You are on page 1of 10

LBM 2 BLOK 3.

5
Dampak Penggunaan Narkoba
1) Dampak penyalahgunaan narkoba terhadap fisik Gangguan pada system syaraf (neurologis) seperti: kejang-kejang, halusinasi, gangguan kesadaran, kerusakan syaraf tepi Gangguan pada jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) seperti: infeksi akut otot jantung, gangguan peredaran darah Gangguan pada kulit (dermatologis) seperti: penanahan (abses), alergi, eksim Gangguan pada paru-paru (pulmoner) seperti: penekanan fungsi pernapasan, kesukaran bernafas, pengerasan jaringan paru-paru Sering sakit kepala, mual-mual dan muntah, murus-murus, suhu tubuh meningkat, pengecilan hati dan sulit tidur Dampak penyalahgunaan narkoba terhadap kesehatan reproduksi adalah gangguan pada endokrin, seperti: penurunan fungsi hormon reproduksi (estrogen, progesteron, testosteron), serta gangguan fungsi seksual Dampak penyalahgunaan narkoba terhadap kesehatan reproduksi pada remaja perempuan antara lain perubahan periode menstruasi, ketidakteraturan menstruasi, dan amenorhoe (tidak haid) Bagi pengguna narkoba melalui jarum suntik, khususnya pemakaian jarum suntik secara bergantian, risikonya adalah tertular penyakit seperti hepatitis B, C, dan HIV yang hingga saat ini belum ada obatnya Penyalahgunaan narkoba bisa berakibat fatal ketika terjadi over dosis yaitu konsumsi narkoba melebihi kemampuan tubuh untuk menerimanya. Over dosis bisa menyebabkan kematian Sistem Reproduksi : sering terjadi kemandulan. Kulit : terdapat bekas suntikan bagi pengguna yang menggunakan jarum suntik, sehingga mereka sering menggunakan baju lengan panjang. Komplikasi pada kehamilan : - Ibu : anemia, infeksi vagina, hepatitis, AIDS. - Kandungan : abortus, keracunan kehamilan, bayi lahir mati - Janin : pertumbuhan terhambat, premature, berat bayi rendah. 2) Dampak penyalahgunaan narkoba terhadap psikis Lamban kerja, ceroboh kerja, sering tegang dan gelisah Hilang kepercayaan diri, apatis, pengkhayal, penuh curiga Agitatif, menjadi ganas dan tingkah laku yang brutal Sulit berkonsentrasi, perasaan kesal dan tertekan Cenderung menyakiti diri, perasaan tidak aman, bahkan bunuh diri 3) Dampak penyalahgunaan narkoba terhadap lingkungan sosial Gangguan mental, anti-sosial dan asusila, dikucilkan oleh lingkungan Merepotkan dan menjadi beban keluarga Pendidikan menjadi terganggu, masa depan suram

DAMPAK FISIK Adaptasi biologis tubuh kita terhadap penggunaan narkoba untuk jangka waktu yang lama bisa dibilang cukup ekstensif, terutama dengan obat-obatan yang tergolong dalam kelompok downers. Tubuh kita bahkan dapat berubah begitu banyak hingga sel-sel dan organ-organ tubuh kita menjadi tergantung pada obat itu hanya untuk bisa berfungsi normal. Salah satu contoh adaptasi biologis dapat dilihat dengan alkohol. Alkohol mengganggu pelepasan dari beberapa transmisi syaraf di otak. Alkohol juga meningkatkan cytocell dan mitokondria yang ada di dalam liver untuk menetralisir zat-zat yang masuk. Sel-sel tubuh ini menjadi tergantung pada alcohol untuk menjaga keseimbangan baru ini. Tetapi, bila penggunaan narkoba dihentikan, ini akan mengubah semua susunan dan keseimbangan kimia tubuh. Mungkin akan ada kelebihan suatu jenis enzym dan kurangnya transmisi syaraf tertentu. Tiba-tiba saja, tubuh mencoba untuk mengembalikan keseimbangan didalamnya. Biasanya, hal-hal yang ditekan/tidak dapat

