You are on page 1of 13

IKTERUS OBSTRUKTIF A.

Pendahuluan Jaundice atau ikterus adalah kondisi yang sering terjadi pada bayi baru lahir, kuning pada kulit dan bagian putih bola mata (sclera) karena kadar bilirubin yang berlebih dalam darah. Bilirubin adalah hasil dari penghancuran normal sel darah merah.1 Pada keadaan normal, bilirubin disalurkan dan diolah di hati kemudian dikeluarkan sebagai empedu melalui usus. Ikterus muncul saat kadar bilirubin melebihi kemampuan hati bayi baru lahir untuk mengolah dan mengeluarkan dari tubuh.1

B. Anatomi Sistem Hepatobilier Hepar, kandung empedu, dan percabangan bilier muncul dari tunas ventral (divertikulum hepatikum) dari bagian paling kaudal foregut diawal minggu keempat kehidupan. Bagian ini terbagi menjadi dua bagian sebagaimana bagian tersebut tumbuh diantara lapisan mesenterik ventral: bagian kranial lebih besar (pars hepatika) merupakan asal mula hati/hepar, dan bagian kaudal yang lebih kecil (pars sistika) meluas membentuk kandung empedu, tangkainya menjadi duktus sistikus. Hubungan awal antara divertikulum hepatikum dan penyempitan foregut akan membentuk duktus biliaris. Sebagai akibat perubahan posisi duodenum, jalan masuk duktus biliaris berada disekitar aspek dorsal duodenum.2 Sistem biliaris secara luas dibagi menjadi dua komponen, jalur intrahepatik dan ekstra-hepatik. Unit sekresi hati (hepatosit dan sel epitel bilier, termasuk kelenjar peribilier), kanalikuli empedu, duktulus empedu (kanal

Hearing), dan duktus biliaris intrahepatik membentuk saluran intrahepatik dimana duktus biliaris ekstrahepatik (kanan dan kiri), duktus hepatikus komunis, duktus sistikus, kandung empedu, dan duktus biliaris komunis merupakan komponen ekstrahepatik percabangan biliaris.2 Duktus sistikus dan hepatikus komunis bergabung membentuk duktus biliaris. Duktus biliaris komunis kira-kira panjangnya 8-10 cm dan diameter 0,40,8 cm. Duktus biliaris dapat dibagi menjadi tiga segmen anatomi: supraduodenal, retroduodenal, dan intrapankreatik. Duktus biliaris komunis kemudian memasuki dinding medial duodenum, mengalir secara tangensial melalui lapisan submukosa 1-2 cm, dan memotong papila mayor pada bagian kedua duodenum. Bagian distal duktus dikelilingi oleh otot polos yang membentuk sfingter Oddi. Duktus biliaris komunis dapat masuk ke duodenum secara langsung (25%) atau bergabung bersama duktus pankreatikus (75%) untuk membentuk kanal biasa, yang disebut ampula Vater.2 Traktus biliaris dialiri vaskular kompleks pembuluh darah disebut pleksus vaskular peribilier. Pembuluh aferen pleksus ini berasal dari cabang arteri hepatika, dan pleksus ini mengalir kedalam sistem vena porta atau langsung kedalam sinusoid hepatikum.2

C. Metabolisme Normal Bilirubin Bilirubin berasal dari hasil pemecahan hemoglobin oleh sel retikuloendotelial, cincin heme setelah dibebaskan dari besi dan globin diubah menjadi biliverdin yang berwarna hijau. Biliverdin berubah menjadi bilirubin yang berwarna kuning. Bilirubin ini dikombinasikan dengan albumin membentuk kompleks proteinpigmen dan ditransportasikan ke dalam sel hati. Bentuk bilirubin ini sebagai bilirubin yang belum dikonjugasi atau bilirubin indirek berdasar reaksi diazo dari Van den Berg, tidak larut dalam air dan tidak dikeluarkan melalui urin. Di dalam sel inti hati albumin dipisahkan, bilirubin dikonjugasikan dengan asam glukoronik yang larut dalam air dan dikeluarkan ke saluran empedu. Pada reaksi diazo Van den Berg memberikan reaksi langsung sehingga disebut bilirubin direk.3 Bilirubin indirek yang berlebihan akibat pemecahan sel darah merah yang terlalu banyak, kekurangmampuan sel hati untuk melakukan konjugasi akibat penyakit hati, terjadinya refluks bilirubin direk dari saluran empedu ke dalam darah karena adanya hambatan aliran empedu menyebabkan tingginya kadar bilirubin di dalam darah. Keadaan ini disebut hiperbilirubinemia dengan manifestasi klinis berupa ikterus.2

