You are on page 1of 15

Asuhan Keperawatan Pasien dengan Thalasemia

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN THALASEMIA Pengkajian 1. Asal Keturunan / Kewarganegaraan

Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar laut Tengah (Mediteranial) seperti Turki, Yunani, dll. Di Indonesia sendiri, thalasemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.

2. Umur

Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan pada thalasemia minor biasanya anak akan dibawa ke RS setelah usia 4 tahun.

3. Riwayat Kesehatan Anak

Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas atau infeksi lainnya. Ini dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.

4. Pertumbuhan dan Perkembangan

Seirng didapatkan data adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbang sejak masih bayi. Terutama untuk thalasemia mayor, pertumbuhan fisik anak, adalah kecil untuk umurnya dan adanya keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan ramput pupis dan ketiak, kecerdasan anak juga mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor, sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.

5. Pola Makan

Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB rendah dan tidak sesuai usia.

6. Pola Aktivitas

Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih banyak tidur/istirahat karena anak mudah lelah.

7. Riwayat Kesehatan Keluarga

Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa apakah orang tua juga mempunyai gen thalasemia. Jika iya, maka anak beresiko terkena talasemia mayor.

8. Riwayat Ibu Saat Hamil (Ante natal Core ANC)

Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor resiko talasemia. Apabila diduga ada faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan resiko yang mungkin sering dialami oleh anak setelah lahir.

9. Data Keadaan Fisik Anak Thalasemia


KU = lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain yang seusia. Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan muka mongoloid (hidung pesek tanpa pangkal hidung), jarak mata lebar, tulang dahi terlihat lebar. Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningan Mulut dan bibir terlihat kehitaman Dada, Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya pembesaran jantung dan disebabkan oleh anemia kronik. Perut, Terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa dan hati (hepatospek nomegali). Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai usia, BB di bawah normal Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas tidak tercapai dengan baik. Misal tidak tumbuh rambut ketiak, pubis ataupun kumis bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tapa odolense karena adanya anemia kronik. Kulit, Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering mendapat transfusi warna kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini terjadi karena adanya penumpukan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).

Diagnosa Keperawatan 1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman O2 ke sel. 2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2 dan kebutuhan. 3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan/absorbsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal.

4. Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan sirkulasi dan neurologis. 5. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat, penurunan Hb, leukopenia atau penurunan granulosit. 6. Kurang pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber informasi. Intervensi Keperawatan 1. Dx 1 Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman O2 ke sel. Kriteria hasil :

Tidak terjadi palpitasi Kulit tidak pucat Membran mukosa lembab Keluaran urine adekuat Tidak terjadi mual/muntah dan distensil abdomen Tidak terjadi perubahan tekanan darah Orientasi klien baik.

Rencana keperawatan / intervensi :


Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/ membran mukosa, dasar kuku. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi (kontra indikasi pada pasien dengan hipotensi). Selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi. Kaji respon verbal melambat, mudah terangsang, agitasi, gangguan memori, bingung. Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan, dan tubuh hangat sesuai indikasi. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium, Hb, Hmt, AGD, dll. Kolaborasi dalam pemberian transfusi. Awasi ketat untuk terjadinya komplikasi transfusi.

2. Dx. 2 intoleransi aktivitas berhubungan degnan ketidakseimbangan antara suplai O2 dan kebutuhan. Kriteria hasil :

Menunjukkan penurunan tanda fisiologis intoleransi, misalnya nadi, pernapasan dan Tb masih dalam rentang normal pasien.

Intervensi :

Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas, catat kelelahan dan kesulitan dalam beraktivitas. Awasi tanda-tanda vital selama dan sesudah aktivitas. Catat respin terhadap tingkat aktivitas. Berikan lingkungan yang tenang. Pertahankan tirah baring jika diindikasikan. Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing. Prioritaskan jadwal asuhan keperawatan untuk meningkatkan istirahat. Pilih periode istirahat dengan periode aktivitas. Beri bantuan dalam beraktivitas bila diperlukan. Rencanakan kemajuan aktivitas dengan pasien, tingkatkan aktivitas sesuai toleransi. Gerakan teknik penghematan energi, misalnya mandi dengan duduk.

3. Dx. 3 perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna / ketidakmampuan mencerna makanan / absorbsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal. Kriteria hasil :

Menunjukkan peningkatan berat badan/ BB stabil. Tidak ada malnutrisi.

Intervensi :

Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai. Observasi dan catat masukan makanan pasien. Timbang BB tiap hari. Beri makanan sedikit tapi sering. Observasi dan catat kejadian mual, muntah, platus, dan gejala lain yang berhubungan. Pertahankan higiene mulut yang baik. Kolaborasi dengan ahli gizi. Kolaborasi Dx. Laboratorium Hb, Hmt, BUN, Albumin, Transferin, Protein, dll. Berikan obat sesuai indikasi yaitu vitamin dan suplai mineral, pemberian Fe tidak dianjurkan.

