You are on page 1of 55

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Penyakit AIDS yang disebabkan oleh human immunodefciency virus (HIV) sudah menyebar dengan cepat di beberapa belahan dunia dan WHO sudah mengatakan sebagai sebuah pandemi yang dapat mengancam kelestarian umat manusia. Lebih mengerikan lagi, adalah informasi yang diperoleh dari pusat AIDS International atau Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Harvard, Amerika Serikat yakni jumlah orang yang terinfeksi virus AIDS yang telah berkembang secara penuh akan terus meningkat sampai 10 kali lipat (Vrisuba, 2001). Penularan AIDS terus meningkat bukan saja kepada kaum homoseksual sebagaimana kaum yang memunculkan sindrom AIDS untuk pertama kalinya, tetapi juga menular kepada masyarakat lintas gender dan usia. UNAIDS tahun 2010 melaporkan bahwa sekitar 33,3 juta (31,4-35,3 juta) penduduk dunia diperkirakan mengidap virus HIV dengan total infeksi baru 2,6 juta jiwa (2,3-2,8 juta jiwa) pada akhir 2009 (UNAIDS, 2010). Insiden HIV/AIDS di Indonesia, meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan laporan periode 1 Januari sampai 31 Desember 2008 dari Ditjen PPM dan PL Depkes RI terdapat penambahan jumlah kasus HIV baru sebanyak 489 kasus dan AIDS 4.969 kasus. Penambahan kasus AIDS baru periode Januari-Juni 2010 sebesar 1.797 kasus, dan jumlah kasus AIDS di Indonesia dari tahun 1987 sampai dengan Juni 2010 sebanyak 21.770 (Ditjen PP dan PL Kemenkes RI, 2010). Prevalensi kasus HIV/AIDS di Provinsi Bali terus meningkat bahkan penyebarannya telah merambat ke seluruh kabupaten dan kota meskipun pusat-

pusat informasi dan konseling HIV/AIDS telah berdiri di beberapa lokasi. Laporan Ditjen PPM dan PL Depkes RI menunjukkan bahwa pada tahun 2009 prevalensi kasus HIV/AIDS meningkat menjadi 45,45/100.000 penduduk dan penambahan kasus baru sejumlah 109 (Ditjen PPM dan PL Depkes RI, 2009). Jumlah total kasus HIV/AIDS di Provinsi Bali dari tahun 1987 (saat pemunculan awal di Bali) sampai November 2010 sebanyak 3.835 kasus dengan rincian pengidap HIV 1.821 kasus dan AIDS 2.014 kasus (Seksi P2PL Sub Penanggulangan HIV/AIDS Dinkes Provinsi Bali, 2010). Perilaku dan tindakan perawat dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah pengetahuan. Pengetahuan diperlukan sebagai dorongan pikir dalam menumbuhkan kepercayaan diri maupun dorongan sikap dan perilaku, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan stimuli terhadap tindakan seseorang. Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang terhadap stimulus. Sedangkan perilaku yang dalam pembentukkannya didasari oleh pengetahuan dan sikap akan bersifat lebih langgeng (Notoatmodjo, 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Kusnan Ibrahim (2007) di RSUD Dr Slamet Garut tentang hubungan pengetahuan, sikap, dan praktik pencegahan umum terhadap penularan HIV/AIDS menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan praktek pencegahan umum HIV/AIDS, didapatkan sebanyak 32,8 % responden yang mengalami kecelakaan kerja akibat tertusuk jarum suntik dan masih banyak perawat yang bekerja tidak menggunakan sarung tangan. Penelitian yang dilakukan oleh Idayanti di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru tentang hubungan pengetahuan dan sikap perawat terhadap penerapan standar operasional prosedur (SOP) teknik menyuntik dalam upaya pencegahan

infeksi didapatkan nilai P=0,403 bahwa ada hubungan yang bermakna antara variabel pengetahuan terhadap penerapan yang bermakna antara variabel sikap terhadap penerapan SOP. RSUD Badung sejak tahun 2002 telah merawat pasien HIV kurang lebih sebanyak 150 orang. Semakin lama jumlah pasien HIV yang dirawat semakin banyak dengan kisaran umur antara 15 tahun hingga 70 tahun. Banyak diantara pasien tersebut yang baru terdeteksi setelah menjalani rawat inap di rumah sakit. Keluhan awal biasanya mencret yang lama, demam naik turun, batuk lama disertai badan panas dan keluhan lain yang merupakan manifestasi infeksi oportunistik. Dengan semakin banyaknya kasus HIV/AIDS yang dirawat, pencegahan penularan khususnya tenaga keperawatan melalui penerapan standar umum seperti menjaga hygiene individu, sanitasi ruangan, dan sterilisasi peralatan sangatlah penting. Tenaga keperawatan merupakan tenaga kesehatan terbanyak di rumah sakit dan memiliki kontak yang lama dengan pasien. Di RSUD Badung, tenaga perawat merupakan tenaga terbanyak diantara tenaga kesehatan lainnya yaitu berjumlah 156 orang perawat dengan kualifikasi 144 orang D3 Keperawatan, S1 Keperawatan 8 orang dan S2 Keperawatan 2 orang. Pekerjaan perawat merupakan jenis pekerjaan yang berisiko kontak dengan darah, cairan tubuh pasien, tertusuk jarum suntik bekas pasien dan bahaya-bahaya lain yang dapat menjadi media penularan penyakit. Perawat diharapkan mempunyai pengetahuan, sikap dan perilaku pencegahan penularan HIV/AIDS yang meliputi penerapan pengetahuan pencegahan dari darah dan cairan tubuh pasien HIV/AIDS. Adapun prinsip pencegahannya meliputi cuci tangan untuk mencegah infeksi silang, pemakaian

alat pelindung diri, pengelolaan alat kesehatan bekas pakai, pengelolaan jarum dan benda tajam untuk mencegah perlukaan serta pengelolaam limbah dan sanitasi ruangan. Interaksi antara perawat dengan klien yang intensif membuat perawat menghadapi kemungkinan infeksi penularan dari klien. Salah satu cara untuk mencegah penularan adalah dengan menerapkan perilaku pencegahan terhadap penularan HIV/AIDS. Peran perawat dalam perawatan klien dengan HIV/AIDS salah satunya adalah dengan menerapkan kewaspadaan universal untuk mencegah penularan HIV/AIDS pada perawat, petugas kesehatan lain, dan klien (Nursalam dan Kurniawati, 2007). Studi pendahuluan yang dilakukan penulis di ruang rawat inap yang merawat pasien dengan HIV/AIDS yaitu ruang Anggrek, Tunjung, dan Sandat RSUD Badung pada tanggal 12 Januari 2012 dengan menggunakan kuesioner untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan, sikap perawat dan perilaku pencegahan paparan dalam merawat pasien HIV/AIDS , dari 10 orang responden didapatkan bahwa pengetahuan tentang HIV/AIDS, sebanyak 3 orang (30%) dikatagorikan baik, 6 orang (60%) dikatagorikan cukup dan 1 orang (10%) dikatagorikan kurang. Sikap perawat terhadap pasien HIV/AIDS didapatkan sebanyak 6 orang (60%) menunjukkan sikap positif dan 4 orang (40%) menunjukkan sikap negatif. Perilaku pencegahan paparan dalam merawat pasien HIV/AIDS didapatkan sebanyak 2 orang (20%) dikatagorikan baik, 6 orang (60%) dikatagorikan cukup, 2 orang (20%) dikatagorikan kurang. Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang hubungan antara pengetahuan dan sikap perawat dengan perilaku

pencegahan paparan dalam merawat pasien HIV/AIDS di ruang Anggrek, Tunjung, dan Sandat RSUD Badung.

B. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: Apakah ada hubungan antara pengetahuan dan sikap perawat dengan perilaku pencegahan paparan dalam merawat pasien HIV/AIDS? C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap perawat dengan perilaku pencegahan paparan dalam merawat pasien HIV/AIDS.

2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi pengetahuan perawat tentang pencegahan paparan dalam merawat pasien HIV/AIDS di RSUD Badung. b. Mengidentifikasi sikap perawat tentang pencegahan paparan dalam merawat pasien HIV/AIDS di RSUD Badung. c. Mengidentifikasi perilaku pencegahan paparan dalam merawat pasien HIV/AIDS di RSUD Badung d. Menganalisis hubungan pengetahuan dan sikap perawat dengan perilaku pencegahan paparan dalam merawat pasien HIV/AIDS di RSUD Badung.

