekerjaan, aktivitas harian, dan sosial. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan neuropsikologis. Anamnesis dan wawancara meliputi awitan penyakit (akut/ perlahan), perjalanan penyakit ( stabil/ progresif, membaik ), usia awitan, riwayat medis umum dan neurologis, perubahan neurobehaviour, riwayat psikiatri, riwayat yang berhubungan dengan etiologi ( seperti infeksi, gangguan nutrisi, penggunana obat, dan riwayat keluarga ). Pemeriksaan fisik meliputi tanda vital, pemeriksaan umum, pemeriksaan neurologis dan neuropsikologis. Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium dan radiologis Anamnesis Wawancara mengenai penyakit sebaiknya dilakukan pada penderita dan mereka yang sehari-hari berhubungan langsung dengan penderita ( pengasuh ). Hal yang paling penting diperhatikan adalah riwayat penurunan fungsi terutama kognitif dibandingkan dengan sebelumnya. Awitan ( mendadak/progresif lambat), dan adanya perubahan prilaku dan kepribadian. Riwayat Medis Umum Demensia dapat merupakan akibat sekunder dari berbagai penyakit, sehingga perludiketahui adanya riwayat infeksi kronis ( misalnya HIV dan Sifilis), ganguan endokrin ( hiper/hipotiroid ), diabetes Mellitus, neoplasma, kebiasaan

merokok, penyakit jantung, penyakit kolagen, hipertensi, hiperlipidemia, dan aterosklerosis. Riwayat Neurologis Perlu umtuk mencari etiologi seperti riwayat gangguan serebrovaskuler, trauma kapitis, infeksi SSP, epilepsi, tumor serebri dan hidrosefalus. Riwayat Gangguan Kognisi Riwayat gangguan kognitif merupakan bagian dari bagian terpenting dari diagnosis demensia. Riwayat gangguan memori sesaat, jangka pendek, dan jangka panjang; gangguan orientasi ruang, waktu, dan tempat, benda, muapun gangguan komprehensif) gangguan fungsi eksekutif (meliputi pengorganisasian, perencanaan, dan pelaksanaan suatu aktivitas), gangguan praksis, dan visuospasial. Selain itu, perlu, ditanyakan mengenai aktivitas harian, diantaranya melakukan pekerjaan, mengatur keuangan, mempersiapkan keperluan harian, melaksanakan hobi, dan mengikuti aktivitas sosial. Dalam hal ini, perlu pertimbangan berdasarkan pendidikan dan sosial budaya. Riwayat Gangguan Perilaku dan kepribadian Gejala psikiatri dan perubahan perilaku sering dijumpai pada penderita demensia. Hal ini perlu dibedakan dengan gangguan psikiatri murni, misalnya depresi, skizofrenia, terutama tipe paranoid. Pada penderita demensia dapat ditemukan gejala neuropsikologis berupa waham, halusinasi, misidentifikasi, depresi, apatis, dan cemas. Gejala perilaku dapat berupa bepergian tanpa tujuan, ( Wandering ), agitasi, agresifitas fisik maupun verbal, restlessness, dan disinhibisi. Riwayat Intoksikasi Perlu ditanyakan riwayat intoksikasi aluminium, air raksa, pestisida, insektisida, alkoholisme, dan merokko. Riwayat pengobatan terutama pemakaian kronis antidepresan dan narkotika. Riwayat Keluarga Riwayat demensia, gangguan psikiatri, depresi, penyakit Parkinson, sindrom down, dan retardasi mental. Pemeriksaan fisik Demensia adalah suatu sindrom yang terdiri dari gejala-gejala gangguan daya kognitif global yang tidak disertai gangguan derajat keesadaran, namun bergandengan dengan perubahan tabiat ayng dapat berkembang secara mendadak atau sedikit demi sedikit pada setiap orang dari semua golongan usia. Pemeriksaan fisik umum, dilakukan sebagaimana biasa pada prakter klinis. Pemeriksaan neurologis : Dilihat adanya tekanan tinggi intra kranial, gangguan neurologis fokal misalnya gangguan berjalan, gangguan motorik, sensorik, otonom, koordeinasi, gangguan penglihatan, gerakan abnormal/apraksia dan adanya refleks patologis dan primitif1.

