You are on page 1of 20

Persiapan Pra-Bedah pada Lansia Persiapan pra bedah penting sekali untuk memperkecil resiko operasi karena hasil

akhir suatu pembedahan sangat tergantung pada penilaian keadaan penderita dan persiapan pra bedah. Dalam persiapan inilah ditentukan adanya indikasi dan kotraindikasi, toleransi penderita terhadap tindakan bedah dan ditetapkan waktu yang tepat untuk melaksanakan pembedahan. Tindakan umum yang dilakukan setelah diputuskan melakukan pembedahan adalah untuk mempersiapkan penderita agar penyulit pasca bedah dapat dicegah sebanyak mungkin, sebagian tindakan tersebut dilakukan secara rutin, seperti pembersihan kulit, sedangkan yang lain dipilih berdasarkan keterangan yang diperoleh pada anamnesis, pemeriksaan pra bedah dan rencana pengelolaan. Toleransi pasien terhadap pembedahan mencakup toleransi fisik dan mental. Prosedur bedah mulut adalah prosedur yang banyak mengandung tantangan, lebih lagi apabila ada pertimbangan perawatan tambahan karena adanya pasien resiko tinggi. Pasien yang mengidap penyakit kardiovaskular dan penyakit saluran pernafasan akan menjadi lebih banyak. Kondisi-kondisi tersebut dan perubahan lain yang menyertai ketuaan mengharuskan kita untuk membiasakan diri dengan proses-proses penyakit yang berkaitan dengannya, pengobatan yang dilakukan dan modifikasi perawatannya. Perubahan fisiologis pada rongga mulut lansia 1 Aspek oral dari proses penuaan telah mendapat perhatian yang lebih besar. Akibat penuaan pada pasien geriatric yang tak bergigi dapat meliputi : (1) perubahan-perubahan mukosa oral dan kulit, (2) perubahan pada tulang alveolar dan hubungan antar rahang, (3) perubahan lidah dan pengecapan, dan (4) perubahan aliran saliva dan gangguan nutrisi. Perubahan dari segi psikologis pada individu ini juga harus diperhatikan. Perubahan morfologis yang terlihat di dalam dan di sekitar rongga mulut pasien geriatrik seringkali cukup jelas. Tetapi perlu diingat bahwa meskipun perubahan morfologis dan biokimiawi tampak pada jaringan mulut , perubahan fungsi normal tidak pernah dilaporkan. Nyatanya, sebagian besar penelitian pada subjek sehat dan tidak menggunakan obat-obatan menunjukkan sedikit sekali perubahan yang berkaitan dengan usia. Bila bukti perubahan telah terlihat, perubahan itu tidak dapat secara pasti dianggap sebagai akibat dari perubahan usia.

Jelaslah bahwa perlu dilakukan lebih banyak penelitian tentang fisiologi proses penuaan ini, khususnya dalam kaitannya dengan keadaan tak bergigi serta pengaruh pemakaian gigitiruan, kesehatan sistemik, nutrisi dan obat-obatan yang sedang digunakan. Beberapa dampak yang lebih relevan dari penuaan rongga mulut perlu dibahas lebih lanjut. a. Mukosa Mulut

Gambaran klinisnya adalah atrofi. Jumlah lapisan epitel lebih sedikit, mukosa dan submukosa menjadi kurang tebal. Penipisan jaringan yang sebenarnya, disertai dengan menurunnya kemampuan memperbaiki diri, menjadikan muosa pendukung gigitiruan rapuh dan mudah terluka. Kesensitifan mukosa ini mungkin berkaitan dengan bergesernya keseimbangan air dari ruangan intraseluler ke ruangan ekstra seluler dari jaringan. Menurut fungsi ginjal juga dapat berakibat dehidrasi pada jaringan. Sel-sel jaringan akan kekurangan nutrisi. Pasien tak bergigi yang masih muda cenderung mempunyai mukosa pendukung gigitiruan dan submukosa yang cukup tebal. Sebaliknya, mukosa pada orangtua tak bergigi biasanya tipis dan sangat teregang, serta mudah pucat. Mukosa yang berkurang ketebalannya mungkin berkaitan dengan berkurangnya tingi alveolar, karena atrofi epitel yang mengakibatkan berkurangnya lapisan sel epitel dan ketebalan jkaringan ikat di bawahnya, juga terlihat sebagai penurunan luas daerah permukaan mukosa mulut. sebaliknya, hal ini memberikan tekanan pada alveolar di bawahnya. Tekanan pada tulang, yang jatuh dari luar, sedikit banyak ditahan oleh tulang itu sendiri, dan kegiatan inilah yang terjadi pada proses resorpsi. Penelitian tentang perubahan-perubahan akibat umur pada serabut-serabut kolagen mukosa mulut menunjukkan bahwa serabut-serabut ini memendek sesuai dengan knsep tentang mengerutnya mukosa yang bertindak mengeluarkan tekanan pada tulang alveolar. Mukosa pendukung gigitiruan yang mengalami atrofi sering ditemukan selama menopause. Berkurangnya estrogen diyakini mempunyai dampak atrofik pada permukaan epitel. Jumlah lapisan sel berkurang demikian pula potensi untuk mengadakan penandukan. Selain itu, juga terjadi pengurangan dari luas permukaan yang mempengaruhi epitel genitalia, mukosa oral, serta kulit. Pengalaman klinis menunjukkan bahwaterapi penggantian hormone dapat menguntungkan bagi pasien seperti itu untuk menciptakan lingkungan yang lebih baik bagi gigitiruannya. Harus jelas bagi pembaca bahwa hal-hal yang telah diuraikan di muka dalam pembahasan tentang pembagian tekanan ke jaringan pendukung gigitiruan, menjadisangat relevan bila