D. Manfaat Penelitian

1.

Manfaat Teoritis Hasil penelitian dapat menambah khasanah informasi ilmiah bagi instansi

pendidikan dan perawat di RSUD Badung, utamanya pengetahuan mengenai cara pencegahan paparan dalam merawat pasien dengan HIV/AIDS.

2.

Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi RSUD

Badung sebagai dasar pemikiran dan acuan dalam penyusunan strategi yang lebih efektif dalam usaha-usaha pencegahan, penularan dan penanggulangan penyakit HIV/AIDS.

E. Keaslian Penelitian 1. Penelitian yang dilakukan oleh Kusnan Ibrahim (2007) di RSUD Dr Slamet

Garut dengan judul hubungan tingkat pengetahuan, sikap dan praktik pencegahan umum terhadap penularan HIV/AIDS, dengan uji statistik pearson product moment correlation menunjukkan bahwa akor pengetahuan berhubungan positif secara bermakna dengan skor praktek. Sedangkan pengetahuan dan sikap dengan praktek tidak berhubungan secara bermakna. 2. Hubungan pengetahuan dan sikap perawat terhadap penerapan standar

operasional prosedur (SOP) teknik menyuntik dalam upaya pencegahan infeksi di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru oleh Idayanti dengan rancangan penelitian crossbectrond. Analisis data univariat, analisis bivariat dengan uji chi-square dan analisis multivariat dengan uji regresi ganda. Pada uji chi Square ditemukan bahwa ada hubungan yang bermakna antara variabel pengetahuan terhadap

penerapan yang bermakna antara variabel sikap terhadap penerapan SOP nilai P = 0,403. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada variabel bebas yaitu peneliti sama-sama akan mengukur tingkat pengetahuan dan sikap.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka pada penelitian ini menguraikan tentang konsep dasar tentang HIV/AIDS, pengetahuan, sikap dan perilaku. Selengkapnya seperti pada uraian berikut:

A. Konsep Dasar Tentang HIV/AIDS Konsep dasar tentang HIV/AIDS membahas tentang pengertian, etiologi dan patogenesis, klasifikasi, gejala, dan tanda klinis, cara penularan HIV/AIDS, hal-hal yang tidak dapat menularkan HIV/AIDS, pencegahan penularan HIV/AIDS, pemeriksaan diagnostik, penerapan teknik pencegahan umum di pelayanan kesehatan dalam mencegah penularan HIV/AIDS, selengkapnya dijabarkan dalam uraian berikut ini:

1. Pengertian HIV/AIDS HIV (Human Immunodeficiency virus) adalah jenis virus yang dapat menurunkan kekebalan tubuh (BKKBN, 2007). Menurut Depkes RI (2008) menyatakan bahwa HIV adalah sejenis retrovirus-RNA yang menerang sistem kekebalan tubuh manusia. AIDS (Aquired immunodeficiency syndrome) yaitu suatu syndrom atau kumpulan tanda dan gejala yang terjadi akibat penurunan dan kekebalan tubuh yang didapat atau tertular/terinfeksi virus HIV (BKKBN, 2007). Dari beberapa pengertian yang telah diuraikan diatas maka AIDS adalah suatu sindrom/tanda/kumpulan gejala yang disebabkan oleh HIV yang dapat

menurunkan/merusak sistem kekebalan tubuh manusia sehingga mudah terkena berbagai infeksi/penyakit mematikan.

2.

Etiologi dan Patogenesis Hampir 40 juta orang yang hidup dengan virus HIV di seluruh dunia pada

tahun 2006 dan data ini adalah menurut statistic dari Organisasi Kesehatan Dunia dan UNAIDS. Angka tersebut adalah 2,6 juta lebih dari tahun 2004, dan jumlah infeksi baru mencapai 4,3 juta pada tahun 2006. Dua pertiga dari mereka yang terinfeksi adalah penderita yang tinggal di sub-Sahara Afrika dan kawasan ini juga menunjukkan hampir 75% kematian Beberapa kelainan kekebalan dalam infeksi HIV meliputi: a) Ekspresi sitokin diubah b) Penurunan fungsi sel Natural Killer (NK). c) Penurunan respon humoral dan proliferasi untuk antigen dan mitogens. d) Penurunan ekspresi MHC-II e) Penurunan monosit kemotaksis f) Deplesi sel CD4 + g) Gangguan reaksi DTH h) Lynphopenia i) Poliklonal sel B-aktivasi Patologi untuk HIV/AIDS secara langsung masih tidak jelas kerana virus dan berbagai faktor lain yang disebabkan oleh system kekebalan tubuh itu sendiri. Hubungan antara HIV dan sistem imun adalah basis kepada patologi penyakit virus HIV. Reseptor sel induk yang dikenal pasti oleh permukaan glikoprotein HIV adalah sel molekul CD4. Patogenesis ini bermula apabila virus HIV ini

berikatan dengan hos molekul CD4 melalui membran glikoprotein gp120. Kemudian, gp41 (glikoprotein 41) berikatan dengan sel kemokin dan menyebabkan berlakunya fusi pada reseptor pada sel CD4 dan melalukan proses membuka lapisan membran sel CD4 tersebut. Kemudian berlaku proses reverse transcriptase dimana virus tersebut membuat pencetakan atau copy dari kode DNA sel CD4 tersebut. Enzim polimerase yang terdapat di sana membawa kepada formasi dsDNA. Apabila hasil formasi tersebut masuk ke dalam nukleus, berlaku proses integrasi akibat dari kemasukan kode DNA virus tersebut ke dalam hos gen oleh viral integrase, p32. Hasil dari proses integrasi tersebut kemudian melewati proses sintesis molekul RNA dan melalukan proses transkripsi. Virus ini merubah gen yang terdapat dalam sel CD4 yang normal menjadi struktur yang tidak normal dan akhirnya dilepaskan dari sel CD4 tersebut dan menjadi CD4 yang baru dimana ia adalah proses transkripsi CD4 normal menjadi sel virus yang berkembang biak di dalam sirkulasi (Martin, 2003).

3.

Klasifikasi, Gejala, dan Tanda klinis Menurut Pusat Kontrol dan Pencegahan Penyakit (CDC 186-188)

mengklasifikasikan HIV/AIDS tergantung pada patofisiologi penyakit akibat peningkatan defisit imun dan penurunan fungsi. Klasifikasi HIV/AIDS adalah sebagai berikut : a. Group I : negatif. b. Group II (Asimtomatis) : tes antibodi terhadap HIV positif, tidak ada gejalagejala dan laboratorium yang mengarah ke HIV/AIDS. infeksi akut, seperti gejala flu dan tes antibodi terhadap HIV

10

c. Group III (Simtomatis) : tes antibodi terhadap HIV Positif, dan terjadi pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan merata (Persisten generalized lymphadenopathy). d. Group IVA : tes antibodi terhadap HIV positif, dan terjadi penyakit konstitusional (demam atau diare yang persisten, penurunan berat badan lebih 10% dari berat badan normal). e. Group IVB : sama dengan group IVA disertai adanya penyakit neurologi, dementia, neurophati, dan myelophati. f. Group IVC : sama dengan group IVB disertai sel CD4 < 200 mm, dan terjadi infeksi opurtunistik. g. Group IV-D : sama dengan group IVC disertai terjadi tuberkulosis paru, kanker servikal yang invasif, dan keganasan yang lain.

