You are on page 1of 12

MOLA HIDATIDOSA

A. Pendahuluan Mola Hidatidosa adalah suatu penyakit trofoblas gestasional sebagai akibat dari suatu kehamilan yang berkembang tidak sempurna. Walaupun penyakit ini sudah cukup lama dikenal, namun sampai sekarang penyakit ini masih tetap aktual, karena masih banyak halhal yang belum jelas. Penyakit ini dapat ditemukan diseluruh dunia dengan angka kejadian yang berbeda-beda. Penyakit ini lebih banyak ditemukan di negara-negara Asia dan Amerika Latin. Penyakit ini lebih banyak dijumpai pada golongan sosio ekonomi rendah. Di Indonesia menurut laporan beberapa penulis dari berbagai daerah menunjukkan angka kejadian yang berbeda-beda. Angka kejadian Mola Hidatidosa di Indonesia berkisar antara 1 : 51 sampai 1 : 141 kehamilan. Sedangkan di negara barat angka kejadian ini lebih rendah dari pada negara-negara Asia dan Amerika Latin, misalnya Amerika Serikan 1 : 1450 kehamilan (Hertig & Sheldon, 1978) dan di Inggris 1 : 1500 (Womack & Elston, 1985). Berdasarkan pemeriksaan morfologi, penyakit ini tergolong dalam neoplasma jinak. Akan tetapi dalam perjalanan penyakitnya dapat berk embang menjadi neoplasma ganas yang disebut Korio Karsinoma. Pada Mola 20% berkembang menjadi keganasan trofoblastik. Setelah terbentuk mola komplit, invasi ke uterus terjadi pada 15% pasien & metastasis terjadi pada 4% pasien. Kasus koriokarsinoma yang berkembang dari mola partial belum pernah dilaporkan, walaupun 4% pasien dengan mola parsial akan berkembang menjadi penyakit trofoblastik non metastasis persisten yang membutuhkan kemoterapi.

B. Definisi Mola hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. (Mochtar, Rustam, dkk, 1998 : 23) Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. (Wiknjosastro, Hanifa, dkk, 2002 : 339). Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik menjadi sejumlah kista yang menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan. Embrio mati dan mola tumbuh dengan cepat, membesarnya uterus dan menghasilkan sejumlah besar human chorionic gonadotropin (hCG) (Hamilton, C. Mary, 1995 : 104).

C. Klasifikasi Mola Hidatidosa Perkembangan penyakit trofoblas ini amat menarik dan ada tidaknya janin telah digunakan untuk menggolongkannya menjadi bentuk mola yang komplit (klasik) dan parsial (inkomplit). Walaupun secara histologis dan morfologis keduanya berbeda tetapi gambaran klinis dan penanganannya pada dasarnya sama. a. Mola hidatidosa komplit (klasik) Mola hidatidosa komplit secara genetik adalah lesi yang diploid dengan kromosom 46 XX, pada mola komplit tidak dijumpai elemen embrionik atau fetus. Kelainan genetik ini disebabkan oleh karena fertilisasi ovum yang kosong oleh dua sperma. Mola

hidatidosa merupakan suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili khorialis berubah menjadi kumpulan gelembung yang jernih yang mempunyai ukuran yang bervariasi mulai dari yang lebih mudah terlihat sampai beberapa sentimeter dan bergantung dalam beberapa sentimeter dan bergantung dalam beberapa kelompok dari tangkai yang tipis. Massa tersebut dapat tumbuh cukup besar sehingga memenuhi uterus yang besarnya biasa mencapai ukuran uterus kehamilan normal lanjut. Gambaran histologi mola hidatidosa komplit adalah : 1. Terdapat Vili dalam berbagai ukuran. 2. Ditengah Vili yg besar menunjukkan edema dengan sentral kavitas berisi cairan yang disebut cisterna. 3. Terdapat proliferasi trofoblas yg berlebihan. 4. Sinsitiotrofoblas berwarna ungu, sitotrofoblas jernih dan nukleus Bizarre. 5. Tidak ada pembuluh darah fetal di mesenkim vili. b. Mola hidatidosa inkomplit (parsial) Mola hidatidosa parsial kariotipenya triploid, yang terdiri dari 1 set maternal dan 2 set paternal. Secara klinis dijumpai adanya fetus dan perubahan pada plasenta berupa mola hidatidosa. Titer hCG yang abnormal meningkat disertai tanda preeklamsia dan hiperplasia trofoblas yang dijumpai lebih ringan daripada mola komplit. Secara makroskopik tampak gelembung mola yang disertai janin atau bagian dari janin. Umumnya janin mati pada bulan pertama atau ada juga yang hidup sampai cukup besar atau bahkan aterm. Perubahan hidatidosa bersifat fokal serta belum begitu jauh dan masih terdapat janin atau sedikitnya kantong amnion. Pada sebagian vili yang biasanya avaskuler terjadi pembengkakan hidatidosa yang berjalan lambat, sementara vili lainnya

