You are on page 1of 21

PRESENTASI KASUS

Deep Vein Trombosis

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Program Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh : Adi Indra Wijaya 2007 031 0168

Diajukan kepada : dr. V. Noegroho I.D., Sp.PD

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RS JOGJA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2012 BAB I KASUS DAN KRONOLOGIS PASIEN I. IDENTITAS Nama : Bp. A. T Umur : 68 tahun Jenis Kelamin : Pria Alamat : Brontokusuman RT 14/05 no.430 Yogyakarta Pekerjaan :Masuk : 09 April 2012 Bangsal/Ruang : Dahlia No. Rekam Medik : 491865 Dokter yang merawat : dr. Titiek Riani, Sp.PD Berat badan/tinggi badan : 65 Kg/168 Cm
II. SUBJEKTIF (Anamnesis 10 April 2012) A. Keluhan Utama: bengkak dan nyeri pada kaki kiri B. Riwayat Penyakit Sekarang dan Perjalanan Penyakit

Pasien datang dengan keluhan bengkak pada kaki kiri sejak 1 minggu yang lalu. Sejak 1 minggu terakhir pasien mengaku melakukan aktivitas berat karena di desanya sedang ada pembangunan masjid. Saat pembangunan masjid pasien terkena luka tusuk pada betis belakang oleh karena ember dan sejak saat itu kaki pasien membengkak, bengkak ketika ditekan kembalinya lambat, nyeri, perih, hangat, kemerahan, dan tampak pembuluh-pembuluh darah di betis kiri pasien. Bengkak dari telapak kaki sampai 5 cm di atas lutut sehingga pasien susah untuk menggerakkan kaki kirinya. Pasien memiliki riwayat serupa pada kaki sebelah kanan awalnya karena trauma saat bermain sepak bola sampai sekarang betis sebelah kanan menghitam. Tidak ada nyeri dada, sesak, batuk, pilek, mual, muntah, dan demam. Di keluarga pasien tidak ada yang memiliki sakit serupa. Pasien mengaku memiliki riwayat kolesterol tinggi, tidak ada riwayat merokok, sakit hipertensi, gula, jantung, gangguan pernafasan.

: demam (-), penurunan kesadaran (-), pusing (-), kejang (-) Sistem kardiovaskuler : nyeri dada (-), berdebar-debar (-), pucat (-), kebiruan (-), mimisan (-), gusi berdarah (-) Sistem respirasi : sesak nafas (-), batuk (-), pilek (-), bunyi ngik-ngik (-) Sistem gastrointestinal : diare (-), mual (-), muntah (-), nyeri perut (-), melena (-), BAB dempul (-), konstipasi (-), BAB normal (+) Sistem urogenital : anyang-anyangan (-), nyeri (-), warna air kemih kuning jernih (+) Sistem integumentum : bengkak (+) di ekstremitas bawah, kaki kiri tampak kemerahan (+), hangat (+), perih (+), bula (+), ulkus/luka (+), ikterik (-), pucat (-), kebiruan (-) Sistem muskuloskletal : nyeri otot (+), kaki kiri gerakan terbatas (+), nyeri sendi (-), tanda peradangan sendi (-) C. Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat penyakit trauma : ada 20 tahun yang lalu Riwayat penyakit darah tinggi : disangkal Riwayat penyakit jantung : disangkal Riwayat penyakit gula : disangkal Riwayat penyakit ginjal : disangkal Riwayat penyakit asma : disangkal Riwayat penyakit keganasan : disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga: Riwayat penyakit darah tinggi : disangkal Riwayat penyakit jantung : disangkal Riwayat penyakit gula : disangkal Riwayat penyakit ginjal : disangkal Riwayat penyakit asma : disangkal

Anamnesis Sistem Sistem SSP

Riwayat penyakit keganasan

: disangkal

E. Riwayat Sosial, Ekonomi dan Gizi: Hubungan dengan tetangga baik, hubungan di

dalam keluarga harmonis, komunikasi antar keluarga terjalin baik. Pasien sudah tidak bekerja, kebutuhan sehari-hari dicukupi oleh keluarga. Status gizi normal dengan BMI=23,03.
F. Riwayat Alergi: Tidak ada III. OBJEKTIF (10 April 2012) A. Keadaan Umum: Pasien tampak berbaring dengan kesadaran kompos mentis,

terpasang infus di tangan sebelah kiri, kaki sebelah kiri dibalut dengan kasa, keadaan gizi sedang dengan GCS 15 (E4V5M6). B. Vital Sign dan Antropometri Tekanan darah : 100/60 mmHg Nadi : 80 kpm, reguler Hipotensi Ortostatik : Negatif Respirasi Suhu : 22 kpm : 36,9oC

