You are on page 1of 20

Aplikasi Teori Perilaku yang Direncanakan untuk Memprediksi Niat Beli Konsumen: Studi Empiris pada Produk Hijau

Rika Sabrina Oktoria Sihombing (sabrinasihombing@gmail.com) Business School Universitas Pelita Harapan ABSTRACT Environmentally friendly behavior among consumers has increased. This condition prompted many companies to implement green marketing strategies. A broad market opportunity makes many companies become more frequent dealt with marketing strategies rather consumer behavior. Without in-depth understanding of consumer behavior for this product category, it is difficult to devise effective marketing strategies. The importance of understanding consumer behavior can be studied through Theory of Planned Behavior (TPB). The purpose of this study was using the Theory of Planned Behavior (TPB) to examine the effects of consumer values and past experiences on consumer purchase intention of green personal care products, this study aims to consider further the moderating effect of perceived behavioral control on the attitude-intention relationship. This study replicates previous research model developed by Kim and Chung (2011). Data was collected by distributing questionnaires to the respondents by applying purposive sampling technique. Respondents in this study were females at ages 18 years or older ever use The Body Shop body lotion. The data then were analyzed using Multiple Regression analysis and Hierarchical Multiple Regression Analysis to draw conclusions. This study also provides theoretical and practical implications as well as suggestions for further research Key words: consumer behaviour, theory of planned behavior, attitude, purchase intention, hierarchical multiple regression analysis, and green product

Pendahuluan
Kesadaran konsumen Indonesia terhadap lingkungan semakin meningkat. Hal tersebut terlihat dari hasil survei yang dilakukan oleh Catalyze Communications (2010). Catalyze Communications merupakan lembaga konsultasi bisnis di Indonesia dan Asia Pasifik yang berorientasi pada lingkungan. Hasil survei dari Catalyze Communications menyatakan bahwa konsumen Indonesia kini mulai mempertimbangkan dampak produk yang mereka beli dan tanggung jawab produsen terhadap lingkungan. Meningkatnya perilaku konsumen terhadap lingkungan mendorong banyak perusahaan menerapkan strategi pemasaran hijau (Catalyze Communications, 2011). Pemasaran hijau merupakan upaya-upaya Seminar Nasional Akuntansi & Bisnis (SNAB) 2012 27 Maret 2012, Universitas Widyatama - Bandung

strategis yang dilakukan oleh perusahaan untuk menyediakan barang dan jasa yang ramah lingkungan kepada konsumen targetnya (Grewal dan Levy, 2010). Konsep ini kini sudah menjadi tuntutan bisnis di masa sekarang. Banyak perusahaan di Indonesia yang menerapkan konsep pemasaran hijau dalam proses bisnisnya. Implementasinya, bisa dalam bentuk produk yang ramah lingkungan, penggunaan teknologi ramah lingkungan, maupun dalam proses produksi yang ramah lingkungan. Tingkat persaingan perusahaan dengan konsep pemasaran hijau pun semakin tinggi. Melihat kesempatan dan pasar yang semakin luas membuat para produsen semakin gencar mengembangkan strategi pemasaran. Padahal, tanpa pemahaman yang mendalam mengenai perilaku konsumen, akan sulit untuk merancang strategi pemasaran yang efektif (Kim dan Chung, 2011). Pentingnya memahami perilaku konsumen dapat dipelajari melalui Teori Perilaku yang direncanakan (Theory of Planned Behavior, selanjutnya disebut TPB). TPB merupakan teori yang dirancang oleh Ajzen (1991) untuk memahami perilaku konsumen. Menurut teori ini, niat seseorang adalah hal paling penting untuk memprediksi perilaku seseorang (Ajzen, Albarracin, dan Hornik, 2007). Lebih lanjut, teori ini mengidentifikasi faktor-faktor yang memprediksi niat untuk melakukan perilaku tertentu. Faktor-faktor tersebut adalah sikap, norma subjektif dan kontrol keperilakuan yang dirasakan (Ajzen et al., 2007). Banyak penelitian yang menggunakan TPB untuk memahami perilaku konsumen terhadap produk hijau. Sebagian besar penelitian tersebut lebih menekankan pada makanan sebagai objek penelitian (misalnya: Salleh et al., 2011; Suh et al., 2009; Teng et al., 2011; Aertsens et al., 2010; Magistris dan Gracia, 2010; Liu, 2007). Akan tetapi, masih sedikit penelitian yang menggunakan produk perawatan pribadi sebagai objek penelitian. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk mereplikasi penelitian yang dikembangkan oleh Kim dan Chung (2011).

Tinjauan Literatur dan Hipotesis


Nilai Konsumen Dalam penelitian ini akan membahas tiga nilai yang di anut oleh konsumen. Ketiga nilai tersebut merupakan faktor yang mempengaruhi sikap konsumen dalam membeli produk perawatan pribadi yang ramah lingkungan. Ketiga nilai tersebut adalah kesadaran akan kesehatan, kesadaran akan lingkungan, dan kesadaran akan penampilan. Kesadaran akan kesehatan. Kesadaran akan kesehatan mencerminkan kesiapan seseorang. Kesiapan seseorang untuk melakukan sesuatu untuk kesehatannya sendiri (Chen, 2009). Kesadaran akan kesehatan merupakan orientasi mental individu yang komprehensif terhadap kesehatan. Orientasi tersebut terdiri dari sikap peduli terhadap kesehatan, bertanggung jawab terhadap kesehatan diri sendiri, dan memiliki Seminar Nasional Akuntansi & Bisnis (SNAB) 2012 27 Maret 2012, Universitas Widyatama - Bandung

motivasi kesehatan serta menentang masalah tertentu, sebagai contoh menentang masalah rokok (Hong, 2011). Kesadaran akan lingkungan. Kesadaran akan lingkungan mencerminkan niat perilaku seseorang terhadap lingkungan. Kesadaran akan lingkungan merupakan jenis perilaku mental yang mencerminkan pengakuan individu, pertimbangan nilai dan niat perilaku terhadap isu-isu lingkungan (Zheng, 2010). Zheng (2010) juga mengemukakan bahwa kesadaran akan lingkungan merupakan elemen yang sangat penting dalam membuat perilaku seorang individu pro terhadap lingkungan dalam kesehariannya. Sikap pro terhadap lingkungan ditunjukkan dengan cara yang berbeda-beda, namun pada umumnya mereka akan menunjukkan sikap peduli terhadap lingkungan hidup dan menentang isu-isu lingkungan yang ada. Kesadaran akan Penampilan. Kesadaran akan penampilan merupakan bagian dari kesadaran diri dari sudut publik (public self-consciousness). Kesadaran diri publik didefinisikan sebagai sejauh mana seseorang mempertimbangkan penampilan mereka di mata publik (Gogolinski, 2010). Seseorang dengan kesadaran akan penampilan yang tinggi cenderung selalu memperhatikan penampilan dirinya dan mempertimbangkan bagaimana orang lain berpikir tentang dirinya. Seseorang yang sadar akan penampilan memiliki ketertarikan yang kuat terhadap suatu produk. Ketertarikan tersebut terjadi apabila produk tersebut dapat mengekspresikan dan meningkatkan citranya (Kim dan Chung, 2011). Contohnya, seseorang dengan kesadaran akan penampilan yang tinggi akan membeli produk yang dapat membantu mereka agar terlihat lebih muda. Tujuannya adalah agar dapat meningkatkan penampilannya di mata publik. Sikap Sikap merupakan ekspresi perasaan yang berasal dari dalam individu. Ekspresi tersebut mencerminkan apakah seseorang senang atau tidak senang, suka atau tidak suka dan setuju atau tidak setuju terhadap suatu obyek (Schiffman dan Kanuk, 2010) Ada dua jenis sikap, yaitu sikap terhadap objek (Ao) dan sikap terhadap perilaku (Ab). Sikap terhadap objek (Ao) merupakan evaluasi sikap seseorang terhadap suatu objek. Sedangkan sikap terhadap perilaku (Ab) merupakan evaluasi sikap seseorang dalam melakukan perilaku tertentu, contohnya perilaku pembelian terhadap suatu produk (Blackwell, Dsouza, Taghian, Miniard, dan Engel, 2006). Tiga komponen utama didalam sikap seseorang (Salomon 2009). Ketiga komponen tersebut adalah affect, cognition dan behavior. Komponen yang pertama adalah affect. Komponen ini berkaitan dengan perasaan atau keseluruhan respon emosional seseorang terhadap suatu produk. Seberapa besar seseorang menyukai suatu produk maka akan menentukan sikap terhadap produk tersebut (Salomon, 2009). Seminar Nasional Akuntansi & Bisnis (SNAB) 2012 27 Maret 2012, Universitas Widyatama - Bandung