yang dihadapi adalah pasien dengan dukungan mukosa yang telah ru7sak. Jaringan mukosa pasien-pasien ini memerlukan perawatan ekstra, yaitu sering diberi bahan pelapis lunak (atau bahan penyehat jaringan), selain nasihat tentang pembersihan dan perawatan jaringan. Perubahan serupa terjadi juga di kulit,yaitu kulit tampak kendur dan keriput, atau kencang, halus dan tipis. Kulit manusia akan berubah sepanjang waktu. Kulit orang muda halus dan mempunyai sinar yang redup karena adanya pola parit-parit kecil yang hamper tak tampak yang membagi permukaan menjadi daerah-daerah berbentuk jajaran genjang. Anyaman paritparit halus ini merupakan pandangan luar dari pola penggabungan antara epitel dan lamina propria yang mendukungya. Dengan menuanya kulit, permukaannya kehilangan pola yang halus dan kulit kehilangan elastisitasnya. Atrofi yang terjadi bersamaan di dalam struktur di bawah kulit menyebabkan perubahan yang lebih nyata pada wajah. Otot-toto, lemak, dan jaringan ikat semuanya berkurang ukurannya. Kulit yang ada menjadi lebih banyak daripada yang diperlukan untuk menutupinya, sehingga melipat-lipat dan berkerut konstan bagi semua orang, ada keseragaman dalam penyebarannya. Karena sifat elastic kulit menurun, garis-garis di dasar cekungan menjadi lebih permanen. Perubahan-perubahan pada kulit ini tidak dapat diimbangi secara prostodontik, dan dapat mengganggu perbaikan estetika dengan pelayana prostodontik dimulai. b. Sisa alveolar dan hubungan maksillomandibular

Penurunan yang hebat dari tinggi alveolar rahang atas dan rahang bawah seringkali merupakan akibat dari pemakaian gigitiruan lengkap dalam jangka waktu yang panjang. Di duga bahwa resorpsi alveolar merupakan akibat yang tidak dapat dihindari dari pemakaian gigitiruan, tetapi tidak pernah ada penelitian longitudinal terhadap tinggi alveolar pada pasien tak bergigi yang tidak memakai gigitiruan. c. Atrofi karena tidak digunakan (disuse athrophy)

Tulang alveolar yang datar di sebelah distal gigi asli sering ditemukan, dan beberapa dokter gigi menganggap penurunan alveolar di daerah ini sebagai atrofi karena tidak digunakan. Tetapi atrofi alveolar belum dibuktikan dalam penelitian yang terkendali. Hal ini memperkuat anggapan bahwa pemakaian gigitiruan mempunyai potensi untuk membebani dan merusak tulang alveolar di bawahnya.

d.

Perubahan bentuk jaringan pendukung gigi

Penuaan seringkali disertai dengan perubahan osteoporotik pada skelet manusia, tetapi hubungan antara keadaan ini dan kedua rahang belum pernah diteliti secara ilmiah. Dengan mengamati kemiringan aksial gigi-gigi asli pada tengkorak manusia, dapat diperkirakan arah resorpsi alveolar setelah giginya hilang kemudian. Gigi-gigi atas biasanya melebar ke bawah dan ke luar, sehingga resorpsi tulangnya biasanya terjadi ke arah atas dan ke dalam. Karena lapisan kortikal yang sebelah luar lebih tipis daripada yang sebelah dalam, resorpsi lapisan kortikal luar cenderung lebih besar dan lebih cepat. Karena alveolar rahang atas mengalami absorpsi, maksilla menjadi lebih kecil dalam segala arah, dan luas daerah pendukung gigitiruan menjadi lebih sempit. Gigi gigi anterior bawah biasanya miring ke atas dan ke depan terhadap bidang oklusal, sedang gigi posterior tegak atau sedikit miring ke lingual. Korteks sebelah luar biasanya lebih tebal daripada korteks lingual, kecuali di daerah molar. Demikian pula mandibula paling lebar di daerah tepi bawahnya. Akibatnya, tulang alveolar rahang bawah tampak seolah-olah bergeser ke arah lingual dan ke bawah di daerah anterior, dan di daerah posterior tampaknya bergeser ke bukal. e. Lidah dan Pengecapan

