You are on page 1of 12

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Emfisema adalah suatu distensi abnormal ruang udara di luar bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli atau pola uniformis abnormal, distensi permanen spasium udara dengan destruksi dinding alveolar. Emfisema sering dialami oleh pria, pada usia dekade keenam. Gejala utamanya adalah pembesaran dada, sesak nafas bila banyak bergerak, dan batuk menahun. B. Tujuan Penulisan Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah agar mahasiswa keperawatan yang sebagai calon perawat, dapat mengetahui dan memahami tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit emfisema C. Sistematika Penulisan Dalam pembuatan makalah ini, penulis menggunakan sistematika penulisan studi pustaka keperawatan. Penulis menggunakan metode ini untuk mendapatkan kemudahan-kemudahan dalam mempelajarinya karena susunannya yang berurutan. Sistematika tersebut yakni :

BAB II TINJAUAN TEORI A. Definisi

Emfisema adalah pola uniformis abnormal, distensi permanen spasium udara dengan destruksi dinding alveolar. (KMB, ., hal 138) emfisema adalah suatu distensi abnormal ruang udara di luar bronkiolus termial dengan kerusakan dinding alveoli. (KMB, Brunner & Suddarth, hal 602) Emfisema dibagi menjadi 2 yaitu : 1. Ponlobular (panasinar), ditandai dengan destruksi bronkiole pernapasan, duktus alveolar dan alveoli, spasium udara di dalam lobulus lebih atau kurang membesar, dengan sedikit penyakit inflamasi. Sering disebut sebagai pink puffer. 2. Sentrilobular (sentriasinar), menyebabkan kelainan patologis dalam bronkiolus, menghasilkan hipoksia kronik hiperkapnea, pasitemia, dan episode gagal jantung sebelah kanan. Seringkali disebut sebagai blue bloater (kedua tipe emfisema dapat terjadi bersamaan. B. 1. 2. C. 1. 2. 3. Etiologi Merokok merupakan penyebab utama emfisema. Abnormalisasi protein plasma, defisiensi antitripsi 1. Manifestasi Klinis Riwayat perokok kretek, batuk kronik, mengi, sesak nafas dan Latihan ringan menimbulkan dispnea dan keletihan. Pada inspeksi, dada tong akibat udara terjebak, kehilangan massa

Dispnea dengan awitan tersembunyi. takipnea, diperburuk dengan infeksi pernafasan.

otot, dan pernafasan dengan bibir.

4. 5. 6. 7. 8. D.

Pada auskultasi, bunyi nafas hilang disertai krakles, ronki, dan Hiperesonan pada perkusi dan penurunan pada fremitus. Anoreksia, penurunan berat badan, dan kelemahan. Hipoksemia dan hiperkapnea pada tahap lanjut. Reaksi inflamasi dan infeksi akibat penumpukan sekresi. Patofisiologi Pada emfisema, beberapa faktor menyebabkan obstruksi jalan nafas,

perpanjangan ekspirasi.

yaitu : inflamasi dan pembengkakan bronki, produksi lendir yang berlebihan, kehilangan rekoil elastik jalan nafas dan kolaps bronkiolus serta redistribusi udara ke alveoli yang berfungsi. Karena dinding alveoli mengalami kerusakan, area permukaan alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinu berkurang, menyebabkan peningkatan ruang rugi (area paru di mana tidak ada pertukaran gas yang dapat terjadi) dan mengakibatkan difusi oksigen. Kerusakan difusi 02 menyebabkan hipoksemia. Pada tahap akhir penyakit, eliminasi CO2 mengalami kerusakan, mengakibatka peningkatan CO2 dalam darah arteri dan menyebabkan asidosis respiratorius. Karena dinding alveolar terus mengalami kerusakan, jaring-jaring kapiler pulmonal berkurang. Aliran darah pulmonal meningkat dan ventrikel kanan dipaksa untuk mempertahankan tekanan darah yang tinggi dalam arteri pulmonal. Dengan demikian, gagal jantung sebelah kanan adalah salah satu komplikasi. Terdapat kongesti edema tungkai (edema dependen), distensi vena leher, nyeri pada region hepar menandakan terjadinya gagal jantung. Sekresi meningkat dan tertahan, menyebabkan individu tidak mampu untuk membangkitkan batuk yang kuat untuk mengeluarkan sekresi. Infeksi akut dan kronik dengan demikian menetap dalam paru-paru yang mengalami emfisema memperberat masalah. Individu yang mengalami obstruksi kronik (ditandai dengan peningkatan tahanan jalan nafas) ke aliran masuk dan aliran keluar udara dari paru-paru. Paru-paru dalam keadaan hiperekspansi kronik. Untuk mengalirkan udara ke dalam dan keluar paru-paru dibutuhkan tekanan

