You are on page 1of 14

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN KANKER SERVIK

A. DEFENISI Kanker leher rahim (serviks) adalah kanker yang terjadi pada lapisan endometrium (servik uterus), yaitu suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dengan liang senggama (vagina). Kanker servik ini terjadi paling sering pada usia 30 sampai 45 tahun tetapi dapat pula terjadi pada pada usia dini yaitu 18 tahun (Hanifa, 2006).

B. ETIOLOGI
1. Penyebab dari kanker serviks ini belum dapat dijelaskan sepenuhnya.

2. Infeksi Human Papillomavirus (HPV) merupakan penyakit menular seksual (PMS) yang berasosiasi kuat dengan kanker serviks dan vulva sehingga HPV merupakan faktor resiko utama dari kanker serviks. Keberadaan HPV terdapat pada 80% kasus kanker serviks. Risiko kanker serviks sangat dipengaruhi oleh: Memiliki hubungan seksual dengan lebih dari satu orang Berhubungan seksual di usia awal Penelitian menunjukkan bahwa semakin muda wanita melakukan hubungan seksual semakin besar mendapat kanker serviks.

Pernah atau baru terinfeksi HPV, kondiloma atau keduanya Pengguna immunosuppressan, contohnya pada mereka dengan transplan ginjal Riwayat merokok atau kecanduan terhadap zat-zat lain Merokok akan merangsang terbentuknya sel kanker Adanya displasia servikal, endometrium, vagina atau kanker vulva Peradangan Multiparitas Kanker serviks terbanyak dijumpai pada wanita yang sering partus. Semakin sering partus semakin besar kemungkinan resiko mendapat karsinoma serviks.

Suami yang tidak disunat Diduga adanya pengaruh terjadinya kankers serviks pada wanita yang pasangannya belum disirkumsisi. Hal ini karena pada pria non sirkum hygiene penis tidak terawat sehingga banyak kumpulan-kumpulan smegma

Sosial ekonomi rendah. Karsinoma serviks banyak dijumpai pada golongan sosial ekonomi rendah, ini berkaitan dengan gizi, imunitas dan kebersihan perseorangan. Pada golongan sosial ekonomi rendah umumnya kuantitas dan kualitas makanan kurang hal ini mempengaruhi imunitas tubuh (Mochtar, 1998).

C. PATOFISIOLOGI Infeksi HPV menurunkan kemampuan sistim imun melawan infeksi yang akhirnya dapat meningkatkan kemungkinan perubahan sel-sel pre-kanker menjadi kanker. Oncoprotein E6 dan E7 yang berasal dari HPV merupakan penyebab terjadinya degenerasi keganasan. Oncoprotein E6 akan mengikat p53 sehingga TSG p53 akan kehilangan fungsinya serta oncoprotein E7 akan mengikat TSG Rb yang akan menyebabkan terlepasnya E2F yang merupakan faktor transkripsi sehingga siklus sel berjalan tanpa kontrol. Selain HPV, infeksi HIV juga diyakini meningkatkan faktor resiko kanker serviks, karena adanya gangguan sistim imun tubuh yang mengurangi kemampuan tubuh melawan infeksi termasuk terhadap infeksi HPV. Serviks mempunyai jalinan pembuluh limfe yang kaya dan ia lebih banyak terdapat di lapisan muskuler. Bila pembuluh limfe ini sudah terkena invasi, kemungkinan menyebar

