You are on page 1of 18

BAB 1

PENDAHULUAN
Gigi sensitif merupakan salah satu keluhan yang paling sering ditemukan dan dapat mengganggu kualitas hidup pasien. Gigi sensitif atau hipersensitifitas dentin umumnya dikeluhkan pasien setelah merasakan rasa sakit yang diakibatkan oleh salah satu dari pelbagai rangsang seperti rangsang termal, mekanik dan bahan kimia.
(1)

Reaksi rasa sakit setiap

individu adalah berbeda dan bervariasi. Kondisi ini sering terjadi pada permukaan fasial gigi yang berdekatan bagian servikal dan sering ditemukan pada gigi premolar dan kaninus. Teori yang sering digunakan untuk menjelaskan mekanisme terjadinya hipersensitifitas dentin adalah teori hidrodinamik Brannstrom's dkk. Dokter gigi akan menggunakan berbagai teknik diagnostik untuk mengetahui penyebab gigi sensitif karena hipersensitifitas dentin, hanya dapat diobati jika diketahui penyebab dan faktor- predisposisinya. Terdapat dua macam pilihan perawatan yaitu perawatan invasif atau non-invasif. First line treatment pada kasus ini adalah dentrifice yang mengandung bahan aktif desensitifitas misalnya kalium nitrat atau stannous fluoride.(1) Penanggulangan masalah hipersensitifitas dentin membutuhkan dokter gigi untuk mengenal pasti penyebabnya dan mengedukasi pasien mengenai asupan makanan tertentu yang dapat mengakibatkan hipersensitifitas dentin dan cara menyikat gigi yang benar.
(2)

BAB 2
2.1 Definisi (3)
Hipersensitifitas dentin adalah reaksi rasa sakit yang tajam dan singkat, terjadi karena bagian dentin yang terbuka mengenai stimuli mekanikal (saat sikat gigi), stimuli termal (es), atau stimuli bahan kimia. Hipersensitifitas dentin sering berhubungan dengan dentin yang terbuka tetapi tidak semua dentin yang terbuka akan mengalami rasa sensitif. Dentin terbuka adalah bagian dentin yang terlihat dan mengenai oral kavitas disebabkan karena tidak adanya enamel (mahkota) atau sementum (akar) yang biasanya menutupi bagian dentin ini. Dentin dapat terbuka pada daerah yang kecil atau meluas pada gigi. Rasa sakit hipersensifitas dentin bersifat tidak tetap dimana pasien dapat merasakan rasa sakit ini pada saat tertentu sedangkan pada saat lain pasien tidak merasakannya.

2.2 Insidensi dan prevalensi hipersensitifitas dentin


Menurut penelitian-penelitian yang telah dilakukan (2000,2007) ditemukan bahwa hipersensitifitas dentin mengenai 8 - 57 % dari populasi orang dewasa dan sering kali terkait dengan dentin yang terbuka terhadap lingkungan oral. (2) Hipersensitifitas dentin sering ditemukan pada usia 20 sampai 30 tahun dan timbul kembali pada usia 50 tahun. Sering kali mengenai permukaan fasial gigi pada daerah servikal terutama pada gigi premolar dan kaninus. (1) Daerah servikal gigi rentan terhadap sensitifitas karena sementum pada daerah ini sangat tipis dan prosedur scalling dan root planning dapat mengakibatkan jaringan sementum ini terangkat.
(4)

Sedangkan insidensi pada gigi insisif sangat sedikit sekali. (5) Dari

penelitian yang telah dilakukan ditemukan juga insidensi hipersensitifitas

dentin yang lebih tinggi dikalangan wanita dibandingkan pasien laki-laki. Hubungan antara hipersensitifitas dentin dengan usia masih tidak diketahui dengan jelas, tetapi ada pendapat yang mengatakan seiring dengan bertambahnya umur prevalensi hipersensitifitas dentin akan bertambah karena umumnya akan terjadi resesi gingiva, hilangnya enamel dan sementum secara fisiologis pada orang tua. Namun terdapat juga penelitian yang mengatakan bahwa hipersensitifitas dentin akan menurun seiring dengan bertambahnya usia. Pendapat ini dikuatkan dengan teori berkurangnya permeabilitas dentin dan sensitifitas neural akibat proses degenerasi dan terjadinya desensitifitas natural akibat sclerosis dan pembentukan dentin sekunder. Pasien yang telah menjalani perawatan periodontal sangat rentan terhadap hipersensititas dentin karena terjadinya resesi gingiva setelah tindakan bedah periodontal atau hilangnya sementum pada terapi periodontal non-bedah. Penyakit periodontal dan cara sikat gigi yang tidak benar juga dapat mengakibatkan terjadinya resesi sehingga terjadinya gigi sensitif.
(1,4)