4. Dx. 4 Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan novrologis. Kriteria hasil :

Kulit utuh.

Intervensi :

Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, aritema dan ekskoriasi. Ubah posisi secara periodik. Pertahankan kulit kering dan bersih, batasi penggunaan sabun.

5. Dx. 5. resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat: penurunan Hb, leukopenia atau penurunan granulosit. Kriteria hasil :

Tidak ada demam Tidak ada drainage purulen atau eritema Ada peningkatan penyembuhan luka

Intervensi :

Pertahankan teknik septik antiseptik pada prosedur perawatan. Dorong perubahan ambulasi yang sering. Tingkatkan masukan cairan yang adekuat. Pantau dan batasi pengunjung. Pantau tanda-tanda vital. Kolaborasi dalam pemberian antiseptik dan antipiretik.

6. Dx. 6. Kurang pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber informasi. Kriteria hasil :

Menyatakan pemahaman proses penyakit, prosedur diagnostika rencana pengobatan. Mengidentifikasi faktor penyebab. Melakukan tindakan yang perlu/ perubahan pola hidup.

Intervensi :

Berikan informasi tentang thalasemia secara spesifik. Diskusikan kenyataan bahwa terapi tergantung pada tipe dan beratnya thalasemia. Rujuk ke sumber komunitas, untuk mendapat dukungan secara psikologis. Konseling keluarga tentang pembatasan punya anak/ deteksi dini keadaan janin melalui air ketuban dan konseling perinahan: mengajurkan untuk tidak menikah dengan sesama penderita thalasemia, baik mayor maupun minor.

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN THALASEMIA


1. Pengertian Merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif. Secara molekuler talasemia dibedakan atas talasemia alfa dan beta, sedangkan secara klinis dibedakan atas talasemia mayor dan minor. 2. Etiologi 3. Faktor genetik

Patofisiologi Penyebab anemia pada talasemia bersifat primer dan sekunder. Talasemia primer adalah berkurangnya sintesis HbA dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran selsel eritrosit intramedular. Sedangkan talasemia sekunder ialah karena defisiensi asam folat, bertambahnya volume plasma intravascular yang mengakibatkan hemodilusi dan destruksi eritrosit oleh system retikuloendotelial dalam limpa dan hati. Terjadinya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang. Terjadinya hemosiderosis merupakan hasil kombinasi antara tranfusi berulang, peningkatan absorbsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak efektif, anemia kronis, serta proses hemolisis. Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dua polipeptida rantai alfa dan dua rantai beta Pada Beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai beta dalam molekul hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan eritrosit membawa oksigen

Ada suatu kompensator yang meningkat dalam rantai alpa, tetapi rantai beta memproduksi secara terus menerus sehingga menghasilkan Hb defective. Ketidakseimbangan polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disentebrasi. Hal ini meyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis

Kelebihan pada rantai alpa ditemukan pada talasemia beta dan kelebihan rantai beta dan gama ditemukan pada talasemia alpa. Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami presipitasi dalam sel eritrosit. Globin intraeritrositik yang mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari Hb tak stbil-badan Heinz, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis

Reduksi dalam Hb menstimulasi bone marrow memproduksi RBC yang lebih. Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC di luar menjadi eritropoitik aktif. Kompensator produksi RBC secara terusmenerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan destruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh.

4.

Manifestasi Klinis Bayi baru lahir dengan talasemia beta mayor tidak anemia. gejala awal pucat mulanya tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat terjadi dalam bebebrapa minggu setelah lahir. Bila penyakit ini tidak ditangani dengan baik, tumbang masa kehidupan anak akan terhambat.Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh dan disertai dengan demam berulang akibat infeksi. Anemia beratdan lama biasanya menyebabkan pembesaran jantung. Terdapat hepatosplenomegali.Ikterus jaringan ada terjdi perubahan pada tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka mongoloid akibat system eritropoesis yang hiperaktif. Adanya penipisan korteks tulang panjang, tangan, dan kaki dapat menimbulkan fraktur patologis. Penyimpangan pertumbuhan

