You are on page 1of 48

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Prinsip Percobaan Berdasarkan kelarutannya dalam pelarut yang sesuai, pengujian golongan senyawa metabolit sekunder yang terdapat di dalam suatu tumbuhan dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut tersebut dan pereaksi warna yang spesifik untuk masing-masing golongan senyawa. 1.2 Tujuan Percobaan 1. Untuk mengetahui golongan senyawa metabolit sekunder yang terdapat di dalam tumbuhan Patikan Kebo (Euphorbia hirta). 2. Untuk mengetahui golongan senyawa metabolit sekunder yang terdapat di dalam tumbuhan Ubi Racun (Manihot esculenta). 3. Untuk mengetahui golongan senyawa metabolit sekunder yang terdapat di dalam tumbuhan Lidah Buaya (Aloe vera). 1.3 Manfaat Percobaan 1. Diperoleh informasi mengenai golongan senyawa metabolit sekunder yang terdapat di dalam tumbuhan Patikan Kebo (Euphorbia hirta). 2. Diperoleh informasi mengenai golongan senyawa metabolit sekunder yang terdapat di dalam tumbuhan Ubi Racun (Manihot esculenta). 3. Diperoleh informasi mengenai golongan senyawa metabolit sekunder yang terdapat di dalam tumbuhan Lidah Buaya (Aloe vera).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Uraian Tumbuhan Patikan Kebo (Euphorbia hirta L.) 2.1.1. Sistematika Tumbuhan

Kingdom Subkingdom Super Divisi Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus Spesies

: Plantae (Tumbuhan) : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) : Spermatophyta (Menghasilkan biji) : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) : Rosidae : Euphorbiales : Euphorbiaceae : Euphorbia : Euphorbia hirta L (Dalimartha,S.,2008).

2.1.2. Sinonim Euphorbia capitata Wall, Euphorbia prostate Ait, euphorbia piluifera var. hirta (L.) Thell (Dalimartha,S.,2008). 2.1.3. Nama Daerah Sumatera : daun biji kacang (Melayu); Jawa: gelang susu, gendong anak (Jakarta), nangkaan, nanangkaan (Sunda), kukon-kukon, patikan, patikan jawa, patikan kebo (Jawa), kak-sekakan (Madura); Maluku : sosononga (Halmahera), isu maibi (Ternate), isu gibi (Tidore) (Dalimartha,S.,2008). 2.1.4. Morfologi Daun Tumbuhan liar ini asli dari India dan Australia dan sekarang tesebar di daerah tropis. Patikan kebo merupakan gulma yang terdapat di tempat terbuka di sekitar pantai, padang rumput, pinggir jalan, atau kebun. Daunnya merupakan daun tunggal, bertangkai pendek dan letaknya berhadapan. Helaian daun berbentuk jorong, ujung tumpul, pangkal runcing, tepi bergerigi, berambut jarang, berwarna hijau jading terdapat bercak ungu, permukaan bawahnya lebih pucat, dengan panjang 5-50 mm, dan lebar 25 mm (Dalimartha,S.,2008). 2.1.5. Kandungan dan Efek Patikan kebo mengandung myricil alcohol,taraxerol, friedlin, -amyrin, -sitosterol, -eufol, euforbol, triterpenoid eufol, tirukalol, eufosterol, hentriacontane, flavonoids, phenolic acid, shicimik acid, choline dan tannin (Dalimartha,S.,2008).

Efek dari tumbuhan ini adalah antispasmodic, antiinflamasi, diuretic (peluruh seni), sedative ringan, ekspektoran (peluruh dahak), dan antipruritus (menghilangkan gatal) (Dalimartha,S.,2008). 2.2. Uraian Tumbuhan Lidah Buaya (Aloe vera L.) 2.2.1. Sistematika Tumbuhan

Kingdom Subkingdom Super Divisi Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies 2.2.2. Sinonim

: Plantae (Tumbuhan) : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) : Spermatophyta (Menghasilkan biji) : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) : Liliopsida (berkeping satu / monokotil) : Asparagales : Asphodelaceae : Aloe : Aloe vera L. (Dalimartha,S.,2008).

