You are on page 1of 12

HIPOADRENALISME

A. DEFINISI
Penyakit Addison adalah hipofungsi kronik korteks adrenal primer karena kerusakan pada korteks adrenal. Penyakit ini sedikit lebih banyak didapat pada laki-laki dibanding wanita, dan terutama terjadi pada usia 30--50 tahun; penyebab terbanyak adalah proses autoimmun (78%) dan tuberkulosa (21%) sisanya oleh sebab lain. Bila terdapat dugaan penyakit Addison dengan LED tinggi, eosinofilia, IgG meningkat, dan tes ANA positif maka sangat mungkin penyebabnya adalah autoimun. Pengakit Addison adalah: penykit yang terjadi aakibt fungsi korteks adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasienakan hormone hormone korteks adrenal (Soediman, 1996 ).

B. Etiologi Hipofungsi korteks adrenal primer dapat disebabkan oleh beberapa sebab : Proses autoimun

Penyakit Addison karena proses autoimun didapatkan pada 75% dari penderita. Secara histologik tidak didapatkan 3 lapis-an korteks adrenal, tampak bercak-bercak fibrosis dan infiltrasi limfosit korteks adrena 1, 9. Pada serum penderita didapatkan antibodi adrenal yang dapat diperiksa dengan cara Coons test, ANA test,serta terdapat peningkatan imunoglobulin G 10,11. Tuberkulosis

Kerusakan kelenjar adrenal akibat tuberkulosis didapatkan pada 21% dari penderita 9. Tampak daerah nekrosis yang dikelilingi oleh jaringan ikat dengan serbukan sel-sel limfosit, kadang-kadang dapat dijumpai tuberkel serta kalsifikasi l,3,7 Seringkali didapatkan proses tuberkulosis yang aktif pada organ-organ lain, misalnya tuberkulosis paru, tuberkulosis genito-urinari, tuberkulosis vertebrata (Pott s disease), hati, limpa serta kelenjar limpa 3. Infeksi lain

Penyebab kerusakan kelenjar adrenal karena infeksi yang lebih jarang ialah karena : histoplasmosis, koksidioidomikosis, serta septikemi karena kuman stafilokok atau meningokok yang sering menyebabkan perdarahan dan nekrosis 1 ,2 ,9.

Bahan-bahan kimia

Obat-obatan yang dapat menyebabkan hipofungsi kelenjar adrenal dengan menghalangi biosintesis yaitu metirapon; sedang yang membloking enzim misalnya amfenon, aminoglutetimid dan O.p.D.D.D. Iskemia

Embolisasi dan trombosis dapat menyebabkan iskemia korteks adrenal, walaupun hal ini jarang terjadi. Infiltrasi

Hipofungsi korteks adrenal akibat infiltrasi misalnya metastasis tumor, sarkoidosis, penyakit amiloid dan hemokromatosis. Perdarahan

Perdarahan korteks adrenal dapat terjadi pada penderita yang mendapat pengobatan dengan antikoagulan, pasca operasi tumor adrenal 9, 12. Lain-lain

Akibat pengobatan radiasi, adrenalektomi bilateral dan kelainan kongenital.

C. Manifestasi klinik
a) Sistim Kardiovaskuler 1) Hipotensi

Hipotensi merupakan gejala dini dari penyakit Addison, dimana tekanan darah sistolik biasanya antara 80100 mmHg, sedang tekanan diastolik 5060 mmHg. Mekanisme penyebab terjadinya hipotensi ini diduga karena menurunnya salt hormon yang mempunyai efek langsung pada tonus arteriol sertaakibat gangguan elektrolit. Reaksi tekanan darah terhadap perubahan sikap adalah abnormal, pada perubahan posisi dari berbaring menjadi posisi tegak maka tekanan darah akan menurun (posturalhipotensi) yang menimbulkan keluhan pusing, lemah, penglihatan kabur, berdebar-debar. Hipotensi ini juga terdapat pada penderita dengan atrofi korteks adrenal dengan medula yang intak, sehingga diduga bahwa epinefrin bukan penyebab dari hipotensi ini. Tekanandarah akan kembali normal setelah pemberian garam dan desoksikortikosteron yang meningkatkan tonus vasomotor. 2) Jantung

Ukuran jantung penderita Addison biasanya mengecil pada pemeriksaan radiologi, hal ini mungkin karena penurunan volume darah sekunder akibat kehilangan air.

