You are on page 1of 15

Asma Bronkial

Pengertian
Asma bronkhial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible dimana trakeobronkial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan ( The American Thoracic Society ).

Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu : 1. Ekstrinsik (alergik) Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik. 2. Intrinsik (non alergik) Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan. 3. Asma gabungan Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.

Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial. a. Faktor predisposisi 1|Asma Bronkial

Genetik Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alerg biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan. b. Faktor presipitasi Alergen Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu : 1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi 2. Ingestan, yang masuk melalui mulut ex: makanan dan obat-obatan 3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit ex: perhiasan, logam dan jam tangan Perubahan cuaca Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu. Stress Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati. Lingkungan kerja Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti. Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

2|Asma Bronkial

Manifestasi Klinik
Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Gejala klasik dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi ( whezing ), batuk, dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan. Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi dan pernafasan cepat dangkal . Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari.

Patofisiologi
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat. Pada asma , diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.

Tingkatan Penderita Asma


1. Tingkat I : 3|Asma Bronkial

a. b.

Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru. Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di laboratorium.

2. Tingkat II : a. Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas. b. Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan. 3. Tingkat III : a. Tanpa keluhan. b. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas. c. Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali. 4. Tingkat IV : a. Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing. b. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas. 5. Tingkat V : a. Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai. b. Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel. Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti : Kontraksi otot-otot pernafasan, sianosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih, takikardi.

Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan sputum Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya: Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil. Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus. Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus. Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug. 2. Pemeriksaan darah Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis. Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.

4|Asma Bronkial

Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi. Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologi Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut: Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah. Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal. Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru. 2. Pemeriksaan tes kulit Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma. 3. Elektrokardiografi Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu : perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation. Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB ( Right bundle branch block). Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative. 4. Scanning paru Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru. 5. Spirometri Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis 5|Asma Bronkial

tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.

Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah : 1. Status asmatikus 2. Atelektasis 3. Hipoksemia 4. Pneumothoraks 5. Emfisema 6. Deformitas thoraks 7. Gagal nafas

Penatalaksanaan
Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah : 1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara. 2. Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma 3. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan penngobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnnya. Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu: 1. Pengobatan non farmakologik: a. Memberikan penyuluhan b. Menghindari faktor pencetus c. Pemberian cairan d. Fisiotherapy e. Beri O2 bila perlu. 2. Pengobatan farmakologik : a. Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan : Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin) Nama obat : - Orsiprenalin (Alupent) - Fenoterol (berotec) - Terbutalin (bricasma) Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup, suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma 6|Asma Bronkial

b.

c.

Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus) untuk selanjutnya dihirup. Santin (teofilin) Nama obat : - Aminofilin (Amicam supp) - Aminofilin (Euphilin Retard) - Teofilin (Amilex) Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling memperkuat. Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering). Kromalin Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anakanak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan. Ketolifen Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah dapat diberika secara oral.

A. Pengkajian Fokus
A. IDENTITAS Identitas Pasien Nama TTL Agama Suku Status perkawinan Alamat Diagnosa medik

: Ny. Darmawati Sutrisno : Banjar, 17 Mei 1929 : Protestan : Batak : Janda : Taman Kota, E1/68 RT 12/5 Kembangan Utara : Osteoporosis, Asmah

Identitas penanggung jawab Nama : Ir. R. Djoko Harsono N.Y Umur : 63 tahun Jenis kelamin : Laki-laki 7|Asma Bronkial