Komponen yang kedua adalah cognition. Komponen ini merupakan keyakinan atau pengetahuan seseorang mengenai sebuah produk dan karakteristik utama dari produk tersebut (Salomon, 2009). Komponen yang terakhir adalah behavior. Komponen ini berkaitan dengan kecenderungan seseorang untuk melakukan tindakan tertentu atau berperilaku dalam cara tertentu berkaitan dengan sikapnya terhadap suatu produk (Schiffman dan Kanuk, 2010). Norma Subjektif Dalam berperilaku, konsumen tidak terlepas dari kegiatan pengambilan keputusan. Keputusan yang akan diambil oleh seseorang dilakukan dengan pertimbangan sendiri maupun atas dasar pertimbangan orang lain yang dianggap penting (Tjahjono dan Ardi, 2008). Keputusan yang dipilih bisa gagal untuk dilakukan jika pertimbangan dari orang lain tidak mendukung. Hal tersebut dikarenakan norma subjektif merupakan pengaruh opini orang lain yang dianggap penting dalam perilaku seseorang (Chen, 2010). Pada umumnya, seseorang menaruh harapan pada opini orang lain yang dianggapnya penting. Hal ini dikarenakan untuk melakukan sesuatu yang penting, biasanya seseorang mempertimbangkan apa harapan orang lain (orang-orang terdekat, masyarakat) terhadap dirinya. Namun, harapan orang-orang lain tersebut memiliki pengaruh yang berbeda-beda. Ada yang berpengaruh sangat kuat dan ada yang cenderung diabaikan. Harapan dari orang lain yang berpengaruh lebih kuat, lebih memotivasi orang yang bersangkutan untuk memenuhi harapan tersebut. Selain itu, juga akan lebih mendorong seseorang untuk bertingkah laku sesuai dengan harapan tersebut. Kontrol Keperilakuan yang dirasakan Kontrol keperilakuan yang dirasakan merupakan persepsi seseorang. Persepi tentang kemudahan atau kesulitan untuk melakukan suatu perilaku (Ajzen, 2005). Kontrol keperilakuan yang dirasakan menunjukkan bahwa perilaku seseorang berada dibawah kontrol orang tersebut. Sehingga seseorang dapat melakukan suatu perilaku apabila orang tersebut menginginkannya (Ajzen, Albarracin, dan Hornik, 2008). Kontrol perilaku yang dirasakan juga merupakan sebuah fungsi keyakinan (belief). Fungsi ini biasa disebut control belief (kontrol keyakinan) yang mengacu pada persepsi seseorang apakah ia mempunyai atau tidak mempunyai kapasitas untuk menunjukkan perilaku. Kontrol keyakinan merupakan keyakinan tentang ada atau tidaknya faktor-faktor yang mempermudah atau menghambat dalam menampilkan tingkah laku tersebut (Ajzen, 2005). Faktor-faktor tersebut meliputi tersedianya atau tidak informasi, kemampuan, kesempatan dan sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan suatu perilaku (Ajzen dan Fishbein, 2010)

Seminar Nasional Akuntansi & Bisnis (SNAB) 2012 27 Maret 2012, Universitas Widyatama - Bandung

Pengalaman Masa Lalu Pengalaman masa lalu memiliki pengaruh yang kuat terhadap perilaku di masa mendatang (Ling et al., 2010). Hal tersebut dikarenakan pengalaman masa lalu merupakan hal-hal yang telah dipelajari atau di ketahui konsumen dari yang pernah diterimanya di masa lalu. Oleh karena itu, seseorang cenderung menentukan perilakunya dimasa mendatang berdasarkan evaluasi dan pertimbangan pengalamannya di masa lalu. Baik buruknya pengalaman masa lalu menjadi dasar pertimbangan seseorang. Chen, Gregoire, Arendt dan Shelley (2010) menyatakan bahwa seseorang yang sukses dengan pengalaman sebelumnya cenderung akan kembali mengulang perilakunya di masa mendatang. Hal tersebut dikarenakan konsumen yang puas mempunyai kecenderungan untuk ingin tetap merasa puas di masa yang akan datang. Niat Beli Niat beli merupakan suatu kecenderungan seseorang untuk melakukan tindakan pembelian berkaitan dengan sikapnya terhadap suatu produk. Dengan kata lain, niat beli dapat diartikan sebagai suatu sikap senang terhadap suatu objek yang membuat individu berusaha untuk mendapatkan objek tersebut dengan cara membayarnya dengan uang atau dengan pengorbanan (Schiffman dan Kanuk, 2010). Ada dua faktor yang mempengaruhi niat beli (Cant, Strydom, dan Jooste, 2006). Kedua faktor tersebut adalah berdasarkan sikap dari orang lain (attitude of others) dan adanya situasi yang tidak terduga (unanticipated situational factors). Pertama adalah berdasarkan sikap dari orang lain yang merupakan sejauh mana sikap orang lain akan mempengaruhi keputusan akhir seseorang. Selain itu dapat berdasarkan seberapa besar sikap negatif atau positif orang lain terhadap pilihan seseorang dan berdasarkan kesediaan seseorang untuk mematuhi keinginan orang lain (Cant et al., 2006). Faktor yang kedua adalah adanya situasi yang tidak terduga. Faktor ini dapat menyebabkan perubahan pada keputusan pembelian seseorang (Cant et al., 2006). Hubungan antara Nilai Konsumen dan Sikap untuk Membeli Nilai yang dianut oleh konsumen merupakan faktor yang mempengaruhi sikap konsumen dalam membeli produk perawatan pribadi yang ramah lingkungan. Konsumen yang memiliki sistem nilai yang berbeda akan menunjukkan perilaku yang juga berbeda terhadap produk perawatan pribadi yang ramah lingkungan (Kim dan Chung, 2011). Penelitian ini membahas tiga nilai yang di anut oleh konsumen. Nilai yang pertama adalah kesadaran akan kesehatan. Seseorang yang memiliki kesadaran akan kesehatan, akan berusaha melibatkan dirinya dalam perilaku kesehatan (Hong, 2011). Tingkat kesadaran kesehatan seringkali dipahami dan diukur dalam hal perilaku individu, seperti konsumsi makanan dan kegiatan fisik. Dalam hal konsumsi, konsumen dengan tingkat kesadaran yang tinggi akan lebih mempertimbangkan Seminar Nasional Akuntansi & Bisnis (SNAB) 2012 27 Maret 2012, Universitas Widyatama - Bandung

apakah suatu produk aman bagi kulit dan tubuh (Kim dan Chung, 2011). Mereka cenderung memilih produk yang benar-benar memberikan manfaat bagi tubuh mereka. Berdasarkan penjelasan ini, dapat dibentuk hipotesis sebagai berikut: H1: Kesadaran akan kesehatan mempunyai hubungan positif terhadap sikap untuk membeli.

