You are on page 1of 28

TIDAK BISA BUANG AIR KECIL

Laki-laki, 56 tahun datang berobat ke Poliklinik Bedah dengan keluhan tidak bisa buang air kecil sejak 1 hari yang lalu, meskipun rasa ingin kencing ada. Sebelumnya riwayat LUTS (Lower Urinary Tract Syndrome)seperti hesistensi, nokturia, urgensi, frekuensi, terminal dribbling sering dirasakan sebelumnya. IPSS (International Prostate Sympton Score) > 30 dan skor kualitas hidup (QoL) > 5. Pada pemeriksaan fisik didapatkan regio supra pubik bulging dan pada pemeriksaan colok dubur didapatkan prostate membesar. Oleh dokter yang memeriksanya dianjurkan untuk dipasang kateter urin dan dilakukan pemeriksaan BNO-IVP.

Sasaran Belajar LO 1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Prostat LI 1.1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Makroskopis Prostat LI 1.2 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Mikroskopis Prostat LO 2 Memahami dan Menjelaskan BPH LI 2.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi BPH LI 2.2 Memahami dan Menjelaskan Etiologi BPH LI 2.3 Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi BPH LI 2.4 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi BPH LI 2.5 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis BPH LI 2.6 Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Fisik dan Penunjang BPH LI 2.7 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding BPH LI 2.8 Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan BPH LI 2.9 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi BPH LI 2.10 Memahami dan Menjelaskan Prognosis BPH LI 2.11 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan BPH LO 3 Memahami dan Menjelaskan Batasan Islam dalam Menentukan Pemeriksaan Terhadap lawan Jenis

LO 1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Prostat LI 1.1 Anatomi Makroskopis Prostat Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik yang dilapisi oleh kapsul fibromuskuler, yang terletak di sebelah inferior vesika urinaria, mengelilingi bagian proksimal uretra (uretra pars prostatika) dan berada disebelah anterior rektum. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa kurang lebih 20 gram, dengan jarak basis ke apex kurang lebih 3 cm, lebar yang paling jauh 4 cm dengan tebal 2,5 cm.

Secara makroskopis prostat terdiri dari otot polos dan jaringan ikat, organ ini menghasilkan sekret yang memberikan bau khas pada semen. Bagian-bagiannya : a. Apex : bagian terbawah dari prostat, terletak kira-kira 12 cm posterior dari tepi bawah symphisis pubis. b. Basis : bagian prostat yang terletak pada bidang horisontal setinggi pertengahan symphisis pubis. c. Permukaan inferolateral : bagian yang convex yang dipisahkan dari facies superior diafragma urogenital oleh plexus venosus. d. Permukaan anterior: dipisahkan dari symphisis oleh jaringan lemak retro pubic legamentum pubo-prostatikum medialis melekat pada permukaan anterior ini. e. Permukaan posterior : datar dan berbentuk segitiga dimana terdapat median groove, permukaan posterior ini dapat diraba dengan colok dubur. Menurut klasifikasi dari Lowsley, prostat dibagi menjadi 5 lobus, yaitu : a. lobus anterior b. lobus posterior c. lobus medialis d. lobus lateral kanan e. lobus lateral kiri

Gambar prostat Vaskularisasi Prostat mendapat darah dari : A.pudenda interna, A.vesikalis inferior yang merupakan salah satu cabang dari A. iliaca intema, masuk kedalam prostat pada perbatasan prostat dan VU, serta A. Hemorholdalls medius. Darah vena dialirkan kembali melalui plexus venosus prostaticus yang kemudian diteruskan ke V. iliaca interna. Aliran Limfe Aliran limfe dari kelenjar prostat membentuk plexus di peri prostat yang kemudian bersatu untuk membentuk beberapa pembuluh utama, yang menuju ke kelenjar limfe iliaca interna , iliaca eksterna, obturatoria dan sakral. (A.T.K. Cockett dan K. Koshiba, 1979; Snell, 1992) Persarafan Sekresi dan motor yang mensarafi prostat berasal dari plexus simpatikus dari Hipogastricus dan medula sakral III-IV dari plexus sakralis. (Snell, 1992) LI 1.2 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Mikroskopis Prostat Menurut konsep terbaru kelenjar prostat merupakan suatu organ campuran terdiri atas berbagai unsur glandular dan non glandular. Telah ditemukan lima daerah/ zona tertentu yang berbeda secara histologi maupun biologi, yaitu: 1. Zona Anterior atau Ventral Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma fibromuskular. Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat. 2. Zona Perifer Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar prostat. Zona ini rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal karsinoma terbanyak. 3. Zona Sentralis. Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah meliputi 25% massa glandular prostat. Zona ini resisten terhadap inflamasi.

4. Zona Transisional. Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai kelenjar preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang lebih 5% tetapi dapat melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior menjadi benign prostatic hyperpiasia (BPH). 5. Kelenjar-Kelenjar Periuretra Bagian ini terdiri dan duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif tersebar sepanjang segmen uretra proksimal.

Prostat terdiri atas 30-50 kelenjar tubulo alveolar yang mencurahkan sekretnya ke dalam 15-25 saluran keluar yang terpisah. Saluran ini bermuara ke uretra pada kedua sisi kolikulus seminalis. Otot membentuk masa padat dan dibungkus oleh kapsula yang tipis dan kuat serta melekat erat pada stroma. Alveoli dan tubuli kelenjar sangat tidak teratur dan sangat beragam bentuk ukurannya, alveoli dan tubuli bercabang berkali-kali dan keduanya mempunyai lumen yang lebar, lamina basal kurang jelas dan epitel sangat berlipat-lipat. Sitoplasma mengandung sekret yang berbutir-butir halus, lisosom dan butir lipid. Nukleus biasanya satu, bulat dan biasanya terletak basal. Nukleoli biasanya terlihat di tengah, bulat, dan kecil

Keterangan: Diwarnai dengan hematoksilin dan eosin 1 - utama kelenjar prostat 2 - stroma terdiri dari sel-sel otot polos dan jaringan ikat 3 - stroma terdiri dari sel-sel otot polos dan jaringan ikat 4 - kapsul FIBRO-elastis 5 - prostat bagian dari uretra Pada kelenjar prostat, asini sekretorisnya merupakan bagian kelenjar tubuloasinar dengan banyak cabang kecil yang tidak teratur; ukuran asini ini bermacam-macam. Asini yang lebih besar memiliki lumen lebar yang tidak teratur dan epitel yang bervariasi. Kelenjar itu terbenam didalam stroma fibromuskular khas dengan berkas otot polos, serat-serat kolagen dan elastin yang terorientasi di berbagai arah. Meskipun epitel kelenjar umumnya selapis atau bertingkat atau bertingkat silindris dan sel-selnya pucat dibagian distal, namun dapat sangat bervariasi. Pada daerah tertentu, epitel ini dapat berbentuk gepeng atau kuboid tergantung pada status endokrin dan kegiatan kelenjar.
5