4. Cara Penularan HIV/AIDS Empat prinsip dasar penularan HIV/AIDS (KPAD, 2010) adalah : a. Exit, yakni terdapat virus yang keluar tubuh b. Survival, yakni virus bertahan hidup c. Suffient, yakni jumlah virus yang cukup d. Enter, yakni terdapat pintu masuk bagi virus ke dalam tubuh Virus HIV/AIDS dapat ditularkan melalui beberapa cara (Martono, 2006) yaitu : a. Hubungan seksual dengan orang yang menderita HIV/AIDS baik hubungan

seksual secara vaginal, oral, maupun anal, karena pada umumnya HIV terdapat pada darah, sperma, dan cairan vagina. Ini adalah cara penularan yang paling umum terjadi. Sekitar 70-80% total kasus HIV/AIDS di dunia (heteroseksual >

11

70% dan homo seksual 10%) disumbangkan melalui penularan seksual meskipun resiko terkena HIV/AIDS untuk sekali terpapar kecil yakni 0,1 1,0%. b. Transfusi darah yang tercemar HIV. Darah yang mengandung HIV secara otomatis akan mencemari darah pasien/penerima. Bila ini terjadi maka pasien secara langsung terinfeksi HIV. Resiko penularan sekali terpapar >90%. Transfusi darah menyumbang kasus HIV/AIDS sebesar 3-5% dari total kasus sedunia. c. Tertusuk atau tubuh tergores oleh alat yang tercemar HIV Jarum suntik, alat tindik, jarum tatto atau pisau cukur yang sebelumnya digunakan oleh orang HIV (+) dapat sebagai media penular. Resiko penularan 0,5-1,0% dan menyumbangkan kasus HIV/AIDS sebesar 5-10% total kasus sedunia. d. Dari ibu hamil yang menderita HIV (+) kepada janin yang dikandungnya

dengan resiko penularan 30% dan berkontribusi terhadap total kasus sedunia sebesar 5-10%.

5. Hal-Hal Yang Tidak Dapat Menularkan HIV/AIDS BKKBN (2007) menegaskan bahwa HIV/AIDS tidak dapat menular melalui aktivitas seperti berjabat tangan, makan bersama, menggunakan telepon bergantian, bergantian pakaian, tinggal serumah dengan odha, mandi bersama di kolam renang, gigitan nyamuk, batuk/bersin, ciuman, duduk bersama.

12

6. Pencegahan Penularan HIV/AIDS Pencegahan penularan HIV/AIDS secara komprehensif telah

disosialisasikan melalui KIE (Konseling Informasi dan Edukasi) dengan pendekatan A, B, C, D dan E sebagai berikut (Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, 2003). a. A = Abstinence (Puasa) Puasa dari hubungan seks atau tidak berhubungan seks sama sekali b. B = Be faithful (setia pada satu pasangan) Melakukan hubungan seks hanya dengan satu pasangan atau pada pasangan yang sah. c. C = Condom (menggunakan kondom) Menggunakan kondom jika sering berhubungan seks dengan bergantiganti pasangan. d. D = Dont Inject Tidak menggunakan narkoba dengan menyuntik atau tidak menggunakan jarum suntik secara bergantian. e. E = Education Belajar tentang HIV/AIDS agar tidak tertular dan bisa menghindarkan diri.

7.

Pemeriksaan Diagnostik Ada dua pemeriksaan yang sering dipakai untuk mendeteksi adanya

antibodi

terhadap

HIV.

Yang

pertama

adalah

ELISA

(enzyme-linked

immunosorbent assay), bereaksi terhadap antibodi yang ada adalam serum dengan memperlihatkan warna yang lebih tua jika terdeteksi antibodi virus dalam jumlah besar. Pemeriksaan ELISA mempunyai mempunyai sensitifitas 93% sampai 98%

13

dan spesifitasnya 98% sampai 99%. Tetapi hasil positif palsu (negatif palsu) dapat berakibat luar biasa, karena akibatnya sangat serius. Oleh sebab itu, pemeriksaan ELISA diulang dua kali, dan jika keduanya menunjukkan hasil positif, dilanjutkan dengan pemeriksaan yang lebih spesifik, yaitu Western blot. Pemeriksaan Western blot juga dilakukan dua kali. Pemeriksaan ini lebih sedikit memberikan hasil positif palsu atau negatif palsu. Jika seseorang telah dipastikan mempunyai seropositif terhadap HIV, maka dilakukan pemeriksaan klinis dan imunologik untuk menilai keadaan penyakit, dan mulai dilakukan usaha untuk mengendalikan infeksi. (Djoerban, dkk. 2006).

8. Penerapan Teknik Pencegahan Umum di Pelayanan Kesehatan dalam Mencegah Penularan HIV/AIDS Pencegahan umum atau dengan kata lain kewaspadaan universal (universal precaution) merupakan salah satu upaya pengendalian infeksi di sarana kesehatan yang telah dikembangkan oleh Departemen Kesehatan RI sejak tahun 1980-an. Penerapan pencegahan umum didasarkan pada keyakinan bahwa darah dan cairan tubuh sangat potensial menularkan penyakit baik yang berasal dari pasien maupun petugas kesehatan. Prinsip utama prosedur kewaspadaan universal adalah menjaga hygiene individu, sanitasi ruangan, dan sterilisasi peralatan. Ketiga prinsip tersebut dijabarkan menjadi lima kegiatan pokok (Yayasan Spiritia, 2008) yaitu: a. Cuci tangan untuk mencegah infeksi silang Cuci tangan yang dilakukan secara benar dapat menghilangkan

mikroorganisme yang menempel di tangan. Cuci tangan harus selalu dilakukan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan ke pasien, memakai

14

sarung tangan, kontak dengan darah, cairan tubuh, atau eksresi pasien. Tiga cara cuci tangan dilaksanakan sesuai kebutuhan yaitu cuci tangan hygienis atau rutin untuk menghilangkan kotoran dengan menggunakan sabun atau deterjen, cuci tangan aseptic yang dilakukan sebelum melakukan tindakan aseptic, dan cuci tangan yang dilakukan sebelum tindakan bedah secara aseptik. b. Pemakaian alat pelindung diri Alat pelindung digunakan untuk melindungi kulit dan selaput lendir dari resiko pajanan darah, cairan tubuh, sekret. Jenis-jenis alat pelindung diri yaitu sarung tangan, pelindung wajah (masker dan kacamata), penutup kepala, gown, dan sepatu pelindung. c. Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai bertujuan untuk mencegah penyebaran infeksi melalui alat kesehatan, atau untuk menjamin bahwa alat-alat tersebut dalam kondisi steril dan siap digunakan. Semua alat yang akan dimasukkan ke dalam jaringan bawah kulit pasien harus dalam keadaan steril. Proses pengelolaan alat-alat kesehatan ini dilakukan melalui empat tahap kegiatan yaitu: 1) Dekontaminasi yaitu menghilangkan mikroorganisme pathogen dan kotoran dari suatu benda sehingga aman untuk pengelolaan selanjutnya. Cara dekontaminasi yang lazim dilakukan adalah dengan merendam alat kesehatan dalam larutan disinfektan, misalnya klorin 0,5% selama 10 menit. 2) Pencucian, dilakukan untuk menghilangkan kotoran yang kasat mata dengan cara mencuci dengan air, sabun/deterjen, dan sikat.

15

3) Sterilisasi, yaitu proses menghilangkan seluruh mikroorganisme termasuk endosporanya. 4) Penyimpanan, sama pentingnya dengan proses sterilisasi atau disinfeksi. Ada dua cara penyimpanan yaitu cara terbungkus dan tidak terbungkus. d. Pengelolaan jarum dan benda tajam untuk mencegah perlukaan Jarum suntik sebaiknya digunakan sekali pakai dan jarum bekas/benda tajam lainnya dibuang ke tempat khusus (safety box) yang memiliki dinding keras atau tidak tembus oleh jarum atau benda tajam yang dibuang kedalamnya. Kecelakaan yang sering terjadi pada prosedur penyuntikan adalah ketika petugas berusaha memasukkan kembali jarum suntik bekas pakai ke dalam tutupnya. Oleh karena itu, menurut rekomendasi teknik kewaspadaan universal dari WHO (2004), penutupan kembali jarum suntik setelah digunakan sebaiknya tidak diperlukan. Jarum suntik bersama syringnya langsung di buang ke kotak khusus. Jika sangat diperlukan untuk menutup kembali, misalnya karena masih ada sisa obat yang bisa digunakan, maka penutupan jarum suntik kembali dianjurkan menggunakan teknik satu tangan (single handedrecapping method). e. Pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan Cara penanganan limbah di sarana pelayanan kesehatan harus dimulai dari tempat dimana sampah diproduksi dengan cara: 1) Pemilahan, dilakukan dengan menyediakan wadah yang sesuai dengan jenis sampah, misalnya hitam untuk limbah non medis, kuning untuk limbah medis infeksius, dan merah untuk bahan beracun. 2) Semua jenis limbah ditampung dalam wadah berupa kantong plastik yang kedap air

16

3) Bila sudah terisi 2/3 volume kantong sampah, kantong sampah harus diikat secara rapat, dan segera diangkut ke tempat penampungan sementara. 4) Pengumpulan sampah dari ruang perawatan harus tetap pada wadahnya. 5) Petugas yang menangani sampah harus selalu menggunakan sarung tangan dan sepatu serta selalu mencuci tangan setiap selesai mengambil sampah 6) Sampah dari tempat penampungan sementara diangkut ke tempat insenerasi pada suhu tinggi (> 12000C).

