You are on page 1of 87

PENGEMBANGAN OBYEK WISATA SERULINGMAS SEBAGAI SALAH SATU SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA

SKRI PSI

Untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Universitas Negeri Semarang

Oleh : Wahyu Setianingsih NIM 3353401045

FAKULTAS ILMU SOSIAL JURUSAN EKONOMI 2006

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian skripsi pada : Hari Tanggal : :

Dosen Pembimbing I

Dosen Pembimbing II

Dra.J.Titik Haryati, MSi NIP. 130604216

Drs. Mudjiono MSi NIP. 130795079

Mengetahui, Ketua Jurusan Ekonomi

Drs. Kusmuriyanto, MSi NIP. 131404309

PENGESAHAN KELULUSAN

Skripsi ini telah dipertahankan di depan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang pada : Hari Tanggal : :

Penguji Skripsi

Anggota I

Anggota II

Mengetahui, Dekan FIS UNNES

Drs. Sunardi MM NIP. 130367998

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, 20 Februari 2006

Wahyu Setianingsih

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO : Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan Tuhanmu, maka sesungguhnya kamu berada dalam pengliatan kami...... (At Thur : 48)

Skripsi ini kupersembahkan : 1. Bapak dan Ibuku yang paling kusayangi 2. Kakak dan adikku 3. Sahabat-sahabat terbaikku Ninit, Nora dan Ella 4. Teman-teman anggota Cost Griya Putri Lucky,Dian,Suci,Nuniek,Ika,Nana dan kawan-kawan. 5. Rekan seperjuanganku IESP 01 6. Almamaterku

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena berkat rahmat dan Karunianya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul : PENGEMBANGAN OBYEK WISATA SERULINGMAS SEBAGAI SALAH SATU SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH. Dalam penyusunan skripsi ini banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada : 1. Dr.H.A.T. Soegito, SH.MM, selaku Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan studi di Program Studi Ekonomi Pembangunan. 2. Drs. Sunardi, M.M. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang atas bantuannya dalam memberikan ijin untuk pelaksanaan penelitian. 3. Drs. Kusmuriyanto, M.Si. selaku Ketua Jurusan Ekonomi yang telah banyak memberikan kesempatan bagi penulis untuk mengadakan penelitian di Dinas Pariwisata Kabupaten Banjarnegara. 4. Dra. J.Titik Haryati, M.Si. selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, petunjuk dan saran dalam penyusunan skripsi ini. 5. Drs. Mudjijono, M.Si. selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, petunjuk dan saran dalam penyusunan skripsi ini. 6. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan semangat serta dorongan selama penyusunan skripsi ini.

Penulis dengan segala keterbatasannya menerima saran dan kritik yang membangun dari semua pihak guna kesempurnaan penulisan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Amin.

Semarang,20 Februari 2006

Penulis

SARI Setianingsih, Wahyu. 2005. Pengembangan Obyek Wisata Serulingmas sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah. Skripsi. Jurusan Ekonomi Pembangunan. Fakultas Ilmu Sosial.UNNES. Kata kunci : Kontribusi Obyek Wisata Serulingmas terhadap PAD Kabupaten Banjarnegara. PAD merupakan gambaran potensi keuangan daerah pada umumnya yang mengandalkan unsur pajak daerah dan retribusi daerah. Berkaitan dengan Pendapatan Asli Daerah dari sektor retribusi maka daerah dapat menggali potensi sumber daya alam yang berupa obyek wisata. Pemerintah menyadari bahwa sektor pariwisata bukanlah merupakan sektor pengembang terbesar dalam pendapatan daerah tetapi berpotensi dalam meningkatkan PAD. Kabupaten Banjarnegara mempunyai potensi dibidang pariwisata yang cukup besar untuk dikembangkan dengan terdapatnya berbagai obyek wisata baik obyek wisata alam maupun obyek wisata buatan. Salah satu obyek wisata yang potensial untuk dikembangkan adalah obyek wisata Serulingmas. Permasalahan dalam penelitian ini adalah Faktor-faktor dominan yang mendorong dan menghambat pengembangan obyek wisata Serulingmas, Upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Banjarnegara dalam mengembangkan obyek wisata Serulingmas dan Seberapa besar kontribusi obyek wisata Serulingmas untuk Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Banjarnegara. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Variabel penelitian ini yaitu faktor-faktor pendorong dan penghambat pengembangan obyek wisata Serulingmas. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Dokumentasi dan Wawancara. Keabsahan Data menggunakan tekhnik triangulasi dan metode analisis data menggunakan rumus Deskiptif Persentase. Hasil penelitian menunjukkan Faktor-faktor pendorong pengembangan obyek wisata Serulingmas terdiri atas potensi alam, kebudayaan dan manusia sedangkan Faktor-faktor penghambat pengembangan obyek wisata Serulingmas yaitu pendayagunaan lahan pengembangan, perluasan areal parkir, kesulitan dana dalam kegiatan promosi dan sistem pengawasan.Upaya pemerintah daerah dalam pengembangan obyek wisata Serulingmas meliputi dua aspek yaitu fauna dan manusia.Kontribusi pendapatan Serulingmas terhadap PAD Kabupaten Banjarnegara rata-rata per tahunnya 3,59% atau sebesar Rp. 625.533.713. Sumbangan terbesar terjadi pada tahun 2001yaitu Rp.643.247.740 atau sebesar 5,58% dari keseluruhan PAD. Sedangkan sumbangan terkecil terjadi pada tahuin 2002 yaitu sebesar Rp.533.292.700 atau sebesar 2,44%. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kontribusi obyek wisata Serulingmas terhadap PAD Kabupaten Banjarnegara masih kecil walaupun tiap tahunnya mengalami peningkatan. Saran yang dapat penulis berikan adalah pemerintah daerah harus lebih memberikan perhatian yang lebih terhadap pengembangan obyek wisata Serulingmas terutama dalam segi dana karena selama ini kenyataanya dana yang diberikan terlalu kecil.

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL........................................................................................ HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN.............................................. KATA PENGANTAR ..................................................................................... SARI................................................................................................................. DAFTAR ISI.................................................................................................... DAFTAR TABEL............................................................................................ DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................... A. Latar Belakang Masalah................................................................. B. Perumusan Masalah ....................................................................... C. Penegasan Istilah............................................................................ D. Tujuan Penelitian ........................................................................... E. Kegunaan Penelitian ...................................................................... F. Sistematika Skripsi......................................................................... BAB II. LANDASAN TEORI ......................................................................... A. Keuangan Daerah ........................................................................... B. Pendapatan Daerah......................................................................... a. Hasil Pajak Daerah.................................................................. b. Hasil Retribusi Daerah ............................................................ c. Perusahaan Daerah ..................................................................

d. Lain-lain Hasil Usaha Daerah yang sah .................................. C. Obyek Wisata ................................................................................. 1. Pengertian Obyek Wisata........................................................ 2. Jenis Obyek Wisata ................................................................. D. Factor-faktor pendorong pengembangan obyek wisata ................. E. Faktor-faktor penghambat pengembangan obyek wisata............... F. Kerangka Berpikir.......................................................................... BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... A. Lokasi Penelitian............................................................................ B. Fokus Penelitian ............................................................................. C. Variabel Penelitian ......................................................................... D. Subyek Penelitian........................................................................... E. Metode Pengumpulan Data ............................................................ F. Keabsahan Data.............................................................................. G. Metode Analisis Data..................................................................... BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................ A. Hasil Penelitian .............................................................................. 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ....................................... a. Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pariwisata....................... b. Potensi Kepariwisataan Kabupaten Banjarnegara ............ c. Letak dan Kondisi Fisik Serulingmas ............................... 2. Faktor-faktor yang mendorong dan menghambat pengembangan obyek wisata................................................... a. Faktor-faktor yang mendorong pengembangan obyek wisata

b. Faktor-faktor yang menghambat pengembangan obyek wisata Serulingmas ........................................................... 3. Upaya Pemerintah Daerah dalam mengembangkan obyek wisata Serulingmas.................................................................. 4. Kontribusi obyek wisata Serulingmas untuk Pendapatan asli Daerah ..................................................................................... B. Pembahasan.................................................................................... BAB V. PENUTUP.......................................................................................... A. Kesimpulan .................................................................................... B. Saran............................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... LAMPIRAN-LAMPIRAN...............................................................................

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Pengunjung obyek wisata Serulingmas Tahun 2001-2003 .............. Tabel 2. Jumlah pendapatan kendaraan parkir di obyek wisata Serulingmas Tahun 2001-2003.............................................................................. Tabel 3. Pendapatan retribusi obyek wisata Serulingmas Tahun 2001-2003. Tabel 4. Pendapatan retribusi tempat rekreasi dan olahraga Tahun 20012003 .................................................................................................. Tabel 5. Persentase retribusi tempat rekreasi dan olahraga Tahun 20012003 .................................................................................................. Tabel 6. Persentas Pendapatan Serulingmas terhadap PAD Kabupaten Banjarnegara Tahun 2001-2003 .......................................................

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Kerangka Berfikir........................................................................... Gambar 2. Bagan Triangulasi .......................................................................... Gambar 3. Bagan Triangulasi ..........................................................................

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Instrumen Wawancara................................................................ Lampiran 2. Penerimaan Pemerintah Daerah Kabupaten/kotaTahun Anggaran 2001-2002.................................................................. Lampiran 3. Data kunjungan wisatawan,PAD per sektor pariwisata dan PAD pe obyek ............................................................................ Lampiran 4. Jumlah Pendapatan d obyek wisata Serulingmas Kab. Banjarnegara Dirinci menurut Jenis Pendapatan dan Bulan Tahun 2003 .............................................................................. Lampiran 5. Prosentase Perbandingan antara Target dengan Realisasi Penerimaan Retribusi Daerah di Kabupaten. Banjarnegara Dirinci Menurut Jenis Pendapatan Tahun Anggaran 2001 ........ Lampiran 6. Prosentase Perbandingan antara Target dengan Realisasi Penerimaan Retribusi Daerah di Kabupaten. Banjarnegara Dirinci Menurut Jenis Pendapatan Tahun Anggaran 2002 ........ Lampiran 7. Prosentase Perbandingan antara Target dengan Realisasi Penerimaan Retribusi Daerah di Kabupaten. Banjarnegara Dirinci Menurut Jenis Pendapatan Tahun Anggaran 2003 ........ Lampiran 6. Surat keterangan ijin penelitian. .................................................. Lampiran 5. Surat keterangan telah melakukan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi perkembangan, keadaan dan tantangan persaingan global serta tuntutan reformasi, diperlukan perubahan mendasar dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia, dari sentralisasi pemerintahan bergeser kearah desentralisasi dengan pemberian otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Berkaitan dengan hal itu, dalam TAP MPR No.XV Tahun 1998, ditegaskan bahwa perlu menyelenggarakan otonomi daerah dengan

memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional, sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam rangka pemberdayaan (empowering) daerah dan pemberdayaan masyarakat melalui otonomi daerah, maka ditetapkan Undang-Undang Nomor 22 dan 25 tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 dan 84 tahun 2000, dimana semua kewenangan pemerintah, kecuali bidang politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, serta agama dan bidang-bidang tertentu diserahkan kepada daerah secara utuh dan bulat serta menyeluruh yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah. (Widjaja, 2001: 106)

Pelaksanaan pembangunan daerah pada dasarnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah dan menserasikan laju pertumbuhan antar daerah di Indonesia. Dalam pengembangan daerah sudah barang tentu dibutuhkan peningkatan

pendayagunaan potensi daerah secara optimal. Untuk mengembangkan daerah otonom di Indonesia, maka pemerintah daerah perlu menggali potensi daerah sesuai dengan penerapan otonomi daerah. Daerah berwenang untuk mengurus dan mengatur kepentingan masyarakat setempat menurut parakarsa sendiri sejalan dengan yang digariskan dalam UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam mengurus dan mengatur rumah tangga sendiri, sudah barang tentu daerah memerlukan biaya yang cukup besar guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah. Oleh karenanya, daerah diberi hak dan wewenang untuk menggali sumber-sumber pendapatan daerahnya sendiri. Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 79 UU No. 22 Tahun 1999 yang mengatur sumber-sumber pendapatan daerah, yang terdiri dari : 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yaitu terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. 2. Dana Perimbangan 3. Pinjaman Daerah, dan 4. Lain-lain pendapatan daerah yang sah

