You are on page 1of 10

1 I. PENDAHULUAN 1.1.

Latar Belakang Masalah Avian influenza atau yang lebih dikenal dengan istilah flu burung merupakan suatu penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh unggas. Penularan atau transmisi dari virus influenza secara umum dapat terjadi melalui inhalasi, kontak langsung, ataupun kontak tidak langsung (Bridges et.al., 2003). Sebagian besar kasus infeksi flu burung pada manusia disebabkan penularan virus dari unggas ke manusia yang berasal dari sekret atau tinja unggas yang menderita flu burung (Beigel et.al., 2005). Untuk mencegah penularan virus flu burung peternak unggas khususnya ayam memberikan vitamin tambahan tertentu untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh ayam. Vitamin alami yang terkandung dalam pakan tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari untuk mendapatkan produksi yang optimal. Oleh karena itu, suplai vitamin yang tetap yang tidak dapat disimpan dengan baik dalam tubuh ayam dapat diperoleh dengan pemberian nutrisi unggas yang ideal. Salah satu suplemen yang dapat digunakan untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh ayam adalah vitamin B2 atau yang biasa disebut dengan riboflavin. Vitamin B2 yang tersedia di pasaran berada dalam bentuk padatan dan pemberiannya dicampurkan ke dalam pakan ayam. Namun cara pemberian tersebut tidak memberikan hasil yang optimum karena jumlah vitamin yang masuk ke dalam tubuh ayam tidak merata antara ayam yang satu dengan yang lainnya. Selain itu vitamin dalam bentuk padatan akan lebih sulit untuk diabsorpsi di dalam tubuh ayam, sehingga efek yang diinginkan dari vitamin tersebut akan sulit tercapai, oleh karena itu penulis ingin membuat sediaan vitamin B2 yang mudah larut dalam air yang nantinya akan dicampurkan ke dalam minuman ayam tersebut. Untuk memperoleh sediaan vitamin B2 yang mudah larut dalam air diperlukan suatu formula yang terdiri dari bahan-bahan yang mudah larut dalam air. Salah satu bahan tambahan yang memiliki kelarutan baik di dalam air adalah amilum yang dimodifikasi secara fisika yaitu dengan cara pregelatin, dimana amilum yang diolah secara tradisional lalu diberikan perlakuan tambahan melalui penambahan air dengan jumlah yang tepat dan pemanasan pada suhu yang sesuai (Rowe dkk., 2009). Amilum modifikasi secara pregelatin memiliki keunggulan daripada amilum tradisional yaitu mampu meningkatkan sifat alir karena amilum pregelatin yang terbentuk dari proses penyatuan partikel-partikel serbuk menghasilkan amilum dengan ukuran yang lebih besar yaitu granul (Hastuti, 2008). Bentuk akhir sediaan yang dibuat adalah pelet. Dalam industri farmasi, pelet dapat didefinisikan sebagai benda kecil yang mengalir bebas, partikulat sferis yang diproduksi dengan aglomerasi dari serbuk halus atau butiran bahan obat dan bahan tambahan menggunakan alat pengolahan yang tepat (Swarbrick dan Boylan, 2002). Pelet memiliki tingkat fleksibilitas yang tinggi dalam desain dan pengembangan bentuk sediaan oral. Pelet dapat dibagi menjadi kekuatan dosis yang diinginkan tanpa mengalami perubahan formulasi atau perubahan proses dan juga dapat dicampur sebagai bahan pembawa agen bioaktif yang tidak kompatibel secara bersamaan dan/atau untuk menyediakan profil pelepasan yang berbeda pada tempat yang sama atau yang berbeda pada saluran gastrointestinal (GI). Di samping itu, pelet dapat menyebar bebas di saluran pencernaan, memaksimalkan penyerapan obat, dan meminimalkan iritasi lokal mukosa oleh obat iritan tertentu (Swarbrick dan Boylan, 2002). 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut: a. Bagaimana pengaruh penggunaan amilum singkong pregelatin terhadap kualitas vitamin B2? b. Bagaimana formula pelet vitamin B2 dengan bahan tambahan amilum singkong pregelatin untuk memperoleh sediaan pelet yang mudah larut dalam air?