dilakukan tubuh saat menggunakan narkoba, akan dilakukan secara berlebihan pada masa Gejala Putus Obat (GPO) ini. Misalnya, bayangkan efek-efek yang menyenangkan dari suatu narkoba dengan cepat berubah menjadi GPO yang sangat tidak mengenakkan saat seorang pengguna berhenti menggunakan narkoba seperti heroin/putaw. Contoh: Saat menggunakan seseorang akan mengalami konstipasi, tetapi GPO yang dialaminya adalah diare, dll. GPO ini juga merupakan momok tersendiri bagi para pengguna narkoba. Bagi para pecandu, terutama, ketakutan terhadap sakit yang akan dirasakan saat mengalami GPO merupakan salah satu alasan mengapa mereka sulit untuk berhenti menggunakan narkoba, terutama jenis putaw/heroin. Mereka tidak mau meraskan pegal, linu, sakit-sakit pada sekujur tubuh dan persendian, kram otot, insomnia, mual, muntah, dll yang merupakan selalu muncul bila pasokan narkoba kedalam tubuh dihentikan. Selain ketergantungan sel-sel tubuh, organ-organ vital dalam tubuh seperti liver, jantung, paru-paru, ginjal,dan otak juga mengalami kerusakan akibat penggunaan jangka panjang narkoba. Banyak sekali pecandu narkoba yang berakhiran dengan katup jantung yang bocor, paru-paru yang bolong, gagal ginjal, serta liver yang rusak. Belum lagi kerusakan fisik yang muncul akibat infeksi virus {Hepatitis C dan HIV/AIDS} yang sangat umum terjadi di kalangan pengguna jarum suntik. Dampak positif narkotika bagi kehidupan manusia. Walaupun begitu, setiap kehidupan memiliki dua sisi mata uang. Di balik dampak negatif, narkotika juga memberikan dampak yang positif. Jika digunakan sebagaimana mestinya, terutama untuk menyelamatkan jiwa manusia dan membantu dalam pengobatan, narkotika memberikan manfaat bagi kehidupan manusia. Berikut dampak positif narkotika: 1. 2. 3. Opioid :Opioid atau opium digunakan selama berabad-abad sebagai penghilang rasa sakit dan untuk mencegah batuk dan diare. Kokain :Daun tanaman Erythroxylon coca biasanya dikunyah-kunyah untuk mendapatkan efek stimulan, seperti untuk meningkatkan daya tahan dan stamina serta mengurangi rasa lelah. Ganja (ganja/cimeng) :Orang-orang terdahulu menggunakan tanaman ganja untuk bahan pembuat kantung karena serat yang dihasilkannya sangat kuat. Biji ganja juga digunakan sebagai bahan pembuat minyak.

DAMPAK MENTAL Selain ketergantungan fisik, terjadi juga ketergantungan mental. Ketergantungan mental ini lebih susah untuk dipulihkan daripada ketergantungan fisik. Ketergantungan yang dialami secara fisik akan lewat setelah GPO diatasi, tetapi setelah itu akan muncul ketergantungan mental, dalam bentuk yang dikenal dengan istilah sugesti. Orang seringkali menganggap bahwa sakaw dan sugesti adalah hal yang sama, ini adalah anggapan yang salah. Sakaw bersifat fisik, dan merupakan istilah lain untuk Gejala Putus Obat, sedangkan sugesti adalah ketergantungan mental, berupa munculnya keinginan untuk kembali menggunakan narkoba. Sugesti ini tidak akan hilang saat tubuh sudah kembali berfungsi secara normal. Sugesti ini bisa digambarkan sebagai suara-suara yang menggema di dalam kepala seorang pecandu yang menyuruhnya untuk menggunakan narkoba. Sugesti seringkali menyebabkan terjadinya 'perang' dalam diri seorang pecandu, karena di satu sisi ada bagian dirinya yang sangat ingin menggunakan narkoba, sementara ada bagian lain dalam dirinya yang mencegahnya. Peperangan ini sangat melelahkan... Bayangkan saja bila Anda harus berperang melawan diri Anda sendiri, dan Anda sama sekali tidak bisa sembunyi dari suara-suara itu karena tidak ada tempat dimana Anda bisa sembunyi dari diri Anda sendiri... dan tak jarang bagian dirinya yang ingin menggunakan narkoba-lah yang menang dalam peperangan ini. Suara-suara ini seringkali begitu kencang sehingga ia tidak lagi menggunakan akal sehat karena pikirannya sudah terobsesi dengan narkoba dan nikmatnya efek dari menggunakan narkoba. Sugesti inilah yang seringkali menyebabkan pecandu relapse. Sugesti ini tidak bisa hilang dan tidak bisa disembuhkan, karena inilah yang membedakan seorang pecandu dengan orang-orang yang bukan pecandu. Orang-orang yang bukan pecandu dapat menghentikan penggunaannya kapan saja, tanpa ada sugesti, tetapi para pecandu akan tetap memiliki sugesti bahkan saat hidupnya sudah bisa dibilang normal kembali. Sugesti memang tidak bisa disembuhkan, tetapi kita dapat merubah cara kita bereaksi atau merespon terhadap sugesti itu. Dampak mental yang lain adalah pikiran dan perilaku obsesif kompulsif, serta tindakan impulsive. Pikiran seorang pecandu menjadi terobsesi pada narkoba dan penggunaan narkoba. Narkoba adalah satu-satunya hal