D. Definisi Ikterus Obstruktif Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Bilirubin dibentuk sebagai akibat pemecahan cincin hem, biasanya sebagai akibat metabolisme sel darah merah.4 Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis jaune yang berarti kuning. Ikterus sebaiknya diperiksa di bawah cahaya terang siang hari, dengan melihat sklera mata. Ikterus dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu ikterus hemolitik dan ikterus obstruktif.4 Ikterus obstruktif, disebabkan oleh obstruksi duktus biliaris (yang sering terjadi bila sebuah batu empedu atau kanker menutupi duktus koledokus) atau kerusakan sel hati (yang terjadi pada hepatitis), kecepatan pembentukan bilirubin adalah normal, tapi bilirubin yang dibentuk tidak dapat lewat dari darah ke dalam usus.5 Ikterus obstruktif atau bisa juga disebut kolestasis dibagi menjadi 2 yaitu kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik. Penyebab paling sering kolestatik intrahepatik adalah hepatitis, keracunan obat, penyakit hati karena alkohol dan penyakit hepatitis autoimun sedangkan penyebab paling sering pada kolestasis ekstrahepatik adalah batu duktus koledokus dan kanker pankreas. Penyebab lainnya yang relatif lebih jarang adalah striktur jinak (operasi terdahulu) pada duktus koledokus, karsinoma duktus koledokus, pankreatitis atau pseudocyst pankreas dan kolangitis sklerosing. 3

Ikterus obstruktif itu sendiri adalah ikterus yang disebabkan oleh obstruksi sekresi bilirubin yang dalam keadaan normal seharusnya dialirkan ke traktus gastrointestinal. Akibat hambatan tersebut, terjadi regurgitasi bilirubin ke dalam aliran darah, sehingga terjadilah ikterus.4 Ikterus obstruktif adalah kegagalan aliran bilirubin ke duodenum, dimana kondisi ini akan menyebabkan perubahan patologi di hepatosit dan ampula vateri.4

E. Etiologi Ikterus Obstruktif 1. Ikterus obstruktif intra hepatik Penyebab tersering ikterus obstruktif intrahepatik adalah penyakit hepatoseluler dengan kerusakan sel parenkim hati akibat hepatitis virus atau berbagai jenis sirosis. Pada penyakit ini, pembengkakan dan disorganisasi sel hati dapat menekan dan menghambat kanalikuli atau kolangiola. Penyakit hepatoseluler biasanya mengganggu semua fase metabolisme bilirubin ambilan, konjugasi, dan ekskresi, tetapi ekskresi biasanya paling terganggu, sehingga yang paling menonjol adalah hiperbilirubinemia terkonjugasi. Penyebab ikterus obstruktif intrahepatik yang lebih jarang adalah pemakaian obat-obat tertentu, dan gangguan herediter Dubin Jhonson serta sindrom Rotor (jarang terjadi). Pada kedaan ini terjadi gangguan transfer bilirubin melalui membran hepatosit yang menyebabkan terjadinya retensi bilirubin dalam sel, obat yang sering mencetuskan gangguan ini adalah halotan (anestetik), kontrasepsi oral, estrogen, steroid anabolik, isoniazid, alopurinol, sulfonamid, dan

klorpromazin.5,6

2. Ikterus obstruktif ektra hepatik Penyebab tersering ikterus obstruktif ekstrahepatik adalah sumbatan batu empedu, biasanya pada ujung bawah duktus koledokus; karsinoma kaput pankreas manyebabkan tekanan pada duktus koledokus dari luar; demikian juga dengan karsinoma ampula vateri. Penyebab yang lebih jarang adalah ikterus pasca perada ngan atau setelah operasi, dan pembesaran kelenjar limfe pada porta hepatis. Lesi intrahepatik seperti hepatoma kadang-kadang dapat menyumbat duktus hepatikus kanan atau kiri.5