yang vaskuler dengan sirkulasi darah fetus-plasenta yang masih berfungsi tidak mengalami perubahan. Bila ditemukan mola yang disertai janin, terdapat dua kemungkinan, yaitu pertama kehamilan kembar dimana satu janin tumbuh normal dan hasil konsepsi yang satu lagi mengalami mola parsial.

D. Tanda dan Gejala Mola Hidatidosa Gambaran klinik yang biasanya timbul pada klien dengan mola hidatidosa adalah : Amenore dan tanda-tanda kehamilan Mual dan muntah yang hebat Perdarahan pervaginam berulang. Darah cenderung berwarna coklat. Pada

keadaan lanjut kadang keluar gelembung mola. Pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.

Gejala gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan BB yang tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit lembab. Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengarnya BJJ sekalipun

uterus sudah membesar setinggi pusat atau lebih. Preeklampsia atau eklampsia yang terjadi sebelum kehamilan 24 minggu.

(Mansjoer, Arif, dkk, 2001 : 266)

E. Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan panggul akan ditemukan tanda-tanda yang menyerupai kehamilan normal tetapi ukuran

rahim abnormal dan terjadi perdarahan. Tinggi fundus rahim tidak sesuai dengan umur kehamilan dan tidak terdengar denyut jantung bayi. Anamnesis Mola hidatidosa biasanya didiagnosis pada kehamilan trimester pertama. Dari anamnesis, didapatkan gejala-gejala hamil muda dengan keluhan perdarahan pervaginam yang sedikit atau banyak. Pasien juga dapat ditanyakan apakah terdapat riwayat keluar gelembung mola yang dianalogikan seperti mata ikan, riwayat hiperemesis, dan gejala-gejala tirotoksikosis. Pemeriksaan fisik Inspeksi : diagnosis pasti mola hidatidosa adalah keluarnya gelembunggelembung mola, muka dan kadang-kadang badan kelihatan pucat kekuning-kuningan yang disebut muka mola (mola face). Palpasi : uterus membesar tidak sesuai dengan umur kehamilan, terasa lembek, tidak teraba bagian-bagian janin dan ballotement, gerakan janin tidak teraba, dan terdapat fenomena harmonika, yaitu darah dan gelembung mola keluar dan fundus uteri turun lalu naik lagi karena terkumpulnya darah baru.

Auskultasi : tidak terdengar denyut jantung janin.

F. Faktor Predisposisi Adapun kelompok-kelompok risiko tinggi yaitu usia kurang dari 20 tahun, sosial ekonomi kurang, jumlah paritas tinggi, dan riwayat kehamilan mola sebelumnya. Penyebab mola Hidatidosa sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya mola hidatidosa adalah: Faktor ovum

Ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan.

Imunoselektif dari trofoblast Keadaan sosio-ekonomi yang rendah sehingga mengakibatkan rendahnya asupan

protein, asam folat, dan beta karoten Jumlah paritas yang tinggi Usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas Penggunaan kontrasepsi oral untuk jangka waktu yang lama

Riwayat mola Hidatidosa sebelumnya Riwayat abortus spontan

G. Penatalaksanaan dan Therapy Penanganan yang biasa dilakukan pada mola hidatidosa adalah : Mola hidatidosa harus dievakuasi sesegera mungkin setelah diagnosis ditegakkan. Bila perlu lakukan stabilisasi dahulu dengan melakukan perbaikan keadaan umum penderita dengan mengobati beberapa kelainan yang menyertai seperti tirotoksikosis.