Aloe barbadensis Milleer

2.2.3. Nama Daerah Letah buaya (Sunda) 2.2.4. Morfologi Daun Tanaman lidah buaya termasuk semak rendah, tergolong tanaman yang bersifat sukulen, dan menyukai hidup di tempat kering. Daun lidah buaya berbentuk tombak dengan helaian memanjang. Daunnya berdaging tebal, tidak bertulang, berwarna hijau keabu-abuan dan mempunyai lapisan lilin di permukaan, serta bersifat sukulen yakni mengandung air, getah, atau lender yang mendominasi daun. Bagian atas daun rata dan bagian bawahnya membulat (cembung). Di daun muda dan sucker (anak) terdapat bercak berwarna hijau pucat sampai putih. Bercak ini kan hilang saat tanaman ini telah dewasa, namun tidak demikin halnya dengan tanaman lidah buaya jenis kecil atau local. Hal ini kemungkinan disebabkan factor genetic. Sepanjang tepi daun berjajar bergerigi atau berduri yang tumpul dan tidak berwarna (Furnawanthi, I., 2010). 2.2.5. Kandungan dan Efek Tanaman lidah buaya mengandung barbaloin, isobarbaloin, antrakuinon (aloin, aloe-emodin), aloenin, aloesin, aloemisin, aloektin B, aloinosida A, aloinosida B, saponin, krisofanol, kuinon, -sitosterol, lektin, lignin, atau selulosa, asetilated mannose, resin, tannin, kalsium, kalium, magnesium, mangan, seng, kuprum, kromium, niasinamida, asam folat, asam salisilat,

lupeol, karbohidrat, gula, enzim, asam amino, vitamin B1, B6 , B12 dan C (Wijayakusuma, H. M. H., 2008). Lidah buaya memiliki efek antiseptik, antiinflamasi (mengobati radang), antipuritik (penghilang gatal), anastetik (pereda sakit), afrosidiak (pembangkit gairah seksual), antipiretik (penurun panas), antijamur, antivirus, antibakteri, laxative (pencaha kuat), menghilangkan rasa sakit dan pusing, mencegah penuaan kulit dengan memproduksi elastin dan kolagen (Rostita, 2008). 2.3. Uraian Tumbuhan Ubi Racun (Mannihot esculenta L.) 2.3.1. Sistematika Tumbuhan

Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Ordo Famili

: Plantae (Tumbuhan) : Spermatophyta (Tumbuhan Biji) : Angiospermae (Biji Tertutup) : Magnoliopsida/ Dikotiledonae (berkeping dua / dikotil) : Euphorbiales : Euphorbiaceae

Genus Spesies 2.3.2. Sinonim

: Manihot : Manihot esculenta Crantz (Rukmana, H.R., 2007).

Mannihot utilissima Pohl (Rukmana, H.R., 2007). 2.3.3. Nama Daerah Singkong racun, ubi racun, ketela racun, telo puhung, kasape, bodin, telo jenderal, sampeu, huwi dangdeur, huwi jenderal (Rukmana, H.R., 2007). 2.3.4. Morfologi Daun Tumbuhan ini berupa semak atau perdu yang tidak banyak bercabang, batangnya menonjol dari berkas daun. Daun tumbuhan ini tersebar dan berurat menjari dengan canggap 5-9 helai. Daunnyaberpenumpu kecil dan mudah sekali gugur (Rukmana, H.R., 2007). 2.3.5, Kandungan dan Efek Daun tumbuhan ini mengandung karbohidrat, lemak, protein, air, serat, abu, asam amino metionin (Hambali,E.,2008). Selain itu, daun tumbuhan ini juga mengandung vitamin A, B1, C dan HCN. HCN ini terutama banyak terkandung di pucuk daun yang masih muda (Djing, O.E., 2009). Efek daripada tumbuhan ini adalah dapat merelaksasi mata, antikanker atau antitumor karena mampu mengubah sel kanker mejadi sel normal, antioksidan karena kandungan vitamin C nya penambah nafsu makan, melancarka aliran darah, penambah darah, rheumatic, sakit kepala, demam,

luka bernanah, luka terkena panas, diare, cacingan dan beri-beri serta menambah vitalitas tubuh (Ahira,A., 2007). 2.4. Uraian Alkaloida 2.4.1. Struktur alkaloid