Suatu pembesaran nodular yang mekar dari vena yang dekat permukaan di bawah lidah biasa terlihat. Terapat hubungan antara pembesaran di bawah lidah ini dengan bertamahnya usia, tetapi pembesaran itu tidak mempunyai hubungan bermakna dengan gangguan fungsi jantung atau paru, dan pasien harus diyakinkan kembali bahwa ini tidak penting. Lidah mungkin menjadi halus dan mengkilat atau merah dan meradang. Bermacam-macam gejala dapat terpusat pada mukosa lidah, dengan keluhan-keluhan nyeri, panas atau sensasi rasa tidak normal. Sensasi ini biasa pada orang lanjut usia dan wanita pasca menopause. Tidak jarang gejala-gejala itu berhubungan dengan region posterior dari tepi lidah (yaitu daerah papilla foliate) Papilla foliate tampak merah dan menonjol, dan dapat menimbulkan kecemasan pada beberapa pasien, hingga harus diyakinkan kembali bahwa itu bukan neoplasma yang berkembang biak, sebaliknya, nyeri terus menerus di daerah ini dapat terjadi dan biasanya

dihilangkan dengan membuang papilla yang nyeri secara bedah. Terapi dengan vitamin B telah diberikan kepada pasien yang mengeluh nyeri atau panas pada lidahnya. Hasil klinisnya seringkali cukup baik. Perlu diingat bahwa lidah dapat mengalami berbagai macam perubahan dengan bertambahnya umur, dan tampaknya ada kecenderungan bahwa jumlah alat perasa berkurang. Pengumpulan focus dari sel-sel peradangan kronis juga biasa, dan ini mungkin disebabkan oleh masuknya mikroorganisme atau toksisnya melalui epitel yang tipis di daerah ini. Kebiasaan mendorong lidah yang berkaitan dengan ketegangan syaraf atau dengan upaya mengendalikan gigitiruan bawah juga bisa menyebabkan nyeri lidah. Besarnya lidah mungkin tidak berubah dengan bertambahnya usia. Tetapi hilangnya gigi dapat menyebabkan lidah melebar karena perkembangan yang berlebihan dari beberapa bagian otot-otot intrinsic lidah. Kebiasaan untuk selalu menjaga agar gigitiruan atas yang longgar tidak jauh, dapat menimbulkan perubahan-perubahan tersebut. f. Aliran saliva dan ganguan nutrisi

Mulut yang kering ditemukan pada beberapa pasien. Xerostomia ini dapat disebabkan oleh obat-obatan yang sedang digunakan oleh pasien, biasanya untuk mengatasi keluhan pencernaan atau depresi dan insomnia. Dapat juga mencerminkan penurunan dalm aliran saliva sebagai akibat atrofi kelenjar ludah. Apapun penyebabnya, hal ini mengurangi sarana pengunyahan, mengganggu pencernaan, dan kadang-kadang mengganggu kecekatan gigitiruan. Keringnya mukosa menjadikan mukosa lebih peka terhadap iritasi gesekan yang berasal dari gerakan gigitiruan, dan dapat menganggu daya adaptasi pasien dalam menggunakan gigitiruannya. Sebaliknya, beberapa pasien yang lebih tua memproduksi aliran saliva yang berlebihan pada saat pemasangan gigitiruan baru. Efek ini hanya sementara, dan dapat dikendalikan dengan menjelaskan penyebabnya kepada pasien hingga pasien mengerti, atau dengan pemberian obat penekan saliva (antisialagogo) bila dianggap perlu. Hingga saat ini penurunan kinerja kelenjar ludah dianggap sebagai esuatu yang tidak dapat dihindari yang terjadi sejalan dengan perubahan geriatrik. Penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa perubahan pada kesehatan mulut yang ditandai oleh perubahan sekresi saliva lebih banyak disebabkan oleh penyakit atau obat-obat farmakologis yang digunakan untuk itu.

2. Kelainan Rongga Mulut pada pasien lanjut usia yang memerlukan tindakan pembedahan a. Kanker rongga mulut2 1. 1. Defenisi Karsinoma

Merupakan neoplasma ganas pada stratified skuamous epithelial. Insiden

Karsinoma sel skuamous rongga mulut tidak umum terjadi pada Negara yang berkembang kecuali di beberapa daerah di Prancis, tetapi umum terjadi di beberapa bagian dunia seperti Asia Tenggara, Brazil dan Puerto Rico. Usia yang paling banyak diserang yaitu usia pertengahan dan lanjut usia.Laki-laki lebih banyak terkena dari perempuan. Etiologi Gambaran Klinis

Pada karsinoma dapat timbul gejala sebagai berikut : 1. Ulser b. Lesi merah c. lesi putih d. bengkak e. fissure

Karsinoma biasanya berbentuk pembengkakan yang keras atau ulser soliter yang mengalami indurasi. Pembesaran nodus limfe servikal juga dapat ditemui.

