You are on page 1of 15

Andreas Hadinata / 10.2009.026 Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA Semester V Fakultas Kedokteran UKRIDA Jakarta 2012 Jl.

Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510 Andreas.Hadinata@yahoo.com

Pendahuluan
Trombositopenia adalah manifestasi penyakit autoimun yang umum. Keparahan dari trombositopenia akibat autoimun bervariasi. Pada beberapa kondisi pasien akan mengalami trombositopenia (100-2000/uL), tetapi pada pasien lainnya dapat terjadi trombositosis sampai dengan 20.000/uL. Salah satu trombositopenia yang diakibatkan oleh karena autoimun adalah diopatik trombositopenia purpura. Penyakit ini tidak berhubungan dengan obat, infeksi atau penyakit autoimun autoimun lainnya. Diagnosis ITP dapat dipakai ketika ditemukan adanya trombositopenia akibat karena destruksi imunologi maupun non-imunologi. Penyakit ini bisa terjadi pada orang dewasa maupun anak-anak, tetapi pada orang dewasa biasanya kasusu yang terjadi adalah bentuk kronik dari ITP, di mana terjadi peningkatan produksi dari trombosit untuk mengimbangi penghancuran trombosit yang tarjadi.

Tujuan
1. Untuk menambah wawasan pembaca mengenai ITP (Idiopathic Thrombocytopenic Purpura). 2. Untuk memahami anamnesa, pemeriksaan, diagnosis, etiologi, epidemiologi, patogenesis, gejala klinis, pengobatan, komplikasi, prognosis serta pencegahan dari ITP.

Fakultas Kedokteran UKRIDA Jakarta 2011 Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510 Andreas.Hadinata@yahoo.com

Analisis Masalah

Gejala Klinis Etiologi

Epidemiologi

Patofisiologi
Diagnosis WD DD

Penatalaksanaan
Medika mentosa Non- medika mentosa

Pemeriksaan
Pemeriksaan fisik + PF kasus Pemeriksaan penunjang Wanita 29 tahun lengan ka-ki, kaki kaki timbul bintik-bintik sejak 3 hari lalu, mimisan, gusi berdarah, trombositopenia

komplikasi

Anamesis

Prognosis

Anamnesis
Beberapa hal yang dapat ditanyakan untuk mengarahkan anamnesis kepada ITP : 1. Trombositopenia terjadi 1-3 minggu setelah infeksi bakteri atau virus (infeksi salurannafas atas atau saluran cerna), misalnya Rubella, Rubeola, Chicken Pox atau vaksinasidengan virus hidup. 2. Riwayat perdarahan, gejala dan tipe perdarahan, lama perdarahan, 3. Riwayat sebelum perdarahan. 4. Riwayat pemberian obat-obat, misalnya heparin, sulfonamid, quinidine/quinine, aspirin. 5. Riwayat ibu menderita HIV, riwayat keluarga yang menderita trombositopenia atau kelainan hematologi.1

Fakultas Kedokteran UKRIDA Jakarta 2011 Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510 Andreas.Hadinata@yahoo.com

Pemeriksaan
Pemeriksaan Fisik Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk : Menunjukkan adanya penyakit lain yang dapat menyebabkan terjadinya trombositopenia Melihat tanda-tanda fisik yang menunjukkan adanya perdarahan intrakranial yang serius.1 A. Tanda-tanda Vital Adanya hipertensi dan bradikardi menunjukkan adanya peningkatan tekanan intrakranial.2 B. Inspeksi Umum : adanya tanda-tanda penyakit kronis, infeksi, dan tanda-tanda gizi buruk menunjukkan adanya penyakit lain yang menyertai Kulit dan selaput lendir Sebuah kesal awal keparahan ITP dibentuk dengan memeriksa kulit dan selaput lendir Ptechiae luas dan ekimosis, perdarahan ginggiva menunjukkan bahwa pasien pada risiko komplikasi perdarahan yang sirius. Jika tekanan darah pasien diambil barubaru ini, petechiae dapat diamati di bawah dan distal ke daerah mana manset ditempatkan dan meningkat. Trombositopenia ringan dan risiko yang relatif rendah untuk perdarahan komplikasi.3 Dapat terjadi hepatomegali dan atau splenomegali.1