Keterangan : epitel transisi dari bagian prostat dari uretra Diwarnai dengan hematoksilin dan eosin 1 - epitel transisi 2 - tunika propria dari mukosa prostat bagian dari uretra Fisiologi Fungsional Prostat Kelenjar prostat menyekresi cairan encer, seperti susu, yang mengandung ion sitrat, kalsium, dan ion fosfat, enzim pembeku, dan profibrinolisis. Selama pengisian, sampai kelenjar prostat berkontraksi sejalan dengan kontraksi vas deferens sehingga cairan encer seperti susu yang dikeluarkan oleh kelenjar prostat menambah lebih banyak lagi jumlah semen. Sifat yang sedikit basa dari cairan prostat mungkin penting untuk suatu keberhasilan fertilisasi ovum, karena cairan vas deferens relatif asam akibat adanya asam sitrat dan hasil akhir metabolisme sperma, dan sebagai akibatnya, akan menghambar fertilisasi sperma. Sekret vagina juga bersifat asam (ph 3.5 4). Sperma tidak dapat bergerak optumal sampai pH sekitarnya meningkat kira kira 6 6.5. sehingga merupakan suatu kemungkinan bahwa cairan prostat menetralkan sifat asam dari cairan lainnya setelah ejakulasi dan juga meningkatkan moyilitas dan fertilisasi sperma. Kelenjar prostat secara relatif tetap kecil sepanjang masa kanak kanak dan mulai tumbuh pada masa pubertas di bawah rangsangan testosteron. Kelenjar ini mencapai ukuran hampir tetap pada usia 20 tahun dan tetap dalam ukuran itu sampai pada usia kira kira 50 tahun. Pada waktu tersebut, beberaoa orang tua kelenjarnya mulai berinvolusi, bersamaan dengan penurunan pembentukan testosteron oleh testis. Sekali kelenjar prostat terjadi, sel sel karsinogen biasanya dirangsang untuk tumbuh lebih cepat oleh testosteron, dan diambat dengan pengangkatan testis, sehingga testosteron tidak dapat dibentuk lagi. LO 2 Memahami dan Menjelaskan BPH LI 2.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Benign Prostate Hyperplasia (BPH) Hiperplasia prostat adalah hiperplasia kelenjar periuretral yang mendesak jaringan prostat yang arah ke perifer dan menjadi simpai bedah. Merupakan proliferasi elemen epitel dan stroma, yang menyebabkan kelenjar membesar dan pada sebagian kasar, obstruksi aliran kemih.

LI 2.2 Memahami dan Menjelaskan Etiologi BPH Hingga sekarang, penyebab BPH masih belum dapat diketahui secara pasti,tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitannya dengan peningkatan kadar hidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan. Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat: 1. Teori dihidrotestosteron Pertumbuhan kelenjar prostat sangat tergantung pada hormontestosteron. Dimana pada kelenjar prostat, hormon ini akan dirubah menjadi metabolit aktif dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim 5 reduktase. DHT inilah yang secara langsung memicu mRNA di dalam sel-selkelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factor yang memacu pertumbuhan kelenjar prostat.

Pada berbagai penelitian, aktivitas enzim 5 reduktase dan jumlahreseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-selprostat menjadi lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebihbanyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal. 2. Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron (Teori Hormonal) Pada usia yang makin tua, kadar testosteron makin menurun,sedangkan kadar estrogen relatif tetap, sehingga perbandingan estrogen :testosteron relatif meningkat. Estrogen di dalam prostat berperan dalamterjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitivitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen,meningkatkan jumlah reseptor androgen dan menurunkan jumlah kematiansel-sel prostat (apoptosis). Akibatnya, dengan testosteron yang menurun merangsang terbentuknya sel-sel baru, tetapi sel-sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat menjadi lebihbesar. 3. Interaksi stroma-epitel Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel-selepitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator (growth factor). Setelah sel stroma mendapatkan stimulasi dariDHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel stroma itu sendiri, yang menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun stroma. 4. Berkurangnya kematian sel prostat Apoptosis sel pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik homeostatis kelenjar prostat. Pada jaringan nomal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan kematian sel. Berkurangnya jumlah sel-selprostat yang apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan makin meningkat sehingga mengakibatkan pertambahan massa prostat.Diduga hormon androgen berperan dalam menghambat proses kematian sel karena setelah dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar prostat.

5. Teori sel stem Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk sel-sel baru. Dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan selini bergantung pada hormon androgen, dimana jika kadarnya menurun(misalnya pada kastrasi), menyebabkan terjadinya apoptosis. Sehinggaterjadinya proliferasi sel-sel pada BPH diduga sebagai ketidaktepatan aktivitassel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun selepitel. LI 2.3 Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi BPH Di seluruh dunia, hampir 30 juta pria yang menderita gejala yang berkaitandengan pembesaran prostat, di USA hampir 14 juta pria mengalami hal yang sama.BPH merupakan penyakit tersering kedua di klinik urologi di Indonesia setelah batusaluran kemih.Penduduk Indonesia yang berusia tua jumlahnya semakin meningkat,diperkirakan sekitar 5% atau kirakira 5 juta pria di Indonesia berusia 60 tahun ataulebih dan 2,5 juta pria diantaranya menderita gejala saluran kemih bagian bawah(Lower Urinary Tract Symptoms/LUTS) akibat BPH. BPH mempengaruhi kualitaskehidupan pada hampir 1/3 populasi pria yang berumur > 50 tahun. Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya BPH adalah: 1. Kadar Hormon Kadar hormon testosteron yang tinggi berhubungan dengan peningkatan risiko BPH.Testosteron akan diubah menjadi androgen yang lebih poten yaitu dihydrotestosteron (DHT) oleh enzim 5-reductase, yang memegang peran penting dalam proses pertumbuhan sel-sel prostat . 2. Usia Pada usia tua terjadi kelemahan umum termasuk kelemahan pada buli (otot detrusor) dan penurunan fungsi persarafan. Perubahan karena pengaruh usia tua menurunkan kemampuan buli-buli dalam mempertahankan aliran urin pada proses adaptasi oleh adanya obstruksi karena pembesaran prostat, sehingga menimbulkan gejala. Testis menghasilkan beberapa hormon seks pria, yang secara keseluruhan dinamakan androgen. Hormon tersebut mencakup testosteron,dihidrotestosteron dan androstenesdion. Testosteron sebagian besar dikonversikan oleh enzim5-alfa-reduktase menjadi dihidrotestosteron yang lebih aktif secara fisiologis di jaringansasaran sebagai pengatur fungsi ereksi. Tugas lain testosteron adalah pemacu libido, pertumbuhan otot dan mengatur deposit kalsium di tulang. Sesuai dengan pertambahan usia,kadar testosteron mulai menurun secara perlahan pada usia 30 tahun dan turun lebih cepat padausia 60 tahun keatas. 3. Ras Orang dari ras kulit hitam memiliki risiko 2 kali lebih besar untuk terjadi BPH dibanding raslain. Orang-orang Asia memiliki insidensi BPH paling rendah. 4. Riwayat keluarga Riwayat keluarga pada penderita BPH dapat meningkatkan risiko terjadinya kondisi yang sama pada anggota keluarga yang lain. Semakin banyak anggota keluarga yang mengidap penyakitini, semakin besar risiko anggota keluarga yang lain untuk dapat

terkena BPH. Bila satuanggota keluarga mengidap penyakit ini, maka risiko meningkat 2 kali bagi yang lain. Bila 2anggota keluarga, maka risiko meningkat menjadi 2-5 kali. 5. Obesitas 6. Pola Diet Kekurangan mineral penting seperti seng, tembaga, selenium berpengaruh pada fungsi reproduksi pria. Yang paling penting adalah seng, karena defisiensi seng berat dapatmenyebabkan pengecilan testis yang selanjutnya berakibat penurunan kadar testosteron. Selainitu, makanan tinggi lemak dan rendah serat juga membuat penurunan kadar testosteron. Aktivitas Seksual 7. Kebiasaan merokok Nikotin dan konitin (produk pemecahan nikotin) pada rokok meningkatkan aktifitas enzim perusak androgen, sehingga menyebabkan penurunan kadar testosteron 8. Kebiasaan minum-minuman beralkohol 9. Konsumsi alkohol akan menghilangkan kandungan zink dan vitamin B6 yang penting untuk prostat yang sehat. Zink sangat penting untuk kelenjar prostat. Prostat menggunakan zink 10kali lipat dibandingkan dengan organ yang lain. Zink membantu mengurangi kandungan prolaktin di dalam darah. Prolaktin meningkatkan penukaran hormon testosteron kepada DHT. 10. Olah raga Olahraga akan mengontrol berat badan agar otot lunak yang melingkari prostat tetap stabil. Olahraga yangdianjurkan adalah jenis yang berdampak ringan dan dapat memperkuat otot sekitar pinggul dorongan seksual.Olahraga yang baik apabila dilakukan 3 kali dalam seminggu dalam waktu 30 menit setiap berolahraga, olahraga yang dilakukan kurang dari 3 kali dalam seminggu terdapat sedikit sekali perubahan pada kebugaran fisik tetapi tidak ada tambahan keuntungan yang berarti bila latihandilakukan lebih dari 5 kali dalam seminggu.Olahraga akan mengurangi kadar lemak dalamdarah sehingga kadar kolesterol menurun. 11. Penyakit Diabetes Mellitus Laki-laki yang mempunyai kadar glukosa dalam darah > 110 mg/dL mempunyai risiko tiga kaliterjadinya BPH, sedangkan untuk laki-laki dengan penyakit Diabetes Mellitus mempunyairisiko dua kali terjadinya BPH dibandingkan dengan laki-laki dengan kondisi normal.Penelitian terdahulu didapatkan Odds Ratio (OR) pada penderita Diabetes Mellitus adalah 2,25. LI 2.4 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi BPH Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika dan akan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi.
9

Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala-gejala prostatismus. Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesico-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal. Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala yaitu komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini berhubungan dengan adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan mendesak uretra pars prostatika sehingga terjadi gangguan aliran urine (obstruksi infra vesikal) sedangkan komponen dinamik meliputi tonus otot polos prostat dan kapsulnya, yang merupakan alpha adrenergik reseptor. Stimulasi pada alpha adrenergik reseptor akan menghasilkan kontraksi otot polos prostat ataupun kenaikan tonus. Komponen dinamik ini tergantung dari stimulasi syaraf simpatis, yang juga tergantung dari beratnya obstruksi oleh komponen mekanik.

10

LI 2.5 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis BPH Gejala hiperplasia prostat menurut Boyarsky dkk pada tahun 1977 dibagi atas gejala obstruktif dan gejala iritatif. Gejala obstruktif disebabkan oleh karena penyempitan uretara pars prostatika karena didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor untuk berkontraksi cukup kuat dan atau cukup lama saehingga kontraksi terputus-putus. Gejalanya ialah : 1. Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistency) 2. Pancaran miksi yang lemah (Poor stream) 3. Miksi terputus (Intermittency) 4. Menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling) 5. Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of incomplete bladder emptying) Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaris yang tidak sempurna pada saat miksi atau disebabkan oleh karena hipersensitifitas otot detrusor karena pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesica, sehingga vesica sering berkontraksi meskipun belum penuh. Gejalanya ialah : 1. Bertambahnya frekuensi miksi (Frequency) 2. Nokturia 3. Miksi sulit ditahan (Urgency) 4. Disuria (Nyeri pada waktu miksi) (P/UI)

Gambar Manifestasi BPH

11

Secara klinik derajat berat, dibagi menjadi 4 gradiasi, yaitu: 1. Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada DRE (colokdubur) ditemukan penonjolan prostat dan sisa urine kurangdari 50 ml. 2. Derajat 2 : Ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1, prostatlebih menonjol, batas atas masih teraba dan sisa urin lebih dari 50 ml tetapi kurang dari 100 ml. 3. Derajat 3 : Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba lagidan sisa urin lebih dari 100 ml. 4. Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi total. Derajat berat gejala klinik prostat hiperplasia ini dipakai untuk menentukan derajat berat keluhan subyektif, yang ternyata tidak selalu sesuai dengan besarnya volume prostat. Gejala iritatif yang sering dijumpai ialah bertambahnya frekuensi miksi yang biasanya lebih dirasakan pada malam hari. Sering miksi pada malam hari disebut nocturia, hal ini disebabkan oleh menurunnya hambatan kortikal selama tidur dan juga menurunnya tonus spingter dan uretra. Simptom obstruksi biasanya lebih disebabkan oleh karena prostat dengan volume besar. Apabila vesica menjadi dekompensasi maka akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir miksi masih ditemukan sisa urin didalam vesica, hal ini menyebabkan rasa tidak bebas pada akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut pada suatu saat akan terjadi kemacetan total, sehingga penderita tidak mampu lagi miksi. Oleh karena produksi urin akan terus terjadi maka pada suatu saat vesica tidak mampu lagi menampung urin sehingga tekanan intravesica akan naik terus dan apabila tekanan vesica menjadi lebih tinggi daripada tekanan spingter akan terjadi inkontinensia paradoks (over flow incontinence). Retensi kronik dapat menyebabkan terjadinya refluk vesico uretra dan meyebabkan dilatasi ureter dan sistem pelviokalises ginjal dan akibat tekanan intravesical yang diteruskam ke ureter dari ginjal maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dapat dipercepat bila ada infeksi. Disamping kerusakan tractus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik penderita harus selalu mengedan pada waktu miksi, maka tekanan intra abdomen dapat menjadi meningkat dan lama kelamaan akan menyebabkan terjadinya hernia, hemoroid. Oleh karena selalu terdapat sisa urin dalam vesica maka dapat terbentuk batu endapan didalam vesica dan batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuri. Disamping pembentukan batu, retensi kronik dapat pula menyebabkan terjadinya infeksi sehingga terjadi systitis dan apabila terjadi refluk dapat terjadi juga pielonefritis. Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih tergantung tiga faktor yaitu : 1. Volume kelenjar periuretral
12

2. Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat 3. Kekuatan kontraksi otot detrusor Tidak semua prostat yang membesar akan menimbulkan gejala obstruksi, sehingga meskipun volume kelenjar periuretal sudah membesar dan elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat menurun, tetapi apabila masih dikompensasi dengan kenaikan daya kontraksi otot detrusor maka gejala obstruksi belum dirasakan. LI 2.6 Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Fisik dan Penunjang BPH Pemeriksaan fisik Colok dubur atau digital rectal examina-tion (DRE) merupakan pemeriksaan yang penting pada pasien BPH, disamping pemerik-saan fisik pada regio suprapubik untuk mencari kemungkinan adanya distensi buli-buli. Dari pemeriksaan colok dubur ini dapat diperkirakan adanya pembesaran prostat, konsistensi prostat, dan adanya nodul yang merupakan salah satu tanda dari keganasan prostat. Mengukur volume prostat dengan DRE cenderung underestimate paripada pengukuran dengan metode lain, sehingga jika prostat teraba besar, hampir pasti bahwa ukuran sebenarnya memang besar. Kecurigaan suatu keganasan pada pemeriksaan colok dubur, ternyata hanya 26-34% yang positif kanker prostat pada pemeriksaan biopsi. Sensitifitas pemeriksaan ini dalam menentukan adanya karsinoma prostat sebesar 33%.Perlu dinilai keadaan neurologis, status mental pasien secara umum dan fungsineuromusluler ekstremitas bawah. Disamping itu pada DRE diperhatikan pula tonus sfingter ani dan refleks bulbokavernosus yang dapat menunjukkan adanya kelainan pada busur refleks di daerah sakral. Urinalisis Pemeriksaan urinalisis dapat mengungkapkan adanya leukosituria dan hematuria. BPH yang sudah menimbulkan komplikasi infeksi saluran kemih, batu buli-buli atau penyakit lain yang menimbulkan keluhan miksi, di antara-nya:karsinoma buli-buli in situ atau striktura uretra, pada pemeriksaan urinalisis menunjuk-kan adanya kelainan. Untuk itu pada kecurigaan adanya infeksi saluran kemih perlu dilakukan pemeriksaan kultur urine, dan kalau terdapat kecurigaan adanya karsinoma buli-buli perlu dilakukan pemeriksaan sitologi urine. Pada pasien BPH yang sudah mengalami retensi urine dan telah memakai kateter, pemeriksaan urinalisis tidak banyak manfaatnya karena seringkali telah ada leukosituria maupun eritostiruria akibat pemasangan kateter. Pemeriksaan fungsi ginjal Obstruksi infravesika akibat BPH menyebabkan gangguan pada traktus urinarius bawah ataupun bagian atas. Dikatakan bahwa gagal ginjal akibat BPH terjadi sebanyak 0,330% dengan rata-rata 13,6%. Gagal ginjal menyebabkan resiko terjadinya komplikasi pasca bedah (25%) lebih sering dibandingkan dengan tanpa disertai gagal ginjal (17%), dan mortalitas menjadi enam kali lebih banyak9. Pasien LUTS yang diperiksa ultrasonografi didapatkan dilatasisistem pelvikalises 0,8% jika kadar kreatinin serum normal dan sebanyak 18,9% jika terdapat kelainan kadar kreatinin serum. Oleh karena itu pemeriksaan faal ginjal ini berguna sebagai petunjuk perlu tidaknya melakukan pemeriksaanpencitraan pada saluran kemih bagian atas. Pemeriksaan PSA (Prostate Specific Antigen) PSA disintesis oleh sel epitel prostat dan bersifat organ specific tetapi bukan cancer specific. Serum PSA dapat dipakai untuk meramalkan perjalanan penyakit dari BPH; dalam hal ini jika kadar PSA tinggi berarti:
13