2.4.2. Alkaloid dan Aktivitasnya Alkaloid adalah senyawa organik yang terdapat dalam tumbuhtumbuhan bersifat basa, dan struktur kimianya mempunyai sistem lingkar heterosiklik dengan nitrogen sebagai hetero atomnya. Unsur penyusun alkaloid adalah karbon, nitrogen, hydrogen dan oksigen. Alkaloid yang struktur kimianya tidak mengandung oksigen hanya ada beberapa, namun adapula alkaloid yang mengandung unsur lain selain yang diatas. Pada temperature kamar alkaloid biasanya berbentuk padat atau Kristal atau amorf. Alkaloid yang padat umunya berwarna putih atau tak berwarna, tetapi adapula yang berwarna kuning, mis Berberina (Sumardjo,D., 2006). Alkaloid padat sukar larut dalam air, sebaliknya larut dalam pelarut organic umum seperti kloroform, alcohol, benzene, dan eter. Garam alkaloid mudah larut dalam air tetapi hanya sedikit larut dalam alkohol. Kebanyakan alkaloid adalah amina tersier dan memiliki satu atau lebih atom karbon

asimetris. Alkaloid banyak digunakan sebagai obat, ada yang pahit dan sangat toksik bagi tubuh (Sumardjo,D., 2006). Alkaloid alam yang repenting adalah ergotamine dan ergonovin. Alkaloid yang aktif adalah alkaloid yang berbentuk levo (L) sementara yang berbentuk dekstro (D) tidak aktif. Ergotamine disebut alkaloid asam amino karena pada amida nitrogennya terikat asam amino,dan lebih sukar diserap dibandingkan ergonovin. Ergonovin disebut alkaloid amin karena pada hidrolisisnya menghasilkan asam lisergat dan amin ( Rahardjo,R., 2004). Goodman & Gilman membagi alkaloid ergot atas tiga golongan : 1. Alkaloid asam amino, termasuk ergotamine dan ergotoksin. 2. Alkaloid amino terhidrogenasi: dehidroergotamin dan

dehidroergotoksin. Prototipenya adalah dihidroergotamin. 3. Alkaloid amin yang prototipenya adalah ergonovin Alkaloid ergot mempunyai efek yang berbeda-beda. Efek utamanya adalah stimulasi otot polos, terutama otot polos pembuluh darah dan uterus serta blockade terhadap saraf adrenergic perifer. Efek dari alkaloid dapat dijelaskan dalam table berikut: Golongan/ Senyawa Efek Farmakologis Vasokontriksi dan kerusakan endotel Alkaloid Alam Sangat terutama ergotamine, onset efektif Keaktifan tinggi Oksitoksik Blockade adrenergik Aktif

Asam Amino

lama, tidak aktif peroral Alkaloid terhidrogenasi Alkaloid amin Sedikit aktif Tidak aktif Aktif pada uterus Lebih wanita hamil Keaktifan tinggi aktif dari

alkaloid induk Tidak aktif

Alkaloid ergot bersifat antagonis terhadap efek 5-hidroksitriptamin dan beberapa efek metabolic katekolamin (Rahardjo,R., 2004). 2.5. Uraian Glikosida 2.5.1. Struktur Glikosida

2.5.2. Glikosida dan Aktivitasnya Glikosida adalah senyawa yang terdapat dalam tubuhan dan bila dihidrolisis akan terurai menjadi senyawa gula dan non-gula (senyawa organic lainnya). Dari sudut kimia gliosida adalah merupakan senyawa yang terbentuk dari senyawa hidroksi dan gula, dan bila gulanya adalah glukosa maka disebut sebagai Glukosida (Hadiati, 2004). Efek dari glikosida adalah terutama diindikasikan untuk lemah jantung kongestif dan depresi nodus AV. Tujuan dari pemberian glikosida untuk

10

depresi nodus AV adalah untuk mengontrol respons ventrikel untuk takikardia supraventrikel proksimal, flutter atrial atau fibrillation atrial. Gikosida dapat digunakan bersamaan dengan obat antimalaria kelas I untuk mengontrol takiaritmia atrial kronis karena obat antimalaria kelas I dapat meningkatkan konduksi implus nodus AV (Rahardjo,R., 2004). Efek lain dari pada glikosida adalah pada saluran cerna dapat menyebabkan mual/muntah dan hilangnya nafsu makan. Pada jantung antara lain ekstrasistol, fibralation atrial, fibralation ventrikel,( gangguan

pembentukan rangsangan dan) serta terjadi blok AV dan SA.Pada saraf berupa sakit kepala, trigeminal neuralgia, capai/lemah, disorientasi, afasia, delirium, konvulsi dan halusinasi. Pada indera penglihatan berupa kromatopsia (buta warna sebagian/ seluruhnya), kabur, diplopia, dan skotomata (ada daerah buta/ sebagian buta dalam visus). Kromotopsia yang sering terjadi adalah warna hijau dan kuning (xantopsia) (Rahardjo,R., 2004). 2.6. Uraian Glikosida Sianogenik 2.6.1. Struktur Glikosida Sianogenik