PAD yang merupakan gambaran potensi keuangan daerah pada umumnya mengandalkan unsur pajak daerah dan retribusi daerah. Berkaitan dengan pendapatan asli daerah dari sektor retribusi maka daerah dapat menggali potensi sumber daya alam yang berupa obyek wisata. Pemerintah menyadari bahwa sektor pariwisata bukanlah merupakan sektor penyumbang terbesar dalam pendapatan daerah tetapi berpotensi dalam meningkatkan PAD. Di Indonesia pada saat ini masih mempunyai potensi alam dan seni budaya yang cukup besar sehingga dapat dimanfaatkan oleh daerah untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Pemerintah dewasa ini terus meningkatkan perkembangan

kepariwisataan, hal ini dapat dilihat dari beberapa program yang tengah direncanakan maupun telah dilaksanakan seperti pembangunan dan

penambahan daerah tujuan wisata, kampanye sadar wisata, tahun kunjungan wisata Indonesia 1991, tahun kunjungan wisata ASEAN tahun 1992 dan sebagainya. Semuanya itu dilakukan agar jumlah wisatawan yang datang semakin banyak dan semakin lama tinggalnya. Kegiatan kepariwisataan merupakan kegiatan yang melibatkan

berbagai kepentingan (multi sektoral) dan erat hubungannya dengan perkembangan ekonomi global. Disamping itu kepariwisataan merupakan kegiatan yang mengandalkan pemanfaatan potensi sumber daya alam binaan yang ada pada masing-masing obyek dan daya tarik wisata dengan tetap berpedoman pada keseimbangan dan pelestarian (tanpa merusak potensi alam

yang dimiliki) seperti yang tercantum dalam UU No. 9 Tahun 1990, tentang kepariwisataan. Adapun arah pengembangan sektor pariwisata, sebagaimana tercantum dalam GBHN antara lain meliputi peningkatan pengembangan,

pendayagunaan sumber dan potensi kepariwisataan nasional menjadi kegiatan ekonomi yang dapat diandalkan untuk memperbesar penerimaan devisa, memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha, mendorong

pembangunan daerah dengan tetap menjaga kelestarian dan mutu lingkungan hidup, serta dilakukan secara menyeluruh dan terpadu dengan sektor-sektor pembangunan yang lain. Disamping perlunya pula peningkatan promosi dan pemasaran pariwisata serta peningkatan pendidikan dan pelatihan pariwisata, penyediaan sarana-prasarana mutu dan kelancaran pelayanan penyelenggaraan pariwisata. Pembangunan kepariwisataan nasional diharapkan mampu

menggalakkan kegiatan ekonomi sedangkan kenyataannya sektor pariwisata belum mendapatkan perhatian yang serius dan pemberdayaan yang optimal. Kabupaten Banjarnegara mempunyai potensi dibidang pariwisata yang cukup besar untuk dikembangkan, dengan terdapatnya berbagai obyek wisata, baik obyek wisata alam maupun obyek wisata buatan. Mengingat obyek wisata yang ada dan potensinya yang cukup besar diperkirakan

perkembangannya akan cukup pesat di masa mendatang. Dari berbagai obyek wisata yang ada di Kabupaten Banjarnegara, obyek wisata Serulingmas merupakan obyek wisata yang paling menonjol dan merupakan andalan

pariwisata bagi Kabupaten Banjarnegara. Serulingmas merupakan kebun binatang dan didalamnya terdapat permainanan anak-anak dan kolam renang. Obyek wisata Serulingmas sangat diharapkan dapat memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap PAD Kabupaten Banjarnegara. Hal ini dapat diamati dari meningkatnya jumlah pendapatan pada 3 tahun terakhir ini : Tabel 1. Jumlah Pendapatan Obyek Wisata Serulingmas Tahun 2001 2002 2003 Jumlah Pendapatan (Rp) 643.247.740 533.292.700 700.060.700

Sumber: Dinas Pariwisata Kabupaten Banjarnegara. Tetapi keberadaan obyek wisata Serulingmas akan kurang berdaya guna apabila pemerintah daerah Kabupaten Banjarnegara sebagai pihak pengelola tidak berupaya untuk mengelolanya dengan baik., terutama faktor-faktor penunjang obyek wisata seperti daya tarik, sarana dan prasarana serta promosi. Dari penjelasan diatas, peneliti tertarik untuk meneliti pengembangan obyek wisata Serulingmas dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Banjarnegara.

B. Perumusan Masalah Bertolak dari latar belakang diatas, maka secara khusus peneliti ingin menjawab beberapa permasalahan sebagai berikut : 1. Identifikasi faktor-faktor pendorong dan penghambat pengembangan obyek wisata Serulingmas

2. Bagaimana

peran

pemerintah

Kabupaten

Banjarnegara

dalam

pengembangan obyek wisata Serulingmas ? 3. Bagaimana kontribusi obyek wisata Serulingmas untuk pendapatan asli daerah Kabupaten Banjarnegara?

C. Penegasan Istilah Untuk menghindari salah penafsiran mengenai judul skripsi dan

memudahkan pembaca dalam mengkaji isinya, serta membatasi ruang lingkup penelitian, maka perlu adanya penjelasan beberapa istilah dalam skripsi ini, antara lain : 1. Pengembangan Pengembangan adalah proses, cara, perbuatan menjadikan maju atau secara pembangunan secara bertahap dan teratur yang menjurus ke sasaran yang dikehendaki. Pengembangan disini mengandung pengertian

perbuatan mengembangkan obyek wisata Serulingmas agar dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Banjarnegara. 2. Obyek Wisata Obyek wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata yag merupakan perwujudan dari ciptaan manusia, tata hidup, seni budaya serta sejarah bangsa dan tempat atau keadaan yang mempunyai daya tarik untuk dikunjungi wisatawan. Obyek wisata yang perlu dikembangkan disini adalah obyek wisata Serulingmas yang terletak di Desa Kutaringin,

Kecamatan Banjarnegara, Kabupaten Banjarnegara.

3. Serulingmas Seruling mas adalah nama sebuah tempat pariwisata yang ada di Desa Kutaringin, Kecamatan Banjarnegara, Kabupaten Banjarnegara. 4. Peningkatan Yang dimaksud dengan peningkatan adalah proses, cara, perbuatan menaikkan (usaha, kegiatan dan sebagainya) 5. PAD Menurut UU 25 Th 1999 PAD diartikan sebagai penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai peraturan perundanundangan yang berlaku.

D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah : 1. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mendorong dan menghambat pengembangan obyek wisata Serulingmas 2. Untuk mengidentifikasi peran pemerintah daerah Kabupaten Banjarnegara dalam mengembangkan obyek wisata Serulingmas. 3. Untuk mengetahui bagaimana kontribusi obyek wisata Serulingmas untuk Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Banjarnegara.

E. Kegunaan Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat akademis, yaitu sebagai salah satu sumbangan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan sehingga menambah wawasan khususnya pada pengembangan sektor pariwisata dalam peningkatan Pendapatan Asli Daerah. 2. Manfaat praktis yaitu sebagai masukan bagi pemerintah daerah setempat terutama Diparta Kabupaten Banjarnegara dalam mengambil kebijakan khususnya dalam mengembangkan obyek wisata Serulingmas dengan berbagai permasalahan yang dihadapinya.

F. Sistematika Skripsi Agar pembaca dapat memahami isi penelitian ini, maka peneliti akan memberikan gambaran sistematika skripsi secara garis besar yaitu : 1. Bagian awal skripsi Bagian ini berisi tentang halaman judul, halaman pengesahan, halaman motto, dan persembahan, kata pengantar, daftar isi, halaman daftar lampiran serta abstraksi. 2. Bagian isi skripsi Bagian ini memuat lima bab yaitu : BAB I. Pendahuluan Dalam bab ini berisi gambaran keseluruhan isi skripsi yaitu alasan pemilihan judul, penegasan istilah, permasalahan, tujuan dan kegunaan penelitian serta sistematika skripsi.

BAB II. Landasan Teori Landasan teori ini merupakan kajian pustaka yang membahas teoriteori yang melandasi permasalahan-permasalahan skripsi. BAB III. Metodologi penelitian Pada bab ini berisi tentang, alat pengumpulan data, metode analisis data. BAB IV. Hasil penelitian dan pembahasan, berisi tentang hasil penelitian. BAB V. Penutup, berisi Simpulan dan Saran 3. Bagian akhir skripsi. Pada bagian ini memuat daftar pustaka dan beberapa lampiran yang mendukung skripsi.

BAB II LANDASAN TEORI

A. Keuangan Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan UndangUndang Nomor 25 Tahun 1999, Pemerintah Pusat dan Daerah merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam upaya penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat. Misi utama dari kedua UndangUndang tersebut bukan hanya pada keinginan untuk melimpahkan

kewenangan dan pembiayaan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah, tetapi yang lebih penting adalah keinginan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengelolaan sumber daya Keuangan Daerah dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat. Untuk itu semangat desentralisasi, demokratisasi, transparansi dan akuntanbilitas menjadi sangat dominan dalam mewarnai proses penyelenggaraan

pemerintahan pada umumnya dan proses pengelolaan Keuangan Daerah pada khususnya. Keuangan Daerah adalah kemampuan pemerintah daerah untuk mengelola mulai dari merencanakan, melaksanakan, mengawasi,

mengendalikan dan mengevaluasi berbagai sumber keuangan sesuai dengan kewenangannya dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan di daerah yang diwujudkan dalam bentuk APBD (Supriatna, 1993 : 174)

10

Di dalam UU No.22 Tahun 1999 disebutkan bahwa : 1. Untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab diperlukan kewenangan dan kemampuan menggali sumber keuangan sendiri yang didukung oleh perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Keuangan Daerah serta antara Propinsi dan Kabupaten atau kota yang merupakan prasyarat dalam sistem

Pemerintahan Daerah. 2. Dalam rangka menyelenggarakan Otonomi Daerah, kewenangan keuangan yang melekat pada setiap kewenangan pemerintah menjadi kewenangan daerah. Keadaan keuangan Daerah sangat menentukan corak, bentuk, serta kemungkinan-kemungkinan kegiatan yang akan dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Posisi keuangan Daerah sangat penting karena Pemerintah Daerah tidak akan dapat melaksanakan fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan dan pembangunan dan keuangan inilah yang merupakan salah satu kriteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan Daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Untuk mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya, Daerah membutuhkan biaya atau uang. Tanpa adanya biaya yang cukup, maka bukan saja tidak mungkin bagi Daerah untuk dapat menyelenggarakan tugas, kewajiban serta kewenangan yang ada padanya dalam mengatur dan mengurus

rumah tangganya, tetapi juga ciri pokok dan mendasar dari suatu daerah otonom menjadi hilang. Dalam suatu Pemerintah di Daerah, organisasi dan manajemen yang baik tidak cukup hanya dibarengi dengan kewibawaan penguasa saja, akan tetapi juga harus dibarengi dengan adanya keuangan yang baik dari Pemerintah Daerah yang bersangkutan. Dalam menggerakkan organisasi untuk mencapai tujuan tertentu peranan keuangan yang baik adalah sangat menentukan. Sehingga peranan keuangan dalam pemerintahan di daerah merupakan unsur yang tidak dapat dihilangkan begitu saja. Apalagi dalam rangka menjalankan asas desentralisasi di mana terbentuk Pemerintah di Daerah yang bersifat Otonomi ( Situmorang dkk, 1993 : 197) Pembentukan Daerah Otonom yang secara serentak (simultan) merupakan kelahiran status otonomi yang didasarkan atas aspirasi dan kondisi obyektif dari masyarakat di daerah atau wilayah tertentu sebagai bagian dari bangsa dan wilayah nasional Indonesia. Aspirasi tersebut terwujud dengan diselenggarakannya desentralisasi menjelma menjadi daerah otonom. Oleh karena itu, otonomi daerah adalah sebagai kesatuan masyarakat hukum yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Dengan demikian desentralisasi sebenarnya menjelma otonomi masyarakat setempat untuk memecahkan berbagai masalah dan pemberian layanan yang bersifat lokalitas (daerah setempat) demi kesejahteraan masyarakat yang bersangkutan.