Nilai yang kedua adalah kesadaran akan lingkungan. Seseorang yang peduli terhadap lingkungan cenderung memiliki sikap yang positif untuk membeli produk yang ramah linngkungan (Jaolis 2011). Seseorang yang memiliki tingkat kesadaran yang tinggi akan mempertimbangkan apakah produk yang akan dikonsumsi sudah aman bagi lingkungan. Selain itu, konsumen juga cenderung ikut mendukung upaya ini dengan mengganti perilaku pembeliannya menjadi perilaku yang bertujuan menjaga dan memperbaiki lingkungan (Kim dan Chung, 2011). hipotesis sebagai berikut: H2: Kesadaran akan lingkungan mempunyai hubungan positif terhadap sikap untuk membeli. Berdasarkan penjelasan ini, dapat dibentuk

Nilai yang ketiga adalah kesadaran akan lingkungan. Seseorang yang sadar akan penampilan memiliki ketertarikan yang kuat terhadap suatu produk. Ketertarikan tersebut terjadi apabila produk tersebut dapat mengekspresikan dan meningkatkan citranya (Kim dan Chung, 2011). Contohnya, seseorang dengan kesadaran akan penampilan yang tinggi akan membeli produk yang dapat membantu mereka agar terlihat lebih muda. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa seseorang yang memiliki kesadaran akan penampilan yang tinggi memiliki sikap untuk membeli terhadap produk perawatan pribadi yang bebas bahan kimia (Kim dan Chung, 2011). Berdasarkan penjelasan ini, dapat dibentuk hipotesis sebagai berikut: H3: Kesadaran akan lingkungan mempunyai hubungan positif terhadap sikap untuk membeli.

Hubungan antara Sikap untuk Membeli dan Niat untuk Membeli Sikap didefinisikan sebagai perasaan mendukung atau memihak atau perasaan tidak mendukung atau tidak memihak terhadap suatu objek (Hidayat dan Nugroho, 2010). Perasaan ini timbul dari adanya evaluasi individual atas keyakinan terhadap hasil yang didapatkan dari perilaku tertentu tersebut. Sehingga, apabila seseorang memiliki sikap untuk membeli yang positif terhadap suatu produk maka akan timbul niat untuk membeli. Berdasarkan penjelasan ini, dapat dibentuk hipotesis sebagai berikut: H4: Sikap untuk membeli mempunyai hubungan positif terhadap niat beli.

Hubungan antar Norma Subjektif dan Niat untuk Membeli Norma subjektif terbentuk dari keyakinan normatif dan kemauan untuk menuruti kemauan orang lain yang dianggap penting (Tjahjono dan Ardi, 2008). Tjahjono dan Ardi menambahkan bahwa keyakinan Seminar Nasional Akuntansi & Bisnis (SNAB) 2012 27 Maret 2012, Universitas Widyatama - Bandung

normatif berkaitan dengan kondisi bahwa individu atau kelompok referen penting akan setuju atau tidak setuju dengan pelaksanaan perilaku. Sehingga, apabila norma subjektif setuju terhadap suatu perilaku dan memiliki pengaruh yang kuat, maka akan mendorong niat beli seseorang. Berdasarkan penjelasan ini, dapat dibentuk hipotesis sebagai berikut: H5: Norma subjektif mempunyai hubungan positif terhadap niat beli.

Hubungan antara Kontrol Keperilakuan yang Dirasakan dan Niat untuk Membeli Kontrol keperilakuan yang dirasakan merupakan persepsi seseorang. Persepsi tentang kemudahan atau kesulitan untuk melakukan suatu perilaku (Ajzen 2005). Kontrol keyakinan merupakan keyakinan tentang ada atau tidaknya faktor-faktor yang mempermudah atau menghambat dalam menampilkan tingkah laku tersebut (Ajzen 2005). Faktor-faktor tersebut meliputi tersedianya atau tidak informasi, kemampuan, kesempatan dan sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan suatu perilaku (Ajzen dan Fishbein 2010). Sehingga ketika seseorang yakin bahwa dirinya memiliki sumber daya yang lebih seperti waktu, uang, dan persepsi kemampuan yang tinggi, maka niatnya pun meningkat (Kim dan Chung, 2011). Berdasarkan penjelasan ini, dapat dibentuk hipotesis berikut. H6: Kontrol keperilakuan yang dirasakan mempunyai hubungan positif terhadap niat beli.

Hubungan antara Pengalaman Masa Lalu dan Niat untuk Membeli Pengalaman masa lalu seseorang merupakan faktor penting dalam membentuk persepsi produk secara spesifik yang akan mengarah pada niat beli masa depan (Kim dan Chung, 2011). Apabila pengalaman yang dirasakan sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas suatu produk akan dipersepsikan positif. Jika pengalaman yang dirasakan melebihi apa yang diharapkan, maka kualitas suatu produk dipersepsikan sebagai kualitas ideal. Persepsi yang baik, ideal dan positif dari suatu produk tentu akan mendukung niat beli konsumen di masa mendatang. Sebaliknya, apabila pengalaman yang dirasakan lebih jelek dibandingkan dari yang diharapkan, maka kualitas suatu produk akan dipersepsikan negatif. Hal tersebut akan mengurangi niat beli konsumen di masa mendatang dan konsumen cenderung akan beralih ke produk lain. Berdasarkan penjelasan yang ada ini, dapat dibentuk hipotesis berikut: H7: Pengalaman masa lalu mempunyai hubungan positif terhadap niat beli.

Efek Moderasi Kontrol Keperilakuan yang dirasakan terhadap Hubungan Sikap untuk Membeli dan Niat untuk Membeli Individu yang memiliki sikap untuk membeli yang positif, belum tentu memiliki niat untuk melakukannya apabila terdapat kesulitan dalam pelaksanaannya (Kim dan Chung, 2011). Kesulitan Seminar Nasional Akuntansi & Bisnis (SNAB) 2012 27 Maret 2012, Universitas Widyatama - Bandung

tersebut dapat dikarenakan oleh faktor harga. Sehingga, apabila seseorang memiliki sikap untuk membeli yang positif terhadap produk hijau, namun tidak memiliki sumber daya seperti uang, maka orang tersebut akan membatalkan niatnya untuk membeli. Berdasarkan penjelasan ini, dapat dibentuk hipotesis sebagai berikut: H8: Kontrol keperilakuan yang dirasakan memoderasi secara positif hubungan antara sikap untuk membeli dan niat beli.

Gambar 1. Model Penelitian

Sumber: Kim dan Chung (2011)

Metode Penelitian
Objek dan sampel penelitian. Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah produk body lotion The Body Shop. Pemilihan body lotion Body Shop sebagai objek penelitian berdasarkan hasil dari penelitian eksplorasi terhadap produk perawatan pribadi ramah lingkungan apa yang paling sering digunakan oleh responden. Terdapat dua kriteria utama yang digunakan dalam pemilihan responden. Pertama, responden adalah wanita dengan usia 18 tahun ke atas yang pernah menggunakan produk body lotion The Body Shop dalam satu bulan terakhir. Perhitungan satu bulan terakhir didapat dari penelitian eksplorasi terhadap 33 responden yang pernah menggunakan produk body lotion The Body Shop dalam kurun waktu satu bulan terakhir. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 252 sampel, akan

Seminar Nasional Akuntansi & Bisnis (SNAB) 2012 27 Maret 2012, Universitas Widyatama - Bandung

tetapi hanya bisa diolah sebanyak 235 sampel. Hal ini dikarenakan responden tidak mengisi kuesioner secara lengkap. Definisi Konseptual dan Operasional. Pada penelitian ini indikator-indikator pada variabel penelitian didapatkan dari penelitian sebelumnya (Kim dan Chung, 2011) dan penelitian-penelitian sejenis sebelumnya (misalnya, Hong, 2011; Tang et al., 2010, Coker et al., 2009; Smith et al, 2008) . Reliabilitas dan Validitas Ukuran. Uji keandalan diukur dengan menggunakan analisis Cronbachs alpha dan nilai corrected item-total correlation. Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas konverjen, validitas diskriminan dan validitas nomologikal. Teknik Analisis Data. Untuk menguji hipotesis peneliti menggunakan Multiple Regression Analysis (analisis regresi berganda) dimana hasil analisanya digunakan untuk mengambil kesimpulan mengenai populasi. Alasan peneliti menggunakan metode analisis regresi berganda adalah sebagai berikut. Pertama, karena hasil dari metode ini bisa digunakan untuk memprediksi suatu gejala dan menjelaskan suatu gejala yang muncul (Hair et al., 2006). Selain itu, menurut Siagian dan Sugiarto (2006), hasil dari metode analisis regresi berganda ini mampu memberikan sumbangan yang cukup signifikan dan akurat.

