You are on page 1of 8

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah Gangguan jiwa merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering kali luput dari perhatian. Penderita gangguan jiwa sering mendapat stigma dan diskriminasi yang lebih besar dari masyarakat di sekitarnya dibandingkan individu yang menderita penyakit medis lainnya (Rudyanto, 2007). Salah satu diantara Gangguan jiwa adalah Skizofrenia, Skizofrenia merupakan salah satu gangguan kejiwaan fungsi berat dan menunjukkan sehingga adanya disorganisasi disability

(kemunduran)

kepribadian,

menyebabkan

(ketidakmampuan) (Maramis, 1994). Gangguan jiwa jenis ini dapat terjadi mulai sekitar masa remaja dan kebanyakan penderitanya adalah berjenis kelamin laki-laki dan menjadi sakit pada usia antara 15 dan 35 tahun, sedangkan pada perempuan kebanyakan penampakan gejala antara usia 25 dan 35 tahun (Kaplan, dkk, 1991). Ada beberapa orang yang masih menutupi diri ketika ada anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa seperti Skizofrenia, dengan berbagai macam dalih seperti malu karena dianggap mendatangkan aib bagi keluarga, malu karena dianggap menjatuhkan harga diri, malu karena merusak citra diri, malu karena alasan lain yang sifatnya mengarah pada sebuah keuntungan pribadi. Adanya persepsi masyarakat bahwa mengalami gangguan jiwa ataupun keluarganya akan menerima aib, persepsi ini mengakibatkan

pandangan yang keliru bahwa penyakit jiwa merupakan aib bagi penderita maupun bagi keluarganya. Sehingga dapat mengakibatkan penurunan harga diri keluarga dan si penderita harus disembunyikan, dikucilkan atau bahkan ditelantarkan oleh Mengingat keluarganya bahwa

(http://deritakeluargaskizofrenia.blogspot.com/).

Skizofrenia merupakan salah satu gangguan jiwa berat, maka penderita sering memperlihatkan berbagai gejala psikopatologis secara nyata yang membuat mereka terlihat berbeda dalam penampilan, cara berbicara dan tingkah lakunya, sehingga keluarga dan masyarakat sering menolak keberadaan mereka (Candra, 2004). Jumlah penderita Skizofrenia adalah sekitar 1% dari total populasi dunia. Sedangkan prevalensi penderita Skizofrenia di Amerika Serikat dilaporkan 1 sampai 1,5% sedangkan insiden kasus Skizofrenia 1 per 1000 orang per tahun. Mengacu pada data WHO (World Health Organizations) prevalensi jumlah penderita gangguan jiwa Skizofrenia 0,2 sampai 2%, sedangkan insiden yang muncul tiap tahun sekitar 0,01%. Tragisnya, lebih dari 80% penderita Skizofrenia di Indonesia tidak diobati. Mereka dibiarkan berkeliaran di jalan atau bahkan dipasung. Padahal jika diobati sepertiga dari mereka bisa sembuh total. Tetapi bila tidak diobati, akan terus kambuh, dan 25%-30% dari mereka akan resisters (Andri, 2008). Sedangkan Data dari Dinas Kesehatan Jawa Timur pada tahun 2008 menyatakan jumlah Skizofrenia di Indonesia terutama di Jawa Timur mencapai 2% dari populasi (Dinkes 2008). Menurut data dari Dinkes Kab. Madiun pada tahun 2010

jumlah penderita gangguan jiwa sebanyak 1695 penderita dan dari jumlah tersebut ada 697 yang lepas aktif. Sedangkan penderita pasif di Kab. Madiun bisa dilihat pada tabel. Tabel penderita Skizofrenia Kab. Madiun No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Puskesmas Kebonsari Gantrung Dolopo Mlilir Geger Kaibon Dagangan Jetis Kare Gemarang Wungu Mojopurno Madiun Z. Penderita 69 22 41 13 63 64 9 13 45 9 17 8 40 No 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 Puskesmas Dimong Jiwan Klagen serut Balerejo Simo Mejayan Saradan Sumbersari Pilang Kenceng Krebet Sawahan Wono sari Klecorejo Z. Penderita 65 66 18 15 20 86 38 37 11 41 62 19 14

