You are on page 1of 15

[PMT] Earn Value

Ucen Alkaff salam.. rekan migas,numpang tanya pengertian earn value nie secara gamblang apa ya?? dan manfaatnya apa makasih sebelumnya. Alex Iskandar Pak Uncen, Sebenarnya anda kalau punya akses internet, coba hit "earn value" pd mesin pencari seperti google atau yahoo. Pasti akan banyak informasi tentang yang ditanyakan. Tapi demi sekedar sharing dan niat belajar bersama agar tidak lupa, karena ingat pepatah: "Ikatlah Ilmu dengan menulisnya.. " Saya mencoba jawab: Secara harfiah: "Earn(ed) Value" - "Nilai yang didapat/dihasilkan". Artinya dalam manajemen proyek: earned value adalah nilai (value of money) yang dihasilkan / didapat dari suatu pekerjaan. Hal ini berhubungan erat dengan nilai kemajuan proyek (progress) berdasarkan pembobotan (weighting) dari nilai pekerjaan yang disepakati dalam suatu proyek. Nilai kemajuan ini adalah yang didapat dari pekerja (kontraktor) ke pemberi kerja (Owner). Kemudian selanjutnya Earned Value (EV) ini menjadi sebuah teknik dalam mengukur kinerja suatu proyek. Informasi yang ditampilkan berupa indikatorindikator kuantitatif dengan menampilkan informasi progress, biaya aktual dan jadwal proyek. Indikator ini menginformasikan posisi proyek dalam jangka waktu tertentu serta dapat memperkirakan proyeksi kemajuan proyek kedepan. Ada tiga indikator yang digunakan: 1. BCWS = Budgeted cost of work schedule Rencana anggaran biaya sampai pada periode tertentu terhadap volume pekerjaan yang AKAN dikerjakan. 2. BCWP = Budgeted cost of work performed Anggaran biaya pada periode tertentu terhadap apa yang telah dikerjakan pada volume yang TELAH dikerjakan. 3. ACWP atau AC = Actual Cost - Work Performed.

Aktual biaya yang dikeluarkan. Earned Value adalah Total BCWP Dari tiga indikator tersebut bisa dihitung: Schedule variance (SV) dg rumus: BCWP-BCWS , > 0 schedule lebih cepat. Schedule Performance Index (SPI) dg rumus BCWP/BCWS. > 1 schedule lebih cepat (percepatan) Cost Variance (CV) = BCWP-ACWP, > 0 cost underrun CPI = BCWP / AC, >1 artimya cost under run / biaya aktual lebih kecil dari rencana. - sebenarnya saya juga punya pertanyaan/tanggapan buat rekan2 milis Apabila Earned Value ini diterapkan didalam proyek, apakah suatu kewajaran apabila owner meminta CV dan CPI dalam proyek lump sum? Bagi saya, hal ini penting untuk mengetahui kesehatan suatu proyek. Ada wacana di tempat kami dengan menuliskan dikontrak bahwa EPC kontraktor wajib melaporkan kepada owner tentang CV/CPI secara faktual. Sehingga dari sisi owner tahu tentang kondisi kesehatan proyek tersebut. Namun karena menyangkut aktual cost yang nota bene adalah "rahasia" epc contractor, hal ini masih menjadi tanda tanya buat saya. kristiawan Pak Uncen, Mau menambahkan apa yang sudah dijelaskan Pak Alex. Earned Value Management (EVM) digunakan untuk menganalisa project schedule/cost performance disetiap point waktu : - apakah progress behind / ahead dibanding schedule baseline - forecast project time completion berdasar pada trend progres yang ada - apakah actual cost under / over dibanding cost baseline (budget) - forecast cost at completion berdasar trend cost yang ada Kalau laporan EVM menunjukkan progress telat atau actual cost lebih tinggi dari budget, project management team bisa segera identify masalah dan mengambil tindakan yang diperlukan agar project kembali ke jalurnya. Bahasa text book-nya, EVM membantu project team untuk menerapkan plan do - check - act management cycle. Penerapan EVM harus direncanakan sejak awal project, tidak tiba-tiba diterapkan pada saat project berjalan. EVM dimulai dengan menjabarkan project scope dalam bentuk Work Breakdown Structure (WBS). WBS yang baik :