1. pertumbuhan volume prostat lebih cepat 2. keluhan akibat BPH/laju pancaran urine lebih jelek 3. lebih mudah terjadinya retensi urine akut Pertumbuhan volume kelenjar prostat dapat diprediksikan berdasarkan kadar PSA. Dikatakan oleh Roehrborn et al (2000) bahwa makin tinggi kadar PSA makin cepat laju pertumbuhan prostat. Laju pertumbuhan volume prostat rata-rata setiap tahun pada kadar PSA 0,2- 1,3 ng/dl laju adalah 0,7 mL/tahun, sedangkan pada kadar PSA 1,4-3,2 ng/dl sebesar 2,1 mL/tahun, dan kadar PSA 3,3-9,9 ng/dl adalah 3,3 mL/tahun19. Kadar PSA di dalam serum dapat mengalami peningkatan pada keradangan, setelah manipulasi pada prostat (biopsi prostat atau TURP), pada retensi urine akut, kateterisasi, keganasan prostat, dan usia yang makin tua. Bahwa serum PSA meningkat pada saat terjadi retensi urine akut dan kadarnya perlahan-lahan menurun terutama setelah 72 jam dilakukan kateterisasi. Rentang kadar PSA yang dianggap normal berdasarkan usia adalah: 1. 40-49 tahun: 0-2,5 ng/ml 2. 50-59 tahun:0-3,5 ng/ml 3. 60-69 tahun:0-4,5 ng/ml 4. 70-79 tahun: 0-6,5 ng/ml Meskipun BPH bukan merupakan penyebab timbulnya karsinoma prostat, tetapi kelompok usia BPH mempunyai resiko terjangkit karsinoma prostat. Pemeriksaan PSA bersamaan dengan colok dubur lebih superior daripada pemeriksaan colok dubur saja dalam mendeteksi adanya karsinoma prostat. Oleh karena itu pada usia ini pemeriksaan PSA menjadi sangat penting gunamendeteksi kemungkinan adanya karsinoma prostat. Sebagian besar guidelines yang disusun di berbagai negara merekomendasikan pemeriksaan PSA sebagai salah satu pemeriksaan awal pada BPH, meskipun dengan sarat yang berhubungan dengan usia pasien atau usia harapan hiduppasien. Usia sebaiknya tidak melebihi 70-75 tahun atau usia harapan hidup lebih dari 10 tahun, sehingga jika memang terdiagnosis karsinoma prostat tindakan radikal masih ada manfaatnya. Catatan harian miksi (voiding diaries) Voiding diaries saat ini dipakai secara luas untuk menilai fungsi traktus urinarius bagian bawah dengan reliabilitas dan validitas yang cukup baik. Pencatatan miksi ini sangat berguna pada pasien yang mengeluh nokturia sebagai keluhan yang menonjol. Dengan mencatat kapan dan berapa jumlah asupan cairan yang dikonsumsi serta kapan dan berapa jumlah urine yang dikemihkan dapat diketahui seorang pasien menderita nokturia idiopatik, instabilitas detrusor akibat obstruksi infra-vesika, atau karena poliuria akibat asupan air yang berlebih. Sebaiknya pencatatan dikerjakan 7 hari berturut-turut untuk mendapatkan hasil yang baik, namun Brown et al (2002) mendapatkan bahwa pencatatan selama 3-4 hari sudah cukup untuk menilai overaktivitas detrusor. Uroflometri Uroflometri adalah pencatatan tentang pancaran urine selama proses miksi secara elektronik. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mendeteksi gejala obstruksi saluran kemih bagian bawah yang tidak invasif. Dari uroflometri dapat diperoleh informasi mengenai volume miksi, pancaran maksimum (Qmax), pancaran rata-rata (Qave), waktu yang dibutuhkan untuk mencapai 4 pancaran maksimum, dan lama pancaran. Pemeriksaan ini sangat mudah, non invasif, dansering dipakai untuk mengevaluasi gejala obstruksi infravesika baik sebelum maupun setelah mendapatkan terapi.

14

Hasil uroflometri tidak spesifik menunjukkan penyebab terjadinya kelainan pancaran urine, sebab pancaran urine yang lemah dapat disebabkan karena BOO atau kelemahan otot detrusor. Demikian pula Qmax (pancaran) yang normal belum tentu tidak ada BOO. Namun demikian sebagai patokan, pada IC-BPH 2000, terdapat korelasi antara nilai Qmax dengan derajat BOO sebagai berikut: 1. Qmax < 10 ml/detik 90% BOO 2. Qmax 10-14 ml/detik 67% BOO 3. Qmax >15 ml/detik 30% BOO Harga Qmax dapat dipakai untuk meramalkan hasil pembedahan. Pasien tua yang mengeluh LUTS dengan Qmax normal biasanya bukan disebabkan karena BPH dan keluhan tersebut tidak berubah setelah pembedahan. Sedangkan pasien dengan Qmax <10 mL/detik biasanya disebabkan karena obstruksi dan akanmemberikan respons yang baik setelahnya.Penilaian ada tidaknya BOO sebaiknya tidak hanya dari hasil Qmax saja, tetapi juga digabungkan dengan pemeriksaan lain. Menurut Steele et al (2000) kombinasi pemeriksaan skor IPSS, volume prostat, dan Qmax cukup akuratdalam menentukan adanya BOO. Nilai Qmax dipengaruhi oleh: usia, jumlahurine yang dikemihkan, serta terdapat variasi induvidual yang cukup besar. Oleh karena itu hasil uroflometri menjadi bermakna jika volume urine >150 mL dan diperiksa berulangkali pada kesempatan yang berbeda. Spesifisitas dan nilaiprediksi positif Qmax untuk menentukan BOO harus diukur beberapa kali. Reynard et al (1996) dan Jepsen et al (1998) menyebutkan bahwa untuk menilai ada tidak-nya BOO sebaiknya dilakukan pengukuran pancaran urine 4 kali. Pemeriksaan residual urine Residual urine atau post voiding residual urine (PVR) adalah sisa urine yang tertinggal di dalam buli-buli setelah miksi. Jumlah residual urine ini pada orang normal adalah 0,09-2,24 mL dengan rata-rata 0,53 mL. Tujuh puluh delapan persen pria normal mempunyai residual urine kurang dari 5 mL dan semua pria normal mempunyai residu urine tidak lebih dari 12 mL. Pemeriksaan residual urine dapat dilakukan secara invasif, yaitu dengan melaku-kan pengukuran langsung sisa urine melalui kateterisasi uretra setelah pasien berkemih, maupun non invasif, yaitu dengan mengukur sisa urine melalui USG atau bladder scan. Pengukuran melalui kateterisasi ini lebih akurat dibandingkan dengan USG, tetapi tidak meng-enakkan bagi pasien, dapat menimbulkan cedera uretra,menimbulkan infeksi saluran kemih, hingga terjadi bakteriemia.Pengukuran dengan cara apapun, volume residual urine mempunyai variasi individual yang cukup tinggi, yaitu seorang pasien yang diukur residual urinenya pada waktu yang berlainan pada hari yang sama maupun pada hari yang berbeda, menunjukkan perbedaan volume residual urine yang cukup bermakna. Variasi perbedaan volume residual urine ini tampak nyata pada residual urine yang cukup banyak (>150 ml), sedangkan volume residual urine yang tidak terlalu banyak (<120 ml) hasil pengukuran dari waktu ke waktu hampir sama. Dahulu para ahli urologi beranggapan bahwa volume residual urine yang meningkat menandakan adanya obstruksi, sehingga perlu dilakukan pembedahan; namun ternyata peningkatan volume residual urine tidak selalumenunjukkan beratnya gangguan pancaran urine atau beratnya obstruksi. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Prasetyawan dan Sumardi (2003),bahwa volume residual urine tidak dapat menerangkan adanya obstruksi saluran kemih. Namun, bagaimanapun adanya residu uirne menunjukkan telah terjadi gangguan miksi. Watchful waiting biasanya akan gagal jika terdapat residual urine yang cukup banyak (Wasson et al 1995), demikian pula pada volume residual urine lebih 350 ml seringkali telah terjadi disfungsi pada buli-buli sehingga terapi medikamentosa biasanya tidak akan memberikan hasil yang memuaskan. Beberapa negara terutama di Eropa merekomendasikan pemeriksaan PVR sebagai bagian dari pemeriksaan awal pada BPH dan
15