ke kelenjar getah bening regional lebih besar. Kanker serviks dapat menyebar ke pembuluh getah bening para servikal dan parametrial, ke kelenjar getah bening obturator, ilaka eksterna dan ke kelenjar getah bening hipogastrika. Dari sini tumor menyebar ke kelenjar getah bening iliaka komunis dan periaorta. Penyebaran secara hematogen melalui pleksus vena dan vena para servikal lebih jarang terjadi, tetapi relatif sering pada stadium yang lebih lanjut. Tempat penyebaran terutama paru-paru, kelenjar getah bening mediastinum, dan supra klavikuler, tulang dan hepar. D. MANISFESTASI KLINIS 1. Gambaran Makroskopik Lesi invasif dapat terlihat sebagai tukak yang kecil atau luas. Lesi yang besar dapat berbentuk eksofitik atau tukak besar yang nekrotik. Proses dapat meluas ke arah atas, bahkan dapat mencapai segmen bawah uterus sehingga bentuk serviks seperti barel. Tidak jarang proses mencapai kavum uterus dan menginfiltrasi miometrium. Infiltrasi ke jaringan sekitarnya seperti ke vagina, parametrium, rektum,vesika urinaria dapat diketahui secara klinik atau dari pemeriksaan sediaan operasi. 2. Gambaran Mikroskopik Klasifikasi histologik kanker serviks ada beberapa, di antaranya jenis skuamosa merupakan jenis yang paling sering ditemukan, yaitu 90%; adenokarsinoma 5%; sedang jenis lainnya 5%. Karsinoma skuamosa terlihat sebagai jalinan kelompokan sel-sel yang berasal dari skuamosa dengan pertandukan atau tidak, dan kadang-kadang tumor sendiri dari sel-sel yang berdiferensiasi buruk atau dari sel-sel yang disebut small cell, berbentuk kumparan atau kecil serta bulat dan batas tumor stroma tidak jelas. Sel ini berasal dari sel basal atau reserved cell. Sedang adenokarsinoma terlihat sebagai sel-sel yang berasal dari epitel torak endoserviks, atau dari kelenjar endoserviks yang mengeluarkan mukus. Pada beberapa penderita, tidak muncul gejala yang berarti (asimtomatis). Namun beberapa gejala mengarah kepada infeksi HPV yang berkembang menjadi kanker servik yang patut diwaspadai. Gejalanya bisa berupa: 1. Perdarahan rahim yang abnormal. 2. Siklus menstruasi yang abnormal. menstruasi). 3. Perdarahan diantara 2 siklus menstruasi (pada wanita yang masih mengalami

4. Perdarahan vagina atau spotting pada wanita pasca menopause. 5. 6. 7. 8. Perdarahan yang sangat lama, berat dan sering (pada wanita yang berusia diatas 40 tahun). Nyeri perut bagian bawah atau kram panggul. Keluar cairan putih yang encer atau jernih (pada wanita pasca menopause). Nyeri atau kesulitan dalam berkemih.

9. Nyeri ketika melakukan hubungan seksual. 10. Wanita dengan keputihan dan gatal. 11. Wanita dengan lesi porsio.

E. PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS Setiap penderita sebaiknya dinilai oleh ahli ginekologi dan ahli radioterapi bersama-sama. Pemeriksaan meliputi pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan dalam melalui vagina dan rektum. Pemeriksaan fisik untuk mencari anak sebar, misalnya di kelenjar getah belling atau organorgan lainnya seperti paru-paru dan hepar. Sedangkan pemeriksaan dalam untuk menilai perluasan proses di dalam panggul. 1. IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) Merupakan deteksi awal untuk skrining kanker servik. Prosedur pemeriksaannya dengan cara permukaan servik/ leher rahim diolesi dengan asam asetat, akan tampak bercak-bercak putih pada permukaan servik yang tidak normal. Penanganan kanker servik dilakukan sesuai dengan stadium penyakit dan gambaran histopatologinya. 2. Pap Smear Pap smear test adalah suatu metode pemeriksaan sel-sel rahim dan kemudian diperiksa di bawah mikroskop untuk melihat perubahan-perubahan yang terjadi dari sel tersebut. Perubahan sel-sel leher rahim yang terdeteksi secara dini akan memungkinkan dilakukannya beberapa tindakan pengobatan sebelum sel-sel tersebut dapat berkembang menjadi sel kanker. Tes ini hanya memerlukan waktu beberapa menit saja. Dalam keadaan berbaring terlentang, sebuah alat yang dinamakan spekulum akan dimasukan kedalam liang senggama.