- terdiri dari seluruh activity yang diperlukan untuk menyelesaikan project (100% rule) - activity-nya "deliverable oriented", untuk memudahkan menghitung progress activity tersebut selama project execution - penggolongan activity-nya sesuai dengan cost code system yang diterapkan perusahaan, karena project team secara periodik ingin mendapat laporan sedetail mungkin actual cost dari project activities berdasar cost code. Berdasar activities di WBS, project team menyusun schedule baseline (plan) dan cost baseline (budget) sebagai target yang harus dicapai selama project execution. Metode EVM spt yg diuraikan Pak Alex digunakan untuk memonitor schedule & cost performance. Memberi early warning kepada project management jika ada penyimpangan terhadap rencana. Semoga membantu Pak Uncen dalam memahami EVM. Menanggapi Pak Alex, sejauh ini saya belum pernah melihat kontrak EPC yang meminta kontraktor melaporkan status keuangannya ke Client (CV & CPI). Pendapat saya, masing-masing Client & Contractor akan membuat laporan EVM untuk keperluan internalnya. Mungkin contoh simple berikut bisa membantu menjelaskan : Scope Client (high level WBS) : 1. Conceptual - Feasibility - FEED studies 2. Procurement of long lead items 3. EPC contract 4. Project Management Untuk Item 3 : Bagi Client, actual cost EPC contract adalah invoice dari Contractor, yang terdiri dari (direct cost + indirect cost + profit) Contractor. Progress EPC contract dimonitor berdasarkan contractual milestone dan detail schedule yang disepakati dg Contractor. Scope EPC Contractor (high level WBS) : 1. Detail engineering 2. Procurement 3. Construction & Commissioning 4. Project Management Untuk Item 3 : Bagi Contractor, actual cost construction adalah biaya labour, equipment, consumables, subcontractor invoice, indirect cost yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan konstruksi. Progress pekerjaan konstruksi dimonitor berdasarkan contractual milestone dan detail schedule yang disepakati dg Client. Silahkan jika ada yang mau menambahkan. embunpagi07 Sedikit menambahkan...

Ada 3 komponen utama dari EVM: 1. BCWS atau sering disebut Planned Value (PV): yakni konversi dari weight % Plan Progress dikalikan dg Contract Value yg disajikan sebagai TimePhased budget, sehingga menghasilkan S-Curve dalam money value sbg baseline. 2. BCWP atau Earned Value (EV): yakni Actual progress % dikali dg Contract Value yg disajikan sbg Time-phased progress, sehingga menghasilkan SCurve dlm money value sbg actual progress. 3. ACWP atau Actual Cost (AC): yakni aktual biaya yg dikeluarkan utk menyelesaikan actual progress yg disajikan dlm Time-phased actual cost, sehingga menghasilkan S-Curve sbg Actual cost curve. Jadi tidak seperti non-EVM dimana S-Curve hanya 2 garis, dg EVM kita punya 3 garis dalam S-Curve, mengkombinasikan Plan/Progress/Actual Cost dalam satu graphic. Kombinasi analisa dari ketiganya menghasilkan: - Cost Variance (CV)= EV - AC - Cost Performance Index (CPI) = EV/AC - Schedule Variance (SV)= EV - PV - Schedule Performance Index (SPI) = EV/PV Lalu dari ketiga nilai tadi menghasilkan: - Estimate To Complete (ETC) = EAC - AC - Estimate At Completion (EAC) = AC + {(BAC - EV)/ CPI*} dimana BAC = Budget At Completion (Project Budget) nah pembaginya saya kasih tanda * soalnya bisa dipakai CPI, bisa CPIxSPI, bisa 0.8CPI+0.2SPI, dsb, tergantung kondisi proyek & evaluasi dari Cost Control Engineer (disini pembahasannya cukup panjang). Kami pernah mengaplikasikan EVM ditengah2 proyek2 yang sudah jalan. Tentunya dengan sedikit improvisasi, thinking out-of-the-box, use right brain rather than left brain, akhirnya berhasil menghasilkan Project Performance Report yang cukup reliable dan akurasi yang cukup tinggi. Sebenarnya ada beberapa literature yg kami punya, tapi takut kena semprit sama om momod jadi tidak bisa dishare disini. Demikian mudah2an membantu. rio.hendiga@akersolutions Pagi pak Rusmin,menarik sekali bahasan tentang Primavera ini. Kebetulan saya ingin bgt belajar Primavera ( masih nyari lembaga yang bagus ), mohon kiranya mau untuk Japri literatur untuk saya pelajari. Peki Hariyanto Ikut nimbrung, kalau di tempat saya Earn Value merupakan hasil perkalian dari Progress dan AFC