C. Palpasi Abdomen

Pemeriksaan Penunjang A. Hitung darah lengkap Jumlah trombosit menunjukkan penurunan hemoglobin, hematokrit, trombosit (trombosit di bawah 20 ribu/mm3) Anemia normositik : bila lama bisa menjadi mikrositik hipokrom Leukosit biasanya normal. Bila terjadi perdarahan hebat bisa terjadi leukositosis ringan, dan pada kejadian lama terjadi limfositosis relatif dan leukopenia ringan

Fakultas Kedokteran UKRIDA Jakarta 2011 Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510 Andreas.Hadinata@yahoo.com

B. Sumsum tulang biasanya normal, tetapi megakariosit muda dapat bertambah dengan maturasion arrest pada stadium megakariosit. Jika terindikasi menunjukkan seri granulosit dan eritrosit yang normal dan sering kali eosinofilia ringan. C. Masa perdarahan memanjang, masa pembekuan normal, retraksi pembekuan abnormal, protrombin consumption memendek, test RL (+).3

Diagnosis
Working Diagnosis Working diagnosis yang dipilih oleh kelompok saya adalah ITP (Idiopathic Thrombocytopenic Purpura). Di mana pada kasus dijelaskan bahwa pasien wanita yang datang berusia 29 tahun dengan keluhan banyak bintik merah pada lengan kanan dan kiri, kaki kanan dan kiri yang timbul tiba-tiba sejak 3 hari lalu, juga terdapat mimisan, gusi berdarah, dan trombositopenia.

Differensial Diagnosis Koagulasi Intravascular Diseminata (KID) Merupakan suatu keadaan di mana sistem koagulasi dan/atau fibrinolitik teraktivasi secara sistematik, menyebabkan koagulasi intravaskular luas dan melebihi mekanisme antikoagulan alamiah. KID merupakan kejadian antara yang disebabkan oleh kelainan yang jelas dengan patofisiologi dan manifestasi klinis yang bervariasi. Gambaran klinis pada KID dapat berkaitan dengan peristiwa KID itu sendiri, dengan penyakit yang mendasari, atau keduanya. Perdarahan pada kulit seperti petekie, ekimosis, dari bekas suntikan atau tempat infus atau pada mukosa, sering ditemukan pada KID akut. Perdarahan ini juga bisa masif dan membahayakan, misalnya pada traktus gastrointestinal, paru, SSP, mata. Pasien dengan KID kronik umumnya hanya disertai sedikit perdarahan pada kulit dan mukosa.1

Drug Induced Trombositopenia Pasien akibat DIT akan merasakan sensasi obat selama sekitar 1 minggu atau bersalang-seling selama jangka waktu lama sebelum didahului dengan peteki dan ekimosis yang mana merupakan indikasi trombositopenia. Kadang-kadang, gejala timbul dalam 1-2 hari setelah benar-benar jelas adanya pengaruh pertama pada obat.
Fakultas Kedokteran UKRIDA Jakarta 2011 Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510 Andreas.Hadinata@yahoo.com

Gejala seperti mengugau, dingin, demam, sakit kepala, dan muntah sering mendahului gejala perdarahan. Pada pasien berat mempunyai purpura dan perdarahan dari hidung, gusi, dan gastrointestinal.1

