You are on page 1of 7

1.

Asal usul Mukim Dasar Mukim dari Qanun Meukuta Alam, pengaruh dari nilai-nilai Islami sangat mendasar dalam kehidupan budaya masyarakat dan pemerintahan Kesultanan Aceh sejak agama Islam masuk kedaratan Aceh bahkan mempengaruhi wilayah Nusantara, terutama melalui hubungan dagang antara masyarakat Aceh dengan luarnya. Struktur kerajaan dalam konteks sistem pemerintahan bedasarkan Qanun Meukuta Alam berakar pada susunan Gampong-gampong dan Mukim (federasi Gampong-gampong), Nanggroe (Kecamatan), Struktur Kerajan Aceh Darussalam, sehingga menjadi suatu kultur pemerintahan, tetap terperinci dalam Qanun al-Asyi. Di bawah ini diturunkan mengenai Gampong seperti adanya dalam Qanun al-Asyi, sebagai berikut: Pada tiap-tiap Gampong di dirikan satu meunasah (semacam balai desa), diangkat seorang Keuchiekdan seorang wakilnya dan empat orang tuha yaitu Tuha Peut dan satu orang Imam Rawatib. Maka pekerjaan sekalian mereka itu tersbut, yaitu mengerjakan amar makruf mencegah yang munkar dan mengurus hal rakyat dengan adil, apa-apa yang telah makruf dan uruf pada tmpatnya masing-masing atau pekerjaan kebijakan . Satu mukim hendaklah delapan meunasah (gampong) dan dalam tiap-tiap mukim di angkat satu Imum Mukim yaitu buat menguruskan pekrjaan rakyat dan tiap-tiap satu mukim didirikan satu Mesjid untuk shalat Jumat, Shalat berjamaah di angkat seorang Imam Mesjid, A. Hasjmy et al.( dalam buku, Ismail, 2009: 16-17) . pada dasarnya mukim atas paham orang Aceh pada umumya tempoe dulu menganut Mazhab Imam Syafii yang menharuskan mendirikan jamaah Shalat Jumaat di perlukan kehadiran 40 orang laki-laki yang telah dewasa (ahli Jumat). Dalm kitab Fiqih.(Hasan, 1973: 271)

I. Sebelum kemardekaan a. Pemerintaha Kolonial Belanda Sebagai sebuah badan hukum keberadaan dan kedudukan mukim ketika perang Aceh pecah melawan Belanda pada tahun 1873 pemerintahan mukim tetap berjalan walau tidak selancar sperti sebelumnya. Ketika Belanda menduduki daerah Aceh pemerintah Kolonial menaruh perhatian khusus pada terhadap lembaga pengadilan dalam upaya mewujudkan ketertiban, dan ketentraman dan keamanan mukim hanya sebagai pengadil dalam peradilan adat.Hal ini terlihat jelas melalui Staatblat Nomor 432 tahun 1916, dan juga Staatblaaad No 8 Tahun 1932.Mukim sebagai hakim pada district gerch adalah hulubalang atau Imeum Mukim swapraja besangkutan.Merekat yang diadili adalah khusus bumi putra Aceh yang terdapat di daerah yuridiksinya. Enam puluh tahun kemudian. Barulah gebernur jenderal Hindia Belanda mengeluarkan keputusan khusus yang mengakui keberadaan Mukim, melalu Besluit Van den Guvernur Nederlan Indie.Nomor 8 Tahun 1937.Pengaturan pemeritahan desa pada zaman Hindia Belanda, tertuang dalam Peraturan perundangan-undangan yang mengatur tentang desa-desa. Penerapan kedudukan desa secara yuridis pertama kali di atur dalam pasal 71 regemingsreglement 1854 (pasal 128 IS). Untuk Aceh segala peraturan yang telah di buat pemeritahan Hindia Belanda tidak pernah di berlakukan sebab tidak ada persekutuan hukum (gampong dan Mukim), yang dianggab setara dengan IGO atau IGOB, yang dalam Reshtsreglement Buitengewesten 1927.Nomor 227pasal 324 menyebutkan bahwa untuk Aceh, kepala desa yang di tugaskan menjalankan kepolisian dan mengusut keterangan-keterangan adalah Geuchik dan Imeum Mukim. Kemudian secara khusus pula dengan dalam Besluit Van de Gouvernuer General

Van NederlandHindie 18 November 1937 adalah penamaan wilayahnya dengan sebutan Imeum Schaap, sedangkan imum mukim disebut Imeum Mukim. Pada masa berlakunya IGO dan IGOB, pernah ada usaha pemerintah Belanda untuk mengadakan evaluasi, yakni usaha untuk menyeragamkan secara keselurahan peraturan tentang pemerintahan desa. Langkah pertama yang di lakukan adalah dengan mengajukan Rangcangan Desa Ordonantieoleh Pemeritahan Hindia Belanda pada Volksraad, pada tanggal 23 Januari 1941 ditetap dengan Stbl. 1941 Nomor 356 tertanggal 2 Agustus 1941, ditetapakan Desa Ordonantie, yang secara materiil isinya berbeda dengan Ordonantieordonantie lama. Di desa Ordonantie ini terkandung suatu prinsip bahwa desa-desa diberikan kebebesan-kebebasan untuk berkembang sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing desa, dan desa tidak lagi dikekang dengan peraturan, sehingga tidak menhambat perkembangan desa itu, namun dengan berakhirnya pemerintahan Belanda yakni masuk tentara Jepang tahun 1942 ke Indonesia, desa Ordonantie yang telah di tetapkan oleh Volksraad tidak dapat di jalankan semestinya. Sehingga upaya penyeragaman peraturan yang mengatur tentang desa tidak dapat terealisasi. b. Masa Jepang Tidak banyak yang dapat di catat dan di kemukan mengenai pemerintahan desa dan Mukim pada zaman pemeritahan Jepang. Dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1942, di atur segala sesuatu mengenai peralihan pemeritahan dari Gubernur pemeritahan Hindia Belanda kepada bala tentara Jepang, selanjutnya dengan Osamu Seirei Nomor 27 Tahun 1942, ditetapkan susuna pemerintahan Indonesia, yakni sebagai berikut:

Pucuk pimpinan Pemeritahan Militer Jepang tangan di dada Panglima Tentara Jepan ke 16 khusus untuk pulau Jawa, yaitu Gunsyeireikan atau panglima tentara Jepan, kemudian di sebut Saikosikikan. Dibawah panglima tentara Jepang adakepala pemerintahan militer di sebut Gunseikan. Di bawah Genseikan ada coordinator pemerintahan Militer untuk militer Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dengan sebutan Gunseibu. Gunseibu membawahi residen residen yang di sebut Syukokan, dan merupakan Daerah tertinggi, daerah Syu terbagi atas terbagi atas KotamadyaSi) dan Kabupaten (Ken) Ken terbagi atas beberapa Gun (kewedanan) Gun terbagi atas beberapa Son (kecamatan) Son di bagi atas beberapa Ku (desa) Ku dibagi atas beberapa Usa (Gampong). Melihat pada susunan pemerintahan Jepang.Mukim merupakan bagian dari kecamatan atau Son, desa..., suatu kesatuan masyarakat berdasarkan adat dan peraturan perundangan-undangan Pemeritahan Hindia Belanda dan pemeritahan Militer Jepan yang bertempat tinggal dalam wilayah tertentu, memiliki hak menyelenggarakan urusan-urusan rumah tangga sendiri, merupakan suatu ketatanegaraan terkecil dalam daerah Syu yang dipilih oleh rakyatnya, dan di sebut kuco, dan merupakan bagian dari sistem pertahanan Militer(Wibowo, file///D: My Dokumen/Donloaads/sejarah Mukim di Aceh,htm) Secara formal terlihat, bahwa susunan pemerintahan pada zaman Jepang (termasuk pemerintahan desa) masih berlaku ketentuan-ketentuan pada era Hindia Belanda, Cuma beberapa bentuk dan istilahyang disebutdengan istilah Jepang.Demikian juga ketentuan-

ketentuan di atur dalam IGO dan IGOB, masih tetap dinyatakan berlaku oleh pemerintahan Jepang. d. Tabel posisi dan peran Mukim dari waktu ke waktu
Priode Kebijakan Rezim terhadap Mukim Sultan Muda Iskandar Kooptasi Struktur kedalam kekuasaan Kerajaan local Mukim hirarkhi dalam struktur Kekuasaan sultan relatif atas Potensi dan Peran Mukim Kereangan

kekuasaan Mukim kerena Mukim merupakan wilayah di bawah Nanggroe pola hubungan mukim dengan gampong maupun dengan nanggroe relatif terjaga karena di dasari konsep kerelaan

kekuasaan kerajaan berada di bawah Nanggroe di atas Gampong

bergabung dalam bentuk federasi Kolonial Belanda Transpalatansi struktur kedalam kekuasaan Belanda local Belanda mmeminggirkan kekuasaan Sultan dan mengakui kekuasaan Ulubalang mukim berada di bawah kekuasaan ulubalang hanya Belanda baru Membentuk Belanda birokrasi

mengenalkan

konsep pertanian Modern melalui perkebunan kelapa sawit dan membangun jalur transportasi

(kereta api) dan jalan untuk meintergrasikan perekonomian di Aceh. Komposisi demografi di tingkat mukim berubah dan ikatan

pennduduk dengan mukim mulai longgar sehingga pranata

sosialbudaya dan politik mulai ada perubahan Pendudukan Jepan Distorasi dan Mukim Peran Fungsi di Jepang menggunakan baik ulubalang maupun Mukim berada di bawah kekuasaan Mukim menjadi ajang prebutan kekuasaan ulama dan ulubalang Mukim kehilangan keotonomian

politik pecah di bawah Jepang Kemerdekaan Republik Indonesia Kebingungan peran dan fungsi di bawah kolonial

ulubalang Indonesia mengeluarkan kebijakan berubah yang rubah Mukim tidak jelas peran dan posisi, dengan Indonesia Mukim birokrasi bersinggungan modern ala

bendera NKRI

terhadap status dan posisi Aceh Order Baru Hilangnya Mukim strutur kekuasaan Nasional dari Order membentuk struktur kekuasaan yang seragam dan menempatkan desa sebagai pemeritahan terendah Pasca Order Baru rerevitilasi Bentuk Mukim Kedalam Pemeritahan Indonesia di bawah kecamatan di atas Gampong masuk Mukim sering di langkahi oleh gampong karena kebiasaan unit baru Mukim ,kehilangan pijakn peran dan posisi mukim di gantikan oleh lembaga-lembaga bentuk order baru yang sejenis

kelembagaan lokal yang pernah

selama Order Baru Gampong merasa masuknya mukim justru memperpanjang birokrasi

hilang pada masa OrderBaru.

Sumber, Harley (ed), (2008: 55) Mukim masa Ke masa.

You might also like