3. Sitologi

Pemeriksaan ini sangat bermanfaat untuk mendeteksi lesi secara dini, yaitu sejak dalam tingkat displasia dan NIS. Ketelitiannya melebihi 90% bila dilakukan dengan baik. Prevalensikanker yang invasif dapat diturunkan di negara, di mana pemeriksaan ini dilakukan secara masal (mass screening), sehingga mortalitas oleh kanker ini dapat diturunkan. The American Cancer Society menyarankan pemeriksaan ini dilakukan rutin pada wanita yang tidak menunjukkan gejala-gejala, sejak umur 20 tahun atau lebih, atau kurang dari 20 tahun bila secara seksual ia sudah aktif. Pemeriksaan dilakukan setiap tahun 2x berturut-turut, dan bila negatif, pemeriksaan berikutnya paling sedikit setiap 3 tahun sampai berumur 65 tahun. Bila hasil pemeriksaan menunjukkan atipia atau displasia ringan (Pap Klas II), maka pemeriksaan di ulang sesudah 2 minggu agar eksfoliasi sel cukup representatif. Pada pemeriksaan ulang ini diambil juga sekret vagina untuk pemeriksaan Trichomonas vaginalis (jangan membilas vagina sebelum pemeriksaan). Kalau hasilnya sama, pasien ini diawasi secara ketat dan tes Pap di ulang setiap 6 bulan. Kalau sitologi menunjukkan displasia atau keganasan, biopsi dilakukan secara terarah dengan bantuan tes Schiller atau kolposkopi, dan sebaliknya dilakukan juga kuretase endoserviks (dengan sendok kuret endoserviks). Kalau basil biopsi negatif maka perlu observasi ketat atau dilakukan konisasi diagnostik. Pemeriksaan sitologi juga bermanfaat untuk pengawasan lanjut sesudah pengobatan. Sembilan puluh persen sitologi menunjukkan hasil yang negatif dalam 4 bulan sesudah radiasi. Bila dalam 3 - 4 bulan sesudah radiasi, sitologi masih positif, sebaliknya dilakukan biopsi atau dilatasi dan kuretase (D/K). Bila sitologi negatif dalam 4 - 12 bulan sesudah radiasi dan stadium penyakitnya stadium I dan II, maka prognosisnya baik. 4. Kolposkopi Merupakan alat teropong pembesar, dapat melihat serviks dengan pembesaran 10 15 x. Alat ini terutama bermanfaat untuk melihat lesi prakanker pada daerah ektoserviks atau endoserviks sekitar perbatasan epitel skuamosa clan torak. Dengan menggunakan alat ini, tindakan konisasi dapat dihindarkan yaitu bila lesinya jelas terlokalisir dan terlihat seluruhnya. Alat ini selain dilengkapi sumber cahaya juga dilengkapi filter hijau untuk melihat gambaran pembuluh darah. Alat ini dapat dihubungkan dengan kamera foto atau TV. 5. Konisasi

Konisasi dilakukan bila: a. proses dicurigai ada di endoserviks; b. lesi tidak tampak seluruhnya dengan kolposkopi; c. diagnosis mikroinvasif ditegakkan hanya dari biopsi; d. ada kesenjangan.antara hasil sitologi dan histologik dan;
e. pasien sukar di follow up secara terus menerus.

Konisasi ini dilakukan dengan pisau atau alat khusus dan jangan dengan alat hot cones. Konisasi mencakup ekso dan endoserviks. Konisasi dapat diarahkan dengan kolposkopi atau tes Schiller. Paling sedikit, kanalis servikalis terambil 50% tanpa mengenai ostium uteri intemum. Sesudah konisasi, dilanjutkan dengan kuretase sisa kanalis servikalis. 6. Biopsi Lesi yang besar perlu dibiopsi pada beberapa tempat untuk konfirmasi histologik. Pada lesi yang dicurigai dapat, dilakukan biopsi 4 kuadran. Biopsi sebaiknya mencakup daerah pinggir yang sehat, sebab bila diambil pada daerah tengah dari lesi besar yang bertukak atau nekrotik biasanya hasilnya tidak adekuat. 7. Dilatasi dan Kuratase Tindakan ini kadang-kadang perlu dilakukan untuk menilai perluasan proses ke atas, terutama bila diperlukan modifikasi dalam pengobatan. Kuretase dilakukan secara bertingkat, mencakup kanalis servikalis dan kavum uterus. 8. Pemeriksaan Lainnya Pada kanker yang invasif, pemeriksaan lainnya perlu dilakukan baik untuk menilai perluasan proses maupun untuk persiapan pengobatan. a. Laboratorium Pemeriksaan darah tepi, kimia darah meliputi pemeriksaan fungsi hepar dan ginjal. Bila ada gangguan fungsi hepar mungkin ada metastasis ke hepar, sedangkan hiperkalsemia menunjukkan proses di tulang. CEA bermanfaat untuk menilai respons terhadap pengobatan dan pengawasan lanjut.