1.4 Dimensia Alzheimer Merupakan frekuensi demensia yang paling tinggi, meliputi 50-55 % dari seluruh demensia, biasanya memeiliki faktor resiko seperti usia yang lebih dari 40 tahun, riwayat keluarga Alzheimer, Parkinson, Sindrom Down. Demensia Alzheimer dibagi menjadi 3 stadium yaitun : - Stadium Ringan Gangguan memori menonjol, namun penderita masih dapat melakukan aktivitas harian sederhana. - Stadium Sedang. Gangguan memori diikuti oleh gangguan kognisi lain : Penderita membutuhkan bantuan untuk melakukan aktivitas harian, terutama yang kompleks. - Stadium lanjut. Penderita sudah tidak dapat berkomunikasi karena gangguan kognitif berat, biasanya diikuti penurunan fungsi motorik. Awitan dan perjalanan penyakit bertahap, progresif lambat. Perubahan prilaku dapat terjadi pada stadium ringan, sedang, maupun lanjut1. 1.5 Dimensia Vaskuler Penyakit vaskuler merupakan penyebab kedua demensia, setelah penyakit Alzheimer. Penyakit vaskuler dapat dicegah dan ditangani, dengan peningkatan kewaspadaan dan pengendalian faktor-faktor vaskuler , sehingga insidensi demensia dapat diturunkan3. Baru sedikit diketahui tentang penyebab yang mendasari penyakit vaskuler ini. Beberapa penelitian di Amerika melaporkan adanya gambaran insidensi spesifik untuk penyakit vaskuler, dan telah dapat mengidentifikasikan faktor-faktor resiko yang berhubungan4 Pada akhir abad ke-19, Otto Biswanger dan Alois Alzheimer meneliti tentang hubungan antara patologi vaskuler dan pengurangan kemampuan kognisi. Tujuh puluh tahun kemudian, Tomlisson dan Blessed melengkapi dengan penelitian yang lebih sistematik yang menunjukkan hubungan antara patologi vaskuler dengan demensia. Pada tahun 1974, Hachinski mengenalkan istilah multi-infark dementia ( MID ) untuk menekankan bahawa demensia adalah berhubungan dengan infark pembuluh darah otak baik pembuluh besar maupun kecil. Kemudian peneliti-peneliti menggunakan istilah vascular dementia (VaD) yang membantu para dokter untuk mempertimbangkan berbagai patologi vaskuler termasuk perdarahan, yang dapat menyebabkan demensia. Baru-baru ini para peneliti mengenalkan isitlah vascular cognitive impairment (VCI) dengan tujuan untuk meluaskan konsep lebih lanjut. Dimaksudkan bahwa penyakit vaskuler dapat menyebabkan suatu defisit kognisi dari skala ringan sampai berat, dan pengenalan dini dari defisit tersebut membantu klinisi untuk mengintervensi sebelum demesia terjadi3. 1.5.1 Insiden dan Prevalensi Insidensi dan prevalensi VaD yang dilaporkan berbeda-beda menurut populasi studi, metode pendeteksian, kriteria diagnosa yang dipakai dan periode waktu pengamatan. Diperkirakan demensia vaskuler memberi kontribusi 10 % 20 % dari semua kasus demensia3. Data dari negara-negara Eropa dilaporkan

prevalensi 1,6% pada kelompok usia lebih dari 65 tahun dengan insidensi 3,4 tiap 1000 orang per tahun. Penelitian di Lundby di Swedia memperlihatkan angka resiko terkena VaD sepanjang hidup 34,5% pada pria dan 19.4% pada wanita bila semua tingkatan gangguan kognisi dimasukkan dalam perhitungan4.Sudah lama diketahui bahwa defisit kognisi dapat terjadi setelah serangan stroke. Penelitian terakhir memperlihatkan bahwa demensia terjadi pada rata-rata seperempat hingga sepertiga dari kasus-kasus stroke7. Prevalensi dari semua bentuk demensia termasuk demesia vaskuler, naik seiring dengan bertambahnya usia. Di Eropa, prevalensi demensia vaskuler diperkirakan sekitar 1,5-4,8 % pada individu berusia antara 70 hingga 80 tahun8. 1.5.2 Patofisiologi Penelitian akhir-akhir ini juga membuktikan adanya hubungan antara suatu faktor genetik apolipoprotein E4 dengan kerusakan vaskuler dan juga penyakit serebrovaskuler. DeCarli et. al menemukan bahwa peningkatan ApoE4 pada pasien-pasien kardiovaskuler dan juga pada pasien-pasien stroke. ApoE4 akan menyebabkan perubahan level kolesterol serum dan LDL. ApoE4 ini juga memainkan peran dalam pembentukan arterosklerosis7. ApoE4 akan membantu hemostasis dari kolesterol, dan ini merupakan komponen dari kilomikron, VLDL, dan produk degradasi mereka. Beberapa reseptor di hati mengenali ApoE, termasuk reseptor LDL, Reseptor LDL yang terikat protein , dan reseptor VLDL8. Penelitian yang dilakukan oleh DeLeewu et. al menyimpulkan bahwa pasien dengan ApoE4 adalah beresiko tinggi terhadap lesi di substansia alba apabila ia juga menderita hipertensi9. Dalam penelitian terbaru yang dilakukan Kokobu et al, melaporkan adanya hubungan antara ApoE4 dengan perdarahan subarachnoid. Hal ini membuat dugaan bahwa ApoE4 memainkan peran dalam respon terhadap trauma sistem saraf pusat 3,4. Patologi dari penyakit vaskuler dan perubahan-perubahan kognisi telah diteliti. Berbagai perubahan makroskopik dan mikroskopik diobservasi. Beberapa penelitian telah berhasil menunjukkan lokasi dari kecenderungan lesi patologis, yaitu bilateral dan melibatkan pembuluh-pembuluh darah besar ( arteri serebri anterior dan arteri serebri posterior). Penelitian-penelitian lain mendemonstrasikan keberadaan lakuna-lakuna di otak misalnya di bagian anterolateral dan medial thalamus, yang dihubungkan dengan defisit neuropsikologi yang berat. Beberapa lokasi strategis termasuk substansia alba bagian frontal atau basal dari forebrain, basal ganglia, genu dari kapsula interna hippocampus, mamillary bodies, otak tengah dan pons.Pada analisis mikroskopik perubahan - perubahan tipe Alzheimer (neurofibrillary tangles dan plak senile) didapatkan juga sehingga akan merumitkan gambaran. Istilah demensia campuran digunakan ketika baik perubahan vaskuler dan degenerasi memberikan kontribusi pada penurunan kognisi3. Mekanisme patofisiologi dimana patologi vaskuler menyebabkan kerusakan kognisi adalah belum jelas. Hal ini dapat dijelaskan bahwa dalam kenyataannya beberapa patologi vaskuler yang berbeda dapat menyebabkan kerusakan kognisi, termasuk trombosis otak emboli jantung, dan perdarahan.Peran dari abnormalitas substansia alba sebagai penyebab disfungsi kognisi telah diketahui.