2 1.3. Tujuan Program Tujuan dari penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan amilum singkong pregelatin terhadap kualitas vitamin B2. b. Untuk mengetahui formula pelet vitamin B2 dengan bahan tambahan amilum singkong pregelatin untuk memperoleh sediaan pelet yang mudah larut dalam air. 1.4. Luaran yang Diharapkan Target luaran yang dihasilkan dari kegiatan PKM ini adalah berupa formula dan produk pelet vitamin B2 yang menggunakan bahan tambahan berupa amilum singkong yang dimodifikasi secara fisika yaitu dengan cara pregelatin yang mudah larut dalam air yang dibuat dengan metode ekstrusisferonisasi. Pelet merupakan salah satu bentuk sediaan padat yang memiliki keuntungan dibandingkan sediaan padat lainnya yaitu tidak memerlukan proses liberasi, sehingga onsetnya lebih cepat. Selain itu sediaan dalam bentuk pelet digunakan untuk mencegah terjadinya iritasi bahan aktif obat pada saluran pencernaan. 1.5. Kegunaan Program Program penelitian ini bermanfaat untuk menyediakan formula pelet vitamin B2 dengan bahan tambahan amilum singkong pregelatin. Formula ini sangat berguna untuk ilmu pengetahuan khususnya di bidang pengembangan produk sediaan veteriner. Dengan mengetahui formula pelet vitamin B2 yang menggunakan bahan tambahan amilum singkong pregelatin, maka dapat diproduksi pelet vitamin B2 dalam jumlah massal dan dapat digunakan sebagai suplemen oleh para peternak ayam. II. TINJAUAN PUSTAKA Vitamin B2 (Riboflavin) Vitamin B2 disebut riboflavin karena strukturnya mirip dengan gula ribosa dan juga karena ada hubungan dengan kelompok flaavin. Riboflavin yang larut dalam air memberi warna fluoresense kuning-kehijauan. Roboflavin sangat mudah rusak oleh cahaya dan sinar ultra violet, tetapi tahan terhadap panas, oksidator, asam, dan sebaliknya sangat sensitif terhadap basa. Riboflavin merupakan komponen suatu enzim yang dikenal sebagai flavoprotein dan terlibat dalam reaksi-reaksi metabolisme intermediet (Herliana, 2008). Berikut adalah struktur Riboflavin:

Gambar 1. Struktur Riboflavin Riboflavin berperan dalam produksi energi karena sangat diperlukan dalam metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Vitamin ini juga diperlukan untuk pembentukan dan respirasi sel darah merah, pembentukan antibodi dan pertumbuhan (Lehniger, 1982). Tabel 1. Kebutuhan Riboflavin (B2) dalam pakan pada ayam (mg/kg pakan)
I. Tipe Layer 0 - 6 minggu 6 - 14 minggu 14 - 20 minggu Layer Breeder II. Tipe Broiler 9 6 6 7 9

3
0 - 3 minggu 3 - 6 minggu 6 - 8 minggu Developer Pre-breeder Breeder 10 10 8 7 9 10

