You are on page 1of 3

KADAR AMILOSA SEREALIA

Komposisi pati pada umumnya terdiri dari amilopektin sebagai bagian terbesar dan sisanya amilosa. Amilosa adalah bagian dari pati yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan terutama pada padi-padian, biji-bijian dan umbi-umbian. Perbandingan antara amilosa dan amilopektin dapat menentukan tekstur pera atau tidaknya nasi, cepat atau tidaknya mengeras, lengket atau tidaknya nasi, warna dan kilap. Pada beras, semakin kecil kandungan amilosa, nasi yang dihasilkan akan semakin pulen. Semakin tinggi kadar amilosa volume nasi yang diperoleh makin besar tanpa kecenderungan mengempes, hal ini dikarenakan amilosa mempunyai kemampuan retrogadasi yang lebih besar. Berdasarkan kadar amilosa, beras diklasifikasikan menjadi ketan atau beras beramilosa sangat rendah (<10%), beras beramilosa rendah (10-20%), beras beramilosa sedang (20-24%), dan beras beramilosa tinggi (>25%). Analisa kadar amilosa dilakukan dengan menggunakan metode

spektrofotometri. Sebelum melakukan analisa kadar amilosa, terlebih dahulu dilakukan persiapan contoh. Contoh dalam bentuk beras putih dibuat tepung dengan mesin blender. Selanjutnya, dilakukan pembuatan larutan. Contoh yang telah dihaluskan dilarutkan dengan larutan KOH dan diencerkan dengan air suling. Lalu dilakukan pengenceran dengan faktor pengenceran 100/10. Setelah itu ditambahkan larutan HCl dan pereaksi B. Untuk standarisasi amilosa dilakukan pembuatan kurva standar yang menunjukkan hubungan antara nilai penyerapan cahaya dengan konsentrasi amilosa. Pembuatan standar dilakukan dengan pembuatan larutan amilosa dengan perbandingan amilisa dan amilopektin 1: 4, kemudian dilarutkan dengan KOH dan diencerkan dengan air suling. Lalu selanjutnya dikerjakan seperti pada penetapan contoh. Larutan contoh dan larutan standar yang telah dibuat, langsung diukur absorban dengan menggunakan spektofotometri pada panjang gelombang 589 nm. Dari hasil pengukuran absorban dapat dilakukan perhitungan kadar amilosa yang terkandung dalam contoh. Beras yang mempunyai kadar amilosa rendah, menunjukkan bahwa nasi yang berkadar amilosa rendah ini tergolong nasi yang apabila dimasak

menghasilkan nasi yang lengket, mengkilap, tidak mengembang, dan tetap menggumpal setelah dingin. Di dalam tepung terigu terdapat senyawa yang dinamakan gluten, hal ini yang membedakan tepung terigu dengan tepung tepung lainnya. Gluten adalah suatu senyawa pada tepung terigu yang bersifat kenyal dan elastis, yang diperlukan dalam pembuatan roti agar dapat mengembang dengan baik, yang dapat menentukan kekenyalan mie serta berperan dalam pembuatan kulit martabak telur supaya tidak mudah robek. Umumnya kandungan Gluten menentukan kadar protein tepung terigu, semakin tinggi kadar Gluten, semakin tinggi kadar protein tepung terigu tersebut. Kadar Gluten pada tepung terigu, yang menentukan kualitas pembuatan suatu makanan, sangat tergantung dari jenis gandumnya. Dalam pembuatan makanan, hal yang harus diperhatikan ialah ketepatan penggunaan jenis tepung terigu. Tepung terigu berprotein 12%-14% ideal untuk pembuatan roti dan mie, 10.5%-11.5% untuk biscuit, pastry/pie dan donat sedangkan untuk gorengan, cake dan wafer gunakan yang berprotein 8%9%. Jadi suatu tepung terigu belum tentu sesuai dengan semua makanan. Kualitas tepung terigu dipengaruhi juga oleh moisture (kadar air), ash (kadar abu), dan beberapa parameter fisik lainnya, seperti water absorption, development time, stability, dan lain-lain. Kemampuan tepung terigu menyerap air disebut Water Absorption. Kemampuan daya serap air tepung terigu berkurang bila kadar air dalam tepung (Moisture) terlalu tinggi atau tempat penyimpanan yang lembab. Water Absorption sangat bergantung dari produk yang akan dihasilkan, dalam pembuatan roti umumnya diperlukan water absorption yang lebih tinggi dari pada pembuatan mie dan biskuit. Kecepatan tepung terigu dalam pencapaian keadaan develop (kalis) disebut Developing Time. Bila waktu pengadukan kurang disebut under mixing yang berakibat volume tidak maksimal, serat/remah roti kasar, roti terlalu kenyal, aroma roti asam, roti cepat keras, permukaan kulit roti pecah dan tebal. Sedangkan bila kelebihan pengadukan disebut Over Mixing yang berakibat volume roti melebar/datar, roti kurang mengembang, serat/remah roti kasar, warna

kulit roti pucat, permukaan roti mengecil, permukaan kulit roti banyak gelembung dan roti tidak kenyal. Pada uji bleaching tepung terigu, untuk mendapatkan tepung yang putih dilakukan bleaching, yang berhubungan dengan oksidasi karoten. Cara uji; melarutkan terigu sebanyak 14.17 g dalam 50 ml petroleum ether kemudian mengendapkan, terigu yang tidak di bleaching akan menyebabkan cairan supernatan berwarna kuning, sedangkan yg dibleaching tidak menimbulkan warna. tepung gandum biasanya berwarna krem, karena adanya zat warna xantofil. Warna tepung akan memutih selama penyimpanan, tetapi ini merupakan proses yang lambat. Karena konsumen lebih menyukai tepung yang berwarna putih, maka digunakan bahan pemutih tepung. Bahan pemutih tepung yang paling sering digunakan adalah Benzil Peroksida. Semua tepung dapat disediakan sebagai tepung yang dipucatkan atau tidak dipucatkan. Bila tepung gandum lunak ingn dipucatkan, pada umumnya dilakukan dengan klor yang memiliki pengaruh pengerasan terhadap gluten yang terbatas; besarnya pengaruh pengerasan berbanding langsung dengan jumlah klor yang digunakan. Sebagai pedoman tepung yang dipucatkan dengan klor tidak dianjurkan untuk memproduksi kue keringan, kecuali hanya digunakan untuk jenis kue keringan lunak, dimana jumlah yang relatif besar dari bahan yang mengempukkan dan menahan air digunakan, seperti misalnya gula, sortening dan kuning telur. Swelling power sangat dipengaruhi oleh keberadaan gugus amilosa sebagai salah satu komponen penyusun pati. Semakin lama waktu proses mengakibatkan semakin banyak amilosa yang tereduksi, sehingga penurunan jumlah amilosa tersebut menyebabkan kenaikan swelling power .

DAFTAR PUSTAKA Anonim. Referensi Terigu. http://202.158.15.86/ref_flour.htm Yuli. 2009. Uji Bleaching pada Tepung Terigu. http://3yuli.wordpress.com/2009/11/10/ujibleaching-pada-tepung-terigu/

Nurfida, Anita. 2011. Pembuatan Maltodekstrin Dengan Proses Hidrolisa Parsial Pati Singkong Menggunakan Enzim -Amilase

You might also like