You are on page 1of 14

Laporan Praktikum ke-4 m.k.

Fisiologi Hewan Air

Hari/Tanggal : Rabu/28 Maret 2012 Kelompok : 6 (enam) Asisten : Asyanto

RESPIRASI (TINGKAT KONSUMSI OKSIGEN)

Disusun Oleh: Anissa Trisna Argarini C24100043

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

I.

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Semua makluk hidup membutuhkan oksigen termasuk hewan air. Oksigen

merupakan salah satu variabel lingkungan yang sangat dibutuhkan oleh organisme akuatik. Oksigen yang terlarut di perairan masuk ke dalam tubuh organisme melalui proses pernafasan (respirasi). Pada proses pernafasan tersebut oksigen masuk ke dalam sistem sirkulasi melalui proses difusi melewati membran tipis pada lamela sekunder dari dalam insang. Oksigen selanjutnya diikat oleh hemoglobin (Hb) dan diangkut ke seluruh tubuh untuk selanjutnya digunakan untuk mengoksidasi nutrien agar dihasilkan energi bebas (katabolisme) pada tingkat sel. Konsumsi oksigen menurut Affandi sebagai indikator respirasi juga menunjukkan metabolisme energetik. Pengertian dari metabolisme dasar itu sendiri adalah kuantitas oksigen yang dikonsumsi ketika ikan berada pada kondisi istirahat, tidak makan, dan dalam lingkungan yang netral. Metabolisme dasar pada ikan lebih rendah dibandingkan dengan binatang lainnya karena ikan adalah hewan poikilotermal dan energi untuk menopang tubuhnya sangat sedikit sedangkan energi yang dibuang lewat ekskresi sangat rendah. Namun, ternyata hewan air membutuhkan oksigen dengan jumlah yang berbeda-beda tergantung pada jenis, ukuran, kondisi fisiologis dan variabel lingkungan seperti suhu, kadar oksigen terlarut, kadar karbondiksida, salinitas, dan lain-lain. Oleh karena itu, dengan adanya perbedaan jumlah konsumsi oksigen dan batas minimal oksigen terlarut yang dapat ditolerir oleh hewan akuatik dari jenis ikan yang berbeda maka perlu dilakukan uji respirasi dari ikan-ikan tersebut untuk mengetahui tingkat konsumsi oksigennya. 1.2 Tujuan Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui prinsip-prinsip pengukuran konsumsi oksigen diukur dengan menggunakan respirometer tertutup dan mengetahui kebutuhan (konsumsi) oksigen pada hewan uji sebagai refleksi tingkat metabolismenya.

II.

METODOLOGI

1.3

Waktu dan Tempat Praktikum dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 21 Maret 2012 pukul 8.00

sampai dengan 11.00 WIB, bertempat di laboratorium Fisiologi Hewan Air Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. 1.4 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah respirometer tertutup, akuarium, aerator, botol BOD, DO meter, stopwatch, lap/tissue, botol cup, dan alat tulis. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan adalah sterofoam dan organisme akuatik yaitu ikan patin (Pangasius pangasius), lele (Clarias sp.), mas (Cyprinus carpio), nila (Oreochromis niloticus), dan sepat (Trichogaster lerii). 1.5 Prosedur Kerja Praktikum mengenai respirasi ini diawali dengan dipuasakannya hewan uji selama 24 jam (metabolisme standar) dan hewan uji diberi makan sebelum pengukurun (metabolisme rutin). Kemudian berat hewan uji ditimbang dan dimasukkan ke dalam respirometer. Lalu volume total air dalam respirometer di ukur. Semua lubang dan celah dari wadah ditutup rapat agar terhindarnya masuknya oksigen dari luar wadah secara difusi ke dalam sistem tertutup yang dibuat. Sebelum pengukuran dimulai, semua saluran inflow dan outflow distabilkan sehingga tidak ada gelembung dalam selang. Kemudian dicatat volume air yang dikeluarkan sehingga volume total air dalam respirometer tertutup selalu diketahui secara pasti dan dibiarkan selama lima menit untuk menciptakan kondisi stabil dan hewan uji sudah pulih dari stress. Lalu sampel air diambil melalui selang pengeluaran dan ditampung dalam botol BOD, proses ini dilakukan dengan teliti dan dihindarkan dari terjadinya bubling maupun kemungkinan air kontak dengan udara luar. Kadar oksigen dari air sampel kemudian diukur dengan menggunakan DO meter. Pengukuran berikutnya dilakukan setelah 15, 30, 45, dan 60 menit berikutnya. Selanjutnya, dari data pengukuran kadar oksigen yang didapat kemudian dilakukan penghitungan terhadap tingkat konsumsi oksigen dari biota akuatik tersebut, dengan rumus:

| ( | (

| ) ( |

| ) | | )

) (

Keterangan: | | = Konsentrasi oksigen pada saat tn (mg O2/l) = Volume air pada tn = Volume air pada saat tn-1 = Bobot hewan uji pada saat tn

III.