Hemofilia Merupakan penyakit pedarahan akibat kekurangan faktor pembekuan darah yang diturunkan (herediter) secara sex-linked recessive pada kromosom X. Meskipun hemofilia merupakan penyakit herediter tetapi sekitar 20-30% pasien tidak memiliki riwayat keluarga dengan gangguan pembekuan darah, sehingga diduga terjadi mutasi spontan akibat lingkungan endogen ataupun eksogen. Sampai saat ini dikenal 2 macam hemofilia yang diturunkan secara sex-linked recessive, yaitu : Hemofilia A (hemofilia klasik), akibat defisiensi atau disfungsi faktor pembekuan VIII (F VIIIC) Hemofilia B (christmas disease) akibat defisiensi atau disfungsi faktor F IX (faktor christmas) Perdarahan merupakan gejala dan tanda klinis khas yang sering dijumpai pada kasus hemofilia. Perdarahan dapat timbul secara spontan atau akibat trauma ringan sampai sedang serta dapat timbul saat bayi mulai belajar merangkak. Manifestasi klinis tersebut tergantung pada beratnya hemofilia (akibat faktor pembekuan). Tanda perdarahan yang sering dijumpai yaitu berupa hemartrosis, hematom subkutan/intramuskular, perdarahan mukosa mulut, perdarahan intrakranial, epistaksis dan hematuria. Sering pula dijumpai perdarahan yang berkelanjutan pascaoperasi kecil (sirkumsisi, ektraksi, gigi).1

Demam Berdarah Dengue (DBD) Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manufestasi klinis demam, nyeri otot dan atau neyri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue adalah demam berdarah dengue yang ditandai renjatan/shock.1 Manifestasi klinis infeksi virus dapat bersifat asimtopatik atau dapat berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau sindrom syok dengue (SSD).
Fakultas Kedokteran UKRIDA Jakarta 2011 Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510 Andreas.Hadinata@yahoo.com

Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini sudah tidak demam, akan tetapi memiliki risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan adekuat.1

Etiologi
Penyakit ini sering timbul terkait dengan sensitisasi oleh infeksi virus, pada kira-kira 70% kasus ada penyakit yang mendahului seperti rubella, rubeola, atau infeksi saluran napas atau virus. Jarak waktu antara infeksi dan awitan purpura rata-rata 2 minggu.4

Gejala Klinis
Tampilan gangguan ini biasanya akut, dengan perdarahan kedalam kulit, baik spontan atau setelah trauma ringan. Lesi berkisar dari ptekie pin-point sampai ekimosis yang besar. Distribusi lesi dapat acak, tetapi sering meningkatpada titik-titik tekanan,seperti sekitar leher dan tenggorok ketika batuk, pada wajah ketika menangis, atau dibawah ikat pinggang elastic. Perdarah hidung dan perdarahan dari selaput lendir tidak jarang terjadi dan sering mengakibatkan kehilangan darah yang berat. Perdarahan system pusat terjadi pada 0,5% kasus dan menyebabkansebagian besar kematian pada penyakit ini. Perdarahan intracranial dapat terjadi kapanpun selama perjalanan penyakit dan dikaitkan dengan hitung trombosit kurang dari10.000/mm3.5 Awitan biasanya akut, memar dan ruam ptekie menyeluruh terjadi 1-4 minggu setelah infeksi virus atau beberapa kasus tidak ada penyakit yang mendahului.Perdarahan khas tidak asimetris dan mungkin encolok di tungkai bawah. Perdarahan pada selaput lendir dapat mencolok, dengan bulla di gusi dan bibir. Perdarahan hidung mungkin hebat dan sukar dikendalikan. Perdarahan paling serius adalah perdarahan intracranial, yang terjadi kurang dari 1% kasus. Hati, limpa dan kelenjar limfe kadang-kadang dapat membesar. Kecuali tanda peradangan akut, penderita tampak baik secara klinis. Fase akut penyakit disertai perdarahan spontan selama 1-2 minggu.Trombositopenia mungkin menetap, tetapi perdarahan mukokutan spontan menyurut.Kadang-kadang awitan lebih perlahan-lahan, dengan memar sedang dan sedikitptekie.1

Fakultas Kedokteran UKRIDA Jakarta 2011 Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510 Andreas.Hadinata@yahoo.com

