You are on page 1of 37

SKRINING FITOKIMIA

I. Tujuan Sebelum melakukan praktikum ini, praktikan wajib memahami berbagai golongan senyawa yang terdapat dalam tumbuhan, terutama yang disebut metabolit sekunder. Setelah melakukan praktikum ini, dengan menggunakan metode tabung dan metode KLT, mahasiswa mampu mengidentifikasi: a) senyawa golongan flavonoid, b) senyawa golongan antrakinon, c) senyawa golongan saponin (steroid dan triterpenoid), d) senyawa golongan alkaloid, e) senyawa golongan fenolik dan polifenolik.

II.

Pendahuluan Penelitian mengenai bahan alam hayati terutama dalam hal untuk menemukan senyawa yang memiliki bioaktivitas atau efek farmakologi dikenal dua pendekatan yaitu pendekatan fitofarmakologi dan pendekatan skrining fitokimia (Fransworth, 1966). Pendekatan fitofarmakologi meliputi uji berbagai efek farmakologi terhadap hewan percobaan dengan ekstrak tumbuhan atau bagian tumbuhan. Misalnya efek farmakologi terhadap susunan saraf pusat, terhadap organ tertentu, dan sebagainya. Percobaan farmakologi dapat dilakukan baik secara in vivo dan/atau in vitro. Adapun aktivitas yang diujikan antara lain antineoplastik, antiviral, antimikrobial, antimalaria, insektisida, hipoglikemik, kardiotonik, estrogenik atau androgenik, dan sebagainya. Pendekatan skrining fitokimia meliputi analisis kualitatif kandungan kimia dalam tumbuhan atau bagian tumbuhan (akar, batang, daun, bunga, buah, biji), terutama kandungan metabolit sekunder yang bioaktif, yaitu alkaloid, antrakinon, flavonoid, glikosida jantung, kumarin, saponin (steroid dan triterpenoid), tanin (polifenolat), minyak atsiri (terpenoid), iridoid, dan sebagainya. Adapun tujuan utama dari pendekatan skrining fitokimia adala untuk mensurvei tumbuhan untuk mendapatkan kandungan bioaktif atau kandungan yang berguna untuk pengobatan. Metode yang digunakan untuk melakukan skrining fitokimia harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain :

a. sederhana, b. cepat, c. dirancang untuk peralatan minimal, d. bersifat selektif untuk golongan senyawa yang dipelajari, e. bersifat semi kuantitatif sebegitu jauh dapat diketahui batas terendah dari golongan senyawa yang dipelajari, f. dapat memberikan keterangan tambahan ada atau tidaknya senyawa tertentu dari golongan senyawa yang dipelajari. Adapun hingga saat ini prosedur yang banyak dipublikasikan memenuhi kriteria (a) sampai dengan (d) dan sangat sedikit memenuhi kriteria (e) sampai dengan (f) (Fransworth, 1966). Skrining fitokimia ini dilakukan dengan dua macam uji, yaitu uji tabung dan uji kromatografi. Uji tabung digunakan sebagai uji pendahuluan untuk mengetahui macam senyawa yang terdapat dalam serbuk tumbuhan yang belum diketahui. Sedangkan uji kromatografi digunakan sebagai penegas jenis senyawa dari uji tabung yang dilakukan sebelumnya. Dalam praktikum ini uji kromatografi dilakukan dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT).

UJI TABUNG 1. Minyak Atsiri Merupakan zat yang berbau, terdapat pada berbagai bagian tumbuhan. Karena mudah menguap bila disimpan di tempat terbuka pada suhu kamar, maka disebut minyak menguap, minyak atsiri, atau minyak esens esensial (Claus,1970). Minyak atsiri adalah campuran dari banyak substansi yang kompleks dan sangat bervariasi dalam komposisi kimiawi. Hampir setiap tipe senyawa organik dapat ditemukan dalam minyak atsiri (hidrokarbon, alkohol, keton, aldehid, eter, oksida, fenol, dan ester) dan hanya sedikit komponen tunggal dengan persentase tinggi yaitu terpena. (Claus,1970; Wagner, 1984). Walaupun minyak atsiri mengandung bermacam-macam komponen kimia yang berbeda, namun komponen tersebut dapat digolongkan menjadi 4 kelompok besar yang menentukan sifat minyak atsiri, yaitu : terpen, yang ada hubungannya dengan isoprena atau isopentena; senyawa hidrokarbon berantai lurus, tidak mengandung rantai cabang; turunan benzen; bermacam-macam senyawa lainnya.

Sebagian minyak atsiri mengandung senyawa hidrokarbon yang mempunyai rumus empiris C10H16 dan kelompok persenyawaan yang mengandung atom oksigen dengan rumus empiris C10H16O dan C10H18O. Minyak atsiri memiliki beberapa aktivitas fisiologis yaitu sebagai antiseptik, antimalaria, antibakteri, antifungi, karminatif, analgetik, hemolitik, dan lain sebagainya. Secara ekonomi senyawa ini biasa digunakan untuk bahan pewangi, rempah-rempah, dan cita rasa dalam industri makanan (Claus, 1970; Harborne, 1987).

2. Steroid dan Triterpenoid Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isopren dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik yaitu skualen. Senyawa ini berstruktur siklik yang nisbi rumit, kebanyakan berupa alkohol, aldehid, atau asam karboksilat. Uji yang banyak digunakan adalah reaksi LiebermannBurchard (anhidrida asetat-H2SO4 pekat) yang dengan kebanyakan triterpen dan sterol memberikan warna hijau-biru (Harborne, 1987). Sterol atau steroid adalah triterpenoid yang kerangka dasarnya cincin siklopentana perhidrofenantren. Senyawa sterol pada tumbuhan disebut dengan fitosterol, yang umum terdapat pada tumbuhan tinggi adalah sitosterol, stigmasterol, dan kampesterol (Harborne, 1987).

3. Alkaloid Alkaloid adalah senyawa nitrogen yang biasanya terdapat dalam tumbuhtumbuhan. Alkaloid merupakan metabolit sekunder yang banyak terdapat dalam tanaman angiospermae. Pada umumnya alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen. Atom nitrogen dalam alkaloid terdapat sebagai amina primer, amina sekunder, amina tersier, dan amina kuarterner. Pada umumnya alkaloid terdapat dalam gabungan sebagai bagian dari sistem siklik dan bersifat fisiologis aktif pada manusia dan hewan (Harborne, 1987; Trease dan Evans, 1978). Berdasarkan struktur kimianya alkaloid dapat digolongkan sebagai: golongan piridina, misalnya arekolina (Areca catechu) dan nikotina (Nicotiana tabacum); golongan tropan, misalnya hiosiamina dan skopolamina (Atropa belladona, Hyoscyamus niger, Datura stramonium); golongan kinolin, mialnya kinina dan kinidina (Cinchona succirubra);

golongan iso-kinolin, misalnya hidrastin (Hydrastis canadensis), emetin (Cephaelis ipecuanhae), morfin dan kodein (Papaver somniferum); golongan indol, misalnya ergotamina (Secale cornutum), strikhnina dan brusina (Strychnos nux vomica), dan reserpin (Rauwolfia serpentina); golongan amina, misalnya efedrina (Ephedra sinica) dan kolkisina (Colchicum autumnale); golongan steroid, misalnya akonitin (Aconitum napellus); golongan purin, misalnya kofeina (Cola nitida, Coffea arabica, Camellia sinensis), teofilina (Camellia sinensis), dan teobromina (Theobroma cacao).

Identifikasi alkaloid dapat dilakukan dengan reaksi pengendapan dan reaksi warna. Sebelum dilakukan reaksi tersebut, diadakan isolasi antara lain dengan cara: a) penyekatan dengan pelarut organik, b) penyekatan air-asam, c) mikrosublimasi, d) mikrodestilasi dengan alat tanur TAS dilanjutkan dengan kromatografi. Alkaloid seringkali bersifat racun pada manusia tapi sebagian besar memiliki aktifitas fisiologis. Kebanyakan alkaloid diendapkan dari larutan netral atau sedikit asam oleh pereaksi Mayer (kalium iodida dan merkuri klorida), Wagner (larutan iod dalam KI), larutan asam tanat, Hager (larutan jenuh asam pikrat), atau oleh pereaksi Dragendorff (larutan iodium bismut iodida). Endapan dapat berbentuk amorf maupun kristalin dengan warna yang bervariasi yaitu krem (Mayer), coklat kemerahan (Wagner dan Dragendorff), kecuali alkaloid golongan yang tidak diendapkan, reaksi pengendapan dapat diganggu oleh adanya protein (Claus, 1970). Dalam tanaman alkaloid mempunyai beberapa fungsi antara lain sebagai pertahanan terhadap insektisida dan herbivora, merupakan hasil akhir dari proses detoksifikasi, mengatur pertumbuhan, dan merupakan elemen penting dalam tanaman untuk mengatur suplai nitrogen (Claus, 1970).