yang ada didalam pikirannya. Ia akan menggunakan semua daya pikirannya untuk memikirkan cara yang tercepat untuk mendapatkan uang untuk membeli narkoba. Tetapi ia tidak pernah memikirkan dampak dari tindakan yang dilakukannya, seperti mencuri, berbohong, atau sharing needle karena perilakunya selalu impulsive, tanpa pernah dipikirkan terlebih dahulu. Ia juga selalu berpikir dan berperilaku kompulsif, dalam artian ia selalu mengulangi kesalahan-kesalahan yang sama. Misalnya, seorang pecandu yang sudah keluar dari sebuah tempat pemulihan sudah mengetahui bahwa ia tidak bisa mengendalikan penggunaan narkobanya, tetapi saat sugestinya muncul, ia akan berpikir bahwa mungkin sekarang ia sudah bisa mengendalikan penggunaannya, dan akhirnya kembali menggunakan narkoba hanya untuk menemukan bahwa ia memang tidak bisa mengendalikan penggunaannya! Bisa dikatakan bahwa dampak mental dari narkoba adalah mematikan akal sehat para penggunanya, terutama yang sudah dalam tahap kecanduan. Ini semua membuktikan bahwa penyakit adiksi adalah penyakit yang licik, dan sangat berbahaya. DAMPAK EMOSIONAL Narkoba adalah zat-zat yang mengubah mood seseorang (mood altering substance). Saat menggunakan narkoba, mood, perasaan, serta emosi seseorang ikut terpengaruh. Salah satu efek yang diciptakan oleh narkoba adalah perubahan mood. Narkoba dapat mengakibatkan ekstrimnya perasaan, mood atau emosi penggunanya. Jenis-jenis narkoba tertentu, terutama alkohol dan jenis-jenis narkoba yang termasuk dalam kelompok uppers seperti Shabu-shabu, dapat memunculkan perilaku agresif yang berlebihan dari si pengguna, dan seringkali mengakibatkannya melakukan perilaku atau tindakan kekerasan. Terutama bila orang tersebut pada dasarnya memang orang yang emosional dan bertemperamen panas. Ini mengakibatkan tingginya domestic violence dan perilaku abusive dalam keluarga seorang alkoholik atau pengguna Shabu-shabu. Karena pikiran yang terobsesi oleh narkoba dan penggunaan narkoba, maka ia tidak akan takut untuk melakukan tindakan kekerasan terhadap orang-orang yang mencoba menghalaginya untuk menggunakan narkoba. Emosi seorang pecandu narkoba sangat labil dan bisa berubah kapan saja. Satu saat tampaknya ia baik-baik saja, tetapi di bawah pengaruh narkoba semenit kemudian ia bisa berubah menjadi orang yang seperti kesetanan, mengamuk, melempar barang-barang, dan bahkan memukuli siapapun yang ada di dekatnya. Hal ini sangat umum terjadi di keluarga seorang alkoholik atau pengguna Shabu-shabu. Mereka tidak segan-segan memukul istri atau anak-anak bahkan orangtua mereka sendiri. Karena melakukan semua tindakan kekerasan itu di bawah pengaruh narkoba, maka terkadang ia tidak ingat apa yang telah dilakukannya. Saat seseorang menjadi pecandu, ada suatu kepribadian baru yang muncul dalam dirinya, yaitu kepribadian pecandu atau kepribadian si junkie. Kepribadian yang baru ini tidak peduli terhadap orang lain, satu-satunya hal yang penting baginya adalah bagaimana cara agar ia tetap bisa terus menggunakan narkoba. Ini sebabnya mengapa ada perubahan emosional yang tampak jelas dalam diri seorang pecandu. Seorang anak yang tadinya selalu bersikap manis, sopan, riang, dan jujur berubah total mejadi seorang pecandu yang brengsek, pemurung, penyendiri, dan jago berbohong dan mencuri. Adiksi terhadap narkoba membuat seseorang kehilangan kendali terhadap emosinya. Seorang pecandu acapkali bertindak secara impuls, mengikuti dorongan emosi apapun yang muncul dalam dirinya. Dan perubahan yang muncul ini bukan perubahan ringan, karena pecandu adalah orang-orang yang memiliki perasaan dan emosi yang sangat mendalam. Para pecandu seringkali diselimuti oleh perasaan bersalah, perasaan tidak berguna, dan depresi mendalam yang seringkali membuatnya berpikir untuk melakukan tindakan bunuh diri. Perasaan-perasaan ini pulalah yang membuatnya ingin terus menggunakan, karena salah satu efek narkoba adalah mematikan perasaan dan emosi kita. Di bawah pengaruh narkoba, ia dapat merasa senang dan nyaman, tanpa harus merasakan perasaan-perasaan yang tidak mengenakkan. Tetapi perasaan-perasaan ini tidak hilang begitu saja, melainkan terkubur hidup-hidup di dalam diri kita. Dan saat si pecandu berhenti menggunakan narkoba, perasaan-perasaan yang selama ini mati atau terkubur dalam dirinya kembali bangkit, dan di saat-saat seperti inilah pecandu membutuhkan suatu program pemulihan, untuk membantunya menghadapi dan mengatasi perasaan-perasaan sulit itu. Satu hal juga yang perlu diketahui adalah bahwa salah satu dampak buruk narkoba adalah mengakibatkan pecandu memiliki suatu retardasi mental dan emosional. Contoh seorang pecandu berusia 16 tahun saat ia pertama kali menggunakan narkoba, dan saat ia berusia 26 tahun ia berhenti menggunakan narkoba. Memang