Antropometri Berat Badan Tinggi Badan BMI Status Gizi

: 65 Kg : 168 Cm : 23,03 kg/m2 : Normal

C. Pemeriksaan Fisik 1. Kepala: a. Mata: KA -/-, SI -/-, penglihatan kabur (-), diplopia (-), anulus senilis (+) b. Hidung: rhinorea (-), sumbatan (-), polip (-), c. Sinus: tanda peradangan (-) d. Mulut: Mukosa bucal dan bibir lembab (+), stomatitis (-), gigi tidak lengkap (+), lidah kotor (-), Tonsil dan faring dalam batas normal, suara serak (-), disfagi (-) e. Telinga: tanda peradangan (-), ottorea (-) 2. Leher: pembesaran kelenjar gondok (-), pembesaran limfonodi (-), pembesaran massa (-), peningkatan JVP (-), kaku kuduk (-). 3. Thorak Pemeriksaan Thorax Anterior Pemeriksaan Thorax Posterior Inspeksi: Inspeksi: - Bentuk dada simetris (+) - Bentuk dada simetris (+) - Statis (Hemitorax kiri = kanan) - Statis (Hemitorax kiri = kanan) - Dinamis (Hemitorax kiri = kanan) - Dinamis (Hemitorax kiri = kanan) - Sela iga tidak melebar (+) - Sela iga tidak melebar (+) - Retraksi interkostal (-) - Retraksi interkostal (-) - Retraksi subkostal (-) - Retraksi subkostal (-) - Iktus kordis tampak di SIC V linea - Tanda peradangan (-) mid clavikularis sinistra - Perbesaran massa (-) - Tanda peradangan (-) - Perbesaran massa (-) - Perbesaran KGB (-) Palpasi: Palpasi: - Fremitus suara hemithorak dextra - Fremitus suara hemithorak dextra sama dengan sinistra dalam batas sama dengan sinistra dalam batas normal (+) normal (+) - Pergerakkan dada simetris - Pergerakkan dada simetris - Ictus kordis teraba di SIC VI linea - Emfisema subkutis (-) mid clavikularis sinistra - Emfisema subkutis (-) Perkusi: Perkusi: - Sonor +/+ - Sonor +/+ - Batas paru hepar SIC VI lines mid clavicularis dextra dan SIC VI lines axilaris anterior dextra - Batas Jantung Kanan atas: SIC II LPS dextra Kiri atas: SIC II LPS sinistra Kanan bawah: SIC V LPS dextra Kiri bawah: SIC VI LAA sinistra

Auskultasi: Auskultasi: - Suara paru: Suara dasar vesikuler, Suara paru: Suara dasar vesikuler, ronkhi kering -/-, wheezing -/ronkhi kering -/-, wheezing -/- Suara jantung: S1-S2 reguler, bising jantung (-), gallop (-) 4. Abdomen a. Inspeksi: Dinding perut lebih rendah dari dinding dada, tanda peradangan dan perbesaran massa (-), perbesaran limfonodi inguinale (-). darm contour dan darm steifung (-). b. Auskultasi: Peristaltik usus (+) normal c. Perkusi: Timpani (+), pekak beralih (-), undulasi (-) d. Palpasi: Perut supel (+), nyeri tekan (-), nyeri alih (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)
5. Pemeriksaan Anogenital :

a. Genitalia b. Anogenital 6. Ekstremitas: Pemeriksaan

: Laki-laki : Hemoroid (-) Superior Dex/sin -/hangat +/+, kuat +/+ -/-/-/+/+ -/-/-/-/-/-/-/+/+ -/-/Inferior Dex/sin -/+ hangat +/+, kuat +/+ +/+ -/+ -/+ -/+ -/-/-/-/+ -/-/-/+/+ -/-/+

Edema Perfusi akral Pulsasi a. radialis Pulsasi a. dorsalis pedis Pertumbuhan rambut Luka/borok/ulkus Nyeri Hangat Tampak vena superficial Varices Hemiparese Hemiplegia Imobilisasi Peradangan sendi Clubing finger Kuku sianosis Reflek fisiologis Reflek patologis Homan sign

D. Pemeriksaan Penunjang 1. Elektrokardiografi EKG 9 April 2012 - NSR, HR 97 kpm - Infark inferior 2. Laboratorium Patohematologis (9 April 2012) PARAMETER HASIL HEMATOLOGY AUTOMATIC

NILAI NORMAL

UNIT

Leukosit 9.9 Eritrosit 3.70 Hemoglobin 11.4 Hematokrit 33.3 MCV 90.0 MCH 30.8 MCHC 34.2 Trombosit 122 ESR Differential Telling Mikroskopis Basophil 0 Eosinophil 0 Netrofil Stab 0 Netrofil Segmen 87 Limphosit 10 Monosit 0 Penunjang Golongan darah Waktu Pendarahan Waktu Penjendalan

4.6-10.6 4.2-5.4 12.0-18.0 37-47 81-99 27-31 33-37 150-450 5.0-15.0 0 0-5 0-3 40-74 18-48 0-8 Slide Aglutinasi <6 <12