Terapi mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap yaitu : 1. Perbaiki keadaan umum a. Koreksi dehidrasi b. Transfusi darah bila ada anemia c. Bila ada gejala preeklampsia dan hiperemesis gravidarum diobati sesuai dengan protocol d. Penatalaksanaan hipertiroidisme

Jika gejala tirotoksikosis berat, terapi dengan obat-obatan antitiroid, -bloker, dan perawatan suportif (pemberian cairan, perawatan respirasi) penting untuk menghindari presipitasi krisis tiroid selama evaluasi. Tujuan terapi adalah untuk mencegah pelepasan T4 yang terus-menerus dan menghambat konversi menjadi T3 untuk memblok aksi perifer hormon tiroid dan untuk mengobati faktor-faktor presipitasi. Agen-agen antitiroid dapat menurunkan level T3 dan T4 serum dengan cepat seperti sodium ipodoat (orografin, suatu kontras yang mengandung iodine) yang merupakan terapi pilihan dalam mencegah krisis tiroid setelah hipertiroidisme yang diinduksi kehamilan mola karena Ca mengurangi konsentrasi T3 dan T4 dengan cepat. Apabila sodium ipodoat tidak tersedia, PTU harus digunakan dan dikombinasikan dengan iodida. PTU berbeda dengan metimazol, menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer dan karenanya lebih disukai daripada metimazol. Loading dose 300-600 mg PTU diikuti oleh 150-300 mg setiap 6 jam (perrektal atau melalui NGT). Kalium iodida oral (3-5 tetes, 3x sehari, 35 mg iodida/tetes) atau iodine lugol (30-60 tetes/hari dibagi dala 4 dosis, 8 mg iodida/tetes) atau natrium iodida intravena (0,25-0,5 g tiap 8-12 jam) menginduksi penurunan level T3 dan T4 yang cepat.

-bloker digunakan untuk mengontrol takikardi dan gejala lain yang diaktivasi saraf simpatis. Propanolol dimulai pada dosis 1-2 mg tiap 5 menit secara intravena (dosis maksimum 6 mg) diikuti dengan propanolol oral pada dosis 20-40 mg tiap 4-6 jam. 2. Pengeluaran jaringan mola Bila sudah terjadi evakuasi spontan lakukan kuretase untuk memastikan kavum uteri sudah kosong. Bila belum lakukan evakuasi dengan kuret hisap. Bila serviks masih tertutup dapat didilatasi dengan dilator nomor 9 atau 10. Setelah seluruh jaringan

dievakuasi dengan kuret hisap dilanjutkan kuret tajam dengan hati-hati untuk memastikan kavum uteri kosong. Penggunaan uterotonika tidak dianjurkan selama proses evakuasi dengan kuret hisap atau kuret taja. Untuk menghentikan perdarahan, uterotonika diberikan setelah evakuasi. Induksi dengan medikamentosa seperti prostaglandin dan oksitosin tidak dianjurkan karena meningkatkan emboli trofoblas. Teknik evakuasi mola hidatidosa ada 2 cara yaitu : a. Kuretase Dilakukan setelah keadaan umum diperbaiki dan setelah pemeriksaan-persiapan selesai (pemeriksaan darah rutin, kadar b-hCG serta foto thoraks), kecuali bila jaringan mola sudah keluar spontan. Bila kanalis servikalis belum terbuka, maka dilakukan pemasangan laminaria dan kuretase dilakukan 24 jam kemudian. Sebelum kuretase terlebih dahulu siapkan darah 500 cc dan pasang infus dengan tetesan oksitosin 10 IU dalam 500 cc Dextrose 5% Kuretase dilakukan sebanyak 2x dengan interval minimal 1 minggu Seluruh jaringan hasil kerokan dikirim ke laboratorium Patologi Anatomi b. Histerektomi Tindakan ini dilakukan pada wanita dengan : -Umur > 35 tahun -Anak hidup > 3 orang