2.3 Etiologi hipersensitifitas dentin


Umumnya dentin akan ditutupi oleh enamel pada mahkota gigi dan lapisan protektif yang dikenal sebagai sementum pada akar gigi. Dentin mengandung beribu-ribu struktur tubuli yang mikroskopik dengan ukuran 0,5 - 2 mikron per diameter. (6) Hipersensitifitas dentin terjadi saat dentin terbuka disebabkan oleh hilangnya jaringan enamel diikuti oleh asam yang bekerja secara terusmenerus mengakibatkan tubuli-tubuli dentin terbuka atau disebabkan oleh permukaan akar yang terbuka(denuded) akibat kehilangan jaringan struktur seperti sementum atau dapat juga disebabkan gabungan dari faktor-faktor diatas.
(2)

Gambar 1 : Hilangnya jaringan enamel mengakibatkan dentin terbuka dan mengenai oral kavitas. Hilangnya jaringan enamel dapat disebabkan oleh abrasi, erosi atau korosi. Abrasi adalah hilangnya permukaan gigi secara abnormal akibat gaya friksi antara gigi dengan obyek eksternal sedangkan erosi adalah hilangnya permukaan gigi akibat bahan kimia seperti regurgitasi asam lambung.
(7)

Gambar 2 : Gigi abrasi sehingga terlihat jaringan dentin.

Gambar 3 : Gigi yang erosi akibat dari bahan kimia.

Pada individu tertentu, sementum dan enamel yang biasanya menutupi jaringan dentin tidak tertutup dan tidak bertemu pada cemento enamel junction(CEJ) mengakibatkan dentin terbuka karena anomali perkembangan. Studi yang dilakukan menunjukkan terbukanya dentin dapat disebabkan karena : (2) 1-Kurangnya sikat gigi atau sikat gigi yang berlebihan. Cara sikat gigi yang menimbulkan trauma disebabkan letak sikat gigi yang salah, tekanan saat menyikat gigi yang berlebihan malah jarangnya menyikat gigi akan menyebabkan akumulasi plak dan terjadinya inflamasi jaringan gingiva sehingga mengakibatkan komplikasi pada jaringan periodontal dan migrasi jaringan gingiva ke arah apikal dengan dentin dan sementum terbuka. Prosedur oral hygiene yang dikerjakan secara berlebihan juga merupakan salah satu penyebab terjadinya rasa sakit. 2.Tingkatan oral hygiene yang rendah. Pasien dengan oral hygiene yang buruk mempunyai risiko yang tinggi untuk mengalami kerusakan jaringan periodontal, kehilangan tulang pendukung dan terbukanya akar gigi.Terbukanya akar gigi terkait dengan hipersensitifitas dentin dan dapat diperparah dengan kerja asam yang disekresi oleh bakteri sehingga mengakibatkan tubuli dentin terbuka.

3.Terapi periodontal yang terkait dengan hipersensitifitas dentin adalah terbukanya tubuli dentin selepas pembuangan kalkulus supra dan subgingival. Faktor lain adalah terangkatnya jaringan sementum yang menutupi akar atau akar dentin saat terapi periodontal. Hipersensitifitas dentin juga dapat terjadi pada pasien terapi periodontal yang berhasil sehingga sampai proses penyembuhan tetapi mengakibatkan sedikit daerah akar gigi terbuka(resesi gingiva). Kondisi ini sering ditemukan pada terapi bedah periodontal tetapi dapat juga terjadi pada terapi non-bedah.(3) 4. Terpapar terhadap asam bakteri yang terdapat dalam diet, produk kimia dan obat-obatan dengan pH yang rendah memicu kepada hilangnya struktur gigi. Proses ini dikenal sebagai erosi dan akan mengakibatkan zona enamel menjadi lebih lunak . Pada daerah servikal, jaringan enamel yang tipis dapat hancur secara perlahan-lahan dan dentin terbuka terhadap lingkungan oral. Lingkungan yang asam juga dapat menyebabkan tubuli dentin terbuka dan mengakibatkan gigi menjadi lebih sensitif. Proses ini dapat dikaitkan dengan abrasi, terutamanya pada kasus diet asam atau refluks gastrik yang berhubungan dengan sikat gigi sejurus setelah proses ini terjadi.
5. Kontak oklusal dengan tekanan yang berlebihan dan kontak oklusal yang

prematur.

