You are on page 1of 19

askep CKR (cedera kepala ringan)

http://erfansyah.blogspot.com/2010/01/askep-ckr-cedera-
kepala-ringan.html
ErIansyah H.R , Selasa, 19 Januari 2010 , 0 komentar
BAB II
TIN1AUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama
pada usia produktiI dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas.
Cedera kepala adalah setiap trauma pada kepala yang menyebabkan cedera
pada kulit kepala, tulang tengkorak maupun otak (www.medicastore.com )
KlasiIikasi cedera kepala
Cedera kepala dapat diklasiIikasikan berdasarkan mekanisme, keparahan, dan
morIologi cedera.
Mekanisme : berdasarkan adanya penetrasi duramater
Trauma tumpul : kecepatan tinggi ( tabrakan otomobil ) dan kecepatan rendah (
terjatuh, dipukul )
Trauma tembus ( luka tembus peluru dan cedera tembus lainnya )
Keparahan cedera
Ringan : GCS 14-15
Sedang : GCS 9-13
Berat : GCS 3-8
MorIologi
Fraktur tengkorak : kranium: linear / stelatum; depresi/non depresi; terbuka /
tertutup
Basis : dengan / tanpa kebocoran cairan serebrospinal dengan / tanpa
kelumpuhan nervus VII
Lesi intrakranial : Fokal : epidural; subdural; intraserebral
DiIus: konkusi ringan; konkusi klasik, cedera aksonal diIus
Trauma kepala adalah tipe trauma yang mengenai kulit kepala, skull, wajah,
struktur intra cranial termasuk meningien, otak dan batang otak.
2. Anatomi Fisiologi
Sistem syaraI pusat terdiri dari sekumpulan neuron dan bergabung menjadi
otak dan medula spinalis, daerah-daerah otak dan tulang belakang ditandai badan-
badan sel yang dikonsentrasikan kepada nukleus dan kelompok akson berjalan pada
jalur yang saling berhubungan deengan bagian masing-masing.
Tengkorak
Yang mengelilingi otak itu ialah tengkorak, sturktur tulang yang menutup
dan melindunginya. Tengkorak dibagi dalam 2 bagian utama yaitu cranium dan
tulang muka.

Otak
Otak beratnya kira-kira 3 pound (satu setengah kilo) dan dibagi secara
kasar :
Cerebrum
Hemisperium cerebri kiri dan kanan terdiri dari 4 lobus utama yaitu :
Irontal, parietal, temporal, dan occipital. Cerebrum adalah bagian terbesar dari
otak, dibungkus dari sebelah luar dengan cerebra korteks yang tebalnya kira-
kira seperempat inci dan terdiri dari 14 milyar neuron. Menerima dan
menganalisa impluls, mengendalikan gerakan volunter dan menyimpan semua
pengetahuan dari impuls yang diterima. Tiap lobus otak mengikuti nama
tulang tengkorak yang diisinya, mengerjakan Iungsi spesiIik, seperti sensasi,
persepsei, penglihatan, rasa khusus dan pembicaraan.
Broca terletak pada lobus Iraontalis yang berhubungan dengan korteks
motorik dan mengendalikan bicara, ekspresive verbal. Area wernicke berada
pada bagian posterior dari lobus temporal dan membentang sampai bagian
yang menyambung dengan lobus parietalis. Wernicke bertanggungjawab
untuk menerima dan mengartikan bahasa. Daerah pada lobus Irontalis
memiliki kemampuan menuliskan kata-kata, dan daerah pada lobus occipital
mengendalikan kemampuan mengartikan tulisan.
Batang Otak
Batang otak membuat semua serabut syaraI lewat diantara hemisIer
otak dan tulang belakang ; dari sini semua syaraI kranial berasal berasal
kecuali syaraI I.
Berbagai struktur berada dalan batang otak. Batang otak terdiri dari
diencephalons, otak tengah, pons dan medulla oblongata.
Cerebellum
Cerebellum (otak kecil) terletak dibawah cerebrum (otak besar)
posterior besarnya seperlima cerebrum. Mengendalikan otot kerangka yang
mengatur koordinasi gerakan, keseimbangan dan menegakkan tubuh. Bekerja
bersama-sama dengan cerebrum untuk koordinasi aktiIitas otot dan
menghasilkan gerakan-gerakan trampil.
Sirkulasi Otak dan Medula Spinalis
Pembuluh-pembuluh yang kecil membawa nutrien kepada neuron-neuron.
Arteri-arteri besar mengirimkan darah kedaerah-daerah :
Arteri carotis interna 80 dari suplai darah.
Arteri vertebralis 20 dari suplai darah.
Arteri cerebral posterior
Meningens
Selaput jaringan syaraI pada otak dan medula spinalis disebut meningens.