B. Konsep Dasar Pengetahuan Konsep dasar pengetahuan, adapun hal-hal yang akan dibahas meliputi pengertian, tingkat pengetahuan dalam domain kognitif, faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan, dan pengukuran tingkat pengetahuan. Selengkapnya dijabarkan pada uraian berikut ini:

1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca Indera manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. (Notoatmodjo, 2007). Menurut Notoadmodjo (2007) menyatakan bahwa semakin banyak indra yang digunakan untuk menerima sesuatu maka semakin banyak dan semakin jelas pula pengertian/pengetahuan yang diperoleh. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Overt behaviour)

17

Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan indera atau akal budinya untuk mengenali benda atau kegiatan tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya (Meliono, 2007). Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya yang berbeda sama sekali dengan kepercayaan (belief), takhayul (supertition) dan penerangan-penerangan yang keliru

(misinformation) (Soekanto, 2003). Pengetahuan tentang penyakit HIV/AIDS meliputi penyebab penyakit, gejala dan tanda klinis penyakit, cara pengobatan, cara penularan, dan cara pencegahan suatu penyakit (Iqrame, 2011).

2. Tingkat Pengetahuan dalam Domain Kognitif Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu : a. Tahu Adalah mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalamnya adalah mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik terhadap suatu bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah, kata kerja untuk mengukurnya antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan dan menyatakan. b. Memahami Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar obyek yang diketahui, dan dapat merngintepretasikan materi tersebut secara benar.

18

c.

Aplikasi Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan penggunaan hukum-hukum, rumus-rumus, metode, prinsip dalam konteks/situasi yang lain. d. Analisis Kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu subyek kedalam suatu komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. e. Sintesis Sintesis menunjuk suatu kemampuan untuk meletakkan/menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau suatu kemampuan untuk menyusun formulasi yang baru dari formulasi-formulasi yang ada. f. Evaluasi Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan Menurut Sergiovanni (2007), pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : a. Umur Menurut Hurlock, 1998 (dalam Nursalam 2001), mengemukakan bahwa umur adalah usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang

19

tahun. Semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. b. Sikap Menurut Bruno (dalam Muhibbin, 2000), sikap adalah kencenderungan yang relatif menetap untuk beraksi dengan cara baik atau terhadap orang atau barang tertentu. c. Kehendak atau kemauan Menurut Muhibbin (2000), kemauan berarti kecenderungan dan

kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. d. Pendidikan Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam motivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan kesehatan. Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju ke arah cita-cita tertentu. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan lebih cepat memahami sesuatu, oleh karena itu dalam memberikan informasi harus diperhatikan juga tingkat pendidikan dari seseorang (Nursalam, 2001). e. Sosial Budaya (Lingkungan tempat tinggal) Sosial budaya diartikan sebagai ekspresi yang terwujud dalam cara hidup dan berpikir pergaulan hidup untuk melakukan hubungan dengan lingkungannya. Hal ini dikarenakan baik orang kota maupun desa lebih mudah mendapatkan pengetahuan melalui sarana dan prasarana informasi dari lingkungan mereka tinggal (Soekanto, 2003).

20

4. Pengukuran Tingkat Pengetahuan Menurut Arikunto (2003), tingkat pengetahuan dapat ditentukan dengan kriteria: a. b. c. Baik jika menguasai materi 76 100 % Cukup jika menguasai materi 56 75 % Kurang jika menguasai materi < 56 %

C. Konsep Dasar Sikap Konsep dasar dukungan keluarga yang dibahas meliputi pengertian, komponen pokok sikap, pembentukkan sikap, berbagai tindakan sikap, pengukuran sikap. Selengkapnya dijabarkan pada uraian berikut ini:

1.

Pengertian Sikap Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup

terhadap suatu stimulus atau obyek. Dari berbagai batasan tentang sikap dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi tehadap stimulus tertentu. Sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. (Notoatmodjo,2007). Sikap perawat terhadap pasien HIV/AIDS adalah respon seseorang dalam hal menerima, memberikan motivasi kepada pasien dalam menjalani pengobatan (Iqrame, 2011).

21

2.

Komponen Pokok Sikap Menurut Alport (dalam Notoatmodjo, 2007), terdapat tiga komponen

pokok sikap, antara lain: a. b. c. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek Kecenderungan untuk bertindak (tent to behave) Tiga komponen sikap ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam pembentukkan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.

3.

Pembentukan Sikap Menurut Rahayuningsih (2008), faktor-faktor yang mempengaruhi

pembentukkan sikap, antara lain: a. Pengalaman pribadi Apa yang telah dan sedang dialami akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan terhadap stimulus sosial. b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggapnya penting. Keinginan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut. c. Pengaruh kebudayaan Kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap kita terhadap berbagai masalah karena kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita.

22

d.

Media massa Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya media massa

membawa pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Pesan-pesan sugestif yang dibawa oleh informasi tersebut. Apabila cukup kuat akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu. e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama Kedua lembaga ini meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam individu sehingga kedua lembaga ini merupakan suatu sistem yang mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap f. Pengaruh faktor emosional Suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.

4.

Berbagai Tindakan Sikap Tingkatan sikap menurut Notoatmodjo (2007) adalah sebagai berikut :

a.

Menerima (receiring) Menerima dapat diartikan bahwa orang (subjek) mau dan mempertahankan

stimulus yang diberikan (objek) b. Merespon (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti orang menerima ide tersebut.

23

c.

Menghargai (valuing) Indikasi sikap ketiga adalah mengajak orang lain untuk mengerjakan atau

mendiskusikan suatu masalah. d. Bertanggung jawab (responsible) Sikap yang paling tinggi adalah bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko

5.

Pengukuran Sikap Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung,

secara langsung dapat dipertanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Sedangkan secara tidak langsung dilakukan dengan pertanyaan-pertanyaan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat

responden. Jawaban berada dalam rentang antara sangat setuju sampai sangat tidak setuju

D. Konsep Dasar Perilaku Konsep dasar perilaku yang dibahas meliputi pengertian, proses adaptasi perilaku, dan pengukuran perilaku. Selengkapnya dijabarkan pada uraian berikut ini:

1.

Pengertian Perilaku Perilaku adalah realisasi dari pengetahuan dan sikap menjadi suatu

perbuatan nyata. Tindakan juga merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk nyata atau terbuka Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (practice), yang dengan mudah dapat diawali atau dilihat oleh orang lain (Notoatmodjo, 2007).

24

Perilaku perawat terhadap pasien HIV/AIDS adalah perilaku yang dimiliki dalam mencegah terjadinya penularan HIV/AIDS pada perawat atau petugas kesehatan lain dan pasien lain yang meliputu perilaku cuci tangan untuk mencegah infeksi silang, pemakaian alat pelindung diri, pengelolaan alat kesehatan bekas pakai, pengelolaan jarum dan benda tajam untuk mencegah perlukaan, pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan (Iqrame, 2011).

2.

Proses Adaptasi Perilaku Menurut penelitian Rogers (dalam Notoatmodjo 2007), mengungkapkan

bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, dalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan, yaitu : a. Kesadaran (Awareness) Dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek) b. Tertarik (interest) Dimana orang mulai tertarik pada stimulus c. Evaluasi (evaluation) Menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. d. Mencoba (trial) Dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru. e. Menerima (adoption) Dimana subjek telah berprilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

25

3.

Pengukuran Perilaku Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan

mewawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni mengobservasi tindakan atau kegiatan responden (Notoatmodjo, 2007).