Bertambah besarnya ukuran jantung merupakan petunjuk berhasilnya pengobatan. Perubahan

elektrokardiografi biasanya tampak tapi tak mempunyai nilai diagnostik, seringkali didapatkanvoltase yang rendah, PR dan QT interval memanjang, oleh karena kelainan degeneratif organik pada otot jantung serta akibat gangguan elektrolit. Gejala lain adalah kelemahan kontraksi otot jantung, nadi kecil dan sinkop. Akibat hiperkalemia dapat terjadi aritmia yang dapat menyebabkan kematian mendadak. b) Kelemahan Badan Kelemahan badan ini disebabkan karena gangguan keseimbangan air dan elektrolit serta gangguan metabolisme karbohidrat dan protein sehingga didapat kelemahan sampai paralisis ototbergaris. Di samping itu, akibat metabolisme protein, terutama pada sel-sel otot menyebabkan otot-otot bergaris atropi, bicaranya lemah. Gejala kelemahan otot ini berkurang setelah pemberian cairan, garam serta kortikosteroid. Nicholson dan Spaeth melaporkan pada beberapa penderita Addison dapat terjadi paralisis flasid yang bersifat periodik akibat hiperkalemia dimana mekanismenya belum diketahui,walaupun hal ini jarang didapatkan. c) Penurunan berat badan Penurunan berat badan biasanya berkisar antara 1015 kg dalam waktu 612 bulan 3 Penurunan berat badan ini karena adanya anoreksia, gangguan gastrointestinal lain, dehidrasi, serta katabolisme protein yang meningkat pada jaringan ekstrahepatik, terutama jaringan otot. Dengan pengobatan yang adekuat akan didapatkan kenaikan berat badan.

d) Kelainan gastrointestinal Kelainan gastrointestinal didapatkan pada 80% dari kasus Addison. Anoreksia biasanya merupakan gejala yang mula mula tampak, disertai perasaan mual dan muntah, nyeri epigastrium, disfagia, konstipasi, kadang-kadang dapat timbul diare. Cairan lambung biasanya menunjukkan hipoklorhidria sampai aklorhidria. Ini karena rendahnya konsentrasi klorida dan natrium dalam darah dan jaringan, sehingga produksi asam klorida lambung menurun. Hipoklorhidria biasanya kernbali normal bila keseirnbangan elektrolit sudah diperbaiki.

e) Gangguan elektrolit dan air Penurunan hormon aldosteron menyebabkan pengeluaran natrium, klorida dan air serta retensi kalium. Sebagai akibat dari gangguan elektrolit ini terjadi dehidrasi, hemokonsentrasi dan asidosis.

f) Gangguan Metabolisme Karbohidrat

Akibat proses glukoneogenesis yang menurun, penggunaan glukosa oleh jaringan yang meningkat serta gangguan absorbsi karbohidrat pada usus halus, akan terjadi hipoglikemi puasa, di mana kadar gula darah puasa. lebih rendah dari harga normal. Pada tes toleransi glukosa oral didapat kenaikan kadar gula darah yang kurang adekuat, yaitu menunjukkan kurve yang datar.

g) Darah Tepi Sel-sel darah merah dan hemoglobin sedikit menurun dengan hemokonsentrasi. Jumlah sel darah putih sedikit menurun dengan relatif limfositosis, eosinofil sedikit meningkat Perubahan gambaran darah tepi di atas karena menurunnya hidrokortison. Gambaran hematologi ini tak mempunyai arti yang khas untuk diagnostik.

h) Gangguan Neurologi dan psikiatri Manifestasi kelainan pada saraf antara lain penglihatan kabur ngantuk, yang mungkin berhubungan dengan kelemahan yang progresif, kadang-kadang penderita gelisah, mudah tersinggung serta dapat timbul psikosis. Pada elektro-ensefalogram didapat gelombang alfa lebih pelan terutama pada daerah frontalis, serta menghilangnya gelombang beta.