>> Stuktur Umum Glikosida Sianogenik

11

2.6.2. Glikosida Sianogenik dan Aktivitasnya Glikosida sianogenik adalah senyawa hidrokarbon yang terikat dengan gugus CN dan gula. Beberapa tanaman tingkat tinggi dapat melakukan sianogenesis, yakni membentuk glikosida sianogenik sebagai hasil sampingan reaksi biokimia dalam tanaman .Rumus bangun glikosida sianogenik secara umum dapat dilihat pada gambar diatas (Azmi, H.U., 2009). Keberadaan glikosida sianogenik pada tanaman memiliki fungsi penting terhadap kelangsungan hidup tanaman tersebut. Glikosida sianogenik berperan sebagai sarana protektif terhadap gangguan predator terutama herbivora. Adanya kerusakan jaringan pada tanaman akibat hewan pemakan tumbuhan akan menyebabkan pelepasan HCN yang mengganggu kelangsungan hewan tersebut. Pada Trifolium repens, keberadaan glikosida sianogenik berfungsi untuk melindungi kecambah yang masih muda agar tidak dimakan siput dan keong (Azmi, H.U., 2009).

12

Glikosida sianogenik terdistribusi pada lebih dari 100 famili tanaman berbunga. Senyawa ini juga ditemukan pada beberapa spesies paku-pakuan, fungi, dan bacteria. Senyawa glikosida sianogenik yang paling terkenal diantaranya adalah amigdalin dan Linamarin. Jenis spesies yang mengandung senyawa glikosida sianogen tertentu dapat dilihat pada table 1. Tabel 1. Jenis senyawa glikosida sianogenik dan tanamannya JENIS GLIKOSIDA SIANOGEN SPESIES NAMA UMUM Almond Shorgum Singkong Singkong Stone fruits Bambu NAMA LATIN Prunus amygdalus Shorgum album Manihot esculenta Manihot carthaginensis Prunus sp. Bambusa vulgaris

Amigdalin Dhurrin Linamarin Lotaustralin Prunasin Taxyphyllin

Kadar glikosida sianogenik dalam tanaman berbeda-beda. Kandungan total glikosida sianogenik pada tanaman ditentukan oleh umur dan varietas tanaman (Azmi, H.U., 2009). Glikosida sianogenik dapat terhidrolisis secara enzimatis menghasilkan asam sianida (HCN), atau asam prusat yang sangat beracun. Hidrolisis ini dilakukan oleh enzim Beta glikosidase, menghasilkan gula dan sianohidrin.

13

Tahap berikutnya adalah degradasi sianohidrin menjadi HCN dan senyawa


keton atau aldehid(Azmi, H.U., 2009).

Tahap lain dari hidrolisis Glikosida sianogenik adalah melalui enzim Hidroksinitril Liase yang tersebar luas pada berbagai tanaman. Pada tanaman utuh, keberadaan enzim hidroksinitrilliase dengan Glikosida sianogen terpisah. Namun, pada saat terjadi kerusakan jaringan tertentu pada bagian tanaman tersebut, maka enzim ini akan langsung bertemu dengan senyawa glikosida sianogen hingga pelepasan HCN dapat terjadi. Reaksi peruraian glikosida sianogenik hingga dihasilkan asam sianida dapat dilihat pada gambar 3.

Glikosida sianogenik sianida

Sianohidrin

Keton/aldehid + Asam

Gambar 3. Peruraian glikosida sianogenik hingga dihasilkan HCN yang toksik (Azmi, H.U., 2009). Asam sianida (HCN) yang dilepaskan merupakan senyawa toksik berspektrum luas pada setiap organisme. Hal ini disebabkan oleh kemampuannya mengikat mineral-mineral seperti Fe2+, Mn2+dan Cu2+ yang amat penting peranannya sebagai kofaktor untuk memgoptimalkan kerja enzim, menghambat proses reduksi Oksigen rantai pernafasan tingkat sel oleh sitokrom oksidase, transport electron pada proses fotosintesis, dan aktivitas beberapa enzim semisal katalase, oksidase, dll (Azmi, H.U., 2009).

