You are on page 1of 20

Asuhan Keperawatan pada Klien Sindrom Nefrotik

A. Konsep Sindrom Nefrotik


1. Pengertian Sindrom Nefrotik
Sindrom NeIrotik adalah penyakit dengan gejala edema,
proteinuria, hipoalbunemia dan hiperkolesterolemia (Rusepno, H, dkk.
2000, 832).
Sindrom NeIrotik adalah status klinis yang ditandai dengan
peningkatan permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang
mengakibatkan kehilangan protein urinaris yang massiI (Donna L. Wong,
2004).
Sindrom NeIrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan
oleh injuri glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik;
proteinuria, hipoproteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema
(Suriadi dan Rita Yuliani, 2001).
Sindrom neIrotik merupakan sekumpulan gejala yang terdiri dari
proteinuria masiI (lebih dari 50 mg/kgBB/24 jam), hipoalbuminemia
(kurang dari 2,5 gram/100 ml) yang disertai atau tidak disertai dengan
edema dan hiperkolesterolemia. (RauI, 2002).

2. Etiologi Sindrom Nefrotik
Sebab pasti belum jelas. Saat ini dianggap sebagai suatu penyakit
autoimun. Secara umum etiologi dibagi menjadi :
a. Sindrom neIrotik bawaan.
Gejala khas adalah edema pada masa neonatus.
b. Sindrom neIrotik sekunder
Penyebabnya adalah malaria, lupus eritematous diseminata, GNA dan
GNK, bahan kimia dan amiloidosis.
c. Sindrom neIrotikidiopatik
d. Sklerosis glomerulus.
3. Insiden Sindrom Nefrotik
a. nsidens lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan.
b. Mortalitas dan prognosis anak dengan sindrom neIrotik bervariasi
berdasarkan etiologi, berat, luas kerusakan ginjal, usia anak, kondisi
yang mendasari, dan responnya trerhadap pengobatan
c. Sindrom neIrotik jarang menyerang anak dibawah usia 1 tahun
d. Sindrom neIrotik perubahan minimal (SNPM) menacakup 60 90
dari semua kasus sindrom neIrotik pada anak
e. Angka mortalitas dari SNPM telah menurun dari 50 menjadi 5
dengan majunya terapi dan pemberian steroid.
I. Bayi dengan sindrom neIrotik tipe Iinlandia adalah calon untuk
neIrektomi bilateral dan transplantasi ginjal. (Cecily L Betz, 2002)
4. Patofisiologi Sindrom Nefrotik
Adanya peningkatan permiabilitas glomerulus mengakibatkan
proteinuria masiI sehingga terjadi hipoproteinemia. Akibatnya tekanan
onkotik plasma menurun karean adanya pergeseran cairan dari
intravaskuler ke intestisial.
Volume plasma, curah jantung dan kecepatan Iiltrasi glomerulus
berkurang mengakibatkan retensi natrium. Kadar albumin plasma yang
sudah merangsang sintesa protein di hati, disertai peningkatan sintesa
lipid, lipoprotein dan trigliserida.
a. Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat
pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria.
Lanjutan dari proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan
menurunnya albumin, tekanan osmotik plasma menurun sehingga
cairan intravaskuler berpindah ke dalam interstitial. Perpindahan cairan
tersebut menjadikan volume cairan intravaskuler berkurang, sehingga
menurunkan jumlah aliran darah ke renal karena hypovolemi.
b. Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi
dengan merangsang produksi renin angiotensin dan peningkatan
sekresi anti diuretik hormon (ADH) dan sekresi aldosteron yang
kemudian terjadi retensi kalium dan air. Dengan retensi natrium dan air
akan menyebabkan edema.
c. Terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat dari
peningkatan stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma
albumin




B. Gejala Klinis Sindrom Nefrotik
- Edema, sembab pada kelopak mata Edema biasanya bervariasi dari bentuk
ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung bila
ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital) dan
berlanjut ke abdomen daerah genitalia dan ekstermitas bawah.
- Rentan terhadap inIeksi sekunder
- Hematuria, azotemeia, hipertensi ringan
- Kadang-kadang sesak karena ascites
- Produksi urine berkurang
- Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus.
- Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan
keletihan umumnya terjadi.
C. Pemeriksaan Laboratorium
- BJ urine meninggi
- Hipoalbuminemia
- Kadar urine normal
- Anemia deIisiensi besi
- LED meninggi
- Kalsium dalam darah sering merendah
- Kadang-kdang glukosuria tanpa hiperglikemia.