secara fisik ia berusia 26 tahun, tetapi sebenarnya usia mental dan emosionalnya adalah 16 tahun. Ada 10 tahun yang hilang saat ia menggunakan narkoba. Ini juga sebabnya mengapa ia tidak memiliki pola pikir dan kestabilan emosi seperti layaknya orang-orang lain seusianya. DAMPAK SPIRITUAL Adiksi terhadap narkoba membuat seorang pecandu menjadikan narkoba sebagai prioritas utama didalam kehidupannya. Narkoba adalah pusat kehidupannya, dan semua hal/aspek lain dalam hidupnya berputar di sekitarnya. Tidak ada hal lain yang lebih penting daripada narkoba, dan ia menaruh kepentingannya untuk menggunakan narkoba di atas segala-galanya. Narkoba menjadi jauh lebih penting daripada istri, suami, pacar, anak, orangtua, sekolah, pekerjaan, dll. Ia berhenti melakukan aktivitas-aktivitas yang biasa ia lakukan sebelum ia tenggelam dalam penggunaan narkobanya. Ia tidak lagi melakukan hobi-hobinya, menjalani aktivitas normal seperti sekolah, kuliah, atau bekerja seperti biasa, bila sebelumnya ia termasuk rajin beribadah bisa dipastikan ia akan menjauhi kegiatan yang satu ini, apalagi dengan khotbah agama yang selalu didengar bahwa orang-orang yang menggunakan narkoba adalah orang-orang yang berdosa. Ini menyebabkan pecandu seringkali hidup tersolir, ia hidup dalam dunianya sendiri dan mengisolasi dirinya dari dunia luar, yaitu dunia yang tidak ada hubungannya dengan narkoba. Ia menjauhi keluarga dan temanteman lamanya, dan mencari teman-teman baru yang dianggap sama dengannya, yang dianggap dapat memahaminya dan tidak akan mengkuliahinya tentang penggunaan narkobanya. Narkoba dianggap sebagai sahabat yang selalu setia menemaninya. Orangtua bisa memarahinya, teman-teman mungkin menjauhinya, pacar mungkin memutuskannya, bahkan Tuhan mungkin dianggap tidak ada, tetapi narkoba selalu setia dan selalu dapat memberikan efek yang diinginkannya Secara spiritual, Narkoba adalah pusat hidupnya, dan bisa dikatakan menggantikan posisi Tuhan. Adiksi terhadap narkoba membuat penggunaan narkoba menjadi jauh lebih penting daripada keselamatan dirinya sendiri. Ia tidak lagi memikirkan soal makan, tertular penyakit bila sharing needle, tertangkap polisi, dll.

Ciri-ciri Pengguna
Pecandu daun ganja : Cenderung lusuh, mata merah, kelopak mata mengattup terus, doyan makan karena perut merasa lapar terus dan suka tertawa jika terlibat pembicaraan lucu. Pecandu putauw : Sering menyendiri di tempat gelap sambil dengar musik, malas mandi karena kondisi badan selalu kedinginan, badan kurus, layu serta selalu apatis terhadap lawan jenis. Pecandu inex atau ekstasi : Suka keluar rumah, selalu riang jika mendengar musik house, wajah terlihat lelah, bibir suka pecah-pecah dan badan suka keringatan, sering minder setelah pengaruh inex hilang. Pecandu sabu-sabu : gampang gelisah dan serba salah melakukan apa saja, jarang mau menatap mata jika diajak bicara, mata sering jelalatan, karakternya dominan curiga, apalagi pada orang yang baru dikenal, badan berkeringat meski berada di dalam ruangan ber-AC, suka marah dan sensitive.

Penanganan dan Tindak Lanjut Pengguna Narkoba


Heroin a. Intoksikasi akut (over dosis) Perbaiki dan pertahankan jalan nafas sebaik mungkin Oksigenasi yang adekuat Naloxone injeksi, dosis awal 0,4 2,0 mg IV (anak-anak 0,01 mg/kgBB) Efek naloxane terlihat dalam 1 3 menit dan mencapai puncaknya pada 5-10 menit. Bila tidak ada respon naloxane 2 mg dapat diulang tiap 5 menit hingga maksimum 10 mg. Naloxone efektif untuk memperbaiki derjat kesadaran, depresi pernafasan, ukuran pupil. Pasien masih harus diobservasi terhadap efek naloxone