Amilum Singkong Pregelatin Definisi Amilum Amilum adalah karbohidrat yang berasal dari hasil proses fotosintesis tanaman, disimpan dalam bagian tertentu tanaman dan berfungsi sebagai cadangan makanan (Soebagio dkk., tt). Amilum terdiri dari 17%-20% bagian amilosa dan 80%-83% bagian amilopektin (Gunawan dan Mulyani, 2004). Dalam industri farmasi amilum dimanfaatkan sebagai bahan pengisi, pengikat, dan penghancur dalam sediaan oral seperti dalam pembuatan tablet (Samsuri, 2008). Amilum Singkong Amilum singkong merupakan amilum yang diperoleh dari umbi akar Manihot utillisima Pohl. dengan Famili Euphorbiaceae. Serbuknya halus dan berwarna putih. Granula amilum berbentuk agak bulat atau bersegi banyak, terdiri dari butir besar dan kecil. Butir kecil memiliki diameter 5 m-10 m, sedangkan butir besar memiliki diameter 20 m-35 m. Letak hilus di tengah yang dapat berupa titik, garis lurus atau bercabang tiga, dan lamela tidak jelas. Amilum singkong mengandung 17% amilosa dan 83% amilopektin (Wicaksono, 2008). Amilum Pregelatin Amilum pregelatin adalah amilum yang diolah secara tradisional lalu diberikan perlakuan tambahan melalui penambahan air dengan jumlah yang tepat dan pemanasan pada suhu yang sesuai (Rowe dkk., 2009). Metode ini menghasilkan amilum dengan ukuran partikel yang lebih besar dan kerapatan partikel yang lebih tinggi (Voigt, 1995). Pada amilum pregelatin terjadi proses pembentukan gel akibat adanya penambahan air yang tepat dan pemanasan menyebabkan granulagranula amilum menyerap air, sehingga granula mengembang membentuk suatu massa kental. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Alebiowu dan Itiola (2001), pembuatan amilum pregelatin dilakukan dengan menggunakan perbandingan amilum dan air sebesar 1 : 1 dan dengan suhu 55oC. Pelet Definisi Pelet Dalam industri farmasi, pelet dapat didefinisikan sebagai benda kecil yang mengalir bebas, partikulat sferis yang diproduksi dengan aglomerasi dari serbuk halus atau butiran bahan obat dan bahan tambahan menggunakan alat pengolahan yang tepat (Swarbrick dan Boylan, 2002). Pelet berbentuk silindris, kecil, padat dengan diameter lebih kurang 3,2 mm dan panjang 8 mm. Pelet memiliki tingkat fleksibilitas yang tinggi dalam desain dan pengembangan bentuk sediaan oral. Pelet dapat dibagi menjadi kekuatan dosis yang diinginkan tanpa mengalami perubahan formulasi atau perubahan proses dan juga dapat dicampur sebagai bahan pembawa agen bioaktif yang tidak kompatibel secara bersamaan dan/atau untuk menyediakan profil pelepasan yang berbeda pada tempat yang sama atau yang berbeda pada saluran gastrointestinal (GI). Di samping itu, pelet dapat menyebar bebas di saluran pencernaan, memaksimalkan penyerapan obat, dan meminimalkan iritasi lokal mukosa oleh obat iritan tertentu (Swarbrick dan Boylan, 2002). Metode Pembuatan Pelet Ada tiga metode pembuatan pelet, antara lain: a. Pembentukan Lapisan Serbuk b. Pembentukan Lapisan Solutio/Suspensi c. Ekstrusi-Sferonisasi (Swarbrick dan Boylan, 2002). Ekstrusi-Sferonisasi Ekstrusi-sferonisasi adalah proses multitahapan yang melibatkan pencampuran serbuk kering, granulasi, ekstrusi basah, sferonisasi, pengeringan dan penyaringan. Langkah pertama

4 adalah pencampuran serbuk kering obat dan bahan tambahan dalam mixer kemudian dilanjutkan dengan granulasi basah, di mana serbuk diubah menjadi massagranulatyang dapat dengan mudah diekstrusi. Setelah diekstrusi ditransfer ke sferonizer, dimana granulat seketika pecah menjadi batang silinder pendek ketika kontak dengan gesekan piring berputar yang kemudian didorong ke luar dan membentuk dinding stasioner di ruang pengolahan oleh gaya sentrifugal. Akhirnya karena gravitasi, partikel jatuh kembali ke piring gesekan, dan siklus diulang sampai kebulatan yang diinginkan tercapai (Swarbrick dan Boylan, 2002). III. Metode Penelitian 3.1. Bahan dan Alat Penelitian Alat yang digunakan antara lain: Neraca analitik (Adam AFP-360L), stopwatch (Casio), mikroskop (Yazumi XSP-12), seperangkat alat uji waktu alir dan sudut diam, seperangkat alat uji distribusi ukuran partikel dengan pengayak mesh no. 20, 40, 60, 80, termometer, pH-meter (Oakton pH 510 series), ayakan mesh no. 20, sferonizer skala laboratorium, alat-alat gelas, dan oven (Binder). Bahan-bahan yang digunakan adalah: amilum singkong, aquadest, vitamin B2. 3.2. Prosedur Penelitian Pembuatan Amilum Singkong Pregelatin Pembuatan amilum singkong pregelatin dikerjakan dengan rasio jumlah amilum : aquadest yaitu 1 : 0,5 ; 1 : 0,75 ; 1 : 1. Selain itu juga dikerjakan dengan variasi suhu pemanasan yaitu 50 oC, 55oC, 60oC. Berikut ini merupakan cara kerja pembuatan amilum singkong pregelatin dengan perbandingan rasio jumlah amilum : aquadest sebesar 1 : 0,5 serta dengan suhu pemanasan 50oC. Aquadest sebanyak 100 mL dipanaskan sampai suhu 50oC, lalu ditambahkan dengan amilum singkong sebanyak 200 g dan suhu dijaga selama 10 menit hingga terbentuk massa kental. Massa kental tersebut dikeringkan di oven pada suhu 50oC selama 48 jam. Setelah kering, amilum lalu diayak dengan ayakan mesh no 20. Dengan cara yang sama dilakukan pula pada rasio jumlah amilum : aquadest serta variasi suhu pemanasan yang lain, seperti pada tabel di bawah ini : Tabel 2. Variasi rasio jumlah amilum : aquadest dan suhu pemanasan
Amilum : air 1 : 0,5 Amilum (g) 200 200 200 200 200 200 200 200 200 Air (mL) 100 100 100 150 150 150 200 200 200 Suhu (oC) 50 55 60 50 55 60 50 55 60

