You are on page 1of 15

STATUS PASIEN I.

Identitas
1. Nama 2. Jenis kelamin 3. Usia 4. Alamat 5. Agama 6. Pekerjaan 7. Diperiksa 8. No. RM

: Tn. W.S : Laki-laki : 50 Tahun : Karanganyar : Islam : Buruh : 27 Desember 2011 : 22.29.XX

ANAMNESIS a. Keluhan Utama Nyeri di perut kanan bawah sejak 5 hari SMRS

b. RPS Tn. A 50 tahun datang ke UGD RSUD Karanganyar dengan keluhan nyeri pada perut bagian kanan bawah sejak 5 hari yang lalu. Nyeri dirasakan hilang timbul. Nyeri dirasakan pasien seperti tertusuk-tusuk. Nyeri dirasakan semakin hebat apabila p a s i e n m e n g g e r a k k a n badannya.Keluhan dirasakan baru pertama kalinya. Keluhan disertai dengan panas badan yang timbul bersamaan dengan nyeri perutnya. Pasien mengeluhkan tidak BAB dan tidak kentut sejak seminggu yang lalu.Awalnya nyeri perut terasa di bagian tengah perut. Kemudian nyeri tersebut terasa dan menetap di perut bagian kanan bawah. Keluhan tidak disertai dengan batuk, pilek, sesak nafas, diare sebelumnya serta BAK normal. Pasien sering makan makanan pedas dan jarang makan sayur.

c. RPD
Hipertensi (-)

DM (-) Penyakit Jantung (-) Penyakit Paru (-) Alergi (-) Asma (-) Riwayat Operasi (-)

d. RPK
Hipertensi (-) Penyakit Jantung (-) Penyakit Paru (-) Alergi (-) Asma (-) DM (-)

e. Pemeriksaan Fisik a) Keadaan Umum Kesan Kesadaran b) VS


TD N

: Kesakitan : CM

: 130/90 mmHg : 80 x/menit

R S BB

: 20 x/menit : 37 o C : 60 kg

a. Kepala : Bentuk Mata Leher b. Thorax Paru :


Inspeksi : Bentuk simetris, ketinggalan gerak pada paru kanan, retraksi (-). Palpasi

: Mesochepal : CA (-/-), SI (-/-) : Pembesaran kelenjar getah bening (-), peningkatan JVP (-).

: Ketinggalan gerak (-), fremitus ka = ki sama

Perkusi : pada paru kanan dan paru kiri sonor pada semua lapang paru.

Auskultasi : Pulmo Dextra : suara dasar vesikuler, Ronkhi(-/-), Wheezing (-/-) Pulmo Sinistra : Suara dasar vesikuler Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-) Jantung :

Inspeksi Palpasi Perkusi

: Iktus cordis tidak terlihat : Iktus kordis tidak teraba : Batas kanan atas SIC II parasternalis dextra Batas kanan bawah SIC IV parasternalis dextra; Batas kiri atas SIC II parasternalis sinistra

Batas kiri bawah SIC V linea midclavicula sinistra

Auskultasi

: BJ 1-2 reguler, frekuensi 88 x/menit, bising (-).

c. Abdomen

Inspeksi : Simetris, darm counter (-) ,steifung (-), tidak ada bekas luka

operasi

Auskultasi Perkusi

: Peristaltik usus normal : hipertimpani tersebar merata dikeempat kuadran

abdomen, Nyeri ketok costovertebral (-)

Palpasi : tidak teraba massa, nyeri tekan suprapubik (+) , nyeri tekan

bawah kanan (+) d. Ekstremitas Superior Inferior : edema (-), Ikterus (-),akral dingin (-) : edema (-), Ikterus (-),akral dingin (-)

4. Pemeriksaan Penunjang Lab : HB Leukosit : 11,4 gr/dl : 11000 : 5,5. 103 : 35,3 : 276. 103 : 74,2 : 23,9 Monosit Granulosit : 2,4 : 79,2