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1

Hasil Respirasi yang terjadi dalam tubuh ikan terjadi berbeda-beda pada jenis ikan

yang berbeda. Perbedaan ini dapat dilihat dari jumlah konsumsi oksigen yang berbeda, tingkat hewan uji selama di dalam wadah respirometer tertutup, dan konsentrasi terlarut minimum yang dapat ditolerir oleh hewan uji. Oleh karena itu, perbedaan hasil dari kandungan oksigen terlarut yang didapat ini perlu kita data agar dapat menjadi hasil pengamatan yang informatif. Berikut ini adalah tabel yang menyajikan data konsumsi oksigen hewan uji pada lima jenis ikan yang berbeda. Tabel pertama adalah tabel yang menunjukan data konsumsi oksigen pada ikan patin (Pangasius pangasius). Tabel 1. Konsumsi Oksigen Hewan Uji pada Ikan Patin (Pangasius pangasius)
Konsumsi O2 Waktu DO awal 30 menit 45 menit 60 menit Konsumsi Oksigen (mg O2/gram/jam) Ulangan 1 (Kelompok 3) Ulangan 2 (Kelompok 8) 4,54 10,39 0,72 8,35 2,08 8,84 0 4,63

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa DO awal dari ulangan 1 dan ulangan 2 memiliki konsentrasi yang cukup berbeda, yaitu pada ulangan 1 jumlah DO-nya sebesar 4,54 mg O2/gram/jam dan pada ulangan 2 jumlah DO-nya

sebesar 10,39 mg O2/gram/jam. Tabel juga memperlihatkan pada waktu 30 menit berikutnya pada kedua ulangan didapatkan jumlah DO yang lebih kecil, yaitu dengan selisih sekitar 3 mg O2/gram/jam. Namun, dari kedua ulangan ini terdapat perbedaan pada jumlah DO di menit ke-60 dimana pada ulangan 1 DO-nya 0 sedangkan pada ulangan 2 DO-nya masih tersisa 4,63 mg O2/gram/jam. Selanjutnya, pengamatan jumlah konsumsi oksigen hewan uji pada ikan lele (Clarias sp.) juga dilakukan dengan dua kali ulangan. Hasil dari pengamatan tersebut dapat kita lihat pada tabel 2 berikut ini. Tabel 2. Konsumsi Oksigen Hewan Uji pada Ikan Lele (Clarias sp.)
Konsumsi O2 Waktu DO awal 30 menit 45 menit 60 menit Konsumsi Oksigen (mg O2/gram/jam) Ulangan 1 (Kelompok 1) Ulangan 2 (Kelompok 6) 10,88 1,87 13,06 0 12,52 1,73 4,79 3,33

Tabel 2 di atas menyajikan data yang jumlah DO pada kedua ulangan yang cukup berbeda. Misalnya, dari jumlan DO awal dimana pada ukangan 1 terdapat DO sebesar 10,88 mg O2/gram/jam sedangkan pada ulangan 2 hanya terdapat DO sebesar 1,87 mg O2/gram/jam. Kemudian pada menit ke-30, di ulangan 1 terjadi kenaikan DO menjadi 13,06 mg O2/gram/jam dan pada ulangan 2 terjadi penurunan DO hingga 0. Pada lima belas menit berikutnya, yaitu pada menit ke45 pada ulangan 1 terjadi penurunan jumlah DO sedangkan pada ulangan 2 terjadi kenaikan DO. Namun, pada akhir pengamatan didapatkan jumlah DO pada kedua ulangan memiliki jumlah yang tidak jauh berbeda, dengan jumlah DO pada ulangan 1 lebih banyak 1,46 mg O2/gram/jam daripada DO pada ulangan 2. Pada pengamatan konsumsi oksigen hewan uji pada ikan mas (Cyprinus carpio) dilakukan. Hasil dari pengamatan tersebut dapat kita lihat pada tabel 3 berikut ini. Tabel 3. Konsumsi Oksigen Hewan Uji pada Ikan Mas (Cyprinus carpio)
Konsumsi O2 Waktu DO awal 30 menit 45 menit 60 menit Konsumsi Oksigen (mg O2/gram/jam) Ulangan 1 (Kelompok 2) Ulangan 2 (Kelompok 7) 0,78 1,82 1,50 1,17 2,17 0,56 1,39 2,16