10e3/ul 10e3/ul gr/dl % Fl Pg gr/dl 10e3/ul mm/Hr % % % % % % Menit Menit UNIT mg/dl mg/dl mg/dl U/I U/I UNIT mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl

Hasil pemeriksaan patobiokimiawi (9 April 2012) PARAMETER HASIL NILAI NORMAL Glukosa Sewaktu 153 70-140 Ureum 27 10.0-50.0 Kreatinin 1,0 L:<1.1; P: <0.9 SGOT 33 L: <37 ; P: <31 SGPT 41 L:<42; P: <32 Hasil pemeriksaan patobiokimiawi (10 April 2012) PARAMETER HASIL NILAI NORMAL Glukosa Puasa 104 70-140 Glukosa 2 jam PP 146 85-140 Kholesterol Total 143 <200 Trigliserida 73 <150 Kholesterol HDL 65 >45 Kholesterol LDL 63 <150 Asam Urat 4.7 L: 3,4-7.0 ; P: 2,4-5,7 Hasil pemeriksaan patobiokimiawi (11 April 2012) PARAMETER HASIL NILAI NORMAL Protein total 5.5 6.6-8.7 Protein albumin 2.9 3.5-5.0 Protein globulin 2.6 1.8-2.4 Hasil pemeriksaan patobiokimiawi (12 April 2012) PARAMETER HASIL NILAI NORMAL Protein albumin 2.8 3.5-5.0

UNIT mg/dl mg/dl mg/dl UNIT mg/dl

Hasil pemeriksaan patobiokimiawi (14 April 2012) PARAMETER HASIL NILAI NORMAL Protein total 7.0 6.6-8.7 Protein albumin 3.2 3.5-5.0 Protein globulin 3.8 1.8-2.4 3. Radiologi Foto thorax AP Cardiomegali, pulmo dalam batas normal

UNIT mg/dl mg/dl mg/dl

4. USG Doppler Acut thrombus pada V. Femoralis Sinisitra, V. Femoralis Superfisialis Sinistra, Parsial thrombus pada V. Saphena Magna dengan patensi lumen 36 %, V. Poplitea Sinistra normal. 5. Wells Score Kriteria Kanker aktif Paralisis, paresis, imobilisasi ektremitas bawah Bed rest > 3hari atau riwayat operasi besar dalam 12 minggu terakhir dengan general atau lokal anastesi Nyeri lokal sepanjang deep venous system Pembengkakan pada kaki Pembengkakan pada betis lebih besar dibandingkan pada kaki yang tidak bergejala Pitting edema pada kaki yang bergejala Kolateral vena superficial (non-varises) Alternatif diagnosa minimal seperti DVT Score pasien : +6 Probability : Low 0 Intermediate 1-2 High 3 IV. ASSESMENT A. Problem Sementara 1. Bengkak 2. Nyeri lokal 3. Perih 4. Hangat 5. Luka/ulkus (+) 6. Bula (+) 7. Imobilisasi (+) 8. Kemerahan (+) 9. Tampak vena superfisial (+) 10. Netrofilia Nilai +1 +1 +1 +1 +1 +1 +1 +1 -2 Score Pasien +1 +1 +1 +1 +1 +1 -

11. Anemia normositik normokromik 12. Trombositopeni 13. Hipoalbumin B. Problem Permanen 1. Deep Vein Thrombosis (DVT) dengan ulkus stasis

LEMBAR EVALUASI PASIEN 10 April 2012 Subjektif Nyeri kaki kiri (+) Hangat (+) Perih (+) Bengkak (+) Susah digerakkan (+) Sesak (-) Nyeri dada (-) BAB (-) BAK (+) normal Objektif KU Cukup GCS E4V5M6 TD = 100/60 mmHg N = 80 kpm, R = 22 kpm T = 36,9oC Kepala: CA-/-, SI-/Leher: T.A.K Thorak: C/P d.b.n Abd: d.b.n Eks: akral hangat, nadi kuat, edema (+), ulkus (+), bula (+), nyeri (+), kemerahan (+) Objektif KU Cukup GCS E4V5M6 TD = 110/60 mmHg N = 110 kpm, R = 24 kpm T = 38o C Kepala: CA-/-, SI-/Leher: T.A.K Thorak: C/P d.b.n Abd: d.b.n Eks: akral hangat, nadi kuat, edema (+), ulkus (+), bula (+), nyeri (+), kemerahan (+) Assesment - DVT Planing Terapi: - Infus NaCl 20 tpm - Inj. Metronidazole 500mg/8jam - Inj. Ceftriaxne 1gr/12jam - Inj. Ranitidine 1A/12jam - Pletaal 50mg 2x1