Hasil Analisis
Dalam peneltian ini, kuesioner disebarkan pada 265 responden. Dari 265 responden yang disebarkan, 235 kuesioner yang kembali dan dapat diolah. Di bawah ini Tabel 1 menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang signifikan pada tingkat 0,05 dan 0,01. Batas minimal signifikan korelasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0,05. Sehingga, tingkat signifikan 0,01 juga termasuk dalam batas minimal tingkat signifikan 0,05. Tingkat korelasi yang signifikan yaitu pada variabel HC, EC, ATT, dan PE. Hal ini menunjukkan bahwa peneliti memiliki keyakinan 95% bahwa dalam model penelitian ini tidak terdapat masalah multikolinearitas ditandai dengan nilai korelasi yang lebih kecil dari 0.80. Tabel 1 Hasil Uji Korelasi Penelitian Aktual
HC EC AC ATT SN PBC PE PI HC 1 -0.010 -0.086 0.047 -0.427** 0.028 0.013 0.014 EC 1 0.220** 0.145* 0.097 0.050 0.030 0.026 AC ATT SN PBC PE PI

1 0.102 0.070 0.096 0.092 0.029 1 -0.085 0.096 0.153* 0.161* 1 -0.069 -0.068 -0.004 1 0.021 0.080 1 0.419** 1

Seminar Nasional Akuntansi & Bisnis (SNAB) 2012 27 Maret 2012, Universitas Widyatama - Bandung

** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed) * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed) (HC = Kesadaran akan kesehatan ; EC = Kesadaran akan lingkungan ; AC = Kesadaran akan penampilan ; ATT = Sikap untuk membeli ; SN = Norma subjektif ; PBC = Kontrol keperilakuan yang dirasakan ; PE = Pengalaman masa lalu ; PI = niat beli) Sumber: Hasil Pengolahan Data 235 Responden (2011)

Uji reliabilitas dan validisitas dilakukan sebelum data dianalisis. Dalam uji reliabilitas, nilai Cronbach's alpha untuk semua variabel berkisar pada 0.702 sampai dengan 0.844. Nilai corrected itemtotal correlation berkisar 0.429 sampai dengan 0.682. Dengan demikian, indikator-indikator penelitian ini dapat dikatakan andal. Hasil analisis juga memunjukkan bahwa validitas konverjen telah tercapai dimana nilai factor loading setiap indikator diatas 0.6 dan tiap indikator mengelompok pada komponenya masingmasing. Selain tercapai validitas konverjen, validitas diskriminan juga tercapai. Hasil korelasi pada Tabel 1 menunjukkan tidak ada korelasi antar variabel yang melebihi 0.75. Dengan demikian, validitas diskriminan tercapai. Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda dan analisis regresi berjenjang. Tabel 2 menjelaskan hasil analisis regresi berganda variabel kesadaran akan kesehatan, kesadaran akan lingkungan dan kesadaran akan penampilan terhadap variabel sikap untuk membeli (H1 H3). Sedangkan Tabel 3 menjelaskan tahap-tahap regresi berjenjang yang terdiri dari variabel sikap untuk membeli, norma subjektif, kontrol keperilakuan yang dirasakan, pengalaman masa lalu untuk menjelaskan niat beli (H4 H7). Serta pengaruh moderasi kontrol keperilakuan yang dirasakan terhadap variabel sikap untuk membeli dan niat beli (H8). Tabel 2 Regresi berganda untuk memprediksi sikap untuk membeli
Prediktor (Constant) HC EC AC B 3.000 0.037 0.076 0.074 Analisis Regresi SE T 0.441 0.068 0.067 0.068 6.807 0.542 1.128 1.082 Sig 0.000 0.588 0.260 0.280 Kolinearitas TOL 0.993 0.955 0.949 VIF 1.007 1.047 1.054 Hipotesis Tidak didukung Tidak didukung Tidak didukung

Notes: R = 0.014, F(1, 009) =0.350, p < 0.05 Keterangan: HC = Kesadaran akan kesehatan; EC = Kesadaran akan lingkungan; AC = Kesadaran akan penampilan Sumber: Hasil pengolahan data

Berdasarkan nilai signifikannya, dapat disimpulkan ketiga variabel tersebut tidak memiliki nilai signifikan. Hal tersebut dikarenakan nilai probabilitas dari ketiga variabel lebih besar dari 0,05. Model tersebut menunjukkan bahwa T hitung untuk variabel kesadaran akan kesehatan sebesar 0,542 dengan probabilitas 0,588. T hitung untuk variabel kesadaran akan lingkungan adalah sebesar 1,128 dengan probabilitas 0,260. Sedangkan nilai T hitung untuk variabel kesadaran akan penampilan adalah sebesar Seminar Nasional Akuntansi & Bisnis (SNAB) 2012 27 Maret 2012, Universitas Widyatama - Bandung

1,082 dengan probabilitas sebesar 0,280. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi ini tidak dapat digunakan untuk memprediksi sikap untuk membeli. Selanjutnya adalah Tabel 3 yang menjelaskan mengenai hasil analisis regresi berjenjang. Pada Tabel 3 terdapat tiga model yang merupakan tahap-tahap dalam regresi berjenjang. Model yang pertama adalah hasil pengukuran variabel sikap untuk membeli, norma subjektif, dan kontrol keperilakuan yang dirasakan terhadap niat beli. Model kedua merupakan hasil pengukuran variabel pengalaman masa lalu terhadap variabel niat beli. Model ketiga adalah mengenai pengaruh moderasi kontrol keperilakuan yang dirasakan terhadap variabel sikap untuk membeli dan niat beli. Tabel 3 Regresi berjenjang untuk memprediksi niat beli
Prediktor (constant) ATT SN PBC PE ATTXPBC R F 0.009 1.69 0.172 46.40 B 3.003 0.113 0.009 0.070 Tahap 1 t Sig 7.432 1.893 0.151 1.052 0.000 0.060 0.880 0.294 B 1.771 0.059 0.032 0.069 0.373 Tahap 2 t Sig 4.306 1.066 0.555 1.128 6.812 0.000 0.287 0.579 0.261 0.000 B -0.662 0.669 0.031 0.710 0.382 -0.170 0.183 4.31 Tahap 3 T -0.533 2.232 0.541 2.256 7.006 -2.076 Hipotesis Sig 0.594 0.027 0.589 0.025 0.000 0.039 H4: Didukung H5: Tidak didukung H6: Didukung H7: Didukung H8: Tidak didukung

Keterangan: ATT = Sikap untuk membeli ; SN = Norma subjektif ; PBC = Kontrol keperilakuan yang dirasakan ; PE = Pengalaman masa lalu ; PI = niat beli) Sumber: Hasil Pengolahan Data