Agama : Protestan Hubungan dgn pasien : Mantu Pendidikan terakhir : S1 Alamat : Kompleks Taman Kota, Block E1 no. 64 A, Jakarta Barat B. STATUS KESEHATAN 1. Status Kesehatan Saat ini a. Keluhan utama: pasien tampak lemas, mual, muntah 1x dan sesak nafas b. Faktor pencetus: capek c. Lamanya keluhan: 2 hari sebelum masuk RS d. Timbulnya keluhan: bertahap e. Faktor yg memperberat: tidak nafsu makan 2. Status Kesehatan Masa Lalu a. Penyakit yg pernah di alamai: Osteoporosis b. Kecelakaan: tinggi c. Pernah dirawat karena penyakit: Osteoporosis, Asma d. Riwayat operasi: tidak ada C. PENGKAJIAN POLA FUNGSI DAN PEMERIKSAAN FISIK 1. Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan a. Pasien mengerti tentang kesehatan diri b. Pasien cukup mengerti dengan pengetahuan dan persepsi tentang penyakit dan perawatannya c. Upaya yg dilakukan dalam mempertahankan kesehatan. Kemampuan pasien untuk mengontrol kesehatan - Yang dilakukan bila sakit adalah menghubungi Rumah Sakit - Kemana pasien biasa berobat bila sakit? RS Grha Kedoya Obat yang biasa dikonsumsi Dosis 1. Bicasma 3x1 2. Javinia 50mg 1x1 3. Panadol 500mg 3 x 4 / hari 4. Curcuma 3x4 5. Codein OBH 2 x 15 cc 6. OMZ 2x1 7. Kaphylin 2x1 8. Vometa 3x1 9. Theragram 1x1 2. Nutisi, Cairan dan Metabolik a. Gejala (Subjektif) 1. Diit: biasa, jumlah makan/hari: 2x1 hari 2. Pola diit: biasa, makan terakhir: sore hari 3. Nafsu makan: kurang, Mual: tidak ada 4. Pola minum, jumlah minum 300cc, cairan yg biasa diminum air putih 5. Ada penurunan BB dalam 6 bulan terakhir seberat 1 kg b. Tanda (Objektif) 1. Suhu tubuh 36,60 C 2. BB 58 kg, TB 155 cm, Turgor kulit baik, Tonus otot lemah 3. Kondisi mulut gigi/gusi/mukosa mulut & lidah: menggunakan gigi palsu 3. Pernapasan, Aktivitas dan Latihan Pernapasan 8|Asma Bronkial

4.

5.

6.

7.

8.

9.

Gejala 1. Dispnea ada 2. Sesak berkurang 3. Dibantu sepenuhnya oleh alat bantu b. Tanda 1. Pernapasan simetris Aktifitas (Termasuk kebersihan diri) dan Latihan a. Gejala 1. Keluhan dalam aktivitas y Sakit pinggang y Perawatan diri mandiri Perlu bantuan: makan, klien dibantu sepenuhnya 2. Toileting: perlu bantuan karena menggunakan kateter 3. Mengeluh sesak napas setelah beraktifitas 4. Mudah merasa lelah karena sakit piggang Toleransi terhadap aktivitas kurang karena sesak napas yaitu capek b. Tanda 1. Penampilan umum: tampak lemah karen tremor dan nyeri pinggang Istirahat a. Gejala 1. Kebiasaan tidur: Lama tidur 6 -7 jam b. Tanda 1. Kurang konsentrasi Sirkulasi a. Gejala 1. Hipertensi atau masalah jantung (-) b. Tanda 1. TD 130/90 mmHg 2. Denyut nadi 109 x/menit 3. Suhu 360 C Eliminasi a. Gejala 1. Frekuensi BAB 1 x/hari 2. Perubahan dalam kebiasaan BAB: terpasang kateter 3. Konstipasi tidak ada 4. Menggunakan kateter 5. Kesulitan BAK: tidak bisa mandiri atau dibantu sepenuhnya b. Tanda (-) Persepsi diri, Konsep diri dan Mekanisme Koping a. Gejala 1. Perasaan ketidakberdayaan 2. Keputusan di ambil oleh pihak keluarga/penanggung jawab b. Tanda 1. Tenang 2. Respon fisiologi yang terobservasi pada tanda-tanda vital: ekspresi wajah biasa Interaksi Sosial a. Gejala 1. Tidak ada masalah dalam berinteraksi dengan orang lain b. Tanda 1. Kemampuan bicara tidak jelas 9|Asma Bronkial

a.