14

Salah satu mekanisme toksisitas HCN yang paling umum adalah berikatan dengan Ion besi. HCN setelah dilepas dengan cepat diabsorpsi dari saluran gastrointestinal masuk ke dalam darah. Ion Cianida (CN- ) selanjutnya berikatan dengan Fe heme dan bereaksi dengan ferric (oxidasi) dalam mitokondria membentuk cytochrome oxidase di dalam mitokondria, membentuk kompleks stabil dan menahan jalur respirasi. Akibatnya hemoglobin tidak bisa melepas oxygen dalam sistem transport electron dan terjadi kematian akibat hipoksia selular (sel-sel kekurangan oksigen) (Azmi, H.U., 2009). 2.7 Glikosida Antrakuinon Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar seperti kromofor pada benzokuinon, yang terdiri atas dua gugus karbonil yang berkonjugasi dengan dua ikatan rangkap karbo-karbon. Untuk tujuan identifikasi kuinon dapat dibagi atas empat kelompok yaitu : benzokuinon, naftokuinon, antrakuinon dan kuinon isoprenoid. Tiga kelompok pertama biasanya terhidroksilasi dan bersifat fenol serta mungkin terdapat dalam bentuk gabungan dengan gula sebagai glikosida atau dalam bentuk kuinol (Harborne, 1987). Golongan kuinon alam terbesar terdiri atas antrakuinon dan keluarga tumbuhan yang kaya akan senyawa jenis ini adalah Rubiaceae, Rhamnaceae, Polygonaceae (Robinson, 1995). Antrakuinon juga disebut 9,10-dioxo-dihydroanthracen dengan rumus C14H8O2 (Harborne, 1987).

15

Antrakuinon terhidroksilasi tidak sering terdapat dalam tumbuhan secara bebas tetapi sebagai glikosida. Semua antrakuinon berupa senyawa kristal bertitik leleh tinggi, larut dalam pelarut organik basa. Senyawa ini biasa berwarna merah, tetapi yang lainnya berwarna kuning sampai coklat, larut dalam larutan basa dengan membentuk warna violet merah (Robinson, 1995). Bentuk senyawa antrakuinon dalam tumbuhan masih rumit karena prazat aslinya mudah terurai oleh enzim atau cara ekstraksi yang tidak sesuai, sehingga laporan mengenai adanya antrakuinon bebas harus dipertimbangkan dengan hati-hati. Banyak antrakuinon yang terdapat sebagai glikosida dengan bagian gula terikat dengan salah satu gugus hidroksil fenolik (Robinson, 1995). Pada saat mengidentifikasi pigmen dari tumbuhan baru, harus diingat bahwa hanya sedikit saja antrakuinon yang terdapat secara teratur dalam tumbuhan. Yang paling sering dijumpai ialah emodin, sekurang-kurangnya terdapat dalam enam suku tumbuhan tinggi dan dalam sejumlah fungus (Harborne, 1987). 2.7.1 Rumus Kimia

16

Sama halnya dengan sifat glikosida lainnya, glikosida antrakuinon juga mudah terhidrolisis. Bentuk uraiannya adalah aglikon dihidroksi antrakuinon, trihidroksi antrakuinon, atau tetrahidroksi antrakuinon.

2.7.2 Aktivitas Biologi Senyawa antrakuinon mempunyai beberapa macam fungsi yaitu antiseptik, antibakteri/antijamur, antikanker, pencahar (Anonim, 2004). 2.8 Saponin Saponin merupakan senyawa aktif permukaan yang kuat, dapat menimbulkan busa jika dikocok dalam air, dan pada konsentrasi rendah sering menyebabkan hemolisis sel darah merah (Robinson, 1995). Berdasarkan bagian aglikonnya, dikenal dua jenis saponin, yaitu saponin steroida dan saponin triterpenoida (Robinson, 1995). 2.8.1 Struktur Kimia