D. Penatalaksanaan Sindrom Nefrotik
- stirahat sampai edema tinggal sedikit
- Diet protein 3 4 gram/kg BB/hari
- Diuretikum : Iurosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya edema
dan respon pengobatan. Bila edema reIrakter, dapat digunakan
hididroklortiazid (25 50 mg/hari), selama pengobatan diuretik perlu
dipantau kemungkinan hipokalemi, alkalosis metabolik dan kehilangan
cairan intravaskuler berat.
- Kortikosteroid : Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis
60 mg/hari luas permukaan badan (1bp) dengan maksimum 80 mg/hari.
Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan
dosis 40 mg/hari/1bp, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan dosis
maksimum 60 mg/hari. Bila terdapat respon selama pengobatan, maka
pengobatan ini dilanjutkan secara intermitten selama 4 minggu
- Antibiotika bila ada inIeksi
- Punksi ascites
- Digitalis bila ada gagal jantung.

E. Komplikasi Sindrom Nefrotik
a. nIeksi sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat
hipoalbuminemia.
b. Syok : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat ( 1 gram/100ml)
yang menyebabkan hipovolemia berat sehingga menyebabkan syok.
c. Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga
terjadi peninggian Iibrinogen plasma.
d. Komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal.
(RauI, .2002 : .27-28).

F. Konsep Asuhan Keperawatan ( Askep ) pada Sindrom Nefrotik
1. Pengkajian
a. dentitas.
Umumnya 90 dijumpai pada kasus anak. Enam (6) kasus
pertahun setiap 100.000 anak terjadi pada usia kurang dari 14 tahun.
Rasio laki-laki dan perempuan yaitu 2 : 1. Pada daerah endemik
malaria banyak mengalami komplikasi sindrom neIrotik.
b. Riwayat Kesehatan.
1) Keluhan utama.
Badan bengkak, muka sembab dan napsu makan menurun
2) Riwayat penyakit dahulu.
Edema masa neonatus, malaria, riwayat GNA dan GNK, terpapar
bahan kimia.
3) Riwayat penyakit sekarang.
Badan bengkak, muka sembab, muntah, napsu makan menurun,
konstipasi, diare, urine menurun.
c. Riwayat kesehatan keluarga.
Karena kelainan gen autosom resesiI. Kelainan ini tidak dapat
ditangani dengan terapi biasa dan bayi biasanya mati pada tahun
pertama atau dua tahun setelah kelahiran.
d. Riwayat kehamilan dan persalinan
Tidak ada hubungan.
e. Riwayat kesehatan lingkungan.
Endemik malaria sering terjadi kasus NS.
I. munisasi.
Tidak ada hubungan.
g. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
Berat badan umur (tahun) X 2 8
Tinggi badan 2 kali tinggi badan lahir.
Perkembangan psikoseksual : anak berada pada Iase oedipal/Ialik
dengan ciri meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa
daerah erogennya, senang bermain dengan anak berjenis kelamin beda,
oedipus kompleks untuk anak laki-laki lebih dekat dengan ibu, elektra
kompleks untuk anak perempuan lebih dekat dengan ayah.
Perkembangan psikososial : anak berada pada Iase pre school
(inisiative vs rasa bersalah) yaitu memiliki inisiatiI untuk belajar
mencari pengalaman baru. Jika usahanya diomeli atau dicela anak akan
merasa bersalah dan menjadi anak peragu.
Perkembangan kognitiI : masuk tahap pre operasional yaitu mulai
mempresentasekan dunia dengan bahasa, bermain dan meniru,
menggunakan alat-alat sederhana.
Perkembangan Iisik dan mental : melompat, menari, menggambar
orang dengan kepala, lengan dan badan, segiempat, segitiga,
menghitung jari-jarinya, menyebut hari dalam seminggu, protes bila
dilarang, mengenal empat warna, membedakan besar dan kecil, meniru
aktivitas orang dewasa.
Respon hospitalisasi : sedih, perasaan berduka, gangguan tidur,
kecemasan, keterbatasan dalam bermain, rewel, gelisah, regresi,
perasaan berpisah dari orang tua, teman.
h. Riwayat nutrisi.
Usia pre school nutrisi seperti makanan yang dihidangkan dalam
keluarga. Status gizinya adalah dihitung dengan rumus (BB terukur
dibagi BB standar) X 100 , dengan interpretasi : 60 (gizi buruk),
30 (gizi sedang) dan ~ 80 (gizi baik).
i. Pengkajian persistem.
a) Sistem pernapasan.
Frekuensi pernapasan 15 32 X/menit, rata-rata 18 X/menit, eIusi
pleura karena distensi abdomen