Eritrosit Hct Trombosit MCV MCH

MCHC Lymfosit

: 32,3 : 18,4

5. Diagnosis : Apendisitis

PENATALAKSANAAN Operatif Prognosa : Apendiktomi : Dubia ad bonam

ANESTESI a) Anamnesis Tekanan darah tinggi (-) DM (-)

Alergi obat dan makanan (-)

Sesak nafas (-), asma (-), dada berdebar (-) Operasi (-)

b) Pemeriksaan fisik
TD N R S BB

: 130/90 mmHg : 80 x/menit : 20 x/menit : 37o c : 60 kg

ASA II

c) Pemeriksaan Penunjang Ureum Kreatinin GDS : 48 : 0,85 : 108

d) Teknik GA
Mulai : 09.00, selesai 10.00, lama anestesi : 60 menit

e) Obat :
Premedikasi

: Sedacum, ulceranin, toramin, pronalges sup.

Induksi

: Recofol

Maintenance : O2, N2O, halotan

f) Infuse :
RL, totufan, aminofluid

g) Vital sign durante operasi :


SPO2 : 99%

TD : 140/90 mmHg R : 16 x/menit

h) Instruksi pasca bedah : Infuse : tutofan 30 tts/menit Anti muntah : narfoz Posisi : supine Lain-lain : puasa

Terapi Cairan Perioperatif BB : 60 kg 1. Pengganti puasa : 2 ml/KgBB/jam

= 2 ml x 60 kg x 8 jam = 960 ml/KgBB/jam 1 jam I : 50% x 960 = 1 jam II : 25% x 960 = 1 jam III : 25 % x 960 = 2. Maintenance = 2 ml/KgBB/jam = 2 ml x 60 kg x 1 = 120 ml/KgBB/jam 3. Kehilangan cairan saat op besar = 8 ml/KgBB/jam = 8 ml x 60 kg x 24 = 11520 ml

PEMBAHASAN Farmakologi Anestesi A. Recofol (Propofol) o Sifat : -

Merupakan campuran 1% obat dalam air dan elmusi Berisi 10% soya bean oil, 1,2 phosphatide telur dan 2,25% glycerol Ph 6-6,8 dan lipid soluble Dosis yang dianjurkan 1-2 mg/kg/BB

o Respirasi : Tanda vital menurun, laryngeal reflex depressant tidak mempengaruhi fungsi liver, gula darah sedikit meningkat, TIO menurun, anti emetic effect, potensiasi dengan vecuronium.

o Metabolisme : cepat dan lengkap oleh liver, sebagian besar dieliminasi oleh ginjal. o Mulai kerja : 11 menit o Potensi : 1,6-1,8 kali pentothal o Menimbulkan nyeri pada suntikan IV karena itu sebaliknya menyuntik melalui vena besar o Infuse propofol dapat di gunakan untuk sedasi
o

Dosis : 2 2,25 mg/kgBB >60 tahun : 1,6 mg/kg IV

B. Ulceranin (Ranitidin) o Indikasi : pengobatan jangka pendek tukak duodenum aktif, tukak lambung aktif, mengurangi gejala refluks esofagitis, terapi pemeliharaan setelah penyembuhan tukak duodenum dan lambung, sindrom Zolinger-Ellison
o

Efek samping : sakit kepala, malaise, pusing, mengantuk, imsomnia, vertigo, agitasi. Depresi, halusinasi, gangguan GI.