Berdasarkan hasil analisis regresi berjenjang pada Tabel 2, maka dapat dilihat bahwa model ketiga mampu menjelaskan niat beli dengan lebih baik. Hal ini terbukti dari nilai koefisien determinasi yang lebih besar dari model pertama dan kedua, yaitu sebesar 18.3%. Selain itu, penambahan variabel moderasi kontrol keperilakuan yang dirasakan pada model ketiga juga membantu memberikan nilai signifikan pada variabel-variabel lainnya. Sebagai contoh, pada model kedua, sebelum menambahkan variabel moderasi, variabel sikap untuk membeli memiliki nilai t hitung sebesar 1.066 dengan tingkat signifikan 0.287. Hal tersebut menunjukkan bahwa variabel sikap untuk membeli tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap niat beli karena memiliki t hitung kurang dari 1,96 dan nilai signifikan lebih besar dari 0,05. Namun setelah ditambahkan variabel moderasi pada model ketiga, variabel sikap untuk membeli menjadi signifikan dengan nilai t hitung menjadi 2.232 dan tingkat signifikan sebesar 0.027. Perubahan signifikan yang terjadi menunjukkan bahwa penambahan variabel bebas menyebabkan perubahan terhadap nilai koefisien atau perubahan signifikansi secara statistik (Sauert 2010). Penambahan variabel yang menyebabkan perubahan pada nilai signifikan juga menyebabkan terjadinya multikolinieritas (Katz 2011). Gejala multikolinieritas dapat dimana penambahan variabel Seminar Nasional Akuntansi & Bisnis (SNAB) 2012 27 Maret 2012, Universitas Widyatama - Bandung

moderasi pada model ketiga menyebabkan nilai VIF menjadi tinggi, yaitu sebesar 65.448. Namun menurut Paez, Gallo dan Buliung (2009), nilai VIF yang besar tidak menjadi masalah apabila nilai koefisien tetap signifikan. Berdasarkan hal tersebut, maka masalah multikolinieritas tidak diatasi dan peneliti menggunakan model ketiga untuk menjelaskan hipotesis. Hasil regresi berjenjang pada Tabel 3 menunjukkan bahwa sikap untuk membeli, norma subjektif, kontrol keperilakuan yang dirasakan, dan pengalaman masa lalu merupakan variabel yang signifikan untuk memprediksi niat beli. Akan tetapi, hasil menunjukkan bahwa kontrol keperilakuan yang dirasakan tidak memoderasi secara positif hubungan sikap untuk membeli dan niat beli. Hasil analisis menunjukkan hasil yang berbeda dimana nilai t adalah -2.076. Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai t adalah signifikan, namun karena nilai t menunjukkan hubungan yang negatif (berbeda arah dengan yang dihipotesiskan) menunjukkan bahwa kontrol keperilakuan yang dirasakan memoderasi hubungan sikap untuk membeli dan niat beli secara negatif.

Pembahasan
Uji hipotesis yang telah dilakukan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hipotesis yang didukung dan tidak didukung. Selanjutnya, peneliti akan mengadakan pembahasan mengenai alasan ada hipotesis yang didukung dan tidak didukung. Pembahasan tersebut didasarkan pada teori-teori yang telah dibahas pada landasan teori penelitian ini. Selain itu, didukung atau tidaknya hipotesis dalam penelitian ini juga dapat dikaitkan dengan profil responden yang diperoleh dari penelitian aktual. Hasil uji hipotesis 1 yang menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara kesadaran akan kesehatan dengan sikap untuk membeli tidak didukung (Kim dan Chung, 2011; Smith dan Paladino, 2009). Tidak didukungnya hipotesis ini dapat disebabkan karena asosiasi produk Body Shop yang erat dengan produk ramah lingkungan (www.femina.co.id). Selama ini, Body Shop cenderung hanya memfokuskan produknya sebagai produk yang ramah lingkungan. Sehingga di benak konsumen produk Body Shop adalah produk yang menggunakan bahan-bahan ramah lingkungan, bukan bahan-bahan yang menyehatkan bagi kulit. Alasan lain yang menyebabkan hipotesis 1 tidak didukung adalah kesadaran akan kesehatan lebih dikaitkan dengan makanan dan kegiatan fisik (Hong 2009, 4). Masih menurut Hong, tingkat kesadaran akan kesehatan seringkali dipahami dan diukur berdasarkan cara seseorang mengonsumsi makanan dan berdasarkan kegiatan fisik yang dilakukan. Individu yang sadar akan kesehatan cenderung lebih fokus pada jenis makanan yang dikonsumsi seperti makanan yang bernutrisi dan memberikan manfaat bagi tubuh. Selain itu, individu yang sadar akan kesehatan juga lebih fokus pada kegiatan fisik seperti olahraga yang dapat memberikan kesehatan jasmani. Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa

Seminar Nasional Akuntansi & Bisnis (SNAB) 2012 27 Maret 2012, Universitas Widyatama - Bandung

responden yang sadar akan kesehatan belum tentu memiliki sikap untuk membeli yang positif terhadap produk body lotion Body Shop. Hasil uji hipotesis 2 yang menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara kesadaran akan lingkungan dengan sikap untuk membeli tidak didukung. Hal tersebut dapat disebabkan oleh harga produk hijau yang seringkali lebih tinggi dari pada produk-produk konvensional lainnya (Pride dan Ferrell 2011, 609). Dalam hal ini, harga produk body lotion Body Shop yang lebih mahal dari produk body lotion pada umumnya. Menurut DeLeon dan Rivera (2009, 293), ketika disurvei, sebagian besar responden akan mengatakan bahwa mereka peduli terhadap lingkungan. Akan tetapi, sebagai konsumen sehari-hari, mereka belum mau membayar produk ramah lingkungan yang harganya mahal. Selain itu, harga produk hijau yang mahal juga dapat menjadi masalah bagi responden yang mayoritas dalam penelitian ini adalah mahasiswa. Masalah keuangan adalah salah satu masalah yang sering dialami oleh mahasiswa (kompasiana.com). Seorang mahasiswa cenderung memilih hidup berhemat dan lebih mengutamakan untuk membeli barang-barang kebutuhan lainnya yang jauh lebih penting. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa konsumen yang mengaku peduli terhadap lingkungan belum tentu memiliki sikap untuk membeli yang positif terhadap produk ramah lingkungan. Hasil uji hipotesis 3 yang menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara kesadaran akan penampilan dengan sikap untuk membeli tidak didukung. Hal tersebut dapat disebabkan oleh produk The Body Shop yang dikenal sebagai ethical beauty brand (www.femina.co.id). Dimana seluruh produk yang diproduksi merupakan produk yang ramah lingkungan. Sehingga, konsumen menganggap seluruh produk kosmetik yang dijual oleh The Body Shop, termasuk produk body lotion lebih ditekankan sebagai produk yang ramah lingkungan bukan produk yang dapat menyempurnakan penampilan. Oleh sebab itu, seseorang yang memiliki kesadaran akan penampilan belum tentu memiliki sikap untuk membeli yang positif terhadap pembelian produk body lotion Body Shop. Alasan lain yang menyebabkan hipotesis 3 tidak didukung adalah produk body lotion bukan merupakan produk kosmetik. Produk body lotion adalah sebuah produk perawatan pribadi (Singh 2011). Pada dasarnya, produk perawatan pribadi berbeda dengan produk kosmetik (Kummerer 2004). Masih menurut Kummerer (2004), produk kosmetik merupakan produk yang dirancang untuk membuat bagian tubuh menjadi indah. Pernyataan tersebut didukung oleh Berry (2008), yang menyatakan bahwa kosmetik adalah produk yang digunakan untuk meningkatkan penampilan fisik seseorang. Sedangkan produk perawatan pribadi merupakan produk kebersihan dasar. Oleh sebab itu, seseorang yang sadar akan penampilan cenderung memilih produk kosmetik dari pada produk perawatan kulit, karena produk kosmetik akan langsung mengubah penampilan asli mereka dan memberikan kepercayaan diri kepada seseorang.