b) Sistem kardiovaskuler.
Nadi 70 110 X/mnt, tekanan darah 95/65 100/60 mmHg,
hipertensi ringan bisa dijumpai.
c) Sistem persaraIan.
Dalam batas normal.
d) Sistem perkemihan.
Urine/24 jam 600-700 ml, hematuri, proteinuria, oliguri.
e) Sistem pencernaan.
Diare, napsu makan menurun, anoreksia, hepatomegali, nyeri
daerah perut, malnutrisi berat, hernia umbilikalis, prolaps anii.
I) Sistem muskuloskeletal.
Dalam batas normal.
g) Sistem integumen.
Edema periorbital, ascites.
h) Sistem endokrin
Dalam batas normal
i) Sistem reproduksi
Dalam batas normal.
j) Persepsi orang tua
Kecemasan orang tua terhadap kondisi anaknya.
2. Diagnosa dan Rencana Keperawatan Sindrom NeIrotik
a) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein
sekunder terhadap peningkatan permiabilitas glomerulus.
Tujuan volume cairan tubuh akan seimbang dengan kriteria hasil
penurunan edema, ascites, kadar protein darah meningkat, output urine
adekuat 600 700 ml/hari, tekanan darah dan nadi dalam batas normal.



RASIONAL INTERVENSI
1. Catat intake dan output secara
akurat.
2. Kaji dan catat tekanan darah,
pembesaran abdomen, BJ urine
3. Timbang berat badan tiap hari
dalam skala yang sama.
4. Berikan cairan secara hati-hati dan
diet rendah garam
5. Diet protein 1-2 gr/kg BB/hari.
Evaluasi harian keberhasilan terapi dan
dasar penentuan tindakan
Tekanan darah dan BJ urine dapat
menjadi indikator regimen terapi
Estimasi penurunan edema tubuh

Mencegah edema bertambah berat

Pembatasan protein bertujuan untuk
meringankan beban kerja hepar dan
mencegah bertamabah rusaknya
hemdinamik ginjal.

b) Perubahan nutrisi ruang dari kebutuhan berhubungan dengan
malnutrisi sekunder terhadap kehilangan protein dan penurunan napsu
makan.
Tujuan kebutuhan nutrisi akan terpenuhi dengan kriteria hasil napsu
makan baik, tidak terjadi hipoprtoeinemia, porsi makan yang
dihidangkan dihabiskan, edema dan ascites tidak ada.
INTERVENSI RASIONAL
1. Catat intake dan output makanan
secara akurat
2. Kaji adanya anoreksia,
hipoproteinemia, diare.

3. Pastikan anak mendapat makanan
dengan diet yang cukup.
Monitoring asupan nutrisi bagi tubuh

Gangguan nuirisi dapat terjadi secara
perlahan. Diare sebagai reaksi edema
intestinal
Mencegah status nutrisi menjadi lebih
buruk.

c) Resiko tinggi inIeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang
menurun.
Tujuan tidak terjadi inIeksi dengan kriteria hasil tanda-tanda inIeksi
tidak ada, tanda vital dalam batas normal, ada perubahan perilaku
keluarga dalam melakukan perawatan.
INTERVENSI RASIONAL
1. Lindungi anak dari orang-orang
yang terkena inIeksi melalui
pembatasan pengunjung.
2. Tempatkan anak di ruangan non
inIeksi.
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah
tindakan.
4. Lakukan tindakan invasiI secara
aseptik.
Meminimalkan masuknya organisme.