11 April 2012 Subjektif Nyeri kaki kiri (+) Hangat (+) Perih (+) Bengkak (+) Susah digerakkan (+) Sesak (-) Nyeri dada (-) BAB (-) BAK (+) normal

Assesment - DVT

Planing Terapi: - Infus NaCl 20 tpm - Inj. Metronidazole 500mg/8jam - Inj. Ceftriaxne 1gr/12jam - Inj. Ranitidine 1A/12jam - Pletaal 50mg 2x1 - Paracetamol 500mg 3x1 (k/p)

12 April 2012

Subjektif Nyeri kaki kiri (+) Hangat (+) Perih (+) Bengkak (+) Susah digerakkan (+) Sesak (-) Nyeri dada (-) BAB (-) BAK (+) normal

Objektif KU Cukup GCS E4V5M6 TD = 110/80 mmHg N = 92 kpm, R = 28 kpm T = 38o C Kepala: CA-/-, SI-/Leher: T.A.K Thorak: C/P d.b.n Abd: d.b.n Eks: akral hangat, nadi kuat, edema (+), ulkus (+), bula (+), nyeri (+), kemerahan (+)

Assesment - DVT

Planing Terapi: - Infus NaCl 20 tpm - Inj. Metronidazole 500mg/8jam - Inj. Ceftriaxne 1gr/12jam - Inj. Ranitidine 1A/12jam - Pletaal 50mg 2x1 - Paracetamol 500mg 3x1 (k/p) - Simarc 2mg 1x1 - Infus Albumin 100cc 20tpm

13 April 2012 Subjektif Nyeri kaki kiri (+) Hangat (+) Perih (+) Bengkak (+) Susah digerakkan (+) Sesak (-) Nyeri dada (-) BAB (+) normal BAK (+) normal

Objektif KU Cukup GCS E4V5M6 TD = 120/70 mmHg N = 88 kpm, R = 22 kpm T = 37,2o C Kepala: CA-/-, SI-/Leher: T.A.K Thorak: C/P d.b.n Abd: d.b.n Eks: akral hangat, nadi kuat, edema (+), ulkus (+), bula (-), nyeri (+), kemerahan (+) Objektif KU Cukup GCS E4V5M6 TD = 130/70 mmHg N = 92 kpm, R = 22 kpm T = 36,7o C Kepala: CA-/-, SI-/Leher: T.A.K Thorak: C/P d.b.n Abd: d.b.n Eks: akral hangat,

Assesment - DVT

Planing Terapi: - Infus NaCl 20 tpm - Inj. Metronidazole 500mg/8jam - Inj. Ceftriaxne 1gr/12jam - Inj. Ranitidine 1A/12jam - Pletaal 50mg 2x1 - Paracetamol 500mg 3x1 (k/p) - Simarc 2mg 1x1 - Infus Albumin 100cc 20tpm

14 April 2012 Subjektif Mual (+) Nyeri kaki kiri (+) Hangat (+) Perih (+) Bengkak (+) Susah digerakkan (-) Sesak (-) Nyeri dada (-) BAB (+) normal BAK (+) normal

Assesment - DVT

Planing Terapi: - Infus NaCl 20 tpm - Inj. Metronidazole 500mg/8jam - Inj. Ceftriaxne 1gr/12jam - Inj. Ranitidine 1A/12jam - Pletaal 50mg 2x1 - Paracetamol 500mg 3x1 (k/p) - Simarc 2mg 1x1

nadi kuat, edema (+), ulkus (+), bula (-), nyeri (+), kemerahan (+) 15 April 2012 Subjektif Mual (+) Muntah (+) Nyeri kaki kiri (+) Hangat (+) Perih (+) Bengkak (+) Susah digerakkan (-) Sesak (-) Nyeri dada (-) BAB (+) normal BAK (+) normal Objektif KU Cukup GCS E4V5M6 TD = 120/70 mmHg N = 88 kpm, R = 22 kpm T = 37,2o C Kepala: CA-/-, SI-/Leher: T.A.K Thorak: C/P d.b.n Abd: d.b.n Eks: akral hangat, nadi kuat, edema (+), ulkus (+), bula (-), nyeri (+), kemerahan (+) Objektif KU Cukup GCS E4V5M6 TD = 120/70 mmHg N = 88 kpm, R = 22 kpm T = 37,2o C Kepala: CA-/-, SI-/Leher: T.A.K Thorak: C/P d.b.n Abd: d.b.n Eks: akral hangat, nadi kuat, edema (+), ulkus (+), bula (-), nyeri (+), kemerahan (+) Assesment - DVT Planing Terapi: - Infus NaCl 20 tpm - Inj. Metronidazole 500mg/8jam (stop) - Inj. Ceftriaxne 1gr/12jam - Inj. Ranitidine 1A/12jam - Pletaal 50mg 2x1 - Paracetamol 500mg 3x1 (k/p) - Simarc 2mg 1x1