Seminar Nasional Akuntansi & Bisnis (SNAB) 2012 27 Maret 2012, Universitas Widyatama - Bandung

Hasil uji hipotesis 4 yang menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara sikap untuk membeli dengan niat beli didukung (Chen et al 2010; Magistris dan Gracia 2008; Joynathsing dan Ramkisoon 2010; Huang et al 2011; Lim, Yap dan Li 2011; Bidin, Idris dan Shamsudin 2009; Hidayat dan Nugroho 2010; Chang dan Chin 2011; Tjahjono dan Ardi 2008; Tang dan Luo 2011; Arum dan Mangkunegara 2010). Hipotesis ini didukung karena menurut Kim dan Chung (2011), seseorang cenderung akan melakukan suatu perilaku jika orang tersebut memiliki sikap untuk membeli positif terhadap perilaku tersebut. Dalam hal ini, seseorang yang memiliki sikap untuk membeli yang positif terhadap produk body lotion Body Shop cenderung akan melakukan pembelian terhadap produk tersebut. Hasil uji hipotesis 5 yang menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara norma subjektif dengan niat beli tidak didukung (Kim et al., 2010; Tjahjono dan Ardi, 2008; Arum dan Mangkunegara, 2010; Huang et al., 2011; Hidayat dan Nugroho 2010; Basu dan Virick, 2008; Willis, 2008; Cho dan Walton, 2009; Conan dan Rafee, 2009; Glass dan Li, 2010). Hal ini menunjukkan seseorang cenderung tidak membutuhkan pendapat orang lain saat membeli produk body lotion Body Shop. Hal ini dapat dikarenakan alasan utama seseorang membeli produk ramah lingkungan adalah karena mereka peduli terhadap lingkungan (Mansvelt 2011, 193). Pernyataan ini juga didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Satriasari (2006) yang menyatakan bahwa sikap peduli terhadap lingkungan memiliki pengaruh paling besar dalam pembelian produk Body Shop. Sehingga dapat disimpulkan bahwa motivasi seseorang untuk membeli produk body lotion Body Shop adalah karena mereka peduli terhadap lingkungan, bukan karena pendapat dari orang lain. Alasan lain tidak didukungnya hipotesis ini dapat dilihat dari hasil uji statistik deskriptif pada variabel norma subjektif dan variabel niat beli. Rata-rata responden menjawab netral untuk indikator 1, 2, 4 dan 5 pada variabel norma subjektif. Sebagai contohnya, indikator norma subjektif 2 berbunyi Orangorang yang pendapatnya saya hargai menyarankan saya untuk membeli produk body lotion Body Shop dan rata-rata responden menjawab netral untuk indikator ini. Di sisi lain, rata-rata responden menjawab setuju untuk indikator 1, 2, 3, 4 dan 5 pada variabel niat beli. Sebagai contohnya, indikator niat beli 1 berbunyi Saya mungkin akan membeli produk body lotion Body Shop dan rata-rata responden menjawab setuju untuk indikator ini. Hal ini juga yang menjadi alasan mengapa hipotesis 5 tidak didukung. Responden rata-rata tidak terlalu mengikuti pendapat orang-orang di sekelilingnya dalam melakukan pembelian produk body lotion Body Shop. Hasil uji hipotesis 6 yang menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara kontrol keperilakuan yang dirasakan dengan niat beli didukung (Joynathsing dan Ramkisoon 2010; Lim, Yap dan Li 2011; Chen et al 2010; Huang et al 2011; Chen dan Yi Lu 2011; Kim 2009; Hidayat dan Nugroho 2010; Chang dan Chin 2011; Tjahjono dan Ardi 2008; Nuraeni 2010; Arum dan Mangkunegara 2010). Menurut Kim dan Chung (2011), semakin besar kontrol yang dimiliki oleh konsumen, maka semakin tinggi niat Seminar Nasional Akuntansi & Bisnis (SNAB) 2012 27 Maret 2012, Universitas Widyatama - Bandung

belinya. Dalam hal ini, ketika konsumen percaya bahwa mereka memiliki sumber daya seperti waktu dan uang yang lebih, maka persepsi mereka terhadap kontrol yang dimiliki juga ikut meningkat. Kontrol yang semakin tinggi dari konsumen, meningkatkan niat untuk membeli produk body lotion Body Shop. Hasil uji hipotesis 7 yang menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara pengalaman masa lalu dengan niat beli didukung (Weisberg et al 2011; Ling et al 2010; Huang et al 2011; Chen dan Yi Lu 2011; Geoffrey et al 2008; Wu dan Teng 2011). Menurut Chen, Gregoire, Arendt dan Shelley (2010), seseorang yang sukses dengan pengalaman sebelumnya cenderung akan kembali mengulang perilakunya di masa mendatang. Hal tersebut dikarenakan konsumen yang puas mempunyai kecenderungan untuk ingin tetap merasa puas di masa yang akan datang. Dalam hal ini, konsumen memiliki pengalaman masa lalu yang baik terhadap produk body lotion Body Shop, sehingga terbentuk niat untuk kembali membeli. Hasil uji hipotesis 8 menyatakan bahwa hipotesis tersebut tidak didukung. Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa kontrol keperilakuan yang dirasakan tidak memoderasi secara positif hubungan antara sikap untuk membeli dan niat beli. Secara spesifik, kontrol keperilakuan yang dirasakan melemahkan hubungan antara sikap untuk membeli dan niat beli, hal terebut dikarenakan hasil uji hipotesis berbeda arah dengan dugaan awal. Hubungan yang lemah tersebut dapat disebabkan karena harga produk hijau yang seringkali lebih tinggi dari pada produk-produk konvensional lainnya (Pride dan Ferrell 2011, 609). Dalam hal ini, harga produk body lotion Body Shop yang lebih mahal dapat menjadi masalah bagi responden yang mayoritas dalam penelitian ini adalah mahasiswa. Masalah keuangan adalah salah satu masalah yang sering dialami oleh mahasiswa (kompasiana.com). Oleh sebab itu, seorang mahasiswa cenderung memilih hidup berhemat dan memilih barang-barang murah. Sehingga, walaupun memiliki sikap untuk membeli yang positif dan uang yang cukup, konsumen lebih memilih produk body lotion merek lain dengan kualitas dan manfaat yang sama namun dengan harga yang lebih murah.

Implikasi Manajerial
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, maka peneliti dapat menguraikan implikasi manajerial bagi The Body Shop Indonesia. Dari penelitian ini secara spesifik dapat disimpulkan bahwa semakin positif sikap konsumen terhadap produk body lotion Body Shop maka niat beli konsumen juga akan meningkat. Niat beli juga akan meningkat apabila konsumen memiliki pengalaman masa lalu yang baik terhadap suatu produk. Selain itu, tingginya kontrol keperilakuan yang dirasakan terhadap produk produk body lotion Body Shop maka juga akan meningkatkan niat beli konsumen. Berkaitan dengan hipotesis-hipotesis yang tidak didukung, maka terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan oleh The Body Shop Indonesia. Hipotesis pertama, tidak adanya hubungan secara positif antara kesadaran akan kesehatan dan sikap untuk membeli. Upaya yang dapat dilakukan oleh Body Shop adalah Seminar Nasional Akuntansi & Bisnis (SNAB) 2012 27 Maret 2012, Universitas Widyatama - Bandung