1 : 0,75

1:1

Uji pendahuluan amilum Uji pendahuluan amilum ini dilakukan pada amilum singkong dan amilum singkong pregelatin. Ujinya meliputi : - Uji organoleptik Amilum ditimbang sebanyak 1 gram, kemudian diamati warna, bau dan rasa amilum (Depkes RI, 1995). - Uji mikroskopik Ditimbang amilum sebanyak 100 mg dan diletakkan pada gelas objek. Selanjutnya ditambahkan 2 tetes aquadest, lalu diamati susunan amilum, bentuk hilus dan lamela dari amilum singkong di bawah mikroskop dengan perbesaran 400x (Depkes RI, 1995). - Uji makroskopik Ditimbang amilum sebanyak 100 gram kemudian dilakukan pengayakan bertingkat dengan mesh no. 20, 40, 60, dan 80. Ukuran kehalusan amilum dapat dilihat melalui no mesh dari ayakan bertingkat tersebut (Depkes RI, 1995).

5 - Uji kadar air Amilum ditimbang sebanyak 1 gram dan dimasukkan dalam botol timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105oC selama 30 menit dan telah ditara. Amilum dimasukkan ke dalam botol timbang tersebut dan botol timbang ditimbang beserta isinya. Amilum diratakan sampai setinggi 5 mm. Lalu dimasukkan kedalam oven, sumbat dibuka dan dibiarkan sumbat ini di dalam oven. Dikeringkan pada suhu 105oC hingga bobot tetap. Sebelum setiap pengeringan, dibiarkan botol dalam keadaan tertutup mendingin dalam desikator hingga suhu kamar (Depkes RI, 1995). - Pengukuran pH Dicampurkan 1 gram amilum dengan 5 mL air bebas CO2. Amilum memiliki pH sekitar 4,57,0 (Anonim, 2002). Uji sifat fisik amilum Uji sifat fisik amilum ini dilakukan pada amilum singkong dan amilum singkong pregelatin. Ujinya meliputi : - Pengujian kelembaban Ditimbang 5 gram amilum kemudian dimasukkan ke dalam oven pada suhu 1050C selama 15 menit. Lalu berat amilum tersebut diukur dan dihitung kandungan lembabnya yang dinyatakan dalam MC atau Moisture Content. Kandungan lembab yang baik adalah 1-5% (Voigt, 1995). - Pengujian waktu alir Sebanyak 100 gram amilum ditimbang. Kemudian, amilum tersebut dituang melalui tepi corong secara perlahan-lahan ke dalam corong yang bagian bawahnya tertutup. Tutup corong bagian bawah dibuka secara perlahan-lahan dan amilum dibiarkan mengalir keluar. Dicatat waktu yang diperlukan (detik) sampai semua amilum melewati corong dengan menggunakan stopwatch. Kecepatan alir yang baik adalah tidak kurang dari 4 gram/detik (Voigt, 1995). - Pengujian sudut diam Sebanyak 100 gram amilum ditimbang. Amilum tersebut kemudian dituang melalui tepi corong secara perlahan-lahan ke dalam corong yang bagian bawahnya tertutup. Tutup corong bagian bawah dibuka secara perlahan-lahan dan amilum dibiarkan mengalir keluar hingga membentuk kerucut. Tinggi amilum yang berbentuk kerucut tersebut dan jari-jari amilum lalu diukur. Sudut diam amilum yang baik berkisar antara 250-400 (Voigt, 1995). - Pengujian bobot jenis a. Bobot jenis nyata Amilum ditimbang sebanyak 100 gram. Amilum tersebut dimasukkan ke dalam gelas ukur 250 mL dan dicatat volumenya (Aulton, 1988). b. Bobot jenis mampat Amilum ditimbang sebanyak 100 gram. Amilum tersebut dimasukkan ke dalam gelas ukur 250 mL kemudian dilakukan pengetapan sebanyak 500x. - Pengujian kompaktibilitas Kompaktibilitas adalah kemampuan suatu bahan dimana volumenya akan berkurang pada saat mendapat tekanan. Kompaktibilitas yang baik yaitu sebesar 5%-20% (Siregar, 2008). - Distribusi ukuran partikel Ditimbang 100 gram amilum. Dilakukan pengayakan secara bertingkat mulai dari mesh no. 20, 40, 60, 80 selama 15 menit. Hasil pengayakan dari masing-masing mesh ditimbang. Persentase fines yang dikehendaki adalah 10%-20% (Jenkins dkk., 1957). Formula Pelet Sebanyak 0,9 mg vitamin B2 masing-masing dicampurkan dengan sembilan amilum singkong pregelatin hingga bobotnya mencapai 100 g. Pembuatan Pelet Pelet dicetak dengan metode ekstrusi-sferonisasi dengan menggunakan alat ekstruder dan sferonizer. Evaluasi Pelet - Pengujian organoleptik