16 April 2012 Subjektif Mual (-) Nyeri kaki kiri (+) Hangat (+) Perih (-) Bengkak (+) Susah digerakkan (-) Sesak (-) Nyeri dada (-) BAB (+) normal BAK (+) normal

Assesment - DVT

Planing Terapi: - Infus NaCl 20 tpm - Inj. Metronidazole 500mg/8jam (stop) - Inj. Ceftriaxne 1gr/12jam - Inj. Ranitidine 1A/12jam - Pletaal 50mg 2x1 - Paracetamol 500mg 3x1 (k/p) - Simarc 2mg 1x1

BAB II DASAR TEORI A. PENDAHULUAN Deep vein thrombosis (DVT) adalah pembentukan bekuan darah (trombus) di vena dalam, paling sering pada tungkai. DVT dapat terjadi tanpa gejala, tetapi jika mengenai ekstremitas maka akan terasa nyeri, bengkak, merah, hangat, dan vena-vena superficial dapat membesar. Trombus dapat terbentuk pada vena, arteri, jantung, atau mikrosirkulasi dan menyebabkan komplikasi akibat obstruksi atau emboli. Di Amerika Serikat, trombosis merupakan penyebab utama kematian dengan angka kematian sekitar 2 juta penduduk setiap tahun akibat trombosis arteni, vena, atau komplikasinya. Angka kejadian trombosis vena dalam (DVT) yang baru berkisar 50 per 100.000 penduduk, sedangkan pada usia lebih dari 70 tahun diperkirakan 200 per 100.000 penduduk. Trombosis vena berkaitan dengan berbagai kondisi medis atau prosedur bedah tertentu. Resiko tromboemboli pada pasien dengan defisiensi antitrombin III dapat mencapai 80%, 70% pada gagal jantung kongestif dan 40% pada infark miokard akut. B. PATOGENESIS Dalam keadaan normal, darah yang bersirkulasi berada dalam keadaan cair, tetapi akan membentuk bekuan jika teraktivasi atau terpapar dengan suatu permukaan. Virchow mengungkapkan suatu triad yang merupakan dasar terbentuknya trombus, yang dikenal dengan Triad Virchow, triad ini terdiri dari : 1. Adanya trauma pada jalur vena 2. Peningkatan koagulasi 3. Aliran darah yang lambat Trombosis terjadi jika keseimbangan antara faktor trombogenik dan mekanisme protektif terganggu. Faktor trombogenik meliputi : 1. Gangguan sel endotel 2. Terpaparnya subendotel akibat hilangnya sel endotel 3. Aktivasi trombosit atau interaksinya dengan kolagen subendotel atau faktor von Willebrand 4. Aktivasi koagulasi 5. Terganggunya fibrinolysis 6. Stasis

Mekanisme protektif terdiri dari : 1. Faktor antitrombotik yang dilepaskan oleh sel endotel yang utuh
2. Netralisasi faktor pembekuan yang aktif oleh komponen sel endotel

3. Hambatan faktor pembekuan yang aktif oleh inhibitor 4. Pemecahan faktor pembekuan oleh protease 5. Pengenceran faktor pembekuan yang aktif dan trombosit yang beragregasi oleh aliran darah 6. Lisisnya trombus oleh sistem fibrinolysis C. ETIOLOGI Tabel berikut menggambarkan berbagai faktor yang dapat menyebabkan trombosis : Gangguan pada Arteri Aterosklerosis Merokok Hipertensi Diabetes melitus Kolesterol LDL Hipertrigelserid Riwayat trombosis pada keluarga Gagal jantung kiri Kontrasepsi oral Estrogen Lipoprotein Polisitemia Sindrom hiperviskositas Sindrom leukostasis
D. FAKTOR RESIKO

Gangguan pada Vena Operasi Artroskopi Trauma Keganasan Imobilisasi Sepsis CHF Sindrom nefrotik Obesitas Varicose vein Sindrom pascaflebitis Kontrasepsi oral Estrogen

Gangguan pada darah Sindrom anti fosfolipid Retensi protein C Gangguan protein C Gangguan protein S Gangguan antitrombin Gangguan heparin Gangguan plasminogen Gangguan plasminogen activator inhibitor Gangguan faktor XII Disfibrinogenemia Homosistenimia

Beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan trombosis, diantaranya sebagai berikut : 1. Memiliki riwayat sebelumnya (DVT/PE)

2. Usia > 40 tahun 3. Penyakit paru kronik 4. Stroke iskemi dan CHF 5. Obesitas 6. Thrombophilia 7. Left-ventricular ejection fraction (LVEF) <20% 8. Imobilitas yang lama 9. Pembedahan atau trauma 10. Keganasan 11. Kontrasepsi oral

