Professional Documents
Culture Documents
Semalam kita telah membahas suatu permasalah penting, yaitu ciri-ciri manhaj salaf, kita
telah menyebutkan sebagian di antara ciri-ciri pentingnya, yang sepantasnya setiap
muslim dan setiap orang yang mempunyai manhaj yang selamat, setiap sunni salafy,
untuk berpegang teguh dengan ciri-ciri ini, mengamalkannya, meyakininya, mengambil
tuntunan darinya dan berjalan sesuai dengan apa yang datang dalam Al-Kitab dan sunnah
Nabi -shallallahu alaihi wasallam-. Di sana masih ada beberapa ciri agung lainnya yang
akan kita sebutkan pada pertemuan kali ini.
[Syubhat Batil]
Mereka tidak mengambil ilmu dari mubtadi’, tidak belajar kepada mereka, tidak
membaca kitab-kitab mereka, bahkan di dalam kitab-kitab ahlissunnah terdapat
kecukupan dan di dalam kitab-kitab para ulama terdapat kecukupan, kita tidak butuh
kepada kitab-kitab ahli bid’ah dan kita tidak punya keperluan untuk mendengarkan kaset-
kaset ahli bid’ah. Kita tidak mengatakan seperti apa yang dikatakan oleh ahli ahwa -itulah
syubhat setan-: Ambillah kebenaran dari mereka dan lemparkanlah kebatilannya.
Kita katakan: Betul sekali, kebenaran itu diambil dari siapa saja. Kalau ada seseorang
yang datang lalu menampakkan kepada kita kebenaran maka kita harus menerima
kebenaran tersebut, bagaimana pun jauhnya orang itu dari Allah. Maka kita menerima
kebenaran, hanya saja perkara ini tidaklah menunjukkan kita boleh mencari-cari
kebenaran dari mereka dan kita boleh mendengar kaset-kaset mereka agar kita bisa
mengambil kebenaran dari mereka dan meninggalkan yang batil, atau kita membaca
kitab-kitab mereka agar kita bisa mengambil yang benar dan meninggalkan yang batil.
Syubhat inilah yang telah menyesatkan banyak pemuda. Dia mendapati di dalam dirinya,
dia menyangka pada dirinya bahwa dia sudah kuat dalam akidahnya, dia sudah mapan
dalam manhajnya, sehingga dia dengan tenang membaca kitab-kitab mereka dan tidak
perduli buku siapa yang dia baca, maka dia membaca kitab seorang ikhwani, membaca
kitab seorang quthbi, membaca kitab seorang takfiri, membaca kitab seorang asy’ari,
membaca kitab seorang muktazili, kemudian dia berkata: Saya mengambil yang benarnya
dan meninggalkan yang batil. Hendaknya orang ini mengetahui, kalau dia terus-menerus
di atas metode seperti ini maka ujung-ujungnya pasti kebatilan akan masuk ke dalam
hatinya. Karenanya para imam besar, para ulama besar dari kalangan mutaqaddimin,
Ayyub As-Sikhtiyani dan Ibnu Sirin -rahimahullah- yang telah berada di jenjang yang
tinggi, juga para ulama dari kalangan tabiin. Mereka didatangi oleh mubtadi’ lalu berkata,
“Saya mau mendebat kalian dan adu argumen dengan kalian,” tapi mereka menjawab,
“Tidak.” Mereka kembali berkata, “Kalau begitu dengarlah dari kami satu kalimat
saja,” maka mereka segera meletakkan jari-jari mereka ke telinga-telinga mereka seraya
berkata, “Tidak, walaupun setengah kalimat.
” Seseorang di antara mereka (mubtadi’) pernah berkata kepada Ayyub, “Saya akan
membacakan Al-Qur`an kepadamu,” beliau menjawab, “Jangan kamu membacakan
sesuatu pun kepadaku, walaupun Al-Qur`an.” Maka beliau ditanya tentang hal itu, maka
imam ini menjawab -itulah kalimat yang berharga-, “Sesungguhnya hati itu lemah,
sehingga mungkin saja kebatilan masuk ke dalamnya, siapakah yang bisa mengeluarkan
kebatilan ini dari hati? Mungkin saja dia membacakan satu ayat kepadaku lalu dia
memalingkan maknanya sehingga saya menjadi sesat karenanya.” Bersamaan dengan
beliau adalah seorang imam besar dan telah mencapai jenjang yang tinggi, maka
bagaimana lagi dengan kita, orang-orang yang lemah, bagaimana lagi dengan para
penuntut ilmu yang berprasangka baik pada diri-diri mereka sampai sangkaan baik ini
menyebabkan mereka pulang kembali sehingga mereka menjadi orang-orang yang
keheranan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiah menukil dari Al-Ghazali bahwa dulu dia
membaca kitab-kitab para filosof untuk membantah mereka sampai akhirnya dia terjun ke
dalam mazhab dan akidah mereka sehingga dia tersesat. Demikian pula contoh-contoh
yang banyak dari kalangan orang-orang yang belajar dari mubtadi’ lalu dia menjadi sesat
dan bernisbah kepada syiah, dan dari orang yang belajar kepada seorang Asy’ari lalu dia
terpengaruh dengannya dan berpindah kepada mazhabnya padahal di awal hidupnya dia
berada di atas sunnah. Dia pergi sebagai seorang sunni lalu belajar kepada seorang
mubtadi’, bergaul dengan mereka dan membaca kitab-kitabnya dan tidak perduli, lalu dia
pulang kembali, hingga akhirnya dia menjadi penyeru bid’ah bahkan menjadi orang yang
memerangi ahlussunnah wal jamaah. Maka semua ini termasuk dari bentuk kejelasan
dalam manhaj.