Earn = Progress X AFC yg nanti di pergunakan untuk menghitung productivity project Productivity = Actual / Earn Sketska Naratama Dear pak Peki Ingin mengetahui lebih lanjut yang disampaikan dibawah, ketentuan internal / standart yang umum ya? Walau memang hal ini jadi simple untuk keperluan internal. Peki Hariyanto Dear Pak Sketsa, Di tempat saya ada intenal applikasi yang di gunakan untuk mengukur productivity dari masing-masing project dan telah di gunakan sekitar 5 tahunan. Rumus di bawah merupakan algoritma dari internal applikasi tersebut. Mohon maaf karena saya gak begitu tahu juga apakah algoritma tersebut juga merupakan ketentuan umum juga atau tidak. Alex Iskandar Terima kasih pak Kristiawan, Pak Rusmin, atas penjelasan yang lebih mencerahkan dan lebih gamblang. Sedikit menambahkan tentang elemen WBS dan deskripsi WBS high level yang pak Kristiawan sampaikan terutama untuk Client/Owner: biasanya kami membuat WBS di high levelnya dibuat per phase project (FEL1/FEL2/FEL3 sd Eksekusi) kemudian dimasing - masing WBS ini dibagi lagi dengan WBS: Project Management, Engineering works,Tender schedule, approval routings, Long lead purchase, dll Memang elemen EPC scope dalam tahapan eksekusi, karena kontrak yangdipakai biasanya lumpsump, sangat susah mengukur kinerja mengguanakan EVM karena yang diterima adalah progress dari kontraktror berdasarkan progress claim. Berbeda halnya dengan reimbursable basis untuk pekerjaan Engineering (FEED) pd FEL1/2&3, actual cost bisa dilihat dari actual pembayaran claim progress dari kontraktor, sehingga CPI dan CV dapat dimonitor. Betul pak, sejauh ini memang belum pernah diterapkan. Dan kalau memang digunakan hanya untuk konsumsi internal EPC contractor. oleh karea itu saya sebut wacana, karena bagi kami impact nya sangat jelas, apabila CPI <1, berarti ada masalah dengan kontraktor tersebut, dan ujungnya apabila hal ini terjadi terus dan lebih parah, akan mengakibatkan kontraktor default/gagal bayar atau kontraktor yang tidak mampu membayar subcont/vendor.