E. DIAGNOSIS TROMBOSIS VENA DALAM

Anamnesis dan pemeriksaan fisik hal yang sangat penting dalam pendekatan pasien dengan dugaan trombosis. Keluhan utama pasien dengan DVT adalah kaki yang bengkak dan nyeri. Riwayat penyakit dahulu merupakan hal penting karena dapat diketahui faktor resiko dan riwayat thrombosis sebelumnya. Adanya riwayat trombosis dalam keluarga juga merupakan hal penting. Pada pemeriksaan fisik, tanda-tanda klinis yang klasik tidak selalu ditemukan. Gambaran klasik DVT adalah edema tungkai unilateral, eritema, hangat, nyeri, dapat diraba pembuluh darah superfisial, dan tanda homan yang positif. Pada pemeriksaan laboratorium hemostasis didapatkan peningkatan D-dimer dan penurunan antitrombin. Peningkatan D-dimer merupakan indikator adanya trombosis yang aktif. Pemeriksaan ini sensitif tetapi tidak spesifik dan sebenarnya lebih berperan untuk menyingkirkan adanya trombosis jika hasilnya negatif. Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan yang penting untuk mendiagnosis trombosis, Pada DVT, pemeriksaan yang dilakukan adalah venografi/flebografi, ultrasonografi (USG) Doppler, USG kompresi, Venous Impedance Plethysmography (IPG), dan Magnetic Resonance Imaging (MRI). Ketepatan pemeriksaan ultrasonografi Doppler pada pasien dengan DVT proksimal yang simtomatik adalah 94% dibandingkan dengan

venografi, sedangkan pada pasien DVT pada betis dan asimtomatik, ketepatannya rendah. Venografi atau flebografi merupakan pemeriksaan standar untuk mendiagnosis DVT, baik pada betis, paha, maupun sistem ileofemoral. Kerugiannya adalah pemasangan kateter vena dan resiko alergi terhadap bahan radiokontras atau yodium. MRI umumnya digunakan untuk mendiagnosis DVT pada perempuan hamil atau pada DVT di daerah pelvis, iliaka, dan vena kava di mana duplex scanning pada ekstrimitas bawah menunjukkan hasil negatif. Adapaun sistem skoring yang biasa disebut dengan skor wells, untuk menilai kemungkinan diagnosis DVT. Berikut adalah tabel dari wells score : Kriteria Kanker aktif Paralisis, paresis, imobilisasi ektremitas bawah Bed rest > 3hari atau riwayat operasi besar dalam 12 minggu terakhir dengan general atau lokal anastesi Nyeri lokal sepanjang deep venous system Pembengkakan pada kaki Pembengkakan pada betis 3 cm > besar dibandingkan pada bagian yang tidak bergejala Pitting edema pada kaki yang bergejala Kolateral vena superficial (non-varises) Alternatif diagnosa minimal seperti DVT Probability :

Nilai 1 1 1 1 1 1 1 1 -2

Low 0 Intermediate 1-2 High 3

F. PENATALAKSANAAN TROMBOSIS VENA DALAM

Tujuan penatalaksanaan DVT pada fase akut adalah :

Menghentikan bertambahnya thrombus Membatasi bengkak yang progresif pada tungkai Melisiskan atau membuang bekuan darah (trombektomi) dan mencegah disfungsi vena atau sindrom pasca trombosis di kemudian hari

Mencegah emboli paru

1. Antikoagulan Unfractionated heparin (UFH) merupakan antikoagulan yang sudah lama digunakan untuk penatalaksanaan DVT pada saat awal. Mekanisme kerja heparin adalah meningkatkan kerja antitrombin III sebagai inhibitor faktor pembekuan dan melepaskan tissue factor pathway inhibitor (TPFI) dari dinding pembuluh darah. Sebelum memulai terapi heparin, APTT, masa protrombin (protrombin time/PT) dan jumlah trombosit harus diperiksa, terutama pada pasien dengan resiko perdarahan yang tinggi atau dengan gangguan hati atau ginjal. Heparin berat molekul rendah (low molecular weight heparin/LMWH) dapat diberikan satu atau dua kali sehari secara subkutan dan mempunyai efikasi yang baik. Keuntungan LMWH adalah resiko perdarahan mayor yang lebih kecil dan tidak memerlukan pemantauan laboratorium yang sering dibandingkan dengan UFH, kecuali pada pasien tertentu seperti gagal ginjal atau sangat gemuk. Pemberian antikoagulan UFH atau LMWH ini dilanjutkan dengan antikoagulan oral yang bekerja dengan menghambat faktor pembekuan yang memerlukan vitamin K. Antikoagulan oral yang sering digunakan adalah warfarin atau coumarin/derivatnya. Obat ini diberikan bersama-sama saat awal terapi heparin dengan pemantauan (International Normalized Ratio/INR). Heparin diberikan selama minimal 5 hari dan dapat dihentikan bila antikoagulan oral ini mencapai target INR yaitu 2,0-3,0 selama dua hari berturut-turut. Lama pemberian antikoagulan masih bervariasi, tetapi pada umumnya bergantung pada faktor resiko DVT tersebut. Pasien yang mengalami DVT harus mendapat antikoagulan selama 6 minggu hingga 3 bulan jika mempunyai faktor resikonya tidak diketahui (idiopatik). Sedangkan pada pasien yang memiliki faktor resiko molekular yang diturunkan seperti defisiensi antitrombin III, protein C atau S, activated protein C resistance atau dengan lupus anticoagulant/antibodi antikardiolipin, antikoagulan oral diberikan lebih lama, bahkan dapat seumur hidup. Pemberian antikoagulan seumur hidup ini juga diindikasikan pada pasien yang mengalami lebih dari dua kali episode trombosis vena atau satu kali trombosis pada kanker yang aktif. 2. Terapi Trombolitik