Kebijaksanaan keuangan daerah sendiri mencakup beberapa aspek yaitu : a Pembiayaan dalam rangka asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan. b c Sumber Pendapatan Asli Daerah. Pengelolaan keuangan daerah dan peningkatan kemampuan aparatur di daerah dalam mengelola keuangan dan pendapatan daerah (Supriatna, 1993 : 174) Pada dasarnya sumber pendapatan daerah terdiri dari : 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) 2. Dana Perimbangan 3. Pinjaman Daerah 4. Lain-lain penerimaan yang sah (Widjaja, 2001 : 110) Dalam rangka desentralisasi, menekankan agar urusan yang

merupakan tugas pemerintah daerah dibiayai atas beban APBD. Disini pentingnya pengelolaan keuangan daerah yang optimal, baik dalam struktur penerimaan maupun pengeluaran keuangan daerah yang tercermin dalam APBD. APBD pada hakekatnya merupakan pencerminan kebijaksanaan dan program kegiatan dalam satu tahun anggaran daerah dalam bentuk uang. Pengelolaan APBD dilaksanakan berdasarkan aturan keuangan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam rangka asas desentralisasi, struktur keuangan yang tercermin dalam APBD merupakan motor penggerak dalam kegiatan otonomi daerah, maupun penunjang bagi komplementer dan suplementer terhadap pelaksanaan

pembangunan sektoral yang dilaksanakan di daerah. Tetapi yang lebih penting, adanya desentralisasi keuangan ditujukan untuk membiayai kegiatan pemerintahan dan gerak pembangunan daerah guna menunjang tujuan pembangunan daerah (Supriatna,1993 : 175)

B. Pendapatan Daerah. Pengertian pendapatan (revenues) berbeda dengan income. Revenues merupakan pendapatan yang belum dikurangi biaya-biaya untuk memperoleh pendapatan tersebut, sedangkan income adalah pendapatan yang telah dikurangi dengan biaya-biaya untuk memperoleh pendapatan-pendapatan itu. Income lebih tepat diterjemahkan sebagai penghasilan. Pasal 79 UU No.22 Tahun 1999 menyebutkan bahwa sumber pendapatan daerah terdiri dari : 1. Pendapatan Asli Daerah a. Hasil pajak daerah b. Hasil retribusi daerah c. Hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. d. Lain-lain pendapatan daerah yang sah. 2. Dana Perimbangan 3. Pinjaman daerah 4. Lain-lain penghasilan daerah yang sah

Dalam penelitian ini, penulis membatasi pada masalah PAD saja karena yang berkaitan dengan objek penelitian. PAD (Pendapatan Asli Daerah) a) Hasil Pajak Daerah. Pajak daerah termasuk sumber keuangan pokok bagi daerah disamping retribusi daerah. Pajak daerah merupakan pungutan daerah berdasarkan peraturan yang ditetapkan untuk pembiayaan pengeluaranpengeluaran daerah sebagai badan hukum publik (Situmorang, 1994 : 202). Sedangkan pajak daerah itu sendiri menurut UU No.34 Tahun 2000 adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan. Selanjutnya pada pasal 2 ayat (2), jenis pajak kabupaten atau kota terdiri dari ; a. Pajak Hotel b. Pajak Restoran c. Pajak Hiburan d. Pajak Reklame e. Pajak Penerangan Jalan f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C g. Pajak Parkir

Dari jenis pajak, kabupaten atau kota dapat tidak memungut salah satu dari beberapa jenis pajak yang telah ditentukan apabila potensi pajak di daerah kabupaten atau kota tersebut dipandang kurang memadai. Menurut Tjahya Supriatna (1993 : 177), penetapan pajak daerah sedapat mungkin memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut : a. Hasil pemungutan pajak harus mencakup belanja pemerintah daerah dengan ongkos pungut yang serendah mungkin. Hasil tersebut dapat diperkirakan dan bersifat elastis, sedapat mungkin bertambah secara otomatis dengan pertumbuhan penduduk, kenaikan pendapatan dan sebagainya. b. Keadilan, baik keadilan horisontal, vertikal maupun geografis yang ditinjau dari segi kemampuan untuk membayar dan dari segi manfaat yang dirasakan oleh masyarakat wajib pajak atau retribusi. Dasar pengenaan pajak atau retribusi dan subyek yang membayar harus jelas. c. Efisiensi, pajak dan retribusi daerah harus mendorong efisiensi alokasi sumber-sumber ekonomi, dalam bentuk sedikit mungkin menimbulkan distorsi atau pengaruh terhadap pengambilan keputusan para konsumen dan produsen. Misalnya yang berkaitan dengan usaha untuk meningkatkan penerimaan ekspor non migas, maka tidak dikehendaki pengenaan pajak atau pungutan atau lalu lintas komoditi ekspor antar daerah karena pengenaan itu akan mempengaruhi efisiensi produksi dan distribusi barang ekspor.

d. Kemampuan administratif, adalah kemampuan untuk melaksanakan berdasarkan kemampuan admininistratif yang ada. Kemampuan tersebut dapat diidentifikasi dari jumlah pegawai yang ada, keahlian, kejujuran dan perangkat administrasi yang memadai. e. Politis, pelaksanaan pajak harus diterima secara politis. Pengenaan pajak yang tumpang tindih sedapat mungkin dihindari sehingga tidak menimbulkan keluhan bagi masyarakat. Contoh pungutan pendaftaran perusahaan yang penagihannya tumpang tindih dengan PBB. f. Dampak positif, bahwa pajak daerah harus memberikan dampak positif terhadap kegiatan ekonomi daerah sehingga perlu dipertimbangkan sebelum menerapkan suatu jenis pajak daerah. b) Hasil Retribusi Daerah Disamping pajak daerah, sumber pendapatan daerah dapat diperoleh melalui retribusi. Menurut UU No.34 Tahun 2000, retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Retribusi daerah dibagi tiga golongan : a. Retribusi Jasa Umum adalah retribusi atas jasa pelayanan yang disediakan atau diberikan Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

b. Retribusi Jasa Usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah. c. Retribusi Perijinan Tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian ijin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, sarana, prasarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Dari ketiga penggolongan retribusi tersebut diatas, obyek wisata Serulingmas termasuk dalam pungutan retribusi jasa yang pengelolaaannya dilakukan oleh Dinas Pariwisata. c) Perusahaan Daerah. Pemerintah daerah juga diberikan hak untuk mengelola perusahaan sendiri sebagai salah satu sumber pendapatannya yang disebut perusahaan daerah (Supriatna, 1993 : 195) menyebutkan bahwa sifat perusahaan daerah sesuai dengan motif pendirian dan pengelolaan adalah kesatuan produksi untuk menambah penghasilan umum daerah, dan memberi jasa,

menyelenggarakan

kemanfaatan

memperkembangkan

perekonomian daerah. Prinsip pengelolaan perusahaan daerah tentunya harus tetap berdasarkan tujuan ekonomis perusahaan yaitu mencari keuntungan. Dari hasil keuntungan itulah sebagian disetorkan kepada kas daerah.

Perusahaan daerah dapat beroperasi dalam bidang konstruksi, transportasi, pembuatan barang dan lain sebagainya. Perusahaan daerah digolongkan dalam tiga macam yaitu : a. Perusahaan yang diperoleh berdasarkan penyerahan dari pemerintah berupa perusahaan yang berasal dari nasionalisasi perusahaan asing. b. Perusahaan yang berasal dari Perusahaan Negara yang diserahkan kepada Pemerintah Daerah c. Perusahaan daerah yang didirikan oleh Pemerintah Daerah dengan modal seluruh atau sebagian merupakan milik daerah. Salah satu maksud didirikannya perusahaan daerah adalah didasarkan pada pelayanan dan pemberian jasa kepada masyarakat. Namun demikian tidak berarti bahwa perusahaan daerah tidak dapat memberikan kontribusi pada Pendapatan Asli Daerah. Perusahaan daerah mempunyai 2 fungsi yang berjalan secara bersamaan, dimana satu pihak dituntut untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi sosial, yaitu memberikan pelayanan dan jasa kepada masyarakat dan dipihak lain perusahaan daerah menjalankan fungsi ekonomi yaitu memperoleh keuntungan dari kinerjanya.

Keuntungan inilah yang diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi Pendapatan Asli Daerah, walaupun sampai saat ini kontribusi yang diberikan dari sektor perusahaan daerah masih relatif kecil bila dibandingkan dengan sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah yang lainnya.

d) Lain-lain Hasil Usaha Daerah yang sah Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah selain pajak, retribusi dan perusahaan daerah adalah lain-lain hasil usaha daerah lain yang sah. Lainlain usaha daerah yang sah merupakan usaha daerah (bukan usaha perusahaan daerah) dapat dilakukan oleh suatu aparat Pemerintah Daerah (dinas) yang dalam kegiatannya menghasilkan suatu barang atau jasa dan dapat dipergunakan oleh masyarakat dengan ganti rugi. Pendapatan dari sektor ini berbeda untuk masing-masing daerah tergantung potensi yang dimilikinya, walaupun sumbangan sektor ini masih terbatas tetapi dibandingkan dengan laba perusahaan daerah dan penerimaan dari dinas-dinas daerah, sektor ini masih lebih baik dalam memberikan kontribusi pada Pendapatan Asli Daerah dan relatif merata untuk tiap-tiap daerah. Usaha daerah sebagai sumber pendapatan daerah tersebut harus disetorkan kepada kas daerah dan diatur dalam peraturan daerah. Dalam rangka mengusahakan pemasukan uang kas kecuali dari sumber pajak daerah, retribusi daerah, dan perusahaan daerah, Daerah masih diperbolehkan untuk mengusahakan sendiri dalam memenuhi kepentingannya. Contohnya pungutan opsen terhadap pajak negara atau pajak daerah, peminjaman, penjualan dan sewa terhadap barang-barang milik daerah.

Sumber pendapatan Daerah lainnya adalah Dinas-dinas Daerah serta pendapatan-pendapatan lainnya yang diperoleh secara sah oleh Pemerintah Daerah. (Sitomorang, 1993 : 211) Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Pasal 49 diatur mengenai Dinas-dinas Daerah sebagai berikut : 1. Dinas Daerah adalah unsur pelaksana Pemerintah Daerah. 2. Pembentukan, susunan organisasi dan formasi Dinas Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri. Kemudian dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 ini bahwa : a. Urusan-urusan yang dilaksanakan oleh Dinas Daerah tersebut adalah urusan yang telah menjadi urusan rumah tangga Daerah. Pembentukan Dinas Daerah untuk melaksanakan urusan-urusan yang masih menjadi wewenang Pemerintah Pusat dan belum diserahkan kepada Daerah dengan suatu Undang-Undang sehingga Peraturan Pemerintah menjadi urusan rumah tangganya tidak dibenarkan. b. Dalam menjalankan tugasnya, Dinas-dinas Daerah itu berada sepenuhnya di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Daerah. Sekalipun dalam pasal tersebut diatas dan juga dalam Penjelasan Umum tidak disebutkan tentang Dinas-dinas Daerah sebagai sumber bagi pendapatan Daerah, tetapi dalam kenyataannya lewat pemberian jasa misalnya Dinas Kebersihan Kota, Dinas PU, dan sebagainya tetapi dapat

menghasilkan manfaat ekonomi bagi Daerah. Dan disinilah diharapkan menjadi sumber pemasukan bagi Kas Daerah. Dinas-dinas Daerah telah ditempatkan sebagai sebagai salah satu sumber pendapatan asli Daerah, tapi tidak berarti sumbangan riil yang diberikan sektor ini cukup besar untuk menopang keuangan Daerah pada umumnya. Karena dalam kenyataannya, sektor ini cukup besar untuk menopang keuangan Daerah pada umumnya. Jadi dapat disimpulkan secara umum bahwa Daerah-daerah belum atau tidak memiliki kesanggupan yang memadai dalam hal keuangan, karena sumber-sumber keuangan atau pendapatan aslinya belum cukup dapat memberikan kontribusinya bagi pendapatan Daerah. Kemudian oleh karena penyelenggaraan pemerintahan Daerah harus tetap

diselenggarakan, maka pembiayaan untuk keseluruhan kegiatan, termasuk biaya rutinnya, ditanggung oleh Pemerintah Pusat melalui berbagai bentuk bantuan/subsidi/sumbangan, bahkan untuk Daerah Tingkat I, juga disertai adanya subsidi dari Daerah Tingkat I. Hal inilah yang menyebabkan

munculnya ketergantungan Daerah-daerah pada Pemerintah Pusat sehingga penyelenggaraan otonomi Daerah tidak sepenuhnya dapat berjalan dan di pihak lain mengundang kuatnya campur tangan Pemerintah Pusat dalam penyelenggaraan urusan rumah tanggga Daerah. Hal inilah yang merupakan salah satu titik pusat (fokus) kritik dalam hubungan antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia.