26

BAB III KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep Kerangka konsep adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti. Kerangka ini gunanya untuk menghubungkan atau menjelaskan secara panjang lebar tentang yang dipakai sebagai landasan penelitian yang didapatkan ditinjauan pustaka atau kalau boleh dikatakan oleh penulis merupakan ringkasan dari tinjauan pustaka yang dihubungkan dengan garis sesuai variabel yang diteliti (Setiadi, 2007). Kerangka konsep penelitian dijelaskan seperti pada gambar 1 di bawah ini :
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan : - Usia - Pendidikan, sosial budaya Cara memperoleh pengetahuan - Cara coba-coba - Cara kekuasaan/otoritas - Pengalaman pribadi - Melalui jalan pikiran - Penelitian - Pengalaman pribadi - Kebudayaan - Pengaruh orang yang dianggap penting - Media massa - Faktor emosional - Lembaga pendidikan, agama Pengetahuan Perawat

Perilaku pencegahan paparan dalam merawat pasien HIV/AIDS

Sikap Perawat

Keterangan: : Variabel yang tidak diteliti : Variabel yang diteliti

Gambar 1 Kerangka Konsep Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Perawat Dengan Perilaku Pencegahan Paparan Dalam Merawat Pasien HIV/AIDS Di RSUD Badung

27

B. Variabel dan Definisi Operasional Variabel 1. Variabel Penelitian Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda terhadap sesuatu (benda, manusia) (Soeparto, dalam Nursalam, 2003). Variabel pada penelitian ini ada dua, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. a. Variabel bebas (Independen) adalah variabel yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat (dependen) (Hidayat, 2008). Variabel bebas pada penelitian ini ada dua yaitu: (1) Tingkat pengetahuan perawat tentang pencegahan paparan dalam merawat pasien HIV/AIDS (2) Sikap perawat tentang pencegahan paparan dalam merawat pasien HIV/AIDS. b. Variabel terikat (Dependen) adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena variabel bebas (Hidayat, 2008). Variabel terikat pada penelitian ini adalah perilaku pencegahan paparan dalam merawat pasien HIV/AIDS.

2. Definisi operasional Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena (Hidayat, 2008). Definisi operasional pada penelitian ini, seperti pada tabel berikut:

28

Tabel 1. Definisi Operasional Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Perawat Terhadap Perilaku Pencegahan Paparan Dalam Merawat Pasien HIV/AIDS Di RSUD Badung Variabel Independen Definisi Operasional Kesan dalam pikiran perawat tentang konsep umum yang meliputi pengertian, penyebab, tanda dan gejala, cara penularan, cara pencegahan paparan dalam merawat pasien HIV/AIDS. Cara Ukur Menggunakan skala Gutman yaitu pertanyaan yang benar diberi nilai 1, serta setiap jawaban yang salah diberi nilai 0. Dengan katagori: - Baik:76-100% - cukup :5675% - kurang<55% Menggunakan skala Likert yaitu dengan rentang dari sangat tidak setuju sampai sangat setuju. Untuk pernyataan positif, bila menjawab: - sangat tidak setuju nilainya 1 - tidak setuju nilainya 2 - ragu-ragu nilainya 3 - setuju nilainya 4 - sangat setuju nilainya 5 Untuk pernyataan negatif, bila menjawab: - sangat tidak setuju nilainya 5 - tidak setuju nilainya 4 Alat Ukur Kuesioner Skala Interval Skor Skor 0-20

Tingkat pengetahua n perawat tentang pencegahan paparan dalam merawat pasien HIV/AIDS

Independen

Sikap perawat tentang pencegahan paparan dalam merawat pasien HIV/AIDS.

Reaksi atau respon perawat yang mendukung atau tidak mendukung terhadap perawatan pasien dengan HIV/AIDS

Kuesioner

Interval

Skor 10-50

29

- ragu-ragu nilainya 3 - setuju nilainya 2 - sangat setuju nilainya 1 Selanjutnya akan didapatkan rentang nilai 1050, kemudian diolah dan dikatagorikan menjadi sikap positif dan sikap negatif. Dependen Perilaku Pencegahan paparan merawat pasien HIV/AIDS Upaya atau prosedur yang dilakukan perawat dalam mencegah penularan HIV/AIDS yang terdiri dari cuci tangan, penggunaan alat pelindung diri, dan pengelolaan alat kesehatan dan sampah medis yang potensial menjadi media penularan Menggunakan skala Gutman yaitu pertanyaan yang benar diberi nilai 1, serta setiap jawaban yang salah diberi nilai 0. Dengan katagori: - Baik:76-100% - cukup :5675% - kurang<55% Kuesioner Interval Skor 0-10

C. Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan penelitian (Nursalam, 2003). Hipotesis pada penelitian ini adalah Ha/H1, yaitu ada hubungan antara pengetahuan dan sikap perawat dengan perilaku pencegahan paparan dalam merawat pasien HIV/AIDS di RSUD Badung.

30

BAB IV METODE PENELITIAN Bab ini membahas tentang jenis penelitian, kerangka kerja, tempat dan waktu penelitian, populasi, sampel, dan teknik sampling penelitian, jenis dan cara pengumpulan data, pengolahan dan analisa data, serta keterbatasan penelitian. Selengkapnya seperti uraian berikut ini:

A. Jenis Penelitian Rancangan penelitian ini adalah analitik observasional, untuk mengkaji adanya hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap perawat terhadap perilaku pencegahan paparan dalam merawat pasien HIV/AIDS. Metode pendekatan dengan menggunakan studi cross sectional, dimana pengukuran tingkat pengetahuan dan sikap perawat terhadap perilaku pencegahan paparan dalam merawat pasien HIV/AIDS dilakukan pada satu saat saja (sekali saja) (Nursalam, 2003).

B. Kerangka Kerja Kerangka kerja adalah langkah-langkah kerja yang dilakukan selama penelitian secara umum (Setiadi, 2007). Adapun kerangka kerja pada penelitian ini adalah seperti pada gambar berikut:

31

Populasi Semua perawat di Ruang Anggrek, Tunjung, Sandat RSUD

Badung yaitu berjumlah 51 orang

Sampling Semua klien skizofrenia pasca perawatan yang kontrol di Poliklinik RSJ Provinsi Bali, tanggal 17-31 Januari 2011 sebanyak 115 orang
Teknik non probability sampling yaitu Consecutive sampling

Sampel
Sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi sebanyak 43 orang

Pengumpulan Data Kuesioner

Analisa Data

Data berdistribusi normal

Uji Regresi Ganda

Penyajian Hasil Penelitian

Gambar 2 Kerangka Kerja Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Perawat Dengan Perilaku Pencegahan Paparan Dalam Merawat Pasien HIV/AIDS Di RSUD Badung

32

C. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian yang telah digunakan adalah Ruang Anggrek, Tunjung, dan Sandat RSUD Badung oleh karena merupakan ruang rawat inap yang merawat pasien dengan HIV/AIDS.Waktu pelaksanaan penelitian akan

dilaksanakan pada bulan Februari 2012.

D. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteritik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2011). Populasi pada penelitian ini adalah semua perawat di Ruang Anggrek, Tunjung, Sandat RSUD Badung yang berjumlah 51 orang dengan memperhatikan kriteria inklusi dan eksklusi, yaitu: a. Kriteria inklusi Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau yang akan diteliti (Nursalam, 2003). Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Perawat yang bekerja di ruang Anggrek, Tunjung, Sandat RSUD Badung 2) Bersedia menjadi responden b. Kriteria eksklusi Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subyek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam, 2003). Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Perawat yang menjadi kepala ruangan

33

2) Perawat yang menjadi wakil kepala ruangan 3) Perawat yang sedang sakit/cuti

2.

Sampel Sampel penelitian adalah sebagian dari keseluruhan objek yang akan

diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmojo, dalam Setiadi, 2007). Sampel adalah sebagian dari populasi (Sugiyono, 2010). Sampel penelitian yang diteliti adalah perawat yang bekerja pada tanggal di Ruang Anggrek, Tunjung, dan Sandat RSUD Badung sebanyak 43 orang. Besar sampel dalam penelitian ini ditetapkan dengan rumus : N n = 1 + N(d2) n = 45 1 + 45 (0,032) n Keterangan : N n d = = = Besar populasi Besar sampel Tingkat kepercayaan atau ketepatan yang diijinkan (0,03) = 43

Sehingga besar sampel yang diambil pada penelitian ini sejumlah 43 orang perawat

E. Teknik Sampling Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili populasi. Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh

34

dalam pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian (Nursalam, 2003). Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah non probability sampling dengan teknik consecutive sampling. Menurut Nursalam (2003), consecutive sampling adalah pemilihan sampel dengan menetapkan subyek yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu, sehingga jumlah klien yang diperlukan terpenuhi.