Terapi ini bertujuan untuk melisiskan trombus secara cepat dengan cara mengaktifkan plasminogen menjadi plasmin. Terapi ini umumnya hanya efektif pada fase awal dan penggunaanya harus benar-benar dipertimbangkan secara baik karena mempunyai resiko perdarahan tiga kali lipat dibandingkan dengan terapi antikoagulan saja. Pada umumnya terapi ini hanya dilakukan pada DVT dengan oklusi total, terutama pada iliofemoral. 3. Trombektomi Trombektom terutama dengan fistula arteriovena sementara, harus

dipertimbangkan pada trombosis vena iliofemoral akut yang kurang dari 7 hari dengan harapan hidup lebih dari 10 tahun. 4. Filter Vena Kava Inferior Filter ini digunakan pada trombosis di atas lutut pada kasus di mana antikoagulan merupakan kontraindikasi atau gagal mencegah emboli berulang.

5. Stocking Penggunaan stocking selama 2 tahun pada pasien DVT dapat menurunkan resiko terjadinya post trombosis sindrome.

G. KOMPLIKASI Komplikasi yang dapat disebakan oleh DVT adalah emboli paru, stroke iskemia, miokard infark, dan post trombosis sindrom. Pada emboli paru pasien umumnya mengeluh nyeri dada mendadak (seperti nyeri pleuritik), sesak nafas, hemoptisis, banyak berkeringat, dan gelisah. Pada post trombosis sindrom pasien umumnya memiliki gejala yang hampir sama seperti DVT yaitu nyeri, terasa berat, gatal, bengkak, kemerahan, dan ulkus. Faktor resiko yang berperan pada post trombosis sindrome adalah usia > 65 tahun, DVT proksimal, DVT yang kedua pada kaki yang sama, gejala DVT yang menetap selama 1 bulan setelah terdiagnosis DVT, obesitas, dan ketidakpatuhan penggunaan antikoagulan selama terapi awal.

BAB III ANALISIS KASUS Pada kasus, pasien didiagnosis menderita DVT berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium. Dari anamnesis, didapatkan informasi adanya keluhan bengkak pada kaki kiri sejak 1 minggu yang lalu setelah terkena luka tusuk pada betis belakang oleh karena ember, bengkak ketika ditekan kembalinya lambat, nyeri pada tungkai sampai diatas lutut, perih, hangat, kemerahan, tampak pembuluh-pembuluh darah di betis kiri pasien, bengkak dari telapak kaki sampai 5 cm di atas lutut sehingga pasien susah untuk menggerakkan kaki kirinya. Pasien memiliki riwayat serupa pada kaki sebelah kanan awalnya karena trauma saat bermain sepak bola sampai sekarang betis sebelah kanan menghitam. Dari pemeriksaan fisik selama pasien dirawat di rumah-sakit, didapatkan pada kaki kiri pitting edema, nyeri dari tungkai sampai diatas lutut, kemerahan, hangat, teraba pembuluh darah di betis kiri, tanda homan (+), ulkus di betis belakang (+). Dari pemeriksaan labotarium