Epidemiologi
Insiden PTI pada anak antara 4,0-5,3 per 100.000, PTI akut pada umumnya tejadi pada anak-anak usia antara 2-6 tahun. 7-28% anak-anak dengan PTI akut berkembang menjadi kronik (15-20%). Purpura trombositopenia Idiopatik (ITP) pada anak berkembang menjadi bentuk PTI kronik pada beberapa kasus menyerupai PTI dewasa yang khas. Insiden PTI kronis pad anak diperkirakan 0,46 per 100.000 anak per tahun. Insiden PTI kronis dewasa adalah 58-66 kasus baru per satu juga populasi pertahun (5,8-6,6 per 100.000) di Amerika dan serupa yang ditemukan di Inggris/ Purpura trombositopenia Idiopatik (PTI) kronik pada umumnya terdapat pada orang dewasa dengan median rata-rata usia 40-45 tahun. Rasio antara perempuan dan laki-laki antara 1:1 pada pasien PTI akut sedangkan pada PTI kronik adalah 2-3:1 Pasien PTI refrakter didefinisikan sebagai suatu PTI yang gagal diterapi dengan kortikosteroid dosis standar dan splenoktomi yang selanjutnya mendapat terapi karena angkat trombosit di bawa nrmal atau ada perdarahan. Pasien PTI refrakter ditemukan kira-kira 2530% dari jumlah pasien PTI. Kelompok ini mempunyai respon buruk terhadap pemberian terapi dengan morbiditas yang cukup bermakna dan mortalitan kira-kira 16%.1

Patofisiologi
Sindroma PTI disebabkan oleh autoantibodi trombosit spesifik yang berikatan dengan trombosit autolog kemudian dengan cepat dibersihkan dari sirkulasi oleh sistem fagosit mononuklear melalui reseptor Fc makrofag. Pada tahun 1982 Van leeuwen pertama mengidentifikasi membran trombosit glikoprotein IIb/IIIa (CD41) sebagai antigen yang dominan dengan mendemostrasikan bahwa autoantibodi eluate dari trombosit pasien PTI berikatan dengan trombosit normal.1 Diperkirakan bahwa PTI diperantarai oleh suatu autoantibodi, mengingat kejadian transient trombositopeni pada neonatus yang lahir dari ibu yang menderita PTI, dan perkiraan ini didukung oleh kejadian transient trombositopeni pada orang sehat yang menerima tranfusi plasma kaya IgG, dari seorang penderita PTI. Trombosit plasma kaya IgG, dari seorang penderita PTI. Trombosit yang diselimuti oleh autoantibodi IgG akan mengalami percepatan pembersihan di lien dan di hati setelah berikatan dengan reseptor Fcg yang diekspresikan oleh makrofag jaringan. Pada sebagian besar penderita akan terjadi mekanisme kompensasi
Fakultas Kedokteran UKRIDA Jakarta 2011 Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510 Andreas.Hadinata@yahoo.com