4. Senyawa Fenolik Senyawa fenolik meliputi bermacam senyawa yang memiliki ciri yaitu berupa senyawa aromatis. Beberapa senyawa yang termasuk dalam golongan fenolik antara lain fenol sederhana, lignin, antrakinon, flavonoid, tanin, dan fenil propanoid. Fenol sederhana memiliki kelarutan yang terbatas dalam air dan bersifat asam. Identifikasi senyawa fenol secara umum dapat menggunakan FeCl3, di mana akan dihasilkan larutan berwarna merah, violet, atau merah-ungu.

5. Glikosida Glikosida adalah senyawa yang tidak mereduksi, yang apabila terhidrolisis akan menghasilkan gugus gula (glikon) dan gugus bukan gula (aglikon). Bagian gula ada yang tidak spesifik (misalnya glukosa) dan yang spesifik (misalnya digitoksosa, sarmentosa). Molekul gula yang lazimnya terdapat pada glikosida adalah -Dglukosa, tetapi kadang-kadang ditemukan juga jenis gula lain, yaitu rhamnosa, digitoksosa, simarosa, dan lain-lain. Bila ikatan glikosidik terjadi dengan molekul glukosa, maka glikosida tersebut disebut dengan glukosida, sedang bila berikatan dengan gula yang lain disebut sebagai glikosida (Claus,1970). Glikosida umumnya larut dalam air, sedangkan aglikonnya tidak larut dalam air. Atas dasar aglikonnya, glikosida dibedakan menjadi: glikosida jantung, glikosida saponin, glikosida sianogen, glikosida antrakinon, glikosida flavanoid, glikosida alil-isotiosianat, glikosida fenolat, glikosida alkohol, glikosida aldehid, dan glikosida lakton.

a.) Glikosida Jantung Glikosida jantung mengandung glikosida steroid dengan efek yang spesifik, yaitu mempengaruhi irama pergerakan kerja jantung. Steroid ini strukturnya merupakan turunan sistem cincin tetrasiklik 10,13-dimethylcyclopentanoperhydrophenan-threne yang mempunyai lingkaran -lakton disebut kardenolida, sedang yang mempunyai lingkaran -lakton disebut bufadienolida, keduanya terletak pada posisi atom C-17. Glikosida jantung yang terkandung dalam tanaman antara lain adalah digitoksin (pada Digitalis folium), oleandrin (pada Nerii folium), strofantosid (pada Strophanthi semen). b.) Glikosida Saponin Glikosida saponin adalah glikosida yang terdiri atas 27 atom karbon steroid atau 30 atom karbon triterpen. Kelompok gula yang terikat pada gugus hidroksi tunggal (umunya atom C-3 hidroksi) dari aglikon, disebut sebagai saponin monodesmosida, sedangkan gula yang terikat pada lebih dari satu, biasanya pada gugus hidroksi dan karboksil, disebut sebagai saponin bis desmosida. Glikosida ini ditemukan pada berbagai bagian tanaman, seperti daun, batang, akar, umbi, bunga, dan buah. Glikosida ini memiliki karakter dengan rasa yang pahit dan kemampuannya menghemolisis sel darah merah. Saponin dalam air membentuk busa yang stabil. Hal ini disebabkan oleh sifat alamiah saponin sebagai senyawa yang amfifilik. Nama saponin sendiri berasal

dari kata sapon yang berarti sabun. Saponin dipercaya sebagai alat pengontrol kolesterol bagi mereka yang berdiet. Namun saponin juga dapat bersifat racun bagi hewan berdarah dingin karena kemampuannya untuk menurunkan tekanan darah. Beberapa saponin juga bersifat racun bila terhirup dan dapat menyebabkan urtikaria pada beberapa orang. Saponin yang telah teridentifikasi menyebabkan keracunan seperti ini disebut dengan sapotoksin. Liquiritiae radix dan Sarsaparllae cortex mengandung saponin. Demikian juga daging buah Sapindus rarak. Sifat-sifat saponin : berasa pahit dan berbusa dalam air, mempunyai sifat deterjen yang baik, beracun bagi binatang berdarah dingin, mempunyai aktivitas hemolisis, merusak sel darah merah, tidak beracun bagi binatang berdarah panas, mempunyai sifat antieksudatif, mempunyai sifat antiinflamasi mempunyai aplikasi yang baik dalam preparasi film fotografi.

c.) Glikosida Antrakinon Merupakan glikosida dengan aglikon yang merupakan turunan dari antrakinon. Antrakinon (9,10-dioxoanthracene) merupakan senyawa organik aromatic dan merupakan turunan dari antrasena. Glikosida antrakinon mempunyai efek laksatif atau purgatif. Contoh dari glikosida antrakinon antara lain emodin (pada Rhei radix, Rhamni frangulae), aloe emodin (pada Aloe folium), senosida A dan senosida B (pada Sennae folium). Struktur antrakinon adalah sebagai berikut :

Senyawa antrakinon dan turunannya seringkali bewarna kuning sampai merah sindur (oranye), larut dalam air panas atau alkohol encer. Untuk identifikasi digunakan reaksi Borntraeger. Antrakinon yang mengandung gugus karboksilat (rein) dapat diekstraksi dengan penambahan basa, misalnya dengan natrium bikarbonat. Hasil reduksi antrakinon adalah antron dan antranol, terdapat bebas di

alam atau sebagai glikosida. Antron bewarna kuning pucat, tidak menunjukkan fluoresensi, dan tidak larut dalam alkali, sedangkan isomemya, yaitu antranol bewarna kuning kecoklatan dan dengan alkali membentuk larutan berpendar (berfluoresensi) kuat. Oksantron merupakan zantara (intermediet) antara antrakinon dan antranol. Diantron adalah senyawa dimer tunggal atau campuran dari molekul antron. Diantron merupakan aglikon penting dalam Cassia, Rheum, dan Rhamnus; dalam golongan ini misalnya senidin, aglikon senosida. Reidin A, B, dan C yang terdapat dalam Sena dan Kelembak merupakan heterodiantron. Glikosida antrakinon berfungsi sebagai stimulan katartika dengan cara meningkatkan tekanan otot polos pada dinding usus besar. Aksinya akan terasa sekitar 6 jam kemudian atau lebih lama. Mekanisme aksinya diduga bahwa antrakinon dan antranol dan turunannya berpengaruh terhadap transpor ion dalam sel kolon dengan menghambat kanal ion Cl-. d) Glikosida sianogen Keberadaan glikosida sianogen didasarkan pada adanya gas HCN yang dibebaskan oleh hasil hidrolisis glikosida sianogen, baik secara kimiawi maupun oleh enzim endogen dalam sistem tertutup. Glikosida sianogen dapat diisolasi dengan cara umum yang digunakan untuk glikosida. Namun selama proses isolasi penting untuk menonaktifkan enzim glikosidase yang ada bersama-sama dalam jaringan tumbuhan. Glikosida sianogen ini antara lain laurocerasin (pada Laurocerasin folium), amygdalin (pada Amygdalae semen), prunasin (pada Prunus sp.), juga terdapat pada kubis (Brassica oleracea), sawi (Brassica nigra).

6. Tanin Tanin merupakan senyawa polifenol yang berarti termasuk dalam senyawa fenolik. Tanin dapat bereaksi dengan protein membentuk kopolimer mantap yang tak larut dalam air. Terdapat 2 jenis utama tanin yaitu tanin terkondensasi, tersebar pada paku-pakuan, angiospermae dan gymnospermae; dan tanin terhidrolisis, terdapat pada tumbuhan berkeping dua. Tanin dapat dideteksi dengan sinar UV pendek berupa bercak lembayung yang bereaksi positif dengan setiap pereaksi fenol baku. Elagitanin (tanin terhidrolisis) bereaksi khas dengan asam nitrit (NaNO2 ditambah dengan asam asetat) membentuk warna merah cerah yang kian lama berubah menjadi biru indigo (Harborne, 1987).

7. Karbohidrat

Karbohidrat atau sakarida merupakan senyawa yang termasuk polihidroksi keton atau polihidroksi aldehid. Senyawa lain yang bila dihidrolisis menghasilkan senyawa polihidroksi keton atau polihidroksi aldehid digolongkan dalam kelompok karbohidrat. Rumus umum dari karbohidrat adalah Cx(H2O)y. Karbohidrat dapat digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu : a) Monosakarida, yaitu gula yang tidak dapat dihidrolisis menjadi gula yang lebih sederhana. Contohnya glukosa, fruktosa, dan galaktosa. b) Oligosakarida, yaitu gula yang terdiri dari dua atau lebih satuan monosakarida yang berikatan dengan ikatan glikosidik. Contohnya sakarosa, laktosa, dan maltosa. c) Polisakarida, yaitu molekul yang tersusun dari sejumlah besar satuan monosakarida yang berikatan dengan ikatan glikosidik. Contohnya amilum, selulosa, dan gom.