dalam 2-3 jam. Oleh karena duration of action yang pendek. Untuk mencegah rekulensi efek opiat dapat diberikan infus naloxone 0,4-0,8 mg/jam hingga gejala minimal (menghilang). b. Intoksikasi kronis Hospitalisasi Hospitalisasi dilakukan untuk pasien pasien adiksi zat, terutama ditujukan untuk: 1. Terapi kondisi withdrawl 2. Terapi detoksifikasi 3. Terapi rumatan (maintenance) 4. Terapi komplikasi 5. Terapi aftercare Dengan masuknya pasien adiksi ke RS, evaluasi medis fisik perlu mendapat prioritas. Disamping pemeriksaan urine drug screen (untuk mengetahui apakah pasien menggunakan zat lain yang tidak diakuinya), pemeriksaan laboratorium rutin (termasuk fungsi faal hati, ginjal, danjantung), juga dilakukan foto thorak. Terapi detoksifikasi bertujuan agar pasien memutuskan penggunaan zatnya dan mengembalikan kemampuan kognitifnya. Tidak ada bentuk terapi lain yang harus dilakukan sebelum kedua tujuan tersebut berhasil dicapai. Tujuan hospitalisasi lainnya adalah membantu pasien agar dapat mengidentifikasi konsekwensi yang diperoleh sebagai akibat penggunaan zat dan memahami resikonya bila terjadi relaps. Dari segi mental, hospitalisasi membatu mengendalikan suasana perasaannya seperti depressi, paranoid, quilty feeling karena penyesalan perbuatannya dimasa lalu, destruksi diri dan tindak kekerasan. Hospitalisasi jangka pendek sangat disarankan bagi adiksi zat yang memang harus mendapatkan perawatan karena kondisinya. Selama perawatan jangka pendek, pasien dipersiapkan untuk mengikuti terapi rumatan. Untuk kondisi adiksinya, pasien tidak pernah disarankan untuk perawatan jangka panjang. c. Terapi Withdrawl Opioid Withdrawl opioid tidak mengancam jiwa, tetapi berhubungan dengan gangguan fisikologis dan distress fisik yang cukup berat. Kebanyakan pasien dengan gejala putus obat yang ringan hanya membutuhkan lingkungan yang mendukung mereka tanpa memerlukan obat Klonidin dapat digunakan untuk mengurangi gejala putus obat dengan menekan perasaan gelisah, lakrimasi, rhinorrhea dan keringat berlebihan. Dosis awal diberikan 0,1-0,2 mg tiap 8 jam. Kemudian dapat dinaikkan bila diperlukan hingga 0,8 1,2 mg/hari, selanjutnya dapat ditappering off setelah 1014 hari. Terapi non spesifik (simptomatik) 1. Gangguan tidur (insomnia) dapat diberikan hipnotik sedatif 2. Nyeri dapat diberikan analgetik 3. Mual dan muntah dapat diberikan golongan metoklopamide 4. Kolik dapat diberikan antispasmolitika 5. Gelisah dapat diberikan antiansietas 6. Rhinorrhea dapat diberikan golongan fenilpropanolamin Terapi detoksifikasi adiksi opioid Metadon merupakan drug of choice dalam terapi detoksifikasi adiksi opioid. Namun bila dosis metadon diturunkan, kemungkinan relaps sering terjadi. Kendala lain adalah membutuhkan waktu lama dalam terapi detoksifikasi, dan bila menggunakan opioid antagonis maka harus menunggu gejala abstinensia selama 5-7 hari. Dosis metadon yang dianjurkan untuk terapi detoksifikasi heroin (morfin) adalah 2-3 x 5-10 mg perhari peroral. Setelah 2-3 hari stabil dosis mulai ditappering off dalam 1-3 minggu. Buprenorphine dosis rendah (1,5-5 mg sublingual setiap 2-3 x seminggu) dilaporkan lebihefektif dan efek withdrawl lebih ringan dibandingkan metadone. Terapi alternatif lain yang disarankan adalah rapid detoxification yang mempersingkat waktu terapi deteksifikasi dan memudahkan pasien untuk segera masuk dalam terapi opiat antagonis. Jenis teknik rapid deteksifikasi antara lain klinidin naltrexon.

Terapi rumatan (maintenance) adiksi opioid Metadon dan Levo alfa acetyl;methadol (LAAM) merupakan standar etrapi rumatan adiksi opioid. Metadon diberikan setiap hari, sedangkan LAAM hanya 3 kali seminggu. Pemberian metadon dan LAAM pada terapi rumatan sangat membantu menekan prilaku kriminal. Untuk terapi maintenance, dosis metadon dapat ditingkatkan (biasanya 40-100 mg/hari). Untuk menjaga pasien tetap menyenangkan dan diturunkan secara perlahan-lahan. Buprenorphine dapat pul adigunakan sebagai terapi rumatan dengan dosis antara 2 mg-20 mg/hari. Naltrexone digunakan untuk adiksi opioid yang mempunyai motivasi tinggi untuk berhenti. Naltrexone diberikan setiap hari 50-100 mg peroral untuk 2 3 kali seminggu. Terapi after care Meliputi upaya pemantapan dalam bidang fisik, mental, keagamaan, komunikasi-interaksi sosial,edukasional, bertujuan untuk mencapai kondisi prilaku yang lebih baik dan fungsi yang lebih baik dari seorang mantan penyalahguna zat. Peranan keluarga pada saat ini sangat diperlukan. Terapi putus opioida bertahap (gradual withdrawal) Dapat diberi morfin,petidin,metadon atau kodein dengan dosis dikurangi sedikit demi sedikit. Misalnya yang digunakan di RS Ketergantungan Obat Jakarta, diberi kodein 3 x 60 mg 80 mg selanjutnya dikurangi 10 mg setiap hari dan seterusnya. Disamping itu diberi terapi simptomatik Terapi putus opioida dengan substitusi non opioda Dipakai Clonidine dimulai dengan 17 mikrogram/kg BB perhari dibagi dalam 3-4 kali pemberian. Dosis diturunkan bertahap dan selesai dalam 10 hari Sebaiknya dirawat inap (bila sistole < 100 mmHg atau diastole < 70 mmHg), terapi harus dihentikan. Terapi putus opioida dengan metode Detoksifikasi cepat dalam anestesi (Rapid Opioid Detoxification). Prinsip terapi ini hanya untuk kasus single drug opiat saja,di lakukan di RS dengan fasilitas rawat intensif oleh Tim Anestesiolog dan Psikiater, dilanjutkan dengan terapi menggunakan anatagonist opiat (naltrekson) lebih kurang 1 tahun. Terapi putus zat sedative/hipnotika dan alkohol Harus secara bertahap dan dapat diberikan Diazepam. Tentukan dahulu test toleransi dengan cara : - Memberikan benzodiazepin mulai dari 10 mg yang dinaikan bertahap sampai terjadi gejala intoksikasi. - Selanjutnya diturunkan kembali secara bertahap 10 mg perhari sampai gejala putus zat hilang. Terapi putus Kokain atau Amfetamin Rawat inap perlu dipertimbangkan karena kemungkinan melakukan percobaan bunuh diri. Untuk mengatasi gejala depresi berikan anti depresi. Terapi putus opioida pada neonatus Gejala putus opioida pada bayi yang dilahirkan dari seorang ibu yang mengalami ketergantungan opioida, timbul dalam waktu sebelum 48-72 jam setelah lahir. Gejalanya antara lain : menangis terus(melengking), gelisah,sulit tidur,diare,tidak mau minum, muntah, dehidrasi, hidung tersumbat, demam, berkeringat. Berikan infus dan perawatan bayi yang memadai. Selanjutnya berikan Diazepam 1-2 mg tiap 8 jam setiap hari turunkan bertahap,selesai dlm 10 hr