Perawatan

Prognosis dari karsinoma sel skuamosa akan lebih baik jika dideteksi lebih awal. Karsinoma rongga mulut biasanya dikelompokkan menurut Tumor, Nodul dan Metastasis (TNM). Sekarang, karsinoma oral biasanya dirawat secara bedah dan/atau radiasi. Terkadang, kemoterapi dilakukan tetapi tidak memberikan hasil yang signifikan. 2 Radiografi memberikan keuntungan yaitu memungkinkan anatomi normal dan fungsi yang kurang lebih normal dapat dipertahankan. Selain itu tidak membutuhkan anestesi umum. Akibatnya, radioterapi selalu diupayakan untuk digunakan bila terdapat indikasi, terutama pada lansia. Bagaimanapun juga, ada beberapa keadaan yang memang memerlukan pembedahan. a. 1.
3

Epulis Fissuratum Defenisi

Epulis fissuratum/denture induced hyperplasia/denture granuloma adalah hyperplasia yang dihubungkan dengan iritasi dari tepi gigitiruan. Epulis ini umum terjadi dan sering menyerang usia pertengahan dan usia lanjut. Epulis biasanya disebabkan oleh trauma kronis pada mukosa mukolabial atau mucobuccal fold, akibat gigi tiruan penuh atau sebagian yang tidak cekat. Khususnya, sayap gigi tiruan dapat melukai daerah ini, karena sangat tipis dan lebih panjang. Lesi dapat terlihat pada awal pemasangan gigi tiruan, atau setelah jangka waktu tertentu, ketika akibat resorpsi processus alveolar, anatomi regio ini mengalami perubahan dan harus dilakukan penyesuaian pada alat prostetik. Perawatan dilakukan secara bedah dan terdiri dari eksisi hyperplasia. 4 2. Etiologi

Saat tepi gigitiruan mengiritasi mukosa vestibulum, ulser mungkin mengawali. Pada saatnya, pembesaran dari fibroepitelial dapat berkembang. 2

3.

Gambaran klinis

Biasanya dihubungkan dengan GTP bawah, khususnya pada bagian anterior. Keadaan ini khususnya dilihat pada pasien yang memakai gigitruan yang menimbulkan rasa sakit, terdapat pembengkakan yang tidak sakit dengan permukaan merah jambu yang halus yang terletak parallel dengan alveolar ridge. 2 4. Perawatan

Lakukan relief pada tepi gigitiruan. Meskipun jarang menimbulkan gejala, granuloma gigitiruan sebaiknya di eksisi dan diperiksa secara histologis jika modifikasi dari gigitiruan tidak membuat ukuran lesi berkurang selama 2-3 minggu. 2 b. Eksostosis

Eksostosis adalah penonjolan pada tulang yang berkembang pada berbagai tempat dalam rahang. Etiologi dari lesi ini belum diketahui. Eksostosis bukan merupakan tumor, tapi lesi displastik eksopitik. Meskipun pendapat lain mengatakan bahwa factor genetic dan lingkungan menentukan pertumbuhan eksostosis. Bedah diindikasikan pada eksostosis baik yang terjadi karena pertumbuhan yang berlebihan ataupun yang terjadi karena hasil resorpsi lingir yang tidak biasa, yang menimbulkan halangan bagi konstruksi gigi tiruan. 4 Torus Palatina Eksostosis ini berada pada daerah tengah pada palatum durum dan penyebabnya belum diketahui. Secara klinis eksostosis biasanya merupakan penonjolan tulang yang asimptomatik dan dibungkus oleh mukosa normal. Terdiri dariberbagaijenis ukuran dan bentuk yang bermacam-macam. Eksostosis biasanya tidak membutuhkan terapi khusus, kecuali pada pasien edentulous yang akan memakai protesa dan pada kasus dimana pasien merasa terganggu dengan eksostosisnya. Suatu penonjolan tulang yang tumbuh secara lambat (torus) bisa timbul di pertengahan langitlangit mulut.. Pertumbuhan ini sering terjadi dan tidak berbahaya. Muncul selama masa pubertas dan menetap seumur hidup penderita. 4

Tumor di langit-langit mulut (baik ganas maupun jinak), seringkali terjadi pada usia 40-60 tahun. Pada stadium awal hanya memiliki sedikit gejala: penderita merasakan adanya pembengkakan di langit-langit mulut atau merasakan bahwa gigi bagian atas menjadi goyah. Nyeri baru timbul beberapa waktu kemudian. 5 Torus Mandibula Torus mandibula merupakan eksostosis dimana etiologinya tidk diketahui. Terjadi pada daerah lingual dan mandibula, pada salah satu sisi atau biasanya terjadi pada kedua sisi pada region kaninus dan premolar, ataupun regio premolar dan molar. Secara klinis, torus mandibula tanpa gejala, penonjolan tulang yang dibungkus pada mukosa normal. Pada gambaran radiografi, tampak dikelilingi gambaran radiopaque pada daerah torus. Sama seperti torus palatine, torus mandibula tidak berbahaya,kecuali jika penderita ingin memasang gigi tiruan agar tidak mengganggu kenyamanan. 4 Multiple eksostosis Multiple eksostosis merupakan eksostosis dimana etiologinya tidak diketahui, biasa terjadi di permukaan bukal rahang atas dan rahang bawah. Penyebabnya tidak diketahui, meskipun beberapa orang berpendapat bahwa eksostosis ini disebabkan oleh bruxisem atau iritasi kronik pada jaringan periodontal. Tidak memerlukan terapi khusus, kecuali pada kasus dimana ukuran eksostosi besar, estetik terganggu, dan adanya gangguan fungsi. 4 Eksostosis pada Daerah Bukal Mandibula Eksostosis ini jarang terjadi dan pada pasien edentulous dapat mengganggu estetik dan masalah fungsional tergantung dari ukuran eksostosis ini. Pada pasien yang ingin menggunakan gigi tiruan penuh, memerlukan pembuangan eksostosis. 4

II. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pasien lanjut usia sebelum tindakan pembedahan Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang sulit bagi hampir semua pasien. Berbagai kemungkinan buruk bisa saja terjadi yang akan membahayakan bagi pasien.