Selaput ini menunjang, melindungi, memberi makan jaringan vital ini.
Pembungkus yang paling luar disebut durameter. 4 buah tonjolan yang masuk
sangat dalam, kedalam otak. Arachnoid merupakan membran yang halus yang
terletak dibawah durameter dan menutup otak sepenuhnya. Meningens yang
terdalam disebut piameter, penuh dengan pembuluh darah dengan pleksus-pleksus
pembuluh darah yang unik.
Ada 3 ruang penting yang berhubungan dengan meningens :
Extra dural (externa dari dura).
Subdura (diantara dura dan arachnoid).
Subarachnoid (diantara arachnoid dan piameter)
. Etiologi
Kecelakaan lalu lintas
Benturan pada kepala
Jatuh dari ketinggian dengan dua kaki
Menyelam ditempat yang dangkal
Olah raga keras

Manifestasi Klinis
Berdasarkan Derajat / Tingkatan
Tingkat I
Bila dijumpai riwayat kehilangan kesadaran / pingsan yang sesaat
setelah mengalami trauma,dan kemudian sadar. Pada waktu diperiksa dalam
keadaan sadar penuh, orientasi baik dan tidak ada deIisit neurologis.
Tingkat II
Kesadaran menurun namun masih dapat mengikuti perintah-perintah
yang sederhana, dan dijumpai adanya deIisit neurologis Iokal.
Tingkat III
Kesadaran yang sangat menurun dan tidak bisa mengikuti perintah
(walaupun sederhana ) sama sekali. Penderita masih bisa bersuara, namun
susunan kata-kata dan orientasinya kacau, gaduh gelisah. Respon motorik
bervariasi dari keadaan yang masih mampu melokalisir rasa sikit sampai tidak
ada respon sama sekali-deserebrasi.
Tingkat IV
Tidak ada Iungsi neurologis sama sekali.
Berdasarkan Lokasi
Hematoma epidural (extra dural)
Ditandai oleh adanya penurunan kesadaran yang mulai bukan pada
detik trauma tetapi lebih lambat (kecuali tertutup koma kontusio), deIisit
neurologik lambat, anisokoria (penekanan pada batang otak dari jarak jauh
oleh masa hemisIerik sesisi), bradikardi, tensi naik, maka kecurigaan akan
hematoma epidural makin jelas, dan deteksi dini harus segera dimulai dengan
CT, arteriograIi cito, ekhoencegalograIi (yang terakhir tidak dilakukan lagi).
Begitu ditegakkan HED terapi (bedah, burrhole, trepanasi).
Hematoma Subdural
Lebih lambat dari HED, dan bedanya adalah timbulnya edema papil,
yang pada HED tak sempat timbul walau TIK meninggi. Nyeri kepala juga
menonjol, sedang interval lusid lebih sulit ditemukan. Perdarahan yang
disebabkan pecahnya berpuluh-puluh vena jembatan yang berjalam radial
ditepi dura dan pia, atau pecahnya sinus sagitalis superior yang lebih hebat dan
menyebabkan hematoma subdural akut. Operasi kraniotomi perlu dilakukan,
mungkin disertai duraplasty yang lebih sulit. Kadang-kadang HSD tipis tidak
memerlukan operasi.
Hematoma Intra Cerebral
Pasti terjadi bersama kontusio, sehingga secara umum lebih buruk,
baik dioperasi maupun tidak. Dorongan yang mengancam terjadinya herniasi
oleh bekuan darah ditengah otak disertai edema lokal yang hebat biasanya
berprognosis buruk daripada hematom intra serebral yang dioperasi.
Hematoma Cerebri Traumatik
Apabila dalam pengamatan lanjut terdapat tanda-tanda penurunan
keadaan, misalnya kesadaran yang turun lambat atau tidak membaik dalam
waktu antara 3-7 hari, disertai tanda-tanda yang mungkin ada, yaitu tanda-
tanda tekanan intrakranial meninggi berupa edema papil, nyeri kepala makin
berat dan muntah.
Otak dapat menjadi sembab tanpa disertai perdarahan pada trauma
kapitis terutama pada anak-anak. Pada keadaan ini pingsan berlangsung lebih
dari 10 menit dan pada pemeriksaan neurologik juga tidak dijunpai tanda-
tanda kerusakan jaringan otak. Pasien mengeluh sakit kepala, vertigo,
mungkin muntah. Pada pemeriksaan cairan otak mungkin hanya dijumpai
tekanan yang agak meningkat.
Pemeriksaan tambahan yang diperlukan sama dengan pada komosio
serebri, bila mungkin ditambah CT. kepala.