akibat anemia dan kekurangan zat gizi menyebabkan perawakan pendek. Kadang kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada tungkai dan batu empedu. Pasien menjadi peka terhadap infeksi terutama bila limpanya telah diangkat sebelum usia 5 tahun dan mudah mengalami septisemia yang dapat menyebabkan kematian. Dapat timbul pansitopenia akibat hipersplenisme. Hemosiderosis terjadi pada kelenjar endokrin ( keterlambatan menars dan gangguan perkembangan sifat sek skunder ), pancreas ( diabetes ), hati ( sirosis ), otot jantung ( aritmia, ganggunan hantaran, gagal jantung ), dan perikardium ( perikarditis ). 5. Pemeriksaan penunjang Anemia biasanya berat, dengan kadar Hb berkisar antara 3 9 g/dl. Eritrosit memperlihatkan anisositosis, poikilositosis dan hipokromia berat. Sering ditemukan sel target.Normoblas ( eritrosit berinti ) banyak dijumpai terutama pasca splenoktomi. Gambaran sumsum tulang memperlihatkan eritropoesis yang hiperaktif sebanding dengan anemianya. Petunjuk adanya talasemia alfa adalah ditemukannya Hb Barts dan HbH. Pada talasemia beta kadar HbF bervariasi antara 10 90 %, sedangkan dalam keadaan normal kadarnya tidak melebihi 1 %. 5. Penatalaksanaan 1. Tranfusi PRC (packed red cell) bila Hb < 8 gr% 2. Untuk menurunkan besi dari jaringan tubuh diberikan kalori besi : disferal IM/IV 3. Splenektomi : hipersplenisme 4. Transplantasi sum sum tulang pada talasemia maya 5. Berikan asam folat 2 5 mg/hari, pada yang jarang mendapatkan tranfusi 6. Pantau fungsi organ: jantung, paru, hati, endokrin, gigi, telinga, mata, tulang.

6. Komplikasi 1. Akibat anemia yang berat dan lama sering terjadi gagal jantung 2. Tranfusi darah yang berulang-ulang dan proses hemolisis mengalibatkan kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga ditimbun dalam jaringan seperti hepar, limfa, kulit dan jantung. 3. Fraktur patologi 4. Hepatosplenomegaly 5. Gangguan tumbuh kembang 6. Disfungsi organ

ASUHAN KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN 1. Identitas 2. Riwayat kesehatan a. Riwayat kesehatan sekarang anoreksia, lemah, diare, demam, anemia, ikterus ringan, BB menurun, perut membuncit, hepatomegali dan splenomegali b. Riwayat kesehatan dahulu apakah klien pernah mengalami anemia c. Riwayat kesehatan keluarga Biasaya salah satu angota keluarga pernah mengalami penyakit yang sama. 3. Pemeriksaan fisik a. Keadaan umum ; tingkat kesadaran: compos mentis, apatis atau koma TTV : peningkatan pada sistolik, suhu stabil dan nafas pendek b. c. d. Torak/dada Paru : nafas pendek, takipnea, ortopnea, dan dispnea jantung : bunyi jantung mur mur sistolik e. Leher Tidak ada pembesaran KGB f. Abdomen Adanya pembesaran hati dan limfa serta nyeri abdomen g. Ekstremitas perubahan pada tulang; penipisan korteks tulang punggung Kepala dan rambut : biasanya normal Muka/wajah : Wajah seperti mongoloid Pada mata : konjungtiva anemis dan sclera ikterik Pada bibir sianosis

h. i.

Kulit warna pucat,terdapat koreng pada tungkai Genitalia perubahan pada seks skunder 4. Pertumbuhan dan perkembangan Biasanya terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang lambat

Analisa data No 1 Data Fokus Do: -Dyspnea -Hepatosplenomegali Ds: - Ibu mengatakan anak sesak napas - Ibu mengatakan anak rewel Hepatosplenomegali Ikterus Limpa meningkat Peningkatan intra abdominal Dyspnea napas pendek 2 Do: - Klien tidak mau makan - Tubuh kurus - Perawatan anak Ds: - Ibu mengatakan anak tidak ada nafsu makan 3 Do: - Anak tampak gelisah dan rewel - Anak mengalami epistaksis Anoreksia Talasemia Nafsu makan /intake Diare BB ,perut membuncit Gizi jelek Terganggunya tumbuh kembang Perawakan pendek Proses penyakit Talasemia Hipotalamus Ketidakseimbangan pengaturan suhu tubuh Resiko infeksi Gg Nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh Etiologi Peningkatan tekanan intra abdominal Talasemia Masalah Pola napas tidak efektif