dengan peningkatan produksi trombosit. Pada sebagian kecil yang lain, produksi trombosit tetap terganggu, sebagian akibat destruksi trombosit yang diselimuti autoantibodi oleh makrofag di dalam sumsum tulang (intramedullary), atau karena hambatan pembentukan megakariosit (megakaryocytopoiesis), kadar trombopoetin tidak meningkat, menunjukkan adanya masa megakariosit normal. Untuk sebagian kasus PTI yang ringan, hanya trombosit yang diserang, dan megakariosit mampu untuk mengkompensasi parsial dengan meningkatkan produksi trombosit. Penderita PTI dengan tipe ini dapat dikatakan menderita PTI kronik tetapi stabil dengan jumlah trombosit yang rendah pada tingkat yang aman. Pada kasus yang berat, auto antibodi dapat langsung menyerang antigen yang terdapat pada trombosit dan juga pada megakariosit. Pada tipe ini produksi trombosit terhenti dan penderita harus menjalani pengobatan untuk menghindari risiko perdarahan internal/ organ-organ dalam.1 Antigen pertama yang berhasil diidentifikasi berasal dari kegagalan antibodi PTI untuk berikatan dengan trombosit yang secara genetik ekkurangan kompleks glikoprotein Iib/IIIa. Kemudian berhasil diidentifikasi antibodi yang bereaksi dengan glikoprotein Ib/IX,Ia/IIA, IV, dan V dan deteminan trombosit lain. Juga dijumpai antibodi yang bereaksi terhadap berbagai antigen yang berbeda. Destruksi trombosit dalam sel penyaji antigen yang diperkirakan dipicu oleh antobodi, akan menimbulkan pacuan pembentukan neoantigen, yang berakibat produksi antobodi yang cukup untuk menimbulkan trombositopeni.1 Secara alamiah, antibodi terhadap kompleks glikoprotein Iib/IIIa memperlihatkan restriksi penggunaan rantai ringan, sedangkan antibodi yang berasal dari displai phage menunjukkan bahwa antibodi tersebut berasal dari klon sel B yang mengalami seleksi afinitas yang diperantarai antigen dan melalu mutasi somatik. Penderita PTI dewasa sering menunjukkan peningkatan jumlah HLA-DR + T cells, peningkatan jumlah reseptor interleukin 2 dan peningkatan profil sitokin yang menunjukkan aktivasi prekursor sel T helper dan sel T helper tipe 1. Pada pasien-pasien ini, sel T akan merangsang sintesis antobodi setelah terpapar fragmen glikoprotein Iib/Iia tetapi bukan karena terpapar oleh protein alami. Penurunan epitop kroptik ini secara in vivo dan alasan aktivasi sel T yang bertahan lama tidak diketahui dengan pasti.1 Kebanyakan penderita mempunyai antobodi terhadap glikoprotein pada permukaan trombosit pada saat penyakit terdiagnosis secara klinis. Pada awalnya glokoprotein Iib/IIIa dikenali oleh autoantibodi, sedangkan antobodi yang mengenali glikoprotein Ib/IX belum terbentuk pada tahap ini (1) Trombosit yang diselimuti autoantibodi akan berikatan dengan
Fakultas Kedokteran UKRIDA Jakarta 2011 Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510 Andreas.Hadinata@yahoo.com

sel penyaji antigen (mekrofag atau sel dendritik) melalui reseptor Fcg kemudian mengalami proses internalisasi dan degradasi (2) Sel penaji antigen tidak hanya merusak glikopreotein IIb/IIIa, tetapi juga memproduksi epitop kriptik dari glikoprotein trombosit yang lain (3). Sel penyaji antigen yang teraktivasi (4) Mengekspresikan peptida baru pada permukaan sel dengan bantuan kostimulasi (yang ditunjukkan oleh interaski antara CD 154 dan CD 40) dan sitokin yang berfunsi memfasilitasi proliferasi inisiasi CD4-positif T cell clone (T-cell clone1) dan spesifitas tambahan (T-cell clone-2) (5). Reseptor sel imunoglobulin sel B yang mengenali antogen trombosit (B-cell clone-2) dengan demikian akan menginduksi proliferasi dan sintesis antiglikoprotein 1b/IX antobodi dan juga meningkatkan produksi antiglikoprotein Iib/IIIa antibodi oleh B-cell clone 1.1 Metode yang saat ini digunakan untuk penatalaksanaan Pti diarahkan secara langsung pada berbagai aspek berbeda dari lingkaran produksi antibodi dan sensitisasi, klirens dan produksi trombosit.1 Pada umumnya obat yang digunakan sebagai terapi awal PTI menghambat terjadinya klirens antibodi yang menyelimuti trombosit oleh ekspresi reseptor FCG pada makrofag jaringan (1). Splenektomi sedikitnya bekerja pada sebagian mekanisme ini namun mungkin pula menggangu interaksi sel-T dan sel-B yang telibat dalam sintesis antobodi pada beberapa penderita. Kortikosteroid dapat pula mingkatkan produksi trombosit dengan cara menghalangi kemampuan makrofag dalam sumsum tulang untuk menghancurkan trombosit, sedangkan trombopotein berperan merangsang progenitor megakariosit (2). Beberapa imunosupresan non spesifik seperti azathioprin dan siklosforin, bekerja pada tingkat sel-T. (3). Antibodi monoklonal terhadap CD 154 yang saat ini menjadi target uji klinik, merupakan kostimulasi molekul yang diperlukan untuk mengoptimalkan sel-T makrofag dan interaksi sel-T dan sel-B yang telibat dalam produksi antobodi dan pertukaran las (4). Imunoglobilin iv mengandung antiidiotypic antobody yang dapat menghambat produksi antibodi. Antibodi monoklonal yang mengenali ekspresi CD20 pada sel-sel B juga masih dalam penelitian (5). Plasmaferesis dapat mengeluarkan antobodi sementara dari plasma (6). Transfusi dapat untuk menggambarkan bagaimana pendekatan pengobatan dapat dilakukan sebagai terapi awal PTI dalam menghambat terjadinya klirens antobodi yang menyelimuti trombosit oleh ekspresi reseptor Fcg pada makrofag jaringan (1). Plenektomi sedikitnya bekerja pada sebagian mekanisme ini namun pula mengganggu interaksi sel-T dan sel-B yang terlibat dalam sintesis antobodi pada beberapa penderita. Kortikosteroid dapat pula meningkatkan produksi trombosit dengan cara menghalangi kemampuan makrofag dalam sumsum tulang untuk
Fakultas Kedokteran UKRIDA Jakarta 2011 Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510 Andreas.Hadinata@yahoo.com