. Penatalaksanaan
Penanganan kasus-kasus cedera kepada diunit gawat darurat / emergensi didasarkan
pada patokan pemantauan dan penanganan terhadap '5 B yakni:
Breathing
Perlu diperhatikan mengenai Irekwensi dan jenis pernaIasan penderita.
Adanya obstruksi jalan naIas perlu segera dibebaskan dengan tindakan-
tindakan suction, intubasi, tracheostomi. Oksigenisasi yang cukup atau
hiperventilasi bila perlu, merupakan tindakan yang berperan penting
sehubungan dengan edema cerebri yang terjadi.
Blood
Mencakup pengukuran tekanan darah dan pemeriksaan laboratorium
darah (Hb, leukosit). Peningkatan tekanan darah dan denyut nadi menandakan
adanya syok hipovolemik akibat perdarahan (yang kebanyakan bukan dari
kepala / otak) dan memerlukan tindakan tranIusi.
Brain
Langkah awal penilaian keadaan otak ditekankan terhadap respon-
respon mata, motorik, dan Ierbal (GCS). Perubahan respon ini merupakan
implikasi perbaikan / perburukan cedera kepala tersebut, dan bila pada
pemantauan menunjukkan adanya perburukan kiranya perlu pemeriksaan lebih
mendalam pupil (ukuran, bentuk, dan reaksi terhadap cahaya) serta gerakan-
gerakan bola mata (reIleks, okuloseIalik, okulo vestibuler, deviasi konjugat,
nistagmus).
Bladder
Kandung kemih perlu selalu dikosongkan (pemasangan kateter)
mengingat bahwa kandungan kemih yang penuh merupakan suatu rangsangan
untuk mengedan sehingga tekanan intra cranial cenderung lebih meningkat.
Bowel
Usus yang penuh juga cenderung untuk meninggikan tekanan intra
cranial.
Pada prakteknya dengan memperhatikan hal-hal di atas, cedera kepala
ditangani sesuai dengan tingkat-tingkat gradisi klasiIikasi klinisnya.
B. Pemeriksaan Klinis Cedera Kepala
Pemeriksaan klinis tetap merupakan pemeriksaan yang paling
komprehensiI dalam evaluasi diagnostik penderita-penderita cedera kepala,
dimana dengan pemeriksaan-pemeriksaan serial yang cepat, tepat, dan
noninvasive diharapkan dapat menunjukkan progresiIitas atau kemunduran dari
proses penyakit atau gangguan tersebut.
Sehubungan dengan tingginya insidensi kelainan / cedera sistemik
penyerta pada kasus-kasus cedera kepala berat, maka dalam evaluasi klinis perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
Cedera daerah kepala dan leher : laserasi, perdarahan, otore, rinore, ekimosis
periorbital, atau ekimosis retrourikuler.
Cedera daerah thoraks : Iraktur iga, pneumothoraks, hematothoraks, tamponade
jantung, (bunyi jantung melemah, distensi vena jugularis dan hipotensi),
aspirasi atau ARDS.
Cedera daerah abdomen : khususnya laserasi hepar, limpa atau gatal-gatal.
Adanya perdarahan biasanya ditandai dengan gejala-gajela akut dari abdomen
yang tegang dan distensiI. Disamping itu sering kali gejala ini belum
menunjukkan maniIestasi pada saat dini atau tidak begitu jelas pada penderita
yang koma.
Cedera daerah pelvis : cedera pada penderita yang nonkomatus. Biasanya
klinisnya tidak begitu jelas dan membutuhkan konIirmasi radiologis. Cedera
pelvis ini sering kali berkaitan dengan kejadian kehilangan darah yang akut.
Cedera daerah spinal. Trauma kepala dan spinal khususnya daerah servikal dapat
terjadi secara bersamaan dan cedera kombinasi ini harus selalu diIikirkan.
Cedera ekstremitas yang dapat melibatkan jaringan tulang atau jaringan lunak
(otot, saraI, pembuluh darah). Terapi deIinitiIe cedera-cedera yang melibatkan
ekstrimitas kebanyakan dapat ditunda sampai setelah masalah-masalah yang
mengancam jiwa dapat teratasi.
Pemeriksaan Neurologis Cedera Kepala
Tingkat Kesadaran
Dinilai dengan GCS. Skala ini merupakan gradasi sederhana dari
'aurosal dan kapasitas Iungsional korteks cerebral berdasarkan respon verbal,
motorik dan mata penderita.