8. Flavonoid Flavonoid merupakan metabolit sekunder dari tanaman yang memiliki 15 asam karbon dalam inti dasarnya, yang tersusun dalam konfigurasi C6C3C6, yaitu dua cincin aromatik yang dihubungkan oleh satuan 3 karbon yang dapat atau tidak membentuk cincin. Kerangka dasar dari flavonoid adalah sebagai berikut:

Flavonoid adalah pigmen yang tersebar luas dalam tanaman, terdapat dalam bentuk aglikon maupun heterosida. Beberapa senyawa tidak pernah ditemukan sebagai heterosida, seperti flavon tidak terhidroksilasi dan flavon yang teralkilasi penuh karena tidak memiliki gugus hidroksil dimana gula dapat dikombinasikan. Berdasarkan nomenklatur IUPAC, flavonoid dapat diklasifikasi menjadi : a) flavonoid, merupakan turunan dari stuktur 2-phenylchromen-4-one (2-phenyl-1,4benzopyrone), b) isoflavonoid, merupakan turunan dari struktur 3-phenylchromen-4-one (3-phenyl1,4 benzopyrone),

c) neoflavonoid, merupakan turunan dari struktur 4-phenylcoumarine (4-phenyl-1,2benzopyrone). Flavonoid disintesis melalui jalur metabolit fenilpropanoid di mana asam amino fenilalanin digunakan untuk memproduksi 4-coumaroyl-CoA, yang selanjutnya digabungkan dengan malonyl CoA untuk membentuk kerangka dasar flavonoid, sekelompok senyawa yang disebut chalcones yang mengandung dua cincin fenil. Konjugat ring-closure dari chalcones menghasilkan bentuk umum flavonoid, yaitu struktur tiga cincin dari flavon. Jalur metabolit kemudian berlanjut melalui serangkaian modifikasi enzimatik hingga menghasilkan flavon dihidroflavonol antosianin. Sepanjang jalur ini, juga dihasilkan produk-produk, termasuk flavonol, flavan-3-ol, tanin, dan senyawa polifenol yang lain. Flavonoid memiliki beberapa manfaat, baik bagi tumbuhan penghasil maupun untuk manusia. Flavonoid bagi tumbuhan penghasil berfungsi sebagai pigmen pada bunga dan untuk mencegah serangan dari serangga maupun mikroba. Sedangkan aktivitas biologi flavonoid untuk manusia antara lain : a) sebagai antioksidan sehingga sangat baik untuk pencegahan kanker, b) untuk melindungi struktur sel, memiliki hubungan sinergis dengan vitamin C (meningkatkan efektivitas vitamin C), c) antiinflamasi, d) mencegah keropos tulang, e) sebagai antibiotik: dalam banyak kasus, flavonoid dapat berperan secara langsung sebagai antibiotik dengan mengganggu fungsi dari mikroorganisme seperti bakteri atau virus; fungsi flavonoid sebagai antivirus telah banyak dipublikasikan, termasuk untuk virus HIV (AIDS) dan virus herpes. f) pencegahan dan pengobatan beberapa penyakit lain seperti asma, katarak, diabetes, encok atau rematik, migren, wasir, dan periodontitis (radang jaringan ikat penyangga akar gigi) (Claus,1970)

UJI KROMATOGRAFI Kromatografi merupakan cara pemisahan yang mendasarkan partisi atau adsorbsi cuplikan antara fase gerak dan fase diam. Kromatografi adalah suatu proses migrasi

diferensial dalam mana komponen-komponen cuplikan ditahan secara selektif oleh fase diam. Di antara berbagai jenis teknik kromatografi, kromatografi lapis tipis (KLT) adalah yang paling cocok untuk analisis obat di laboratorium farmasi. Metode ini hanya memerlukan investasi kecil untuk perlengkapan, menggunakan waktu singkat untuk menyelesaikan analisis (15-60 menit), dan memerlukan jumlah cuplikan yang sangat sedikit (kira-kira 0,1 g). Selain itu, hasil palsu yang disebabkan oleh komponen sekunder tidak mungkin terjadi, kebutuhan ruang minimum dan penanganannya sederhana. KLT adalah metode pemisahan fisikokimia. Lapisan yang memisahkan terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam) yang ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam, ataupun lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah berupa larutan dan ditotolkan berupa bercak atau pita. Selanjutnya pelat diletakkan dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan). Senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan (dideteksi) dengan penunjuk bercak (Stahl, 1985). Pemisahan secara kromatografi dilakukan dengan mengubah-ubah secara langsung beberapa sifat fisik umum dari molekul. Sifat utama yang terlihat adalah: kecenderungan molekul untuk melarut dalam cairan, kecenderungan molekul untuk melekat pada permukaan serbuk halus, kecenderungan molekul untuk menguap atau berubah ke keadaan uap (Gritter, 1991). Pada sistem kromatografi, campuran yang akan dipisahkan ditempatkan dalam keadaan sedemikian rupa sehingga komponen-komponennya harus menunjukkan 2 dari 3 sifat di atas. Hampir segala macam pelarut dapat dipakai untuk melarutkan campuran tetapi umumnya yang bertitik didih antara 50-100 0C. Pelarut yang demikian ini mudah ditangani dan mudah menguap dari lapisan. Penotolan dapat dilakukan dengan memakai pipa kapiler halus yang dibuat dari pipa kaca sedemikian rupa sehingga besarnya tak jauh beda dengan peniti. Cuplikan ditotolkan sekitar 8-10 l dari salah satu ujung kaca objek. Pelarut harus benar-benar dihilangkan sebelum dilakukan pengembangan. Jarak pengembangan senyawa pada kromatogram biasanya dinyatakan dengan angka Rf atau hRf. Rf = jarak elusi sampel Jarak elusi fase gerak Nilai Rf berjarak antara 0,00 dan 1,00 dan hanya dapat ditentukan 2 desimal. hRf adalah angka Rf dikalikan faktor 100, menghasilkan nilai berjangka antara 0 sampai 100, tetapi karena angka Rf merupakan fungsi sejumlah faktor maka angka ini dianggap

10

sebagai petunjuk saja, harga hRflah yang dicantumkan untuk meninjukkan letak suatu senyawa pada kromatogram (Gritter, 1991). Pemisahan dan pemurnian kandungan tumbuhan terutama dilakukan dengan menggunakan salah satu dari 4 teknik kromatografi atau gabungan teknik tersebut. Keempat teknik kromatografi tersebut adalah kromatografi kertas, KLT, kromatografi gas cair, dan kromatografi cair kinerja tinggi. Untuk mendeteksi senyawa tanpa warna pada kromatografi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Deteksi paling sederhana adalah jika senyawa menunjukkan penyerapan di daerah UV gelombang pendek atau senyawa tersebut dapat dieksitasi ke fluoresensi radiasi UV gelombang pendek dan atau gelombang panjang. Jika dengan kedua cara tersebut tidak dapat dideteksi, harus dengan reaksi kimia, pertama tanpa dipanaskan, kemudian bila perlu dipanaskan (Gritter, 1991).

III.

Uraian tanaman a. Klasifikasi tanaman Divisi Subdivisi Kelas Bangsa Suku Marga Jenis : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledonae : Rosales : Leguminosae : Abrus : Abrus precatorius L

b. Nama daerah Sumatera : Thaga (Aceh), Seugew (Gayo), Saga (Batak), Parusa (Mentawai), Kundi (Minangkabau), Kanderi (Lampung), Kendari (Melayu) Jawa Bali : Saga areuy (Sunda), Saga Telik (Jawa), Gasagaan lakek (Madura) : Piling piling

Kalimantan : Saga (Sampit), Taning bajang (Dayak)

c. Morfologi Habitus Batang Daun : perdu, merambat, membelit. : berkayu, bulat, masih muda hijau, setelah tua hijau kecoklatan. : majemuk, berselang-seling, pertulangan menyirip, anak daun 8-18 pasang, bentuk daun bulat telur, ujung meruncing, pangkal bulat, tepi rata (integer), panjang 6-25 mm, lebar 3-8 mm, warna hijau.

11

Bunga

: majemuk, bentuk tandan, bagian bawah berkelamin dua, bagian atas hanya terdiri dari bunga jantan, kelopak bergerigi pendek, berbulu, tajuk bunga bersayap, ungu muda hingga kemerahan.

Buah Biji

: polong, panjang 2-5 cm, tiga sampai 6 buah, hijau. : bulat telur, keras, panjang 6-7 mm, tebal 4-5 mm, merah bernoda hitam.

Akar

: tunggang, coklat kotor.

d. Khasiat Abrus precatorius berkhasiat sebagai : obat sariawan, obat batuk, obat radang tenggorokan, antikehamilan, laksatif, aprodisiak, purgatif, emetic, tonik, antiradang, antialergi.

e. Kandungan kimia Daun, batang, biji Batang Biji Akar : saponin dan flavonoid : polifenol : tanin : alkaloid, saponin, polifenol, abruquinone

12

IV.

