1. Pengertian Sindrom Nefrotik Sindrom NeIrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbunemia dan hiperkolesterolemia (Rusepno, H, dkk. 2000, 832). Sindrom NeIrotik adalah status klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan protein urinaris yang massiI (Donna L. Wong, 2004). Sindrom NeIrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh injuri glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria, hipoproteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema (Suriadi dan Rita Yuliani, 2001). Sindrom neIrotik merupakan sekumpulan gejala yang terdiri dari proteinuria masiI (lebih dari 50 mg/kgBB/24 jam), hipoalbuminemia (kurang dari 2,5 gram/100 ml) yang disertai atau tidak disertai dengan edema dan hiperkolesterolemia. (RauI, 2002).
2. Etiologi Sindrom Nefrotik Sebab pasti belum jelas. Saat ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun. Secara umum etiologi dibagi menjadi : a. Sindrom neIrotik bawaan. Gejala khas adalah edema pada masa neonatus. b. Sindrom neIrotik sekunder Penyebabnya adalah malaria, lupus eritematous diseminata, GNA dan GNK, bahan kimia dan amiloidosis. c. Sindrom neIrotikidiopatik d. Sklerosis glomerulus. 3. Insiden Sindrom Nefrotik a. nsidens lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan. b. Mortalitas dan prognosis anak dengan sindrom neIrotik bervariasi berdasarkan etiologi, berat, luas kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang mendasari, dan responnya trerhadap pengobatan c. Sindrom neIrotik jarang menyerang anak dibawah usia 1 tahun d. Sindrom neIrotik perubahan minimal (SNPM) menacakup 60 90 dari semua kasus sindrom neIrotik pada anak e. Angka mortalitas dari SNPM telah menurun dari 50 menjadi 5 dengan majunya terapi dan pemberian steroid. I. Bayi dengan sindrom neIrotik tipe Iinlandia adalah calon untuk neIrektomi bilateral dan transplantasi ginjal. (Cecily L Betz, 2002) 4. Patofisiologi Sindrom Nefrotik Adanya peningkatan permiabilitas glomerulus mengakibatkan proteinuria masiI sehingga terjadi hipoproteinemia. Akibatnya tekanan onkotik plasma menurun karean adanya pergeseran cairan dari intravaskuler ke intestisial. Volume plasma, curah jantung dan kecepatan Iiltrasi glomerulus berkurang mengakibatkan retensi natrium. Kadar albumin plasma yang sudah merangsang sintesa protein di hati, disertai peningkatan sintesa lipid, lipoprotein dan trigliserida. a. Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Lanjutan dari proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya albumin, tekanan osmotik plasma menurun sehingga cairan intravaskuler berpindah ke dalam interstitial. Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume cairan intravaskuler berkurang, sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke renal karena hypovolemi. b. Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan merangsang produksi renin angiotensin dan peningkatan sekresi anti diuretik hormon (ADH) dan sekresi aldosteron yang kemudian terjadi retensi kalium dan air. Dengan retensi natrium dan air akan menyebabkan edema. c. Terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat dari peningkatan stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin
B. Gejala Klinis Sindrom Nefrotik - Edema, sembab pada kelopak mata Edema biasanya bervariasi dari bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital) dan berlanjut ke abdomen daerah genitalia dan ekstermitas bawah. - Rentan terhadap inIeksi sekunder - Hematuria, azotemeia, hipertensi ringan - Kadang-kadang sesak karena ascites - Produksi urine berkurang - Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus. - Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan keletihan umumnya terjadi. C. Pemeriksaan Laboratorium - BJ urine meninggi - Hipoalbuminemia - Kadar urine normal - Anemia deIisiensi besi - LED meninggi - Kalsium dalam darah sering merendah - Kadang-kdang glukosuria tanpa hiperglikemia.