17

2.8.2 Aktivitas Biologi Aktivitas Antifungi. Saponin mempunyai tingkat toksisitas yang tinggi melawan fungi. Aktivitas fungisida terhadap Trichoderma viride telah digunakan sebagai metode untuk mengindtifikasikan saponin. Mekanisme kerja saponin sebagai antifungi berhubungan dengan interaksi saponin dengan sterol membran. Aktivitas Antivirus. Bebarapa saponin dan sapogenin menunjukan kemampuan menonaktifkan virus. Sapogenin triterpenoid asam oleanolic menghambat penggandaan virus HIV-1 dengan menghambat avtivitas protase HIV-1. Antioksidan. Reaksi oksidasi memberikan pengaruh biologi yang merugikan. Kelompok saponin yang dihasilkan legum, terutama kelompok B soyasaponin, mengandung gugus antioksidan yang melekat pada atom C23. Residu gula khas ini memmungkinkan saponin untuk mengacaukan superoksida melalui pembentukan intermediate hidroperoksida, sehingga mencegah kerusakan biomolekul oleh radikal bebas (Kirk, 1983). Pengaruh Terhadap Fungsi Sistem Syaraf. Ekstrak ginseng

menunjukkan pengaruh neurotrophic dan neuoprotective. Ginseng mampu meningkatakan kemampuan belajar dan fungsi kognitif pada tikus yang mengalami kerusakan otak dan meningkatkan penampilan tikus normal. Pengaruh ini dilakukan melalui penstabilan membran seperti pengambatan saluran Na+ dan Ca+ (Kirk, 1983). 2.9 Tanin Tanin merupakan substansi yang tersebar luas dalam tanaman , seperti daun, buah yang belum matang , batang dan kulit kayu. Pada buah yang belum

18

matang ,tanin digunakan sebagai energi dalam proses metabolisme dalam bentuk oksidasi tannin.Tanin yang dikatakan sebagai sumber asam pada buah. Tanin merupakan senyawa phenolic yang mengandung protein. Tanin terdiri atas bermacam-macam kelompok oligomer dan polimer. Oleh karena itu ada beberapa kesimpangsiuran tentang terminologi yang digunakan untuk mengidentifikasi ataupun mengelompokkan senyawa tanin. Salah satu definisi yang paling baik yang diberikan oleh Horvath (1981), tanin adalah suatu senyawa phenolic dengan berat molekul cukup tinggi yang mengandung hidroksil dan kelompok lain yang cocok (seperti karboksil) untuk membentuk komplek yang efektif dengan protein dan makro molekul yang lain di bawah kondisi lingkungan tertentu yang dipelajari. Tanin merupakan bentuk komplek dari protein, pati, selulosa dan mineral. Tanin mempunyai struktur dengan formula empiris C76H52O46 (Robinson, 1995). Sifat-sifat Tanin : 1. Dalam air membentuk larutan koloidal yang bereaksi asam dan sepat . 2. Mengendapkan larutan gelatin dan larutan alkaloid. 3. Tidak dapat mengkristal. 4. Larutan alkali mampu mengoksidasi oksigen. 5. Mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan protein tersebut sehingga tidak dipengaruhi oleh enzim protiolitik. Sifat kimia Tanin : 1. Merupakan senyawa kompleks dalam bentuk campuran polifenol yang sukar dipisahkan sehingga sukar mengkristal.

19

2. Tanin dapat diidentifikasikan dengan kromotografi. 3. Senyawa fenol dari tanin mempunyai aksi adstrigensia, antiseptic dan pemberi warna. Klasifikasi Tanin : Berdasarkan warna dari garam ferri (FeCl3) , Tanin digolongkan atas 2 : 1. Katekol : berwarna hijau dengan 2 gugud fenol. Ex : Pirokatekol dan Flobatanin Dengan sifat-sifat:

penyimak warna merah.

Contoh Katekol : - Asam kirotamat yang terdapat pada kina - Asam katekotanat pada tanaman Katechu (gambir) 2. Pirogalatanin atau pirogalol: menghasilkan warna biru dengan FeCl3 dengan 3 gugus fenol. Sifat-sifatnya : - Bila dipanaskan terurai menjadi pirogalol - Bila didihkan dengan HCl menghasilkan Asam gallat dan Asam ellag. - Ditambahkan FeCl3 berwarna biru. - Ditambahkan brom tidak terjadi endapan. Contoh : - Gallotanin yang terdapat pada tanaman Nut gall (gallae)

20

- Ellagitanin terdapat pada kulit delima (Granati cortex) 2.9.1 Struktur kimia

2.9.2 Aktivitas Biologi Kegunaan Tanin : 1. Sebagai pelindung pada tumbuhan pada saat masa pertumbuhan bagian tertentu pada tanaman, misalnya buah yang belum matang, pada saat matang taninya hilang. 2. Sebagai anti hama bagi tanaman sehingga mencegah serangga dan fungi. 3. Digunakan dalam proses metabolisme pada bagian tertentu tanaman. 4. Efek terapinya sebagai adstrigensia pada jaringan hidup misalnya pada gastrointestinal dan pada kulit. 5. Efek terapi yang lain sebagai anti septic pada jaringan luka, misalnya luka bakar, dengan cara mengendapkan protein. 6. Sebagai pengawet dan penyamak kulit. 7. Reagensia di Laboratorium untuk deteksi gelatin, protein dan alkaloid.