Penilaian Glasgow Coma Scale (GCS)
Respon (membuka) mata
Spontan 4
Berdasarkan perintah verbal 3
Berdasarkan rangsang nyeri 2
Tidak memberi respon 1
Respon motorik
Menurut perintah 6
Melokasir rangsang nyeri 5
Menarik / berlawanan rangsang nyeri 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi 2
Tidak memberikan respon 1
Respon verbal
Orientasi baik 5
Konversasi kacau 4
Kata-kata kacau 3
Bersuara inkomprehensiI 2
Tidak memberikan respon 1
Skala nyeri
Sangat nyeri dan tidak terkontrol 10
Sangat nyeri tetapi masih dapat 9
dikontrol oleh pasien dengan 8
aktiIitas yang bisa dilakukan 7
6
Nyeri sedang 5
4
3
Nyeri ringan 2
1
Tidak nyeri 0
Kekuatan Fungsi Motorik
Biasanya hanya merupakan pelengkap saja mengingat kadang sulit
mendapatkan penilaian akurat dari penderita-penderita dengan kesadaran yang
menurun. Masing-masing. Ekstremitas di gradisi kekuatannya.
Skala Iungsi motorik :
Normal 5
Menurun moderat 4
Menurun berat (dapat melawan graIitasi) 3
(tidak dapat melawan graIitasi) 2
tidak ada gerakan 1
Skala tingkat kemampuan mobilisasi :
Pasien tidak tergantung pada orang lain 0
Pasien butuh sedikit bantuan. 1
Pasien butuh bantuan / pengawasan/ bimbingan 2
sederhana.
Pasien butuh bantuan / peralatan yang banyak. 3
Pasien sangat tergantung pada pemberi pelayanan. 4
Ukuran Pupil dan Responnya Terhadap Cahaya
Penilaian ukuran pupil dan responnya terhadap cahaya adalah
pemeriksaan awal terpenting dalam menangani cedera kepala.
Dilatasi dan perlambatan respon cahaya pupil : gejala dini dari herniasi lobus
temporal.
Miosis pupil bilateral : tampil pada saat dini herniasi seIalik central akibat
kedua jaras simpatik pupilomotor yang berasal dari hipotalamus terganggu
sehingga tonus parasimpatisnya menjadi lebih dominan dan menimbulkan
kontriksi pupil.
Miosis : timbul pada kasus dengan lesi pons.
Pupil horner unilateral : tampak pada kasus dengan lesi di batang otak.
Pupil dilatasi bilateral dan Iixed : akibat dari perIusi cerebral yang tidak
adekuat seperti : hipotensi akibat kehilangan darah, atau gangguan aliran
darah cerebral karena peningkatan tekanan intracranial.
Gerakan Bola Mata
Merupakan indeks penting untuk penilaian aktiIitas Iungsional batang
otak. Penderita yang sadar penuh dan mempunyai gerakan bola mata yang
baik menandakan intaknya sistem motorik okuler di batang otak. Pada
keadaan kesadaran yang menurun, gerakan bola mata volunter menghilang,
sehingga untuk menilai gerakannya ditentukan dari reIleks okuloseIalik dan
okulovestibuler.
Penanganan cedera kepala sesuai dengan tingkat gradasi klasiIikasi klinis, meliputi :
Cedera Kepala Tingkat I
Cedera kepala tingkat I ini merupakan kelompok kasus yang
jumlahnya tebanyak dibanding dengan cedera kepala tingkat lainnya dan
dalam hal ini dapat dikategorikan sebagai cedera kepala ringan.
Penanganannya mencakup anamnesa yang berkaitan dengan jenis dan waktu
kecelakaan, riwayat penurunan kesadaran atau pingsan, riwayat adanya
amnesia (retrograde) serta keluhan-keluhan lain yang berkaitan dengan
peninggian tekanan intracranial seperti : nyeri kepala, pusing, dan muntah.
Amnesia retrograde cenderung merupakan tanda ada-tidaknya pada kepala,
sedangkan amnesia antegrade (pasca trauma) lebih berkonotasi akan berat
ringannya konkusi cedera kepala yang terjadi. Kepentingan pemeriksaan
radiologis berupa Ioto polos kepala dimaksudkan untuk mengetahui adanya :
Iraktur tengkorak (linier/depresi), posisi kelenjar spinal, pneumocepalus.
Korpus alineum dan lainnya ; sedangkan Ioto servikal atau bagian tubuh
lainnya dilakukan sesuai dengan indikasi. Pemeriksaan scan tomograIi otak
(CT Scan) memang secara ideal perlu dilakukan bagi semua kasus cedera
kepala terutama bagi yang memenuhi 7 kriteria indikasi rawat inap.
Anamnesa antegrade / pasca traumatic yang memanjang (~ 1 jam).
Adanya riwayat penurunan kesadaran
Tingkat kesadaran yang menurun adanya keluhan nyeri kepala mulai dari
derajat yang moderat sampai berat.