Adanya campur tangan Pemerintah Pusat dalam menyelenggarakan otonomi Daerah merupakan hal yang wajar, karena merupakan realisasi dari tanggung jawab Pemerintah Pusat terhadap penyelenggaraan Otonomi Daerah dan sekaligus sebagai konsekuensi bagi Daerah dalam organisasi yang bersistem terbuka (open system) yang senantiasa membutuhkan importation of energy. Perlu ditegaskan bahwa ketergantungan pada Pemerintah Pusat yang berlebih-lebihan dan campur tangan oleh Pemerintah Pusat dalam penyelenggaraan urusan rumah tangga Daerah haruslah tetap berada

dalam batas toleransi yang dapat dibenarkan dan dipertanggungjawabkan. Ini berarti, harus terdapat keseimbangan dalam suatu penyelenggaraan otonomi yang benar-benar sehat, yakni otonomi yang nyata, dinamis, dan bertanggung jawab dapat terwujud.

C. Obyek Wisata 1. Pengertian obyek wisata. Menurut Chafid Fandeli (2001:58), obyek wisata adalah

perwujudan daripada ciptaan manusia, tata hidup, seni budaya serta sejarah bangsa dan tempat atau keadaan alam yang mempunyai daya tarik untuk dikunjungi wisatawan. Sedangkan obyek wisata alam adalah obyek yang daya tariknya berdasarkan pada keindahan sumber daya alam dan tata lingkungannya.

2. Jenis Obyek wisata. Penggolongan jenis obyek wisata akan terlihat dari ciri-ciri khas yang ditonjolkan oleh tiap-tiap obyek wisata. Penggolongan obyek wisata berdasarkan Pusat Penelitian Perencanaan Pembangunan Nasional Gajah Mada yaitu : a. Obyek wisata budaya b. Obyek wisata alam c. Obyek wisata buatan Sedangkan dalam UU No.9 Tahun 1990 disebutkan bahwa obyek dan daya tarik wisata terdiri dari : a. Obyek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang berwujud keadaan alam, serta flora dan fauna. b. Obyek dan daya tarik wisata hasil karya manusia yang berwujud museum, peninggalan sejarah, wisata agro, wisata tirta, wisata buru, wisata petualangan alam, taman rekreasi dan tempat hiburan. Berdasarkan hal tersebut diatas, obyek wisata dapat

diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu wisata buatan manusia dan wisata alam. Dalam hal ini obyek wisata Serulingmas ini termasuk dalam kategori wisata buatan manusia.

D. Faktor-faktor Pendorong Pengembangan Obyek Wisata Modal kepariwisataan (tourism assets) sering disebut sumber kepariwisataan (tourism resources). Suatu daerah atau tempat hanya dapat

menjadi tujuan wisata kalau kondisinya sedemikian rupa, sehingga ada yang dikembangkan menjadi atraksi wisata. Apa yang dapat dikembangkan menjadi atraksi wisata itulah yang disebut modal atau sumber kepariwisataan

(tourism resources). Modal kepariwisataan itu mengandung potensi untuk dikembangkan menjadi atraksi wisata, sedang atraksi wisata itu sudah tentu harus komplementer dengan motif perjalanan wisata. Maka untuk menemukan potensi kepariwisataan di suatu daerah orang harus berpedoman kepada apa yang dicari oleh wisatawan. Menurut R.G Soekadijo (2000: 52) modal atraksi yang menarik kedatangan wisatawan itu ada tiga, yaitu: alam, kebudayaan, dan manusia itu sendiri. a. Modal dari potensi alam Yang dimaksud dengan alam disini adalah alam fisik, fauna dan floranya. Meskipun sebagai atraksi wisata ketiga-tiganya selalu berperan bersama, bahkan biasanya juga bersama-sama dengan modal kebudayaan dan manusia, akan tetapi tentu ada salah satu modal yang menonjol peranannya. Alam menarik bagi wisatawan karena ; 1. Banyak wisatawan tertarik oleh kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan di alam terbuka. 2. Dalam kegiatan pariwisata jangka pendek, pada akhir pekan atau dalam masa liburan, orang sering mengadakan perjalanan sekadar untuk menikmati pemandangan atau suasana pedesaan atau kehidupan di luar kota.

3. Banyak juga wisatawan yang mencari ketenangan di tengah alam yang iklimnya nyaman, suasananya tentram, pemandangannya bagus dan terbuka luas. 4. Ada juga wisatawan yang menyukai tempat-tempat tertentu dan setiap kali ada kesempatan untuk pergi, mereka kembali ke tempat-tempat tersebut. 5. Alam juga sering menjadi bahan studi untuk wisatawan budaya, khususnya widya wisata. b. Modal dari potensi kebudayaan. Yang dimaksud dengan kebudayaan disini adalah kebudayaan dalam arti luas, tidak hanya meliputi kebudayaan tinggi seperti kesenian atau perikehidupan keraton dan sebagainya, akan tetapi juga meliputi adat istiadat dan segala kebiasaan yang hidup ditengah-tengah suatu masyarakat . Modal kebudayaan itu penting untuk menarik wisata tamasya agar mereka dapat menikmati kebudayaan di tempat lain. Wisatawan tamasya (pleasure tourist) hanya tinggal di sesuatu tempat selama masih ada pemandangan lain, jadi harus ada cukup banyak atraksi untuk menahannya cukup lama di sesuatu tempat. Akan tetapi juga dapat diharapkan akan ada wisatawan rekreasi, yang mengahabiskan waktu senggangnya di tengahtengah masyarakat dengan kebudayaannya yang dianggap menarik. c. Modal dari potensi manusia Bahwa manusia dapat menjadi atraksi wisata dan menarik kedatangan wisatawan bukan hal yang luar biasa, meskipun gagasannya mungkin akan membuat orang tersentak. Sudah tentu, manusia sebagai atraksi wisata tidak

boleh kedudukannya begitu direndahkan sehingga kehilangan martabatnya sebagai manusia.

E. Faktor-faktor Penghambat Pengembangan Obyek Wisata Menurut Moh Reza Tirtawinata (1999:66) selain masalah konsep pengembangan sebuah obyek agrowisata, masalah di dalam pengelolaan agrowisata juga perlu dicarikan jalan keluarnya. Berikut beberapa hal yang perlu dijadikan perhatian. 1. Potensi yang belum dikembangkan sepenuhnya Potensi agrowisata yang besar dan tersebar di wilayah Indonesia hingga saat ini belum dikembangkan sepenuhnya. Hal ini disebabkan masih terbatasnya jangkauan dan kemampuan pengelolaan agrowisata. Selain itu, data mengenai potensi obyek agrowisata belum dimiliki dan belum ada inventarisasi obyek agrowisata yang telah ada. Permasalahan lain yang dihadapi dalam pengembangan agrowisata yakni belum siapnya jaringan transportasi ke lokasi, belum memadainya fasilitas di tempat tujuan, serta belum disiapkannya lokasi tersebut untuk menjadi daerah pertanian sekaligus daerah wisata. 2. Promosi dan pemasaran agrowisata yang masih terbatas. Hingga saat ini usaha untuk memperkenalkan potensi agrowisata Indonesia kepada wisatawan domestik ataupun mancanegara masih terbatas. Indonesia belum mampu menyediakan dana yang cukup besar untuk promosi maupun informasi kepariwisataan. Apabila dibandingkan

dengan negara ASEAN yang lain, dana promosi pariwisata di negara kita ternyata masih relatif rendah. Selain dana promosi, sarana promosi juga kurang. Usaha yang perlu dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan memanfaatkan jalur-jalur promosi yang memungkinkan. Jalur promosi tersebut dapat berupa kerjasama dengan biro perjalanan pariwisata internasional, lembaga pariwisata pemerintahan, penggunaan media audio visual, media cetak, dan lain-lain. 3. Kurangnya kesadaran pengunjung terhadap lingkungan. Pengunjung obyek agrowisata berasal dari berbagai usia dan kalangan yang mempunyai tingkah laku berbeda. Sebagian pengunjung memang telah memiki kesadaran untuk menjadi pengunjung yang baik. Namun, tidak dapat dipungkiri ada juga pengunjung yang kesadaran akan lingkungannya kurang. Sejumlah dana yang telah dikeluarkan oleh pengunjung sebagai bea masuk kadang dijadikan dasar bahwa pengunjung berhak melakukan apa saja yang disukainya. Kondisi ini menjadi problem tersendiri bagi pengelola agrowisata yang perlu diantisipasi. 4. Koordinasi yang belum berkembang Sebagian besar agrowisata yang ada saat ini dikelola oleh instansi pemerintah dengan dana dan personalia yang terbatas. Padahal pengembangan agrowisata menyangkut berbagai instansi yang terkait baik swasta maupun pemerintah. Untuk itu, diperlukan adanya koordinasi dari semua pihak yang berkepentingan. Kurangnya koordinasi antar instansi

yang

bertanggung

jawab

mengelola

seringkali

mengakibatkan

perkembangan agrowisata tidak sesuai dengan konsep yang seharusnya. Hal ini dapat menyulitkan pemantauan dan pegawasan terhadap pengembangan agrowisata selanjutnya. 5. Terbatasnya kemampuan manajerial di bidang agrowisata Manajerial merupakan komponen yang dibutuhkan untuk semua kegiatan usaha. Manajemen yang baik dalam promosi, perencanaan, pemasaran maupun pengembangan produk agrowisata sangat

mempengaruhi keberhasilan upaya peningkatan arus pengunjung. Namun, pengelolaan agrowisata di Indonesia masih sangat terlihat kurang profesional. Hal ini mungkin disebabkan karena kurangnya kuantitas maupun kualitas dari tenaga kerja yang ada sehingga mereka kurang menguasai permasalahan. 6. Belum adanya peraturan yang lengkap Peraturan dan tata cara pengusahaan agrowisata hingga saat ini belum digarap secara utuh . Peraturan untuk pembuatan agrowisata belum tertuang secara tekhnis. Mengingat obyek ini memiliki peluang besar untuk dikembangkan secara lebih luas perlu kiranya dibuat pedoman sebagai acuan yang digunakan semua pihak yang berkepentingan dalam mengembangkan wisata.