D. Pemeriksaan penunjang
a. Pemerisaan laboratorium Penurunan konsentrasi glukosa darah dan natrium (hipoglikemia dan hiponatremia) Peningkatan kosentrasi kalium serum (hiperkalemia) Peningkatan jumlah sel darah putih (leukositosis) Penurunan kadar kortisol serum Kadar kortisol plasma rendah

b. Pemeriksaan radiografi abdominal menunjukan adanya kalsifikasi diadrenal. c. CT Scan. Detektor kalsifikasi adrenal dan pembesaran adrenal yang sensitive hubungannya dengan insufisiensi pada tuberculosis, infeksi, jamur, penyakit infiltratif malignan dan non malignan, dan haemoragik adrenal

d. Gambaran EKG. Tegangan rendah aksis QRS vertical dan gelombang ST non spesifik abnormal sekunder akibat adanya abnormalitas elektrolit

E. Penatalaksanaan
a. Medik Terapi dengan pemberian kortikosteroid setiap hari selama 2 sampai 4 minggu

dosis 12,5 sampai 50 mg/hari Hidrokortison (solu- cortef) disuntikan secara IV Prednison (7.5 mg/hari)dalam dosis terbagi diberikan untuk terapi pengganti

kortisol Pemberian infuse dekstrosa 5%dalam larutan saline Fludrokortison: 0,05-0,1 mgper oral dipagi hari

b. Keperawatan Pengukuran TTV Memberikan rasa nyaman dengan mengatur atau menyediakan waktu istirahat pasien Menempatkan pasien dalam posisi setengah duduk dengan kedua tungkai ditinggikan Memberikan suplemen makanan dengan penambahan garam Follow up: mempertahankan berat badan, tekanan darah dan elektrolit yang normal disertai regresi gambaran klinis Memantau kondisi pasien untuk mendeteksi tanda dan gejala yang menunjukan adanya krisis Addison

F. Komplikasi
Syok (akibat dari infeksi akut atau penurunan asupan garam) Kolaps sirkulasi Dehidrasi Hiperkalemia Sepsis Krisis Addison disebabkan karena hipotensiakut (hiperkortisolisme) ditandai

dengan sianosis, panas, pucat, cemas, nadi cepat.

ASUHAN KEPERAWATAN HIPOADRENALISME

A. Pengkajian
a. Aktivitas / istirahat Gejala : Lelah, nyeri/ kelemahan pada otot (terjadi perburukan setiap hari, tidak mampu beraktivitas atau bekerja. Tanda : peningkatan denyut jantung atau denyut nadi pada aktivitas yang minimal, Penurunan kekuatan dan rentang gerak sendi, Depresi, gangguan konsentrasi, Letargi. b. Sirkulasi. Tanda : Hipotensi termasuk hipotensi postural. Takikardi, disritmia, suara jantung melemah, Nadi perifer melemah, Pengisian kapiler memanjang, Ekstremitas dingin, sianosis, dan pucat c. Integritas ego Gejala : adanya riwayat riwayat factor stress yang baru dialami, termasuk sakit fisik atau

pembedahan, Perubahan gaya hidup, Ketidak mampuan mengatasi stress Tanda : Ansietas, peka rangsang, depresi, emosi tidak stabil d. Eliminasi Gejala : diare, sampai adanya konstipasi, Kram abdomen, Perubahan frekuensi dan

karakteristik urin Tanda : Diuresis yang diikuti oliguria

e. Makanan atau cairan Gejala : Anoreksia berat, mual, muntah, Kekurangan zat garam, BB menurun dengan cepat. Tanda : Turgor kulit jelek, membrane mukosa kering f. Neurosensori Gejala Tanda : Pusing, sinkope, gemetar kelemahan otot, kesemutan : disorientasi terhadap waktu, tempat, ruang (karena kadar natrium rendah), letargi,

kelelahan mental, peka rangsangan,cemas, koma (dalam keadaan krisis) g. Nyeri/ kenyamanan Gejala : Nyeri otot, kaku perut, nyeri kepala, Nyeri tulang belakang, abdomen, ekstrimitas