untuk memonitor setelah watchful waiting. Karena variasi intraindividual yang cukup tinggi, pemeriksaan PVR dikerjakan lebih dari satu kali dan sebaiknya dikerjakan melalui melalui USG transabdominal. Pencitraan traktus urinarius Pencitraan traktus urinarius pada BPH meliputi pemeriksaan terhadap traktus urinarius bagian atas maupun bawah dan pemeriksaan prostat. Dahulu pemeriksaan IVP pada BPH dikerjakan oleh sebagian besar ahli urologi untukmengungkapkan adanya: 1. kelainan pada saluran kemih bagian atas, 2. divertikel atau selule pada buli-buli, 3. batu pada buli-buli, 4. perkiraan volume residual urine, 5. Perkiraan besarnya prostat. 6. Pemeriksaan pencitraan Terhadap pasien BPH dengan memakai IVP atau USG, ternyata bahwa 70-75% tidak menunjukkan adanya kelainan pada saluran kemih bagian atas; sedangkan yang menunjukkan kelainan, hanya sebagian kecil saja (10%) yang membutuhkan penanganan berbeda dari yang lain. Oleh karena itu pencitraan saluran kemih bagian atas tidak direkomendasikan sebagai pemeriksaan padaBPH, kecuali jika pada pemeriksaan awal diketemukan adanya: 1. hematuria, 2. infeksi saluran kemih, 3. insufisiensi renal (dengan melakukan pemeriksaan USG), 4. riwayat urolitiasis 5. riwayat pernah menjalani pembedahan pada saluran urogenitalia. Pemeriksaan sistografi maupun uretrografi retrograd guna memperkirakan besarnya prostat atau mencari kelainan pada buli-buli saat ini tidak direkomendasikan. Namun pemeriksaan itu masih berguna jika dicurigai adanya striktura uretra. Pemeriksaan USG prostat bertujuan untuk menilai bentuk, besar prostat, dan mencari kemungkinan adanya karsinoma prostat. Pemeriksaan ultrasonografi prostat tidak direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin, kecuali hendak menjalani terapi: 1. inhibitor 5- reduktase, 2. termoterapi, 3. pemasangan stent, 4. TUIP 5. prostatektomi terbuka. Menilai bentuk dan ukuran kelenjar prostat dapat dilakukan melalui pemeriksaan transabdominal (TAUS) ataupun transrektal (TRUS). Jikaterdapat peningkatan kadar PSA, pemeriksaan USG melalui transrektal (TRUS) sangat dibutuhkan guna menilai kemungkinan adanya karsinoma prostat. Uretrosistoskopi Pemeriksaan ini secara visual dapat mengetahui keadaan uretra prostatika dan bulibuli. Terlihat adanya pembesaran prostat, obstruksi uretra dan leher buli-buli, batu bulibuli, trabekulasi buli-buli, selule, dan divertikel bulibuli. Selain itu sesaat sebelum dilakukan sistoskopi diukur volume residual urine pascamiksi. Sayangnya pemeriksaan ini tidak mengenakkan bagi pasien, bisa menimbulkan komplikasi perdarahan, infeksi, cedera uretra, dan retensi urine sehingga tidak dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin pada
16

BPH.Uretrosistoskopi dikerjakan pada saat akan dilakukan tindakan pembedahan untuk menentukan perlunya dilakukan TUIP, TURP, atau prostatektomi terbuka. Disamping itu pada kasus yang disertai dengan hematuria atau dugaan adanya karsinoma buli-buli sistoskopi sangat membantu dalam mencari lesi pada buli-buli. Pemeriksaan urodinamika Kalau pemeriksaan uroflometri hanya dapatmenilai bahwa pasien mempunyai pancaran urine yang lemah tanpa dapat menerangkan penyebabnya, pemeriksaan urodinamika (pressure flow study) dapat membedakan pancaran urine yang lemah itu disebabkan karena obstruksi leher buli-buli dan uretra (BOO) atau kelemahan kontraksi otot detrusor. Pemeriksaan ini cocok untuk pasien yang hendak menjalani pembedahan. Mungkin saja LUTS yang dikeluhkan oleh pasien bukan disebabkan oleh BPO melainkan disebabkan oleh kelemahan kontraksi otot detrusor sehingga pada keadaan ini tindakan desobstruksi tidak akan bermanfaat. Pemerik-saan urodinamika merupakanpemeriksaan optional pada evaluasi pasien BPH bergejala. Meskipun merupakan pemeriksaan invasif, urodinamika saat ini merupakan pemeriksaan yang paling baik dalam menentukan derajat obstruksi prostat (BPO), dan mampu meramalkan keberhasilan suatu tindakan pem-bedahan.Menurut Javle et al (1998)30, pemeriksaan ini mempunyai sensitifitas 87%, spesifisitas 93%, dan nilai prediksi positif sebesar 95%. Indikasi pemeriksaan uro-dinamika pada BPH adalah: 1. berusia kurang dari 50 tahun atau lebih dari 80tahun dengan volume residual urine>300 mL 2. Qmax>10 ml/detik 3. setelah menjalani pembedahan 4. radikal pada daerah pelvis 5. setelah gagal dengan terapi invasif 6. kecurigaan adanya buli-buli neurogenik Foto polos abdomen (BNO) Dari sini dapat diperoleh keterangan mengenai penyakit ikutan misalnya batu saluran kemih, hidronefrosis, atau divertikel kandung kemih juga dapat untuk mengetahui adanya metastasis ke tulang dari carsinoma prostat. Pielografi Intravena (IVP) Pembesaran prostat dapat dilihat sebagai lesi defek isian kontras (filling defect/indentasi prostat) pada dasar kandung kemih atau ujung distal ureter membelok keatas berbentuk seperti mata kail (hooked fish).Mengetahui adanya kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter ataupun hidronefrosis serta penyulit yang terjadi pada buli buli yaitu adanya trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli buli. Foto setelah miksi dapat dilihat adanya residu urin.