Mencegah terjadinya inIeksi
nosokomial.
Mencegah terjadinya inIeksi
nosokomial.
Membatasi masuknya bakteri ke dalam
tubuh. Deteksi dini adanya inIeksi
dapat mencegah sepsis.

d) Kecemasan anak berhubungan dengan lingkungan perawatan yang
asing (dampak hospitalisasi).
Tujuan kecemasan anak menurun atau hilang dengan kriteria hasil
kooperatiI pada tindakan keperawatan, komunikatiI pada perawat,
secara verbal mengatakan tidak takur.
INTERVENSI RASIONAL
1. Validasi perasaan takut atau cemas


2. Pertahankan kontak dengan klien.

3. Upayakan ada keluarga yang
Perasaan adalah nyata dan membantu
pasien untuk tebuka sehingga dapat
menghadapinya.
Memantapkan hubungan, meningkatan
ekspresi perasaan.
Dukungan yang terus menerus
menunggu.


4. Anjurkan orang tua untuk
membawakan mainan atau Ioto
keluarga.
mengurangi ketakutan atau kecemasan
yang dihadapi.

Meminimalkan dampak hospitalisasi
terpisah dari anggota keluarga.


DAFTAR PUSTAKA

Berhman & Kliegman (1987), Essentials of Pediatrics, W. B Saunders,
Philadelphia.
Doengoes et. al, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan, alih bahasa Made
Kariasa, EGC, Jakarta
Matondang, dkk. (2000), Diagnosis Fisis Pada Anak, Sagung Seto, Jakarta
Ngastiyah, (1997), Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta
Rusepno, Hasan, dkk. (2000), Ilmu Kesehaatan Anak 2, nIomedica, Jakarta
Tjokronegoro & Hendra Utama, (1993), Buku Afar Nefrologi, Balai Penerbit
FKU, Jakarta.
-, (1994), Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr. Soetomo-Lab/UPF
KA, Surabaya
http://nursingbegin.com/askep-sindrom-neIrotik/










ASKEP MENINGITIS

1. Definisi
Meningitis adalah inIeksi cairan otakdan disertai proses peradangan
yang mengenai piameter, araknoid dan dapat meluas ke permukaan jarinag
otak dan medula spinalis yang menimbulkan eksudasi berupa pus atau serosa
yang terdapat secara akut dan kronis.
Meningitis dibagi menjadi dua :
1. Meningitis purulenta
Yaitu inIeksi selaput otak yang disebabkan oleh bakteri non spesiIik yang
menimbulkan eksudasi berupa pus atau reaksi purulen pada cairan otak.
Penyebabnya adalah pneumonia, hemoIilus inIluensa, E. Coli.
2. Meningitis tuberkulosa
Yaitu radang selaput otak dengan eksudasi yang bersiIat serosa yang
disebabkan oleh kuman tuberkulosis, lues, virus, riketsia.
Berdasarkan lapisan selaput otak yang mengalami radang meningitis
dibagi menjadi :
1. Pakimeningitis, yamg mengalami adalah durameter
2. Leptomeningitis, yang mengalami adalah araknoid dan piameter.

2. Etiologi
H. inIluenza ( type B )
Streptokokus pneumonie
Neisseria meningitides ( meningococus)
Hemolytic streptococcus.
Stapilococus aureus
Escherecia coli