(pada keadaan krisis).

h. Pernapasan Gejala Tanda : Dipsnea : Pernapasan meningkat, takipnea, suara nafas: krekels, ronkhi pada keadaan infeksi

i. Keamanan Gejala Tanda : tidak toleran terhadap panas, cuaca udara panas : Hiperpigmentasi kulit (coklat kehitaman karena terkena sinar matahari)

menyeluruh atau berbintik bintik, Peningkatan suhu, demam yang diikuti dengan hipotermi (keadaan krisis) j. Seksualitas Gejala : Adanya riwayat menopause dini, amenore , Hilangnya tanda tanda seks sekunder (berkurangnya rambut rambut pada tubuh terutama pada wanita) ,Hilangnya libido.

B. Pemeriksaan diagnostik. Kortisol plasma menurun ACTH meningkat (pada primer) menurun (pada sekunder) ADH meningkat Aldosteron menurun Elektrolit: kadar dalam serum mungkin normal atau natrium sedikit menurun sedangkan kalium sedikit meningkat Glukosa; hipoglikemi Ureum/ keratin: mungkin meningkat (karena terjadi penurunan perfusi jaringan ginjal) Analisa gas darah: asidosis metabolic Sel darah merah (eritrosit): anemia numokronik, Ht meningkat (karena

hemokonsentrasi)jumlah limfosit mungkin rendah, eosinofil meningkat Urin 24 jam : 17 kerosteroid, 17 hidroksikortikoid, dan 17 kelogenik steroid menurun

C. Diagnosa keperawatan a. Kekurangan volume cairan b.d kekurangan natrium dan kehilangan cairan melalui ginjal, kelenjar keringat, saluran gastrointestinal (karena kekurangan aldosteron) b. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake tidak adekuat (mual, muntah, anoreksia),defisiensi glukokortikoid c. Intoleransi aktifitas b.d penurunan produksi metabolime ketidak seimbangan cairan elektrolit dan glukosa

d. Penurunan curah jantung b.d berubahnya kecepatan, irama, dan konduksi jantung (akibat dari ketidakseimbangan elektrolit) e. Perubahan proses pikir b.d penurunan kadar natrium (hipotremia), penurunan kadar glukosa (hipoglikemia), gangguan keseimbangan asam basa f. Gangguan harga diri b.d perubahan dalam kemampuan fungsi, perubahan karakteristik tubuh g. Kurang pengetahuan tentang: penyakit, prognosis, pengobatan b.d kurang pemajanan/ mengingat, keterbatasan kognitif

D. Rencana keperawatan 1. DX. 1: Kekurangan volume cairan b.d kekurangan natrium dan kehilangan cairan melalui ginjal, kelenjar keringat, saluran gastrointestinal (karena kekurangan aldosteron) Tujuan : klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit setelah dilakukan tindakan KH : - Pengeluaran urin adekuat (1cc/kgBB/jam0 - TTVdbn: N:80-100 x/mnt S: 36-37C , TD: 120/80 mmHg - Tekanan nadi perifer jelas: kurang dari 3 det - Turgor kulit elastis - Pengisian kapiler baik kurang dari 3 det - Membrane mukosa lembab - Warna kulit tidak pucat - Rasa haus tidak ada - BB ideal: (TB-100)-10%(TB-100) - Hasil lab dbn: Ht : W: 37-47% , L: 42-52% Ureum: 15-40 mg/dl Natrium: 135-145 mEq/L Kalium: 3,3-5,0 mEq/ L Kreatinin: 0,6-1.2 mg/dl Intervensi: 1. Pantau TTV, catat perubahan tekanan darah pada perubahan posisi, kekuatan dari nadi perifer