(2,8)

Tekanan yang berlebihan sangat terkait dengan deformasi gigi dan fleksi sehingga mengakibatkan terjadinya fraktur pada kristal enamel pada daerah servikal, yang membawa kepada terbukanya korona dentin dan pada kasus yang lebih parah terbukanya koronal dan dentin gigi. Lesi ini diklasifikasikan sebagai abfraksi, tidak berhubung dengan asupan diet, penyakit periodontal atau abrasi. Namun ia dapat menjadi faktor predisposisi terhadap hipersensitifitas dentin.

2.6 Gejala klinis (5)


Hipersensitifitas dentin akan menimbulkan rasa tidak nyaman pada

pasien. Pasien biasanya mengeluh rasa sakit yang ringan atau tajam, timbul pada waktu yang spesifik atau tidak tentu dan dapat secara intermitten atau menetap. Gigi yang menunjukkan gejala-gejala yang sedemikian jarang diperhatikan dibandingkan gigi yang karies dan gigi yang mengalami masalah endodontik atau periodontik.

2.7 Diagnosis dan manajemen klinik hipersensitifitas dentin


Manajemen klinik hipersensitifitas dentin tergantung pada diagnosis yang benar dan mempertimbangkan beberapa faktor tertentu seperti keparahan, lokalisasi, generalisasi atau pencegahan terhadap faktor penyebab. Untuk menangani kasus ini, dibutuhkan edukasi pada pasien mengenai tindakan oral hygiene (misalnya tipe dan jenis sikat gigi yang dipakai serta sikat gigi sebelum atau selepas makan), asupan diet( seperti kekerapan mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung asam) dan kebiasaan-kebiasaan buruk yang lain.
(2)

Hipersensitifitas dentin memerlukan penegakkan diagnosa yang benar dan operator harus mengetahui diagnosa banding yang tepat karena terbukanya dentin akibat karies, inflamasi pulpa atau mahkota yang fraktur dapat menimbulkan gejala yang sama. banding hipersensitifitas dentin.
(1) (4,5)

Selain itu, restorasi yang pecah,

bocornya dinding marginal dan pulpitis juga dianggap sebagai diagnosa Anamnesis yang benar dengan pemeriksaan klinis dan radiografis yang teliti akan dapat membedakan hipersensitifitas dentin dengan kondisi patologis lain yang mengenai gigi tersebut. (2) Antara alat-alat yang dipakai untuk penegakan diagnosis hipersensitifitas dentin adalah water syringe(rangsang termal), explorer(rangsang taktil), tes perkusi, tes tekanan gigitan( oklusal adjusment) dan tes termal lain seperti es dan pemeriksaan oklusi gigi.(1) Biasanya dokter akan menggunakan explorer atau udara yang ditekan dari syringe yang kosong pada permukaan dentin yang terbuka untuk mendapatkan tindak balas dari pasien.(2)

Rangsang taktil dengan explorer adalah metode yang paling mudah, cepat dan tepat untuk mengidentifikasi daerah yang diduga mengalami hipersensifitas dentin. Metode ini dikerjakan dengan menyentuh daerah servikal gigi yang terbuka dengan probe bermula dari distal dan menuju kearah mesial, pemeriksaan dilakukan terhadap semua gigi yang dirasakan sensitif.
(2)

Pasien dapat membantu dalam penegakkan diagnosis dengan

mengidentifikasi rasa sakit yang ditimbulkan akibat rangsang yang diberi dan menjelaskan rasa sakit yang dialami. Respon pasien terhadap stimuli adalah berbeda-beda. Hal ini tergantung kepada ambang rasa sakit individu, kondisi mental dan lingkungan yang mempengaruhi variasi rasa sakit pada setiap pasien.
(1)

Untuk memperoleh diagnosis yang benar, evaluasi yang teliti dan pemeriksaan untuk membandingkan gigi yang sensitif dengan gigi yang lain serta eliminasi penyebab rasa sakit yang lain sangat penting.