Suatu penelitian terbaru tentang patologi substansia alba pada 40 kasus dengan demensia vaskuler menunjukkan adanya : 1. Patologi fokal meliputi daerah infark luas dan sempit pada substansia alba 2. Patologi difus substansia alba yang melibatkan rarefaction perifokal yang dikelilingi infark dan substansia alba tanpa infark3. 1.5.3 Faktor resiko Faktor-faktor resiko telah diteliti oleh beberapa ilmuwan dalam 4 tahun terakhir ini. Mereka membagi faktor-faktor resiko itu dalam 4 kategori : 1. Faktor demografi, termasuk diantaranya adalah usia lanjut, ras dan etnis( Asia, Africo-American ), jenis kelamin ( pria), pendidikan yang rendah, daerah rural. 2. Faktor aterogenik, termasuk diantaranya adalah hipertensi, merokok cigaret, penyakit jantung, diabetes, hiperlipidemia, bising karotis, menopause tanpa terapi penggantian estrogen, dan gambaran EKG yang abnomal. 3. Faktor non-aterogenik, termasuk diantaranya adalah genetik, perubahan pada hemostatis, konsumsi alkohol yang tinggi, penggunaan aspirin, stres psikologik, paparan zat yang berhubungan dengan pekerjaan ( pestisida, herbisida, plastik), sosial ekonomi. 4. Faktor yang berhubungan dengan stroke yang termasuk diantaranya adalah volume kehilangan jaringan otak, serta jumlah dan lokasi infark4. Jenis kelamin merupakan faktor yang masih kontroversial, dan beberapa penelitian menemukan bahwa tidak ada perbedaaan dalam jenis kelamin. Semuanya dapat terkena dalam perbandingan yang sama.Genetik juga merupakan faktor yang berpengaruh. Arteriopati cerebral autosomal dominan dengan infark subkortikal dan leukoencepalopati (CADASIL) adalah suatu penyakit genetik yang melibatkan mutasi Notch 3, menyebabkan infark subkortikal dan demensia pada 90 % pasien yang terkena yang akhirnya meninggal dengan kondisi ini.Riwayat dari stroke terdahulu adalah faktor resiko yang penting pada demensia vaskuler. Tidak hanya berhubungan dengan luas dan jumlah infark, tetapi juga lokasi dan bahkan lesi tunggal yang strategis sudah dapat menyebabkan demensia3. Depresi merupakan suatu sindroma premonitor untuk VaD pada pasien-pasien stroke, dan juga merupakan suatu penanda yang penting bagi kerusakan pada otak. Hubungan antara VaD dan alel 4 dari APOE telah diteliti pada beberapa penelitian, dan ditemukan bahwa adanya alel ini bukan hanya merupakan suatu penanda spesifik bagi Alzheimer Disease, tapi juga dihubungkan dengan proses perbaikan pada sistem saraf. Frison et. al menghipotesiskan bahwa APOE memainkan peran pada metabolisme otak normal, dan terdapatnya alel 4 dalam jumlah besar menandakan adanya kerusakan pada otak baik degeneratif atau vaskuler. Bagaimanapun juga, semenjak diagnosis VaD ditetapkan dengan menggunakan kriteria NINDS-AIREN, maka konkurensi dengan Alzheimer Disease adalah mungkin dan menjelaskan hubungan dengan APOE24. Resiko yang berhubungan dengan paparan pestisida dan pupuk telah dikonfirmasikan pada berbagai penelitian terdahulu, dan menjelaskan hubungan dengan daerah rural. Tingginya insidensi VaD di daerah rural juga dilaporkan Liu