3. Tanda dan Gejala
Pada meningitis purulenta ditemukan tanda dan gejala :
1. Gejala inIeksi akut atau sub akut yang ditandai dengan keadaan lesu,
mudah terkena rangsang, demam, muntah penurunan naIsu makan, nyeri
kepala.
2. Gejala peningkatan tekanan intrakranial ditandai dengan muntah, nyeri
kepala, penurunan kesadaran ( somnolen sampai koma ), kejang, mata
juling, paresis atau paralisis.
3. Gejala rangsang meningeal yang ditandai dengan rasa nyeri pada leher dan
punggung, kaku kuduk, tanda brodsinky dan positiI dan tanda kerning
positiI.
Tanda kerning yaitu bila paha ditekuk 90ke depan, tuungkai dapat
diluruskan pada sendi lutut.
Tanda brudzinky positiI adalah bila kepal di Ileksi atau tunduk ke
depan, maka tungkai akan bergerak Ileksi di sudut sendi lutut.
Tanda brodzinky positiI adalah bila satu tungkai ditekuk dari sendi lutut
ruang paha, ditekankan ke perut penderita, maka tungkai lainnya bergerak
Ileksi dalam sendi lutut. Pada meningitis tuberkulosas didapatkan gejala dalam
stadium-stadium yaitu :
1. Stadium prodomal ditandai dengan gejala yang tidak khas dan terjadi
perlahan-lahan yaitu demam ringan atau kadang-kadang tidak demam,
naIsu makan menurun, nyeri kepala, muntah, apatis, berlangsung 1-3
minggu, bila tuberkulosis pecah langsung ke ruang subaraknoid, maka
stadium prodomal berlangsung cepat dan langsung masuk ke stadium
terminal.
2. Stadium transisi ditandai dengan gejala kejang, rangsang meningeal yaitu
kaku kuduk, tanda brudzinky dan positiI, mata juling, kelumpuhan dan
gangguan kesadaran.
3. Stadium terminal ditandai dengan keadaan yang berat yaitu kesadaran
menurun sampai koma, kelumpuhan, pernapasan tidak teratur, panas tinggi
dan akhirnya meninggal.

4. Patofisiologi
Kuman atau organisme dapat mencapai meningen ( selaput otak ) dan
ruangan subaraknoid melalui cara sebagai berikut :
1. mplantasi langsung setelah luka terbuka di kepala
2. Perluasan langsung dari proses inIeksi di telingga tengah sinus paranasalis,
kulit.
3. Kepala, pada muka dan peradangan di selaput otak/ skitarnya seperti
mastoiditis
4. Sinusitis, otitis media
5. Melalui aliran darah waktu terjadi septikemia
6. Perluasan dari tromboplebitis kortek
7. Perluasan dari abses ekstra dural, sudural atau otak
8. Komplikasi bedah otak
9. Penyebaran dari radang.
Pada meningitis tuberkulosa dapat terjadi akibat komplikasi
penyebaran tuberkulosis paru primer, yaitu :
1. secara hematogen, melalui kumanmencapai susunan saraI kemudian pecah
dan bakteri masuk ke ruang subaraknoid melalui aliran darah.
2. Cara lain yaitu dengan perluasan langsung dari mastoiditis atau spondilitis
tuberkulosis

. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan cairan otak melalui pungsi lumbal, didapatkan :
a. Tekanan
b. Warna cairan otak: pada keadaan normal cairan otak tidakberwarna.
Pada menigitis purulenta berwarna keruh sampai kekuning-
kuningangan. Sedangkan pada meningitis tuberkulosis cairan otak
berwarna jernih.
c. Protein ( 0,2-0,4 Kg ) pada miningitis meninggi
d. Glukosa dan klorida
2. None pandi
3. Pemeriksaan darah
4. Uji tuberkulin positiI dari kurasan lambung untuk meningitis tuberkulosis
5. Pemeriksaan radiologi
a. CT Scan
b. Rotgen kepala
c. Rotgen thorak
6. ElektroenseIalograIi ( EEG ), akan menunjukkan perlambatan yang
menyeluruh di kedua hemisIer dan derajatnya sebanding dengan radang.