meningkatkan asosiasi produknya termasuk untuk produk body lotion sebagai produk kesehatan kulit. Asosiasi merek adalah segala sesuatu yang terkait secara langsung atau tidak langsung dalam memori konsumen terhadap suatu merek (Aaker, 2010). Selama ini, Body Shop cenderung hanya memfokuskan produknya sebagai produk yang ramah lingkungan. Sehingga di benak konsumen produk Body Shop adalah produk yang menggunakan bahanbahan ramah lingkungan, bukan bahan-bahan yang menyehatkan bagi kulit. Oleh sebab itu, sebagian besar konsumen yang peduli akan kesehatan menganggap produk Body Shop tidak sesuai dengan kebutuhan mereka. Menurut Aaker (2010), asosiasi merek mampu memberikan alasan bagi konsumen untuk membeli dan menggunakan suatu merek, apabila asosiasi merek tersebut sesuai dengan manfaat yang dibutuhkan oleh konsumen. Sehingga upaya yang dapat dilakukan oleh Body Shop untuk meningkatkan asosiasi produk body lotionnya sebagai produk kesehatan adalah dengan menginformasikan lebih detil mengenai bahan-bahan alami yang digunakan yang bermanfaat bagi kesehatan kulit. Sebagai contoh, menginformasikan lebih detil mengenai penggunaan dan manfaat Ekstrak Oat dalam suatu produk. Ekstrak Oat mengandung antioksidan yang efektif melawan perusak kulit dan polusi lingkungan. Selain itu, upaya lain yang dapat dilakukan oleh The Body Shop adalah melakukan kampanye. Kampanye yang dilakukan tidak hanya mengangkat isu lingkungan, tetapi juga mengangkat isu mengenai kesehatan. Sehingga konsumen juga mengaitkan produk body lotion Body Shop itu sendiri sebagai produk kesehatan bagi kulit. Produk The Body Shop yang identik dengan produk yang ramah lingkungan juga membuat konsumen menganggap produk tersebut tidak dapat menyempurnakan penampilan. Konsumen menganggap seluruh produk kosmetik yang dijual oleh The Body Shop, termasuk produk body lotion lebih ditekankan sebagai produk yang ramah lingkungan bukan produk yang dapat menyempurnakan penampilan. Oleh sebab itu, seseorang yang memiliki kesadaran akan penampilan belum tentu memiliki sikap yang positif terhadap pembelian produk body lotion Body Shop. Berdasarkan hal tersebut, upaya yang dapat dilakukan oleh The Body Shop adalah memberikan konsep berbeda pada kegiatan periklanan yang dilakukan oleh The Body Shop. Konsep perikalanan yang dilakukan tidak hanya mengenai lingkungan, tetapi juga mengenai kegunaan dari The Body Shop. Selain menginformasikan kegunaan produknya yang dapat menyempurnakan penampilan, The Body Shop juga dapat bekerja sama dengan artis atau public figure yang terkenal dengan kecantikan penampilannya dalam memasarkan produk The Body Shop. Penggunaan public figure membantu untuk membangun atau reposisi sebuah merek berdasarkan kepribadian, karakter dan popularitas yang dimiliki oleh public figure tersebut (Roll, 2006). Sehingga, dengan melihat

Seminar Nasional Akuntansi & Bisnis (SNAB) 2012 27 Maret 2012, Universitas Widyatama - Bandung

penampilan dan karakter dari public figure tersebut, konsumen dengan sendirinya akan mengasosiasikan produk The Body Shop sebagai produk kecantikan yang dapat menyempurnakan penampilan. Kedua, harga Body Shop yang mahal membuat konsumen tidak memiliki sikap untuk membeli produk tersebut. Upaya yang dapat dilakukan oleh The Body Shop adalah melakukan strategi non price promotion. Salah satu contoh dari promosi ini adalah dengan memberikan sampel gratis (Keegan dan Green, 2009). Dalam hal ini, The Body Shop dapat memberikan kesempatan kepada calon konsumen untuk terlebih dahulu mengenal dan merasakan manfaat dari produk body lotion nya melalui pemberian sampel gratis. Tujuannya adalah supaya konsumen dapat merasakan manfaat dari produk tersebut, dan apabila calon konsumen merasa cocok, maka selanjutnya konsumen akan mempertimbangkan pembelian terhadap produk tersebut walaupun harganya cenderung mahal. Pemberian sampel juga dapat memberikan kesempatan bagi calon konsumen untuk mencoba dan merasakan manfaat dari produk tersebut tanpa harus membayar. Hal tersebut dianggap efektif karena untuk negara berkembang seperti Indonesia yang memiliki tingkat uncertainty avoidance yang tinggi (Law, 2007), pemberian sampel dapat mengurangi rasa ketidakpastian terhadap suatu produk. Selain itu, The Body Shop juga dapat memberikan potongan harga bagi konsumen pelajar atau mahasiswa. Sebagai contoh, memberikan potongan harga 10 persen bagi setiap pembeli yang dapat menunjukkan kartu pelajar atau mahasiswa. Hal tersebut bertujuan untuk menarik perhatian mahasiswa yang cenderung lebih suka dengan harga murah.

Saran untuk Penelitian Selanjutnya


Berdasarkan keterbatasan penelitian serta hasil dari penelitian ini, maka peneliti dapat menyimpulkan tiga saran bagi penelitian-penelitian selanjutnya. Saran pertama adalah mengenai obyek penelitian. Pada penelitian selanjutnya dapat disarankan untuk mengaplikasikan penelitian ini pada obyek produk perawatan pribadi ramah lingkungan lainnya, sehingga hasil penelitian ini dapat digeneralisasi untuk produk perawatan pribadi ramah lingkungan secara keseluruhan. Saran kedua adalah mengenai desain sampel penelitian. Pada penelitian ini, penggunaan desain sampel non-probabilitas membatasi generalisasi dari hasil penelitian. Oleh sebab itu, penelitian selanjutnya disarankan dapat mengubah desain sampel menjadi desain sampel probabilitas sehingga hasil penelitian selanjutnya dapat digeneralisasi. Saran yang terakhir adalah seperti yang dijelaskan oleh Kim dan Chung (2011) dalam penelitian selanjutnya sebaiknya ditambahkan faktor-faktor lain yang ikut mempengaruhi sikap untuk membeli dan niat beli konsumen. Sehingga, retailers dapat memahami cara membangun sikap-sikap positif terhadap objek penelitian dan meningkatkan niat beli konsumen.

Seminar Nasional Akuntansi & Bisnis (SNAB) 2012 27 Maret 2012, Universitas Widyatama - Bandung