b. Radiologik

1) Foto paru dan pielogram intra vena (PIV). 2) Ba enema, pada stadium III dan IVA, atau bila ada gejala yang ada hubungan

dengan rektum dan kolon. 3) Limfografi Pemeriksaan ini untuk menilai kelenjar getah bening di pelvis dan aorta. Ketelitiannya sangat bervariasi, dengan segala keterbatasannya. Sehingga manfaat dari pemeriksaan yang mahal ini dengan false negative yang tinggi perludipertimbangkan. Ketelitian sangat rendah pada metastasisyang kecil, dan pada yang sangat besar pun dapat juga lolos. Karena itu, pemeriksaan ini jarang dilakukan lagi.
4) CT-Scan (Computed Tomography)

Pemeriksaan ini dapat menggantikan pemeriksaan limfografi. Seberapa jauh ketelitiannya sampai sekarang belum jelas diketahui. c. Sistoskopi dan Sigmoidkopi Jarang dilakukan pada stadium awal, kecuali kalau ada gejala-gejala atau ada gangguan buang air kecil atau buang air besar. Pemeriksaan ini perlu pada stadium IIB, III dan IVA. Untuk keperluan skrining, pemeriksaan sitologi urin dan hema test feses sudah cukup memadai. F. STADIUM CERVICAL CANCER Stadium O Keterangan Stadium ini disebut juga karsinoma in situ (CIS). Tumor masih dangkal, hanya tumbuh di lapisan sel servik. Kanker telah tumbuh dalam servik, namun belum menyebar kemanapun. Dokter tidak bisa melihat kanker tanpa mikroskop. Kedalamannya kurang dari 3 mm dan besarnya kurang dari 7 mm Dokter tidak bisa melihat kanker tanpa mikroskop. IA2 Kedalamannya antara 3-5 mm dan besarnya kurang dari 7 mm. Dokter tidak bisa melihat kanker tanpa mikroskop. Ukuran tidak lebih besar dari 4 cm. Dokter tidak bisa melihat kanker tanpa mikroskop.

IAI

IBI IB2

II IIA IIB

Ukuran lebih besar dari 4 cm. Kanker berada dibagian dekat servik tapi bukan di luar panggul. Kanker meluas sampai ke atas vagina, tapi belum menyebar ke jaringan yang lebih dalam dari vagina. Kanker telah menyebar ke jaringan sekitar vagina dan servik, namun belum sampai ke dinding panggul. Kanker telah menyebar ke jaringan lunak sekitar vagina dan servik sepanjang dinding panggul. Mungkin dapat menghambat aliran urin ke kandung kemih Kanker telah menyebar ke oragan terdekat, seperti kandung kemih dan rectum. Kanker telah menyebar ke organ yang lebih jauh seperti paru-paru.

III

IVA IVB

G. PENATALAKSANAAN MEDIS 1. Kemoterapi Merupakan bentuk pengobatan kanker dengan menggunakan obat sitostatika yaitu suatu zat-zat yang dapat menghambat proliferasi sel-sel kanker. Prinsip kerja obat kemoterapi (sitostatika) terhadap kanker. Sebagian besar obat kemoterapi (sitostatika) yang digunakan saat ini bekerja terutama terhadap sel-sel kanker yang sedang berproliferasi, semakin aktif sel-sel kanker tersebut berproliferasi maka semakin peka terhadap sitostatika hal ini disebut Kemoresponsif, sebaliknya semakin lambat prolifersainya maka kepekaannya semakin rendah , hal ini disebut Kemoresisten.