Intoksikasi alkohol atau obat-obatan
Adanya Iraktur tulang tengkorak
Adanya kebocoran likuor serebro spinalis (otorre inore)
Cedera bagian tubuh lain yang berat
Indikasi sosial (tidak ada keluarga/pendamping dirumah)
Gambaran CT Scan otak yang abnormal
Penderita tingkat I yang tidak mempunyai atau memenuhi indikasi
rawat diatas, setelah beberapa saat menjalani pemantauan dirumah sakit
diperkenakan untuk pulang dan berobat jalan dengan catatan bila ada gejala-
gejala seperti yang tercantum di bawah ini harus segera kembali ke rumah
sakit :
Mengantuk dan sukar dibangunkan
Mual dan muntah
Kejang
Salah satu pupil melebar atau adanya tampilan gerakan mata yang tidak biasa
Kelumpuhan anggota gerak salah satu sisi
Nyeri kepala yang hebat atau bertambah hebat
Kacau / bingung (conIuse), tidak mampu berkonsentrasi terjadi perubahan
personalitas.
Gaduh, gelisah
Perubahan denyut nadi atau pola pernaIasan
Pusing hebat
Cedera Kepala Tingkat II
Penderita-penderita yang termasuk tingkat ini dikategorikan sebagai
kasus cedera kepala yang menengah / moderat, mengingat walau mereka
masih dapat mengikuti segala perintah sederhana, namun dapat secara tiba-tiba
berubah cepat ke tingkat III. Dengan kata lain, penanganannya di tekankan
sesuai dengan penanganan cedera kepala tingkat III (tetapi aspek
kedaruratannya tidak begitu akut).
Penanganan pertama selain menacakup anamnesa dan pemeriksaan
Iisik serta Ioto polos tengkorak, juga mencakup pemeriksaan CT Scan otak.
Pada tingkat ini semua kasus mempunyai indikasi dirumah sakit perlu
dilakukan pemeriksaan neurologis setiap setengah jam sekali, sedengkan Iollw
up Scan tomograIi otak pada hari ke tiga atau bila ada perburukan neurologis.
Cedera Kepala Tingkat III
Penderita kelompok ini tidak mengikuti segala perintah sederhana
sekalipun setelah stabilisasi kardiopulmoner. Walaupun deIinisi ini masih
belum mencakup keseluruhan spektrum cedera otak, kelompok kasusnya
adalah dikatagorikan sebagai yang mempunyai resiko terbesar berkaitan
dengan morbiditas dan mortalitas, dimana tindakan menunggu disini dapat
berakibat sangat Iatal. Penanganan kasus-kasus yang termasuk kelompok ini
mencakup tujuh tahap yaitu :
Stabilisasi kardio pulmoner mencakup prinsip-prinsip ABC. Semua penderita
cedera kepala tingkat III memerlukan intubasi.
Pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai macam cedera atau gangguan-
gangguan dibagian tubuh lainnya.
Pemeriksaan neurologis mencakup respon mata, motorik, verbal, pemeriksaan
pupil, reIlek okulo-seIalik dan reIleks okulovestibuler. Penilaian
neurologis kurang bernilai bila tekanan darah penderita masih rendah
(syok).
Penanganan cedera-cedera dibagian lainnya.
Pemberian pengobatan seperti : anti edema serebri, anti kejang dan natrium
bikarbonat.
Tindakan pemeriksaan diagnostik seperti : CT Scan otak, angiograIi cerebral
dan lainnya.
Pemilihan tindakan operasi versus konservatiI.
Kriteria sederhana sebagai patokan indikasi tindakan operasi adalah :
Lesi massa intra atau ekstra-aksial yang menyebabkan pergeseran garis tengah
(pembuluh darah cerebral anterior) yang melebihi 5 mm.
Lesi massa ekstra-aksial yang tebalnya melebihi 5 mm dari tabula interna
tengkorak dan berkaitan dengan pergeseran arteri cerebri anterior atau
media.
Lesi massa ekstra-aksial bilateral dengan tebal melebihi 5 mm dari tabula
eksterna.
Lesi massa intra-aksial lobus temporalis yang menyebabkan elevasi hebat dari
arteri cerebri media atau menyebabkan pergeseran garis tengah.
Terapi Operasi Pada Cedera Kepala
Kriteria paling sederhana yang dipakai sebagai indikasi tindakan operatiI
adalah adanya lesi massa inra cranial dengan pergeseran garis tengah ~ 5 mm
(kecuali penderita sudah mati otak`). Prinsip konsiderasi oleh pemakaian obat
yang tidak meningkatkan tekanan intracranial. Kombinasi yang kerap ditetapkan
adalah N2O (50-70 dengan O2), relakson otot I.V dan tiopental.
Terapi Medikamentosa pada Cedera Kepala
Yang lazim adalah deksamethasone (dengan dosis awal 10 mg dan kemudian
dilanjutkan 4 mg setiap 6 jam).