2.8 Mekanisma Hipersensitifitas dentin


Beberapa teori telah dikemukakan untuk menjelaskan teori terjadinya hipersensitifitas dentin. Antaranya adalah teori hidrodinamik, teori odontoblastics transducer dan teori neural. Mekanisma yang paling tepat mengenai terjadinya hipersensitifitas dentin masih dikaji namun teori yang paling dipercayai dan diterima adalah teori hidrodinamik yang ditemukan oleh Brannstrom dkk.

Gambar 4 : Rangsang rasa sakit pada syaraf yang berhubung dengan hipersensitifitas dentin.

Menurut Brannstrom dkk, saat terjadinya perubahan suhu atau perubahan osmotik, cairan yang terdapat dalam tubuli dentin akan merangsang syaraf reseptor(baroreseptor) yang sensitif terhadap tekanan sehingga terjadinya transmisi rangsangan. Dasar kepada teori ini adalah tubuli dentin yang terisi penuh dengan cairan akan berkontak langsung terhadap lingkungan oral.
(5)

Tubuli dentin secara mikroskopiknya adalah seperti terowongan yang kecil, panjang dan akan berpenetrasi kedalam jaringan dentin. Sebagian dari tubuli dentin akan terisi dengan prosesus odontoblas yaitu jaringan sitoplasma yang berbentuk seperti ekor tipis yang memanjang dari jaringan pulpa ke dentoenamel junction.(dej)
(3)

Gambar 5: Deskriptif mengenai teori hidrodinamik Brannstroms dkk.

Umumnya, serabut syaraf yang dirangsang oleh pelbagai stimuli dapat dijelaskan dengan teori hidrodinamik. Sebagai contoh pada kasus dehidrasi dimana terjadi pergerakan air melewati permukaan dentin yang terbuka mengakibatkan cairan tubuli dentin bergerak kearah permukaan yang terdehidrasi. Ini akan merangsang serabut syaraf dan akhirnya menimbulkan rasa sakit.

Gambar 6 : Rangsangan rasa sakit akibat pergerakan cairan dalam tubuli dentin.

Perubahan termal dapat mengakibatkan terjadinya ekspansi dan kontraksi tubuli dentin sehingga cairan tubuli dentin mengalami perubahan dan serabut syaraf terangsang menyebabkan timbulnya rasa sakit.
(6)

Selain dari teori hidrodinamik, terdapat juga teori-teori lain yang digunakan untuk menjelaskan mengenai mekanisma terjadinya hipersensitifitas dentin yaitu teori odontoblastic transduction. Menurut teori ini, prosesus odontoblas terbuka terhadap/berkontak langsung dengan permukaan dentin dan dapat dirangsang oleh pelbagai stimuli seperti stimuli kimia atau mekanik. Akibatnya, neurotransmiter akan dilepaskan dan impuls akan disalurkan ke serabut syaraf. Menurut teori neural pula, terjadinya hipersensitifitas dentin adalah hampir sama dengan teori odontoblastic tetapi perbedaannya hanya pada stimuli termal dan mekanik yang langsung mempengaruhi serabut syaraf didalam tubuli dentin lewat serabut pulpa.

2.9 Perawatan hipersensitifitas dentin


Saat tubuli dentin terbuka, permukaan gigi secara natural akan

mengalami proses kristalisasi dan oklusi(penghambatan) tubuli dentin yang terbuka. Proses ini akan mengambil waktu beberapa minggu untuk berjalan. Banyak obat-obatan telah dicoba dan dipakai untuk menutup tubuli dentin secara sementara dan memberi waktu kepada proses ini untuk berjalan. Untungnya kebanyakan kasus hipersensitifitas dentin biasanya hanya menimbulkan rasa sakit yang sederhana dan akan membaik sendiri dalam jangka waktu beberapa minggu jika permukaan akar yang terbuka dipastikan bersih dari plak. Namun pada beberapa kasus yang parah, hipersensitifitas dentin dapat menyebabkan penderita tidak dapat melakukan prosedur pembersihan oral hygiene dengan baik.