A. OBAT-OBAT YANG DIGUNAKAN UNTUK TERAPI DETOKSIFIKASI 1. Metadon: adalah substitusi opioida yang bersifat agonis dan long-acting, merupakan pilihan utama dalam terapi detoksifikasi opioida secara gradual. Sejak tahun 1960an di Amerika dan Eropa, penggunaan metadon dianggap sebagai terapi baku untuk pasien ketergantungan opioida. Klinik-klinik Metadon berkembang di beberapa tempat dengan berbagai variasi program. Kelemahan terapi metadon yaitu harus datang ke fasilitas kesehatan sekurang-kurangnya sekali sehari, terjadinya overdosis, ketergantungan

2.

3.

4.

5.

6.

metadon, dan kemungkinan terjadinya peredaran ilegal metadon.. Proses detoksifikasi berlangsung relatif lama (>21 hari) Selama proses terapi detoksifikasi metadon berlangsung, angka relaps dapat ditekan. Setelah detoksifikasi berhasil, kemudian dilanjutkan dengan terapi rumatan : Methadone Maintenance Treatment Program. Dewasa ini dikembangkan suatu bentuk derivat metadon, levacethylmethadol, yang mempunyai masa aksi lebih lama (72 jam) sehingga pasien tidak perlu tiap hari datang ke fasilitas kesehatan (5,8,9). Klonidin: adalah suatu central alpha-2-adrenergic reeptor agonist, yang digunakan dalam terapi hipertensi. Klonidin mengurangi lepasnya noradrenalin dengan mengikatnya pada pre-synaptic alpha2 receptor di daerah locus cereleus, dengan demikian mengurangi gejala-gejala putus opioida. Karena terbatasnya substitusi opioida lain di Indonesia, beberapa dokter (termasuk penulis) telah menggunakan kombinasi klonidin, kodein dan papaverin untuk terapi detoksifikasi. Klonidin digunakan dalam kombinasi untuk mengurangi gejala putus opioida ringan seperti: menguap, keringat dingin, air mata dan lainnya. Clocopa method tersebut dapat digunakan untuk berobat jalan maupun rawat inap. Namun karena klonidin sendiri tidak dapat memperpendek masa detoksifikasi, maka diperlukan kombinasi dengan naltrekson. Naltrekson adalah suatu senyawa antagonis opioida. Cara tersebut dikenal dengan nama Clontrex Method yang dapat dilakukan untuk pasien berobat jalan maupun pasien rawat inap. Umumnya program detox dengan cara Clontrex method ini berlangsung selama 3-5 hari dan kemudian diikuti dengan terapi rumatan: Opamat-ED Program (5,10). Lofeksidin dan Guanfasin: Lofeksidin adalah analog klonidin tetapi mempunyai keuntungan bermakna karena tidak banyak mempengaruhi tekanan darah (Washton et al 1982). Guanfasin adalah senyawa alpha2 adrenergic agonist yang juga mempunyai kemampuan untuk mengurangi gejala putus opioida (5). Buprenorfin: adalah suatu senyawa yang berkerja ganda sebagai agonis dan antagonis pada reseptor opioida. Buprenorfin memiliki sifat farmakologis yang unik dan ditoleransi dengan baik untuk mengatasi ketergantungan. Gejala putus opioida pada terapi buprenorfin sangat ringan dan hilang dalam sehari setelah pemberian buprenorfin sublingual. Pemberian buprenorfin juga digunakan sebagai awal dari terapi kombinasi Clontrex Method. Buprenofrin dapat juga digunakan untuk terapi rumatan. Seperti levacethylmethadol, hanya diberikan 2 atau 3 kali dalam seminggu karena masa aksinya yang panjang. Karena kemungkinan penyalahgunaan, kombinasi buprenorfin dan naltrekson juga telah dipelajari dan dicoba untuk terapi ketergantungan opioida (5, 11, 12). Midazolam-Naltrekson: kombinasi midazolam-naltrekson juga telah digunakan untuk memperpendek waktu terapi detoksifikasi. Selama dalam pengaruh sedasi midazolam intravena, pasien diberi nalokson intravena, suatu antagonis opioida (5). Disulfiram: Disulfiram, suatu alcohol antabuse yang diketemukan di Denmark tahun 1948. Disulfiram sangat efektif jika diberikan kepada pasien ketergantungan alkohol secara ambulatory di bawah supervise. Disulfiram dibuat sebagai tablet buih yang mudah larut dalam air, sehingga mudah diminum. Terapi disulfiram tanpa pemantauan hasilnya kurang menguntungkan. Hasil yang memuaskan justru diperoleh melalui kombinasi disulfiram dengan terapi perilaku kognitif (5, 13).