F. Jenis dan Cara Pengumpulan Data 1. Jenis data yang dikumpulkan Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer. Data primer diperoleh dengan menggunakan kuesioner (pengetahuan, sikap dan perilaku pencegahan) dan dilengkapi juga dengan data demografi meliputi: nama, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, masa kerja. 2. Cara pengumpulan data Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Langkah-langkah pengumpulan data yaitu pada pendekatan formal kepada Direktur RSUD Badung, dimana setelah mendapatkan ijin dari direktur, kemudian diteruskan ke bagian diklat untuk merekomendasikan kepada kasi rawat inap agar dapat melakukan penelitian di Ruang Anggrek, Tunjung, dan Sandat RSUD Badung, selanjutnya melakukan pendekatan kepada Kepala Ruangan Anggrek, Tunjung, dan Sandat untuk mencari sampel penelitian yang memenuhi kriteria inklusi, selanjutnya pendekatan secara informal kepada sampel yang diteliti dengan menjelaskan maksud atau tujuan penelitian, memberikan lembar persetujuan jika klien bersedia untuk diteliti, maka harus menandatangani lembar persetujuan dan jika responden

35

menolak untuk diteliti, maka peneliti tidak akan memaksa dan menghormati hak responden. Selanjutnya memberikan kuesioner kepada responden untuk diisi. Kuesioner yang telah terisi, kemudian diolah.

G. Instrumen Pengumpulan Data Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dengan tiga kuesioner antara lain kuesioner tingkat pengetahuan berisi 20 pernyataan dengan pilihan jawaban benar dan salah, kuesioner sikap berisi 10 pernyataan dengan pilihan jawaban sangat setuju (SS), setuju (S), tidak tahu (TT), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS) dan kuesioner perilaku pencegahan paparan dalam merawat pasien HIV/AIDS berisi 10 pernyataan dengan pilihan jawaban ya dan tidak.

H. Validitas dan Reliabilitas Instrumen tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku pencegahan akan dilakukan uji validitas dan reliabilitas, dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Uji validitas Validitas adalah ukuran yang menunjukkan sejauh mana instrument pengukur mampu mengukur apa yang ingin diukur (Riwidikdo, 2007). Uji validitas pada instrument ini dilakukan dengan menggunakan rumus Pearson Product Moment dengan Program SPSS for Windows, yang rumusnya sebagai berikut:

36

Keterangan : r Xi Yi N = koefisien korelasi = Jumlah skor item = Jumlah skor total item = Jumlah responden

2. Uji reliabilitas Reliabilitas adalah suatu kesamaan hasil apabila pengukuran dilaksanakan oleh orang ataupun waktu yang berbeda (Setiadi, 2007). Sebagai patokan kasar dapat ditentukan ukuran indeks reliabilitas sebagai berikut: < 0,59 0,60 0,89 0,90 1.00 = reliabilitas rendah = reliabilitas sedang = reliabilitas tinggi

Uji reliabilitas pada instrument ini dilakukan dengan menggunakan rumus Spearman-Brown (Arikunto, 2006) dengan Program SPSS for Windows yang rumusnya sebagai berikut:

Keterangan : r11 = reliabilitas instrument

r1/21/2 = rxy yang disebut sebagai indeks korelasi antara dua belahan instrumen Uji validitas dan reliabilitas dilakukan pada tanggal 12 Januari-14 Januari 2012 di Ruang Jempiring dan Jepun RSUD Kabupaten Badung, dengan 30 orang responden. Hasil validilitas dan reliabilitas pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

37

a. Menentukan validitas intrumen dengan melihat nilai p 0,05. Hasil dari uji validitas untuk kuesioner pengetahuan sebanyak 20 item pernyataan, sikap sebanyak 10 item pernyataan dan perilaku sebanyak 10 pernyataan, didapatkan hasil r hitung > 0,349 dan nilai p<0,05, jadi hasil dari uji validitas dinyatakan valid dan hasil selengkapnya terlampir. b. Hasil uji reliabilitas, nilai reliabilitas instrument sebesar >0,60 hal ini menunjukkan reliabilitas sedang. Hasil selengkapnya terlampir.

I. Pengolahan dan Analisis Data Teknik pengolahan data yang digunakan meliputi editing, koding, entry, dan tabulasi, sedangkan teknik analisis data menggunakan deskriptif statistik dan analisis statistik, selengkapnya pada uraian berikut: 1. Pengolahan Data Proses teknik pengolahan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Editing atau memeriksa Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan (Hidayat, 2008). b. Koding atau memberi tanda kode Koding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori (Hidayat, 2008). c. Entry data Jawaban-jawaban yang sudah diberi kode katagori kemudian dimasukan dalam tabel dengan cara menghitung frekuensi data. Memasukan data, dengan cara manual atau melalui pengolahan komputer.

38

d. Cleaning atau tabulasi Data yang sudah dientry dicocokkan dan diperiksa kembali dengan data yang didapat pada kuesioner, bila ada perubahan dan perbedaan hasil segera dilakukan pengecekan ulang.

2. Analisis Data Penelitian ini menggunakan analisis multivariat. Analisis multivariat digunakan untuk menganalisis lebih dari dua variabel (Riwidikdo, 2007). Untuk menganalisa hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan perilaku pencegahan paparan dalam merawat pasien HIV/AIDS menggunakan uji regresi ganda. Sebelum dilakukan uji regresi ganda, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dengan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov dan data berdistribusi normal, maka digunakan uji regresi ganda dengan bantuan komputer (tingkat kepercayaan 95% p<0,05). Sebelum dilakukan uji regresi ganda, terlebih dahulu dilakukan uji seleksi bivariat dengan uji pearson correlation dan selanjutnya uji multivariate dengan uji regresi ganda dan modelnya.

39

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini membahas tentang hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian, selengkapnya seperti pada uraian berikut:

A. Hasil Penelitian Hasil penelitian menguraikan tentang kondisi lokasi penelitian,

karakteristik subyek penelitian, hasil pengamatan terhadap obyek penelitian dan hasil analisis data, sebagai berikut:

1.

Kondisi lokasi penelitian Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Badung terletak di Jalan Raya

Kapal Badung. Rumah sakit ini dimulai pembangunanannya pada tahun 1998, kemudian dilanjutkan pembangunannya pada tahun 1999 dan terus berlanjut pada tanggal 1 September 2002 yang terdiri dari ruang IRD (Instalasi Rawat Darurat), rawat jalan (poliklinik), dan rawat inap. Sejak tanggal 1 Januari 2011 RSUD Kabupaten Badung telah menjadi BLU (Badan Layanan Umum). Dalam meningkatkan kualitasnya RSUD Kabupaten Badung memiliki visi dan misi yang harus dilaksanakan. Adapun visinya adalah terwujudnya pelayanan kesehatan yang paripurna, efektif dan efisien serta terjangkau oleh masyarakat, sedangkan misinya, yaitu menuju pada pelayanan yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat. RSUD Kabupaten Badung dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas pelayanan IRD, unit rawat jalan (poliklinik) Voluntary Couceling and Testing (VCT) yang

40

terdiri dari VCT, poliklinik yang khusus memberikan konsultasi dan terapi HIV/AIDS. Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan di Ruang Anggrek, Ruang Sandat dan Ruang Tunjung RSUD Kabupaten Badung. Ruang Anggrek merupakan ruang rawat inap interna yang merawat pasien dengan HIV/AIDS. Pada Ruang Anggrek jumlah sampel yang digunakan sebanyak 18 orang responden. Ruang Sandat merupakan ruang rawat inap penyakit bedah yang juga merawat pasien dengan HIV/AIDS. Pada Ruang Sandat jumlah sampel yang digunakan sebanyak 12 orang responden dan Ruang Tunjung merupakan ruang inap interna yang merawat pasien dengan HIV/AIDS. Pada Ruang Tunjung jumlah sampel yang digunakan sebanyak 13 orang responden. 2. Karakteristik subyek penelitian Data karakteristik subyek penelitian meliputi: umur responden, jenis kelamin, pendidikan dan masa kerja, selengkapnya seperti pada uraian berikut: a. Karakteristik responden berdasarkan umur
2 4.65% 13 30.23% 21-30 thn 31-40 thn 41-50 thn 28 65.12%