F. Upaya Pengembangan Obyek Wisata Dalam GBHN 1999 disebutkan bahwa mengembangkan pariwisata melalui pendekatan sistem yang utuh dan terpadu bersifat interdisipliner dan partisipatoris dengan menggunakan kriteria ekonomis, tekhnis, argonomis, sosial budaya, hemat energi, melestarikan alam dan tidak merusak lingkungan. Berdasarkan hal tersebut diatas maka pembangunan kepariwisataan memiliki 3 (tiga) fungsi atau tri-fungsi,yaitu : 1. Menggalakkan kegiatan ekonomi 2. Memelihara kepribadian bangsa dan kelestarian fungsi lngkungan hidup,dan 3. Memupuk rasa cinta tanah air dan bangsa serta menanamkan jiwa, semangat dan nilai-nilai luhur bangsa dalam memperkokoh persatuan dan kesatuan nasional. Disamping itu untuk tercapainya tri-fungsi tersebut diatas maka harus ditempuh 3 (tiga) macam upaya atau tri-fungsinya, yaitu : 1. Pengembangan obyek dan daya tarik wisata. 2. Meningkatkan dan mengembangkan promosi dan pemasaran 3. Meningkatkan pendidikan dan pelatihan kepariwisataan (Sunardi, 2001: 46) Menurut Salah Wahab (1989 : 110), ada dua hal yang dapat ditawarkan kepada wisatawan sehingga menarik wisatawan untuk berkunjung kesuatu daerah tujuan wisata, dimana kedua hal tersebut dapat berupa alamiah atau buatan manusia, yaitu :

1. Sumber-sumber alam a. Iklim. b. Tata letak tanah dan pemandangan alam : dataran, pegunungan yang berpanorama indah, sungai, pantai, terjun, dan lain-lain. c. Unsur rimba: hutan-hutan lebat, pohon-pohon langka, dan sebagainya d. Flora dan fauna: tumbuhan aneh, kemungkinan memancing, berburu dan bersafari foto binatang buas, taman nasional dan taman suaka binatang buas dan sebagainya. e. Pusat-pusat kesehatan: Puskesmas, Rumah Sakit dan sebagainya 2. Hasil karya buatan manusia yang ditawarkan : Ada 5 (lima) kategori utama yang ditawarkan : a. Yang berciri sejarah, budaya dan agama: 1) Monumen-monumen dan peninggalan-peninggalan bersejarah dari peradaban masa lalu. 2) Tempat-tempat budaya seperti gedung kesenian, tugu peringatan, perpustakaan, pentas-pentas budaya rakyat, industri seni kerajinan tangan dan lain-lain 3) Perayaan-perayaan tradisional, pameran-pameran, karnaval, pemandangan yang indah, air

upacara-upacara adat, ziarah-ziarah dan sebagainya. 4) Biara-biara keagamaan.

b. Prasarana-prasarana 1) Prasarana umum yang meliputi: Sistem penyediaan air bersih, kelistrikan, jalur-jalur lalu lintas, sistem telekomunikasi dan lain-lain. 2) Kebutuhan pokok pola hidup modern misalnya : Rumah sakit, apotik, bank, pusat-pusat pembelanjaan, rumahrumah penata rambut, toko-toko bahan makanan, kantor-kantor pemerintahan (polisi, penguasa setempat, pengadilan dan

sebagainya), toko-toko rokok, kedai-kedai obat, warung-warung surat kabar, toko-toko buku, bengkel-bengkel kendaraan bermotor, pompa-pompa bensin dan lain-lain. 3) Prasarana wisata yang meliputi : a) Tempat-tempat penginapan wisatawan : hotel, motel, restoran, rumah-rumah makan sederhana, warung-warung sate dan sebagainya. b) Tempat-tempat menemui wisatawan 1) Untuk pengurusan perjalanan Agen-agen perjalanan, badan usaha perjalanan, usaha

sewa-menyewa kendaraan serta agen yang mengurus perjalanan keliling kota. 2) Untuk menyampaikan informasi dan propaganda Kantor-kantor penerangan wisata di pintu-pintu masuk suatu negara, kota atau daerah tertentu.

a. Organisasi-organisasi mengurus pariwisata

lokal

atau

sekitarnya

yang

b. Komite-komite upacara perayaan-perayaan khusus c) Tempat-tempat rekreasi dan sport : fasilitas sport seperti renang, penyewaan ban pelampung, baju renang, pusat-pusat kebugaran dan sebagainya c. Sarana pencapaian dan alat transportasi penunjang : alat transportasi darat seperti bus, angkot, andong dan sebagainya. d. Sarana pelengkap : seperti halnya prasarana, maka sarana pelengkap ini berbeda menurut keadaan perkembangan suatu negara. Pada umumnya sarana ini meliputi gedung-gedung yang menjadi sumber produksi jasa-jasa yang cukup penting tetapi tidak mutlak diperlukan oleh wisatawan. Umumnya sarana pelengkap ini bersifat rekreasi dan hiburan seperti misalnya : bioskop, kedai-kedai minum, warungwarung kopi dan lain-lain. e. Pola hidup masyarakat yang sudah menjadi salah satu khasanah wisata yang sangat penting. Cara hidup bangsa, sikap, makanan dan sikap pandangan hidup, kebiasaan, tradisi, adat-istiadat semua itu menjadi kekayaan budaya yang menarik wisatawan ke negara mereka. Hal ini berlaku khususnya bagi negara-negara sedang berkembang yang masyarakat tradisionalnya berbeda dari masyarakat tempat wisatawan itu berasal. Modal dasar yang penting lainnya yakni sikap bangsa dari

negara tersebut terhadap wisatawan, keramah tamahan, keakraban, rasa suka menolong dan tidakan mengeksploitasi dan lain-lain. Sedangkan menurut Nyoman S. Pendit (1994:9), industri pariwisata harus ditegakkan diatas landasan prinsip-prinsip dasar yang nyata yang disebut dasa unsur atau dasa sila yang meliputi politik pemerintah, perasaan ingin tahu, sifat ramah tamah, jarak dan waktu, atraksi, akomodasi, pengangkutan, harga-harga, publisitas dan promosi serta kesempatan berbelanja. Kesimpulan dari teori-teori diatas : PAD (Pendapatan Asli Daerah) merupakan salah satu sumber dari pendapatan daerah seperti yang telah diatur dalam pasal 79 UU No 22 Th 1999. Pendapatan Asli Daerah terdiri atas : a. Hasil Pajak Daerah b. Hasil Retribusi Daerah c. Perusahaan Daerah d. Lain-lain hasil usaha daerah yang sah. Didalam UU No 22 Th 1999 disebutkan bahwa : 1. Untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab diperlukan kewenangan dan

kemampuan menggali sumber keuangan sendiri yang didukung oleh perimbangan keuangan antara Pemerintah pusat dan keuangan Daerah serta antara Provinsi dan

Kabupaten atau kota yang merupakan sistem Pemerintahan Daerah. 2. Dalam rangka menyelenggarakan yang

prasyarat dalam

Otonomi pada

Daerah, setiap

kewenangan

keuangan

melekat

kewenangan daerah. Dari penjelasan tersebut diatas memberikan

kewenangan kepada tiap-tiap daerah untuk dijadikan sebagai sumber keuangan daerah. Keuangan daerah sangat penting karena Pemerintah Daerah tidak akan dapat melaksanakan fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan dan pembangunan dan keuangan inilah yang merupakan salah satu kriteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan Daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Untuk itu, adanya UU No 22 th 1999 memberikan penegasan kepada pemerintah daerah untuk dapat menggali potensi yang dimiliki agar dapat dijadikan sumber keuangan daerah tak terkecuali dalam sektor retribusi khususnya retribusi jasa dalam hal ini mengenai

kepariwisataan. Seperti diketahui bahwa pendayagunaan sumber dan potensi kepariwisataan menjadi kegiatan ekonomi yang dapat diandalkan untuk menambah

penerimaan pendapatan, memperluas dan memeratakan

kesempatan berusaha, mendorong pembangunan daerah dengan tetap menjaga kelestarian dan mutu lingkungan hidup serta dilakukan secara menyeluruh dan terpadu dengan sektor-sektor pembangunan yang lain. Dari uraian diatas dapat digambarkan pola sebagai berikut : PAD (Pendapatan Asli Daerah) UU No. 22 Th 1999 Potensi-potensi daerah yang dimiliki Pariwi sata

G. Kerangka Berpikir PAD yang merupakan gambaran potensi keuangan daerah pada umumnya mengandalkan unsur pajak daerah dan retribusi daerah. Berkaitan dengan Pendapatan Asli Daerah dari sektor retribusi maka daerah dapat menggali potensi Sumber Daya Alam yang berupa obyek wisata. Satu dari beberapa obyek wisata yang paling berpotensi untuk dikembangkan adalah Seruling Mas yang terletak di desa Kutabanjar, Kecamatan Banjarnegara, Kabupaten Banjarnegara. Adapun arah pengembangan sektor pariwisata, sebagaimana tercantum dalam GBHN antara lain meliputi peningkatan, pengembangan, pendayagunaan sumber dan potensi kepariwisataan nasional menjadi kegiatan ekonomi yang dapat diandalkan untuk memperbesar penerimaan devisa, memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha,

mendorong pembangunan daerah dengan tetap menjaga kelestarian dan mutu lingkungan hidup serta dilakukan secara menyeluruh dan terpadu dengan sektor-sektor pembangunan yang lain. Dalam mengembangkan obyek wisata diperlukan modal kepariwisataan yang mengandung potensi untuk

dikembangkan menjadi atraksi wisata. Modal kepariwisataan terdiri atas faktor-faktor pendorong dan faktor penghambat yang dapat dijadikan acuan dalam mengembangkan obyek wisata Serulingmas. Dengan mengetahui identifikasi faktor-faktor pendorong dan penghambat pengembangan obyek wisata Serulingmas, pemerintah dapat melakukan langkah-langkah apa yang akan diambil untuk lebih meningkatkan pendapatan obyek wisata Serulingmas sehingga dapat diketahui sumbangannya terhadap PAD. Dalam penelitian ini hubungan antara faktor-faktor pendorong dan faktor-faktor penghambat pengembangan obyek wisata Serulingmas dan kontribusinya terhadap PAD Kabupaten Banjarnegara dapat digambarkan sebagai berikut :

PAD Kab. Banjarnegara

Retribusi Jasa

Pengembangan Pariwisata

F. Pendorong

F. Penghambat

Masalah yang tidak diteliti

Masalah yang diteliti

Masalah yang tidak diteliti

Masalah yang diteliti

Potensi kebudayaan

1.potensi Alam 2.Potensi Manusia

- Kesadaran pengunjung - kemampuan manajerial - koordinasi pemerintah dan swasta

- Potensi yang belum dikembangkan - Promosi dan pemasaran

Gambar 1 Kerangka Berpikir

BAB III METODE PENELITIAN

Agar penulisan skripsi ini mendapatkan hasil yang baik maka diperlukan data-data yang cukup. Dalam hal ini peneliti akan berusaha sedapat mungkin untuk mendapatkan data yang akurat dan relevan dengan judul yang diambil. Penelitian ini menggunakan metode penelitian dengan pendekatan kualitatif. Menurut Hadari Nawawi (1994:174), pendekatan kualitatif merupakan yang bersifat atau sebagaimana adanya, dengan tidak diubah dalam bentuk simbolsimbol atau bilangan. Penelitian ini menyusun desain yang secara terus-menerus disesuaikan dengan kenyataan dilapangan.Penelitian kualitatif tidak bertujuan untuk mengkaji atau membuktikan kebenaran suatu teori, tetapi teori yang ada dikembangkan

dengan menggunakan data yang terkumpul. A. Lokasi Penelitian Penetapan lokasi penelitian sangat penting dalam rangka

mempertanggungjawabkan data yang diperoleh. Oleh karena itu maka lokasi penelitian perlu ditetapkan terlebih dahulu. Dalam penelitian ini lokasi yang peneliti pilih adalah wilayah Kabupaten Banjarnegara dengan obyek penelitian di Diparta dan Obyek wisata Serulingmas.

B. Fokus Penelitian Yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah faktor pendorong dan penghambat dalam mengembangkan obyek wisata Seruling mas, upaya-upaya 38

yang dilakukan oleh Pemda Kabupaten Banjarnegara dalam mengembangkan obyek wisata Serulingmas serta kontribusi obyek wisata Serulingmas untuk Pendapatan Asli Daerah.