Ujung-ujungnya juga akan berakibat juga terhadapa claim subcont/vendor tersebut kepada client. Dan biasanya client harus menanggapi dengan melakukan pembayaran ...dan berlanjut kepada permasalahan legal/contractual terhadap kontraktor yang melelahkan. Sehingga wacana untuk hanya menyebutkan CPI / CV (tanpa menyebutkan actual cost) mungkin dapat diterima oleh semua pihak, tanpa mengesankan pemaksaan dalam penulisan kontrak EPC. Sehingga kami juga dapat memastikan bahwa kontraktor menggunakan EVM technique ini. Sketska Naratama Dear pak Alexander Perihal wacana dibawah memang bagus untuk mengukur secara komprehensif, akan tetapi sebagai owner apakah sewaktu budgetary lengkap dengan legalisasi pada Pre-qualification (PQ) dari calon kontraktor tidaklah cukup? Atau bahkan dengan kinerja Estimator Internal, Database, Commercial Bid Ref, dll saya rasa cukup untuk penilaian internal. Alex Iskandar Pak Sketsa, Banyak pertimbangan dari pihak Client terutama dengan cycle time Open Tender dua tahap (biasanya dilakukan untuk EPC tender) yang memakan waktu paling tidak minimal 6 bulan. Dengan kombinasi persyaratan PQ, bid dokumen di internal company yang memerlukan kelengkapan dokumentasi yang tidak sedikit. Dan ditambah harus mengikuti persyaratan tender dalam PTK 007 yang diatas kertas kelihatan sangat gampang, Namun apabila bid hanya di ikuti kurang dari minimum bidder, maka pilihan yang ada adalah bid harus diulang sehingga harus reset lagi cycle time bid tersebut dan PIS (place in service) project bisa mundur. (bisa jadi karena nilai proyek yang "kecil", market konstruksi yang sedang ramai dll) Dan pada akhirnya mau tidak mau, ada kondisi harus menerima "kenyataan" bahwa kita mendapatkan EPC kontraktor yang perlu "diberdayakan". Kembali ke penerapan EVM, Saya yakin dengan mendorong semua kontraktor dunia migas untuk terbiasa dengan Professional Project Controlling (saya yakin untuk world class contractor, pasti sudah menggunakan metode ini). Sehingga diharapkan dapat membantu kontraktor mengukur kinerja, tanpa harus "menggurui" dan "ngrecoki" keuangan mereka, karena metode ini proven sebagai metode yang efektif dalam mengontrol project. Pada akhirnya disimpulkan sebenarnya peran Project Control yang profesional dan yang mempunyai pengaruh dalam keputusan manajemen proyek sangatlah menentukan berhasilnya suatu proyek.

kristiawan Sudah agak lama milis ini sepi dari diskusi tentang project control, saya senang bisa tukar pikiran tentang earned value management. Pak Alex, Tentang WBS, anda benar. Saya sering lihat Owner Company meng-handle kegiatan ini sebagai beberapa project yang terpisah : conceptual/feasibility project ; FEED project ; EPC project. Untuk concern tentang kondisi financial Contractor selama pelaksanaan, mungkin opsi mitigasi resiko berikut bisa dipertimbangkan : - pra kualifikasi : minta laporan keuangan tahun terakhir dari bidder, berapa banyak project yang sedang berjalan, sejarah claims, dsb - kondisi kontrak : minta performance bond, ada retensi dari monthly invoice, klausul termination by Employer karena kesalahan Contractor, dsb Pak Rusmin, Dari sudut pandang project management, metode yang akan digunakan untuk me-monitor scope/cost/schedule sebaiknya direncanakan diawal project. Sama halnya project team juga perlu membuat rencana bagaimana melakukan quality control dan monitor/control risks. Seperti pengalaman Pak Rusmin, memang bisa meng-implementasikan EVM pada project yang sudah berjalan. (Project Control Engineer baru gabung project belakangan). Saya yakin prosesnya pain in the neck. Belum lagi kalau ternyata project bermasalah dg schedule atau budget, project team kehilangan opportunity untuk deteksi masalah lebih awal. Banyak yang bisa di-diskusikan tentang earned value, dibawah ini saya buka topik tentang beberapa metode yang digunakan untuk menghitung estimasi biaya di akhir project (EAC). Anggap ada project terowongan bawah tanah senilai $150MM, schedule 12 bulan dan data performance pada akhir bulan ke-4 adalah sbb : Plan value (PV) : $ 48MM ; Earned value (EV) : $ 32MM ; Actual cost (AC) : $ 40MM Project Control Engineer menghitung : Schedule Performance Index ; SPI = EV/PV = 0.67 ~ tiap 1 hari kerja, pekerjaan yang selesai 0.67 hari dari rencana Cost Performance Index ; CPI = EV/AC = 0.80 ~ setiap 1 dollar yang dikeluarkan menghasilkan pekerjaan senilai 0.80 dollar Estimate at Completion (EAC) 1. EAC = Budget at Completion/Cost Performance Index Metode ini menganggap trend yang ada sekarang (CPI) akan terus berlanjut sampai akhir project. EAC = 150/0.8 = $ 187.5MM ; akan ada over budget senilai $ 37.5MM 2. EAC = Actual Cost (AC) + Estimate to Complete (ETC)