D. Penatalaksanaan Sindrom Nefrotik - stirahat sampai edema tinggal sedikit - Diet protein 3 4 gram/kg BB/hari - Diuretikum : Iurosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya edema dan respon pengobatan. Bila edema reIrakter, dapat digunakan hididroklortiazid (25 50 mg/hari), selama pengobatan diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemi, alkalosis metabolik dan kehilangan cairan intravaskuler berat. - Kortikosteroid : Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hari luas permukaan badan (1bp) dengan maksimum 80 mg/hari. Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan dosis 40 mg/hari/1bp, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan dosis maksimum 60 mg/hari. Bila terdapat respon selama pengobatan, maka pengobatan ini dilanjutkan secara intermitten selama 4 minggu - Antibiotika bila ada inIeksi - Punksi ascites - Digitalis bila ada gagal jantung.
E. Komplikasi Sindrom Nefrotik a. nIeksi sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat hipoalbuminemia. b. Syok : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat ( 1 gram/100ml) yang menyebabkan hipovolemia berat sehingga menyebabkan syok. c. Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga terjadi peninggian Iibrinogen plasma. d. Komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal. (RauI, .2002 : .27-28).
F. Konsep Asuhan Keperawatan ( Askep ) pada Sindrom Nefrotik 1. Pengkajian a. dentitas. Umumnya 90 dijumpai pada kasus anak. Enam (6) kasus pertahun setiap 100.000 anak terjadi pada usia kurang dari 14 tahun. Rasio laki-laki dan perempuan yaitu 2 : 1. Pada daerah endemik malaria banyak mengalami komplikasi sindrom neIrotik. b. Riwayat Kesehatan. 1) Keluhan utama. Badan bengkak, muka sembab dan napsu makan menurun 2) Riwayat penyakit dahulu. Edema masa neonatus, malaria, riwayat GNA dan GNK, terpapar bahan kimia. 3) Riwayat penyakit sekarang. Badan bengkak, muka sembab, muntah, napsu makan menurun, konstipasi, diare, urine menurun. c. Riwayat kesehatan keluarga. Karena kelainan gen autosom resesiI. Kelainan ini tidak dapat ditangani dengan terapi biasa dan bayi biasanya mati pada tahun pertama atau dua tahun setelah kelahiran. d. Riwayat kehamilan dan persalinan Tidak ada hubungan. e. Riwayat kesehatan lingkungan. Endemik malaria sering terjadi kasus NS. I. munisasi. Tidak ada hubungan. g. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan. Berat badan umur (tahun) X 2 8 Tinggi badan 2 kali tinggi badan lahir. Perkembangan psikoseksual : anak berada pada Iase oedipal/Ialik dengan ciri meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa daerah erogennya, senang bermain dengan anak berjenis kelamin beda, oedipus kompleks untuk anak laki-laki lebih dekat dengan ibu, elektra kompleks untuk anak perempuan lebih dekat dengan ayah. Perkembangan psikososial : anak berada pada Iase pre school (inisiative vs rasa bersalah) yaitu memiliki inisiatiI untuk belajar mencari pengalaman baru. Jika usahanya diomeli atau dicela anak akan merasa bersalah dan menjadi anak peragu. Perkembangan kognitiI : masuk tahap pre operasional yaitu mulai mempresentasekan dunia dengan bahasa, bermain dan meniru, menggunakan alat-alat sederhana. Perkembangan Iisik dan mental : melompat, menari, menggambar orang dengan kepala, lengan dan badan, segiempat, segitiga, menghitung jari-jarinya, menyebut hari dalam seminggu, protes bila dilarang, mengenal