Mannitol 20 (dosis 1 3 / kg BB / hari yang bertujuan untuk mengatasi edema
cerebri.
Fenition juga masih diperdebatkan sehubungan dengan variasi insiden epilepsi
pasca trauma.
Akhir-akhir ini ada beberapa obat yang penggunaannya mulai populer seperti
THAM dan barbiturat, THAM (This-hidroksi-metil-aminometana) merupakan
suatu buIIer yang dapat masuk ke dalam susunan saraI pusat dan secara
teoritis lebih superior daripada natrium bikarbonat; dalam hal ini diharapkan
dapat mengurangi tekanan intracranial. Disamping untuk mengatasi tekanan
intra cranial yang meninggi, berbiturat mempunyai eIek proteksi anoksia dan
iskhemia.
Oksigen hiperbarik, merupakan beberapa obat yang tampaknya merupakan
harapan yang menggembirakan untuk terapi cedera kepala. Namun
penerapanannya secara luas masih dalam penelitian.
. Komplikasi dan Pencegahan
Higroma Subdural
Merupakan pengumpulan cairan likuor yang terbungkus oleh kapsul dibawah
durameter.
Pneumatokel Traumatika
Pneumatokel ekstracanial adalah pengumpulan udara dibawah periosteum akibat
adanya Iraktur tulang tengkorak.
Meningokel Traumatika Spuriosa
Keadaan ini ditimbulkan oleh Iraktur tengkorak dan robeknya durameter sehingga
likuor bebas mengalir keluar serta berkumpul dijaringan lemak ekstracranial.
Prolap Serebri
Prolaps serebri terjadi akibat adanya Iraktur tulang tengkorak yang terbuka
sehingga korteks serebri keluar dari tengkorak.
Ostitis Osteomielitis
Ostitis osteomielitis merupakan inIeksi tulang sebagai kejadian komplikasi
sekunder dari hidung atau sinus paranasal (Irontal).
Meningitis EnceIalitis
Umumnya terjadi pada trauma kapitis dengan luka yang terbuka disamping
komplikasi sekunder dari Iocus : hidung, mastoid, atau sinus paranasal.
Abses Subdural Abses Otak
Abses subdural abses otak sering merupakan komplikasi lanjut dari cedera
kapala yang terbuka.
Epilepsi Pasca Traumatika
Mekanisme secara pasti masih belum jelas. Diduga kajadian ini
disebabkan oleh perdarahan korteks serebri yang kemudian meninggalkan
perlekatan, jaringan parut, atroIi, nekrosis, dan sisa lainnya.
Sindrom Pasca Concusi
Sindrom pasca concusi merupakan kumpulan gejala yang timbul setelah 2 3
minggu pasca trauma kapitis. Mengingat tidak adanya kelainan organik yang
tampak pada kasus-kasusnya maka sindrom ini sering dikenal dengan istilah
neurosa pasca trauma atau neurosa renten.
C. B. Konsep Dasar Keperawatan
Ilmu keperawatan didasarkan pada suatu teori bisa disebut sebagai suatu
pendekatan problem solving yang memerlukan ilmu ; teknik, dan keterampilan
interpersonal dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan klien / keluarga. Proses
keperawatan terbagi lima tahap yang saling berhubungan yaitu : pengkajian, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi (iyer et al, 1996).
Standard praktek keperawatan proIesional Indonesia telah dijabarkan oleh PPNI
(2000). Standard tersebut juga mengacu pada tahapan dalam proses keperawatan, terdiri
dari 5 standard :
Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan proses
yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentiIikasikan status kesehatan klien (iyer et al, 1996).
Tipe Data
Ada 2 tipe data pada pengkajian :
1) Data SubyektiI.
Data subyektiI adalah data yang didapatkan dari klien sebagai suatu pendapat
terhadap suatu situasi atau keadaan.
Data ObyektiI.
Data obyektiI adalah data yang dapat diobservasi atau diukur. Fokus
pengumpulan data meliputi :
Status kesehatan sebelumnya dan sekarang.
Pola koping sebelumnya dan sekarang.
Fungsi status sebelumnya dan sekarang.
Respon terhadap terapi medis dan tindakan keperawatan.
Resiko untuk masalah potensial.
Hal-hal yang menjadi dorongan atau kekuatan klien.
Sumber Data
Klien
Klien adalah sumber utama data ( primer ) dan perawat dapat menggali
inIormasi yang sebenarnya mengenai masalah klien.
Orang terdekat
InIormasi dapat diperoleh dari orang tua, suami atau istri, anak atau
teman klien, jika klien mengalami gangguan keterbatasan dalam
berkomunikasi ataupun kesadaran yang menurun. Hal ini terjadi pada klien
anak-anak, dimana inIormasi diperoleh dari ibu atau yang menjaga anak
selama di rumah sakit.