et.al, dan. hubungan antara zat ini juga terdapat pada Alzheimer Disease dan Parkinson4. Demensia Vaskuler (VaD) merupakan suatu kelompok kondisi heterogen yang meliputi semua sindroma demensia akibat iskemik, perdarahan, anoksik atau hipoksik otak dengan penurunan kognisi mulai dari yang ringan sampai paling berat dan meliputi semua domain, tidak harus dengan gangguan memori yang menonjol6 .Secara garis besar VaD terdiri dari tiga subtipe yaitu : 1. VaD paska stroke yang mencakup demensia infark strategis, demensia multi-infark, dan stroke perdarahan. Biasanya mempunyai korelasi waktu yang jelas antara stroke dengan terjadinya demensia. 2. VaD subkortikal, yang meliputi infark lakuner dan penyakit Binswanger dengan kejadian TIA atau stroke yang sering tidak terdeteksi namun memiliki faktor resiko vaskuler. 3. Demensia tipe campuran, yaitu demensia dengan patologi vaskuler dalam kombinasi dengan demensia Alzheimer (AD). Sedangkan pembagian VaD secara klinis adalah sebagai berikut : 1. VaD pasca stroke Demensia infark strategis : lesi di girus angularis, thalamus, basal forebrain, teritori arteri serebri posterior, dan arteri serebri anterior. Multiple Infark Dementia (MID) Perdarahan intraserebral 2. VaD subkortikal -Lesi iskemik substansia alba -Infark lakuner subkortikal -Infark non-lakuner subkortikal 3. VaD tipe campuran Alzheimer Disease dan Cerebrovascular Disease. 1.5.4 Etiologi Barubaru ini diketahui, bahwa demesia vaskuler bukan hanya disebabkan oleh discret infark ( multi-infark demensia ), tapi juga oleh keadaan serebrovaskuler. Beberapa kelainan vaskuler yang dapat menyebabkan demensia antara lain tercantum dalam tabel di halaman selanjutnya ini5. 1.5.5 Diagnosis Kriteria diagnosis yang digunakan saat ini adalah NINDSAIREN( National Institute of Neurological Disorders and Stroke, and LAssociation Internationale pour la Recherche et LEnseignmement en Neurosciences ).1. Diagnosis klinis probable VaD meliputi semua hal dibawah ini :a) Demensia b) Penyakit serebrovaskuler (CVD) yang ditandai dengan adanya defisit neurologik fokal pada pemeriksaan fisik seperti hemiparese, kelumpuhan otot wajah bawah, refleks Babinski, defisit sensorik, hemianopsia, disartria, dll. Yang konsisten dengan stroke ( dengan atau tanpa riwayat stroke ), dan bukti yang relevan adanya CVD dengan pemeriksaan pencitraan otak (CT-scan atau MRI) meliputi stroke multipel pembuluh darah besar atau infark tunggal tempat strategis ( girus angularis, talamus, basal forebrain, teritori arteri serebri posterio dan anterior ), atau infark lakuner multipel di basal ganglia dan substantia alba atau

lesi substantia alba periventrikuler luas atau kombinasi dari kelainan-kelainan di atas.c) Terdapat hubungan antara kedua gangguan diatas dengan satu atau lebih keadaan dibawah ini : Awitan demensia berada dalam kurun waktu 3 bulan pasca stroke.- Deteriorasi fungsi kognisi yang mendadak atau berfluktuasi, defisit kognisi yang progresif.. 2. Kriteria diagnosis probable VaD subkortikal : A. Sindroma kognisi yang meliputi kedua-duanya : Sindroma disexecution : gangguan formulasi tujuan, inisiasi, perencanaan, pengorganisasian, sekuensial, eksekusi, set-shifting, mempertahankan kegiatan dan abstraksi. Deteriorasi fungsi memori yang menyebabkan gangguan fungsi okupasi dan sosial yang tidak disebabkan oleh gangguan fisik karena stroke. B. CVD : CVD yang dibuktikan dengan neuroimaging Adanya riwayat defisit neurologis sebagai bagian dari CVD : hemiparese, parese otot wajah, refleks Babinski positif, gangguan sensorik, disartri, gangguan berjalan, gangguan ekstrapiramidal yang berhubungan dengan lesi subkortikal otak6. Gambaran Klinis Sesuai dengan NINDS-AIREN maka didapatkan gambaran klinis VaD sebagai berikut : A. Gambaran klinis yang konsisten dengan diagnosis probable VaD : 1. Gangguan berjalan ( langkah-langkah kecil, atau marche a petit-pas, magnetic, apraxic-ataxic atau parkinson gait ) 2. Riwayat miksi dini dan keluhan kemih yang bukan disebabkan oleh kelainan urologi. Perubahan kepribadian dan suasana hati, abulia dan depresi. Inkontinesia emosi, gejala defisit subkortikal meliputi retardasi psikomotor dan gangguan fungsi eksekusi3. B. Gambaran klinis yang tidak menyokong diagnosis VaD : 1. Defisit memori pada tahap dini, perburukan fungsi memori dan gangguan kognisi lain seperti bahasa (ataxia transkortikal sensorik ), ketrampilan motorik (apraksia) dan persepsi ( agnosia) tanpa adanya lesi yang sesuai pada pencitraan otak. 2. Tidak ditemukannya defisit neurologik fokal selain gangguan kognisi. Tidak ditemukan lesi pada CT-scan atau MRI kepala5. C. Gambaran klinis yang menyokong diagnosis VaD subkortikal : 1. Episode gangguan lesi upper motor neuron (UMN) ringan seperti kelumpuhan ringan, refleks asimetri, dan inkoordinasi. 2. Gangguan berjalan pada tahap dini demensia. 3. Riwayat gangguan keseimbangan, sering jatuh, tanpa sebab 4. Urgensi miksi yang dini yang tidak disebabkan oleh kelainan urologi 5. Disartri, disfagi dan gejala ekstrapiramidal 6. Gangguan perilaku dan psikis seperti depresi, perubahan kepribadian, emosi labil, dan retardasi psikomotor.