Daftar Pustaka Aaker, D. A., V. Kumar, dan McLoghlin, Damien (2010). Strategic Market Management: Global Perspectives, Hoboken, NJ: John Wiley & Sons Inc. Aertsens, J., Verbeke, W., Mondelaers K., Buysse, J. dan Huylenbroeck G.V. (2009). Personal determinants of organic food consumption : a review. 111, 10, 1140-1167. Aertsens, J., Verbeke, W., Mondelaers K., dan Huylenbroeck G.V. (2011). The influence of subjective and objective knowledge on attitude, motivations and consumption of organic food. 113,11, 13531378. Ajzen, I. (2005). Attitude, Personality and Behavior. New York: McGraw Hill education. Ajzen, I. dan M. Fishbein. (2010). Predicting and Changing Behavior. New York: Taylor and Francis Group, LLC. Arum, M.D., dan Mangkunegara, A.A.P. (2010). Peran Sikap, Norma Subjektif, Persepsi Kendali Perilaku Dalam Memprediksi Intensi Wanita Melakukan Pemeriksaan Payudara Sendiri. 1,3, 162 -172. Bagozzi, R.P., and P.R. Warshaw. (1990). Trying to Consume, Journal of Consumer Research. 17, 127133. Bidin, Z., Idris, K.M., dan Shamsudin, F.M. (2009). Predicting Compliance Intention on Zakah on Employment Income in Malaysia: An application of Reasoned Action Theory. 28, 85 102 Blackwell, G.D., Miniard, P.W. dan Engel, J.F. (2006). Consumer Behavior, 10th ed. Ohio: Thompson South-Western. Blerkom M. L. V., Measurement and Statistics for Teachers. UK: 2009Bajpai, N., Business Statistics. India: 2010. Cannon, J.P., Perreault, W.D. dan McCharty, E.J. (2008). Basic Marketing, A Global Managerial Approach. America, NY: McGraw-Hill. Chang, C.C dan Y.C. Chin. (2011). Comparing consumer complaint responses to online and offline environment. 21, 2, 124 - 137. Chen, A.J., Gregoire, M.B., Arendt, S. dan Shelley, M.C. (2011). College and university dining services administrators intention to adopt sustainable practices: Results from US institutions. 12, 2, 145 162. Chen, M. F. (2009). Attitude toward organic foods among Taiwanese as related to health consciousness, environmental attitudes, and the mediating effects of a healthy lifestyle. 111, 2, 165-178. Coker, L. S., Ashill N.J. dan Hope, B. (2011). Measuring internet product purchase risk. 45, 7-8, 11301151. Gracia, A dan Magistris, T. (2008). The decision to buy organic food products in Southern Italy. 110, 929947. Goglinski, T. B. (2010). Effects Of Self-Monitoring and Public Self- Consciousness on Perceptions of Facebook Profiles. 1. Hair, J. F. Jr., R. E. Anderson, R. L. Tatham, dan W. C. Black. (2006). Multivariate Data Analysis, 6th ed. Engelwood Cliffs,NJ: Prentice Hall. Hair, J. F. Jr., R. E. Anderson, R. L. Tatham, dan W. C. Black. (2010). Multivariate Data Analysis, 7th ed. Engelwood Cliffs, NJ:Prentice Hall. Hidayat, W. dan Nugroho, A.A. (2010). Studi Empiris Theory of Planned Behavior dan Pengaruh Kewajiban Moral pada Perilaku Ketidakpatuhan Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi. 12, 82-93. Istijanto. (2007). Aplikasi Praktis Riset Pemasaran. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Jaolis, F. (2011). Profil Green Consumers Indonesia: Identifikasi Segmen dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pembelian Green Products. 2, 1, 115-136. Kim, H.Y., dan Chung, J. E. (2011). Consumer Purchase Intention For Organic Personal Care Products, 28, 40 47. Kotler, Philip dan Gary Armstrong. (2010). Principle of Marketing. Upper Saddle River,NJ: Pearson Education Inc. Seminar Nasional Akuntansi & Bisnis (SNAB) 2012 27 Maret 2012, Universitas Widyatama - Bandung

Kotler, Phillip dan Kevin L. Keller. (2012). Marketing Management, 14th ed.Upper Saddle River NJ: Pearson Education International. Kumar, C. R. (2008). Research Methodology. APH Publishing Corporation: New Delhi. Kummerer, K. (2004). Pharmaceuticals in the Environment. New York, NY: Springer-Verlag Berlin Heidelberg. Law, W. (2007). Resource Management: Global Challenges. America, US: Idea Group Publishing. Lim, Y.M., Yap, C.S., dan Lee, T.H. (2011). Intention to shop online: A study of Malaysian baby boomers. 5, 5, 1711-1717. Ling, K.C., Chai, L. T. dan Piew, T.H. (2010). The Effects of Shopping Orientations,Online Trust and Prior Online Purchase Experience toward Customers Online Purchase Intention. 3. Malhotra, Naresh K. (2010). Marketing Research : An applied Orientation, 6th ed. Singapore: Prentice Hall. Malhotra, Naresh, K. (2009). Basic Marketing Research: A Decision Making Approach, 3rd ed. New Jersey: Pearson. Malhotra, N. K. dan D. F. Birks. (2006). Marketing Research An Applied Approach, 2nd ed. Essex, UK: Pearson Education Limited. Mansvelt, J. (2011). Green Consumerism. America, US: Sage Publication, Inc. McDaniel, C., C. W. Lamb, dan J. F. Hair. (2007). Marketing Essentials, 5th ed. Mason: Thomson SouthWestern. McNabb, D.E. (2008). Research Methods in Public Administration and Nonprofit Management. United States, US: M.E Sharpe, Inc. Mitchell, M.L. dan Jolley, J.M. (2010). Research Design Explained, 7th ed, Belmont, USA: Wadsworth Cengage Learning. Nykiel, R.A. (2007). Handbook of Marketing Research Methodologies For Hospitality and Tourist. New York, NY: The Haworth Hospitality and Tourism Press. Othman, M.N., Yap, S.F., dan Wee, G.Y. (2011). Examining the Relationship between Gender, Age, Education Level and Social Cognitive Factors in a Health Setting. 6. Rangkuti, F. (2009) Strategi Promosi yang Kreatif dan Analisis Kasus Integrated Marketing Communication. Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama. Roll, M. (2006). Asian Brand Strategy: How Asia Builds Strong Brands. Palgrave Macmillan. Roos, E dan H. Tjarnemo. (2011). Challenges of carbon labelling of food products: a consumer research perspective. 113, 8, 982-996. Rubbin, A., dan Babbie, E., Research Methods for Social Work, 7th ed. 2011. Santosa, P.B. dan Hamdani M. (2007). Statistik Deskriptif dalam Bidang Ekonomi dan Niaga. Jakarta: PT Gelora Aksara Utama. Santoso. Singgih. (2011). Mastering SPSS Versi 19. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Sekaran, Uma. (2009). Research Methods for Business : A Skill-Building Approach, 5th ed. New York, NY: John Wiley and Sons. Sekaran, Uma and Roger Bougie. (2010). Research Methods for Business: A Skill Building Approach, 5th ed. Great Britain: Wiley. Shciffman, L. G. dan L. L. Kanuk. (2010). Consumer Behavior, 10th ed. Upper Saddle River, NJ: Pearson Education Inc. Singh, R.J. (2012). Genetic Resources,Chromosome Engineering, and Crop Improvement. NW: Taylor and Francis Group, LLC. Suh, B. W., Eves, A. dan Lumbers, M. (2009). Consumers Perception And Purchasing Intention Of Organic Food In South Korea. Tang, Z., Luo, F., dan Xiao, F. (2011). Antecedents of intention to purchase mass customized products. 20, 316-326. Teng P.K., Rezai G. dan Mohamed M.N. (2011). Consumers Awareness And Consumption Intention Towards Green Management Proceeding. Seminar Nasional Akuntansi & Bisnis (SNAB) 2012 27 Maret 2012, Universitas Widyatama - Bandung

Tjahjono, H.K. dan Ardi, H. (2008). Kajian Niat Mahasiswa Manajemen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta untuk Menjadi Wirausaha. 16, 1, 46-53. Urban, J. (2011). Personal Norms As Predictors Of Sustainable Consumption: Extension of The Tpb Framework. ESA 10th conference. Weisberg, J., Teeni, D. dan Arman, L. (2011). Past purchase and intention to purchase in e-commerce The mediation of social presence and trust. 21, 1. Wu, S.I., dan Lo, C.L. (2009). The influence of core-brand attitude and consumer perception on purchase intention towards extended product. 21, 1, 174-194. Wu, K.S., dan Teng, Y.M. (2011). Applying the extended theory of planned behavior to predict the intention of visiting a green hotel. 5, 7579-7587. Xie, C., Bagozzi, R.P., dan Troye, S. V. (2008). Trying to prosume: toward a theory of Consumers as cocreators of value. 36, 1, 109122. Zheng, Y. (2010). Past purchase and intention to purchase in e-commerce The mediation of social presence and trust. 37, 55 69.

Seminar Nasional Akuntansi & Bisnis (SNAB) 2012 27 Maret 2012, Universitas Widyatama - Bandung

You might also like