6 Diamati penampilan fisik dari tablet meliputi keseragaman ukuran, diameter, bentuk, dan warna tablet yang dihasilkan. - Uji Disolusi Masukan sejumlah volume media disolusi, biarkan media disolusi hingga suhu (37 0,5)C, dan angkat termometer masukan 100 g kedalam alat, hilangkan gelembung udara dari permukaan sediaan yang uji dan segera jalan alat, pada laju kecepatan seperti yang tertera dalam masingmasing monografi. Dalam interval waktu 5 menit, 10 menit, 15 menit, 20 menit, 25 menit, 30 menit, ambil cuplikan pada daerah pertangahan antara permukaan madia disolusi dan bagian atas dari daun dari alat dayung, tidak kurang 1 cm dari dinding wadah. Lakukan penetapan dengan menggunakan alat spektrofometer UV-Vis. Persyaratannya adalah dalam waktu 30 menit harus larut tidak kurang dari 80% vitamin B2 dari jumlah yang tertera pada etiket (Depkes RI, 1995). - Penentuan Kadar Vitamin B2 Menggunakan Spektrofotometri UV-Vis Penetapan dilakukan terlindung dari cahaya. Larutkan dengan pemanasan lebih kurang 100 mg riboflavin yang ditimbang secara seksama dalam campuran 2 ml asam asetat glasial dan 150 ml air. Encerkan dengan air, dinginkan, tambahkan air secukupnya hingga 1000 ml. Pada 10,0 ml tambahkan 3,5 ml natrium asetat 0,1 M kemudian air secukupnya hingga 100 ml. Ukur absorban dengan kuvet 1 cm pada panjang gelombang 444 nm. Hitung kadar riboflavin dengan menggunakan riboflavin baku sebagai pembanding (Sudjadi dan Rohman, 2004). Analisis Data Data yang diperoleh dari hasil pengujian pendahuluan, sifat fisik amilum dan sifat fisik pelet kemudian dianalisis secara statistik menggunakan software SPSS for windows 17.0 dengan metode Analysis of Variance (ANOVA) One-Way, dengan taraf kepercayaan 95%. Sebelum data dianalisis menggunakan uji ANOVA, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat One-Way ANOVA. Dua syarat yang harus dipenuhi agar bisa dilakukan uji One-Way ANOVA yaitu sebaran data harus normal dan varians data sama (homogen). ANOVA digunakan untuk melihat pengaruh rasio amilum : air (1:0,5 ; 1:0,75 ; 1:1) dan variasi suhu yaitu 500C, 550C dan 600C terhadap sifat fisik amilum pregelatin yang dihasilkan dilihat dari nilai signifikan () pada output SPSS. Selanjutnya dilakukan uji LSD (Least Significance Different) untuk mengetahui perbedaan dari masing-masing rasio amilum : air dan suhu pemanasan. IV. PELAKSANAAN PROGRAM 4.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilakukan pada bulan februari sampai dengan april 2012 bertempat di laboratorium non steril FMIPA UNUD dan Laboratorium Forensik Sains UNUD. 4.2. Tahapan Pelaksanaan Tabel 3.Tahapan penelitian
No 1 Tanggal 06/2/2012 Kegiatan Optimasi pembuatan amilum pregelatin Keterangan Diperoleh perbandingan jumlah amilum:air dan suhu pengeringan masingmasing 1:1 dan 50C Uji organoleptik, mikroskopik, makroskopik, dan pengukuran pH Uji kelembaban, distribusi ukuran partikel, kompaktibilitas, dan sifat alir Masih dilakukan sampai saat ini