. Managemen Terapi
Terapi bertujuan memberantas penyebab inIeksi disertai perawatan
intensiI suporatiI untuk membantu pasien melaluimasa kritis :
1. Penderita dirawat di rumah sakit
2. Pemberian cairan intravena
3. Bila gelisah berikan sedatiI/penenang
4. Jika panas berikan kompres hangat, kolaborasi antipiretik
5. Sementara menunggu hasil pemeriksaan terhadap kausa diberikan :
a. Kombinasi amphisilin 12-18 gram, klorampenikol 4 gram, intravena
4x sehari
b. Dapat dicampurkan trimetropan 80 mg, sulIa 400 mg
c. Dapat pula ditambahkan ceItriaxon 4-6 gram intra vena
6. Pada waktu kejang :
a. Melonggarkan pakaian
b. Menghisap lendir
c. Puasa untuk menghindari aspirasi dan muntah
d. Menghindarkan pasien jatuh
7. Jika penderita tidak sadar lama :
a. Diit TKTP melalui sonde
b. Mencegah dekubitus dan pneumonia ostostatikdengna merubah posisi
setiap dua jam
c. Mencegah kekeringan kornea dengan borwater atau salep antibiotik
8. Jika terjadi inkontinensia pasang kateter
9. Pemantauan ketat terhadap tanda-tanda vital
10.Kolaborasi Iisioterapi dan terapi bicara
11.Konsultasi THT ( jika ada kelainan telinga, seperti tuli )
12.Konsultasi mata ( kalau ada kelainan mata, seperti buta )
13.Konsultasi bedah ( jika ada hidroseIalus ) KOMPLKAS
a. Ketidaksesuaian sekresi ADH
b. Pengumpulan cairan subdural
c. Lesi lokal intrakranial dapat mengakibatkan kelumpuhan sebagian
badan
d. Hidrocepalus yang berat dan retardasi mental, tuli, kebutaan karena
atroIi nervus ( optikus )
e. Pada meningitis dengan septikemia menyebabkan suam kulit atau luka
di mulut, konjungtivitis.
I. Epilepsi
g. Pneumonia karena aspirasi
h. EIusi subdural, emIisema subdural
i. Keterlambatan bicara
j. Kelumpuhan otot yang disaraIi nervus (okulomotor), nervus V
(toklearis ), nervus V (abdusen). Ketiga saraI tersebut mengatur
gerakan bola mata.



. Diagnosa keperawatan
Gangguan rasa nyaman: Nyeri b.d iritasi meningeal
Tujuan : menurunkan rasa nyeri
Kriteia hasil : - skala nyeri pasien menurun
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji tingkat nyeri

2. Berikan posisi nyaman dan aman

3. Berikan analgesik sesuai program
(monitor reaksi dan respon pasien)
untuk mengetahui seberapa berat
tinggkat nyeri yang dirasakan klien.
untuk mengurangi rasa nyeri yang
dirasakan klien.
untuk mengurangi atau menghilangkan
rasa nyeri.
Hiperthermia b.d proses inIeksi dan edema cerebral
Tujuan : menurunkan panas
Kriteria hasil :- TTV normal
INTERVENSI RASIONAL
1. Berikan Kompres hangat.

2. Monitor temperatur secara continue

3. Ganti baju kain bila basah

4. Berikan antibiotik dan antipiretik
sesuai program
1.untuk membantu penurunan suhu
tubuh.
2.untuk memantau apakah ada kenaikan
atau penurunan suhu tubuh klien.
3. untuk mengurangi resiko adanya
iritasi pada kulit.
4. untuk terapi pengobatan penurunan
suhu tubuh.


Resti deIisit volume cairan b.d meningkatnya temperatur, menurunnya intake
cairan
Tujuan : kebutuhan cairan dan elektrolit pasien terpenuhi
INTERVENSI RASIONAL
1. Monitor intake-output, monitor CVP
bila ada

2. Beri cairan V sesuai program, cegah
over-load cairan

3. Menurunkan edema

untuk mengkaji seberapa intake dan
output klien, dan memonitor devisit
cairan.
R/ untuk ketepatan cairan intravena
yang diberikan dan mengurangi resiko
devisit volume cairan yang berlebihan.
R/ mengurangi pembengkakan pada
selebri.


DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, AriI. 2000. Kapita Selekta Edisi 3 Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius.
437-439
blogspot.com/2011/10/pembahasan-1.html
Harsono, DSS, dr, Kapita Selekta Neurologi, cetakan ketiga, Gajah Mada
Univercity Press, Yogyakarta, 2000
Kozier, Technique n Chemical Nursing, a nursing approach, Addision Werky
publising compani health science, Menlo Park, caliIornia, 1987
Juwono, Pemeriksaan Klinik Neorologik Dalam Praktek, buku kedokteran, EGC.
WolI, dkk, Dasar-dasar Keperawatan, Pt Gunung Agung, Jakarta, 1974
Marjono, M.S, Neurologik Klinik Dasar, PT Dian Rakyat, Jakarta, 1981
wordpress.com/2009/03/24/askep-meningitis/

You might also like