Tabel 3 di atas menyajikan data dari pengamatan yang dilakukan oleh kelompok 2 dan 7. Pada data DO awal dari kedua kelompok memiliki jumlah DO yang hampir sama, yaitu sebanyak 0,78 mg O2/gram/jam pada ulangan 1 dan 1,82 mg O2/gram/jam pada ulangan 2. Selanjutnya, berdasarkan tabel di atas juga terlihat jumlah DO dari tiap lima belas menit jeda waktu pengukuran pada kedua ulangan terjadi kenaikan dan penurunan DO yang tidak tentu. Misalnya, pada menit ke-30 terjadi kenaikan DO, pada menit ke-45 di ulangan 1 terjadi kenaikan DO menjadi 2,17 mg O2/gram/jam sedangkan pada ulangan 2 terjadi penurunan DO menjadi 0,56 mg O2/gram/jam, dan pada menit ke-60 terjadi sebaliknya dimana pada jumlah DO pada ulangan 1 terjadi penurunan sedangkan pada ulangan 2 jumlah DO naik ke 2,16 mg O2/gram/jam. Pada pengamatan jumlah konsumsi oksigen hewan uji pada ikan Nila (Oreochromis niloticus) dengan dua kali ulangan yaitu untuk hewan uji kecil dan hewan uji besar juga didapatkan data yang berbeda. Hasil dari pengamatan tersebut disajikan pada tabel 4 berikut ini.

Tabel 4. Konsumsi Oksigen Hewan Uji pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Konsumsi O2 Waktu DO awal 30 menit 45 menit 60 menit Konsumsi Oksigen (mg O2/gram/jam) Ulangan 1 (Kelompok 5) Ulangan 2 (Kelompok 9) 2,95 1,21 2,13 1,21 0 2,32 2,63 2,23

Tabel di atas menyajikan data yaitu pada ulangan 1 didapatkan data DO awal sebesaar 2,95 mg O2/gram/jam dan pada ulangan 2 DO awalnya sebesar 1,21 mg O2/gram/jam. Pada tiga puluh menit berikutnya, pada ulangan 1 terjadi penurunan DO menjadi 2,13 mg O2/gram/jam dan pada ulangan 2 didapatkan jumlah DO yang sama dengan DO awal. Selanjutnya, pada menit ke-45 terjadi penurunan DO hingga 0 pada ulangan 1 dan terjadi sedikit kenaikan DO pada ulangan 2 menjadi 2,32 mg O2/gram/jam. Kemudian pada akhir waktu uji didapatkan jumlah DO yang hampir sama pada ulangan 1 dan ulangan 2 yaitu secara berurutan adalah 2,63 mg O2/gram/jam dan 2,23 mg O2/gram/jam. Pada pengamatan jumlah konsumsi oksigen hewan uji pada ikan sepat (Trichogaster lerii) dengan dua kali ulangan yaitu juga untuk hewan uji kecil dan hewan uji besar didapatkan data yang cukup bervariasi. Hasil dari pengamatan tersebut disajikan pada tabel 5 berikut ini. Tabel 5. Konsumsi Oksigen Hewan Uji pada Ikan Sepat (Trichogaster lerii)
Konsumsi O2 Waktu DO awal 30 menit 45 menit 60 menit Konsumsi Oksigen (mg O2/gram/jam) Ulangan 1 (Kelompok 4) Ulangan 2 (Kelompok 10) 1,43 0,48 2,74 1,38 2,30 0,44 0,63 0,42

Tabel 5 di atas menyajikan data yaitu pada pengamatan yang dilakukan oleh kelompok 4 sebagai ulangan 1 dan kelompok 10 sebagai ulangan 2. Berdasarkan data pada tabel jumlah DO awal ke jumlah DO pada menit ke-30 pada kedua ulangan menunjukkan adanya kenaikan jumlah DO sebesar 1,31 mg O2/gram/jam pada ulangan 1 dan 0,90 mg O2/gram/jam pada ulangan 2. Kemudian pada menit ke-45 dan menit ke-60 dari kedua ulangan menunjukkan terjadinya penurunan DO hingga DO akhir yang terukur sebesar 0,63 mg O2/gram/jam untuk ulangan 1 dan 0,42 mg O2/gram/jam untuk ulangan 2.