Obat kemoterapi ada beberapa macam, diantaranya adalah :


a. Obat golongan Alkylating agent, platinum Compouns, dan Antibiotik

Anthrasiklin obst golongsn ini bekerja dengan antara lain mengikat DNA di inti sel, sehingga sel-sel tersebut tidak bisa melakukan replikasi.

b. Obat golongan Antimetabolit, bekerja langsung pada molekul basa inti sel,

yang berakibat menghambat sintesis DNA.


c. Obat golongan Topoisomerase-inhibitor, Vinca Alkaloid, dan Taxanes

bekerja pada gangguan pembentukan tubulin, sehingga terjadi hambatan mitosis sel.
d. Obat golongan Enzim seperti, L-Asparaginase bekerja dengan menghambat

sintesis protein, sehingga timbul hambatan dalam sintesis DNA dan RNA dari sel-sel kanker tersebut. 2. Radiasi Dapat dipakai untuk semua stadium Dapat dipakai untuk wanita gemuk tua dan pada medical risk Tidak menyebabkan kematian seperti operasi.

Dosis Penyinaran ditujukan pada jaringan karsinoma yang terletak di serviks Komplikasi radiasi Kerentanan kandungan kencing Diarrhea Perdarahan rectal Fistula vesico atau rectovaginalis

3. Operasi Operasi Wentheim dan limfatektomi untuk stadium I dan II Operasi Schauta, histerektomi vagina yang radikal 4. Kombinasi Irradiasi dan pembedahan Tidak dilakukan sebagai hal yang rutin, sebab radiasi menyebabkan bertambahnya vaskularisasi, odema. Sehingga tindakan operasi berikutnya dapat mengalami kesukaran dan sering menyebabkan fistula, disamping itu juga menambah penyebaran kesistem limfe dan peredaran darah. ASUHAN KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN DASAR 1. Aktifitas istirahat: malaise, kelelahan. 2. Sirkulasi: mungkin ikterik. 3. Eliminasi: disuria, frekuensi urine menurun, penurunan haluaran urine, hematuria.

4. Makanan/cairan: mual, muntah, anoreksia, penurunan berat badan. 5. Nyeri/ketidaknyamanan: sakit punggung, nyeri badan, nyeri kolik terdapat pada pielonefritis akut, nyeri dada dapat terjadi pada tuberculosis, gatal berat, nyeri rasa terbakar dengan lesi.
6. Seksualitas: mungkin terpajan atau pernah terpajan pasangan heteroseksual/biseksual,

perdarahan rahim, perdarahan rahim yang abnormal, siklus menstruasi yang abnormal, perdarahan diantara 2 siklus menstruasi (pada wanita yang masih mengalami menstruasi), perdarahan vagina atau spotting pada wanita pasca menopause, perdarahan yang sangat lama, berat dan sering (pada wanita yang berusia diatas 40 tahun), nyeri perut bagian bawah atau kram panggul, keluar cairan putih yang encer atau jernih (pada wanita pasca menopause), nyeri atau kesulitan dalam berkemih, nyeri ketika melakukan hubungan seksual, wanita dengan keputihan dan gatal, wanita dengan lesi porsio. B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Gangguan perfusi jaringan (anemia) b.d perdarahan masif intra cervikal Tujuan : Setelah diberikan perawatan selama 1 X 24 jam diharapkan perfusi jaringan membaik dengan : Kriteria hasil : a. Perdarahan intra servikal sudah berkurang b. Konjunctiva tidak pucat c. Mukosa bibir basah dan kemerahan d. Ektremitas hangat e. Hb 11-15 gr % d. Tanda vital 120-140 / 70 - 80 mm Hg, Nadi : 70 - 80 X/mnt, S : 36-37 Derajat C, RR : 18 - 24 X/mnt.