empat warna, membedakan besar dan kecil, meniru aktivitas orang dewasa. Respon hospitalisasi : sedih, perasaan berduka, gangguan tidur, kecemasan, keterbatasan dalam bermain, rewel, gelisah, regresi, perasaan berpisah dari orang tua, teman. h. Riwayat nutrisi. Usia pre school nutrisi seperti makanan yang dihidangkan dalam keluarga. Status gizinya adalah dihitung dengan rumus (BB terukur dibagi BB standar) X 100 , dengan interpretasi : 60 (gizi buruk), 30 (gizi sedang) dan ~ 80 (gizi baik). i. Pengkajian persistem. a) Sistem pernapasan. Frekuensi pernapasan 15 32 X/menit, rata-rata 18 X/menit, eIusi pleura karena distensi abdomen
b) Sistem kardiovaskuler. Nadi 70 110 X/mnt, tekanan darah 95/65 100/60 mmHg, hipertensi ringan bisa dijumpai. c) Sistem persaraIan. Dalam batas normal. d) Sistem perkemihan. Urine/24 jam 600-700 ml, hematuri, proteinuria, oliguri. e) Sistem pencernaan. Diare, napsu makan menurun, anoreksia, hepatomegali, nyeri daerah perut, malnutrisi berat, hernia umbilikalis, prolaps anii. I) Sistem muskuloskeletal. Dalam batas normal. g) Sistem integumen. Edema periorbital, ascites. h) Sistem endokrin Dalam batas normal i) Sistem reproduksi Dalam batas normal. j) Persepsi orang tua Kecemasan orang tua terhadap kondisi anaknya. 2. Diagnosa dan Rencana Keperawatan Sindrom NeIrotik a) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder terhadap peningkatan permiabilitas glomerulus. Tujuan volume cairan tubuh akan seimbang dengan kriteria hasil penurunan edema, ascites, kadar protein darah meningkat, output urine adekuat 600 700 ml/hari, tekanan darah dan nadi dalam batas normal.
RASIONAL INTERVENSI 1. Catat intake dan output secara akurat. 2. Kaji dan catat tekanan darah, pembesaran abdomen, BJ urine 3. Timbang berat badan tiap hari dalam skala yang sama. 4. Berikan cairan secara hati-hati dan diet rendah garam 5. Diet protein 1-2 gr/kg BB/hari. Evaluasi harian keberhasilan terapi dan dasar penentuan tindakan Tekanan darah dan BJ urine dapat menjadi indikator regimen terapi Estimasi penurunan edema tubuh
Mencegah edema bertambah berat
Pembatasan protein bertujuan untuk meringankan beban kerja hepar dan mencegah bertamabah rusaknya hemdinamik ginjal.
b) Perubahan nutrisi ruang dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi sekunder terhadap kehilangan protein dan penurunan napsu makan. Tujuan kebutuhan nutrisi akan terpenuhi dengan kriteria hasil napsu makan baik, tidak terjadi hipoprtoeinemia, porsi makan yang dihidangkan dihabiskan, edema dan ascites tidak ada. INTERVENSI RASIONAL 1. Catat intake dan output makanan secara akurat 2. Kaji adanya anoreksia, hipoproteinemia, diare.
3. Pastikan anak mendapat makanan dengan diet yang cukup. Monitoring asupan nutrisi bagi tubuh
Gangguan nuirisi dapat terjadi secara perlahan. Diare sebagai reaksi edema intestinal Mencegah status nutrisi menjadi lebih buruk.
c) Resiko tinggi inIeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun. Tujuan tidak terjadi inIeksi dengan kriteria hasil tanda-tanda inIeksi tidak ada, tanda vital dalam batas normal, ada perubahan perilaku keluarga dalam melakukan perawatan. INTERVENSI RASIONAL 1. Lindungi anak dari orang-orang yang terkena inIeksi melalui pembatasan pengunjung. 2. Tempatkan anak di ruangan non inIeksi. 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan. 4. Lakukan tindakan invasiI secara aseptik. Meminimalkan masuknya organisme.