[Penamaan Ahlussunnah]
Demikian pula termasuk dari bentuk kejelasan dalam manhaj adalah nama-nama yang
ahlussunnah bernama dengannya, yang dengannya mereka berbeda dari selain mereka.
Maka ahlussunnah sejak awal kali mereka muncul, mereka pada zaman nabi r berada di
atas satu hati, bid’ah tidak bisa masuk ke tengah-tengah mereka dan tidak mendapati
jalan untuk masuk kepada mereka. Maka ketika itu mereka hanya dinamakan sebagai
muslimin dan mukminin. Kemudian tatkala nampak bid’ah ilmu kalam dan khuruj
(kudeta), maka mereka dinamakan ahlussunnah wal jamaah, karena mereka mengikuti
sunnah dan komitmen terhadap jamaah kaum muslimin. Tatkala muncul ahlu ra`yi dari
kalangan orang-orang yang lebih mengedepankan ra`yu (pendapat) di atas hadits, maka
mereka dinamakan ahli hadits. Setelah itu, tatkala muncul orang-orang yang tidak
memperdulikan atsar-atsar para ulama salaf, mereka tidak mau mendengar atsar dari
sahabat dan tabiin, maka mereka dinamakan sebagai ahli atsar. Tatkala muncul beberapa
kaum yang mengatakan: Kami di atas Al-Kitab dan As-Sunnah, maka mereka dinamakan
salafiyun karena mereka mengambil Al-Kitab dan As-Sunnah sesuai dengan pemahaman
salaf as-saleh dan mereka tidak hanya terbatas pada Al-Kitab dan As-Sunnah saja dengan
akal-akal dan pemahaman-pemahaman mereka, bahkan mereka menamakan diri-diri
mereka dengan salafiyun karena mereka mengambil Al-Kitab dan As-Sunnah sesuai
dengan pemahaman salaf as-saleh.
[Tidak Ada Sirriyah Dalam Dakwah]
Demikian pula mereka terang-terangan dalam mazhab mereka, mereka tidak menempuh
metode sirriyah (sembunyi-sembunyi) karena sirriyah termasuk dari tanda ahli bid’ah dan
di antara tanda yang menunjukkan bahwa di dalam hati mereka ada penyimpangan. Umar
bin Abdil Aziz -rahimahullah- berkata, “ Kalau kamu melihat sebuah kaum berbisik-bisik
tanpa memperdengarkannya kepada orang-orang maka ketahuilah bahwa mereka
sedang membangun kesesatan.” Kalau kamu melihat mereka dalam sirriyah, dalam
perkumpulan sirriyah, di antara sesama mereka, mereka tidak mengabarkan ucapan-
ucapan mereka dan akidah-akidah mereka kepada orang-orang, tidak menampakkannya
di hadapan manusia, tidak mengumumkannya di hadapan manusia, bahkan urusan
mereka berada di bawah aturah kelompok, di antara mereka ada beberapa majelis
sirriyah, maka yang seperti ini tidak termasuk dari ahlussunnah wal jamaah dan
ketahuilah bahwa mereka tengah membangun kesesatan.
[Penutup]
Kita meminta kepada Allah Yang Maha Agung agar menjadikan kita termasuk orang-
orang yang mempunyai sifat jelas di atas manhaj ahlussunnah wal jamaah dan termasuk
orang-orang yang kokoh di atasnya sampai kita berjumpa dengan-Nya. Ya Allah,
perlihatkanlah kepada kami kebenaran itu sebagai kebenaran dan berikanlah kami rezeki
untuk mengikutinya dan perlihatkanlah kepada kami kebatilan itu sebagai kebatilan dan
berikanlah kami rezeki untuk menjauhinya. Sahalat dan salam Allah kepada Nabi kita
Muhammad dan jazakumullahu khairan atas perhatian kalian.