Intervensi : - Observasi tanda-tanda vital - Observasi perdarahan ( jumlah, warna, lama ) - Cek Hb - Cek golongan darah - Beri O2 jika diperlukan

- Pemasangan vaginal tampon. - Therapi IV 2. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan nafsu makan. Tujuan : Setelah dilakukan perawatan kebutuhan nutrisi klien akan terpenuhi Kriteria hasil : Intervensi : - Jelaskan tentang pentingnya nutrisi untuk penyembuhan - Berika makan TKTP - Anjurkan makan sedikit tapi sering - Jaga lingkungan pada saat makan - Pasang NGT jika perlu - Beri Nutrisi parenteral jika perlu. 3. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b.d proses desakan pada jaringan intra servikal Tujuan Setelah dilakukan tindakan 1 X 24 jam diharapka klien tahu cara-cara mengatasi nyeri yang timbul akibat kanker yang dialami Kriteria hasil : Intervensi : - Tanyakan lokasi nyeri yang dirasakan klien - Tanyakan derajat nyeri yang dirasakan klien dan nilai dengan skala nyeri. - Ajarkan teknik relasasi dan distraksi Klien dapat menyebutkan cara-cara menguangi nyeri yang dirasakan Intensitas nyeri berkurangnya Ekpresi muka dan tubuh rileks Tidak terjadi penurunan berat badan Porsi makan yang disediakan habis. Keluhan mual dan muntah kurang

- Anjurkan keluarga untuk mendampingi klien - Kolaborasi dengan tim paliatif nyeri 4. Cemas yang berhubungan dengan terdiagnose kanker serviks sekunder kurangnya pengetahuan tentang kaker serviks, penanganan dan prognosenya. Tujuan : Setelah diberikan tindakan selama 1 X 30 menit klien mendapat informasi tentang penyakit kanker yang diderita, penanganan dan prognosenya. Kriteria hasil : - Klien mengetahui diagnose kanker yang diderita - Klien mengetahui tindakan - tindakan yang harus dilalui klien. - Klien tahu tindakan yang harus dilakukan di rumah untuk mencegah komplikasi. - Sumber-sumber koping teridentifikasi - Ansietas berkurang - Klien mengutarakan cara mengantisipasi ansietas. Tindakan : - Berikan kesempatan pada klien dan klien mengungkapkan persaannya. - Dorong diskusi terbuka tentang kanker, pengalaman orang lain, serta tata cara mengentrol dirinya. - Identifikasi mereka yang beresiko terhadap ketidak berhasilan penyesuaian. ( Ego yang buruk, kemampuan pemecahan masalah tidak efektif, kurang motivasi, kurangnya sistem pendukung yang positif). - Tunjukkan adanya harapan - Tingkatkan aktivitas dan latihan fisik 5. Resiko tinggi terhadap gangguan konsep diri b.d perubahan dalam penampilan sekunder terhadap pemberian sitostatika. Tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan, konsep diri dan persepsi klien menjadi stabil

Kriteria hasil : - Klien mampu untuk mengeskpresikan perasaan tentang kondisinya - Klien mampu membagi perasaan dengan perawat, keluarga dan orang dekat. - Klien mengkomunikasikan perasaan tentang perubahan dirinya secara konstruktif. - Klien mampu berpartisipasi dalam perawatan diri. Intervensi : - Kontak dengan klien sering dan perlakukan klien dengan hangat dan sikap positif. - Berikan dorongan pada klien untuk mengekpresikanbperasaan dan pikian tentang kondisi, kemajuan, prognose, sisem pendukung dan pengobatan. - Berikan informasi yang dapat dipercaya dan klarifikasi setiap mispersepsi tentang penyakitnya. - Bantu klien mengidentifikasi potensial kesempatan untuk hidup mandiri melewati hidup dengan kanker, meliputi hubungan interpersonal, peningkatan pengetahuan, kekuatan pribadi dan pengertian serta perkembangan spiritual dan moral. - Kaji respon negatif terhadap perubahan penampilan (menyangkal perubahan, penurunan kemampuan merawat diri, isolasi sosial, penolakan untuk mendiskusikan masa depan. - Bantu dalam penatalaksanaan alopesia sesuai dengan kebutuhan. - Kolaborasi dengan tim kesehatan lain yang terkait untuk tindakan konseling secara profesional.

REFERENSI Doenges M. E. (2001). Rencana Perawatan Maternal/Bayi. Jakarta: EGC. Hanifa W. (2006). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.

Irham Suheimi. (2008). Kanker Serviks. http://ksuheimi./2008/07/kanker-serviks-dalamkehamilan.html, diakses tanggal 19 Juli 2008. Rustam Muchtar,(1998), Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 1, EGC. Jakarta.

You might also like