21

8. Sebagai antidotum (keracunan alkaloid) dengan cara mengeluarkan asam tamak yang tidak larut. 2.10 Flavonoida Flavonoid adalah derivat benzo-gamma-piron yang mengandung gugus hidroksil pada molekulnya dan merupakan pigmen kuning yang terdapat dalam tumbuhan tinggi. Flavonoida banyak terdapat dalam famili Polygonaceae, Rutaceae, Leguminosae (sub famili Papilionoideae), Umbiferae, dan

Compositae. Flavonoid terdapat pada semua bagian tumbuhan seperti buah, tepung sari, akar, batang dan daun. Flavonoid terdapat dalam bentuk bebas maupun terikat sebagai glikosida. Glikosidanya larut dalam air dan etanol tapi tidak larut dalam pelarut organik, sedangkan geninnya (aglikon) tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut- pelarut organik misalnya eter, etil asetat, aseton dan lainnya (Robinson, 1995). Klasifikasi flavonoid dalam tumbuhan berdasarkan sifat kelarutannya dan reaksi-reaksi warnanya, kemudian dilanjutkan dengan kromatografi kertas satu dimensi dari ekstrak terhidrolisis dan dua dimensi dari ekstrak alkohol langsung. Kerangka dan skema pemberian nomor dan tipe-tipe flavonoid adalah sebagai berikut : 2.10.1 Struktur Kimia

22

2.10.2 Aktivitas Biologi Flavonoid dalam tubuh manusia berfungsi sebagai antioksidan sehingga sangat baik untuk pencegahan kanker. Manfaat flavonoid antara lain adalah untuk melindungi struktur sel, meningkatkan efektivitas vitamin C, antiinflamasi, mencegah keropos tulang, dan sebagai antibiotik. Kuersetin (Quercetin) adalah salah satu zat aktif kelas flavonoid yang secara biologis amat kuat. Bila vitamin C mempunyai aktivitas antioksidan 1, maka kuersetin memiliki aktivitas antioksidan 4,7. Kuersetin termasuk ke dalam kelompok flavonol. Kuersetin dipercaya dapat melindungi tubuh dari beberapa jenis penyakit degenerative dengan cara mencegah terjadinya proses peroksidasi lemak. Kuersetin memperlihatkan kemampuan mencegah proses oksidasi dari Low Density Lipoprotein (LDL) dengan cara menangkap radikal bebas dan mengkhelat ion logam transisi. 2.11 Triterpen/steroid Triterpenoida adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isopren dan secara biosintesis dibuat dari senyawa hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualena (Harborne, 1987). Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C-30 asiklik, yaitu skualena, senyawa ini tidak berwarna, berbentuk kristal, bertitik leleh tinggi dan bersifat optis aktif (Harborne,1987).

23

Menurut Harborne (1987) senyawa triterpenoid dapat dibagi menjadi empat golongan,yaitu: triterpen sebenarnya, saponin, steroid, dan glikosida jantung. Streoida merupakan triterpena yang mempunyai inti siklopentano perhidrofenantren (Harborne, 1987). Inti steroida dasar sama dengan inti kolesterol, tetapi pada posisi 10 dan 13 terdapat gugus metil yang terikat pada sistem cincin. Pada umumnya steroida tumbuhan berupa alkohol dengan gugus hidroksil pada C3 sehingga steroida sering juga disebut sterol. Sistem penomoran senyawa steroida adalah sebagai berikut (Robinson, 1995). 2.11.1 Struktur Kimia

Menurut asalnya senyawa steroid dibagi atas: 1. Zoosterol, yaitu steroid yang berasal dari hewan misalnya kolesterol. 2. Fitosterol, yaitu steroid yang berasal dari tumbuhan misalnya sitosterol dan stigmasterol 3. Mycosterol, yaitu steroid yang berasal dari fungi misalnya ergosterol 4. Marinesterol, yaitu steroid yang berasal dari organisme laut misalnya spongesterol.