negatif selama inspirasi dan tekanan positif dalam tingkat yang adekuat harus dicapai dan dipertahankan selama ekspirasi. Posisi selebihnya adalah salah inflamasi daripada menjalani aksi pasif involunter. Ekspirasi menjadi aktif dan membutuhkan upaya otot-otot, sesak nafas pasien terus meningkat, dada menjadi kaku, dan iga-iga terfiksasi pada persendiannya. Dada seperti tong. Pada banyak pasien, ini terjadi akibat kehilangan elastisitas paru karena adanya kecenderungan yang berkelanjutan pada dinding dada untuk mengembang. Beberapa pasien membungkuk ke depan untuk bernafas, menggunakan otot-otot aksesori pernafasan. Retraksi fase supraklavikula yang terjadi pada inspirasi mengakibatkan bahu melengkung ke depan. Pada penyakit lebih lanjut, otot-otot abdomen juga berkontraksi saat inspirasi. Terjadi penurunan progresif dalam kapasitas vital. Ekshalasi normal menjadi lebih sulit dan akhirnya tidak memungkinkan. Kapasitas vital total (VC) mungkin normal, tetapi rasio dari volume ekspirasi kuat dalam 1 detik dengan kapasitas vital (FEV1VC) rendah. Hal ini terjadi karena elastisitas alveoli sangat menurun. Upaya yang dibutuhkan pasien untuk menggerakkan udara dari alveoli yang mengalami kerusakan dan jalan nafas yang menyempit, meningkatkan upaya pernapasan. Kemampuan untuk mengadaptasi terhadap perubahan kebutuhan O2 sangat sulit. E. 1. 2. 3. 4. F. 1. Komplikasi Gagal jantung kanan. Gangguan respirasi total. Infeksi sekunder. Pecahnya alveolus dapat menimbulkan pneumotoraks. Penatalaksanaan Penatalaksanaan Keperawatan Tujuan utamanya adalah untuk memperbaiki kualitas hidup, kemajuan penyakit yang diperlambat, pengobatan jalan nafas yang mengalami obstruksi untuk menghilangkan hipoksia.

a. b. c. d. pernafasan. e. f. berkelanjutan. g. h. i. keberhasilan. j. 2. a.

Pengobatan

untuk

memperbaiki

ventilasi

dan

mengurangi kerja bernafas. Pencegahan dan pengobatan infeksi dengan segera. Terapi fisik untuk memulihkan dan meningkatkan Kondisi lingkungan yang sesuai untuk mempermudah Perawatan suportif dan psikologis. Program penyuluhan serta rehabilitasi pasien yang Bronkodilator / terapi aerosol (mengeluarkan partikel Pengobatan infeksi (terapi antimikrobial pada tanda Kortikosteroid, digunakan setelah pemberian tindakan

ventilasi pulmonal.

dalam bentuk kabut halus). pertama adanya infeksi pernafasan). higiene bronkial dan bronkodilator maksimum tidak memberikan Oksigenasi dalam konsentrasi yang rendah untuk Penatalaksanaan Medis Bronkodilator Bronkodilator diresepkan untuk mendilatasi jalan nafas karena preparat ini melawan, baik edema mukosa maupun spasme muskular dan membantu, baik dalam mengurangi obstruksi jalan nafas maupun dalam memperbaiki pertukaran gas. Medikasi ini mencakup agonis B adrogenik (metaproterenol, isoproterenol) dan metilxantin (teofilin, aminofilin). Bronkodilator mungkin menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan, yang termasuk takikardia, disritmia jantung, dan perangsangan sistem saraf pusat.metilxantin dapat juga menyebabkan gangguan gastrointestinal seperti mual dan muntah.

hipoksemia berat.

b.

Terapi Aerosol Aerosolisasi (proses membagi partikel menjadi serbuk yang sangat

halus) dari bronkodilator salin dan mukolitik seringkali digunakan untuk membantu dalam bronkodilatasi. Aerosol memudahkan yang dinebulizer menghilangkan bronkiolus, bronkospasme, membantu menurunkan edema mukosa, dan mengencerkan sekresi bronkial. Hal ini proses pembersihan mengendalikan proses inflamasi dan memperbaiki fungsi ventilasi. Alat nebulizer dengan balon-genggam dan aerosol dosis-terukur memberikan peredaan yang cepat bagi pasien. c. Pengobatan Infeksi Pasien dengan emfisema rentan terhadap infeksi paru dan harus diobati pada saat awal timbulnya tanda-tanda infeksi. S. pneumonia, H. influenzae, dan Brantiamella catarrhalis adalah organisme yang paling umum pada infeksi tersebut. Terapi antimikroba dengan tetrasiklin, ampisilin, amoksisilin, atau trimetoprim-sulfametoxazol (Bactrim) biasanya diresepkan. Regimen antimikroba digunakan pada tanda pertama infeksi pernafasan, seperti yang dibuktikan dengan sputum purulen, batuk meningkat, dan demam. d. Kortikosteroid Digunakan setelah tindakan lain untuk melebarkan bronkiolus dan membuang sekresi tidak menunjukkan hasil. Prednison biasanya diresepkan. Efek samping jangka pendek yaitu gangguan gastrointestinal dan peningkatan nafsu makan. Sedang jangka panjangnya yaitu pasien mungkin mengalami ulkus peptikum, osteoporosis, supresi adrenal, miopati steroid, dan pembentukan katarak. Oksigenasi. Terapi oksigen dapat meningkatkan kelangsungan hidup pada pasien dengan emfisema berat. Hipoksemia berat diatasi dengan konsentrasi oksigen rendah untuk meningkatkan PaO2 hingga antara 65 dan 80