Gambar 3 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Di RSUD Kabupaten Badung

41

Berdasarkan gambar 3, didapatkan bahwa sebagian besar responden berusia 21-30 tahun, yaitu sebanyak 28 orang (65,12%).

b. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin


8 18.60%

Laki-laki Perempuan

35 81.40%

Gambar 4 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Di RSUD Kabupaten Badung

Berdasarkan gambar 4, didapatkan bahwa sebagian besar responden adalah laki-laki, yaitu sebanyak 35 orang (81,40%).

c. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan


0 0 0 0% 0% 0% SPK Diploma III Diploma IV Strata 1

43 100%

Gambar 5 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Di RSUD Kabupaten Badung

42

Berdasarkan gambar 5, didapatkan bahwa pendidikan responden seluruhnya berpendidikan Diploma III, yaitu sebanyak 43 orang (100%).

d. Karakteristik responden berdasarkan masa kerja

6 13.95%

10 23.26% < 1 tahun 1-2 tahun

13 30.23%

3-4 tahun 8 18.60% 6 13.95% 5-6 tahun 7-8 tahun

Gambar 6 Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja Di RSUD Kabupaten Badung

Berdasarkan gambar 6, didapatkan bahwa sebagian besar responden dengan masa kerja 5-6 tahun, yaitu sebanyak 13 orang (30,23%).

3.

Hasil pengamatan terhadap obyek penelitian Adapun hasil pengamatan terhadap obyek penelitian berdasarkan variabel

penelitian, sebagai berikut:

43

a. Pengetahuan perawat tentang pencegahan paparan dalam merawat pasien HIV/AIDS


1 2.33% 14 32.56% Baik Cukup 28 65.12% Kurang

Gambar 7 Pengetahuan Perawat Tentang Pencegahan Paparan Dalam Merawat Pasien HIV/AIDS di RSUD Kabupaten Badung

Berdasarkan gambar 7, didapatkan bahwa pengetahuan perawat tentang pencegahan paparan dalam merawat pasien HIV/AIDS, sebagian besar dengan pengetahuan baik yaitu sebanyak 28 orang (65,12%).

b. Sikap perawat tentang pencegahan paparan dalam merawat pasien HIV/AIDS

15 34.88% Positif Negatif 28 65.12%

Gambar 8 Sikap Perawat Tentang Pencegahan Paparan Dalam Merawat Pasien HIV/AIDS di RSUD Kabupaten Badung

44

Berdasarkan gambar 8, didapatkan bahwa sikap perawat tentang pencegahan paparan dalam merawat pasien HIV/AIDS, sebagian besar dengan sikap positif yaitu sebanyak 28 orang (65,12%).

c. Perilaku perawat tentang pencegahan paparan dalam merawat pasien HIV/AIDS

7 16.28% 20 46.51% Baik Cukup Kurang 16 37.21%

Gambar 9 Perilaku Perawat Tentang Pencegahan Paparan Dalam Merawat Pasien HIV/AIDS di RSUD Kabupaten Badung

Berdasarkan gambar 9, didapatkan bahwa perilaku perawat tentang pencegahan paparan dalam merawat pasien HIV/AIDS, sebagian besar dengan perilaku baik yaitu sebanyak 20 orang (46,51%).

4.

Hasil analisa data Untuk menganalisa hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan

perilaku pencegahan paparan dalam merawat pasien HIV/AIDS menggunakan uji regresi ganda. Sebelum dilakukan uji regresi ganda, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dengan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov, seperti pada tabel berikut:

45

Tabel 2 Hasil Uji Normalitas (Uji Kolmogorov Smirnov Test) One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Pengetahuan N Normal Parametersa Most Extreme Differences Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative 43 16.1163 2.92126 .136 .130 -.136 .891 .406 Sikap 43 34.6279 9.73218 .188 .188 -.175 1.234 .095 Perilaku 43 7.0698 1.36966 .217 .131 -.217 1.420 .055

Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal.

Berdasarkan tabel 2, didapatkan hasil uji normalitas untuk variabel pengetahuan nilai p: 0,406, variabel sikap nilai p: 0,095 dan variabel perilaku nilai p: 0,055 dimana hasil p>0,05 yang berarti data berdistribusi normal, maka dilanjutkan uji seleksi bivariat dengan uji pearson correlation seperti pada tabel 3 berikut. Tabel 3 Hasil Uji Pearson Correlation Correlations Pengetahuan Pengetahuan Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N 43 Sikap Pearson Correlation .718** Sig. (2-tailed) .000 N 43 Perilaku Pearson Correlation .658** Sig. (2-tailed) .000 N 43 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). 1 Sikap .718
**

Perilaku .658** .000 43 .816** .000 43 1 43

.000 43 1 43 .816** .000 43

46

Berdasarkan tabel 3, didapatkan hasil hubungan antara pengetahuan dengan sikap didapatkan nilai p=0,000 (p<0,05) dan r=0,718, yang berarti ada hubungan antara pengetahuan dengan sikap tentang pencegahan paparan dalam merawat pasien HIV/AIDS, dengan kekuatan korelasi kuat. Hasil hubungan antara pengetahuan dengan perilaku didapatkan nilai p=0,000 dan r=0,658, yang berarti ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku tentang pencegahan paparan dalam merawat pasien HIV/AIDS, dengan kekuatan korelasi kuat dan hasil hubungan antara sikap dengan perilaku didapatkan nilai p=0,000 dan r=816, yang berarti ada hubungan antara sikap dengan perilaku tentang pencegahan paparan dalam merawat pasien HIV/AIDS, dengan kekuatan korelasi sangat kuat. Berdasarkan hasil tersebut didapat nilai p<0,25 sehingga layak untuk dilakukan uji regresi linear ganda, adapun hasil uji multivariate dan model dengan uji regresi linear ganda adalah sebagai berikut. Tabel 4 Hasil Uji Multivariat dengan Uji Regresi Linear Ganda Coefficientsa Unstandardized Coefficients Model 1 (Constant) Pengetahuan B 2.489 .070 Std. Error .693 .061 .018 .149 .710 Standardized Coefficients Beta t 3.590 1.150 5.497 Sig. .001 .257 .000

Sikap .100 a. Dependent Variable: Perilaku

Berdasarkan tabel 4, didapatkan pada variabel pengetahuan dengan perilaku p value = 0,257 dan sikap dengan perilaku p value = 0,000, oleh pada pengetahuan nilai > 0,25 sehingga tidak termasuk sebagai kandidat model regresi linier ganda. Dengan demikian variabel independen yang diikutkan sebagai

47

kandidat regresi linier ganda adalah variabel sikap dengan perilaku, dengan hasil sebagai berikut: Tabel 5 Hasil Model Uji Regresi Linear Ganda Model Summary Model R R Square Adjusted R Square .659 Std. Error of the Estimate .80036

1 .816a .667 a. Predictors: (Constant), Sikap

Berdasarkan hasil uji berdasarkan model yang fit seperti pada tabel 5, maka didapatkan nilai p-Anova=0,000 yang berarti asumsi linier terpenuhi sedangkan nilai korelasi r=0,816, yang berarti kekuatan korelasi sangat kuat.

B. Pembahasan Hasil Penelitian 1. Pengetahuan perawat tentang pencegahan paparan dalam merawat pasien HIV/AIDS Berdasarkan hasil penelitian didapatkan pengetahuan perawat tentang pencegahan paparan dalam merawat pasien HIV/AIDS, sebanyak 28 orang (65,12%) dengan pengetahuan baik, sebanyak 14 orang (32,56%) dengan pengetahuan cukup dan sebanyak 1 orang (2,33%) dengan pengetahuan kurang. Data tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar pengetahuan perawat tentang pencegahan paparan dalam merawat pasien HIV/AIDS dikatagorikan pengetahuan baik. Hasil penelitian yang didapat didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Ibrahim (2007) dimana pengetahuan perawat di RSUD dr. Slamet Garut tentang HIV/AIDS dikatagorikan baik yaitu sebesar 52%.