Pada metode ini, cost efisiensi dan perkiraan biaya untuk sisa pekerjaan dibicarakan dengan supervisors/engineers/managers. Misalnya mereka memberi input bahwa CPI = 0.8 kemarin disebabkan oleh idle time karena banyaknya hujan. Untuk sisa pekerjaan mereka berharap efisiensi normal karena sudah masuk musim kering. EAC = 40 + ? = $ xMM 3. Buat estimasi yang sama sekali baru karena angka budget tidak valid Hal ini bisa terjadi bila kondisi pekerjaan tidak sesuai dengan asumsi semula. Untuk contoh pekerjaan tunel ini, perubahan pekerjaan galian dari asumsi tanah menjadi galian rocky soil akan secara drastis merubah biaya proyek. Just my two cents, silahkan kalau ada komentar atau silahkan buka diskusi EVM yag lain. Alex Iskandar Pak Krisitiawan, Penyeleksian kondisi financial yang disebutkan bapak dan semua mekanisme tersebut sudah noted sebagai standard company dan semua telah dilakukan. Sebenarnya saya lebih mengarahkan diskusi kepada "how to manage" project dengan metode EVM, bukan seleksi kontraktor. Metode ini seharusnya bisa lebih didorong dengan "mengaharuskan" kontraktor , dan untuk "memaksa" kontraktor melakukannya, dan saya pikir hal ini perlu dituliskan sebagai bagian di dalam exhibit kontrak. Kalau pak Kristiawan mempunyai ide untuk mengukur kinerja melalui Eearn Value Teknik dilihat dari sisi owner, kira-kira metode yang seperti apa yang bisa diterapkan? Melihat progress dengan berpatokan progress claim saja, saya pikir tidak memeberikan gambaran yang jelas, karena dengan kontrak lumpsum, tidak ada penambahan biaya (asumsi no change order). Karena basis perhitungan menggunakan actual cost. Dan 100% aktual cost Owner dalam kontrak lumpsum adalah sama dengan nilai kontrak, kecuali owner cost (PMT cost, LLI etc) , sehingga yang bisa diukur hanyalah Schedule Performance Index. Saya melihatnya alternatif solusi EVM ini adalah: 1. Secara langsung meminta kontraktor indeks SPI dan CPI sesuai dengan metode EVM 2. Menghitung performance dengan mengganti semua elemen cost diganti dengan satuan Manhour.. (kecuali procurement tentunya) ... Sekaligus mengomentari lontaran diskusi yang dilempar pak Kristiawan, Point no 1. jelas metode EVM. Point nomor 2 & 3 adalah metode estimasi berdasarkan re-estimate berdasarkan kondisi aktual yang dihadapi. Sehingga menurut saya sudah seharusnya di re-baseline baik cost maupun schedulenya ...