mmHg. Pada emfisema berat, oksigen diberikan sedikitnya 16 jam per hari dengan 24 jam lebih baik.

G.

Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan diagnostik meliputi rontgen dada, pemeriksaan fungsi

pulmonari (terutama spirometri), gas-gas darah arteri (untuk mengkaji ventilasi dan pertukaran gas pulmonari) serta hitung darah lengkap (HDL). Pemeriksaan fungsi pulmonari biasanya menunjukkan peningkatan kapasitas paru total (TLC) dan volume residual (RV). Terjadi penurunan dalam kapasitas vital (VC) dan volume ekspirasi kuat (REV). Temuan-temuan ini menegaskan kesulitan dalam mendorong udara ke luar paru.

BAB III TINJAUAN KEPERAWATAN A. 1. aktivitas / latihan. 2. 3. femitus (palpasi). B. 1. Tujuan yang diharapkan : Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan pembatasan aliran udara, kelemahan otot respirasi, produksi sputum. Makanan dan Cairan Nafsu makan menurun / anoreksia. Penurunan berat badan menetap. Pernafasan Nafas pendek dan cepat (timbulnya tersembunyi Episode batuk timbul-hilang, biasanya tidak dengan dispnea sebagai gejala menonjol). produktif pada tahap dini meskipun dapat menjadi produktif. Riwayat merokok. Terdapat suara tambahan, mungkin redup dengan Fokus Pengkajian Aktivitas / Istirahat Keletihan, kelelahan. Sesak nafas saat beraktivitas. Dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap

ekspirasi mengi, hiperesonan pada area paru (perkusi), penurunan taktil

Gangguan pertukaran gas teratasi. Intervensi : Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stress / adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi. 2. Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi Kental, tebal, dan banyaknya sekresi adalah sumber Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan produksi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara. pernafasan dengan menggunakan gravitasi. utama gangguan pertukaran gas pada jalan nafas kecil. mukus meningkat. Tujuan yang diharapkan : Jalan nafas kembali efektif. Intervensi : Rasional : proses pernafasan. Pengeluaran sekret tidak efektif akan mengganggu Kaji kemampuan pengeluaran lendir. Lakukan suction bila perlu. Hindari ruang yang sesak, polusi, dan berdebu. Kaji / pantau frekuensi nafas. Kaji kecepatan irama dan kedalaman nafas. Ajarkan teknis bernafas. Berikan posisi semi-fowler / fowler. Kaji kualitas dan kuantitas sputum.

akut. 3.

Dengan menggunakan alat bantu, maka akan Pencetus tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan

membantu mengeluarkan sekret. mentriger episode akut. dapat ditemukan pada penerimaan / selama stress / adanya proses infeksi

Cemas berhubungan dengan proses penyakit.

Tujuan yang diharapkan : Cemas berkurang. Intervensi : masalah. Rasional : masalah. kecemasan. Pengungkapan perasaan dapat membantu mengurangi cemas. Teknik relaksasi membantu klien untuk mengurangi Pengidentifikasian penyebab membantu klien memilih mekanisme koping pada klien. Membantu memudahkan klien untuk memecahkan Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya. Ajarkan teknik relaksasi. Identifikasi penyebab cemas. Bantu klien untuk merumuskan rencana mengatasi

10

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Emfisema merupakan gangguan pengembangan paru-paru yang ditandai oleh pelebaran ruang udara di dalam paru-paru disertai destruksi jaringan. Ada 3 faktor utama penyebab emfisema, yaitu rokok, infeksi, dan polusi. Selain itu, terdapat pula hubungan dengan faktor keturunan dan status sosial. B. Saran Alhamdulillah, makalah ini telah dapat kami selesaikan tanpa ada halangan suatu apapun. Tapi, kami merasa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan.

11

DAFTAR PUSTAKA Engram, Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Vol. I. Jakarta : EGC. Mansjoer, Arif., dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius. Soemantri, Soeria E. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid II. Jakarta : Gaya Baru. Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta : EGC.

12

You might also like