Mencegah terjadinya inIeksi nosokomial. Mencegah terjadinya inIeksi nosokomial. Membatasi masuknya bakteri ke dalam tubuh. Deteksi dini adanya inIeksi dapat mencegah sepsis.
d) Kecemasan anak berhubungan dengan lingkungan perawatan yang asing (dampak hospitalisasi). Tujuan kecemasan anak menurun atau hilang dengan kriteria hasil kooperatiI pada tindakan keperawatan, komunikatiI pada perawat, secara verbal mengatakan tidak takur. INTERVENSI RASIONAL 1. Validasi perasaan takut atau cemas
2. Pertahankan kontak dengan klien.
3. Upayakan ada keluarga yang Perasaan adalah nyata dan membantu pasien untuk tebuka sehingga dapat menghadapinya. Memantapkan hubungan, meningkatan ekspresi perasaan. Dukungan yang terus menerus menunggu.
4. Anjurkan orang tua untuk membawakan mainan atau Ioto keluarga. mengurangi ketakutan atau kecemasan yang dihadapi.
Meminimalkan dampak hospitalisasi terpisah dari anggota keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Berhman & Kliegman (1987), Essentials of Pediatrics, W. B Saunders, Philadelphia. Doengoes et. al, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan, alih bahasa Made Kariasa, EGC, Jakarta Matondang, dkk. (2000), Diagnosis Fisis Pada Anak, Sagung Seto, Jakarta Ngastiyah, (1997), Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta Rusepno, Hasan, dkk. (2000), Ilmu Kesehaatan Anak 2, nIomedica, Jakarta Tjokronegoro & Hendra Utama, (1993), Buku Afar Nefrologi, Balai Penerbit FKU, Jakarta. -, (1994), Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr. Soetomo-Lab/UPF KA, Surabaya http://nursingbegin.com/askep-sindrom-neIrotik/
ASKEP MENINGITIS
1. Definisi Meningitis adalah inIeksi cairan otakdan disertai proses peradangan yang mengenai piameter, araknoid dan dapat meluas ke permukaan jarinag otak dan medula spinalis yang menimbulkan eksudasi berupa pus atau serosa yang terdapat secara akut dan kronis. Meningitis dibagi menjadi dua : 1. Meningitis purulenta Yaitu inIeksi selaput otak yang disebabkan oleh bakteri non spesiIik yang menimbulkan eksudasi berupa pus atau reaksi purulen pada cairan otak. Penyebabnya adalah pneumonia, hemoIilus inIluensa, E. Coli. 2. Meningitis tuberkulosa Yaitu radang selaput otak dengan eksudasi yang bersiIat serosa yang disebabkan oleh kuman tuberkulosis, lues, virus, riketsia. Berdasarkan lapisan selaput otak yang mengalami radang meningitis dibagi menjadi : 1. Pakimeningitis, yamg mengalami adalah durameter 2. Leptomeningitis, yang mengalami adalah araknoid dan piameter.
2. Etiologi H. inIluenza ( type B ) Streptokokus pneumonie Neisseria meningitides ( meningococus) Hemolytic streptococcus. Stapilococus aureus Escherecia coli
3. Tanda dan Gejala Pada meningitis purulenta ditemukan tanda dan gejala : 1. Gejala inIeksi akut atau sub akut yang ditandai dengan keadaan lesu, mudah terkena rangsang, demam, muntah penurunan naIsu makan, nyeri kepala. 2. Gejala peningkatan tekanan intrakranial ditandai dengan muntah, nyeri kepala, penurunan kesadaran ( somnolen sampai koma ), kejang, mata juling, paresis atau paralisis. 3. Gejala rangsang meningeal yang ditandai dengan rasa nyeri pada leher dan punggung, kaku kuduk, tanda brodsinky dan positiI dan tanda kerning positiI. Tanda kerning yaitu bila paha ditekuk 90ke depan, tuungkai dapat diluruskan pada sendi lutut. Tanda brudzinky positiI adalah bila kepal di Ileksi atau tunduk ke depan, maka tungkai akan bergerak Ileksi di sudut sendi lutut. Tanda brodzinky positiI adalah bila satu tungkai ditekuk dari sendi lutut ruang paha, ditekankan ke perut penderita, maka tungkai lainnya bergerak Ileksi dalam sendi lutut. Pada meningitis tuberkulosas didapatkan gejala dalam stadium-stadium yaitu : 1. Stadium prodomal ditandai dengan gejala yang tidak khas dan terjadi perlahan-lahan yaitu demam ringan atau kadang-kadang tidak demam, naIsu makan menurun, nyeri kepala, muntah, apatis, berlangsung 1-3 minggu, bila tuberkulosis pecah langsung ke ruang subaraknoid, maka stadium prodomal berlangsung cepat dan langsung masuk ke stadium terminal. 2. Stadium transisi ditandai dengan gejala kejang, rangsang meningeal yaitu kaku kuduk, tanda brudzinky dan positiI, mata juling, kelumpuhan dan gangguan kesadaran. 3. Stadium terminal ditandai dengan keadaan yang berat yaitu kesadaran menurun sampai koma, kelumpuhan, pernapasan tidak teratur, panas tinggi dan akhirnya meninggal.