menghancurkan trombosit, sedangkan trombopoetin berperan merangsang progenitor megakriosit (2). Bebrapa imunosupresan non spesifik seperti azathioprin dan siklosforin, bekerja pada tingkat sel-T (3). Antibodi monoklonal terhadap CD 154 yang saat ini menjadi target uji klinik, merupakan kostimulasi molekul yang idperlukan untuk mengoptimal sel-T makrofag dan interaksi sel-T dan sel-B yang terlihat dalam produksi antibodi dan pertukaran klas (4). Imunoglobulin iv mengandung antiidiotypic antibody yang dapat menghambat produksi antibodi. Antibodi monoklonal yang mengenali ekspresi CD20 pada sel-sel B juga masih dalam penelitian (5). Plasmaferesis dapat mengeluarkan antibodi sementara dari plasma (6). Transfusi trombosit diperlukan pada kondisi darudat untuk terapi perdarahan. Efek dari stafilokokkus protein A pada sususan antibodi masih dalam penelitian.1

Penatalaksanaan
Terapi PTI lebih ditujukan untuk menjaga jumlah trombosit dalam kisaran aman sehingga mencegah terjadinya perdarahan mayor.5

Non-medikamentosa 1. Menghindari aktivitas fisik berlebihan untuk mencegah trauma terutama trauma kepala 2. Menghindari pemakaian obat-obatan yang memepengaruhi fungsi trombosit 3. Edukasi pasien.5

Medikamentosa Terapi Awal PTI (standar) Pengobatan inisial dengan prednison 1-2 mg/kgBB selama 2 minggu. Respon terapi prednison terjadi dalam 2 minggu dan pada umumnya terjadi pada minggu pertama bila respon baik maka kortikosteroid dilanjutkan hingga 1 bulan,kemudian tapering. Kriteria respon awal adalah peningkatan AT <30.000/ul, AT>50.000/uL setelah 10 hari terapi awal, terhentinya perdarahan. Respon menetap bila AT menetap >50.000/uL setelah 6 bulan follow up. Pasien yang simptomatik persisten dan trombositopenia berat (AT < 10.000/uL) setelah mendapat terapi prednisolon perlu dipertimbangkan untuk splenektomi. Imunoglobulin intravena (igIV) dosis 1g/kg.hari selama 2-3 hari berturut-turut digunakan bila terjadi perdarahan internal, saat AT<5.000/ul meskipun telah mendapat terapi
Fakultas Kedokteran UKRIDA Jakarta 2011 Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510 Andreas.Hadinata@yahoo.com