Metode (alat bahan + caker) a. Alat Timbangan Tabung reaksi Corong pisah Gelas ukur 10 ml , 100 ml Pengaduk kaca Labu erlenmeyer Penangas air Beaker glass Pipet tetes Cawan porselin Tabung refluks Kertas saring Corong Flakon

b. Bahan Serbuk simplisia K37 Petroleum eter Eter

13

Etanol 70% Aquadest KOH 0,5 N dalam etanol Aquadest panas Anhidrida asam asetat P Kloroform P Asam sulfat pekat SbCl3 dalam kloroform P HCl 2% Dragendorff Mayer Larutan FeCl3 K4(CN)6 Amonia encer NaOH 10%

Bahan KLT Alkaloid Fase diam Fase gerak Sampel Silika gel F 254 Toluena-etil asetat-dietilamina (7:2:1) Sari eter Larutan asam dari sari etanol air Jumlah sampel Pembanding Deteksi Keterangan Kinin Dragendorff dilanjutkan natrium nitrit Bercak berwarna jingga sampai merah tua di bawah sinar tampak 3 totol @ sampel

Kumarin Fase diam Fase gerak Sampel Jumlah sampel Silika gel F 254 Dietileter-toluen (1:1) dijenuhkan dengan asam asetat 10% Sari eter 3 totol

14

Pembanding Deteksi Keterangan

Kumarin standar KOH 5% etanolik Biru muda atau sawo matang

Tanin dan senyawa fenolik lain Fase diam Fase gerak Sampel Silika gel F 254 Etil asetat-metanol-air (100:13,5:10) Sari eter Sari eter dari uji glikosida sari etanol air Jumlah sampel Pembanding Deteksi Keterangan Asam galat FeCl3 Di bawah sinar tampak senyawa fenolik akan berwarna hijau hingga biru kehitaman 3 totol @ sampel

Minyak atsiri Fase diam Fase gerak Sampel Jumlah sampel Pembanding Deteksi Keterangan Anisaldehida asam sulfat, dipanaskan 100C Bercak di bawah sinar tampak berwarna biru, hijau, merah menunjukkan adanya senyawa terpen yang biasanya merupakan penyusun minyak atsiri Silika gel F 254 Toluena-etilasetat (93:7) Sari petroleum eter 3 totol @ sampel

Flavonoid Fase diam Fase gerak Sampel Jumlah sampel Silika gel F 254 Etil asetat-asam format-asam asetat glasial-air (100:11:11:27) Sari petroleum eter 3 totol @ sampel

15

Pembanding Deteksi Keterangan

AlCl3 Bercak di bawah sinar tampak berwarna biru, hijau, merah menunjukkan adanya senyawa terpen yang biasanya merupakan penyusun minyak atsiri

c. Cara kerja Skema I

16

Skema II

Skema III

17

V.

Hasil percobaan Uji Tabung a. Sari Petroleum Eter Uji Steroid triterpenoid Hasil Pengamatan dan Terbentuk 3 lapisan : Karotenoid Atas : ungu ket (-)

Tengah :coklat Baawah : bening (-)

Berwarna kuning

b. Sari Eter Uji Alkaloid Hasil Pengamatan 3 Tabung : 1. Pembanding 2. + Dragendorff: endapan oranye 3. + Mayer LP Senyawa fenolik 1) Fenol fenol 2) Fenol propanoid 3) Antrakuinon c. Sari Etanol Air Uji Garam alkaloid a. Alkaloid Hasil Pengamatan Masing masing uji 3 tabung : b. Alkaloid kuarterner atau amina teroksidasi Antosian Tidak terjadi perubahan warna pada ketiga reaksi : Keadaan asam Keadaan netral Keadaan alkalis (-) Pembanding : coklat (+) (-) Ket Hitam Biru Kuning menjadi hijau bening Menjadi larutan coklat : endapan putih (+) (+) (+) (-) Ket (+)

+ Dragendorff : endapan merah + Mayer LP : tidak ada perubahan warna

Pembanding : coklat + Dragendorff : coklat muda + Mayer : coklat muda (-) (-)

18

Glikosida a. Steroid triterpenoid b. Senyawa fenolik c. Senyawa fenol fenol d. Fenil propanoid e. Antrakuinon Saponin Tanin Karbohidrat a. Karbohidrat b. Pati Terbentuk warna coklat seperti teh (+) Kuning menjadi hijau Terbentuk warna kuning (+) (-) (+) (+) atau Reaksi Liebermann-Burchard terbentuk ( - ) (+) (+)

larutan bening berwarna kuning kecoklatan Terbentuk warna hijau Terbentuk warna biru kehijauan

Terbentuk buah setinggi 0,3 cm Terbentuk warna biru

Uji KLT a. Kumarin No Rf Sebelum disemprot UV 254 1 0,15 Tampak UV 366 Setelah disemprot UV 366 Tampak -

Pemadaman ungu

Fluoresensi Fluoresensi hijau hijau

0,25

Fluoresensi Fluoresensi hijau hijau

0,35

Fluoresensi Fluoresensi hijau hijau

0,6125

Pemadaman kuning

Fluoresensi Pembanding hijau fluoresensi kuning Sampel: Fluoresensi hijau

: -

0,7625

Fluoresensi Fluoresensi hijau hijau

19

b. Tanin dan senyawa fenolik lain No Rf Sebelum disemprot UV 254 1 0,09375 Tampak UV 366 Setelah disemprot UV 366 Tampak -

Fluoresensi Fluoresensi pink pink

0,275

Fluoresensi Fluoresensi hijau hijau -

0,3875

Pemadaman ungu

0,8125

Pemadaman Bercak ungu coklat -

Fluoresensi hijau

Bercak hitam

0,83125

Fluoresensi Fluoresensi pink pink

0,8875

Fluoresensi Fluoresensi pink pink

0,96875

Bercak hijau

Fluoresensi Fluoresensi pink pink

Bercak hijau

Fluoresensi pink : senyawa sampel Bercak hijau : sari eter

c. Alkaloid No Rf Sebelum disemprot UV 254 1 0,2312 5 2 0,475 Tampak UV 366 Setelah disemprot UV 366 Tampak -

Pemadama n ungu Bercak hijau

0,525

Bercak biru

d. Minyak atsiri Sampel yang ditotolkan tidak terelusi.

20

Alkaloid
sebelum disemprot Setelah disemprot

4,2cm
3,8cm

1,85cm

tampak

UV 254

UV 366

UV 366

tampak

A : pembanding kinin B : sari eter C: larutan asam dari sari etanol air

: pemadaman ungu

Kumarin
sebelum disemprot Setelah disemprot

6,1cm

4,9cm
2,8cm

2cm 1,2cm

B
UV 254 UV 366 tampak

tampak

UV 366

A : pembanding kumarin standar B : sari eter : fluoressensi kuning

: pemadaman ungu : pemadaman kuning : fluoresensi hijau

Tanin dan fenolik lain


sebelum disemprot Setelah disemprot

7,75cm 7,1cm 6,65cm


6,5cm

4,9cm

3,1cm

0,75cm

tampak

UV 254

UV 366

UV 366

tampak

A : pembanding asam galat B : sari eter C: Sari eter dari uji glikosida sari etanol air

: fluoresensi pink : fluoresensi hijau : pemadaman ungu

VI.

Pembahasan Pada praktikum kali ini dilakukan skrining fitokimia terhadap suatu simplisia dengan kode SK 37, yaitu daun Abrus precatorius (Saga). Skrining fitokimia dilakukan untuk mengetahui kandungan senyawa bioaktif yang dapat digunakan untuk pengobatan maupun untuk pencegahan penyakit. Pada percobaan kali ini digunakan dua macam uji,