embunpagi07 Pak Kristiawan & Pak Alex, Sependek pengetahuan saya, EVM awalnya justru dipakai oleh US Department of Defense sbg control tool mereka thd contractors. Bahkan utk proyek senilai tertentu US mewajibkan baik government body maupun contractor harus comply dg ANSI/EIA 748 standard dimana mewajibkan EVM sbg control & reporting tool. Silakan di googling utk referensinya. Dengan demikian penggunaan EVM utk client adalah hal yg semestinya. Hanya saja itu belum menjadi standard di negeri kita, shg jarang kita temui common practice penggunaan EVM. Mungkin teman2 yg nyangkul di EPC overseas lebih memahaminya. Mengenai prakteknya gimana di client body, sy sendiri belum pernah mengalami jadi client jadi blm punya experience :-) (kalau mau invite japri aja ya....hehehe). Tapi dari sudut pandang knowledge ttg EVM ini, prakteknya mirip dg yg dilakukan oleh internal contractor dg beberapa perbedaan disana sini. Utk scope engineering & construction, manhour bisa dipakai instead of cost. Masalahnya ada di procurement. Nah inilah ranah yg cukup pelik, namun bisa dilakukan. That's what you're paid for...:-D Tentang implementasi EVM ditengah2 proyek, yes it was really painful but worthwhile. Justru ketika kita menghadapi tantangan sedemikian rumit, skill & knowledge kita jadi terasah. Challenge will always makes us stronger. So be happy & enthusiast once you meet them :-p Dan tidak ada kata terlambat utk itu, kalaupun proyeknya rugi kita tahu apa & bgmananya. Sedikit banyak ada yg bisa dilakukan. Dan itu menjadi lesson learnt yg berharga. Apalagi kalau Project Control-nya stringent :-) alias nyalinya gede, gak ciut sama India, Arab apalagi bule...hehehe Adapun ttg perhitungan EAC, itu juga a bit complicated. Bahkan belum ada ijma' (kata sepakat) dari para pakar EVM sekalipun. Itu membutuhkan sense of ownership yg tinggi dari si project control thd project yg dia handle. Diskusi dg project team adalah masukan yg berharga buat si project control dan semua rumus bisa dipakai, namun sense itulah yg menjadikan dia memutuskan mana yg paling akurat & valid utk dimasukkan dlm laporannya. Ya, subyektivitas disini sangat tinggi. Saran saya sih, just go ahead and see. Don't be afraid to make mistakes as long as you're genuine. Pengalaman adalah guru yg berharga. Setelah mengobok-obok EVM, salah disana sini dan berjuang mengaplikasikan dlm project, baru kita bisa memahami makhluk apa EVM ini. Mudah2an ada manfaatnya. Burhanudin

Dear Rekan2x milist, Saya ingin menambahkan dan sharing mengenai implementasi EVM ini yang mana pernah saya implementasikan baik pada saat saya bekerja di Contractor dan di Client ( sekarang ini). Semua yg dikemukakan oleh rekan Kristiawan, rekan Alex dan rekan Rusmin mengenai konsep dengan berbagai formulanya memang betul sekali. Di sini saya ingin menambahkan sedikit pada langkah2x implementasinya dari awal sampai reporting termasuk basis2x yg saya gunakan. Secara garis besarnya Step2x utk Implementasi EVM adalah sbb: 1. Establish PMB ( Performance Measurement Baseline) beserta basis perhitungannya WBS yg sudah sepakati oleh semua project stakeholders Baseline Schedule

Basis utk project budgeting Plan( i.e Contract Value/Total project budget/Manhours) 2. Collect work performance information perhitungannya sbb: (PV, EV & AC), dimana

PV (Planned Value) = % Progress Plan x * Budgeted Plan

*) Utk budgeted plan ini bisa menggunakan : Contract Value ( utk Contractor) dan Total Project Budget ( klo di Client) atau juga bisa total manhours EV (Earned Value) = * % Progress Actual x Budgeted Plan

*) Dikarenakan work product ada yg tangible ( nyata/wujud yg bisa dihitung) dan intangible ( tdk wujud/ berdasarkan level of effort) , maka dalam EVM ada beberapa technique yg bisa dipergunakan utk menghitung EV progress spt : metode fix formula, weightage milestones dan percent complete estimate dan level of effort . semua teknik tsb tergantung dari durasi dan jumlah periode measurementnya> maaf saya tdk fokuskan ini dulu krn cukup panjang penjelasannya. AC = Actual cost / Actual expended

CATATAN: Utk level Client ( dimana saya sekarang ini saya bekerja), disamping secara overall project, saya juga hitung nilai element2x diatas berdasarakan project phase spt berikut ( utk Oil&Gas industry):

- FDP(Field Development Plan)/POD (Plan of Development) - CONCEPTUAL/FEED - COMPANY SUPPLY ITEMS - E/PCC or EPCC - INSTALLATION - DRILLING - Utk level Contractor , kita juga hitung utk level E, P C & C tergantung contract package kita 3. Measure and Analyze Work Performance Dalam langkah ini kita akan menghitung indicator2x spt berikut: SPI = EV/PV ( To answer : How efficiently are we using time?) CPI=EV/AC resources?) SV = EV-PV ( To answer : Are we ahead or behind schedule?) CV = EV-AC ( To answer : Are we under or over budget?) 4. Forecasting ( To answer : How efficiently are we using our

Pada tahap ini kita akan mengitung element2x berikut ini: a. ETC/Estimate To Complete (What will the remaining work cost?)