10

kortikosteroid dalam bebrapa hari atau adanya purpura yang progresif. Hampir 80% penderita berespon baik dengan cepat meningkatkan AT namun perlu pertimbangan biaya. Gagal ginjal dan insufiensi paru dapat terjadi serta syok anafilaktik pada penderita yang mempunyai defisiensi IgA kongenital.5 Mekanisme kerja IgIV pada PTI masih belum banyak diketahui, namun meliputi blokadi fc reseptor, anto-idiotype antibodies pada IgIV yang menghambat ikatan autoantibodi dengan trombosit yang bersirkulasi dan imunosupresi.1 Splenektomi untuk terapi PTI telah digunakan sejak tahun 1916 dan digunakan sebagai pilihan terapi setela steroid sejak tahun 1950-an. Splenektomi pada PTI dewasa dipertimbangkan sebagai terapi lini kedua yang gagal berespon dengan terapi kortikosteroid atau yang perlu terapi trombosit terus-menerus. Efek spenektomi pada kasus yang berhasil adalah menghilangkan tempat-tempat antobodi yang tertempel trombosit yang bersifat merusak dan menghilangkan produksi antibodi anti trombin. Indikasi splenektomi sebagai berikut : Bila AT < 50.000/ul setelah 4 minggu Angka trombosit tidak menjadi normal setelah 6-8 minggu (karena problem efek samping) Angka trombosit normal tetapi menurun bila dosis diturunkan Respon post splenektomi didefinisikan sebagai : Tak ada respons bila gagal mempertahankan AT>50.000/uL beberapa waktu setelah splenektomi, Relaps bila AT turun <50.000/uL. Angka 50.000 dipilih karena di atas batas ini penderita tidak diberi terapi. Respons splenektomi bervariasi antara 50% sampai dengan 80%.1

Penanganan Relaps Pertama Splenektomi perlu bagi orang dewasa umumnya yang relaps atau yang tidak berespon dengan kortikosteroid, Immunoglobulin iv dan imunnoglobulin anti-D. Lebih banyak spesialis menggunakan AT<30.000/uL. Tidak ada konsensus yang menetapkan lama terapi kortikosteroid. Penggunaan immunoglobulin anti-D sebagai terapi awal masih dalam penelitian tergantung pada beratnya trombositopenia dan luasnya perdarahan mukokutaneus. Untuk memutuskan apakah terapi penderita yang mempunyai AT 30.000/uL sampai 50.000/uL bergantung pada ada tidaknya faktor risiko perdarahan yang menyertai dan ada tidaknya risiko tinggi untuk trauma. Pada AT>50.000/uL perlu diberi IgIV sebelum pembedahan atau setelah trauma pada beberapa pasien. Pada penderita PTI kronik
Fakultas Kedokteran UKRIDA Jakarta 2011 Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510 Andreas.Hadinata@yahoo.com

11

dan AT<30.000/uL IgIV atau metilprednisolon dapat membantu meningkatkan AT dengan segera sebelum splenektomi. Daftar medikasi untuk terapi PTI kronik pada pasien yang mempunyai AT<30.000/uL dapat dipergunakan secara individial, namun danazol atau dapson sering dikombinasi dengan prednison dosis rendah dibutuhkan untuk mencapai suatu AT hemostasis. IgIV dan anti-D imunoglobilin umumnya sebagai cadangan untuk PTI berat dan tidak respin dengan terapi oral. Untuk memutuskan apakah perlu dilakukan splenektomi, kemudian terapi medis diteruskan atau dosis diturunkan dan akhirnya terapi dihentikan pada penderita PTI kronik dengan AT 30.000/uL atau lebih, bergantung pada intensitas terapi yang diperlukan, toleransi samping, risiko yang behubungan dengan pembedahan dan pilihan penderita.1

Terapi PTI Kronik Refrakter Pasien refrakter didefiniskan sebagai kegagalan terapi kortikosteroid dosis standar dan splenektomi serta membutuhkan terapi lebih lanjut karena AT yang rendah atau terjadi perdarahan klinis. Kelompok ini memiliki respon terapi yang rendah, mempunyai morbiditas yang signifikan terhadap penyakit ini dan terapinya serta memiliki mortalitas sekitar 16%. Pti refrakter kronik ditegakkan bila ditemukan 3 kriteria sebagai berikut : 1. PTI menetap lebih dari 3 bulan 2. Penderita gagal berspon dengan splenektomi 3. AT<30.000/uL