3.2

Pembahasan Respirasi atau pernapasan adalah proses pertukaran oksigen dan

karbondioksida antara suatu organisme dengan lingkungannya. Peranan oksigen dalam kehidupan ikan merupakan zat yang mutlak dibutuhkan oleh tubuh yaitu untuk mengoksidasi zat makanan (karbohidrat, protein dan lemak) sehingga dapat menghasilkan energi (Affandi 2002). Pada buku Fisiologi Hewan Air, Affandi 2002 juga menyatakan adapun komponen-komponen pada sistem pernapasan yaitu alat pernapasan (insang), oksigen, karbondioksida, dan darah meliputi butirbutir darah merah dan Hb. Selain itu, prinsip pernapasan yaitu proses perukaran gas terjadi secara difusi. Pada proses difusi terjadi suatu aliran molekul gas dai lingkungan atau ruang yang konsentrasi gasnya tinggi ke lingkungan atau ruang yang konsentrasi gasnya rendah. Berdasarkan hasil yang didapat dari praktikum kali ini, yaitu terjadi perbedaan konsumsi oksigen dari kelima jenis ikan yang berbeda tersebut. Perbedaan hasil juga terlihat pada jenis ikan yang sama tetapi memiliki ukuran yang berbeda. Perbedaan ini terjadi pada semua pengamatan yang dilakukan oleh kesepuluh kelompok praktikan. Perbedaan yang dimaksudkan adalah perbedaan pada DO awal, DO menit ke-30, DO menit ke-45, dan DO menit ke-60 dari hasil pengukuran menggunakan termometer. Hal ini sesuai dengan pustaka pada Affandi 2002 yang menyatakan bahwa hewan air membutuhkan oksigen (pada praktikum kali ini ditunjukkan dengan perubahan nilai DO) dengan jumlah yang berbeda-beda tergantung pada jenis ikan dan ukuran. Jenis ikan disini mempengaruhi perbedaan konsumsi oksigen karena pada ikan yang berbeda memiliki alat pernafasan yang berbeda. Secara umum respirasi pada ikan memang dilakuakn melalui insang, tetapi pada ikan-ikan tertentu seperti lele (Clarias sp.) seperti yang digunakan pada praktikum kali ini memiliki alat pernafasan tambahan yaitu arborescent sehingga konsumsi oksigennya tidak hanya memalalui insang tetapi juga melalui arborescent. Kandungan oksigen terlarut yang optimal bagi ikan lele adalah > 4 ppm (Dardiani 2010). Sedangkan, ukuran ikan mempengaruhi jumlah konsumsi oksigen karena menurut Salmin 2005 ikan yang berukuran besar cenderung memiliki aktivitas metabolisme yang lebih besar di seluruh tubuhnya sehingga kebutuhan akan