2 3 4

01/3/2012 16/3/2012 12/4/2012

Uji pendahuluan amilum pregelatin Uji sifat fisik amilum pregelatin Optimasi proses granulasi basah dan ekstrusi

4.3. Instrumen Pelaksanaan 1. Oven : mengeringkan amilum pregelatin, ekstrudat, dan pelet. 2. Ayakan : membentuk ekdtrudat 3. Spheronizer : membenuk ekstrudat menjadi bentuk yang sferis (pelet)

4.4. Rancangan dan Realisasi Biaya Tabel 4. Rancangan biaya


No 1 Jenis Pengeluaran Administrasi Kertas HVS A4 1 Rim + ATK CD R 5 buah @ Rp 5.000,00 Tinta Printer Penggandaan proposal @ Rp 10.000,00 x 5 Pengurusan perizinan Laboratorium Non Steril dan Analisis (Termasuk peminjaman alat) Alat dan Bahan Penelitian Habis Pakai a. Vitamin B2 b. Natrium asetat p.a(Merck) 250ml, asam asetat p.a(Merck) 250ml, aquadest. c. Amilum singkong 10 kg d. Standar Riboflavin e. Spheronizer f. Ekstruder g. Vial + pipet tetes + ballfiller h. Ayakan mess 20, 40, 60, 80 @Rp 200.000,00 i. Alumunium foil Pembuatan laporan akhir, dokumentasi dan konsumsi seminar Biaya Total Rp 100.000,00 Rp 25.000,00 Rp 50.000,00 Rp 50.000,00 Rp 2.500.000,00 Jumlah

Rp 300.000,00 Rp 1.500.000,00 Rp 100.000,00 Rp 500.000,00 Rp 2.500.000,00 Rp 1.000.000,00 Rp 100.000,00 Rp 800.000,00 Rp 100.000,00 Rp 300.000,00 Rp 9.925.000,00

Tabel 4. Realisasi biaya


No 1 Jenis Pengeluaran Administrasi Rp 100.000,00 Rp 25.000,00 Rp 50.000,00 Rp 50.000,00 Rp 300.000,00 Jumlah Kertas HVS A4 1 Rim + ATK CD R 5 buah @ Rp 5.000,00 Tinta Printer Penggandaan proposal @ Rp 10.000,00 x 5 Pengurusan perizinan Laboratorium Non Steril dan Analisis (Termasuk peminjaman alat) 2 Alat dan Bahan Penelitian Habis Pakai j. Vitamin B2 50 gram k. Aquadest 25 liter l. Amilum singkong 1 kg m. Standar Riboflavin n. Spheronizer o. Ekstruder (Ayakan) p. Vial + pipet tetes + ballfiller + sendok tanduk q. Alumunium foil + kertas saring Biaya Total Didanai DIKTI Saldo

Rp 145.000,00 Rp 50.000,00 Rp 100.000,00 Rp 500.000,00 Rp 5.940.000,00 Rp 50.000,00 Rp 100.000,00 Rp 50.000,00 Rp 7.460.000,00 Rp 6.195.000,00 -Rp 1.265.000,00

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji pendahuluan amilum pregelatin Uji pendahuluan meliputi uji organoleptik, uji mikroskopik, dan uji pengukuran pH. Uji organoleptik dilakukan dengan cara mengamati bentuk dari amilum pregelatin, warna, bau dan rasa. Dari hasil uji organoleptik diperoleh bahwa amilum pregelatin berupa granul-granul kasar berwarna putih, tidak berbau, dan tidak berasa. Untuk uji mikroskopik dilakukan dengan cara dipanaskan sampai mendidih selama 1 menit suspensi 1 gram amilum dalam 50 mL air, kemudian didinginkan hingga terbentuk larutan kanji yang encer. 1 mL larutan kanji yang diperoleh dicampurkan dengan 0,05 mL iodium 0,005 M, terjadi warna biru tua yang hilang pada pemanasan dan timbul kembali pada pendinginan. Setelah ditambahkan iodium 1 tetes larutan kanji diletakkan pada gelas objek

8 selanjutnya diamati susunan amilum, bentuk hilus dan lamela dari amilum singkong di bawah mikroskop dengan perbesaran 400x. hasil pengamatan uji mikroskopik adalah sebagai berikut.