10. Pola Nilai Kepercayaan dan Spiritual a. Gejala 1. Sumber kekuatan dari pihak keluarga b. Tanda 1. Tidak ada perubahan perilaku D. DATA PENUNJANG 1. Laboratorium (+) 2. USG (+) 3. Foto thorax (+) 4. Obat-obatan (+) 5. Diit lunak (+)

Data Fokus :
Data Subjek : i. Klien menngeluh Nyeri pinggang ii. Klien tampak menggigil namun tidak kedinginan. iii. Tidak bisa diajak berbicara iv. Klien tidak bisa mengingat anggota keluarganya v. Sesak nafas Data Objektif vi. TD, 150/90 mmHg vii. Nadi, 109 x/menit viii. Suhu, 360C ix. RR, 28 x/menit x. Skal nyeri 6 dan 7

1
d. Data Subjek e. Data Objektif f. Masalah g. Etiologi : Klien menngeluh sakit pinggang : Pasien tanpak susah bergerak : Osteoporosis : Kekurangan Kalsium atau Pasca Menopause

2
a. b. c. d. Data subjektif Data Objektif Masalah Etiologi : Sesak Nafas : Fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas. : Asma : Obstruksi jalan nafas

10 | A s m a B r o n k i a l

B. Pathway

Kekurangan Estrogen

Usia lanjut

Alergi dan Psikologis

.RQWUDNVLRWRWRWRWSRORV

Kekurangan Kalsium Meningkatnya sekret Abnormal mukus Penurunan massa tulang Penyempitan Jalan napas

Kerapuhan tulang/Osteoporosis

Asma

Kelemahan dan Keletihan

Intoleransi aktivitas

C. Diagnosa Keperawatan 1.
2. 3. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot Pembebasan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan Edema, Infeksi dan Obstrusi Trakheubronkial Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik

11 | A s m a B r o n k i a l

D. Perencanaan
No 1 Tanggal 24 Jan 2012 Tujuan & Kriteria hasil Rencana Tujuan : Meredahkan nyeri xv. Pantau hebatnya nyeri, Kriteria Hasil : tentukan lokasi, jenis, xi. Dapat mengatasi nyeri kualitas, faktor yang xii. Ungkapan rasa sakit berkurang meningkatkan rasa nyeri xiii. Ekpresi wajah klien tidak serta tanda dan gejala yang menahan sakit menunjang. xiv. Dapat beristirahat xvi. Anjurkan untuk istirahat baring di tempat tidur xvii. Ciptakan kingkungan yang tenang xviii. Ajarkan teknik relaksasi xix. Bantu dengan metode distraksi musik, tv, membaca, mengontrol nafas. xx. Naikan O2 sesuai kebutuhan xxi. Diit lunak Tujuan : Pola nafas kembali efektif. xxvi. Kriteria Hasil : xxvii. xxii. Pasien dapat mengeluarkan xxviii. sekresi dengan efektif xxiii. Jalan nafas paten xxiv. Suara nafas bersih xxv. Fungsi paru-paru dalam batas xxix. xxx. normal xxxi. Auskultasi bunyi napas Pantau pola napas, frekuensi kedalam dan usaha bernafas Bantu pasien untuk efektif dengan nafas dalam dan beri posisi yang tepat. Catat karakteristik sputum Beri terapi O2 sesuai pesanan dokter 4 liter/mnt Berikan obat sesuai program medik; ekspektora, mukolitik, bronkodilator, analgetik. Rujuk untuk fisioterapi dada,kalau perlu. Evaluasi respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dyspnea peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan atau tidur. Bantu aktivitas keperawatan diri yang diperlukan. Berikan 12 | A s m a B r o n k i a l

25 jan 2012

xxxii. 3 26 januari 2012 Tujuan : Klien dapat melakukan xxxvii. aktivitas sehari-hari secara mandiri. Kriteria Hasil : xxxiii. KU klien baik, xxxiv. Badan tidak lemas xxxv. Klien dapat beraktivitas secara xxxviii. mandiri. xxxvi. Kekuatan otot terasa pada skala sedang xxxix.

xl.

kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan. xli. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.