4. Patofisiologi Kuman atau organisme dapat mencapai meningen ( selaput otak ) dan ruangan subaraknoid melalui cara sebagai berikut : 1. mplantasi langsung setelah luka terbuka di kepala 2. Perluasan langsung dari proses inIeksi di telingga tengah sinus paranasalis, kulit. 3. Kepala, pada muka dan peradangan di selaput otak/ skitarnya seperti mastoiditis 4. Sinusitis, otitis media 5. Melalui aliran darah waktu terjadi septikemia 6. Perluasan dari tromboplebitis kortek 7. Perluasan dari abses ekstra dural, sudural atau otak 8. Komplikasi bedah otak 9. Penyebaran dari radang. Pada meningitis tuberkulosa dapat terjadi akibat komplikasi penyebaran tuberkulosis paru primer, yaitu : 1. secara hematogen, melalui kumanmencapai susunan saraI kemudian pecah dan bakteri masuk ke ruang subaraknoid melalui aliran darah. 2. Cara lain yaitu dengan perluasan langsung dari mastoiditis atau spondilitis tuberkulosis
. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan cairan otak melalui pungsi lumbal, didapatkan : a. Tekanan b. Warna cairan otak: pada keadaan normal cairan otak tidakberwarna. Pada menigitis purulenta berwarna keruh sampai kekuning- kuningangan. Sedangkan pada meningitis tuberkulosis cairan otak berwarna jernih. c. Protein ( 0,2-0,4 Kg ) pada miningitis meninggi d. Glukosa dan klorida 2. None pandi 3. Pemeriksaan darah 4. Uji tuberkulin positiI dari kurasan lambung untuk meningitis tuberkulosis 5. Pemeriksaan radiologi a. CT Scan b. Rotgen kepala c. Rotgen thorak 6. ElektroenseIalograIi ( EEG ), akan menunjukkan perlambatan yang menyeluruh di kedua hemisIer dan derajatnya sebanding dengan radang.