oksigen untuk respirasi juga lebih besar dan fungsi fisiologis dalam tubuhnya juga lebih kompleks. Hal ini pada hasil pengamatan terlihat misalnya pada selisih antara DO yang menunjukkan banyaknya oksigen yang dikonsumsi di menit ke45 dengan DO di menit ke-60 pada tabel 1, yaitu pada ulangan 1 sebagai perlakuan ikan patin berukuran kecil memiliki selisih DO sebesar 2,08 mg O2/gram/jam, sedangkan pada ulangan 2 sebagai ikan patin berukuran besar memiliki selisih DO sebesar 2,21 mg O2/gram/jam. Namun, dari hasil di atas juga didapatkan data DO yang menunjukkan konsumsi ikan berukuran kecil memiliki konsumsi oksigen yang lebih besar dibandingkan dengan ikan berukuran besar pada jenis yang sama. Hal ini mungkin saja terjadi karena aktivitas ikan kecil yang lebih aktif dibandingkan dengan ikan yang besar. Menurut Salmin 2005, aktivitas ikan juga mempengaruh banyaknya oksigen yang dikonsumsi, dimana hal ini berpengaruh pada suhu tubuh ikan. Saat ikan aktif bergerak maka suhu tubuhnya meningkat sehingga laju metabolisme dalam tubuhnya juga meningkat, akibatnya laju respirasi meningkat pula karena kebutuhan oksigen untuk metabolisme menjadi lebih besar. Selain itu, perbedaan hasil yang didapat dari pengamat dengan pustaka mungkin juga dikarenakan kurang hati-hatinya praktikan dalam melakuakn praktikum terutama dalam pembuatan sistem respirasi tertutup sehingga kandungan DO pada media menjadi terpengaruh dengan oksigen dari udara luar. Pembahasan di atas menunjukkan bahwa hubungan antara ukuran, jenis dan kondisi fisiologis hewan uji dengan tingkat konsumsi oksigen yaitu ikan yang memiliki ukuran lebih besar cenderung memiliki kebutuhan akan oksigen yang lebih besar. Begitu pula dengan ikan yang memiliki fungsi fisiologi yang lebih kompleks cenderung membutuhkan oksigen yang lebih banyak karena oksigen yang dibutuhkan untuk metabolisme dan hasil metabolisme tadi tidak hanya untuk bertahan hidup dan pertumbuhan tetapi juga digunakan untuk melalukan fungsi fisiologis tersebut dengan optimal. Sedangkan jenis ikan berpengaruh pada alat pernapasan yang ada pada ikan tersebut misalnya insang. Berdasarkan Affandi 2002, organ pernapasan akuatik terdiri insang dalam dan insang pada ikan bertulang sejati seperti tipe insang Holobranchi, Hemibranchi, Pseudobranchi, dan Lophobanchi. Selain itu, pada beberapa jenis ikan yang memiliki organ

pernapasan tambahan seperti labirin, arborescent, diverticula, dan bukopharinx. Perbedaan alat pernapasan ini tentu akan mempengaruhi proses respirasi pada ikan tersebut yang mana juga akan berpengaruh terhadap tingkat konsumsi oksigennya.

IV.

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1

Kesimpulan Respirasi pada ikan terjadi melalui difusi antara oksigen yang terlarut dalam

air dengan karbondioksida yang di dalam darah dengan melewati membran tubuh yang tipis yang ada pada insang dengan adanya perbedaaan tekanan parsial gas. Kebutuhan oksigen yang dikonsumsi ikan dapat diukur dari kandungan DO yang ada pada media ikan tersebut. Kebutuhan oksigen sebagai refleksi tingkat metabolisme pada setiap ikan berbeda tergantung pada jenis ikan, ukuran, aktivitas, dan fungsi fisiologis. 4.2 Saran Pada praktikum selanjutnya untuk mengetahui lebih jelas konsumsi oksigen ikan di perairan sebaiknya jarak terhadap waktu pengukuran oksigen tidak terlalu dekat agar didapatkan perbedaan kandungan oksigen terlarut yang lebih berbeda nyata. Hal ini dikarenakan jika jarak waktu pengukurannya terlalu dekat maka hasil yang didapat menjadi kurang jelas. Hasil yang kurang jelas ini disebabkan aktivitas ikan atau kegiatan metabolisme yang terjadi dalam tubuh ikan kurang lama sehingga kebutuhan ikan terhadap oksigen juga belum terlalu berbeda dengan kebutuhan oksigen di waktu sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, R, Usman M. Tang. 2002. Fisiologi Hewan Air. Pekanbaru: Unri Press

Dardiani, Intan Rahima Sari. 2010. Mata Diklat 5 Manajemen Pemeliharaan Benih. Makalah. Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pertanian: Depdiknas

Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) Sebagai Salah Satu Indikator untuk Menentukan Kualitas Perairan. Jurnal. Oseana Volume XXX Nomor 3 : 21-26

LAMPIRAN

1.

Contoh Perhitungan a. Ikan Patin (Kelompok 8) | ( | ( | ( ) ) | c. Ikan Mas (Kelompok 7) ( ) | ( | ( ) ) ) | | | ( | ( | ) | )

b. Ikan Lele (Kelompok 1)

d. Ikan Nila (Kelompok 9) | ( ) | ( ) | ( | ( ) )

e. Ikan Sepat (Kelompok 10) | ( ) | ( ) | ( | ( ) )

2.

Cover Pustaka

You might also like