R/: Hipotensi postural merupakan bagian dari hipovolemia akibat kekurangan hormone aldosteron dan penurunan curah jantung sebagai akibat dari penurunan kortisol 2. Ukur dan timbang BB klien R/: Memberikan perkiraan kebutuhan akan pengganti volume cairan dan kefektifan pengobatan. Peningkatan BB yang cepat disebabkan oleh adanya retensi caairan dan natrium yang berhubungnn dengan pengobatan steroid 3. Kaji pasien mengenai ada rasa haus, kelelahan, nadi cepat, pengisian kapiler memanjang, turgor kulit jelek, membrane mukosa kering. Catat warna kulit dan temperaturnya R/: Mengidentifikasi adanya hipovolemia dan mempengaruhi kebutuhan volume pengganti. 4. Periksa adanya perubahan status mental dan sensori. R/: Dehidrasi berat menurunkan curah jantung berat dan perfusi jaringan terutama jaringan otak. 5. Aukultasi bising usus (peristaltic usus). Catat dan laporkan adanya mual, muntah, dan diare. R/: Kerusakan fungsi saluran cerna dapat meningkatkan kehilangan cairan dan elektrolit dan mempengaruhi cara untuk pemberian cairan dan nutrisi 6. Berikan perawatan mulut secara teratur R/: membantu menurunkan rasa tidak nyaman akibat dari dehidrasi dan mempertahankan kerusakan membrane mukosa 7. Berikan cairan oral diatas 3000cc/hari sesegera mungkin sesuai dengan kemampuan klien R/: Adanya perbaikan pada saluran cerna dan kembalinya fungsi saluran cerna tersebut memungkinkan untuk memberikan cairan dan elektrolit melalui oral Kolaborasi 8. Berikan cairan, antara lain: Cairan NaCl 0,9% . R/: Mungkin membutuhkan cairan pengganti 4-6Ltr.dengan pemberian cairan NaCl 0,9% melalui Iv 500-1000ml/jam, dapat mengatasi kekurangan natrium yang sudah terjadi Larutan glukosa . R/: Dapat menghilangkan hipovolemia

9. Berikan obat sesuai dosis Kortison (ortone)atau hidrokotison (cortef) 100mg intravena setiap 6jam untuk 24jam. R/: Dapat mengganti kekurangn kortison dalam tubuh dan meningkatkan reabsorbsi natrium sehingga dapat menurunkan kehilangan cairan dan mempertahankan curah jantung Mineral kortikoid, fludokortison, deoksikortikosteron 25-30mg/hari peroral

R/: dimulai setelah pemberian dosis hidrokortisol yang tinggi yang telah mengakibatkan retensi garam berlebihan yang mengakibatkan gangguan tekanan darah dan gangguan elektrolit 10. Pasang atau pertahankan kateter urin dan selang NGT sesuai indikasi R/: dapat memfasilitasi pengukuran haluaran dengan akurat baik urin maupun dari lambung, memberikan dekompresi lambung dan membatasi muntah 11. Pantau hasil laboratorium Hematokrit (Ht) R/: Peningkatan kadar Ht darah merupakan indikasi terjadinya hemokonsentrasi yang akan kembali normal sesuai dengan terjadinya dehidrasi pada tubuh Ureum atau kreatinin R/: peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah merupakan indikasi terjadinya kerusakan tingkat sel karena dehidrasi atau tanda serangan gagal ginjal Natrium R/: hiponatremia merupakan indikasi kehilangan melalui urin yang berlebihan karena gangguan reabsorpsi pada tubulus ginjal

Kalium R/: penurunan kadar aldosteron mengakibatkan penurunan natrium dan air sementara itu kalium tertahan sehingga dapat menyebabkan hiperkalemia

2. Dx 2: Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake tidak adekuat (mual, muntah, anoreksia) defisiensi glukortikoid. Tujuan: kebutuhan nutrisi klien kembali adekuat setelah dilakukan tindakan intervensi KH : Tidak ada mual muntah BB ideal (TB-100)-10%(TB-100) Anoreksia (-) Hb: W: 12-14 gr/dl , L: 13-16 gr/dl Ht: W: 37-47% , L:42-52% Albumin: 3,5-4,7g/dl Globulin: 2,4-3,7g/dl Bising usus: 5-12x/mnt TTV dbn: N: 80-100x/mnt TD: 120/80mmHg