Berdasarkan tabel diatas rangking I (86) Puskesmas Mejayan, II (69) Puskesmas Kebonsari, III (66) Puskesmas Jiwan, IV (65) Puskesmas Dimong, (64) Puskesmas Kaibon, 63 Puskesmas Geger, 62 Puskesmas Sawahan ini merupakan Puskesmas yang memiliki penderita Skizofrenia yang relatif lebih banyak di banding Puskesmas lain sedangkan Puskesmas Sawahan memiliki penderita Skizofrenia sebanyak 62 penderita masih jauh dari jangkauan Poliklinik jiwa karena Poliklinik jiwa di Kab. Madiun ada di RSUI Caruban dan Puskesmas Geger sehingga peneliti mengambil wilayah Puskesmas Sawahan sebagai obyek penelitian.

Gangguan jiwa Skizofrenia tidak terjadi dengan sendirinya, ada banyak faktor yang berperan, yaitu faktor genetik, trauma psikologis selama masa kehamilan, disfungsi situasi sosial seperti trauma masa kecil, kekerasan dan hubungan interpersonal yang kurang hangat (Rudyanto, 2007). Dalam teori biologi menjelaskan faktor keturunan mempunyai peranan dalam terjadinya Skrizofrenia, seseorang mempunyai keluarga seorang Skizofrenia, demikian pula pada kembar monozigot. Penderita Skizofrenia akan

mengalami kesulitan untuk membedakan manakah pengalaman yang berdasarkan realita dan bukan, pikiran sesuai logika atau tidak, perilaku yang serasi atau tidak. Skizofrenia akan memperburuk kemampuan seseorang untuk bekerja, sekolah, berhubungan dengan orang lain dan merawat diri. Keluarga adalah unit terkecil dari suatu masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan. (Departemen Kesehatan R.I. 1998). Kehadiran penderita Skizofrenia sering dirasakan sebagai beban keluarga, sehingga banyak keluarga yang malu mengakui penderita sebagai bagian dari keluarganya (Anas, 2002). Berbagai problema menimpa keluarga, membebani berbagai aspek kehidupan keluarga. Penderita Skizofrenia sering minder, tidak mempunyai teman, menganggur, malas, aneh, bicara sendiri, ketawa sendiri, terkadang selalu memikirkan untuk bunuh diri saja, tak pandai mengatur uang, kegiatan itu-itu saja, monoton, kurang variasi, tak bisa bergaul, dan banyak lagi sifat atau gejala yang sulitsulit (Chandra, 2004). Kondisi inilah yang membuat keluarga tidak siap

menerima dan merawat anggota keluarga yang menderita Skizofrenia Penyakit Skizofrenia seringkali menetap atau kronis, sehingga perlu terapi berjangka lama sehingga apabila koping keluarga maladaptif keluraga akan cenderung membiarkan atau menelantarkan pasien gangguan jiwa atau bahkan memasung mereka dan hal dampaknya pada penderita malah akan membuat pasien tersebut tidak sembuh melainkan memperparah kondisinya. Pasien Skizofrenia dan keluarganya sering dicemooh bahkan dikucilkan oleh masyarakat, dampaknya keluarga merasa malu atas anggota keluarganya yang mangalami gangguan jiwa Skizofrenia, bahkan adanya tekanan batin yang dialami keluarga karena cemoohan dan pengucilan yang dilakukan oleh masyarakat. (Irwanto, 2008). Keluarga yang mempunyai pasien Skizofrenia cenderung tertutup dan enggan diwawancarai, agaknya hal ini disebabkan oleh stigma, rasa malu dan penyalahan dari lingkungan sosial yang dialami keluarga. Bagi beberapa keluarga kehadiran Skizofrenia menimbulkan aib yang besar. Hal ini tidak terbatas pada keluarga dengan status sosial ekonomi pendidikan rendah saja, namun juga dialami oleh keluarga kalangan atas, agaknya masih cukup kuat kepercayaan dalam masyarakat bahwa Skizofrenia disebabkan oleh kutukan karena dosa, kemasukan roh-roh jahat ataupun disebabkan oleh guna-guna. Hal ini menimbulkan stigma bagi keluarga sehingga mereka malu mengakui dan dapat mengakibatkan harga diri rendah pada keluarga. (Arif, 2006). Upaya yang dilakukan untuk menghilangkan pandangan yang salah tentang gangguan jiwa Skizofrenia adalah dengan melakukan sosialisasi dan