C. Variabel Penelitian Variabel adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. (Arikunto, 1997 : 96). Variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah : a. Faktor-faktor pendorong pengembangan obyek wisata Serulingmas b. Faktor-faktor penghambat pengembangan obyek wisata Serulingmas c. PAD

D. Subyek Penelitian Adapun yang menjadi subyek penelitian ini adalah pegawai Dinas Pariwisata Kabupaten Banjarnegara.

E. Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini menggunakan metode sebagai berikut : 1. Metode Dokumentasi Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data dengan jalan

melihat, membaca, mempelajari, kemudian mencatat data yang ada hubungannya dengan obyek penelitian. Yang menjadi data dokumentasi

dalam penelitian ini adalah data mengenai jumlah banyaknya pengunjung dan banyaknya jumlah kendaraan parkir yang diambil di Dipenda. 2. Metode wawancara. Metode wawancara adalah metode pengumpulan data dengan cara menanyakan secara langsung data yang dibutuhkan kepada seseorang yang berwenang. Dalam wawancara ini yang menjadi responden adalah pegawai-pegawai di Dinas Pariwisata Kabupaten Banjarnegara. 3. Metode Observasi Metode observasi atau yang disebut pula dengan pengamatan, meliputi kegiatan pemusatan terhadap sesuatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra

F. Keabsahan Data Untuk memperoleh keabsahan data, peneliti menggunakan teknik triangulasi sebagai teknik keabsahan data. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pemeriksaan dengan memanfaatkan penggunaan sumber. Menurut Patton

(Moleong, 2004 : 330) triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan atau informsi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda. Hal ini dapat dicapai dengan jalan :

1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara, 2. Membandingkan apa yang dikatakan orang didepan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi, 3. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu, 4. Membandingkan keadaaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berbeda, orang pemerintahan, dan 5. Membandingkan hasil wawancara dengan isu suatu dokumen yang berkaitan. Keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan untuk membuktikan temuan hasil penelitian dengan kenyataan yang diteliti dilapangan. Pemeriksaan keabsahan data ini, didasarkan atas kriteria tertentu, seperti yang dikemukakan (Moleong 2004 : 327) yaitu : 1) Derajat kepercayaan Upaya-upaya yang dilakukan oleh peneliti agar kebenaran hasil penelitian dapat dipercaya dengan cara : a. Memperpanjang waktu observasi, dengan maksud peneliti dapat mengenal suatu lingkup lebih baik, mengenal lebih dekat orang-orang dilokasi penelitian, mengenal kebudayaan setempat dan dapat mengecek kebenaran berbagai informasi yang diperoleh. b. Pengamatan yang terus-menerus, dengan cara ini peneliti dapat memperhatikan sesuatu lebih cermat dan lebih mendalam. Hal ini

peneliti mengadakan pengamatan dengan teliti dan rinci secara berkesinambungan terhadap faktor-faktor yang menonjol. Kemudian menelaahnya secara rinci sampai pada suatu titik sehingga pada pemeriksaan tahap awal tampaklah satu atau seluruh faktor yang ditelaah sudah dipahami dengan cara yang biasa. 2) Keteralihan (transferability), keteralihan sebagai persoalan empiris tergantung pada kesamaan antara kontek pengiriman dan penerimaan, untuk melakukan pengalihan tersebut peneliti mencari dan mengumpulkan kejadian empiris tentang kesamaan kontek. Dengan demikian peneliti bertanggung jawab untuk menyediakan data deskriptif secukupnya untuk membuat keputusan tentang pengalihan tersebut dan untuk keperluan itu peneliti melakukan penelitian kecil untuk memastikan usaha

memverifikasi tersebut. 3) Kebergantungan dan kepastian (confirmability), hal yang perlu dilakukan adalah memadukan kebergantungan dan kepastian caranya yaitu dengan memeriksa dan melacak suatu kebenaran untuk menjamin kebenaran penelitian yang dilakukan. Untuk membuktikan keabsahan data dalam penelitian ini adalah, tekhnik yang digunakan hanya sebatas pada teknik pengamatan di lapangan, maksudnya adalah dengan melihat kebenaran data yang diberikan oleh informan saat diwawancarai dan mengukur derajat ini adalah dengan menggunakan realibilitas yaitu kesesuaian antara apa yang dicatat dan apa yang sebenarnya yang terjadi pada latar yang diteliti.

Bagan triangulasinya dapat digambarkan sebagai berikut : a. Sumber sama, teknik berbeda

Pengamatan Sumber Data Wawancara

Gambar 2. Bagan Triangulasi b. Teknik sama, sumber berbeda

Informan A Wawancara Informan B Gambar 3. Bagan Triangulasi

G. Metode Analisis Data Analisis data menurut Patton dalam bukunya Moleong (2000 : 103), adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikan ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian besar. Bogdan dan Tailor dalam bukunya Moleong (2000 : 103), mendefinisikan bahwa analisis data merupakan proses yang merinci usaha se cara formal untuk menemukan tema dan merumuskan

hipotesis (ide) seperti yang disarankan oleh data-data sebagai usaha untuk memberikan bantun pada tema dan hipotesis itu.

Jika dikaji, pada dasarnya definisi pertama lebih menitikberatkan pengorganisasian data, sedang yang kedua lebih menekankan maksud dan tujuan analisis data. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa analisis data adalah proses pengorganisasian dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Moleong,2000 : 103) Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif analisis yang merupakan poses penggambaran daerah penelitian. Dalam penelitian ini akan diperoleh gambaran tentang Pengembanan Obyek Wisata Serulingmas dalam rangka peningkatan PAD Di Kabupaten Banjrnegara. Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan 4 (empat) tahap yaitu : 3. Pengumpulan data (Field Note) Peneliti mencatat semua data secara obyektif dan apa adanya sesuai dengan hasil observasi dan interview di lapangan. 4. Reduksi data Menurut Matthe B. Miles (1992 : 16), reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,

pengabstrakan dan transformasi data-data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan.

5. Sajian data Menurut Mattew B Miles (1992 : 17), sajian data adalah sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. 6. Kesimpulan/verifikasi data Penarikan kesimpulan hanyalah sebagian satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung (Miles,1992 : 20). Dalam penarikan kesimpulan ini didasarkan pada reduksi data dan sajian data yang merupakan jawaban atas masalah yang diangkat dalam penelitian. Dari keempat tahapan analisis atas ini dapat digambarkan dengan bentuk skema sebagi berikut (Miles, 1992 : 20 ) :

PENGUMPULAN DATA

REDUKSI DATA

SAJIAN DATA

KESIMPULAN

Gambar 4. Bagan metode analisis data

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian a. Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pariwisata Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Banjarnegara Nomor 6 Tahun 2004 tugas pokok Dinas Pariwisata Budaya mempunyai tugas pokok membantu Bupati di dalam bidang menyelenggarakan perencanaan, kewenangan dan

Pemerintah

Kabupaten

pengelolaan

pengembangan obyek dan daya tarik wisata, sarana, jasa dan pemasaran pariwisata dan kebudayaan serta pelaksana urusan ketatausahaan Dinas. Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, maka Dinas Pariwisata mempunyai fungsi : 1) Penyusunan program kerja dan kebijakan tekhnis di bidang pariwisata dan kebudayaan 2) Pelaksanaan koordinasi intern dan antar unit kerja terkait dibidang pariwisata dan kebudayaan 3) Perumusan kebijakan dalam rangka pelaksanaan pemberian

bimbingan, pembinaan dan pengawasan di bidang pariwisata dan kebudayaan 4) Pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan / usaha di bidang pariwisata dan kebudayaan

46

5) Penelitian, pengembangan dan pengawasan di bidang pariwisata dan kebudayaan 6) Pemberian kebudayaan 7) Pengelolaan pendapatan daerah di bidang pariwisata dan kebudayaan 8) Pelaksanaan inventarisasi, pendataan dan pemutakhiran data di bidang pariwisata dan kebudayaan 9) Pengidentifikasian, penginventarisasian, penelitian dan pengkajian dalam pelaksanaan program di bidang pariwisata dan kebudayaan 10) Penginventarisasian permasalahan pariwisata dan kebudayaan serta penyusunan bahan pemecahannya 11) Pelaporan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan kepada Bupati lewat Sekretaris Daerah 12) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya e. Potensi kepariwisataan Kabupaten Banjarnegara Banjarnegara adalah nama salah satu Kabupaten di Jawa Tengah yang memiliki potensi wisata, baik wisata alam maupun wisata buatan. Potensi-potensi pariwisata di Banjarnegara merupakan potensi obyek wisata yang mempunyai prospek cukup baik sebagai daerah tujuan wisata. Potensi obyek dan daya tarik wisata di Banjarnegara, yaitu ; 1) Margasatwa Serulingmas rekomendasi perizinan di bidang pariwisata dan

2) Waduk Mrica 3) Dataran Tinggi Dieng 4) Paweden f. Letak dan kondisi Fisik Serulingmas Secara administrasi obyek wisata Serulingmas terletak di Kelurahan Kutabanjar, Kecamatan Banjarnegara, Kabupaten

Banjarnegara, Propinsi Jawa Tengah. Letak obyek wisata Serulingmas 1 km ke arah barat dari Ibu kota Banjarnegara dan 0,5 km arah utara dari jalan besar Banjarnegara-Purwokerto. Luas obyek wisata Serulingmas kurang lebih 5 Ha. Batas wisata obyek wisata Serulingmas secara alami sebagai berikut : - Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kelurahan Krandegan, Kecamatan Banjarnegara. - Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Desa Argasoka dan Desa Karang tengah, Kecamatan Banjarnegara. - Sebelah Barat : Berbatasan Banjarnegara. - Sebelah Utara : Berbatasan Madukara. (lihat peta pada lampiran halaman ) dengan Desa Rejasa, Kecamatan dengan Desa Wangon Kecamatan

Wisatawan yang akan masuk ke lokasi obyek wisata Serulingmas harus membayar karcis harga tanda masuk pengunjung sebesar Rp 3500 untuk hari biasa, dan untuk hari Minggu Rp. 6000.

Sedangkan untuk setiap kendaraan yang memasuki lingkungan obyek wisata dikenakan retribusi sebagai berikut ; 1) Sepeda motor sebesar Rp 1000 2) Kendaraan bermotor roda 4 sebesar Rp 4000 3) Bus atau truk sebesar Rp 6000 Fasilitas yang tersedia di obyek wisata Serulingmas adalah pintu gerbang satu unit, loket karcis, pusat informasi, MCK, tempat parkir untuk roda empat dan roda dua, gardu peristirahatan, Musholla, tempat bermain anak, kolam renang dan sarana penjualan makanan dan minuman. Jumlah tenaga kerja yang bekerja di obyek wisata Serulingmas ada 44 orang terdiri dari 10 PNS dan 34 tenaga honorer / kontrak. Waktu kunjung ke obyek wisata Serulingmas mulai dari pukul 08.00-16.00 WIB tiap harinya. Berdasarkan data Dinas Pariwisata Kabupaten Banjarnegara dari tahun 2001 sampai 2003, jumlah wisatawan yang berkunjung ke obyek wisata Serulingmas tercatat sebanyak 728.316 orang yang terdiri dari wisatawan nusantara dan wisatawan mancanegara. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai pengunjung obyek wisata Serulingmas dapat dilihat dalam tabel 1 berikut ini :

Tabel 2. Pengunjung obyek wisata Serulingmas Tahun 2001 sampai 2003 Tahun 2001 2002 2003 Jumlah Rata-rata Pengunjung Perkembangan Perubahan (%) 361.274 (149.078) (41,26) 212.196 ( 57.350) (27,03) 154.846 728.316 242.772 91.728 30.576 14,23 4,7

Sumber : Dinas Pariwisata Kabupaten Banjarnegara Dengan melihat tabel 2 di atas, dapat diketahui perkembangan pengunjung di obyek wisata Serulingmas dari tahun 2001 ke tahun 2002 tidak mengalami peningkatan bahkan mengalami penurunan, sebanyak 149.078 orang atau sekitar 41,26%. Dari tahun 2002 ke tahun 2003 juga mengalami penurunan sebanyak 57.350 orang, atau sekitar 27.03%. Secara umum menurun rata-rata 4,7 % setiap tahunnya atau rata-rata pengunjung sebanyak 242.772 orang per tahunnya. Adapun jumlah kendaraan yang parkir di obyek wisata Serulingmas mulai dari tahun 2001-2003 dapat dilihat dalam tabel 3 berikut ini :

Tabel 3. Jumlah pendapatan kendaraan parkir di obyek wisata SerulingmasTahun 2001-2003 Tahun 2001 2002 2003 Jumlah Rata-rata Jumlah kendaraan parkir (Rp) 10.667.500 10.667.500 (1.360.000) 9.307.500 30.642.500 10.214.116 (1.360.000) 453.333 (12.75) (4,25) (12,75) Perkembangan (Rp) Perubahan (%)

Sumber : Dinas Pariwisata Kabupaten Banjarnegara. Dengan melihat tabel 3 diatas, dapat diketahui perkembangan jumlah pendapatan dari kendaraan parkir di obyek wisata Serulingmas, secara umum mengalami penurunan sebanyak 4,25 % setiap tahunnya atau jumlah rata-rata pendapatan parkir sebanyak Rp. 10.214.166 atau sebesar 4,25 %. Penurunan terjadi pada tahun 2003 yaitu sebesar Rp.1.360.000 atau sebesar 12,75 % sedangkan mulai tahun 2001-2002 tidak mengalami perkembangan. 2. Faktor-faktor yang mendorong dan menghambat pengembangan obyek wisata. a. Faktor-faktor Serulingmas. Menurut R.G Soekadijo (2000 : 52), modal atraksi yang menarik kedatangan wisatawan itu ada 3 yaitu : alam, kebudayaan dan manusia itu sendiri. yang mendorong pengembangan obyek wisata

1) Potensi Alam Yang dimaksud alam disini adalah alam fisik, fauna dan floranya. Taman ekreasi Margasatwa Serulingmas terletak di Jawa Tengah bagian tengah dengan ketinggian 289,00 M tanah dari permukaan air laut. Dengan kemiringan > 20% dengan kondisi daerah pegunungan ini menguntungkan sebagai kawasn objek wisata (BPN, 2000 : 6) Obyek wisata Serulingmas dan lingkungan sekitarnya mempunyai kondisi alam yang masih alami dan asri dengan kondisi tanah yang subur.Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya penghijauan di kawasan serta lahan pertanian yang subur di luar kawasan obyek wisata Serulingmas. Jenis Flora yang ada merupakan vegetasi-vegetasi umum di daerah tropis basah yaitu pepohonan seperti pohon jati, sawo manila, kersen, mahoni. beringin, serta untuk penghijauan dilingkungan kanan kiri jalan ditanami dengan tanaman bunga, buah-buahan dan tanaman langka. Sedangkan fauna yang ada banyak berbagai jenis dan diatur penempatan secara teratur sehingga menambah daya tarik wisata diantaranya adalah singa, harimau, gajah, kera, burung, unggas, ular dan lain sebagainya. Di dalam obyek wisata Serulingmas yang lebih dominan sebagai daya tarik dalam menarik wisatawan adalah satwa / fauna.