21

yaitu uji tabung dan uji KLT. Sebelum dilakukan kedua uji tersebut, terlebih dahulu dilakukan penyarian simplisia dengan menggunakan tiga macam penyari yang berbeda kepolarannya. Penyarian adalah kegiatan penarikan zat aktif yang dapat larut dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Hasil dari ekstraksi adalah ekstrak yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua pelarut diuapkan (Yuswantina, 2009). Karena simplisia yang digunakan merupakan zat padat, maka penyarian dilakukan dengan cara maserasi. Maserasi merupakan proses merendam bahan simplisia yang telah dihaluskan dengan menstrum sampai meresap dan melunakkan susunan sel, sehingga zat-zat yang mudah larut akan terlarut. Selama proses maserasi, bahan direndam dalam wadah bermulut lebar (labu Erlenmeyer) , ditutup rapat menggunakan plastik, dan dikocok berulang-ulang selama 10 menit. Adanya pengocokan ini, memberikan suatu keseimbangan konsentrasi bahan yang lebih cepat ke dalam cairan penyari. Keadaan diam dalam proses maserasi menyebabkan turunnya perpindahan zat aktif (Yuswantina, 2009). Untuk penyarian serbuk simplisia Abrus precatorius digunakan petroleum eter, eter, dan etanol-air. Sebanyak 10 gram serbuk simplisia daun Abrus precatorius direndam dengan 150 mL pelarut. Penyarian dilakukan sebanyak tiga kali dengan volume pelarut masing-masing 70 mL, 40 mL, dan 40 mL. Penyarian berkali-kali akan menyebabkan lebih banyak zat aktif yang tersari daripada penyarian tunggal dengan volume pelarut sejumlah akumulasi volume pelarut untuk penyarian berkali-kali. Serbuk simplisia daun Abrus precatorius pertama kali dimaserasi dengan petroleum eter, kemudian eter, dan terakhir dengan etanol-air. Setelah disari dengan petroleum eter, serbuk simplisia dikeringkan kemudian disari dengan eter. Setelah disari dengan eter, serbuk simplisia dikeringkan kembali dan disari dengan etanol-air. Tiap kali penyarian, cairan disaring menggunakan corong dan kertas saring kemudian ampas dicuci dengan pelarut. Pencucian ini dilakukan untuk memperoleh sisa kandungan bahan aktif dan untuk menyeimbangkan kembali kehilangan saat penguapan yang terjadi pada penyarian (Yuswantina, 2009). Filtrat yang diperoleh ditampung dalam cawan porselin dan kemudian dipekatkan. Sari petroleum eter dipekatkan hingga kira kira 10 mL, disisihkan 1 mL untuk uji KLT. Sari eter dipekatkan hingga kira kira 30 mL, disisihkan 5 mL untuk uji KLT. Sari etanol-air dipekatkan hingga kira kira 40 mL, disisihkan 5 mL untuk KLT. Sari

22

petroleum eter, sari eter, dan sari etanol-air kemudian diuji kandungan senyawanya dengan uji tabung dan uji KLT.

a. Uji tabung sari petroleum eter Petroleum eter adalah pelarut non polar yang merupakan campuran hidrokarbon cair yang bersifat mudah menguap (Yuswantina, 2009). Petroleum eter akan melarutkan senyawa-senyawa yang bersifat kurang polar pada selubung sel dan dinding sel seperti lemak-lemak, terpenoid, klorofil, dan steroid. Sari petroleum eter mengandung zat-zat kimia yang larut dalam minyak, misalnya minyak atsiri, lemak dan asam lemak tinggi, steroid dan triterpenoid, serta karotenoid. Pada skrining fitokimia yang dilakukan, fraksi petroleum eter daun Abrus precatorius digunakan untuk uji steroid atau triterpenoid dan karotenoid. Hasil ekstraksi 10 gram serbuk daun Abrus precatorius dengan 150 mL petroleum eter diperoleh ekstrak encer berwarna coklat bening. Uji steroid atau triterpenoid dilakukan menggunakan reaksi Liebermann-Burchard (asam asetat anhidrat-asam sulfat pekat). Sari petroleum eter diuapkan di atas penangas air hingga kering kemudian ditambah 5 mL KOH 0,5 N dalam etanol. Penambahan KOH dimaksudkan untuk membebaskan aglikon bila ada glikosida sehingga akan terbebaskan aglikon steroid dan glikon (gula). Menurut literatur, daun Abrus precatorius mengandung saponin triterpenoid. Saponin merupakan triterpena atau steroid yang terutama terdapat sebagai glikosida (Harborne, 1987). Oleh karena itu, sebelum dilakukan uji, triterpenoid yang merupakan aglikon triterpenoid harus dibebaskan dulu dari glikosida saponin. Cairan kemudian direfluks hingga tidak terlihat tetesan minyak pada permukaan cairan dan bau etanol hilang. Mulut tabung ditutup dengan kapas yang dibasahi air agar terjadi kondensasi. Pemanasan yang dilakukan akan menyebabkan pelarut menguap ke atas dan uap-uap cairan penyari yang terkondensasi akan turun kembali menuju tabung dan menyari kembali sampel yang berada pada tabung, demikian seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai penyarian sempurna. Tidak terlihatnya tetesan minyak menandakan bahwa petroleum eter telah menguap

semuanya dan hilangnya bau etanol menandakan bahwa etanol telah menguap semuanya. Sisa sari petroleum eter kemudian dilarutkan dalam air panas untuk melarutkan glikon (gula) lalu didinginkan. Setelah dingin, aglikon steroid yang tidak larut dalam air disari tiga kali dalam corong pisah dengan masing-masing 10 mL eter. Penyarian berkali-kali akan menyebabkan lebih banyak zat aktif yang tersari daripada penyarian

23

tunggal dengan volume pelarut sejumlah akumulasi volume pelarut untuk penyarian berkali-kali . Sari eter yang mengandung aglikon steroid kemudian dipisahkan dan dikumpulkan kemudian diambil sebanyak 5 mL untuk diuapkan sampai kering kemudian ditambah 0,5 mL asam asetat anhidrida P dan 0,5 ml kloroform P. Cairan kemudian dituang ke dalam tabung reaksi yang kering karena uji Liebermann-Burchard akan memberikan hasil yang baik, bila alat-alat gelas, reagen-reagen, dan senyawa-senyawa yang akan diuji berada dalam keadaan kering. Setelah dipindah ke dalam tabung reaksi, cairan ditetesi asam sulfat pekat melalui dinding tabung reaksi. Bila terdapat sterol (triterpena yang kerangka dasarnya sistem cincin siklopentana perhidrofenantrena) dalam sampel, akan terjadi reaksi dengan asam kuat dalam kondisi bebas air dan akan dihasilkan warna yang spesifik. Warna yang dihasilkan bervariasi sesuai dengan kondisi percobaan. Mekanisme reaksinya menurut salah satu teori adalah mula-mula dibentuk kompleks senyawa yang teraktivasi, diikuti dengan agregasi beberapa molekul menghasilkan sistem terkonjugasi. Senyawa-senyawa kromofor yang dihasilkan berlaku seperti indikator asam-basa. Sampel dinyatakan positif mengandung steroid atau triterpenoid jika terbentuk cincin coklat kemerahan atau ungu. Pada hasil reaksi, tidak terbentuk cincin coklat kemerahan atau ungu melainkan terbentuk tiga lapisan tanpa cincin. Lapisan atas berwarna ungu, lapisan tengah berwarna coklat, dan lapisan bawah bening sehingga diperkirakan sampel tidak mengandung steroid atau triterpenoid. Hasil reaksi yang didapat tidak sesuai dengan yang tertera di literatur bahwa daun Abrus precatorius mengandung triterpenoid bernama abrusosida dan aglikon triterpenoid dari glikosida saponin. Kemungkinan hal ini disebabkan karena hanya sedikit zat aktif yang tersari, aglikon steroid belum terbebaskan dari glikosida saponin, atau tabung reaksi yang tidak kering sehingga reaksi Liebermann-Burchard tidak memberikan hasil yang baik. Selain uji steroid atau triterpenoid, dilakukan juga uji karotenoid menggunakan reaksi Carr-Price (larutan antimon klorida (SbCl3) 20 % dalam kloroform) terhadap sampel. Sebanyak 5 mL sari eter diuapkan sampai kering kemudian ditambah 2-3 tetes larutan jenuh SbCl3 dalam kloroform P. Sampel dinyatakan positif mengandung karotenoid bila terbentuk warna biru yang kemudian menjadi warna merah. Pada hasil reaksi, tidak terbentuk warna biru yang kemudian menjadi warna merah, melainkan terbentuk warna kuning sehingga diperkirakan sampel tidak mengandung karotenoid.