. Managemen Terapi Terapi bertujuan memberantas penyebab inIeksi disertai perawatan intensiI suporatiI untuk membantu pasien melaluimasa kritis : 1. Penderita dirawat di rumah sakit 2. Pemberian cairan intravena 3. Bila gelisah berikan sedatiI/penenang 4. Jika panas berikan kompres hangat, kolaborasi antipiretik 5. Sementara menunggu hasil pemeriksaan terhadap kausa diberikan : a. Kombinasi amphisilin 12-18 gram, klorampenikol 4 gram, intravena 4x sehari b. Dapat dicampurkan trimetropan 80 mg, sulIa 400 mg c. Dapat pula ditambahkan ceItriaxon 4-6 gram intra vena 6. Pada waktu kejang : a. Melonggarkan pakaian b. Menghisap lendir c. Puasa untuk menghindari aspirasi dan muntah d. Menghindarkan pasien jatuh 7. Jika penderita tidak sadar lama : a. Diit TKTP melalui sonde b. Mencegah dekubitus dan pneumonia ostostatikdengna merubah posisi setiap dua jam c. Mencegah kekeringan kornea dengan borwater atau salep antibiotik 8. Jika terjadi inkontinensia pasang kateter 9. Pemantauan ketat terhadap tanda-tanda vital 10.Kolaborasi Iisioterapi dan terapi bicara 11.Konsultasi THT ( jika ada kelainan telinga, seperti tuli ) 12.Konsultasi mata ( kalau ada kelainan mata, seperti buta ) 13.Konsultasi bedah ( jika ada hidroseIalus ) KOMPLKAS a. Ketidaksesuaian sekresi ADH b. Pengumpulan cairan subdural c. Lesi lokal intrakranial dapat mengakibatkan kelumpuhan sebagian badan d. Hidrocepalus yang berat dan retardasi mental, tuli, kebutaan karena atroIi nervus ( optikus ) e. Pada meningitis dengan septikemia menyebabkan suam kulit atau luka di mulut, konjungtivitis. I. Epilepsi g. Pneumonia karena aspirasi h. EIusi subdural, emIisema subdural i. Keterlambatan bicara j. Kelumpuhan otot yang disaraIi nervus (okulomotor), nervus V (toklearis ), nervus V (abdusen). Ketiga saraI tersebut mengatur gerakan bola mata.
. Diagnosa keperawatan Gangguan rasa nyaman: Nyeri b.d iritasi meningeal Tujuan : menurunkan rasa nyeri Kriteia hasil : - skala nyeri pasien menurun INTERVENSI RASIONAL 1. Kaji tingkat nyeri
2. Berikan posisi nyaman dan aman
3. Berikan analgesik sesuai program (monitor reaksi dan respon pasien) untuk mengetahui seberapa berat tinggkat nyeri yang dirasakan klien. untuk mengurangi rasa nyeri yang dirasakan klien. untuk mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri. Hiperthermia b.d proses inIeksi dan edema cerebral Tujuan : menurunkan panas Kriteria hasil :- TTV normal INTERVENSI RASIONAL 1. Berikan Kompres hangat.
2. Monitor temperatur secara continue
3. Ganti baju kain bila basah
4. Berikan antibiotik dan antipiretik sesuai program 1.untuk membantu penurunan suhu tubuh. 2.untuk memantau apakah ada kenaikan atau penurunan suhu tubuh klien. 3. untuk mengurangi resiko adanya iritasi pada kulit. 4. untuk terapi pengobatan penurunan suhu tubuh.
Resti deIisit volume cairan b.d meningkatnya temperatur, menurunnya intake cairan Tujuan : kebutuhan cairan dan elektrolit pasien terpenuhi INTERVENSI RASIONAL 1. Monitor intake-output, monitor CVP bila ada
2. Beri cairan V sesuai program, cegah over-load cairan
3. Menurunkan edema
untuk mengkaji seberapa intake dan output klien, dan memonitor devisit cairan. R/ untuk ketepatan cairan intravena yang diberikan dan mengurangi resiko devisit volume cairan yang berlebihan. R/ mengurangi pembengkakan pada selebri.
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, AriI. 2000. Kapita Selekta Edisi 3 Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius. 437-439 blogspot.com/2011/10/pembahasan-1.html Harsono, DSS, dr, Kapita Selekta Neurologi, cetakan ketiga, Gajah Mada Univercity Press, Yogyakarta, 2000 Kozier, Technique n Chemical Nursing, a nursing approach, Addision Werky publising compani health science, Menlo Park, caliIornia, 1987 Juwono, Pemeriksaan Klinik Neorologik Dalam Praktek, buku kedokteran, EGC. WolI, dkk, Dasar-dasar Keperawatan, Pt Gunung Agung, Jakarta, 1974 Marjono, M.S, Neurologik Klinik Dasar, PT Dian Rakyat, Jakarta, 1981 wordpress.com/2009/03/24/askep-meningitis/