Ada beberapa option utk menghitung ETC ini sbagaimana yg di ungkapkan rekan kristiawan , saya hanya menambahkan saja Disamping menggunakan efficiency yg rekan Kristiawan sampaikan ( ETC = BAC/CPI) dan juga re-estimating, ETC juga bisa kita hitung sbb: ETC = BAC-EV ( dimana scenarionya : pekerjaan akan kontinyu as per budgeted plan Alternative lain adalah mengunakan kombinasi efficiency cost dan schedule, dimana ETC = BAC-EV/CPIxSPI dan juga kombinasi dengan pembobotan dimana ETC = BAC-EV/(0.8CPI +0.2SPI) > saya ambil contoh 80% CPI relative important daripada SPI (20%)

b. -

EAC /Estimate At Completion ( What is the project likely to cost?) Dimana EAC = AC + ETC

c. 5.

VAC/Variance At Completion (Will we be under or over budget?) Dimana VAC = BAC EAC EVA Reporting (* BAC = Budget At Completion)

Utk metode pelaporan project performance menggunakan EVA ini , bisa kita sajikan dalam bentuk table dan S-Curve yg terdiri 3 line curves utk mengindikasikan PV, EV dan AC. Disamping itu kita juga bisa menambahan dengan EVA 4 Quadrant of project performance ( maaf ini hanya istilah saya saja) yg pada intinya utk menggambarkan trend project performance dari waktu ke waktu ( i.e monthly) dengan menggunakan indikasi SPI&CPI yg kita petakan menjadi 4 category performance sbb: Qadrant A : Under Budget, Ahead Schedule Quadrant B : Under Budget, Delay Schedule Quadrant C : Over Budget, Ahead Schedule Quadrant D : Over Budget, Delay Schedule Demikian urun rembug dan sharing dari saya . Semoga bermanfaat. yandra mufelly Thx God ada diskusi mengenai topik ini.. :-) Senada dengan Pak Kristiawan, saya senang ada diskusi mengenai topik ini, Saya mau minta pencerahan juga.. Misal, saat di awal project (WUR : work unit rate), mendevelop S Curve & Plan Value dengan budget $ 7.9 MM (material & construction cost). Di saat progress 30% (bulan ke-5) spending cost $ 2,37 MM, karena kenaikan material Vessel & additional construction scope, budget naik menjadi $ 9.1 MM. Apakah saya sebaiknya menyesuaikan Plan Value & Base Line S Curve? Bila iya, hal ini tentunya akan membuat % progress menjadi turun (26%), walaupun spending cost tetap / meningkat.

Hal ini menjadi dilema dalam reporting, karena Client meminta untuk tidak terjadi % progress turun dari report minggu sebelumnya, walau dari sisi spending cost tidak turun. Mohon masukannya, alternatif apa yang bisa dilakukan. Sutoyo Saragih Pak Yandra, sepengetahuan saya perhitungannya sebagai berikut: Yang bisa dilakukan adalah dengan membuat re-baseline dimana Todate Budget yang digunaka 9.1M. Progress yang 30 % dianggap sebagai earn todate. Selanjutnya, distribusikan pro rate $9.1 M 2.3 M = 6.8 M ke 70 % progress to go. Selanjutnya earn yang diperoleh bertambah 1 % untuk $ 97k (6.8 M/70%) (CMIIW). Alex Iskandar Menurut saya, Sepertinya tidak tepat pihak client tersebut tidak mau melihat progress turun karena nilai kontrak sudah meningkat. Lalu bagaimana menghitung 100% dari total nilai kontrak yang sudah / disepakati ...$ 7.9MM atau @9.1 MM ?? Solusi terbaik menurut saya , project ini harus di rebaseline, apabila perubahan sudah disetujui , segera perlu dilakukan mekanisme Change Management , minimal dengan approval dari Kontraktor PM + Client serta pendokumentasian secara kontraktual yang tepat dan dapat dipertanggung jawabkan. Apalagi ini reimbursable tipe (Unit Rate basis). Solusi alternatif, karena tadi disebut sebagai additional scope, maka sebut saja sebagai pekerjaan tambahan yang persentase progressnya di sajikan terpisah dari main project. Farid Maloni Pak Yandra, Saya coba jawab, mudah mudahan bisa sedikit membantu bapak. Syarat mutlak menggunakan EVM adalah estimasi harus akurat, dalam artian resources loader schedule-nya sudah akurat sesuai dari segi estimasi waktu atau biaya.Yg kedua, perhitungan dilakukan dalam kondisi yg konsisten, dalam artian tidak ada perubahan unit rate, Qty, atau additional scope.