o Dosis : tukak lambung aktif : 150 mg 2x/hari (pagi dan malam) C. jjjjj

BAB II PEMBAHASAN

Pada kasus seorang laki-laki 40 tahun dilakukan operasi apendiktomi karena terjadi infeksi appendix. Dilakukan anastesi umum dengan sunkup nomor 3. Anestesi umum ( general anastesia ) adalah suatu keadaan tidak sadar yang bersifat sementara yang dikuti oleh hilangnya rasa nyeri di seluruh tubuh akibat pemberian obat anastesia. Untuk mewujudkan trias anestesi berupa hipnotika, anastesia/analgesia, dan relaksasi dapat diberikan obat anastesi tunggal maupun kombinasi. Teknik anastesi umum dapat berupa : 1. anastesi umum intravena 2. anestesia umum inhalasi 3. anestesi imbang ( kombinasi anestesi intravena dan inhalasi). Pada pasien ini dilakukan anestesi teknik inhalasi menggunakan inhalasi menggunakan sunkup, metode ini cocok untuk dilakukan pada operasi yang berlangsung lama, pada kasus ini apendiktomi memakan waktu 60 menit . Sebelum anastesi dilakukan, dilakukan evaluasi dan persiapan. Penilaian dan persiapan pra anestesi dimulai dari anamnesis yang meliputi riwayat penyakit sistemik yang diderita yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh anestesi, riwayat pemakaina obat yang telah maupun sedang digunakan, riwayat operasi terdahulu, kebiasaan merokok, dan riwayat alergi. Kebiasaan merokok sebaiknya dihentikan 1-2 hari sebelumnya untuk eliminasi nikotin yang mempengaruhi sistem kardiovaskuler. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium penting untuk menilai status fisik pasien. Pemeriksaan keadaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar sangat sangat penting untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi intubasi. Sementara pemeriksaan penunjang atau pemeriksaan khusus lainnya bergantung pada kondisi pasien maupun penyakit sistemik yang diderita. Hal lain yang sangat mendukung adalah konsultasi dengan dokter spesialis atau dengan unit terkait, apabila ditemui gangguan fungsi organ, yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi anestesi dan pembedahan. Setelah dilakukan langkah-langkah diatas, hasil evalusi kemudian disimpulkan untuk menentukan prognosis pasien perioperatif. The American Society Anesthesiologists ( ASA ) membagi kriteria pasien kedalam lima kelas : 1. ASA 2. ASA sedang. : Pasien penyakit bedah tanpa disertai gangguan system : Pasien dengan penyakit disertai dengan penyakit sistemik ringan sampai

3. ASA : Pasien dengan penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik berat, yang disebabkan karena berbagai penyebab tetapi tidak mengancam kehidupannya. 4. ASA : Pasien penyakit bedah dengan penyakit sistemik berat yang secara langsung mengancam kehidupanya. 5. ASA : Pasien penyakit bedah yang disertai dengan penyakit sistemik berat yang sudah tidak mungkin ditolong lagi, doperasi ataupun tidak dalam 24 jam akan meninggal. Apabila tindakan pembedahannya dilakukan secara darurat, dicantumkan tanda E (emergency) dibelakang angka, misalnya ASA 1 E. Pada pasien ini dikarenakan adanya peningkatan nilai hasil laboratorium pada ureum, kreatinin, dan peningkatan minimal pada SGPT, serta pembedahan yang dilakukan secara darurat, maka status anestesi pada pasien adalah ASA 3 E. Seluruh pasien yang dijadwalkan operasi elektif dengan anesthesia harus dipuasakan untuk mencegah regurgitasi lambung. Pada pasien dewasa maupun umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam, dan bayi 3-4 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum induksi anestesi. Minuman bening, air putih, teh manis sampai 3 jam dan untuk keperluan minum obat, air putih dalam jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum induksi anestesi. Premedikasi ialah pemberian obat sebelum induksi anestesi dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesi, di antaranya : 1. Meredakan kecemasan dan ketakutan 2. Memperlancar induksi rumatan anasthesia 3. Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus 4. Meminimalkan jumlah obat anestetik 5. Mengurangi mual-muntah pasca bedah 6. Menciptakan amnesia 7. Mengurangi cairan isi lambung 8. Mengurangi efek yang membahayakan Dalam kasus ini, pada operasi pertama diberikan Narfoz da Ulceranin. Pada operasi kedua diberikan obat premedikasi Invomit 4 mg, Rantin 50 mg/2 ml, pronalges 50 mg/ml, secara intravena. Narfos

Narfos adalah obat anti emetik yang berisi ondansetron. Ondansetron merupakan antagonis dari serotonin dimana serotonin memperlancar impuls dan sinaps. Ondansetron merupakan antagonis reflek muntah di usus halus dan merupakan antagonis stimulus CTZ ( Chemo Triggerzone ). Ulceranin Ulceranin berisi Ranitidin HCL