Maka tak heran jika seringkali pasien dan keluarganya menunjukkan sikap yang agak berlebihan dengan kecemasan yang mereka alami. Kecemasan yang mereka alami biasanya terkait dengan segala macam prosedur asing yang harus dijalani pasien dan juga ancaman terhadap keselamatan jiwa akibat segala macam prosedur pembedahan dan tindakan pembiusan. Perawat mempunyai peranan yang sangat penting dalam setiap tindakan pembedahan baik pada masa sebelum, selama maupun setelah operasi. Intervensi keperawatan yang tepat diperlukan untuk mempersiapkan klien baik secara fisik maupun psikis. 6 Tingkat keberhasilan pembedahan sangat tergantung pada setiap tahapan yang dialami dan saling ketergantungan antara tim kesehatan yang terkait (dokter bedah, dokter anstesi dan perawat) di samping peranan pasien yang kooperatif selama proses perioperatif. Ada 3 faktor penting yang terkait dalam pembedahan, yaitu penyakit pasien, jenis pembedahan yang dilakukan dan pasien sendiri. Dari ketiga faktor tersebut faktor pasien merupakan hal yang paling penting, karena bagi penyakit tersebut tidakan pembedahan adalah hal yang baik/benar. Tetapi bagi pasien sendiri pembedahan mungkin merupakan hal yang paling mengerikan yang pernah mereka alami. Mengingat hal terebut diatas, maka sangatlah pentig untuk melibatkan pasien dalam setiap langkah-langkah perioperatif. Tindakan perawatan perioperatif yang berkesinambungan dan tepat akan sangat berpengaruh terhadap suksesnya pembedahan dan kesembuhan pasien. 6 Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan pada lansia sebelum tindakan pembedahan: 6

Kesehatan umum Psikologi Lansia Obat-obatan Alergi

1. A.

Kesehatan Umum 1. 1. Penyakit kardiovskuler 1. a. Endokarditis

Infeksi endokarditis adalah suatu infeksi endokardium yang melibatkan katup jantung, cacat septum atau neural endokardium. Endokarditis akut kebanyakan disebabkan oleh stapilicoccus aureus sedangkan endokarditis subakut karena steptococcus viridians. Kondisi predisposes adalah penyakit jantung kongenital,penyakit rematik katup jantung, katup jantung buatan, dan penyalahahgunaan obat melalui vena. Infeksi mulut dan prosedur bedah mulut yang invasive nampaknya merupakan rute masuknya, khususnya pada endokarditis akibat s.virdans. diperlukan antibiotic propifilaksis sebelum melakukan pembedahan rongga mulut pada pasien dengan kondisi predisposisi terhadap endokarditis. Diamerika serikat obat pilihan pertama adalah penicillin, meskipun terlihat peningkatan resistensi dari s. alfa hemoliticus. Periode bebas penicillin selama 6-8 minggu atau lebih akan meningkatkan efektivitas perlindungan pencegahan dengan penicillin. Di inggris, profilaksis terhadap endokarditis sub akut dilakukan dengan pemberian amoksisilin. 7

1. b.

Penyakit jantung aterosklerosis/angina

Penyakit jantung aterosklerosis termasuk dalam golongan penyakit yang mengakibatkan kematian dan sering ditemukan pada pasien usia lanjut. Manifestasi klinis dari ASHD adalah penyakit jantung iskemik, yang disebabkan oleh karena perfusi yang tidak mencukupi dari sebagian miokardium. Penyakit jantung iskemik akan mengarah ke aritmia, gangguan konduksi, gagal jantung, angina pectoris, dan imfark miokardial. Gejala subjektif yang paling nyata adalah angina pectoris, suatu paroksimal sakit retrosternum yang melilit, yang sering meyebar kepundak kiri, lengan atau mandibula. Mungkin terjadi peningkatan tekanan darah dan denyut nadi sewaktu serangan. Pencegahan dilakukan dengan jalan mengurangi stress sebelum operasi dengan menggunakan sedative, pengontrol rasa sakit yang memadai dengan menggunakan anastesi local dan kadang-kadang dilakukan pemberian senyawa nitrat propifilaktik ( nitrogliserin, 0.03 mg (1/200 gm) sublingual) 5- 10 menit sebelum memulai tindakan bedah. 7

1. c.