didapatkan netrofilia, anemia normositik normokromik, trombositopeni, dan hipoalbumin. Pada pemeriksaan USG doppler didapatkan Acut thrombus pada V. Femoralis Sinisitra, V. Femoralis Superfisialis Sinistra, Parsial thrombus pada V. Saphena Magna dengan patensi lumen 36 %, V. Poplitea Sinistra normal dan dari EKG didapatkan infark inferior (ST elevasi di lead II, III, dan AVF). Pemberian antikoagulan yang digunakan pada pasien ini adalah simarc (warfarin). Pemberian warfarin secara tunggal untuk pengobatan proses tromboemboli kurang bermanfaat, akan tetapi akan memberikan hasil yang memuaskan apabila diberikan mengikuti terapi heparin. Beberapa penelitian yang telah dilakukan didapatkan bahwa, terapi warfarin pada proses tromboemboli vena yang pertama kali terjadi, memiliki angka kekambuhan 22% dalam masa follow-up 3 bulan, dibandingkan 7% bila diterapi hanya dengan heparin atau LMWH. Pemberian warfarin dimulai 24 jam setelah pemberian heparin, dengan dosis 5-10 mg peroral, kemudian dosis disesuaikan dengan nilai INR. Setelah tercapai target INR 2-3 selama 2 hari beruturut-turut (biasanya memerlukan waktu 4-5 hari), heparin dapat dihentikan, pemberian warfarin dapat diteruskan sesuai dengan protokol yang dipakai, yang dapat dilihat dari tabel dibawah. Lama pemberian warfarin berdasarkan hal-hal berikut : a. Pada trombosis vena asimtomatik, untuk vena distal selama 4 minggu dan vena proksimal selama 3 bulan b. Pada trombosis vena disertai faktor resiko yang berlanjut, diberikan minimal selama 6 bulan. Apabila faktor resiko tersebut tidak dapat dihilangkan terapi diteruskan untuk jangka waktu yang tidak terbatas.
c. Pada trombosis vena dengan faktor resiko yang bersifat sementara (operasi,

immobilisasi), terapi antikoagulan diberikan selama 4 minggu. Tabel. Penyesuaian dosis warfarin dengan nilai INR INR 1,1-1,4 1,5-1,9 2,0-3,0 3,0-4,9 4,0-5,0 >5,0 Penyesuaian Dosis Naikkan dosis 10-20%. Kontrol 1 minggu Naikkan dosis 5-10%. Kontrol 2 minggu Dosis tetap. Kontrol 1 minggu Turunkan dosis 5-10%. Kontrol 2 minggu Turunkan dosis 10-20%. Kontrol 1 minggu Stop pemberian. Dipantau s.d INR turun menjadi 3

Heparin berat molekul rendah (Low molecular weight heparin/LMWH) berasal dari degradasi unfractionated heparin. Dibandingkan UH, LMWH memiliki keunggulan, yaitu :

a. LMWH merupakan polisakarida dengan berat molekul yang lebih rendah dibandingkan dengan UH, karena ukuran yang kecil ini memiliki aktivitas anti-Iia dan Xa yang lebih tinggi b. LMWH diabsorpsi secara konsisten melalui pemberian subkutan dengan bioavailabilitas 85%, dibandingkan dengan 15% pada UH, dan terutama diekskresi melalui ginjam dengan waktu paruh berkisar 3,5-4,5 jam dibandingkan 1,5 jam pada UH. Tingginya bioavailabilitas dan lamanya masa paruh, maka LMWH memungkinkan diberikan 1-2 kali per hari. c. Pada pemberian LMWH, angka PTT tidak akan memanjang sehingga tidak perlu dievaluasi secara berkala.

BAB IV KESIMPULAN

1. Faktor resiko pada pasien ini adalah :


a. Memiliki riwayat DVT sebelumnya yaitu pada kaki kanannya b. Memiliki usia >40 tahun c. Memiliki riwayat trauma

d. Memiliki aktivitas berat


2. Gambaran DVT yang ditemukan pada pasien adalah edema tungkai unilateral, eritema,

hangat, nyeri, dapat diraba pembuluh darah superfisial, imobilisasi, dan tanda homan yang positif.

3. Pengobatan yang terbaik dengan antikoagulan (heparin/LMWH) secara subkutan 1 atau

2 kali sehari selama 5 hari selanjutnya dilanjutkan dengan pemberian antikoagulan oral (warfarin dan caoumarin) dan pemakain stocking selama 2 tahun dapat menurunkan angka kejadian dari post trombosis sindrom.

BAB V DAFTAR PUSTAKA Acang, Nusirwan. (2007). Pemakaian dan Pemantauan Obat-Obatanan Antitrombosis. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta : FK UI

Bates SM, Jaeschke R, Stevens SM, et al. (2012). "Diagnosis of DVT: Antithrombotic Therapy and Prevention of Thrombosis, 9th ed: American College of Chest Physicians Evidence-Based Clinical Practice Guidelines".

Guyatt, GH; Akl EA; Crowther M; et al. (2012). "Executive Summary: Antithrombotic Therapy and Prevention of Thrombosis, 9th ed: American College of Chest Physicians Evidence-Based Clinical Practice Guidelines"

Stefanacci, Richard. (2007). Diagnosis and Treatment of DVT : New Guidelines.

Sukrisman, Lugyanti. (2007). Trombosis Vena Dalam dan Emboli Paru. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta : FK UI.

Turpie AGG. (2012). Deep Venous Thrombosis. The Mercks Manuals Home Handbook. http://www.merckmanuals.com

Wells PS, Anderson, Bormanis J, et al. (2002). Value of Assessment of Pretest Probability of Deep Vein Thrombosis in Clinical Management. The Lancet;350:1795-1798

You might also like