Catatan klien
Catatan klien yang ditulis oleh anggota tim kesehatan dapat
dipergunakan sebagai sumber inIormasi didalam riwayat keperawatan.
Riwayat penyakit
Riwayat penyakit yang diperoleh adalah hal-hal tyang diIokuskan pada
indentiIikasi patologi dan untuk menentukan rencara tindakan medis.
Konsultasi
Kadang-kadang terapi memerlukan konsultasi dengan anggota tim
kesehatan specialis, khususnya delam menentukan diagnosa medis atau dalam
merencanakan dan melakukan tindakan keperawatan.
Hasil pemeriksaan diagnostik
Bagi perawat dapat membantu mengevaluasi keberhasilan dari tindakan
keperawatan.
Catatan medis dan anggota tim kesehatan lainnya
Anggota tim kesehatan lain adalah para personal yang berhubungan
dengan klien, dan memberikan tindakan, mengevaluasi dan mencatat hasil dari
status klien. Jika klien adalah rujukan dari pelayanan kesehatan yang lain,
maka perawat harus meminta inIormasi kepada perawat yang telah merawat
klien sebelumnya.
Kepustakaan
Memperoleh literature sangat membantu perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan yang benar dan tepat.
Metode atau Teknik P.E (Phisical Examination)
Ada 4 teknik dalam pemeriksaan Iisik :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Aspek Pendekatan P.E
Pendekatan pengkajian Iisik dapat menggunakan :
Head To Toe (kepala ke kaki)
Pemeriksaan yang dilakukan mulai dari kepala secara berurutan sampai ke
kaki.
ROS (Review OI System) sistem tubuh
Pada pendekatan ini perawat melakukan pengkajian sistem tubuh
secara keseluruhan. Adapun lingkup mayor body sistem meliputi : keadaan
umum, tanda-tanda vital, sistem pernaIasan, sistem cardiovaskuler, sistem
pernaIasan, sistem perkemihan, sistem muskuloskeletal, sistem integrumen
dan sistem reproduksi.
Pola Iungsi kesehatan
Pola Iungsi kesehatan meliputi (persepsi kesehatan, penatalaksanaan
kesehatan, nutrisi pola metabolisme, peran pola perhubungan, aktiIitas
pola latihan, seksualitas pola reproduksi, koping pola toleransi stress, dan
nilai pola keyakinan).
Pengkajian Dasar Pada Trauma Kepala
Dapatkan riwayat terjadinya cedera kepala.
Lakukan pengkajian neurologis cepat
Amati kepala dan belakang kepala bila terjadi luka atau edema
Periksa telinga dan hidung kalau kemungkinan ada darah atau cairan bening yang
keluar.
Pemeriksaan diagnostik :
Sinar X kepala dan servikal untuk mendeteksi lokasi dan parahnya Iraktur. CT
Scan untuk mengenali adanya hematoma intracranial.
Fungsi lumbal untuk memastikan adanya meningitis bila pasien
memperlihatkan tanda-tanda iritasi meningeal (demam, rigiditas nukal,
kejang), kecuali bila ada tanda PTIK.
Bila pasien sadar dan orientasinya penuh, kaji respon terhadap kondisi dan
pemahamannya tentang kondisinya serta rencana penangannya.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan tentang masalah ketidaktahuan
dan / atau ketidakmauan dan / atau ketidakmampuan pasien atau klien baik dalam
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari maupun dalam penanggulangan masalah
kesehatan tersebut berhubungan dengan penyebab (etiologi) dan / atau gejala.
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada trauma kepala antara lain :
Perubahan perIusi jaringan cerebral berhubungan dengan penghentian aliran darah ke
SOL ( hemoragi, hematoma ) ; edema cerebral (respon lokal atau umum pada
cedeera, perubahan metabolik) ; penurunan sistematik / hipoksia (hipovolemi,
disritmis jantung).
Resiko atau aktual tidak eIektiInya pola pernaIasan berhubungan dengan obstruksi
trakiobronkial, gangguan / kerusakan pusat pernaIasan di medula oblongata.
Resiko terjadinya peningkatan tekanan intra kranial berhubungan dengan adanya
proses desak ruang akibat penumpukan cairan darah di dalam otak.
Aktual atau resiko terjadinya gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
dengan hipermetabolik, perubahan kemampuan untuk mencerna makanan.
Gangguan mobilitas Iisik berhubungan dengan imobilisasi atau terapi tirah baring.
Gangguan rasa nyaman nyeri kepala, pusing dan vertigo berhubungan dengan
kerusakan jaringan otak dan perdarahanotak / peningkatan tekanan intrakranial.