Gagal jantung

Gagal jantung kongestif disebabkan oleh proses jantung yang menyimpang, dan oleh karena itu dipertimbangkan kemungkinannya pada semua pasien usia lanjut dan pada pasien yang mempunyai riwayat tanda-tanda kelainan jantung. Keadaan ini ditandai dengan adanya dispnea, nafas pendek, ortopnea, batuk kronis, cyanosis, edema dependent, dan kadangkadang bronkospasme. Pasien ini juga diidentifikasi berdasarkan pengobatan yang dialaminya yang biasanya berupa obat-obatan digitalis, atau diuretic. Demam dan infeksi, stress fisik dan mental akan mengakibatkan kekambuhan pada pasien tertentu, dan mengakibatkan iskemia. Untuk mengurangi aliran balik vena, pasien yang menderita gagal jantung kongestif harus diperlakukan dengan hati-hati yaitu dengan pemilihan sedative yang tepat, (hindari barbiturate atau opium, karena dapat mengakibatkan hipotensi ortostatik yang disebabkan oleh thiazidez dan diuretic yang lain), dan pengaturan posisi yang baik yaitu duduk atau setengah berbaring. 7

1. d.

Hipertensi

Hipertensi sering teridentifikasi dari riwayat kesehatan rutin yang diperiksakan sebelum operasi. Pasien hipertensi yang terkontrol dengan baik tidak banyak menimbulkan masalah. Penatalaksanaan untuk pasien hipertensi dimodifikasi berdasarkan kebutuhan individual, dengan mempertimbangkan hasil pemeriksaan tekanan darah pra-bedah, usia, riwayat kesehatan riwayat pengobatan dibandingkan dengan urgensi dan sifat pembedahan yang akan dilakukan. Tindakan bedah mulut pada pasien yang mempunyai tekanan darah 185 mmHg (sistolik), dan tekanan diastolic 115 mmHg, umumnya merupakan kontraindikasi. Dalam kasus seperti ini sebaiknya dilakukan penundaan perawatan dan dikonsultasikan terlebih dahulu untuk mendapatkan obat antihipertensi yang efektif. Biasanya anastesi yang efektif untuk bedah dentoalveolar diperoleh dengan pemberian mefivakain 3 % (karbokaine). Jika efinefrin digunakan, dosis totalnya dibatasi hanya sampai 0.2 mg atau setara dengan 10 carpules dari efinefrin 1 : 100000. Prinsip penggunaan larutan anatesi local minimal yang efektif dapat diterapkan pada pasien hipertensi seperti yang biasanya diperlakukan terhadap pasien yang lain. Mungkin diperlukan sedative ringan pra bedah tetapi harus sepengetahuan dokternya. Karena banyak pasien hipertensi menderita hipotensi ortostatik (postural), akibat penggunaan obat-obatan antihiperensi baik diuretic ataupun inhibitor adrenergic, maka menaikkan tinggi kursi unit sebaiknya dilakukan perlahan-lahan dan diperlukan seseorang untuk membantu pada waktu pasien berdiri. 7

1. 2.

Penyakit pulmonal

Penyakit obstruktif kronis paru-paru(COPD) . diagnosis yang pasti dari COPD ditentukan dengan melakukan tes fungsi paru-paru. Penatalaksanaannya meliputi modifikasi rencana pembedahan misalnya menghindari pemakaian sedative termasuk inhalasi oksida nitrous dan anastesi umum. Narkotik atau babiturat tidak dianjurkan, atau dosisnya dibatasi, karena sifatnya yang menekan pernapasan. Karena pasien yang menderita COPD sering megalami ortopnea (sulit bernafas pada posisi berbaring), maka pembedahan dilakukan dengan posisi pasien duduk atau posisi tegap. Oksigen tambahan kadang-kadang bermanfaat untuk pasien ini. 7

1. 3.

Diabetes Mellitus 8

Diabetes adalah penyakit yang seringkali bermanifestasi di dalam mulut dan juga mempengaruhi perawatan yang akan diberikan. Diabetes mellitus dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu dependent (tergantung) insulin dan non dependent (tidak tergantung) insulin. Pasien dengan dependent insulin atau disebut juga juvenile diabetes, onset dimulai pada usia muda pasien mudah mengalami ketosis (dalam darah banyak terdapat zat-zat keton), membutuhkan glukosa serum dan insulin terus menerus. Untuk non dependent insulin tidak mengalami ketosis dan kadar glukosa dapat distabilkan dengan diet. Pertimbangan perawatan bedah mulut pada pasien dengan penyakit diabetes mellitus mengacu pada : Penggunaan antibiotik

Pada pasien dengan diabetes tidak terkontrol rentan terhadap terjadinya infeksi dan memerlukan terapi antibiotic. Penggunaan antibiotic pada bedah dentoalveolar dapat mempercepat penyembuhan luka. Kultur bakteri sebaiknya dilakukan pada infeksi oral akut dan tindakan bedah mulut jika diperlukan (insisi, drainase, ekstraksi, pulpektomi). Pada pasien dengan sensitifitas terhadap antibiotik kurang, dokter gigi dapat member antibiotic berdasar hasil tes sensitifitas.