Gambar 7: Oklusi atau penghambatan tubuli dentin bagi mengurangkan rasa sakit.

Menurut Grossman(1935), perawatan hipersensitifitas dentin yang ideal haruslah mencakupi beberapa hal yaitu: perawatan harus dapat bekerja dengan cepat, efektif untuk jangka waktu yang lama, mudah untuk diaplikasikan oleh pasien sendiri, tidak mengiritasi pulpa, tidak menimbulkan rasa sakit dan tidak meninggalkan stain pada gigi.(2) Penanggulangan atau kontrol hipersensitifitas dentin dapat dilakukan dengan mengeliminasi faktor penyebab dan juga menggunakan agen desensitisasi.(8) Jika penyebab hipersensitifitas dentin adalah karena

kebiasaan oral hygiene atau asupan diet, perlu dilakukan perubahan atau modifikasi kebiasaan pasien seperti mengurangkan pengambilan makanan yang mengandung asam dan mengedukasi pasien mengenai cara sikat gigi yang benar karena salah satu penyebab hipersensitifitas dentin adalah cara sikat gigi yang salah.(6) Selain itu, dokter gigi dapat juga merekomendasikan penggunaan agen desensitisasi dirumah atau dilakukan aplikasi agen desensitisasi topikal secara profesional di tempat praktek.(1) Perawatan dapat bersifat invasif atau non-invasif. Prosedur invasif termasuk bedah gingiva, aplikasi resin atau pulpektomi. Malah dilaporkan 4 tipe laser telah digunakan untuk perawatan hipersensitifitas dentin dengan persentase keberhasilan antara 5,2 sehingga 100%. Sedangkan untuk perawatan yang bersifat non-invasif adalah agen topikal atau dentrifices yang mengandung bahan aktif desensitisasi. Perawatan ini merupakan first line treatment bagi pasien karena mudah, menjimatkan biaya dan sangat efektif. Kebanyakan dentrifices mengandung strontium klorida, kalium nitrat, dan natrium sitrat.
(4)

Cara

kerja dentrifices adalah dengan menutup tubuli dentin dengan presipitasi kalsium fosfat pada permukaan dentin. Kalsium merupakan salah satu komponen dalam dentrifices.
(2)

Sedangkan Ion kalium dalam kalium nitrat


(1)

akan menghambat sinaps antara serabut syaraf dan mengurangkan rangsangan syaraf yang terkait dengan rasa sakit.

Menurut literatur lain, perawatan hipersensitifitas dentin terbagi kepada dua yaitu tubular occlusion atau menghambat aktifitas syaraf dengan cara diffusi ion langsung, meningkatkan konsentrasi ion natrium yang bekerja pada serabut sensorik pulpa. Terapi oklusi (penghambatan) tubuli dentin sering digunakan karena diyakini dengan menutupi permukaan dentin dapat menghalang pergerakan cairan didalam tubuli dentin dan mengurangkan hipersensitifitas dentin. Untuk perawatan tipe ini bahan yang biasa dipakai adalah oksalat, klorida dan fluorida. Aplikasi fluor secara topikal oleh dokter gigi sangat direkomendasi terutamanya setelah perawatan periodontal

untuk mengurangkan ketidaknyamanan pasien . Produk yang mengandung fluor seperti dentrifices atau obat kumor terbukti bermanfaat pada pasien dengan mengurangkan sensitifitas dan solubilitas dentin selain dari menghambat karies. Fluor seperti natrium fluoride dan stannous fluoride dapat mengurangkan hipersensitifitas dentin dengan cara membentuk dinding dari presipitasi kristal kalsium fluoride yang terbentuk didalam tubuli dentin. Presipitasi ini merupakan campuran dari kalsium fluoride dan fluor apatit. Jika fluor apatit merupakan komponen predominan pada presipitasi itu, oklusi yang stabil akan terbentuk karena ia lebih jenuh dibandingkan dengan saliva dan akan terdeposit ditubuli dentin.