Sedangkan sebagai daya tarik pendukung dari alam adalah adanya kali Serayu yang merupakan muara dari Dieng dan berakhir sampai ke Banyumas.

Gambar 5. Sungai Serayu 2) Potensi manusia Menurut R.G Soekadijo (2000 : 52), bahwa manusia dapat menjadi atraksi wisata dan menarik kedatangan wisatawan bukan hal yang luar biasa, meskipun gagasannya mungkin akan membuat orang tersentak. Berdasarkan hasil obsevasi diketahui bahwa tanggapan masyarakat sekitar terhadap keberadaan Serulingmas cukup baik, terbukti banyak masyarakat sekitar yang dilibatkan di obyek wisata Serulingmas sebagai pedagang yang menjual makanan ataupun cinderamata, kusir andong dan bahkan ada yang diikutkan sebagai pekerja untuk membantu mengelola Serulingmas. Perekrutan dengan melibatkan warga sekitar ditujukan agar warga sekitar

merasa ikut memiliki sehingga ada kepedulian untuk menjaga obyek wisata Serulingmas. Kualitas tenaga kerja pengelola di obyek wisata

Serulingmas sudah cukup baik karena dipilih dan ditempatkan oleh pihak Dinas Pariwisata Kabupaten Banjarnegara dan sebelumnya telah mendapatkan pembekalan dan pelatihan khusus. Atraksi merupakan pusat dari industri pariwisata. Menurut pengertiannya, atraksi mampu menarik wisatawan yang ingin mengunjunginya. Untuk diminati pengunjung atau wisatawan untuk berkunjung ke daerah obyek wisata, suatu obyek wisata harus tersedia atraksi tersendiri sehungga dapat menarik

wisatawan. Obyek wisata Serulingmas dalam meningkatkan daya tariknya khususnya hari-hari libur menampilkan atraksi berupa : 1. Fasilitas Permainan anak Untuk menarik minat bermain pengunjung obyek wisata Serulingmas dilengkapi permainan anak-anak seperti kereta mini listrik, undar-undaran, bendi tunggang, kereta mobil, balon udara dan sebagainya.

Gambar 6. Permainan anak-anak : kereta mini listrik, komidi puta, bendi tunggang, kereta mobil, balon udara dan sebagainya. 2. Kolam Renang Untuk lebih memberi pilihan kepada pengunjung pihak Serulingmas menyediakan fasilitas kolam renang berstandar Internasional, bersih dan nyaman untuk renang anak-anak dan orang dewasa.

Gambar 7. Kolam renang

b.

Faktor-faktor yang menghambat pengembangan obyek wisata Serulingmas. 1. Potensi-potensi yang belum dapat dikembangkan : a. Pendayagunaan lahan pengembangan Dalam meningkatkan dan mengembangkan obyek wisata Serulingmas, pengelola yaitu dari pihak Dinas Pariwisata bermaksud menambah jumlah areal lahan obyek wisata seluas 5 ha untuk rencana pengembangan ke arah utara dan barat menyeberang sungai Serayu, dengan dibuat jembatan gantung dan fasilitas : Padepokan Silat, Sanggar Seni dan Budaya, Kolam mainan anak-anak.

Gambar 8. Lahan Pengembangan b. Perluasan areal parkir Areal parkir yang dimiliki sekarang belum memadai dan masih kurang memenuhi daya tampung jumlah kendaraan yang parkir, terlebih bila dihari-hari tertentu jumlah

pengunjung bertambah dan akan menambah pula jumlah kendaraan yang parkir. Sehingga untuk dapat menampung jumlah kendaraan yang parkir diperlukan juga perluasan areal parkir.

Gambar 9. Area Parkir 2. Promosi dan pemasaran Dalam kegiatan mempromosikan obyek wisata Serulingmas Dinas Pariwisata mengalami keterbatasan dana. Sedangkan promosi dilakukan tidak hanya di daerah lokal saja tetapi juga dalam lingkup regional dan nasional. Kegiatan promosi

dianataranya melalui travel dialog, pameran-pameran dan road show. Kesulitan akan adanya keterbatasan dana terjadi karena pihak pengelola hanya menerima dana dari APBD Kabupaten dan APBD Propinsi . Anggaran yang diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk biaya pemeliharaan dan pembangunan di kawasan obyek wisata Serulingmas masih tergolong kecil. Hal ini berakibat lambannya pengembangan kawasan obyek wisata Serulingmas.

Pihak pengelola selama ini tidak ada kerjasama dengan pihak luar karena obyek wisata Serulingmas ini mutlak milik daerah. Pemasaran yang dilakukan dari pihak pengelola sampai saat ini hanya dilingkup Pulau Jawa saja, untuk yang terjauh sampai di Bali. Hal tersebut terjadi karena kurangnya dana untuk kegiatan promosi dan pemasaran. 3. Peran Pemerintah Daerah dalam pengembangan Serulingmas Pengembangan obyek wisata Serulingmas meliputi dua aspek; 1) Fauna Jenis satwa yang dimiliki dan dikembangkan di Serulingmas sudah cukup lengkap diantaranya singa, harimau, gajah, buaya, kera, serta berbagai jenis unggas dan lain sebagainya. Serulingmas termasuk kebun binatang yang masih muda berdirinya, namun sudah mempunyai potensi yang bagus untuk dikembangkan baik dari satwa yang dimiliki ataupun dari segi kemampuan ke depannya mampu menghasilkan sumbangan yang berarti bagi daerah. Usaha yang dilakukan oleh pemerintah daerah diantaranya adalah dengan menambah jumlah satwa antara lain Harimau India sumbangan dari Keluarga Paguyuban Serulingmas, Singa Afrika pemberian dari Taman Safari Bogor, Beruang madu adalah koleksi di obyek Serulingmas dan berasal dari Taman Safari Bogor. obyek wisata

Gambar 10. Singa Afrika, Pemberian dari Taman Safari Bogor 2) Manusia Serulingmas merupakan obyek wisata yang dikelola oleh pemerintah Kabupaten sendiri tanpa campur tangan pihak ketiga. Sehingga dalam pengembangan obyek wisata itu sendiri merupakan tanggungjawab pemerintah Kabupaten yang dalam hal ini merupakan wewenang Dinas Pariwisata Kabupaten Banjarnegara. Pengelola Serulingmas adalah pegawai dari Dinas Pariwisata sendiri ditambah dengan beberapa tenaga kerja yang diambil dari masyarakat sekitar. Atraksi-atraksi yang dibuat oleh pengelola untuk menarik wisatawan diantaranya adalah dengan melakukan promosipromosi baik dalam lingkup lokal, regional atapun nasional, showbiz yaitu dengan menampilkan beberapa penyanyi dari ibukota pada harihari tertentu, penambahan beberapa macam mainan anak, travel dialog, road show dan sebagainya.

Sarana dan prasarana yang dimiliki mushola ada 3, MCK terdiri dari kamar mandi 6 buah dan wc sebanyak 10 buah, tempat parkir, pintu gerbang, pusat informasi.

Gambar 11. Mushola dan Kamar Mandi Fasilitas pelayanan yang merupakan kebutuhan wisatawan telah diupayakan obyek wisata Serulingmas dalam menarik arus wisatawan yang sebanyak-banyaknya, dari pengadaan fasilitas yang berupa pelayanan kesehatan, informasi obyek, dan fasilitas keamanan. Berbagai upaya telah ditempuh pengelola obyek wisata Serulingmas dalam upaya lebih mengenalkan pada masyarakat adalah melalui media cetak dan elektronik lokal maupun nasional, hal ini memerlukan adanya media informasi yang bertugas di dalam obyek atau untuk memperkenalkan keluar. Promosi juga selalu dilakukan setiap ada kesempatan sepert pameran-pameran pembangunan secara periodik. Pendanaan untuk membiayai seluruh kebutuhan dalam mengelola obyek wisata Serulingmas pada saat ini berasal dari

Pemerintah Pusat saja, karena obyek wisata Serulingmas termasuk obyek wisata yang mutlak dikelola oleh pemerintah Kabupaten dan tidak ada campur tangan dari pihak ke tiga. Tidak adanya keterlibatan dari investor mengakibatkan penerimaan pendapatan obyek wisata Serulingmas masih kurang, sehingga pengembangan obyek wisata Serulingmas tidak memenuhi yang diharapkan oleh pihak pengelola karena banyak anggaran dana untuk membangun sarana dan prasarana yang sudah direncanakan. Program perancangan pengembangan obyek wisata Serulingmas : a. Jangka Panjang 1) Menjadikan lahan pengembangan untuk lebih meningkatkan mutu dan kualitas obyek wisata Serulingmas yaitu dengan membuat tempat permainan anak secara khusus, membuat hutan garden (tanaman langka), dan jalan setapak 2) Perluasan lahan parkir Lahan parkir yang dimiliki obyek wisata Serulingmas pada saat ini belum memadai dan belum dapat menampung semua kendaraan pengunjung. Sehingga untuk menambah fasilitas dan meningkatkan pelayanan kepada pengunjung, pengelola

bermaksud menambah luas areal parkir. b. Jangka Pendek Pihak pengelola pada saat ini untuk program jangka pendek lebih memfokuskan kepada studi pengembangan penataan ruang

Serulingmas ke obyek-obyek wisata lainnya. Tujuannya agar menambah masukan agar dapat menata ruang obyek wisata agar lebih menarik lagi. d. Kontribusi Obyek Wisata Serulingmas untuk Pendapatan Asli Daerah. Dalam mengembangkan obyek wisata diperlukan modal

kepariwisataan yang mengandung potensi untuk dikembangkan menjadi atraksi wisata. Modal kepariwisataan terdiri atas faktor-faktor pendorong dan faktor penghambat obyek yang wisata dapat dijadikan acuan dalam

mengembangkan identifikasi

Serulingmas. dan

Dengan faktor

mengetahui penghambat

faktor-faktor

pendorong

perngembangan obyek wisata Serulingmas, pemerintah dapat melakukan langkah-langkah untuk meningkatkan jumlah pendapatan obyek wisata Serulingmas. Dengan meningkatnya jumlah pendapatan obyek wisata Serulingmas, maka secara tidak langsung akan menambah jumlah PAD Kabupaten Banjarnegara. Obyek wisata Serulingmas sebagai daerah tujuan wisata terus dikembangkan guna dimanfaatkan sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah. Disamping sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah, obyek wisata tersebut terus dikembangkan karena bertujuan untuk meningkatkan lapangan kerja di sektor pariwiasata serta untuk memperkenalkan dan mendayagunakan alam serta budaya daerah.