24

b. Uji tabung sari eter Sari ini mengandung senyawa alkaloid, senyawa-senyawa fenolik, komponen minyak atsiri tertentu, dan asam lemak. Hasil ekstraksi 10 gram serbuk daun Abrus precatorius dengan 150 mL eter diperoleh ekstrak encer berwarna hijau tua. 1. Uji alkaloid Dalam uji alkaloid, 10 mL sari eter diuapkan kemudian ditambah 1,5 mL HCl 2 %. Tujuan penambahan HCl adalah karena alkaloid bersifat basa sehingga biasanya diekstrak dengan pelarut yang mengandung asam. Larutan uji kemudian dibagi menjadi tiga bagian. Satu bagian sebagai pembanding, satu bagian direaksikan dengan pereaksi Dragendorff, dan satu bagian direaksikan dengan pereaksi Mayer. Kebanyakan alkaloid diendapkan dari larutan netral atau asam oleh sejumlah reagen yang mengandung logam berat seperti merkuri (Hg), platina (Pt), bismut (Bi), dan emas (Au). Pereaksi Mayer merupakan larutan kalium merkuri iodida yang membentuk endapan berwarna krem atau putih terhadap sebagian besar alkaloid. Sedangkan pereaksi Dragendorff merupakan larutan kalium bismut iodida yang memberikan endapan warna oranye hingga coklat kemerahan atau coklat muda sampai kuning dengan adanya alkaloid. Diperkirakan endapan putih dengan penambahan pereaksi Mayer tersebut adalah kompleks kalium-alkaloid. Pada pembuatan pereaksi Mayer, larutan merkurium (II) klorida ditambah kalium iodida akan bereaksi membentuk endapan merah merkurium(II) iodida. Jika kalium iodida yang ditambahkan berlebih maka akan terbentuk kalium tetraiodomerkurat(II) (Svehla, 1990). Alkaloid mengandung atom nitrogen yang mempunyai pasangan elektron bebas sehingga dapat digunakan untuk membentuk ikatan kovalen koordinat dengan ion logam (McMurry, 2004). Pada uji alkaloid dengan pereaksi Mayer, diperkirakan nitrogen pada alkaloid akan bereaksi dengan ion logam K+ dari kalium tetraiodomerkurat (II) membentuk kompleks kalium-alkaloid yang mengendap. Perkiraan reaksi yang terjadi pada uji Mayer ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 2. Perkiraan reaksi uji Mayer

25

Endapan pada penambahan pereaksi Dragendorff adalah kalium-alkaloid. Pada pembuatan pereaksi Dragendorff, bismut nitrat dilarutkan dalam HCl agar tidak terjadi reaksi hidrolisis karena garam-garam bismut mudah terhidrolisis membentuk ion bismutil (BiO+).

Gambar 3. Reaksi hidrolisis bismuth Agar ion Bi3+ tetap berada dalam larutan, maka larutan itu ditambah asam sehingga kesetimbangan akan bergeser ke arah kiri. Selanjutnya ion Bi3+ dari bismut nitrat bereaksi dengan kalium iodida membentuk endapan hitam bismut (III) iodida yang kemudian melarut dalam kalium iodida berlebih membentuk kalium tetraiodobismutat (Svehla, 1990). Pada uji alkaloid dengan pereaksi Dragendorff, nitrogen digunakan untuk membentuk ikatan kovalen koordinat dengan K+ yang merupakan ion logam. Reaksi pada uji Dragendorff ditunjukkan pada Gambar 4 (Miroslav, 1971).

Gambar 4. Reaksi uji Dragendorff

Pada penambahan pereaksi Dragendorff terbentuk endapan berwarna oranye dan pada penambahan pereaksi Mayer terbentuk endapan putih sehingga diperkirakan sampel mengandung alkaloid. Tetapi reagen pengendap alkaloid juga dapat mengendapkan senyawa lain dari tumbuhan seperti tanin, kumarin, protein, dan beberapa flavonoid sehingga sekalipun terbentuk endapan dengan pereaksi Dragendorff dan Mayer belum bisa disimpulkan bahwa serbuk simplisia Abrus precatorius mengandung alkaloid. Terlebih menurut literatur, daun Abrus precatorius juga mengandung flavonoid dan protein (Inventaris Tanaman Obat Indonesia, 1994). Untuk memastikan, perlu dilakukan uji lebih lanjut dengan KLT yang akan dibahas kemudian.

26

2. Uji Senyawa Fenolik Dalam uji senyawa fenolik, sebanyak 1 mL sari eter diuapkan kemudian sisa ditambah larutan FeCl3. Sampel dikatakan positif mengandung senyawa fenolik terutama fenolik bebas bila terbentuk warna hijau, ungu, biru, sampai hitam dengan penambahan larutan FeCl3. Gugus fenolik dari senyawa polifenol akan berikatan dengan FeCl3 membentuk senyawa kompleks yang berwarna dan tidak larut. Dengan penambahan larutan FeCl3, terbentuk warna hitam sehingga diperkirakan sampel mengandung senyawa fenolik.

3. Fenol-fenol Dalam uji senyawa fenol-fenol, sebanyak 1 mL sari eter diuapkan kemudian sisa ditambah campuran kalium heksasianoferat (III) dan larutan besi (III) klorida. Sampel dikatakan positif mengandung senyawa fenol-fenol bila terbentuk warna biru sampai hitam. Dengan penambahan campuran kalium heksasianoferat (III) dan larutan besi (III) klorida, terbentuk warna biru sehingga diperkirakan sampel mengandung senyawa fenol-fenol.

4. Fenil Propanoid (Kumarin) Dalam uji senyawa fenil propanoid, sebanyak 3 mL sari eter diuapkan kemudian sisa dilarutkan dalam air panas dan dinginkan. Larutan uji kemudian dibagi menjadi dua bagian. Satu bagian sebagai pembanding dan satu bagian ditambah dengan ammonia encer hingga pH larutan uji berada dalam rentang 8-9. Sampel dikatakan positif mengandung senyawa kumarin atau derivatnya bila terjadi fluoresensi biru atau hijau di bawah sinar UV. Sampel yang dianalisis memberikan fluoresensi dari kuning menjadi hijau bening sehingga diperkirakan sampel mengandung senyawa kumarin turunan fenil propanoid.

5. Antrakuinon Dalam uji senyawa antrakuinon, sebanyak 3 mL sari eter dituang dalam tabung reaksi kemudian ditambah 1 mL ammonia 25% atau NaOH 10% lalu dikocok. Sampel dikatakan positif mengandung senyawa antrakuinon bila warna larutan berubah menjadi merah keruh. Dengan penambahan NaOH 10 %, larutan berwarna coklat dan tidak terbentuk warna merah keruh sehingga diperkirakan sampel tidak mengandung antrakuinon.

c. Uji tabung sari etanol air

27

Sari ini mengandung garam alkaloid, alkaloid basa kuartener dan amina teroksidasi, antosian, glikosida, saponin, tanin, dan karbohidrat. Hasil ekstraksi 10 gram serbuk daun Abrus precatorius dengan 150 mL etanol-air diperoleh ekstrak encer berwarna coklat kehitaman.

1. Uji Garam Alkaloid Dalam uji garam alkaloid, sebanyak 10 mL sari etanol-air diuapkan dan sisa ditambah HCl 10 % kemudian dipanaskan sambil diaduk. Sari etanol-air kemudian dibagi menjadi dua bagian. Satu bagian untuk uji alkaloid dan satu bagian untuk uji alkaloid kuartener atau amina teroksidasi. i. Alkaloid Dalam uji alkaloid, sari etanol-air ditambah dengan ammonia encer hingga alkalis (pH 8-9). Pembasaan lemah (ammonia) akan melepaskan alkaloid basa dari garamnya. Alkaloid basa kemudian disari dengan kloroform karena alkaloid basa larut dalam pelarut organik. Setelah disari dengan kloroform, cairan diuapkan hingga kering dan sisa ditambah HCl 2 %. Cairan kemudian dibagi menjadi tiga bagian. Satu bagian untuk pembanding, satu bagian untuk direaksikan dengan pereaksi Mayer LP, dan satu bagian untuk direaksikan dengan pereaksi Dragendorff LP. Pada penambahan pereaksi Mayer LP tidak terlihat endapan tetapi dengan penambahan pereaksi Dragendorff LP terlihat endapan berwarna merah sehingga diperkirakan sampel mengandung alkaloid. Namun karena penyarian dengan etanol-air bisa menyari glikosida seperti flavonoid, yang menurut literatur merupakan salah satu kandungan daun Abrus precatorius, tidak menutup kemungkinan bahwa endapan yang terbentuk bukan berasal dari alkaloid. ii. Alkaloid kuartener atau amina teroksidasi Dalam uji alkaloid kuartener atau amina teroksidasi, sari etanol-air ditambah dengan NaCl padat untuk kemudian diaduk. Perlakuan ekstrak dengan NaCl sebelum penambahan pereaksi dilakukan untuk menghilangkan protein. Adanya protein yang mengendap pada penambahan pereaksi yang mengandung logam berat (pereaksi Mayer dan pereaksi Dragendorff) dapat memberikan reaksi positif palsu pada beberapa senyawa (Santos et al., 1998). Sari etanol-air yang telah ditambah dengan NaCl padat kemudian disaring dan dicuci dengan HCl 10 % LP. Setelah dicuci dengan HCl 10 % LP, cairan ditambah dengan pereaksi Mayer atau pereaksi Dragendorff. Dengan

28

penambahan pereaksi Mayer atau pereaksi Dragendorff tidak terjadi endapan sehingga diperkirakan sampel tidak mengandung alkaloid kuartener atau amina teroksidasi.

2. Uji Antosian Dalam uji antosian, sampel dikatakan positif bila memberikan warna merah dalam suasana asam, warna ungu dalam suasana netral, dan warna biru atau hijau dalam suasana alkalis. Dari ketiga suasana tersebut, sari etanol-air tidak memberikan perubahan warna sehingga diperkirakan sampel tidak mengandung antosian.