E. Catatam Keperawatan
No 1 Tangal Tindakan Keperawatan Respon pasien/Hasil (S,O) S : Pasien mengeluhkan nyeri pinggang dngan ekspresi wajah yang menahan sakit. O : Skala nyeri 6 dan 7 Tanda Tangan

24 Januari 2012 xlii. Pantau hebatnya nyeri, tentukan lokasi, jenis, kualitas, faktor yang meningkatkan rasa nyeri serta tanda dan gejala yang menunjang

25 januari 2012 xliii. Bantu pasien untuk efektif S : Pola nafas teratur dengan nafas dalam dan O : Pasien melakukan beri posisi yang tepat. inpirasi dengan kekuatan otot tambahan. 26 januari 2012 xliv. Bantu pasien memilih S : Pasien tidur walau posisi nyaman untuk hanya sebentar. istirahat dan atau tidur. O : Pasien tidur dengan posisi kepala lebih tinggi 30 derajat

F. Catatan Perkembangan
No 1 Tanggal 24 jan 2012 Respon perkembangan S: Mual , Muntah dan pinggang sakit O: Tekanan darah 120/80 mmHg, Kes. CM A: Spedyloathrosis Lumbal, DM, Asma bronkial P: Kandet Untuk pinggang S : Sometan menurun, nyeri pinggsng Ka dan nafsu makan menurun O :Kesadaran Compos Mentis A : DM dan asma bronkial P : curcuma S : nyeri pinggang kanan, tangan gemetar, nafsu Tanda tangan

25 jan 2012

26 jan 2012

13 | A s m a B r o n k i a l

27 jan 2012

makan bertambah, batuk berkurang, sesak berkurang O : Baik, Respi : Spontan RR, 18 x/mnt, TD, 130/80, S 360C, nadi 84 x/mnt A : Spedyloathrosis Lumbal P : Dr, Handoko G Sp P S : Nyeri berkurang O : TD 130/90, CM, Mengi (+) A : Spedyloathrosis Lumbal, DM, Asma bronkial P : USG Abdomen, Alergi,

14 | A s m a B r o n k i a l

Daftar Pustaka
1. Baratawidjaja, K. (1990) Asma Bronchiale, dikutip dari Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta : FK UI. 2. Brunner & Suddart (2002) Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Jakarta : AGC. 3. Crockett, A. (1997) Penanganan Asma dalam Penyakit Primer, Jakarta : Hipocrates. 4. Crompton, G. (1980) Diagnosis and Management of Respiratory Disease, Blacwell Scientific Publication. 5. Doenges, M. E., Moorhouse, M. F. & Geissler, A. C. (2000) Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta : EGC. 6. Guyton & Hall (1997) Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Jakarta : EGC. 7. Hudak & Gallo (1997) Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Volume 1, Jakarta : EGC. 8. Price, S & Wilson, L. M. (1995) Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit,Jakarta : EGC. 9. Pullen, R. L. (1995) Pulmonary Disease, Philadelpia : Lea & Febiger. 10. Rab, T. (1996) Ilmu Penyakit Paru, Jakarta : Hipokrates. 11. Rab, T. (1998) Agenda Gawat Darurat, Jakarta : Hipokrates. 12. Reeves, C. J., Roux, G & Lockhart, R. (1999) Keperawatan Medikal Bedah, Buku Satu, Jakarta : Salemba Medika. 13. Staff Pengajar FK UI (1997) Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta : Info Medika. 14. Sundaru, H. (1995) Asma ; Apa dan Bagaimana Pengobatannya, Jakarta : FK UI

15 | A s m a B r o n k i a l

You might also like