Ds: - Ibu mengatakan anak mengalami demam

Demam Resiko infeksi

Diagnosa Perawatan 1. Tidak efektifnya pola napas b.d peningkatan tekanan intraabdominal 2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia 3. Resiko Infeksi b.d proses penyakit 4. Resiko fraktur b.d penipisan korteks tulang panjang 5. Resiko sepsis b.d septicemia 6. Kurang pengetahuan orang tua mengenai penyakit b.d salah interpretasi informasi, kurang terpajan atau mengingat tidak mengenal informasi. 7. resiko gangguan tumbang b.d intake inadekuat Intervensi DX I Tidak efektifnya pola napas b.d peningkatan tekanan intraabdominal Tujuan : pola normal Kriteria hasil: mempertahankan pola pernapasan normal-bebas dispnea, sianosis atau tanda lain distress pernapasan Intervensi 1. kaji atau awasi pernapasan kedalaman dan irama Rasional: dapat mengidentifikasi pengaruh pernapasan yang membutuhkan upaya itervensi. 2. Tempatkan klien pada posisi nyaman dengan kepala tempat tidur tinggi Rasional: memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan kerja pernapasan. 3. Awasi evaluasi kulit perhatikan warna kulit pucat dan terjadinya sianosis. Rasional:proliferasi SDP dapat menurunkan kapasitas pembawa oksigen darah yang menimbulkan hipoksemia

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN THALASEMIA DIAGNOSA 1 : PERUBAHAN PERFUSI JARINGAN B.D BERKURANGNYA KOMPONEN SELULER YANG PENTING UNTUK MENGANTARKAN OKSIGEN/ZAT NUTRISI KE SEL INTERVENSI Moitor tanda-tanda vital, pengisian kapiler, warna kulit, membran mukosa. Tinggikan posisi kepala di tempat tidur. Periksa dan dokumentasikan adanya nyeri dada, palpitasi. Observasi adanya keterlambatan respon verbal, kebingungan, atau gelisah. Observasi dan dokumentasikan adanya rasa dinginPertahankan suhu lingkungan agar tetap hangat sesuai kebutuhan tubuh. Berikan oksigen sesuai kebutuhan RASIONAL Memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan kebutuhan intervensi. Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler. Catatan : kontraindikasi bila ada hiporensi. Iskemia seluler mempengaruhu jaringan miokardial/putensial resiko infark. Dapat mengindikasikan gangguan fungsi serebral karena hipoksia atau defisiensi vitamin B12. Vasokontriksi ke organ vital menurunkan sirkulasi perifer. Kenyamanan pasien/ kebutuhan rasa hangat harus seimbang dengan kebutuhan untuk menghindari panas berlebihan pencetus vasodilatasi. Termoreseptor jaringan dermal dangkal karena gangguan oksigen.

DIAGNOSA 2 : INTOLERANSI AKTIVITAS B.D TIDAK SEIMBANGNYA KEBUTUHAN PEMAKAIAN DAN SUPLAI OKSIGEN INTERVENSI Kaji kemampuan anak untuk melakukan aktivitas sesuai dengan kondisi fisik dan tugas perkembangan anak Monitor tanda tanda vital selama dan setelah melakukan aktivitas, dan mencatat adanya respon fisiologis terhadap aktivitas(peningkatan denyut jantung, TD, pernapasan). Berikan informasi kepada klien atau keluarga untuk berhenti melakukan aktivitas jika terjadi gejala peningkatan denyut jantung, TD, pernapasan, pusing atau kelelahan. Berikan dukungan kepada anak untuk melakukan kegiatan sehari-hari sesuai dengan kemampuan anak. Ajarkan kepada orang tua teknik memberikan reinforcement terhadap partisipasi anak dirumah. Buat jadwal aktivitas bersama anak dan keluarga dengan melibatkan tim kesehatan lain. Jalaskan dan berikan rekomendasi kepada sekolah tentang kamampuan anak dalam melakukan aktivitas, monitor kemampuan melakukan aktivitas secara berskala dn jelaskan kepada orang tua dan sekolah. RASIONAL Mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan. Manivestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat kejaringan. Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan regangan jantung dan paru. Meningkatkan secara bertahap tingkat aktivitas sampai normal dan memperbaiki tonus otot/stamina tanpa kelemahan Meningkatkan harga diri dan rasa terkontrol. Mempertahankan tingkat energi dan meningkatkan regangan pada system jantung dan pernapasan. Regangan/stress kardiopulmonal berlabihan/sters menimbulkan dekompensasi/kegagalan. dapat

DIAGNOSA 3 : PERUBAHAN NUTRISI KURANG DARI KEBUTUHAN TUBUH B.D KURANGNYA SELERA MAKAN INTERVENSI Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai. Observasi dan catat masukan makanan anak. Timbang berat badan anak tiap hari. Izinkan anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak, rencanakan untuk memperbaiki kwalitas gizi pada saat selera makan anank meningkat. Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kwalitas intake nutrisi. Izinkan anak untuk terlibat dalam persiapan danpemilihan makanan. RASIONAL Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi. Mengawasi masukan kalori atau kwalitas kekurangan konsumsi makanan. Mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi nutrisi. Menambah asupan makanan pada anak dan memotivasi anak untuk meningkatkan nafsu makan. Membantu mengatasi kekurangan nutrisi pada anak. Agar anak bertanggungjawab untuk menghabiskan dietnya.

You might also like