Penyesuain kadar insulin

Beberapa perawatan gigi ada baiknya tidak mengganggu kontrol diabetes. Akan tetapi bedah dentoalveolar, infeksi orofasial dan stress dapat meningkatkan level serum gluksa dan kebutuhan akan insulin. Oleh karena itu, dokter gigi harus mempertimbangkan perawatan yang akan diberikan dengan terlebih dahulu berkonsultasi dengan dokter pasien. Kontrol gleukemik

Dua langkah penting yang perlu diperhatikan pada pasien diabetes mellitus yaitu menegakkan diagnosis (mengetahui kondisi pasien) dan kontrol terhadap penyakit. Dalam prakteknya, sebaiknya dokter gigi dapat mengetahui bagaimana menggunakan glukometer untuk mengukur kadar glukosa sewaktu. Dalam penelitian menunjukkan resiko infeksi berhubungan dengan kadar glukosa. Pasien dengan kadar glukosa di bawah 206 mg/dl kurang beresiko, sedangkan dalam keadaan glukosa diatas 230 mg/dl, 80 % beresiko terkena infeksi, sehingga seorang dokter gigi harus mengetahui status diabetes pasien (tipe I, II, terkontrol, tidak terkontrol) dan dapat merencanakan tindakan yang sesuai dengan kondisi diabetes, keadaan rongga mulut dan kondisi sistemik lainnya.

1. B.

Psikologis lansia

Masalah kesehatan jiwa lansia termasuk juga dalam masalah kesehatan yang dibahas pada pasien-pasien Geriatri dan Psikogeriatri yang merupakan bagian dari Gerontologi, yaitu ilmu yang mempelajari segala aspek dan masalah lansia, meliputi aspek fisiologis, psikologis, sosial, kultural, ekonomi dan lain-lain 6 Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia. Psikogeriatri adalah cabang ilmu kedokteran jiwa yang mempelajari masalah kesehatan jiwa pada lansia yang menyangkut aspek promotof, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta psikososial yang menyertai kehidupan lansia. 6 Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila : 6

1. Ketergantungan pada orang lain (sangat memerlukan pelayanan orang lain), Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan karena berbagai sebab, diantaranya setelah menajalani masa pensiun, setelah sakit cukup berat dan lama, setelah kematian pasangan hidup dan lain-lain. Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis) sehingga membawa lansia kearah kerusakan / kemerosotan (deteriorisasi) yang progresif terutama aspek psikologis yang mendadak, misalnya bingung, panik, depresif, apatis dsb. Hal itu biasanya bersumber dari munculnya stressor psikososial yang paling berat, misalnya kematian pasangan hidup, kematian sanak keluarga dekat, terpaksa berurusan dengan penegak hukum, atau trauma psikis. Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa lansia. Faktor-faktor tersebut hendaklah disikapi secara bijak sehingga para lansia dapat menikmati hari tua mereka dengan bahagia. Adapun beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah sebagai berikut: 6

1. Penurunan Kondisi Fisik Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga berkurang, enerji menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, dsb. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain. Dalam kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang sehat, maka perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik maupun sosial, sehingga mau tidak mau harus ada usaha untuk mengurangi kegiatan yang bersifat memforsir fisiknya. Seorang lansia harus mampu mengatur cara hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja secara seimbang.

2. Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti : 1. Gangguan jantung 2. Gangguan metabolisme, misal diabetes millitus 3. Vaginitis 4. Baru selesai operasi : misalnya prostatektomi 5. Kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang 6. Penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, Golongan steroid, tranquilizer, serta 7. Faktor psikologis yang menyertai lansia

3. Perubahan Aspek Psikososial Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan. Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia.

4. Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada point tiga di atas.

5. Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia. Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan kdang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna serta merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang lain sehingga perilakunya seperti anak kecil. Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang memiliki keluarga bagi orang-orang kita (budaya ketimuran) masih sangat beruntung karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat umumnya ikut membantu memelihara (care) dengan penuh kesabaran dan pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak punya keluarga atau sanak saudara karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup namun tidak punya anak dan pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup dalam perantauan sendiri, seringkali menjadi terlantar. Disinilah pentingnya adanya Panti Werdha sebagai tempat untuk pemeliharaan dan perawatan bagi lansia di samping sebagai long stay rehabilitation yang tetap memelihara kehidupan bermasyarakat. Disisi lain perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat bahwa hidup dan kehidupan dalam lingkungan sosial Panti Werdha adalah lebih baik dari pada hidup sendirian dalam masyarakat sebagai seorang lansia.