17

Pandangan kandung kemih yang diperoleh selama pyelogram intravena menunjukkan cacat halus terkesan pada aspek inferior dari kandung kemih (panah) yang disebabkan oleh pembesaran prostat jinak Sistogram retrograd Apabila penderita sudah dipasang kateter oleh karena retensi urin, maka sistogram retrograd dapat pula memberi gambaran indentasi. Transrektal Ultrasonografi (TRUS) Deteksi pembesaran prostat dan Mengukur volume residu urin MRI atau CT jarang dilakukan Digunakan untuk melihat pembesaran prostat dan dengan bermacam macam potongan. Pemeriksaan yang tidak direkomendasikanpada pasien BPH Berbagai pemeriksaan saat ini tidak direkomendasikan sebagai piranti untuk diagnosis pada pasien BPH, kecuali untuk tujuan penelitian, di antaranya adalah: 1. IVU, kecuali jika pada pemeriksaan awal didapatkan adanya: hematuria, infeksi 2. saluran kemih berulang, riwayat pernah menderita urolitiasis, dan pernah menjalani operasi saluran kemih. 3. Uretrografi retrograd, kecuali pada pemeriksaan awal sudah dicurigai adanya striktura uretra. 4. Urethral pressure profilometry (UPP) 5. Voiding cystourethrography (VCU) 6. External urethral sphincter 4. electromyography 5. Filling cystometrography. LI 2.7 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding BPH Diagnosis BPH dapat ditegakkan berdasarkan atas berbagai pemeriksaan awal dan pemeriksaan tambahan. Jika fasilitas tersedia, pemeriksaan awal harus dilakukan oleh setiap dokter yang menangani pasien BPH, sedangkan pemeriksaan tambahan yang bersifat penunjang dikerjakan jika ada indikasi untuk melakukan pemeriksaan itu.

18

Anamnesis Pemeriksaan awal terhadap pasien BPH adalah melakukan anamnesis atau wawancara yang cermat guna mendapatkan data tentang riwayat penyakit yang dideritanya. Anamnesis itu meliputi 1. Keluhan yang dirasakan dan seberapalama keluhan itu telah mengganggu 2. Riwayat penyakit lain dan penyakit padasaluran urogenitalia (pernah mengalamicedera, infeksi, atau pem-bedahan) 3. Riwayat kesehatan secara umum dankeadaan fungsi seksual 4. Obat-obatan yang saat ini dikonsumsiyang dapat menimbulkan keluhan miksi 5. Tingkat kebugaran pasien yang mungkin 6. diperlukan untuk tindakan pembedahan. Salah satu pemandu yang tepat untuk mengarahkan dan menentukan adanya gejala obstruksi akibat pembesaran prostat adalah International Prostate Symptom Score (IPSS). WHO dan AUA telah mengembangkan dan mensahkan prostate symptom score yang telah distandarisasi. Skor ini berguna untuk menilai dan memantau keadaan pasien BPH. Analisis gejala ini terdiri atas 7 pertanyaan yang masing-masing memiliki nilai 0 hingga 5 dengan total maksimum 35 (lihat lampiran kuesioner IPSS yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia). Kuesioner IPSS dibagikan kepadapasien dan diharapkan pasien mengisi sendiri tiap-tiap pertanyaan. Keadaan pasien BPH dapat digolongkan berdasarkan skor yang diperoleh adalah sebagai berikut : 1. Skor 0-7: bergejala ringan 2. Skor 8-19: bergejala sedang 3. Skor 20-35: bergejala berat. Selain 7 pertanyaan di atas, di dalam daftar pertanyaan IPSS terdapat satu pertanyaan tunggal mengenai kualitas hidup (quality of life atau QoL) yang juga terdiri atas 7 kemungkinan jawaban.

Pemeriksaan Diagnostik 1. Urinalisis : warna kuning, coklat gelap, merah gelap / terang, penampilan keruh, Ph : 7 atau lebih besar, bacteria 2. Kultur Urine : adanya staphylokokus aureus, proteus, klebsiella, pseudomonas, e. coli. 3. BUN / kreatinin : meningkat. 4. IVP : menunjukan perlambatan pengosongan kandung kemih dan adanya pembesaran prostat, penebalan otot abnormal kandung kemih. 5. Sistogram : mengukur tekanan darah dan volume dalam kandung kemih. 6. Sistouretrografi berkemih : sebagai ganti IVP untuk menvisualisasi kandung kemih dan uretra dengan menggunakan bahan kontras lokal. 7. Sistouretroscopy : untuk menggambarkan derajat pembesaran prostat dan kandung kemih. 8. Transrectal ultrasonografi : mengetahui pembesaran prosat, mengukur sisa urine dan keadaan patologi seperti tumor atau batu. Diagnosis Banding Kelemahan detrusor kandung kemih a. kelainan medula spinalis
19

b. neuropatia diabetes mellitus c. pasca bedah radikal di pelvis d. farmakologik Kandung kemih neuropati, disebabkan oleh : a. kelainan neurologik b. neuropati perifer c. diabetes mellitus d. alkoholisme e. farmakologik (obat penenang, penghambat alfa dan parasimpatolitik) Obstruksi fungsional : a. dis-sinergi detrusor-sfingter terganggunya koordinasi antara kontraksi detrusor dengan relaksasi sfingter b. ketidakstabilan detrusor Kekakuan leher kandung kemih : a. fibrosis Resistensi uretra yang meningkat disebabkan oleh : a. hiperplasia prostat jinak atau ganas b. kelainan yang menyumbatkan uretra c. uretralitiasis d. uretritis akut atau kronik e. striktur uretra Prostatitis akut atau kronis LI 2.8 Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan BPH Hiperplasi prostat yang telah memberikan keluhan klinik biasanya akan menyebabkan penderita datang kepada dokter. Derajat berat gejala klinik dibagi menjadi empat gradasi berdasarkan penemuan pada colok dubur dan sisa volume urin. Organisasi kesehatan dunia (WHO) menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat gangguan miksi yang disebut WHO PSS (WHO prostate symptom score).

20

Jumlah nilai : 0 = baik sekali 1 = baik 2 = kurang baik 3 = kurang 4 = buruk 5 = buruk sekali Sebuah skor 0-7 menunjukkan gejala ringan, 8-19 gejala sedang dan 20-35 gejala berat. Skor ini berdasarkan jawaban penderita atas delapan pertanyaan mengenai miksi. Terapi non bedah dianjurkan bila WHO PSS tetap dibawah 15. Untuk itu dianjurkan melakukan kontrol dengan menentukan WHO PSS. Terapi bedah dianjurkan bila WHO PSS 25 ke atas atau bila timbul obstruksi. Di dalam praktek pembagian derajat beratnya hiperplasia prostat derajat I-IV digunakan untuk menentukan cara penanganan. Pada penderita dengan derajat satu biasanya
21

belum memerlukan tindakan operatif, melainkan dapat diberikan pengobatan secara konservatif. Pada penderita dengan derajat dua sebenarnya sudah ada indikasi untuk melakukan intervensi operatif, dan yang sampai sekarang masih dianggap sebagai cara terpilih ialah trans uretral resection (TUR). Kadang-kadang derajat dua penderita masih belum mau dilakukan operasi, dalam keadaan seperti ini masih bisa dicoba dengan pengobatan konservatif. Pada derajat tiga, TUR masih dapat dikerjakan oleh ahli urologi yang cukup berpengalaman melakukan TUR oleh karena biasanya pada derajat tiga ini besar prostat sudah lebih dari 60 gram. Apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar sehingga reseksi tidak akan selesai dalam satu jam maka sebaiknya dilakukan operasi terbuka. Pada hiperplasia prostat derajat empat tindakan pertama yang harus segera dikerjakan ialah membebaskan penderita dari retensi urin total, dengan jalan memasang kateter atau memasang sistostomi setelah itu baru dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melengkapi diagnostik, kemudian terapi definitif dapat dengan TUR P atau operasi terbuka. Terapi sedini mungkin sangat dianjurkan untuk mengurangi gejala, meningkatkan kualitas hidup dan menghindari komplikasi akibat obstruksi yang berkepanjangan. Tindakan bedah masih merupakan terapi utama untuk hiperplasia prostat (lebih dari 90% kasus). Meskipun demikian pada dekade terakhir dikembangkan pula beberapa terapi non-bedah yang mempunyai keunggulan kurang invasif dibandingkan dengan terapi bedah. Mengingat gejala klinik hiperplasia prostat disebabkan oleh 3 faktor yaitu pembesaran kelenjar periuretral, menurunnya elastisitas leher vesika, dan berkurangnya kekuatan detrusor, maka pengobatan gejala klinik ditujukan untuk : Menghilangkan atau mengurangi volume prostat Mengurangi tonus leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat Melebarkan uretra pars prostatika, menambah kekuatan detrusor Terdapat beberapa pilihan tindakan terapi didalam penatalaksanaan hiperplasia prostat