D. Gambaran yang tidak menyokong diagnosis VaD subkortikal 1. Awitan dini gangguan memori yang progresif memburuk dan gangguan kognisi lain seperti disfasia, dispraksi, dan agnosia. 2. Tidak ditemukan lesi fokal yang berhubungan pada pencitraan 3. Tidak ditemukannya relevansi lesi serebral pada CT-scan atau MRI1.7. Pemeriksaan Pemeriksaan VaD secara umum antara : A. Riwayat medis meliputi 1. Riwayat medik umum. Wawancara meliputi gangguan medik yang dapat menyebabkan demensia seperti penyakit jantung koroner, gangguan katup jantung, penyakit jantung kolagen, hipertensi, hiperlipidemia, diabetes, arteriosklerosis perifer, hipotiroidisme., neoplasma, infeksi kronik ( sifilis, AIDS ) 2. Riwayat Neurologi umum. Wawancara riwayat neurologi seperti riwayat stroke, TIA, trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat, riwayat epilepsi dan operasi otak karena tumor atau hidrosefalus. Gejala penyerta demensia seperti gangguan motorik sensorik, gangguan berjalan, koordinasi dan gangguan keseimbangan yang mendadak pada fase awal menandakan defisit neurologik fokal yang mengarah pada VaD. 3. Riwayat Neurobehaviour. Informasi dari keluarga mengenai penurunan fuingsi kognisi, kemampuan intelektual dalama aktivitas sehari-hari dan perubahan tingkah laku adalah sangat penting dalam diagnosis demensia. 4. Riwayat psikiatrik. Riwayat psikiatrik penting untuk menentukan apakah pasien mengalami depresi, psikosis, perubahan kepribadian, tingkah laku agresif, delusi, halusinasi, pikiran paranoid, dan apakah gangguan ini terjadi sebelum atau sesudah awitan demensia. 5. Riwayat keracunan, nutrisi, obat-obatan. Keracunan logam berat, pestisida, lem dan pupuk, defisiensi nutrisi , pemakaian alkohol kronik dapat menyebabkan demensia walaupun tidak spesifik untuk VaD. Pemakaian obat-obatan antidepresan, antikolinergik dan herbal juga dapat mengganggu fungsi kognisi. 6. Riwayat keluarga. Pemeriksa harus menggali semua insidensi demensia pada keluarga. B. Pemeriksaan obyektif meliputi : 1. Pemeriksaan fisik umum. Meliputi observasi penampilan, tanda-tanda vital, arteriosklerosis, faktor resiko vaskuler. 2. Pemeriksaan neurologis. Gangguuan berjalan, gangguan kekuatan, tonus atau kontrol motorik, gangguan sensorik dan lapangan visual gangguan saraf otak, gangguan keseimbangan dan gangguan refleks. 3. Pemeriksaan status mental. Pemeriksaan kognisi status mental meliputi memori, orientasi, bahasa, fungsi kortikal, terkait dengan berhitung, menulis, praksis, gnosis, visuospasial, dan visuopersepsi. 4. Pemeriksaan aktivitas fungsional. Merupakan pemeriksaan performa nyata penderita dalam aktivitas kehidupan sehari-hari saat premorbid atau saat ini.

5.

Pemeriksaan psikiatrik. Pemeriksaan ini untuk menentukan kondisi mental penyandang demensia, apakah ia menderita gangguan depresi, delirium, cemas atau mengalami gejala psikotik8.

1.5.6 Manajemen Terapi A. Terapi farmakologik. Penderita dengan faktor resiko penyakit serebrovaskuler misalnya hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, arterosklerosis, arteriosklerosis, dislipidemia dan merokok, harus mengontrol penyakitnya dengan baik dan memperbaiki gaya hidup. Kontrol teratur terhadap penyakit primer dapat memperbaiki fungsi kognisinya. Terapi simptomatik pada demensia vaskuler kolinergik sehingga adalah pemberian kolinesterase inhibitor karena terjadi penurunan neurotransmiter. Penelitian-penelitian terakhir menunjukkan obat golongan ini dapat menstabilkan fiungsi kognisi dan memperbaiki aktivitas harian pada penderita demensia vaskuler ringan dan sedang. Efek samping kolinergik yang perlu diperhatikan adalah mual, muntah, diare, bradikardi dan gangguan konduksi supraventrikuler. Terapi non-farmakologis bertujuan untuk memaksimalkan/mempertahankan fungsi kognisi yang masih ada. Program harus dibuat secara individual mencakup intervensi terhadap pasien sendiri, pengasuh dan lingkungan, sesuai dengan tahapan penyakit dan sarana yang tersedia. Intervensi terhadap pasien meliputi : 1. Perilaku hidup sehat 2. Terapi rehabilitasi, dilakukan orientasi realitas, stimulasi kognisi, reminiscent, gerak dan latih otak serta olahraga lain, edukasi, konseling, terapi musik, terapi wicara dan okupasi. 3. Intervensi lingkungan, dilakukan melalui tata ruang, fasilitasi aktivitas, penyediaan fasilitas perawatan, day care center, nursing home. Gangguan mood dan perilaku yang ditemukan pada pasien demensia vaskuler dapat bervariasi sesuai dengan lokasi fungsi otak yang rusak. Gejala yang sering muncul adalah depresi, agitasi, halusinasi, delusi, ansietas, perilaku kekerasan, kesulitan tidur dan wandering ( berjalan ke sana kemari). Sebelum memulai terapi farmakologis, terapi non-farmakologis harus dilakukan dulu untuk mengontrol gangguan ini namun dalam prakteknya sering diperlukan kombinasi kedua metode terapi ini. Penting untuk selalu menganalisa dengan seksama setiap gejala yang timbul, adakah hubungan gejala perilaku atau psikiatrik dengan kondisi fisik (nyeri), situasi (ramai, dipaksa, dll) atau semata-mata akibat penyakitnya. Pasien demensia vaskuler dengan depresi memperlihatkan gangguan fungsional yang labih berat dibanding pasien demensia Alzheimer tanpa depresi. Obat antidepresan dapat memperbaiki gejala depresi, mengurangi disabilitas tetapi tidak memperbaiki gangguan kognisi. B. Penanganan non-farmakologis: 1. Memberi dorongan aktivitas. 2. Menghindari tugas yang kompleks.