Saya coba terjemahkan kasus bapak: Diawal project, Total project bapak 7,9MM, dan sudah di plot di S-curve. saya kemudian menyebut S-curve tersebut BCWS. BCWS di tiap period bisa di terjemahkan di S-curve ini pada sumbu - y versus period (sumbu-x). Dan BCWS pada period terakhir project sama dengan BAC (budget at completion)planned. Di bulan-5; bapak menyatakan progress 30%. Dalam EVM progress diartikan sebagai EV ~ BCWP, yaitu "physical completion x unit rate $ (planned)". Sebelum lebih jauh, harus diperjelas dulu pertanyaan bapak,..30% yg di maksud apakah 30% physical completion atau 30% dari 7,9MM. Kalau saya tidak salah mengerti pertanyaan bapak, bahwa 30% yg di maksud adalah 30% dari progress seharusnya di bulan ke 5 sesuai S-curve yaitu -> 30% x 7,9MM = 2,37MM. Bila memang itu yg di maksud, maka BCWP = BCWP = 30% x 7,9MM = 2,37MM; dimana BCWS adalah per bulan ke-5. BCWP di bulan ke-5 bisa jadi lebih besar atau lebih kecil dari BCWS di bulan ke lima, tergantung POC (percent of completion) fisikal dari perkerjaan sesuai metode pengukuran fisikal progress dilapangan yg sudah di setujui di awal (term condition). Seperti diatas Saya ambil asumsi fisikal complete di lapangan project bapak sama dgn 30%, maka berarti BCWS = BCWP = 30% = 2,37MM Bapak menyataan bahwa, karena kenaikan material dan additional scope , pembayaran aktual yg di keluarkan $9,1MM. Menurut saya mungkin ini yg perlu dicermati,..bawah additional scope tidak boleh di consider di S-Curve awal (planned). Karena bapak sudah "accept" additional scope, bapak tidak bisa menggunakan S-Curve awal lagi sebagai acuan. Bapak sebaiknya melakukan Re-Baseline, sesuai dengan scope awal ditambah scope baru. Tergantung apa"detail additional scopenya" pak,.. kalau hanya perubahan quantity tapi nature perkerjaannya sama persis dengan planned S-cruve (dalam artian cost per unit tetap sama), maka bapak cukup melakukan metode QAB (Quantity adjusted budget) yang merupakan metode EVM untuk variable budget. Tapi kalau additonal scope scope dengan rate dan nature perkerjaan berbeda, maka seperti saran saya diatas, bapak sudah pasti harus melakukan Re-baseline atau membuat S-Curve baru (BCWS baru). Karena kalau tidak pasti CPI dan SPI bapak bisa tidak sesuai lagi. Sebagai perbuktiannya, dengan kondisi ini CPI bapak menjadi --> CPI=BCWP/ACWP = 2,37/9,1 = 0,26. Ini bisa dibaca bahwa crew bapak sangat amat tidak produktif, karena dengan 1$ pembayaran, perkerjaan yg di deliver hanya 0,23$ (earned). Padahal kenyataan tidak demikian, melainkan karena ada additional scope yg membebani ACWP

Mungkin itu saja sedikit saya bisa bantu. Pak

You might also like