Kurang pengetahun keluarga berhubungan dengan kurang mengenal kondisi dan
kebutuhan perawatan klien.
. Implementasi
Pelaksanaan adalah inisiatiI dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
speciIik ( iyer et al , 1996).
Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
pemulihan kesehatan dan memIasilitasi koping.
. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses perawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai.
Meskipun evaluasi diletakkan pada akhir proses keperawatan, evaluasi
merupakan bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan. Pengumpulan data
perlu direIisi untuk menentukan apakah inIormasi yang telah dikumpulkan sudah
mencukupi dan apakah perilaku yang diobservasi sudah sesuai. Diagnosa juga perlu di
evaluasi dalam hal ; keakuratan dan kelengkapannya. Tujuan diintervensi dan evaluasi
adalah untuk menentukan apakah tujuan tersebut dapat dicapai secara eIektiI.
Penentuan Keputusan pada Tahap Evalausi
Setelah data terkumpul tentang status keadaan klien, maka perawat
membandingkan data dengan outcomes. Tahap berikutnya adalah membuat
keputusan tentang pencapauan klien terhadap outcomes. Ada tiga kemungkinan
pada tahap ini :
Klien telah mencapai hasil yang ditentukan dalam tujuan. Pada keadaan ini,
perawat akan mengkaji masalah klien lebih lanjut atau mengevaluasi outcomes
yang lain.
Klien masih dalam proses mencapai hasil yang ditentukan. Perawat mengetahui
keadaan klien pada tahap perubahan kearah pemecahan masalah. Penambahan
waktu, resources, dan intervensi mungkin diperlukan sebelum tujuan tercapai.
Klian dapat mencapai hasil yang ditentukan. Pada situasi ini, perawat harus
mencoba untuk mengidentiIikasi alasan mengapa keadaan atau masalah ini
timbul.
Mengkaji ulang masalah atau respon bahwa secara akurat telah diidentiIikasi
Membuat outcomes yang baru. Mungkin outcomes pertama tidak realistik
dalam hal sarana, perawat, dan waktu. Kemungkinan yang lain adalah
klien tidak menghendaki terhadap tujuan yang disusun perawat.
Intervensi keperawatan harus dievaluasi dalam hal ketetapan untuk mencapai
tujuan sebelumnya.
Komponen Evaluasi Tindakan Keperawatan
Ada dua komponen mengevaluasi tindakan keperawatan yaitu :
Proses ( IormatiI)
Fokus tipe evaluasi ini adalah aktiIitas dari proses keperawatan dan
hasil kualitas pelayanan tindakan keperawatan. Evaluasi proses harus
dilaksanaakan untuk membantu ke eIektiIan terhadap tindakan. Evaluasi
IormatiI terus-menerus dilaksanakan sampai tujuan yang telah ditentukan
tercapai. Metode pengumpulan data dalam evaluasi IormatiI terdiri dari analisa
rencana tindakan keperawatan, open chard audit, pertemuan kelompok,
inteview dan observasi dengan klien, dan menggunakan Iorm evaluasi. Sistem
penulisan pada tahap evaluasi ini bisa menggunakan sistem SOAP atau model
dokumetasi lainnya.
Hasil (sumatiI)
Fokus evaluasi adalah peruabahan perilaku atau status kesehatan klien
pada akhir tindakan keperawatan klien. Tipe evaluasi ini dilaksanakan pada
akhir tindakan keperawatan secara paripurna. SumatiI evalusi adalah obyektiI,
Ileksibel dan eIisien. Adapun metode pelaksanaan evaluasi sumatiI terdiri dari
close-chart audit, interview akhir pelayanan, pertemuan akhir pelayanan, dan
pertanyaan pada klien atau keluarga. Meskipun inIormasi pada tahap ini tidak
secara langsung berpengaruh terhadap klien yang dievaluasi, sumati evaluasi
bisa menjadi suatu metode dalam memonitor kualitas dan eIisiensi tindakan
yang telah diberikan.
Dokumentasi
Perawat mendokumentasikan hasil yang telah atau belum dicapai pada
medical record` penggunaaan istilah yang tepat perlu ditekankan pada
penulisnya, untuk menghindari salah persepsi dan kejelasan dalam menyusun
tindakan perawatan lebih lanjut.
Evaluasi pada Klien Cedera Kepala Diharapkan
Rasa nyaman terpenuhi
Perubahan perIusi cerebral teratasi
Jalan naIas berIungsi dengan baik
Kebutuhan sehari-hari terpenuhi
InIeksi tidak terjadi
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi
Pengetahuan keluarga meningkat mengenai kondisi pasien dan pengobatan.

You might also like