3. Bersosialisasi untuk mengurangi depresi. 4. Konseling dengan psikiater. Manajemen terapi farmakologis : 1. Semua antidepresan mampunyai efektivitas yang sama dan onset of action dalam jangka waktu tertentu ( sekitar 2 minggu ) dalam terapi depresi. 2. Pemilihan obat yang tepat berdasarkan riwayat respon obat sebelumnya, efek samping obat dan interaksi obat . 3. Antidepresan yang dapat dipakai pada pasien demensia vaskuler antara lain a. Golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitors ( SSRI ).golongan ini mempunyai tolerabilitas tinggi pada pasien lansia karena tanpa efek antikolinergik dan kardiotoksik, efek hipotensi ortostatik yang minimal b. Golongan Reversible MAO-A Inhibitor (RIMA) c. Golongan trisiklik. Tidak dianjurkan untuk lanjut usia karena efek sampingnya.Ansietas dan agitasi.Sebagian pasien demensia vaskuler dapat hipersensitif terhadap peristiwa sekitarnya. Manajemen terapi non-farmakologi: a. Usahakan lingkungan rumah yang tenang dan stabil. b. Tanggapi pasien dengan sabar dan penuh kasih c. Buatlah aktivitas konstruktif untuk penyaluran gelisahnya. d. Hindari minuman berkafein untuk membantu mengurangi gejala cemas dan gelisah.

BAB II LAPORAN KASUS

10

Seorang pasien perempuan umur 70 tahun datang ke poli RS. DR. M. Djamil Padang tanggal 18 Mei 2011 : Keluhan utama : Pasien sering lupa Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien sering lupa sejak 3 tahun yang lalu, awalnya pasien lupa tanggal dan hari, kesulitan mengingat nama orang baik yang baru dikenal maupun teman yang telah lama dikenal, dan sering mengulang pertanyaan dan pekerjaan yang telah dilakukan sebelumnya. Kemudian pasien kadang-kadang juga sering tersesat di jalan yang sudah sering dilalui. Pasien juga cenderung menjadi mudah marah, tersinggung, cemas sejak 1 tahun belakangan ini. Pasien merasa terganggu dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari. Tidak ada riwayat trauma, pemakaian obat-obatan sebelum pasien mengalami gejala ini. Sebelumnya 3 tahun yang lalu pasien pernah mengalami lemah anggota gerak kiri yang terjadi tiba-tiba ketika pasien baru selesai Shalat. Ketika berdiri, mendadak anggota gerak kiri terasa berat dimana pasien menjadi berjalan dengan menyeret, dan ketika memegang benda, mudah terlepas. Kelemahan tungkai dan lengan sama. Pasien tetap sadar, tidak mengalami sakit kepala dan muntah, juga tidak ada riwayat trauma sebelumnya. Pasien dirawat di Bangsal Neurologi RS. DR. M. Djamil dengan diagnosis stroke iskemik. Riwayat Penyakit Dahulu Tidak pernah menderita sakit seperti ini sebelumnya Riwayat menderita tekanan darah tinggi sejak kurang lebih 5 tahun yang lalu, namun tidak kontrol secara teratur ke dokter. Riwayat sakit gula, sakit jantung, tidak ada Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada keluarga yang menderita penyakit seperti ini sebelumnya. Tidak ada keluarga yang menderita sakit gula, tekanan darah tinggi dan jantung. Riwayat Pekerjaan dan Sosio Ekonomi Pasien seorang ibu rumah tangga, dan tinggal bersama anaknya Pemeriksaan Fisik Keadaan umum : tampak sakit sedang Kesadaran : GCS 15 (E4 M6 V5) Tekanan darah : 180/110 mmHg Nadi : 64 x/menit Napas : 18x/menit Suhu : 36,5 oC

11

Status Internus Rambut Kulit dan kuku KGB Keadaan regional Kepala Mata Hidung Telinga Leher PARU Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi JANTUNG Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi ABDOMEN Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi

: tidak mudah dicabut. : tidak ditemukan sianosis : tidak ditemukan pembesaran : tidak ditemukan kelainan : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik : tak ditemukan kelainan : tidak ditemukan kelainan : JVP 5-2 cmH2O : simetris kiri=kanan : fremitus kanan=kiri : sonor : vesikuler N, ronkhi(-), wheezing(-) : ictus tidak terlihat : ictus teraba 1 jari medial LCMS RIC V : Kiri : 1 jari medial LMCS RIC V Kanan : linea sternalis dextra Atas : RIC II : bunyi jantung murni, irama teratur, bising (-) : tak tampak membuncit : supel, hepar dan lien tak teraba : timpani : bising usus (+) Normal

Status Neurologis Kesadaran CMC, GCS 15 (E4 M6 V5) 1. Tanda Rangsangan Selaput Otak Kaku kuduk Brudzinski I Brudzinski II : (-) : (-) : (-)

Tanda Kernig : (-) 2. Tanda Peningkatan Tekanan Intrakranial Pupil : Isokor, 3mm/3 mm, Refleks cahaya +/+

Muntah proyektil (-) sakit kepala progresif (-) 3. Pemeriksaan Nervus Kranialis N.I (Olfaktorius)

12

Penciuman Subjektif Objektif (dengan bahan) N.II (Optikus) Penglihatan Tajam Penglihatan Lapangan Pandang Melihat warna Funduskopi N.III (Okulomotorius) Bola Mata Ptosis Gerakan Bulbus Strabismus Nistagmus Ekso/Endopthalmus Pupil Bentuk Refleks Cahaya Refleks Akomodasi Refleks Konvergensi N.IV (Troklearis) Gerakan mata ke bawah Sikap bulbus Diplopia N.VI (Abdusens) Gerakanmata kemedial bawah Sikap bulbus Diplopia N.V (Trigeminus)

Kanan Baik Baik

Kiri Baik Baik

Kanan Baik Baik Baik Tidak diperiksa

Kiri Baik Baik Baik Tidak diperiksa

Kanan Kiri Bulat Bulat Bebas ke segala arah Bulat, isokor (+) (+) (+) Bulat, isokor (+) (+) (+)

Kanan Baik Ortho (-)

Kiri Baik Ortho (-)

Kanan Baik Ortho (-)

Kiri Baik Ortho (-)

Kanan Motorik

Kiri

13

Membuka mulut Menggerakan rahang Menggigit Mengunyah Sensorik -Divisi Oftlamika Refleks Kornea Sensibilitas -Divisi Maksila Refleks Masseter Sensibilitas -Divisi Mandibula Sensibilitas N.VII (Fasialis) Raut wajah Sekresi air mata Fisura palpebra Menggerakan dahi Menutup mata Mencibir/bersiul Memperlihatkan gigi Sensasi lidah 2/3 belakang Hiperakusis Plika nasolabialis N.VIII (Vestibularis) Suara berbisik Detik Arloji Rinne test Webber test Scwabach test Memanjang Memendek Nistagmus Pendular Vertical Siklikal Pengaruh posisi kepala N.IX (Glosofaringeus)

(+) (+) (+) (+) (+) Baik (+) Baik Baik Kanan Baik (+) Baik Baik Baik (-) Baik Baik (-) Baik

(+) (+) (+) (+) (+) Baik (+) Baik Baik Kiri Baik (+) Baik Baik Baik (-) Baik (-) Baik

Kanan Kiri (+) (+) (+) (+) baik Baik Tidak ada lateralisasi -

(-)

(-)

(-)

(-)

14

Kanan Sensasi Lidah 1/3 belakang Refleks muntah (gag refleks) N.X (Vagus) Kanan Arkus faring Uvula Menelan Artikulasi Suara Nadi Simetris Di tengah Baik Baik Baik Teratur baik (+) Baik (+)

Kiri

Kiri Baik

N.XI (Asesorius) Menoleh kekanan Menoleh kekiri Mengangkat bahu kanan Mengangkat bahu kiri N.XII (Hipoglosus) Kedudukan lidah dalam Kedudukan lidah dijulurkan Tremor Fasikulasi Atropi Pemeriksaan Koordinasi Cara Berjalan Romberg test Ataksia Rebound Phenomen Tes Tumit Lutut Sukar dinilai Tidakterganggu (-) (-) (+) Disatria Disgrafia Supinasi-Pronasi Tes Jari Hidung Tes Hidung Jari (-) (-) (+) (+) (+) Kanan simetris (-) (-) (-) Kiri Simetris (-) (-) (-) Kanan Baik Baik Baik Kiri Baik

Pemeriksaan Fungsi Motorik

15

A. Badan B.Berdiri dan berjalan

Respirasi Duduk Gerakan spontan Tremor Atetosis Mioklonik Khorea

(-) (-) (-) (-) (-)

Teratur Dapat dilakukan (-) (-) (-) (-) (-) Inferior Kanan Aktif 555 Eutropi Eutonus Kiri aktif 444 eutropi eutonus