F. Patomekanisme Ikterus Obstruktif Empedu merupakan sekresi multi fungsi dengan susunan fungsi, termasuk pencernaan dan penyerapan lipid di usus, eliminasi toksin lingkungan, karsinogen, obat-obatan, dan metabolitnya, dan menyediakan jalur primer ekskresi beragam komponen endogen dan produk metabolit, seperti kolesterol, bilirubin, dan berbagai hormon.2 Pada obstruksi jaundice, efek patofisiologisnya mencerminkan ketiadaan komponen empedu (yang paling penting bilirubin, garam empedu, dan lipid) di usus halus, dan cadangannya, yang menyebabkan tumpahan pada sirkulasi sistemik. Feses biasanya menjadi pucat karena kurangnya bilirubin yang mencapai usus halus. Ketiadaan garam empedu dapat menyebabkan malabsorpsi, mengakibatkan steatorrhea dan defisiensi vitamin larut lemak (A, D, E, K); defisiensi vitamin K bisa mengurangi level protrombin. Pada kolestasis berkepanjangan, seiring malabsorpsi vitamin D dan Ca bisa menyebabkan osteoporosis atau osteomalasia.2

Retensi bilirubin menyebabkan hiperbilirubinemia campuran. Beberapa bilirubin terkonjugasi mencapai urin dan menggelapkan warnanya. Level tinggi sirkulasi garam empedu berhubungan dengan, namun tidak menyebabkan, pruritus. Kolesterol dan retensi fosfolipid menyebabkan hiperlipidemia karena malabsorpsi lemak (meskipun meningkatnya sintesis hati dan menurunnya esterifikasi kolesterol juga punya andil); level trigliserida sebagian besar tidak terpengaruh.2 Penyakit hati kolestatik ditandai dengan akumulasi substansi hepatotoksik, disfungsi mitokondria dan gangguan pertahanan antioksidan hati. Penyimpanan asam empedu hidrofobik mengindikasikan penyebab utama hepatotoksisitas dengan perubahan sejumlah fungsi sel penting, seperti produksi energi mitokondria. Gangguan metabolisme mitokondria dan akumulasi asam empedu hidrofobik berhubungan dengan meningkatnya produksi oksigen jenis radikal bebas dan berkembangnya kerusakan oksidatif.2

G. Gambaran Klinis Ikterus Obstruktif Jaundice, urin pekat, feses pucat dan pruritus general merupakan ciri jaundice obstruktif. Riwayat demam, kolik bilier, dan jaundice intermiten mungkin diduga kolangitis/koledokolitiasis. Hilangnya berat badan, massa abdomen, nyeri yang menjalar ke punggung, jaundice yang semakin dalam, mungkin ditimbulkan karsinoma pankreas. Jaundice yang dalam (dengan rona kehijauan) yang intensitasnya berfluktuasi mungkin disebabkan karsinoma peri-ampula. Kandung empedu yang teraba membesar pada pasien jaundice juga diduga sebuah
malignansi ekstrahepatik (hukum Couvoissier).2

H. Diagnosis Ikterus Obstruktif Adapun pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis ikterus obstruktif, antara lain sebagai berikut: 1. Anamnesis7 Adanya ikterus harus membangkitkan kewaspadaan pemeriksa bahwa ada penyakit parenkim hati atau obstruksi terhadap aliran empedu. Pada setiap pasien dengan ikterus, pemeriksa harus mencari petunjuk dengan menanyakan pertanyaan berikut: Sudah berapa lama anda atau anak anda menunjukkan gejala kuning (ikterus)? Apakah timbulnya cepat dan tiba-tiba? Apakah ikterus berkaitan dengan nyeri perut?.Hilangnya selera

makanMual? muntah? Apakah pernah mendapatkan transfusi? Apakah pernah bepergian ke luar negeri? Jika ya, ke mana? Pernahkah minum air yang kurang bersih? Apakah pernah sakit kuning sebelumnya? Apakah warna urin berubah warna sejak sakit kuning? Apakah sakit kuningnya berkaitan dengan sakit perut? mual? . muntah?... menggigil? demam.? gatal? Penurunan berat badan? Bagaimana warna tinjanya? Apakah ada teman atau anggota keluarga lain yang juga sakit kuning?