Untuk uji pH dilakukan dengan cara mencampurkan 1 gram amilum dengan 10 mL air bebas CO2 kemudian diukur menggunakan pH meter. Amilum memiliki pH sekitar 4,5 - 7,0. Dari hasil pengujian diperoleh hasil sebagao berikut.
pH Suhu pemanasan Rasio amilum:air 1:1 50C

6,14 0,14

Hasil pengukuran pH di atas menunjukkan bahwa pH amilum singkong maupun amilum singkong pregelatin sesuai dengan pustaka yaitu antara 4,0 sampai 7,0. Hasil uji sifat fisik amilum pregelatin Uji sifat fisik amilum pregelatin meliputi uji distribusi ukuran partikel, pengujian kompaktibilitas, dan pengujian sifat alir. Uji distribusi ukuran partikel dilakukan dengan cara menimbang 100 gram amilum. Dilakukan pengayakan secara bertingkat mulai dari mesh no. 20, 40, 60, 80 selama 15 menit. Hasil pengayakan dari masing-masing mesh ditimbang. Persentase fines yang dikehendaki adalah 10%-20%. Dari hasil ditribusi ukuran partikel diperoleh hasil sebagai berikut:
Replikasi 1 2 3 Rata- rata SD Persentase Mesh 20 1,3193 1,2889 1,2931 1,3004 0,016 1,3004% Distribusi ukuran partikel (mesh) Mesh 40 Mesh 60 88,8755 8,9549 86,7946 8,7632 87,4231 8,6741 87,6977 8,7974 1,067 0,143 87,6977% 8,7974% Mesh 80 1,2289 1,4691 1,3160 1,3380 0,124 1,3380%

Uji kompaktibilitas diperoleh dari hasil pengujian bobot jenis nyata dan bobot jenis mampat. Uji bobot jenis nyata dilakukan dengan cara amilum ditimbang sebanyak 100 gram. Amilum tersebut dimasukkan ke dalam gelas ukur 250 mL dan dicatat volumenya. Uji bobot jenis mampat dilakukan dengan cara amilum ditimbang sebanyak 100 gram. Amilum tersebut dimasukkan ke dalam gelas ukur 250 mL kemudian dilakukan pengetapan sebanyak 500x. Volume mampat dari amilum tersebut dicatat dan dihitung bobot jenis mampatnya. Kompaktibilitas adalah kemampuan suatu bahan dimana volumenya akan berkurang pada saat mendapat tekanan. Kompaktibilitas yang baik yaitu sebesar 5%-20. Hasil pengujian kompaktibilitas adalah sebagai berikut:
Replikasi 1 2 3 Bobot Jenis Nyata (o) 0,6024 0,6024 0,5952 Rata- rata SD Mampat (t) 0,7143 0,7124 0,7042 Kompaktibilits (%) 18,5757 % 18,5591 % 18,3132 % 18,4827 % 0,1469

Uji sifat alir amilum dilakukan dengan cara menguji waktu alir dan sudut diam amilum. Uji waktu alir dilakukan dengan cara sebanyak 100 gram amilum ditimbang. Kemudian, amilum tersebut

9 dituang melalui tepi corong secara perlahan-lahan ke dalam corong yang bagian bawahnya tertutup. Tutup corong bagian bawah dibuka secara perlahan-lahan dan amilum dibiarkan mengalir keluar. Dicatat waktu yang diperlukan (detik) sampai semua amilum melewati corong dengan menggunakan stopwatch. Kecepatan alir yang baik adalah tidak kurang dari 4 gram/detik. Hasil uji waktu alir adalah sebagai berikut:
Replikasi 1 2 3 Rata- rata SD Waktu alir 100 gram amilum (detik) 8,7 8,5 8,6 8,6 0,1

Uji sudut diam dilakukan dengan cara sebanyak 100 gram amilum ditimbang. Amilum tersebut kemudian dituang melalui tepi corong secara perlahan-lahan ke dalam corong yang bagian bawahnya tertutup. Tutup corong bagian bawah dibuka secara perlahan-lahan dan amilum dibiarkan mengalir keluar hingga membentuk kerucut. Tinggi amilum yang berbentuk kerucut tersebut dan jari-jari amilum lalu diukur. Sudut diam amilum yang baik berkisar antara 25 - 40. Hasil pengujian sudut diam adalah sebagai berikut:
Replikasi 1 2 3 Rata- rata SD Sudut diam < 25 25o 30o 30o 40o > 40o
o