Tujuan terapi: a. memperbaiki keluhan miksi b.meningkatkan kualitas hidup c. mengurangi obstruksi infravesika d.mengembalikan fungsi ginjal e. mengurangi volume residu urin setelah miksi f. mencegah progressivitas penyakit 1. Watchful waiting Pilihan tanpa terapi ini untuk pasien BPH dengan skor IPSS<7, yaitu keluhan ringan yang tidak menganggu aktivitas sehari-hari. Pasien hanya diberikan edukasi mengenai hal-hal yang dapat memperburuk keluhan : a. Jangan mengkonsumsi kopi atau alkohol b. Kurangi makanan dan minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi, coklat) c. Kurangi makanan pedas atau asin d. Jangan menahan kencing terlalu lama 2. Medikamentosa Tujuan: a. mengurangi resistensi otot polos prostat dengan adrenergik blocker b. mengurangi volume prostat dengan menurunkan kadar hormon testosteron melalui penghambat 5-reduktase
22

3. Operasi Indikasi pembedahan yaitu pada BPH yang sudah menimbulkan komplikasi,diantaranya adalah: retensi urine karena BPO infeksi saluran kemih berulang karena obstruksi prostat hematuria makroskopik batu buli-buli karena obstruksi prostat gagal ginjal yang disebabkan obstruksi prosta, dan divertikulum buli buli yang cukup besar karena obstruksi

1. Transurethral resection of the prostate (TURP) Sembilan puluh lima persen prostatektomi sederhana dapat dilakukan secaraendoskopi. Sebagian besar prosedur ini menggunakan teknik anestesi spinal dan memerlukan 1-2 hari perawatan di rumah sakit. Skor keluhan dan perbaikan laju aliran urine lebih baik dibandingkan terapi lain yang bersifat minimal invasive. Risiko TURPmeliputi ejakulasi retrograd (75%), impotensi (5-10%), dan inkontinensia (<1%). TURP lebih sedikit menimbulkan trauma dibandingkan prosedur bedah terbukadan memerlukan masa pemulihan yang lebih singkat. Secara umum TURP dapatmemperbaiki gejala BPH hingga 90%, meningkatkan laju pancaran urine hingga

Komplikasi operasi antara lain perdarahan, striktur uretra, atau kontraktur padaleher kandung kemih, perforasi dari kapsul prostat dengan ekstravasasi, dan padakondisi berat terjadi sindroma TUR yang disebabkan oleh keadaan hipervolemik dan hipernatremia akibat absorbsi cairan irigasi yang bersifat hipotonis. Manifestasi klinis sindroma TUR antara lain nausea, muntah, hipertensi, bradikardi,confusing, dan gangguan penglihatan. Risiko terjadinya sindroma TUR meningkat pada reseksi yanglebih dari 90 menit. Penatalaksanaan meliputi diuresis dan pada kondisi berat diberikan larutan hipertonis. 2. Transurethral Incision of the Prostate (TUIP) Pria dengan keluhan sedang sampai berat dan ukuran prostat yang kecil seringdidapatkan adanya hyperplasia komisura posterior (terangkatnya leher kandung kemih).Pasien tersebut biasanya lebih baik dilakukan insisi prostat

23

Prosedur TUIP lebih cepat dan morbiditasnya lebih rendah dibandingkan TURP.Teknik TUIP meliputi insisi dengan pisau Collin pada posisi jam 5 dan 7. Insisi dimulai diarah distal menuju orifisium ureter dan meluas ke arah verumontanum. 3. Prostatektomi Terbuka Sederhana Ketika ukuran prostat terlalu besar untuk direseksi secara endoskopi, enukleasiterbuka dapat dilakukan. Kelenjar prostat yang lebih dari 100 g biasanya merupakan indikasi enukleasi terbuka. Prostatektomi terbuka juga dilakukan pada pasien dengandisertai divertikulum atau batu buli atau jika posisi litotomi tidak mungkin dilakukan. Terapi Minimal Invasif 1. Transurethral needle ablation of the prostate (TUNA) TUNA termasuk dalam teknik minimal invasif yang biasa digunakan pada pasienyang gagal dengan pengobatan medikamentosa, pasien yang tidak tertarik padapengobatan medikamentosa, atau tidak bersedia untuk tindakan TURP. Teknik inimenggunakan kateter uretra yang didesain khusus dengan jarum yang menghantarkangelombang radio yang panas sampai mencapai 100oC di ujungnya sehingga dapatmenyebabkan kematian jaringan prostat. Pasien dengan gejala sumbatan dan pembesaran prostat kurang dari 60 gramadalah pasien yang ideal untuk tindakan TUNA ini. Kelebihan teknik TUNA dibandingdengan TURP antara lain pasien hanya perlu diberi anestesi lokal. Selain itu angkakekambuhan dan kematian TUNA lebih rendah dari TURP. 2. Transurethral electrovaporization of the prostate Teknik ini menggunakan rectoskop (seperti teropong yang dimasukkan melaluianus) standar dan loop konvensional. Arus listrik yang dihantarkan menimbulkan panasyang dapat menguapkan jaringan sehingga menghasilkan timbulnya rongga di dalamuretra. 3. Termoterapi Metode ini menggunakan gelombang mikro yang dipancarkan melalui kateter transuretral (melalui saluran kemih bagian bawah). Namun terapi ini masih memerlukanpenelitian lebih lanjut untuk mengetahui tingkat keefektivitasannya. 4. Intraurethral stents Alat ini dapat bertujuan untuk membuat saluran kemih tetap terbuka. Setelah 46bulan alat ini biasanya akan tertutup sel epitel. Biasanya digunakan pada pasiendengan usia harapan hidup yang minimum dan pasien yang tidak cocok untuk menjalani operasi pembedahan maupun anestesi. Saat ini metode ini sudah jarangdipakai. 5. Transurethral balloon dilation of the prostate Pada tehnik ini, dilakukan dilatasi (pelebaran) saluran kemih yang berada diprostat dengan menggunakan balon yang dimasukkan melalui kateter. Teknik ini efektif pada pasien dengan prostat kecil, kurang dari 40 cm3. Meskipun dapat menghasilkanperbaikan gejala sumbatan, namun efek ini hanya sementara sehingga cara inisekarang jarang digunakan