2. Pemeriksaan Fisis a. Inspeksi b. Auskultasi c. Perkusi d. Palpasi 3. Pemeriksaan lainnya a. Laboratorium (Hematologi) Meningkatnya level serum bilirubin dengan kelebihan fraksi bilirubin terkonjugasi. Serum gamma glutamyl transpeptidase (GGT) juga meningkat pada kolestasis. Umumnya, pada pasien dengan penyakit batu kandung empedu hiperbilirubinemia lebih rendah dibandingkan pasien dengan obstruksi maligna ekstra-hepatik. Serum bilirubin biasanya < 20 mg/dL. Alkali fosfatase meningkat 10 kali jumlah normal. Transaminase juga mendadak meningkat 10 kali nilai normal dan menurun dengan cepat begitu penyebab obstruksi dihilangkan.2 Meningkatnya leukosit terjadi pada kolangitis. Pada karsinoma pankreas dan kanker obstruksi lainnya, bilirubin serum meningkat menjadi 35-40 mg/dL, alkali fosfatase meningkat 10 kali nilai normal, namun transamin tetap normal.2 Penanda tumor seperti CA 19-9, CEA dan CA-125 biasanya meningkat pada karsinoma pankreas, kolangiokarsinoma, dan karsinoma peri-ampula, namun penanda tersebut tidak spesifik dan mungkin saja meningkat pada penyakit jinak percabangan hepatobilier lainnya.2

b. Pencitraan2,8 Pencitraan merupakan salah satu penunjang diagnosis yang sering digunakan. Adapun tujuan dilakukan pencitraan adalah:
1. Memastikan adanya obstruksi ekstrahepatik (yaitu membuktikan apakah

jaundice akibat post-hepatik dibandingkan hepatik).


2. Untuk menentukan level obstruksi. 3. Untuk mengidentifikasi penyebab spesifik obstruksi. 4. Memberikan informasi pelengkap sehubungan dengan diagnosa yang

mendasarinya (misal, informasi staging pada kasus malignansi). Adapun pencitraan yang dapat dilakukan dalam mendiagnosis ikterus obstruktif, antara lain: 1. Foto Polos Abdomen Pada pemeriksaan ini diharapkan dapat melihat batu opak dikandung empedu atau di duktus kholedekus. Kadang-kadang pemeriksaan ini dipakai untuk skrening, melihat keadaan secara keseluruhan dalam rongga abdomen. 2. USG Ultrasonografi sangat berperan dalam mendiagnosa penyakit yang menyebabkan kolestasis. Dengan pemeriksaan USG, sangat mudah dilihat pelebaran duktus biliaris intra/ekstra hepatik sehingga dengan mudah dapat mendiagnosis apakah ada ikterus onstruksi atau ikterus non-obstruksi. Apabila terjadi sumbatan daerah duktus biliaris yang paling sering adalah bagian distal, maka akan terlihat duktus biliaris komunis melebar dengan cepat yang kemudian diikuti pelebaran bagian proximal.

10

Untuk membedakan obstruksi letak tinggi atau letak rendah dengan mudah dapat dibedakan karena pada obstruksi letak tinggi atau intrahepatal tidak tampak pelebaran dari duktus biliaris komunis. Apabila terlihat pelebaran duktus biliaris intra dan ekstrahepatik, maka ini dapat dikategorikan obstruksi letak rendah (distal). Pada dilatasi ringan dari duktus biliaris, maka kita akan melihat duktus biliaris kanan berdilatasi dan duktus biliaris daerah perifer belum jelas terlihat berdilatasi. Gambaran duktus biliaris yang berdilatasi bersama-sama dengan vena porta terlihat sebagai gambaran double vessel, dan imaging ini disebut double barrel gun sign atau sebagai paralel channel sign. Pada potongan melintang pembuluh ganda tampak sebagai gambaran cincin ganda membentuk shot gun sign.. 3. CT Scan Memberi viasualisasi yang baik untuk hepar, kandung empedu, pankreas, ginjal dan retroperitoneum; membandingkan antara obstruksi intra- dan ekstrahepatik dengan akurasi 95%. CT dengan kontras digunakan untuk menilai malignansi bilier. 4. ERCP dan PTC Menyediakan visualisasi langsung level obstruksi. Namun prosedur ini invasif dan bisa menyebabkan komplikasi seperti kolangitis, kebocoran bilier, pankreatitis dan perdarahan. 5. Endoscophic Ultrasound (EUS) Memiliki beragam aplikasi, seperti staging malignansi gastrointestinal, evaluasi tumor submukosa dan berkembang menjadi modalitas penting dalam