Berdasarkan lamanya proses berlangsung, terapi detoksifikasi dibagi atas (5): 1. Detoksifikasi jangka panjang (3-4 minggu) seperti dengan menggunakan metadon. 2. Detoksifikasi jangka sedang (3-5 hari) : naltrekson, mida-zolam, klonidin. 3. Detoksifikasi cepat (6 jam sampai 2 hari): rapid detox Terapi methadone Program Terapi Rumatan Metadone (PTRM) membantu para pemakai berat napza jenis heroin, melakukan pola kebiasaan baru, memperbaiki kualitas hidup bagi penggunanya tanpa kekuatiran terjadinya gejala putus obat. Manfaat Program Metadone : 1. Dengan dosis yang tepat akan membuat adiksi berhenti menggunakan heroin 2. Membuat stabil mental emosional sehingga dapat menjalani hidup normal. 3. Mendorong adiksi hidup lebih sehat. 4. Menurunkan resiko penularan HIV/AIDS, Hepatitis B dan C karena penggunaan jarum suntik yang tidak steril. 5. Menurunkan tindak kriminal

6. Membuat hubungan dengan keluarga dan social jauh lebih baik. Program Metadone Lapas Narkotika telah berjalan sejak tanggal 1 Desember 2006, bekerja sama dengan RSKO Cibubur. Total keseluruhan jumlah warga binaan yang pernah mengikuti PTRM sebanyak 150 orang. Dari jumlah tersebut diperoleh data sebagai berikut : Masih Aktif = 41 orang Bebas = 64 orang Drop out = 42 orang Meninggal = 3 orang Therapeutic Community (TC) TC adalah suatu program pemullihan yang membantu merubah perilaku adiksi seorang penyalah guna Napza menuju Healthy Life Style(Gaya hidup yang sehat tanpa Napza). Bentuk kegiatannya berupa terapi kelompok yang biasa disebut sebagai family. Adapun jenis kegiatan yang dilakukan sebagai berikut : Morning Meeting, Encounter Group, Mix Confontation, Static Group, PAGE Group, Seminar, Morning Briefing Tahapan Rehabilitasi After Care Pada tahap ini warga binaan diberi kegiatan sesuai dengan minat dan bakatnya untuk mengisi kegiatan seharihari. Tujuan dari tahapan ini adalah untuk membekali para pecandu dengan pengetahuan dan ketrampilan yang bermanfaat dan bisa diaplikasikan di kehidupannya setelah kembali ke masyarakat. Dengan demikian pecandu bisa mengaktualisasikan diri di tengah masyarakat sebagai manusia yang produktif dan tidak lagi bergantung pada Napza. Ada beberapa program yang disediakan di Lapas Narkotika yaitu : a. Pesantren Terpadu Program pesantren terpadu merupakan program pembinaan mental untuk warga binaan guna mengembalikan nilai-nilai moral agama yang telah hilang. Ini berkaitan dengan perilaku mereka selama menjadi pecandu sangat jauh dari nilai-nilai spiritual. Melalui pendekatan agama diharapkan pecandu semakin memiliki dasar yang kuat untuk menata ulang kehidupan mereka ke arah yang lebih baik. Program ini baru di dilaksanakan sejak Maret 2008 dan diikuti 50 peserta. b. Kursus Bahasa Inggris dan Komputer Memberikan bekal ketrampilan yang berguna merupakan bagian penting dari program pembinaan di Lapas. Penyelenggaraan kursus Bahasa Inggris dan Komputer memberikan kesempatan bagi warga binaan untuk mengasah kemampuan mereka di bidang Komputer dan Bahasa Inggris. Hal ini diharapkan mempermudah warga binaan saat mencari pekerjaan setelah bebas nanti. c. Kegiatan Kerja Untuk memberdayakan potensi dan menyalurkan bakat yang dimiliki warga binaan, Lapas Narkotika menyediakan beberapa kegiatan kerja yang bisa diikuti diantaranya: sablon, kaligrafi, perikanan, Kaligrafi, air isi ulang dan lain sebagainya. Diharapkan dengan adanya program ini, pecandu bisa mengisi waktunya dengan kegiatan yang bermanfaat. d. Kegiatan olahraga dan kesenian Bentuk kegiatan ini adalah: a. Olahraga. Kegiatan olahraga dilaksanakan setiap hari, pagi dan sore sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Kegiatan yang dilaksanakan antara lain lari pagi, senam pagi massal, sepak bola, bola voli, tenis meja, dan catur. b. Kesenian. Kegiatan kesenian dimaksudkan untuk membina dan mengasah bakat-bakat seni narapidana, sehingga mereka dapat menyalurkan bakat seni yang mereka miliki. Kegiatan kesenian yang dilaksanakan antara lain vokal group, group band, serta group rebana. Penatalaksanaan dengan model neuro-regilation Dengan cara menutup reseptor-reseptor opioid. Pemulihan dengan metode ini akan berlangsung 24-36 jam. Tubuh pasien akan terasa lemas dan selalu ingin tidur. Terapi exercise Jurnal Exercise as a potential treatment for drug abuse: evidence from preclinical studies (January 2012) MarkA.Smith1 andWendyJ.Lynch2* menyatakan bahwa efektif untuk mengurangi penyalahgunaan obat.