24

Pengawasan berkala Semua pasien BPH setelah mendapatkan terapi atau petunjuk watchful waiting perlu mendapatkan pengawasan berkala ( follow up) untuk mengetahui hasil terapi serta perjalanan penyakitnya sehingga mungkin perlu dilakukan pemilihan terapi lain atau dilakukan terapi ulang jika dijumpai adanya kegagalan dari terapi itu.Secara rutin dilakukan pemeriksaan IPSS,uroflometri, atau pengukuran volume residu urine pasca miksi. Pasien yang menjalani tindakan intervensi perlu dilakukan pemerik-saan kultur urine untuk melihat kemungkinan penyulit infeksi saluran kemih akibat tindakan itu. Jadwal pemeriksaan tergantung pada terapi yang dijalani oleh pasien seperti terlihat pada tabel 2 LI 2.9 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi BPH Kemungkinan komplikasi bagi penderita gangguan prostat bisa saja terjadi, di antaranya gagal ginjal akut maupun kronis, infeksi saluran kemih (yang sering menimbulkan infeksi berat/sepsis). Komplikasi yang terjadi pada klien BPH adalah sebagai berikut: 1. Dalam merespons resistensi pengeluaran yang tidak berkurang dapat mempengaruhi. 2. Kandung kemih menjadi pengeluaran yang tidak berkurang dapat mempengaruhi. 3. Kemungkinan terjadi hidronefrosis. 4. Penurunan fungsi untuk areksi mengakibatkan kemandulan. 5. Muntah pada hari pertama. Adapun komplikasi BPH yang mungkin terjadi adalah pielonefritis, uremia dan azotemia. Selain itu komplikasi yang dapat terjadi pada klien BPH adalah hidroureter, hidronefrosis, gagal ginjal, pielenefritis dan hernia atau hemoroid. LI 2.10 Memahami dan Menjelaskan Prognosis BPH Prognosis BPH adalah: 1. Tergantung dari lokasi, lama dan kerapatan retensi. 2. Keparahan obstruksi yang lamanya 7 hari dapat menyebabkan kerusakan ginjal. Jika keparahan obstruksi diperiksa dalam dua minggu, maka akan diketahui sejauh mana tingkat keparahannya. Jika obstruksi keparahannya lebih dari tiga minggu maka akan lebih dari 50% fungsi ginjal hilang. 3. Prognosis yang lebih buruk ketika obstruksi komplikasi disertai dengan infeksi. 4. Umumnya prognosis lebih bagus dengan pengobatan untuk retensi urine.

LI 2.11 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan BPH Saat ini, sudah beredar suplemen makanan yang dapat membantu mengatasi pembesaran kelenjar prostat. Salah satunya adalah suplemen yang kandungan utamanya saw palmetto. Berdasarkan hasil penelitian, saw palmetto menghasilkan sejenis minyak, yang bersama-sama dengan hormon androgen dapat menghambat kerja enzim 5-alpha reduktase, yang berperan dalam proses pengubahan hormon testosteron menjadi dehidrotestosteron (penyebab BPH)5. Hasilnya, kelenjar prostat tidak bertambah besar.

25

Zat-zat gizi yang juga amat penting untuk menjaga kesehatan prostat di antaranya adalah : 1. Vitamin A, E, dan C, antioksidan yang berperan penting dalam mencegah pertumbuhan sel kanker, karena menurut penelitian, 5-10% kasus BPH dapat berkembang menjadi kanker prostat. 2. Vitamin B1, B2, dan B6, yang dibutuhkan dalam proses metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein, sehingga kerja ginjal dan organ tubuh lain tidak terlalu berat. Copper (gluconate) dan Parsley Leaf, yang dapat membantu melancarkan pengeluaran air seni dan mendukung fungsi ginjal. 3. L-Glysine, senyawa asam amino yang membantu sistem penghantaran rangsangan ke susunan syaraf pusat. 4. Zinc, mineral ini bermanfaat untuk meningkatkan produksi dan kualitas sperma. Berikut ini beberapa tips untuk mengurangi risiko masalah prostat, antara lain: 1. Mengurangi makanan kaya lemak hewan 2. Meningkatkan makanan kaya lycopene (dalam tomat), selenium (dalam makanan laut), 3. vitamin E, isoflavonoid (dalam produk kedelai) 4. Makan sedikitnya 5 porsi buah dan sayuran sehari 5. Berolahraga secara rutin 6. Pertahankan berat badan ideal

Sebagaimana hukum asalnya, bila ada dokter wanita yang ahli, maka dialah yang wajib menjalankan pemeriksaan atas seorang pasien wantia. Bila tidak ada, dokter wanita non-muslim yang dipilih. Jika masih belum ditemukan, maka dokter lelaki muslim yang melakukannya. Bila keberadaan dokter muslim tidak tersedia, bisa saja seorang dokter nonmuslim yangmenangani Akan tetapi harus diperhatikan, dokter lelaki yang melakukan pemeriksaan hanya boleh melihat tubuh pasien wanita itu sesuai dengan kebutuhannya saja, yaitu saat menganalisa penyakit dan mengobatinya, serta harus menjaga pandangan. Dan juga, saat dokter lelaki menangani pasien wanita, maka pasien wanita itu harus disertai mahram, atau suaminya, atau wanita yang dapat dipercaya supaya tidak terjadi khalwat. Ketika Syaikh Shalih al-Fauzan ditanya mengenai hukum berobat kepada dokter yang berbeda jenisnya, beliau menjelaskan: Seorang wanita tidak dilarang berobat kepada dokter pria, terlebih lagi ia seorang spesialis yang dikenal dengan kebaikan, akhlak dan keahliannya. Dengan syarat, bila memang tidak ada dokter wanita yang setaraf dengan dokter pria tersebut. Atau karena keadaan si pasien yang mendesak harus cepat ditolong, (karena) bila tidak segera, penyakit (itu) akan cepat menjalar dan membahayakan nyawanya. Dalam masalah ini, perkara yang harus diperhatikan pula, dokter tersebut tidak boleh membuka sembarang bagian tubuh (aurat) pasien wanita itu, kecuali sebatas yang diperlukan dalam pemeriksaan. Dan juga, dokter tersebut adalah muslim yang dikenal dengan ketakwaannya. Pada situasi bagaimanapun, seorang muslimah yang terpaksa harus berobat kepada dokter pria, tidak dibolehkan memulai pemeriksaan terkecuali harus disertai oleh salah satu mahramnya". Di Indonesia, dalam fatwa MPKS disebutkan, tidak dilarang melihat aurat perempuan sakit oleh seorang dokter laki-laki untuk keperluan memeriksa dan mengobati penyakitnya. Seluruh tubuhnya boleh diperiksa oleh dokter laki-laki, bahkan hingga genetalianya, tetapi jika pemeriksaan dan pengobatan itu telah mengenai genitalian dan sekiatarnya maka perlu
26

ditemani oleh seorang anggota keluarga laki-laki yang terdekat atau suaminya. Jadi, kebolehan berobat kepada lain jenis dopersyaratkan jika yang sejenis tidak ada. Dalam hal demikian, dianjurakan bagi pasien untuk menutup bagian tubuh yang tidak diobati. Demikian pula dokter atau yang sejenisnya harus membatasi diri tidak melihat organ pasien yang tidak berkaitan langsung.

27

Daftar Pustaka Dorland, W. A. Newman. 2006. Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 29. Jakarta: EGC Ganong, William F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 20. Jakarta: EGC Guyton, AC. 1996. Fisologi Kedokteran edisi 9. Jakarta : EGC. L., Sherwood. 2001. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem, Edisi 2. Jakarta: EGC Leeson, Thomas S. & Anthony A. Paparo. 1996. Buku Ajar Histologi. Jakarta: EGC Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 6 vol 1. Robin, Cofran (2005). Buku Ajar Patologi, Edisi 7 vol.2, Elsuier Saunders, Philadelphia. EGC Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran, Edisi 6. Jakarta: EGC Widjoseno G. Saluran Kemih dan Alat Kelamin Lelaki . Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Editor Sjamsuhidajat R, de Jong W. Edisi 2. EGC Jakarta; 2005. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12361895 http://hcp.gsk.co.uk/therapyareas/urology/diagnosis_and_management_of_lower_urinary_tract_symptoms/international _prostate_symptom_score/
http://iaui.or.id/ast/file/bph.pdf http://ppni-klaten.com/index.php?view=article&catid=39:ppni-aksub&id=64:bph&format=pdf&option=com_content&Itemid=66 http://almanhaj.or.id/content/2883/slash/0

http://www.cancer.umn.edu/cancerinfo/NCI/glossary/CDR45932.html http://www.abhamed.net/uploads/DOCS/Books/Radiology/MER2/htm/MER2/HTML/167.ht m

28

You might also like