C.Ekstermitas Gerakan Kekuatan Tropi Tonus

Superior Kanan Aktif 555 Eutropi Eutonus Kiri aktif 444 Eutropi eutonus

Pemeriksaan Sensibilitas Sensibilitas taktil Sensibilitas nyeri Sensibilitas termis Sensibilitas kortikal Stereognosis Pengenalan 2 titik Pengenalan rabaan Sistem Refleks A. Fisiologis Kornea Berbangkis Laring Masseter Dinding Perut Atas Tengah Bawah B. Patologis Lengan Hofmann Tromner Kanan Kiri (+) (+) Biseps Triseps KPR APR Bulbokavernosa Creamaster Sfingter Kanan Kiri (-) (-) Tungkai Babinski Chaddoks Oppenheim Gordon Schaeffer Klonus paha Kanan Kiri (++) (++) (++) (++) (++) (++) (++) (++) Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik

Kanan Kiri (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-)

16

Klonus kaki Fungsi Otonom


(-)

(-)

Miksi : baik, aninhibited bladder tidak ada Defikasi : baik Keringat : baik

Fungsi Luhur Kesadaran Reaksi bicara reaksi intelek Reaksi emosi Baik Baik Baik Tanda Demensia Refleks glabela Refleks Snout Refleks Menghisap Refleks Memegang Refleks palmomental (+) (+) (+) (+) (-)

Mini Mental State Examination : Skor : 13 Kesan : Definite gangguan kognitif Diagnosis Klinis Diagnosis Topik Diagnosis Etiologi Diagnosis Sekunder : Demensia Vaskular : Subkorteks serebri hemisfer dextra : Cerebrovaskular Disease : Hipertensi Stage II Post stroke iskemik Pemeriksaan Anjuran : Brain CT Scan Penatalaksanaan : Captopril 2 x 25 mg po HCT 1x12,5 mg po Asam Folat 1x5 mg po. Terapi yang dianjurkan untuk demensia Program harian yang sistematis dan teratur Orientasi realitas

17

DISKUSI Telah diperiksa seorang wanita berumur 70 tahun yang datang ke Poliklinik RS. DR. M. Djamil dengan diagnosis klinik Demensia vaskular, diagnosis topik Subkorteks Serebri Hemisfer Dextra, dan diagnosis etiologi cerebrovaskular disease, dan diagnosis sekunder Hipetensi stage II dan post stroke iskemik Demensia ditegakkan berdasarkan anamnesis bahwa pasien berusia 70 tahun, sering dan mudah lupa sejak 3 tahun ini baik berupa waktu, nama-nama orang baik yang baru dan yang telah lama dikenal, alamat., peristiwa yang baru dan telah lama terjadi yang menunjukkan bahwa pasien mengalami gangguan memori jangka pendek dan jangka panjang. Dari pemeriksaan fisik, ditemukan refleks Snout dan hisap yang menunjukkan adanya regresi, serta gangguan kognitif melalui pemeriksaan mini mental state examination. Pada kasus ini, demensia kemungkinan disebabkan oleh proses degenerasi otak dan hipertensi yang merupakan salah satu faktor resiko demensia karena menimbulkan kerusakan pada pembuluh darah otak. Setelah pasien mengalami stroke, tidak menutup kemungkinan bahwa gejala yang dialami, menjadi bertambah berat, sesuai dengan teori bahwa demensia berhubungan dengan infark pembuluh darah otak. Penatalaksanaan non farmakologis pada penderita demensia antara lain program aktivitas harian penderita ( kegiatan harian yang teratur dan sistematis, misalnya aktivitas fisik yang baik, melaksanakan latih, ulang, perhatikan dan asosiasi ), serta orientasi realitas ( penderita diingatkan akan waktu dan tempat, beri tanda khusus untuk suatu tempat tertentu.

18

DAFTAR PUSTAKA Dikot Y, Ong PA, 2007. Diagnosis dini dan penatalaksanaan demensia. Jakarta: PERDOSSI. 2. Mardjono M, Sidharta P, 2004. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat, hal 211-214 3. Herbert R et al, Incidence and Risk Factors in the Canadian Study of Health and Aging. American Heart Association, 2000; 3: 1487-933. 4. Geldmacher D, Whitehouse P, Evaluation of Dementia. The New England Journal of Medicine. 1996; (8);330-364. 5. Taternichi TK, Desmond DW, Mayeux R, et al. Dementia after stroke: baseline frequency, risks, and clinical features in hospitalized cohort. Neurology.1992; 42(6): 1185-936. 6. Rocca WA, Hoffman Apendiks, Brayne C, et.al. The prevalence of vascular dementia in Europe: facts and fragments from 1980-1990 studies. EURODEM-Prevalence Research Group. Ann Neurol. 1991; 30(6): 817-247. 7. DeCarli C, Reed T, Miller BL, et.al.Impact of Apolipprotein E 4 and Vascular Disease om Brain Morphology in Men from the NHLBI Twin Study. American Heart Association 1999; (5):1548-538. 8. Beilby JP, Hunt OCJ, et.al. Apolipoprotein E Gene Polymorphism are associated with Carotid Plaque Formation but not With Intima-media Wall Thickening. American Heart Association. 2003;(10):869-739. 9. De Leeuw FE, Richard F, De Groot JC, et.al. Interaction Between Hypertension, ApoE, and Cerebral White Matter Lesions. American Heart Associatiom. 2004;(1): 11057-6210. 10. Leung CHS, Poon WS, et.al. Apolipoprotein E Genotype and Outcome in Aneurysmal Subarachnoid Hemorrhage. 2002; (10): 548-5
1.

19

You might also like