Temperature kulit hangat Nyeri kepala (-) Kesadaran compos mentis Intervensi: 1. Aukultasi bising usus dan kaji apakah ada nyeri perut, mual atau muntah R/: Kekurangan kortisol dapat menyebabkan gejala intestinal berat yang mempengaruhi pencernaan dan absorpsi dari makanan 2. Catat adanya kulit yang dingin atau basah, perubahan tingkat kesadaran, nadi yang cepat, nyeri kepal, sempoyongan R/: Gejala hipoglikemia dengan timbulnya tanda tersebut mungkin perlu pemberian glukosa dan mengindikasikan pemberian tambahan glukortikoid 3. Pantau pemasukan makanan dan timbang BB tiap hari R/: Anoreksi, kelemahan, dan kehilangan pengaturan metabolismr oleh kortisol terhadap makanan dapat mengakibatkan penurunan berat badan dan terjadi malnutrisi 4. Berikan atau Bantu perawatan mulut R/: Mulut yang bersih dapat meningkatkan nafsu makan 5. Berikan lingkungan yang nyaman untuk makna contoh bebas dari bau tidak sedap, tidak terlalu ramai R/: Dapat meningkatkan nafsu makan dan memperbaiki pemasukan makan. Kolaborasi 6. Pertahankan status puasa sesuai indikasi R/: Mengistirahatkan gastrointestinal, mengurangi rasa tidak enak dan kehilangan 7. Berikan glukosa intravena dan obat obatan sesuai indikasi seperti glukokortikoid R/: Memperbaiki hipoglikemi, memberi sumber energi pemberian glukokortikoid akan merangsang glukoneogenesis, menurunkan pengguanaan glukosa dan membantu

penyimpanan glukosa sebagai glikogen 8. Pantau hasil lab seperti Hb, Ht R/: Anemia dapat terjadi akibat deficit nutrisi atau pengenceran yang terjadi akibat retensi cairan sehubungan dengan glukokortikoid

3. Dx 3: Intoleransi aktivitas b.d penurunan produksi energi metabolisme, ketidakseimbangan cairan elektrolit dan glukosa Tujuan: Aktivitas klien kembali adekuat setelah dilakukan tindakan KH: Menunjukkn peningkatan kemampuan klien dan partisipasi dalam aktivitas setelah dilakukan tindakan TTV dbn : N: 80-100x/mnt RR: 16-20x/mnt , TD: 120/80 mmHg Kelelahan (-) Tidak terjadi perubahan TTV setelah melakukan aktivitas Intervensi 1. kaji tingkat kelemahan klien dan identifikasi aktifitas yang dapat dilakukan oleh klien R/: Pasien biasanya telah mengalami penurunan tenaga, kelemahan otot menjadi terus memburuk setiap hari karena proses penyakit dan munculnya ketidak seimbangan natrium dan kalium 2. Pantau TTV sebelum dan sesudah melakukan aktivitas R/: Kolapsnya sirkulasi dapat terjadi sebagai akibat dari stress, aktivitas jika curah jantung berkurang 3. Sarankan pasien untuk menentukan masa atau periode antara istirahat dan melakukan aktivitas R/: Mengurangi kelelahan dan mencegah ketegangan pada jantung 4. Diskusikan cara untuk menghemat tenaga misal: duduk lebih baik daripada berdiri selama melakukan aktifitas R/: Pasien akan dapat melakukan aktivitas yang lebih banyak dengan mengurangi pengeluaran tenaga pada setiap kegiatan yang dilakukan 5. Tingkatkan keterlibatan pasien dalam beraktivitas sesuai kemampuannya R/: Menambah tingkat keyakinan pasien dan harga dirinya secara baik sesuai dengan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi.

You might also like