Tanda dan Gejala Sindrom Withdrawal

Withdrawal Heroin (opioid alami) Gejala putus obat : 6 12 jam , lakrimasi, rhinorrhea, bertingkat, sering menguap, gelisah 12 - 24 jam, tidur gelisah, iritabel, tremor, pupil dilatasi (midriasi), anoreksia 24-72 jam, semua gejala diatas intensitasnya bertambah disertai adanya kelemahan, depresi, nausea, vornitus, diare, kram perut, nyeri pada otot dan tulang, kedinginan dan kepanasan yang bergantian, peningkatan tekanan darah dan denyut jantung,gerakan involunter dari lengan dan tungkai dehidrasi dan gangguan elektrolit Selanjutnya, gejala hiperaktivitas otonom mulai berkurang secara berangsurangsur dalam 7-10 hari, tetapi penderita masih tergantung kuat pada obat. Beberapa gejala ringan masih dapat terdeteksi dalam 6 bulan. Pada bayi dengan ibu pecandu obat akan terjadi keterlambatan dalam perkembangan dan pertumbuhan yang dapat terdeteksi setelah usia 1 tahun. Gejala putus obat dari ketergantungan opioid adalah: Kram otot parah dan nyeri tulang, diare berat, kram perut, rinorea lakrimasipiloereksi, menguap, demam, dilatasi pupil, hipertensi takikardia disregulasi temperatur, termasuk pipotermia dan hipertermia. Seseorang yang ketergantungan opioid jarang meninggal akibat putus opioid, kecuali orang tersebut memiliki penyakit fisik dasar yang parah, seperti penyakit jantung. Gejala residual seperti insomnia, bradikardia, disregulasi temperatur, dan kecanduan opiat mungkin menetap selama sebulan setelah putus zat. Pada tiap waktu selama sindroma abstinensi, suatu suntikan tunggal morfin atau heroin menghilangkan semua gejala. Gejala penyerta putus opioid adalah kegelisahan, iritabilitas, depresi, tremor, kelemahan, mual, dan muntah. Gejala Putus Benzodiazepin : Umumnya mencakup: insomnia ansietas irritable tidak dapat beristirahat agitasi depresi tremor

dizziness Jarang terjadi, tapi perlu penanganan serius : kejang (kejang hampir menyerupai pengguna alkohol dosis tinggi) delirium Gejala lain mencakup: kedutan otot dan nyeri anoreksia, mual

kelelahan tinnitus hiperakusis, fotofobia, gangguan persepsi Gejala putus alkohol: Biasa terjadi 6-24 jam sesudah konsumsi alkohol yang terakhir: Gejala putus alkohol ringan : Tremor Khawatir dan agitasi Berkeringat Mual dan muntah Sakit kepala Takikardia Hipertensi Gangguan tidur Suhu tubuh meningkat Gejala putus alkohol berat:

depersonalisasi, derealisasi pandangan kabur

muntah agitasi berat disorientasi kebingungan paranoia hiperventilasi delirium tremens (DTs) adalah suatu kondisi gawat darurat pada putus alcohol yang tidak ditangani .muncul 3-4 hari setelah berhenti minum alkohol. DTs mencakup gejala agitasi, restlessness, tremor kasar, disorientasi, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, berkeringat dan demam tinggi,

Gejala putus kokain mood disforia (anhedonia atau kesedihan mirip depresi) dan kelelahan insomnia atau hipersomnia agitasi psikomotor atau retardasi craving peningkatan nafsu makan mimpi buruk gejala putus alkohol mencapai puncaknya dalam 2-4 hari gejala disforia bisa berlangsung sampai 10 minggu Gejala sakau karena methadone Lakrimasi berlebih pada kelenjar airmata dan hidung Bersin-bersin Mual Demam Kedinginan Termor Nyeri dan sakit pada seluruh badan (terutama pada persendian)

You might also like