penyuluhan kepada keluarga dan masyarakat tentang pengetahuan mengenai Skizofrenia, penanganan pada penderita Skizofrenia, sikap keluarga dan masyarakat terhadap penderita Skizofrenia. Sosialisasi clan penyuluhan ini dapat dilakukan oleh petugas kesehatan seperti petugas dari Puskesmas, selain itu masyarakat juga mempunyai peranan penting dalam mensosialisasikan tentang pengartian Skizofrenia. Dengan adanya sosialisasi diharapkan keluarga dan masyarakat mempunyai pandangan yang positif tentang gangguan jiwa Skizofrenia sehingga keluarga dan masyarakat dapat menghilangkan stigma dan diskriminasi terhadap penderita gangguan jiwa Skizofrenia. Berdasarkan masalah diatas peneliti tertarik untuk meneliti tentang bagaimanakah gambaran konsep diri (harga diri) keluarga yang mempunyai anggota keluarganya mengalami gangguan jiwa Skizofrenia.

1.2

Rumusan Masalah Dari uraian di atas maka rumusan masalahnya adalah Bagaimana gambaran konsep diri (harga diri) keluarga yang mempunyai anggota keluarga mengalami gangguan jiwa Skizofrenia?

1.3

Tujuan Penelitian Tujuan Umum Mengetahui gambaran konsep diri (harga diri) keluarga yang mempunyai anggota keluarga mengalami gangguan jiwa Skizofrenia. Tujuan Khusus

1.4

Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis 1.4.1.1 Bagi IPTEK Diharapkan penelitian ini memberikan masukan bagi profesi keperawatan dalam mengembangkan perencanaan keperawatan yang akan di lakukan untuk menurunkan stigma dan diskriminasi masyarakat dan keluarga tentang penderita gangguan jiwa Skizofrenia dengan meningkatkan

pengetahuan keluarga tentang gangguan jiwa Skizofrenia. 1.4.1.2 Bagi Institusi Sebagai masukan yang berguna khususnya pada keperawatan komunitas dan hasil penelitian ini dapat di gunakan sebagai bahan pertimbangan dalam perkembangan kurikulum pendidikan di Akademi Keperawatan. dr.

Seodono Madiun. 1.4.1.3 Bagi Peneliti Sebagai sarana untuk menerapkan pengetahuan yang di peroleh dan menambah pengalaman peneliti dalam melakukan penelitian serta mengetahui gambaran konsep diri (harga diri) keluarga yang mempunyai anggota keluarga mengalami gangguan jiwa Skizofrenia. 1.4.2 Manfaat Praktis 1.4.2.1 Bagi Masyarakat Sebagai saran dan inpormasi pengetahuan yang baik bagi masyarakat tentang gangguan jiwa Skizofrenia sehingga masyarakat menurunkan stigma dan diskriminasi terhadap Pasien gangguan jiwa dan keluarganya. 1.4.2.2 Bagi Respoden Hasil pengetahuan ini dapat membantu menambah pengetahuan dan informasi tentang gangguan jiwa

Skizofrenia dan di harapkan bisa meningkatkan harga diri keluarga yang mempunyai anggota keluarga mengalami gangguan jiwa Skizofrenia.

You might also like