11

evaluasi sistem pankreatikobilier. EUS juga berguna untuk mendeteksi dan staging tumor ampula, deteksi mikrolitiasis, koledokolitiasis dan evaluasi striktur duktus biliaris benigna atau maligna. EUS juga bisa digunakan untuk aspirasi kista dan biopsi lesi padat. 6. Magnetic Resonance Cholangio-Phancreatography (MRCP) Merupakan teknik visualisasi terbaru, non-invasif pada bilier dan sistem duktus pankreas. Hal ini terutama berguna pada pasien dengan kontraindikasi untuk dilakukan ERCP. Visualisasi yang baik dari anatomi bilier memungkinkan tanpa sifat invasif dari ERCP. Tidak seperti ERCP, MRCP adalah murni diagnostik.

I. Penatalaksanaan Ikterus Pada dasarnya penatalaksanaan pasien dengan ikterus obstruktif bertujuan untuk menghilangkan penyebab sumbatan atau mengalihkan aliran empedu. Tindakan tersebut dapat berupa tindakan pembedahan misalnya pengangkatan batu atau reseksi tumor. Upaya untuk menghilangkan sumbatan dapat dengan tindakan endoskopi baik melalui papila Vater atau dengan laparoskopi.2 Bila tindakan pembedahan tidak mungkin dilakukan untuk menghilangkan penyebab sumbatan, dilakukan tindakan drainase yang bertujuan agar empedu yang terhambat dapat dialirkan. Drainase dapat dilakukan keluar tubuh misalnya dengan pemasangan pipa nasobilier, pipa T pada duktus koledokus atau kolesistotomi. Drainase interna dapat dilakukan dengan membuat pintasan biliodigestif. Drainase interna ini dapat berupa kolesisto-jejunostomi, koledokoduodenostomi, koledoko-jejunostomi atau hepatiko-jejunostomi.

12

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. Ikterus. Dalam : Hassan Rusepno, Alatas Husein. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid II Edisi VII. Jakarta : Info Medika, 1997. h. 519-522 2. Ningrum. 2010 February 03. Ikterus Obstruktif (Obstructive Jaundice). [Online] [Cited 2011 November 14]; Available from URL:

http://ningrumwahyuni.wordpress.com 3. Guyton, Arthur C. dan Hall John E. Fisiologi Gastrointestinal. Dalam : Setiawan Irawati (Editor Edisi Bahasa Indonesia). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta : EGC, 1997. h. 1108-1109 4. Lindseth Glenda N. Ikterus dan Metabolisme Bilirubin. Dalam : Hartanto Huriawati et al. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit volume 1 Edisi 6. Jakarta : EGC, 2006. h.481-485 5. Anonim. Diagnosa Dini Ikterus Obstruktif Pada Bayi. Dalam : Rusepno Hassan, Husein Alatas. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid II Edisi VII. Jakarta : Info Medika, 1997. h. 538-541 6. Balistreri F. William. Kolestasis Neonatus. Dalam : Wahab A. Samik (Editor Bahasa Indonesia). Nelson Ilmu Kesehatan Anak Volume 2 Edisi 15. Jakarta : EGC, 1996. h. 1392-1397 7. Bisanto Julfina. Kolestasi Pada Bayi. Dalam: Hegar Badriul et al. Hot Topics in Pediatrics II. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2002. h. 84-97 8. Soetikno, Rista D. 2007. Imaging Pada Ikterus Obstruktif. [online] [cited 2011 November 14] ; Available from URL: http://pustaka.unpad.ac.id

13

You might also like