3. Uji Glikosida Dalam uji glikosida, sebanyak 20 mL sari etanol-air ditambah dengan 15 mL HCl 10 % LP kemudian direfluks selama 30 menit untuk menghidrolisis jaringan tumbuhan. Setelah direfluks selama 30 menit, sari etanol-air didinginkan dan fenol yang terbebaskan disari tiga kali masing-masing dengan 8 mL eter dalam corong pisah. Sari eter kemudian dikumpulkan dan ditambah natrium sulfat anhidrat sehingga terbentuk dua fase. Tujuan penambahan natrium sulfat anhidrat adalah untuk pengikatan fasa air yang terikutsertakan pada pemisahan fasa eter dan fasa air-asam dengan menggunakan corong pisah (pengeringan). Adanya glikosida yang terhidrolisis dengan pemanasan dalam asam, akan membebaskan aglikon yang larut dalam fase eter dan glikon (gula) yang larut dalam fase airasam. Fase eter digunakan untuk uji senyawa fenolik dengan metode yang sama seperti pada sari eter, dan fase air-asam digunakan untuk uji karbohidrat. i. Uji senyawa fenolik Dengan penambahan larutan FeCl3, terbentuk warna hitam sehingga diperkirakan sampel mengandung aglikon senyawa fenolik. ii. Uji senyawa fenol-fenol Dengan penambahan campuran kalium heksasianoferat (III) dan larutan besi (III) klorida, terbentuk warna biru kehijauan sehingga diperkirakan sampel mengandung aglikon senyawa fenol-fenol. iii. Uji senyawa fenil propanoid (kumarin) Sampel yang dianalisis memberikan fluoresensi dari kuning menjadi hijau sehingga diperkirakan sampel mengandung aglikon senyawa fenil propanoid (kumarin).

29

iv. Uji antrakuinon Dengan penambahan NaOH 10 %, cairan berwarna kuning dan tidak terbentuk warna merah keruh sehingga diperkirakan sampel tidak mengandung aglikon antrakuinon.

v. Uji steroid atau triterpenoid Dengan reaksi Liebermann-Burchard, cairan berwarna kuning kecoklatan bening sehingga diperkirakan sampel tidak mengandung steroid atau triterpenoid. Secara teoritis, daun Abrus precatorius mengandung glikosida triterpenoid seperti abrusida dan saponin triterpenoid glizerizin sehingga hidrolisis akan membebaskan aglikon triterpenoid. Hasil yang negatif kemungkinan disebabkan karena glikosida yang belum terhidrolisis sempurna sehingga aglikon triterpenoid tidak berada bebas dalam cairan.

vi. Uji karbohidrat Uji karbohidrat dilakukan untuk mengidentifikasi adanya glikon (gula) bebas dalam fase air asam yang menunjukkan bahwa sampel mengandung glikosida. Pada percobaan, uji karbohidrat menunjukkan hasil negatif. Secara teori, uji karbohidrat akan memberikan hasil yang positif karena sampel mengandung glikosida. Hasil yang negatif kemungkinan disebabkan karena glikosida yang belum terhidrolisis sempurna sehingga glikon (gula) tidak berada bebas dalam cairan.

Gambar 5. Struktur kimia glyzerizin (glycyrrhizin), saponin triterpenoid yang terkandung dalam daun Abrus precatorius

Hasil positif pada uji senyawa fenol kemungkinan disebabkan karena adanya kemiripan struktur dengan cincin aromatik yang mengandung gugus hidroksil pada

30

struktur glizerizin atau karena adanya batang pada serbuk simplisia yang mengandung tanin (senyawa fenol).

4. Uji Saponin Dalam uji saponin, sebanyak 2 mL sari etanol-air diuapkan hingga tinggal separuh kemudian sisa diencerkan dengan air sama banyak. Sari etanol-air yang telah diencerkan kemudian dikocok selama 15 menit. Sampel dinyatakan positif mengandung saponin bila terbentuk buih yang stabil. Dengan pengocokan selama 15 menit, terbentuk buih yang stabil setinggi 0,3 cm sehingga diperkirakan sampel mengandung saponin. Hasil ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa daun Abrus precatorius mengandung saponin.

5. Uji Tanin Dalam uji tanin, sebanyak 1 mL sari etanol-air ditambah dengan 2 mL air dan FeCl3 P. Sampel dinyatakan positif mengandung tanin bila memberikan warna biru hingga hijau kehitaman. Dengan penambahan 2 mL air dan FeCl3 P, terbentuk warna biru sehingga diperkirakan sampel mengandung tanin. Secara teori, daun Abrus precatorius tidak mengandung tanin. Kandungan tanin Abrus precatorius terdapat pada batangnya. Warna biru yang dihasilkan kemungkinan merupakan reaksi antara FeCl3 P dengan senyawa fenol yang terkandung dalam daun Abrus precatorius atau serbuk simplisia yang diuji tidak hanya berasal dari daun tapi juga dari batang Abrus precatorius.

6. Uji Karbohidrat i. Karbohidrat Dalam uji karbohidrat, sebanyak 2 mL sari etanol-air diuapkan hingga hampir kering kemudian ditambah dengan pereaksi Molisch dan 2-3 tetes asam sulfat pekat P. Pereaksi Molisch yang terdiri dari -naftol dalam alkohol akan bereaksi dengan furfural membentuk senyawa kompleks berwarna ungu yang disebabkan oleh daya dehidrasi asam sulfat pekat terhadap karbohidrat. Uji ini bukan uji spesifik untuk karbohidrat, walalupun hasil reaksi yang negatif menunjukkan bahwa larutan yang diperiksa tidak mengandung karbohidrat. Terbentuknya cincin ungu menyatakan reaksi positif. Dalam percobaan, uji karbohidrat tidak dilakukan karena sampel habis. Secara teori, daun Abrus precatorius akan memberikan hasil positif karena daun mengandung selulosa yang termasuk karbohidrat. Selain itu, daun Abrus

31

precatorius juga mengandung glikosida saponin yang berarti memiliki bagian glikon (gula) yang bisa memberikan reaksi positif bila terpisah dengan aglikonnya.

ii. Pati Dalam uji pati, sebanyak 1 mL sari etanol-air dienaptuang dan diencerkan kemudian ditambah lugol LP. Sampel positif mengandung pati bila terbentuk warna biru. Tapi pada percobaan, warna cairan tidak berubah menjadi biru melainkan coklat seperti teh sehingga diperkirakan sampel tidak mengandung pati.

Hasil skrining fitokimia dengan uji tabung dibandingkan dengan kandungan senyawa daun Abrus precatorius menurut literatur dapat dilihat dalam tabel berikut :

Tabel 1. Perbandingan Kandungan Senyawa Abrus precatorius Secara Teoritis dan Uji Tabung Kandungan Kimia Steroid triterpenoid Karotenoid Alkaloid Senyawa Fenolik Fenol-Fenol Fenil Propanoid Alkaloid Kuartener Amina Teroksidasi Antosian Saponin + + + + + + + + Teoritis Hasil Uji Tabung -

atau +

32

Glikosida a. Gula b. Aglikon Steroid c. Aglikon Triterpenoid d. Fenil Propanoid Tanin Karbohidrat Pati + + + + + Tidak dilakukan uji -

Secara garis besar, kandungan senyawa dalam daun Abrus precatorius secara teori dengan hasil skrining fitokimia menunjukkan persamaan kecuali pada beberapa hasil negatif yang disebabkan karena kekurangan dalam proses penyarian maupun pemisahan.

Uji KLT Uji KLT dilakukan apabila uji tabung memberikan hasil yang positf. Fase diam yang digunakan adalah Silika Gel F 254. Tiap sampel dan pembanding ditotolkan pada plat KLT sebanyak 3 totol. Pembnding digunakan untuk memastikan bahwa senyawa sampel yang diuji mengandung senyawa atau gugus dasar yang sama dengan pembanding. Jarak elusi masing masing plat yang digunakan adalah 8 cm. a. Senyawa kumarin Uji KLT untuk mengetahui kandungan kumarin di dalam sampel dilakukan dengan menggunakan kumarin standar sebagai pembanding dan sari eter sebagai sampel. Uji kandungan kumarin ini dilakukan karena pada saat uji tabung senyawa fenil propanoid memberikan hasil yang positif. Fase gerak yang digunakan adalah Dietileter-toluen dengan perbandingan 1:1 dan kemudian dijenuhkan dengan asam asetat 10%. Hasil KLT sebelum dilakukan reaksi semprot untuk mendeteksi adanya kandungan kumarin, tidak memberikan bercak ketika dilihat di bawah sinar tampak. Ketika dilihat di bawah UV 254 terlihat pemadaman berwarna kuning pada elusi kumarin standar dengan Rf 0,6125 dan pemadaman berwarna hijau pada elusi sampel dengan Rf : 0,15. Sedangkan pada UV 366 terjadi fluoresensi berwarna kuning pada Rf : 0,15 ; 0,25 ; 0,35 ; 0,6125 ; 0, 7625.