Gambar 8: Ion kalsium yang menghambat respon neural terhadap rangsang rasa sakit. Metode terbaru dalam merawat hipersensitifitas dentin adalah dengan menggunakan varnis atau agen bonding untuk menghambat tubuli dentin. Bahan restoratif seperti glass ionomer cement (GIC) dan agen bonding dentin dapat digunakan jika gigi memerlukan tindakan rekonturing atau pada gigi yang tidak memberikan reaksi pada perawatan lain. Bahan restoratif seperti resin, sealant dan varnis hanya berkesan untuk jangka

waktu yang pendek dan dapat hilang seiring waktu sehingga hipersensitifitas dentin dapat kambuh kembali. (4) Resin komposit, GIC dan varnis bekerja sebagai filling, menutup jalan masuk tubuli dentin dan menghambat sensitifitas dengan membentuk dinding penutup. Namun, terapi dengan bahan restoratif hanya diindikasikan jika terdapat kehilangan jaringan dental. (2) Faktor lain yang harus diperhatikan dalam mengeliminasi atau mengurangkan hipersensitifitas dentin adalah kontrol plak yang berterusan. Akumulasi plak pada permukaan akar dapat mengakibatkan terjadinya demineralisasi pada gigi yang berhubung dengan terbukanya tubuli dentin. Pasien dengan kontrol plak yang baik, kasus hipersensitifitas dentin sangat sedikit ditemukan dibandingkan pasien dengan oral hygiene yang buruk.(5)

Tabel 1 : Pilihan perawatan hipersensitifitas dentin

(2)

BAB 3
KESIMPULAN
Hipersensitifitas dentin merupakan satu masalah yang sering terjadi pada masyarakat umum. Penyebab utama hipersensitifitas dentin adalah karena dentin terbuka dan disertai faktor -faktor predisposisi yang lain seperti rangsang rasa manis, dingin dan mekanik. Teori yang digunakan untuk menjelaskan mekanisma terjadinya hipersensitifitas dentin adalah teori hidrodinamik dan teori ini telah dibuktikan dalam banyak penelitian -penelitian yang dilakukan. Menurut teori hidrodinamik, cairan yang terdapat pada tubuli dentin yang berperan menimbulkan rasa sakit. Adanya rangsang termal atau kimiawi akan mengakibatkan cairan ini bergerak dan menstimulasi baroreseptor sehingga terjadinya transmisi rangsang pada syaraf dan menimbulkan rasa sakit. Prinsip perawatan hipersensitifitas dentin adalah secara tubular occlusion atau menghambat aktifitas syaraf dengan cara diffusi ion langsung, meningkatkan konsentrasi ion natrium yang bekerja pada serabut sensorik pulpa.Selain itu, dentrifices, obat kumor dan pasta gigi yang mengandung bahan aktif desentisasi juga dapat disarankan kepada pasien untuk mengurangkan hipersensitifitas dentin.

DAFTAR PUSTAKA
1. Patricia A. Walters. Dentinal Hypersensitivity : A Review. The journal of Contemporary Dental Practice, Vol. 6, No.2, May 15, 2005. 2. Isabel C.C.M, Ana K. M, Marcos A. J. Diagnosis and treatment of dentinal hypersensitivity. Journal of Oral Science, Vol.51, No. 3, 323-332, 2009.
3. Jill S. Nield-Gehrig, Donald E. Willmann. Foundation of Periodontics for the

Dental Hygienist. 2nd Ed: Wolters Kluwer Inc; 2008.


4. Newman M G, Takei H, Klollevold P, Carranza F, Odont D R. Carranzas

Clinical Periodontology. 10th Ed: Saunders Elsevier Inc;2006. 5. PM Bartold. Dentinal hypersensitivity: a review. Australian Dental Journal, Vol. 51, No.3, 212-218, 2006. 6. Chun-hung Chu. Management of Dentine Hypersensitivity. Vol. 15, No.3, March 2010.
7. Theodore M. Roberson, Harald O.H, Edward J.S. Studevant's Art and

Science of Operative Dentistry. 5th Ed: Mosby Elsevier Inc; 2009. 8. Peter F. Fedi. The Periodontic Syllabus. Lea & Febiger Philadelphia;1985.

HIPERSENSITIFITAS DENTIN
Nama : Nur Izanti bt Mohd Surat Nim : 2011 - 16- 126 Pembimbing : Drg Amelia Kristiani,sp perio.

You might also like