Sudut Diam Granul (o) 32,3 32,9 32,2 32,47 0,3786 Sifat alir Sangat baik Baik Cukup Sangat sukar

Adapun hubungan antara sifat alir dan sudut diam dapat dilihat pada tabel berikut:

Dari serangkaian uji pendahuluan dan sifat fisik dapat disimpulkan bahwa amilum yang digunakan layak dijadikan sebagai eksipien karena semua hasil pengujian memenuhi kriteria amilum yang baik. Untuk pembuatan pelet tidak dapat dilakukan karena peneliti tidak dapat membeli bahan baku vitamin sebagai bahan aktif.

10 DAFTAR PUSTAKA Alebiowu, G., dan Itiola. 2001. Pharmaceutical Technology. Effects of Natural and Pregelatinized Sorghum, Plantain, and Corn Starch Binders on the Compressional Characteristics of a Paracetamol Tablet Formulation. Nigeria : Faculty of Pharmacy. Anonim. 2002. Europe Pharmacopoeia. Fourth Edition. (serial online), (cited 2011 Sept, 28). Available from: http://www.starch.dk/isi/tables/monographs/PhEUR%20Potato%20Starch .pdf Aulton, M.E. 1988. Pharmaceutic The Science of Dosage Form Design. Hongkong : ELBS. Hal : 356-370. Beigel JH, Farrar J, Han AM, et.al. 2005. Avian influenza (H5N1) infecttion in humans. N Engl J Med : 1374-1385. Bridges CB, Keurhnet MJ, Hall CB. 2003. Transmission of influenza : implecation for control in health care setting Clin Infect Dis; 37 : 1094 1101. Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal : 107, 175, 741, 771, 784, 1086. Gunawan, D., S. Mulyani. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi). Jilid 1. Jakarta : Penebar Swadaya. Hal : 38-40. Herliana, Satria. 2008. Penentuan Simultan Kadar Kafein, Vitamin B1, B2, dan B6 Dengan Teknik Spektroskopi UV-VIS Melalui Pendekatan Kalibrasi Multivariat. (cited 2011 Sept, 7). Avaliable from: http://repository.ipb.ac.id/bitstream/ handle/123456789/50329/G08she.pdf? sequence=1 Hastuti, M. 2008. Pengaruh Perbedaan Suhu dalam Metode Pembuatan Amilum Singkong Pregelatinasi Terhadap Sifat Fisik Tablet Chlorpheniramin Maleat secara Kempa Langsung. (serial online), (cited 2011 Sept, 8). Available from : http://etd.eprints. ums.ac.id/3385/1/K100040261.pdf Jenkins. 1957. Scovilles The Art Of Compounding. 9th Edition. London : The Blankiston Division MC Graw Hiill Book Company. Hal : 257. Lehninger, A.L., 1982. Principles of Biochemistry. New York: Worth Publishers Rowe et al.,2006. Handbook of Pharmaceutical Excipients Fifth Edition. Pharmaceutical Press: London. Samsuri, B. 2008. Penggunaan Pragelatinisasi Literatur. (serial online), (cited 2011 Sept, 20). Available from : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789 /19966/4/Chapter%20II.pdf Siregar, C. J. P. 2008. Teknologi Farmasi Sediaan Tablet. Jakarta : Kedokteran ECG. Hal : 145182, 256-262. Soebagio, B., Sriwododo, Adhika, A. S. tt. Pengujian Sifat Fisikokimia Pati Biji Durian (Durio Zibethinus Murr) Alami dan Modifikasi cecara Hidrolisis Asam. (serial online), (cited 2011 Sept, 8). Available from : http://pustaka .unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/04/pengujian_ sifat_fisikokimia_pati_biji_durian.pdf Sudjadi, dan Abdul Rohman. 2004. Analisis Obat dan Makanan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal: 98. Swarbrick, J., dan J.C. Boylan. 2002. Encyclopedia of Pharmaceutical Technology Second Edition Volume 3. Marcel Dekker, Inc: New York. Hal: 2067 Voigt, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Hal : 116-189. Wicaksono, A. 2008. Suksinalisasi Pati. (serial online), (cited 2011 Sept, 11). Available from : www.lontar.ui.ac.id/file?file=digital/126123-FAR.050-08. pdf

You might also like