33

Setelah dilakukan penyemprotan dengan KOH 5% etanolik pada sinar tampak tetap tidak terlihat bercak. Sedangkan di bawah UV 366, pada Rf 0,6125 terlihat dua fluoresensi yang berwarna kuning, kedua fluoresensi tersebut merupakan hasil elusi dari totolan larutan pembanding yaitu kumarin standar dan totolan larutan sampel, hal ini menunjukkan senyawa sampel mengandung senyawa pembanding. Warna fluoresensi kuning pada pengamatan di bawah UV 366 menunjukkan bahwa sampel tersebut mengandung kumarin tak-tersubtitusi (Wagner , 1984).

b. Senyawa alkaloid Uji KLT senyawa alkaloid dilakukan untuk identifikasi dua sampel sekaligus, yaitu sampel dari sari eter dan sampel dari larutan yang digunakan untuk identifikasi garam alkaloid dan alkaloid basa kuartener pada sari etanol-air. Fase gerak yang digunakan adalah Toluena-etilasetat-dietilamina (7:2:1). Sedangkan pembanding yang digunakan adalah Kinin. Hasil elusi dideteksi dengan penyemprotan dragendorff dilanjutkan natrium nitrit.

Kinin Hasil KLT sebelum disemprot menunjukkan adanya bercak hijau pada Rf 0,475 dan bercak biru pada Rf 0,525 ketika dilihat di bawah sinar tampak. Pengamatan di bawah UV 254 menunjukkan adanya pemadaman ungu pada Rf 0,23125. Sedangkan pada UV 366 tidak terlihat adanya fluoresensi. Setelah dilakukan reaksi semprot dengan Dragendorff dilanjutkan natrium nitrit tidak tampak adanya bercak pada pengamatan di bawah sinar tampak dan tidak terlihat adanya fluoresensi di bawah UV 366. Hasil ini menunjukkan tidak ada kandungan alkaloid dalam sampel. Apabila dalam sampel terdapat senyawa alkaloid maka akan tampak bercak berwarna jingga sampai merah tua pada pemngamatan di bawah sinar tampak.

c. Senyawa tanin dan fenolik yang lain Uji KLT untuk mendeteksi adanya senyawa Tanin dan fenolik lain menggunakan fase ferak etil asetat : metanol : air dengan perbandingan 100: 13,5 : 10. Pembanding yang digunakan adalah Asam galat. Hasil elusi dideteksi dengan

34

penyemprotan FeCl3. Seperti uji KLT pada alkaloid, uji KLT pada tanin dan senyawa fenolik ini dilakukan untuk identifikasi dua sampel sekaligus, yaitu sampel dari sari eter dan sari eter dari uji glikosida sari etanol air. Hasil KLT sebelum disemprot pada pengamatan di bawah sinar tampak menunjukkan adanya bercak ungu pada Rf 0,8125 dan 0,96875. bercak ungu pada Rf 0,8125 terjadi pada senyawa pembanding yaitu asam galat. Sedangkan bercak ungu pada Rf 0,96875 terjadi pada sampel dari sari eter. Pengamatan di bawah UV 254 menunjukkan adanya pemadaman pada sampel dari sari eter pada Rf 0,96875 dan pada elusi dari sampel sari eter dari uji glikosida sari etanol air pada Rf 0,3875. Sedangkan pengamatan di bawah UV 366 menunjukkan adanya fluoresensi pada kedua sampel. Elusi sampel dari sari eter terlihat fluoresensi pada Rf 0,83125 ; 0,8875 ; 0,96875. Sedangkan elusi sampel dari sari eter dari uji glikosida sari etanol air terlihat adanya fluoresensi pada Rf 0,09375 ; 0,83125 ; 0,8875 ; 0,96875. Setelah penyemprotan, bertambah satu fluoresensi pada pengamatan di bawah UV 366 yaitu pada Rf 0,3875. Hasil KLT menunjukkan adanya tanin dan senyawa fenolik dalam sampel, hal ini karena jarak Rf pada pembanding dan sampel tidak berbeda signifikan, Rf pembanding = 0,83125 dan Rf sampel = 0,83125.

d. Minyak atsiri Uji tabung minyak atsiri tidak dilakukan dan langsung dilakukan uji KLT. Fase gerak yang digunakan adalah toluena-etil asetat dengan perbandingan 93:7. Digunakan solvent tersebut karena solvent tersebut cocok untuk analisis dan perbanding langsung untuk semua minyak atsiri penting. Hanya digunakan fase gerak dari sari Petroleum Eter tanpa pembanding. Pereaksi semprot yang digunakan untuk identifikasi adalah Anisaldehida asam sulfat. Secara teoritis penggunaan reagen semprot anisaldehida asam sulfat pada pengamatan di bawah sinar visibel akan menunjukkan adanya warna biru kuat, hijau, merah, dan coklat. Beberapa senyawa juga berfluoresensi di bawah UV 365 nm. Pada uji minyak atsiri ini tidak digunakan pembanding, hanya digunakan senyawa sampel sehingga tidak dapat dibandingkan Rf dan warna antara sampel dan pembanding. Sampel kali ini tidak terelusi oleh fase gerak sehingga tidak didapatkan Rf. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada kandungan minyak atsiri dalam sampel daun saga.

35

e. Flavonoid Uji tabung untuk identifikasi adanya senyawa flavonoid dalam sampel tidak dilakukan, uji KLT yang seharusnya dilakukan pun tidak sempat dilakukan. Sehingga tidak diketahui ada atau tidaknya kandungan flavonoid dalam sampel. Fase gerak yang digunakan adalah etil asetat-asam format-asam asetat glasialair dengan perbandingan 100 : 11 : 11 : 27. Senyawa pembanding yang biasa digunakan adalah Rutin. Setelah plat KLT dielusi, plat disemprot dengan reagen semprot AlCl3. Apabila sampel positif mengandung flavonoid pada pengamatan di bawah UV 366 akan terlihat fluoresensi berwarna kuning intensif, hijau, atau jingga. Selain itu Rf antara pembanding dan sampel tidak akan berbeda signifikan. Secara teoritis sampel (daun saga) positif mengandung flavonoid.

VII.

Kesimpulan 1. Dari hasil uji tabung didapat bahwa sampel daun Saga (Abrus precatorius) mengandung: a. Alkaloid b. Senyawa Fenolik c. Fenol-fenol d. Fenil Propanoid (Kumarin) e. Saponin f. Tanin 2. Dari hasil uji KLT didapat bahwa sampel daun Saga (Abrus precatorius) mengandung kumarin, tanin, dan senyawa-senyawa fenolik yang lain. 3. Secara teori sampel daun Saga (Abrus precatorius) mengandung saponin dan flavonoid. 4. Pengujian senyawa flavonoid tidak dilakukan pada percobaan sehingga tidak dapat dibuktikan adanya kandungan flavonoid dalam sampel daun Saga (Abrus precatorius).

36

DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1994, Inventaris Tanaman Obat Indonesia, Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia Claus, E.P., Tyler V.E, Bradley, L.R., 1970, Pharmacognosy 6th ed., Philadelphia : Lea and Febiger Fransworth, N.R., 1966, Biological and Fitochemical Skrining of Plants, Jfarm.Sci Gritter, R.Y., dkk., 1991, Pengantar Kromatografi, Bandung : Penerbit ITB Harborne, J. B., 1987, Metode Fitokimia, Terjemahan oleh Padmawinata, Kosasih & Soediro, Iwang, Bandung : Penerbit ITB McMurry, J. and R.C. Fay, 2004, McMurry Fay Chemistry 4th edition, Belmont: Pearson Education International Santos, A.F., B.Q. Guevera, A.M. Mascardo, & C.Q. Estrada, 1978, Phytochemical,

Microbiological and Pharmacological, Screening of Medical Plants, Manila : Research Center University of Santo Thomas Stahl, E., 1985, Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopik, Bandung : Penerbit ITB Svehla, G. 1990, Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi V, Terjemahan oleh Setiono, L. dan A.H. Pudjaatmaka, Jakarta : PT Kalman Media Pusaka Wagner, H.,Badt, S., Zgainski, E.M., 1984, Plant Drug Analysis : A Thin Layer Chromatography Atlas, Tokyo : Springer Verlag Yuswantina, Richa, 2009, Uji Aktivitas Penangkap Radikal dari Ekstrak Petroleum Eter, Etil Asetat, dan Etanol Rhizoma Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steen) dengan metode DPPH (2,2-difenil-1-pikrihidrazil), Skripsi, Surakarta: Fakultas Farmasi

Universitas Muhammadiyah Surakarta

37

You might also like