48

Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya yang berbeda sama sekali dengan kepercayaan (belief), takhayul (supertition) dan penerangan-penerangan yang keliru

(misinformation) (Soekanto, 2003). Pengetahuan tentang penyakit HIV/AIDS meliputi penyebab penyakit, gejala dan tanda klinis penyakit, cara pengobatan, cara penularan, dan cara pencegahan suatu penyakit (Iqrame, 2011). Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu dalam hal ini tentang penyaki HIV/AIDS. Pengetahuan tentang penyakit HIV/AIDS bisa didapatkan melalui pendidikan formal maupun informal, pendidikan formal yaitu pada saat kuliah dan pendidikan informal melalui media massa, elektrotik atau melalui media yang lainnya. Menurut Sergiovanni (2007), pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh faktor umur, sikap, kehendak atau kemauan dan sosial budaya (lingkungan tenpat tinggal). Untuk itu perlu dipahami faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang.

2. Sikap perawat tentang pencegahan paparan dalam merawat pasien HIV/AIDS Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa sikap perawat tentang pencegahan paparan dalam merawat pasien HIV/AIDS, sebanyak 28 orang (65,12%) dengan sikap positif dan sebanyak 15 orang (34,88%) dengan sikap negatif. Data tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar sikap perawat tentang pencegahan paparan dalam merawat pasien HIV/AIDS dikatagorikan positif. Hasil penelitian yang didapat didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh

49

Ibrahim (2007) dimana sikap perawat di RSUD dr. Slamet Garut tentang HIV/AIDS dikatagorikan positif yaitu sebesar 51%. Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau obyek. Dari berbagai batasan tentang sikap dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi tehadap stimulus tertentu. Sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. (Notoatmodjo, 2007). Sikap perawat terhadap pasien HIV/AIDS adalah respon seseorang dalam hal menerima, memberikan motivasi kepada pasien dalam menjalani pengobatan (Iqrame, 2011). Pembentukan sikap perawat tentang HIV/AIDS ditentukan oleh faktorfaktor seperti: pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan lembaga agama dan pengaruh faktor emosional. 3. Perilaku pencegahan paparan dalam merawat pasien HIV/AIDS Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa perilaku perawat tentang pencegahan paparan dalam merawat pasien HIV/AIDS, sebanyak 20 orang (46,51%) dengan perilaku baik, sebanyak 16 orang (37,21%) dengan perilaku cukup dan sebanyak 7 orang (16,28%) dengan perilaku kurang. Data tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar perilaku pencegahan paparan dalam merawat pasien HIV/AIDS dikatagorikan baik.

50

Perilaku adalah realisasi dari pengetahuan dan sikap menjadi suatu perbuatan nyata. Tindakan juga merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk nyata atau terbuka Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (practice), yang dengan mudah dapat diawali atau dilihat oleh orang lain (Notoatmodjo, 2007). Perilaku perawat terhadap pasien HIV/AIDS adalah perilaku yang dimiliki dalam mencegah terjadinya penularan HIV/AIDS pada perawat atau petugas kesehatan lain dan pasien lain yang meliputu perilaku cuci tangan untuk mencegah infeksi silang, pemakaian alat pelindung diri, pengelolaan alat kesehatan bekas pakai, pengelolaan jarum dan benda tajam untuk mencegah perlukaan, pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan (Iqrame, 2011).

4. Hubungan pengetahuan dan sikap perawat dengan perilaku pencegahan paparan dalam merawat pasien HIV/AIDS Berdasarkan hasil uji bivariat dengan uji pearson correlation, didapatkan hasil hubungan antara pengetahuan dengan sikap didapatkan nilai p=0,000 (p<0,05) dan r=0,718, yang berarti ada hubungan antara pengetahuan dengan sikap tentang pencegahan paparan dalam merawat pasien HIV/AIDS, dengan kekuatan korelasi kuat. Hasil hubungan antara pengetahuan dengan perilaku didapatkan nilai p=0,000 dan r=0,658, yang berarti ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku tentang pencegahan paparan dalam merawat pasien HIV/AIDS, dengan kekuatan korelasi kuat dan hasil hubungan antara sikap dengan perilaku didapatkan nilai p=0,000 dan r=0,816, yang berarti ada hubungan antara sikap dengan perilaku tentang pencegahan paparan dalam merawat pasien HIV/AIDS, dengan kekuatan korelasi sangat kuat. Hasil tersebut didukung dengan

51

uji regresi ganda didapatkan pada variabel pengetahuan dengan perilaku p value = 0,257 dan sikap dengan perilaku p value = 0,000. Berdasarkan hasil uji berdasarkan model yang fit antara sikap dengan perilaku, maka didapatkan nilai korelasi r=0,816, yang berarti kekuatan korelasi sangat kuat Hasil penelitian yang didapat didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Ibrahim (2007) di RSUD Dr Slamet Garut tentang hubungan pengetahuan, sikap, dan praktik pencegahan umum terhadap penularan HIV/AIDS

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan praktek pencegahan umum HIV/AIDS. Pengetahuan dan sikap mempunyai hubungan dengan perilaku pencegahan paparan dalam merawat pasien HIV/AIDS, tetapi sikap mempunyai hubungan yang lebih kuat bila dibandingkan dengan pengetahuan, dimana pengetahuan dengan perilaku mempunyai kekuatan korelasi kuat, sedangkan sikap dengan perilaku mempunyai kekuatan korelasi yang sangat kuat. Perilaku seseorang (dalam hal ini pencegahan terhadap penularan HIV/AIDS) dipengaruhi oleh aspek kognitif yang dibentuk dari pengetahuan tentang sesuatu yang berkaitan dengan perilaku yang dimunculkan, sedangkan sikap merupakan kecenderungan perilaku yang belum nyata (over behavior) dan sikap yang positif akan membentuk perilaku yang baik. Untuk itu meningkatkan perilaku perawat tentang pencegahan HIV/AIDS perlu dikembangkan pengetahuan yang baik tentang penyakit HIV/AIDS sehingga terbentu sikap yang positif dan diharapkan akan terbentuk perilaku yang baik. Peningkatan pengetahuan dapat dilakukan dengan melakukan pendidikan formal seperti melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dan pemberian seminar, sedangkan peningkatan sikap atau perilaku dilakukan

52

dengan cara memberikan pertemuan penyegaran (refreshing) ilmu tentang HIV/AIDS serta memberikan pelatihan-pelatihan mengenai tindakan pencegahan penularan HIV/AIDS.

53

BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan Bab ini, membahas tentang simpulan dan saran. Selengkapnya seperti pada uraian berikut: 1. Pengetahuan perawat tentang pencegahan paparan dalam merawat pasien HIV/AIDS, sebesar 65,12% dikatagorikan pengetahuan baik 2. Sikap perawat tentang pencegahan paparan dalam merawat pasien HIV/AIDS, sebesar 65,12% dikatagorikan sikap positif 3. Perilaku perawat tentang pencegahan paparan dalam merawat pasien HIV/AIDS, sebesar 46,51% dikatagorikan perilaku baik 4. Ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku pencegahan paparan dalam merawat pasien HIV/AIDS, dengan kekuatan korelasi kuat dan ada hubungan antara sikap dengan perilaku pencegahan paparan dalam merawat pasien HIV/AIDS, dengan kekuatan korelasi sangat kuat.

B. Saran Saran yang dapat diajukan berdasarkan hasil penelitian adalah sebagai berikut: 1. Kepada RSUD Kabupaten Badung Pengetahuan, sikap dan perilaku perawat tentang HIV/AIDS perlu ditingkatkan dan dipertahankan dengan memberikan kemudahan atau memberikan ijin bagi perawat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang Strata 1 keperawatan dan secara berkala mengadakan seminar atau pelatihan tentang penyakit

54

HIV/AIDS, terutama cara mencegah penularan baik kepada perawat maupun pasien, terutama untuk perubahan sikap tentang pencegahan penularan HIV/AIDS. 2. Kepada peneliti selanjutnya Penelitian ini perlu dikembangkan lebih lanjut, seperti meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan, sikap dan perilaku perawat tentang penyakit HIV/AIDS.

55

You might also like