1. C.

Obat-obatan

Terdapat kelompok obat yang kelihatannya cukup aman, asalkan dosisnya tidak melebihi dosis yang dianjurkan yaitu anestesi local. Karena efek katekolamin yang disekresi secara endogen jauh melebihi anestesi local yang mengandung adrenalin, perhatian dokter gigi sebaiknya diarahkan pada usaha mengurangi kecemasan pasien, mempertahankan kontrol rasa sakit yang efisien dan menjaga agar prosedur bedah tetap dalam bentuk sederhana dan singkat. 3 Insisdensi interaksi obat cukup tinggi pada lansia karena mereka menerima lebih banyak obat-obatan dibandingkan kelompok npopulasi lainnya. Dokter gigi harus mengetahui obat yang digunakan oleh pasiennya dan kemungkinan terjadinya interaksi dengan obatobatan yang mereka berikan kepada pasien. 3 Penilaian pasien manula prabedah harus dilakukan dengan seksama, mengingat bahwa manula kemungkinan sudah menderita hipertensi, gagal jantung, gangguan ritme jantung, penyakit paru kronik, diabetes, gagal ginjal kronik atau penyakit degenerasi lain. Apabila mungkin, keadaan pasien harus dioptimumkan, bila perlu dengan menunda pembedahan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas. Sering kali manula mendapat obat diuretika, sehingga kita harus waspada tentang kemungkinan hipovolemia atau hipokalemia. Obat lain yang banyak dipakai oleh manula adalah hipnotika-sedativa untuk mengatasi insomia atau gangguan psikiatrik. Obat-obat tersebut mungkin sudah mempengaruhi hati, konduksi jantung dan dapat berinteraksi dengan obat anestetika. Premedikasi sebaiknya diberikan dengan hati-hati dan dosis sekecil mungkin. Biasanya hanya diperlukan diazepam 5 mg melalui mulut (peroral). Atropin atau alkaloid beladona yang lain biasanya tidak diperlukan. 9

D. Alergi Alergi adalah reaksi sistem kekebalan tubuh yang berlebihan terhadap benda asing tertentu yang disebut alergen. Alergen sebenarnya adalah zat yang tidak berbahaya bagi tubuh. Alergen masuk ke tubuh bisa melalui saluran pernapasan, dari makanan, melalui suntikan atau bisa juga timbul akibat adanya kontak dengan kulit. 10

Alergi obat bisa berkisar mulai dari timbulnya ruam di kulit, dan edema angioneurotik sampai dengan kedaruratan akut berupa reaksi anafilaksis atau anafilaktoid. Jalan terbaik untuk mencegah reaksi ini adalah dengan melakukan pemeriksaan riwayat kesehatan yang lengkap, menghindari obat-obat yang sama atau serupa dengan obat pada masa lalu yang menimbulkan reaksi alergi. Pasien dengan riwayat alergi terhadap sesuatu, rhinitis, asma, nampaknya merupakan pemicu untuk mengalami alergi di masa mendatang. Obat-obatan yang paling sering menyebabkan alergi adalah penisilin, sedative tertentu, dan narkotik. Reaksi ringan seperti urtikaria dapat diatasi dengan dipenhydramin oral (Benadryl 50 mg). reaksi yang lebih besar mmungkin memerlukan pemberian steropid atau epinefrin. 7 Anafilaksis menyeluruh atau reaksi tipe 1 umumnya akibat dari lepasnya mediator-mediator vasoaktif seperti histamin yang mengakibatkan vasodilatasi, meningkatlkan permeabilitas kapiler dan kontraksi otot polos. Secara klinis, anafilaksis berlangsung sangat cepat dan ditandai dengan gejala yang tiba, urtikaria, diikuti dengan menurunnya tekanan darah dengan cepat. Kemudian pasien menjadi tidak sadar, yang mungkin bisa diikuti dengan ekematian. Cara mengatasinya dengan meminta bantuan sesegera mungkin, membantu pernafasan dengan oksigen bertekanan, memberikan epinefrin (0,5 -1 ml) dari larutan 1 : 1000 diulangi tiap 15 menit seperti yang dipersyaratkan dan dipenhydramin, 50 mg intramuscular. Ini diikuti dengan pemberian
7

hidrokortison

(hidrokortison

50-100

mg)

bisa

intravena/intramuscular.

Daftar Pustaka 1. Zarb George A, Bolender Charles L, Hickey Judson C, dan Carlsson Gunnar E. Buku

Ajar Prostodonti untuk Pasien Tak Bergigi menurut Boucher. Jakarta : EGC; 2002; p. 2-56. 1. Crispian Scully. Handbook of oral disease, Diagnosis and management. United Kingdom : Martin Dunitz; 1999 2. Ian E Barnes, Angus Walls. Perawatan Gigi Terpadu untuk Lansia. Alih Bahasa : Cornella Hutauruk. Jakarta : EGC; 2006 3. Fragiskos FD. Oral surgery. Springer. Verlag Berlin Heidenberg. 2004 4. Anonim. Kelainan Pada Bibir, Mulut & Lidah. Available from : URL : http://community.um.ac.id/archive/index.php/t-58493.html. Accessed 31 March 2010

5. Anonim. Kesehatan Jiwa pada lanjut usia. Available from : URL : : http://74.125.153.132/search?q=cache:Gw2MIDxLTwgJ:www.lenterabiru.com/2010/ 01/masalah-kesehatan-jiwa-pada-lanjutusia.htm+kondisi+psikologis+lansia&cd=10&hl=id&ct=clnk&gl=id. March 2010 6. Pedersen GW. 1996. Buku ajar praktis bedah mulut. EGC: Jakarta 7. Ship AJ. Diabetes and Oral Health. J Am Dent J Assoc, Vol.134 ,2003. Available from : URL : http//www. Jada.ada.org. Accessed on 2 april 2010 8. Raharjo, K., 2006, Pertimbangan Anastasia untuk Usia Lanjut. Available from : URL : http:// 06_PertimbanganAnastasiaUntukUsiaLanjut.html., Accessed 3 April 2010 Accessed 30

You might also like