3. Terapi profilaksis dengan sitostatika Diberikan pada kasus mola dengan risiko tinggi akan terjadi keganasan misalnya pada umur tua dan paritas tinggi yang menolak untuk dilakukan histerektomi atau kasus mola dengan hasil histopatologi yang mencurigakan. Biasanya diberikan Methotrexate atau Actinomycin D. Indikasi pemberian kemoterapi pada penderita pasca mola hidatidosa adalah sebagai berikut : Kadar hCG yang tinggi > 4 minggu pascaevakuasi (serum >20.000 IU/liter, urine >30.000 IU/24 jam) Kadar hCG yang meningkat progresif pascaevakuasi Kadar hCG berapapun juga yang terdeteksi pada 4 bulan pascaevakuasi Kadar hCG berapapun juga yang disertai tanda-tanda metastasis otak, renal, hepar, traktus gastrointestinal, atau paru-paru. 4. Penatalaksanaan pascaevakuasi Hal ini perlu dilakukan mengingat adanya kemungkinan keganasan setelah mola hidatidosa, lama pengawasan berkisar 1 sampai 2 tahun. Pengamatan lanjut meliputi pemeriksaan pelvis dan hCG setiap minggu sampai hCG negatif, bila ditemui anemia atau infeksi harus diberikan pengobatan yang adekuat. -hCG negatif diikuti tiap minggu 2 kali pemeriksaan, bila tetap negatif dilakukan tiap bulan sampai dengan bulan keenam, lalu tiap 2 bulan sekali selama 6 bulan.

Diberikan kontrasepsi oral setelah kadar hCG normal. Bila penurunan hCG sesuai dengan kurva regresi, pasien diperkenankan hamil setelah 6 bulan. Dapat juga dengan metode barier, namun IUD tidak dianjurkan. Bila penurunan labat, tunda kehamilan lebih lama lagi.

Bila terjadi kehamilan lakukan USG dan lakukan pemeriksaan hCG postpartum untuk menyingkirkan reaktifasi residu dari mola.

Pasien dengan besar uterus 4 kali lebih besar dari usia gestasi dan adanya kista lutein, maka risiko untuk menjadi karsinoma adalah 50%.

FOLLOW UP Dikarenakan 20% pasien dengan mola komplit dan 5-7 % pasien dengan mola parsial dapat menjadi penyakit yang berulang. Follow up yang ketat sangat diperlukan. Kadar b -hCG perlu dimonitor setiap minggu sampai diperoleh 3 kali angka yang normal dan kemudian setiap bulan untuk 6 bulan. Sangat penting bagi pasien untuk menggunakan kontrasepsi selama 6 bulan sehingga peningkatan b -hCG yang normal terjadi dalam kehamilan tidak dikacaukan dengan penyakit yang berulang. Pil KB tidak meningkatkan resiko dari penyakit post mola. Setelah angka b-hCG normal selama 6 bulan, kehamilan menjadi aman.

H. Kesimpulan dan Saran Mola Hidatidosa adalah salah satu penyakit trofoblas gestasional (PTG).

Penyakit trofoblast gestasional meliputi berbagai penyakit yang berasal dari plasenta yakni mola hidatidosa parsial dan komplet, koriokarsinoma, mola invasif dan placental site trophoblastic tumors. Para ahli ginekologi dan onkologi sependapat untuk

mempertimbangkan kondisi ini sebagai kemungkinan terjadinya keganasan, dengan mola hidatidosa berprognosis jinak, dan koriokarsinoma yang ganas, sedangkan mola hidatidosa invasif sebagai borderline keganasan. Mola hidatidosa merupakan bentuk jinak dari penyakit trofoblas gestasional (Gestational trophoblastic tumor) yang bila dibiarkan tanpa diobati akan berlanjut menjadi bentuk intermediate yang bersifat fatal. Bentuk intermediate ini disebut dengan berbagai istilah antara lain malignant mole, gestational trofoblastik tumor, persistent/ malignant trofoblastic disease yang digolongkan dalam bentuk metastatik dan nonmetastati.

TUGAS OBSTETRI GINEKOLOGI

MOLA HIDATIDOSA

DISUSUN OLEH : TATI SUTIATI

D IV KEBIDANAN UNIVERSITAS NASIONAL 2011

You might also like