Untuk penderita yang dengan terapi standar kortikosteroid tidak membaik, ada beberapa pilihan terapi yang dapat digunakan sebagai berikut : Steroid dosis tinggi IVIg dosis tinggi Anti-D IV Alkaloid vinka Danazol Obat imunosupresif : azathioprin, siklofosfamid Kemoterapi kombinasi Dapsone .1

Fakultas Kedokteran UKRIDA Jakarta 2011 Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510 Andreas.Hadinata@yahoo.com

12

Komplikasi
Yang menjadi komplikasi dari penyakit ITP ini antara lain:

Perdarahan intrakranial (pada kepala). Ini penyebab utama kematian penderitaITP. Kehilangan darah yang luar biasa Efek samping dari kortikosteroid Infeksi pneumococcal. Infeksi ini biasanya didapat setelah pasien mendapatterapi splenektomi. Si penderita juga umumnya akan mengalami demam sekitar 38.8oC.5

Pencegahan
1. Menghindari aktivitas fisik berlebihan untuk mencegah trauma terutama trauma kepala 2. Menghindari pemakaian obat-obatan yang memepengaruhi fungsi trombosit 3. Edukasi pasien.4

Prognosis
Respon terapi dapat mencapai 50%-70% dengan kortikosteroid. Pasien PTI dewasa hanya sebagian kecil dapat mengalami remisi spontan penyebab kematian pada Pti biasanya diebabkan oleh perdarahan intra kranial yang berakibat fatal berkisar 2,2% untuk usia lebih dari 40 tahun dan sampai 47,8% untuk usia lebih dari 60 tahun.1

Fakultas Kedokteran UKRIDA Jakarta 2011 Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510 Andreas.Hadinata@yahoo.com

13

Kesimpulan
Purpura Trombositopeni Idiopatik (ITP) akut, purpura trombositopeni yang palingsering pada masa anak. Dihubungkan dengan petekie, perdarahan mukokutan, dan kadang-kadang, perdarahan ke dalam jaringan. Ada penurunan berat badan pada trombosit sirkulasi,meskipun terdapat cukup jumlah megakariosit dalam sumsum tulang. ITP biasanya terjadi setelah penyakit virus yang umum pada masa kanak-kanak, termasuk varisela, rubela, rubeola, dan infeksi saluran napas. ITP mengenai anak laki-laki dan perempuan dengan rata.Tampilan gangguan ini biasanya akut dengan perdarahan dibawah kulit, baik spontan atau setelah trauma ringan. Perdarahan hidung atau selaput lendir tidak jarang terjadi dan sering mengakibatkan kehilangan darah yang berat. Pada anamnesis riwayat penyakit sering mendukung adanya infeksi virus selama 4 minggu sebelum tampilan klinis dan dapat menampakkan meningkatnya memar dan perdarahan. Pada pemeriksaan fisik normal selaintanda perdarahan dan tidak ada bukti yang menunjukkan splenomegali, hepatomegali,limfadenopati, massa, ruam (selain ekimosis) dan pembengkakan sendi. Terapi PTI lebih ditujukan untuk menjaga jumlah trombosit dalam kisaran aman sehingga mencegah terjadinya perdarahan mayor.

Fakultas Kedokteran UKRIDA Jakarta 2011 Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510 Andreas.Hadinata@yahoo.com

14

Daftar Pustaka
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Setiati S. Ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta : Interna Publishing; 2009. Hal 969-70. 2. Hillman RS, Ault KA, Rinder HM. Hematology in clinical practice. Edisi 4. McGrawHill; 2005. Hal 347. 3. Kee J F. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik. Edisi 6. 2008 : 175176,234-235. 4. Sudiono H, Iskandar I, Edward H, Halim S L, Santoso R. Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Ukrida. Penuntun Patologi Klinik Hematologi. 2009 : 5179,173. 5. Price, Sylvia A, Lorraine M. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2006. Hal 199-200.

Fakultas Kedokteran UKRIDA Jakarta 2011 Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510 Andreas.Hadinata@yahoo.com

15

You might also like