Dinas Pariwisata sebagai pengelola obyek wisata yang berusaha melayani masyarakat melalui masyarakat melalui sarana rekreasi telah memperoleh pendapatan atas penyelenggaraan jasa pariwisata yang telah diberikan. Dengan demikian, yang dimaksud pendapatan obyek wisata Serulingmas adalah jumlah pendapatan yang diperoleh dari hasil penjualan karcis kepada para wisatawan yaitu berupa retribusi wisatawan dan parkir wisatawan. Pendapatan retribusi obyek wisata Serulingmas yang paling tinggi pada tiap tahunnya dipengaruhi oleh adanya hari libur bagi para pelajar dan hari-hari besar lainnya. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai pendapatan retribusi obyek wisata Serulingmas dapat dilihat dalam Tabel 4 berikut ini; Tabel 4. Pendapatan Retribusi obyek wisata Serulingmas tahun 2001-2003 Tahun 2001 2002 2003 Pendapatan Retribusi (Rp) 643.247.740 533.292.700 166.768.000 700.060.700 14.18 4,73 31,27 Perkembangan (Rp) (109.955.040) Perubahan (%) (17,09)

Jumlah 1.876.601.140 56.812.960 Rata-rata 625.533.713 18.937.653 Sumber : Dinas Pariwisata Kabupaten Banjarnegara

Dengan melihat tabel diatas, dapat diketahui bahwa perkembangan pendapatan dari obyek wisata Serulingmas secara umum meningkat ratarata 4,73 % setiap tahunnya atau rata-rata pendapatan sebesar Rp 625.533.713 per tahunnya. Peningkatan yang menonjol terjadi pada tahun

2003 yaitu sebesar 31,27 %, sedangkan penurunan terjadi pada tahun 2002 yaitu sebesar 17,09 %. Kenaikan dan penurunan pendapatan disebabkan oleh beberapa faktor yaitu jumlah wisatawan serta besarnya tarif masuk wisatawan dan parkir kendaraan di obyek wisata. Bila jumlah wisatawan meningkat, maka pendapatan juga cenderung meningkat. Demikian pula jika tarif masuk wisatawan dan parkir kendaraan di obyek wisata naik maka pendapatan juga meningkat. Pendapatan retribusi yang dihasilkan di obyek wisata Serulingmas disetorkan oleh pihak pengelola di lapangan ke Dinas Pariwisata. Selanjutnya pihak Dinas Pariwisata yang menyetorkan retribusi tersebut ke DPKD Kabupaten Banjarnegara. Untuk mengetahui seberapa besar sumbangan pendapatan

Serulingmas terhadap PAD Kabupaten Banjanegara dapat dilihat dalam tabel 5 berikut ini : Tabel 5. Persentase Pendapatan Serulingmas terhadap PAD Kabupaten Banjarnegara Tahun 2001-2003 Tahun PAD Kab. Banjarnegara (Rp) 11.522.077.000 21.808.445.000 25.303.143.000 58.633.665.000 19.544.555.000 Pendapatan Serulingmas (Rp) 643.247.740 533.292.700 700.060.700 1.876.601.140 625.533.713 Prosentase % 5,58 2,44 2,77 10,79 3,59

2001 2002 2003 Jumlah Rata-rata

Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Banjarnegara Dari tabel 5 diatas dapat dilihat, pemasukan pendapatan Serulingmas terhadap PAD Kabupaten Banjarnegara per tahunnya rata-

rata Rp. 625.533.713 atau sebesar 3,59%. Sumbangan terbesar terjadi pada tahun 2001 yaitu Rp. 643.247.740 atau sebesar 5,58 % dari keseluruhan PAD. Sedangkan sumbangan terkecil terjadi pada tahun 2002 yaitu

sebesar Rp. 533.292.700 atau sebesar 2,44 %.

B. Pembahasan Dari hasil penelitian di atas dapat dilihat bahwa pengembangan obyek wisata Serulingmas berpotensi dalam ikut mendukung Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Banjarnegara, walaupun tidak terlalu besar. Retribusi tempat rekreasi dan olaharaga meningkat sebesar 35,22 % per tahunnya. Hal ini didukung oleh meningkatnya pendapatan dari obyek wisata Serulingmas yang rata-rata meningkat 4,73 % per tahunnya. Pendapatan retribusi dari obyek wisata Serulingmas sangat

dipengaruhi oleh jumlah pengunjung. Semakin besar jumlah pengunjung obyek wisata maka pendapatan retribusi dari obyek wisata tersebut juga akan ikut naik. Di lain pihak, besar kecilnya jumlah pengunjung sangat dipengaruhi oleh upaya yang dilakukan oleh pihak pengelola terhadap obyek wisata tersebut. Dalam hal ini, pihak pengelola harus mampu mengemas obyek wisata sedemikian rupa agar layak untuk dijual. Sumber di dapat dari hasil wawancara dengan Kasubbag Atraksi Wisata Bapak Heru, ST. Faktor pendorong pengembangan obyek wisata Serulingmas terdiri dari 1) potensi alam yaitu lingkungan alam yang dengan kondisi alami dan

asri, 2) potensi manusia meliputi kualitas tenaga kerja dalam mengelola obyek wisata Serulingmas sudah cukup baik. Terdapatnya flora dan fauna sebagai salah satu pendorong

pengembangan obyek wisata Serulingmas memberikan daya tarik tersendiri sehuingga pengunjung tertarik untuk mengunjunginya. Adapun daya tariknya adalah terdapatnya satwa dan tumbuhan langka dikawasan obyek

wisata.Karena obyek wisata ini merupakan obyek wisata perpaduan antara obyek wisata alam dengan obyek wisata budaya yan mengandalkan keindahan alam seperti sungai serayu dan adanya makam Ki Ageng Selamanik serta hasil-hasil karya budaya manusia. Pada saat sekarang ini masyarakat yang terlibat hanya sebatas untuk memperoleh pendapatan diantaranya adalah sebagai kusir andong, pedagang makanan/ minuman, dan beberapa sebagai tenaga pengelola obyek wisata. Selama ini pelatihan ketrampilan kepada masyarakat sekitar obyek wisata belum pernah ada. Padahal sebenarnya apabila masyarakat di sekitar obyek wisata dapat diberdayagunakan akan memberikan nilai tambah untuk obyek wisata Serulingmas. Misalnya kerajinan masyarakat dapat dijual untuk cinderamata. Karena sentra cinderamata yang dijual bukan berasal dari masyarakat sekitar tetapi, didatangkan dari luar kawasan obyek wisata. Pihak pengelola selain harus memperhatikan faktor pendorong juga harus memperhatikan faktor penghambat pengembangan obyek wisata yaitu dalam pelaksanaan pendayagunaan lahan pengembangan harus

memperhatikan kondisi alam sekitar mencegah terjadinya kerusakan alam di

kawasan obyek wisata karena struktur tanah disekitar kawasan obyek wisata cenderung mudah terjadi longsor. Pembebasan lahan yang dilakukan pihak Dinas Pariwisata pada kenyataannya sampai saat ini belum mendapat penanganan yang serius dalam artian masih berupa lahan kosong karena pihak Dinas Pariwisata pada saat ini masih melakukan studi banding tata ruang ke obyek-obyek wisata lainnya. Faktor anggaran untuk pemeliharaan dan pembangunan kawasan obyek wisata hanya berasal dari APBD Kabupaten dan APBD Provinsi saja, sehingga dana yang tersedia kurang dan pembangunan kawasan obyek wisata kurang optimal. Padahal untuk membangun kawasan wisata membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Membangun kawasan wisata merupakan investasi jangka panjang. Hasilnya tidak dapat langsung dinikmati sekarang, tetapi dapat dirasakan dimasa yang akan datang. Karena itu anggaran yang cukup memadai akan membuat kawasan tersebut lebih menarik karena fasilitasfasilitas yang ada akan lebih bagus dan menarik sehingga wisatawan tertarik untuk dapat berkunjung. Untuk pengawasan obyek wisata Serulingmas mendapat pengawasan langsung dari Dinas Pariwisata dan pada saat ini hubungan kerjasama antara pihak pengelola dan Dinas Pariwisata sudah cukup baik. Selama ini upaya yang dilakukan oleh pihak Dinas Pariwisata sudah cukup baik walaupun perlu ditingkatkan. Seperti peningkatan kualitas SDM pengelola obyek wisata agar lebih professional dalam memberikan pelayanan kepada wisatawan. Dalam segi promosi juga harus lebih ditingkatkan.

Segi prasarana umum yang meliputi air bersih, kelistrikan, jalur-jalur lalu lintas sudah tersedia. Yang belum tertata dengan baik adalah kondisi kawasan obyek wisata yang berupa pepohonan liar, sehingga agak mengganggu pemandangan. Selain itu sistem telekomunikasi juga masih terbatas. Segi kebutuhan pokok pola hidup modern seperti rumah sakit, apotik, bank dan pusat-pusat perbelanjaan sudah tersedia kurang lebih berjarak 1 km dari obyek wisata. Segi prasarana wisata yang meliputi hotel, motel, rumah sewa sudah tersedia di kawasan obyek wisata. Segi sarana pencapaian dan alat transportasi penunjang untuk sampai ke lokasi dari pemberhentian kendaraan umum menggunakan andong. Kondisi jalan menuju lokasi sudah cukup baik, karena sudah beraspal dan letak obyek wisata sudah cukup strategis karena dekat dengan pusat kota dan berjarak hanya sekitar 1 km. Segi pola hidup masyarakat yang sudah menjadi salah satu khasanah wisata yang sangat penting seperti cara hidup, sikap, makanan dan pandangan hidup, kebiasaan, tradisi, adat-istiadat di kawasan obyek wisata cenderung berpola hidup modern. Hal tersebut dipengaruhi oleh letak tempat tinggal mereka tidak berada jauh dari pusat kota. Segi pola hidup masyarakat terjadi karena dilakukan terus-menerus oleh masyarakat sehingga menjadi suatu kebiasaan dan membentuk suatu pola.

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan. Bertitik tolak dari uraian diatas maka dalam akhir penulisan ini penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut : 1. Faktor yang mendorong pengembangan obyek wisata Serulingmas adalah : Potensi Alam : 1) masih mempunyai kondisi yang alami dan asri

2) Keanekaragaman satwa yang dimiliki 2. Faktor penghambat pengembangan obyek wisata Serulingmas. Potensi-potensi yang belum dikembangkan. : a. Pendayagunaan lahan pengembngan b. Perluasan areal parkir 3. Peran pemerintah Kabupaten Banjarnegara dalam mengembangkan obyek wisata Serulingmas. Pengembangan meliputi 2 : a. Fauna Sebagai daya tarik utama, pemerintah lebih menekankan pada perawatan dan perkembangannya.

b. Manusia

67

Lebih ditekankan pada melengkapi sarana dan prasarana serta kegiatan untuk mempromosikan obyek wisata Serulingmas baik dalam lingkup lokal, regional maupun nasional. 4. Kontribusi obyek wisata Serulingmas terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Banjarnegara masih kecil walaupun tiap tahunnya hampir selalu mengalami peningkatan.

B. Saran

Bagi pengelola obyek wisata Serulingmas agar dalam mengelola obyek wisata hendaknya lebih ditingkatkan keprofesionalnya, misalnya dalam memberikan pelayanan kepada wisatawan sehingga dapat meningkatkan kualitas potensi daya tarik wisata dan menambah jumlah fasilitas permainan anak yang dibuat secara khusus sehingga memberikan banyak pilihan kepada pengunjung.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto,Suharsimi.1997.Prosedur Penelitian Praktek.Jakarta:Rineka Cipta

Suatu

Pendekatan

Fandeli,Sanafiah.1990.Pendidikan Kualitatif, Dasar-dasar dan Aplikasi. Malang : Y.A3 Joyosuharto,Sunardi.2001.Aspek Ketersediaan (Supply) dan tuntutan Kebutuhan (Demand) dalam Pariwisata dalam : Fandeli, Chafid (Ed). Dasar-dasar Manajemen Kepariwisataan Alam.Yogyakarta : Liberty Moleong,Lexy J.2001. Metodologi Penelitian Kualitatif.Bandung : PT Remaja Rosdakarya Pendit,Nyoman S.1994.Ilmu Pariwisata Sebuah Perdana.Jakarta : Pradnya Paramita Supriatna,Tjahya.1993.Sistem Administrasi Pemerintahan di Daerah. Jakarta : Bumi Aksara Sitomorang,Victor M.1994.Hukum Daerah.Jakarta : Sinar Grafika Administrasi Pemerintahan di

Widjaja,HAW.2001.Otonomi Daerah dan Daerah Otonom.Jakarta : PT RajaGrafindo Persada UU No.9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan UU.No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah PP No.66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah PP No.65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah UU No.34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas UU No.18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

You might also like