Invomit ( isi Ondansetron ) ialah suatu antagonis 5-HT3 yang sangat selektif yang dapat menekan mual dan muntah. Pronalges Pronalges berisi ketoprofen, merupakan golongan obat analgetik

Induksi anastesi adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar, sehingga memungkinkan untuk dimulainya anestesi dan pembedahan. Pada kasus ini, disunakan propofol sebagai induksi anestesi Propofol merupakan derivat fenol dengan nama kimia di-iso profil fenol. Berupa cairan berwarna putih susu bersifat isotonik dengan kepekatan 1 % ( 1 ml = 10 mg ). Suntikan intravena dapat menyebabkan nyeri, sehingga beberapa detik sebelumnya dapat diberikan lidokain 1-2 mg/kg intravena. Dosis bolus untuk induksi 2-2,5 mg/kg, dosis rumatan untuk anestesi intravena 4-12 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif 0,2 mg/kg Suksinilkolin merupakan muscle relaxant depolarisasi. Bekerjanya seperti asetilkolin, tetapi dicelah saraf otot tak dirusak oleh kolinterase, sehingga terjadilah depolarisasi ditandai oleh fasikulasi yang disusul relaksasi otot lurik. Dosisnya 1 mg/kg. Pemberianya untuk memudahkan pemasangan endotrakeal. Sebagai rumatan ( maintenance ) digunakan inhalasi dengan Sevofluran 2 vol%, O2 2 liter/ menit. Pemberian anasthesia dengan N2O harus disertai O2 minimal 25 % gas ini bersifat anestetik lemah, tetapi analgesiknyackuat. Pada anastesi inhalasi jarang digunakan sendirian, tetapi dikombinasi dengan salah satu cairan anestetik lain. Pada akhir anesthesia setelah N2O dihentikan, maka

Efek Umur Terhadap MAC MAC beberapa jenis obat anastesi inhalasi nampaknya berhubungan dengan pertambahan umur ( Gambar 15-11). Polanya berupa model linier yang meng gambarkan penurunan MAC terhadap pertambahan umur. Pola penurunan dijelaskan dengan MAC = a ( 10 bx ), dimana a adalah MAC pada umur 40 tahun, x adalah selisih umur dengan 40 tahun dan b = -0,00269, dari perhitungan tersebut didapatkan perubahan MAC 0,6 perdekade, pada usia 40-80 MAC menurun 22 % dan pada 1-4 tahun menurun 27%. Secara khas MAC untuk umur pertengahan (40an tahun) adalah sebagai berikut ;

Halotan

0,75%

Isofluran

1,17%

Enfluran

1,8%

Sevofluran

6,6%

Desfluran N2O

6,6% 104%

CAIRAN KRISTALOID DAN KOLOID

1. Cairan Kristaloid

Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler ( CES = CEF ). Keuntungan dari cairan ini antara lain harga murah, tersedia dengan mudah di setiap pusat kesehatan, tidak perlu

dilakukan cross match, tidak menimbulkan alergi atau syok anafilatik, penyimpanan sederhanan dan dapat disimpan lama. Cairan kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid) ternyata sama efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi defisit volume intravaskuler. Waktu penuh cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20-30 menit.

2. Cairan Koloid

Disebut juga sebagai pengganti plasma atau biasa disebut plasma subtitute atau plasma expander . Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama ( waktu paruh 3-6 jam ) dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk resusitasi cairan serta cepat terutama pada syok hipovolemik / hemorhargik atau pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang banyak (misal luka bakar).

Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan lebih banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitiel. Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak digunakan untuk resusitasi cairan walau agak hipnotis dengan susunan yang hampir menyerupai cairan intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan tersebut akan mengalami metabolisme di hati menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid lainyya yang sering digunakan adalah NaCl 0,9 %, tetapi bila diberikan berlebih dapat mengakibatkan asidosis hiperkloremik ( delutional hyperchloremic ) dan menurunnya kadar bikarbonat plasma akbibat peningkatan klorida

You might also like