24

Berdasarkan jumlah atom karbonnya, steroid terbagi atas: 1. Steroid dengan jumlah atom karbon 27, misalnya zimasterol 2. Steroid dengan jumlah atom karbon 28, misalnya ergosterol 3. Steroida dengan jumlah atom karbon 29, misalnya stigmasterol 2.11.2 Aktivitas Biologi Beberapa macam aktivitas fisiologi dari triterpenoid yang merupakan komponen aktif dari tumbuhan telah digunakan sebagai tumbuhan obat untk penyakit diabetes, gangguan menstruasi, patukan ular, gangguan kulit, kerusakan hati dan malaria. Digunakan dalam insektisida dan penolak serangga. Citral digunakan sebagai bahan pembasmi nyamuk dan zat awal dalam sintesis vitamin A. Taxol dan cucurbitasin adalah senyawa antitumor. Artenisin memiliki aktivitas kuat sebagai antimalaria. Turunan panaxidol dan panaxtriols sebagai imunostimulan.

25

BAB III METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat Erlenmeyer, gelas ukur, cawan penguap, corong pisah, statif dan klem, beaker glass, batang pengaduk, lumpang dan alu, sudip, plastik dan karet, spatula, kertas saring, cutter, tabung reaksi, pipet tetes. 3.2 Bahan HCl 2 N, Pereaksi Dragendorff, Pereaksi Meyer, Pereaksi Bouchardat, NH4OH(p), n-heksan, Kloroform, Etanol 95%, Isopropanol, Na2SO4 anhidrat, Pb asetat 0,4M, Metanol, H2SO4(p), Asam asetat anhidrat,Fehling A & Fehling B, Air, Larutan Asam pikrat, Larutan FeCl3, Benzen, NaOH 2N, air panas, Etil asetat, Serbuk Zn, HCl(p), Serbuk Mg. 3.3 Sampel Patikan Kebo (Euphorbia hirta), Ubi Racun (Manihot esculenta), Lidah Buaya (Aloe vera). 3.4 Posedur Percobaan 3.4.1 Skrining Fitokimia Golongan Alkaloid Prosedur : Ditimbang 500 mg serbuk simplisia atau tumbuhan segar, ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air, kemudian dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, kemudian didinginkan dan disaring. Filtrat dipindahkan masing-masing 3 tetes ke dalam spot plat atau tabung reaksi,

26

kemudian ditambahkan ke masing-masing spot plat atau tabung reaksi 2 tetes larutan pereaksi (LP) Meyer, Bouchardat, Dragendorff. Jika terdapat alkaloid maka dengan LP meyer terbentuk endapan/adanya gumpalan putih/putih kekuningan, dengan LP Bouchardat terbentuk endapan berwarna coklat, coklat kemerahan sampai coklat kehitaman, dengan LP Dragendorff tebentuk endapan kuning jingga. Serbuk atau tumbuhan segar dikatakan mengandung alkaloid apabila 2 dari 3 reaksi diatas memberikan reaksi positif. Lanjutkan percobaan dengan mengocok sisa filtrat dengan 2 ml ammonia pekat dan 10 ml campuran eter-kloroform (3:1), diambil dase organik, ditambahkan natrium sulfat anhidrat, kemudian disaring. Diuapkan filtat diatas penangas air, dilarutkan sisa dengan sedikit asam klorida 2 N. dilakukan percobaan dengan menambahkan ketiga larutan pereaksi (Meyer, Dragendorff dan Bouchardat). Serbuk atau tumbuhan segar dikatakan mengandung alkaloid apabila 2 dari 3 reaksi diatas memberikan reaksi positif. 3.4.2 Skrining Fitokimia Golongan Glikosida Prosedur : Ditimbang 3 gram serbuk simplisia atau bahan tumbuhan segar, kemudian dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer, ditambahkan 30 ml campuran etanol 96 % - air (7:3), ditambahkan asam sulfat pekat hingga diperoleh pH larutan 2, kemudian direfluks dengan memakai pendingin bola selama 10 menit, kemudian didinginkan lalu disaring.

27

Diambil 20 ml filtrat kemudian ditambahkan 25 ml air dan 25 timbal (II) asetat 0,4 M, kemudian dikocok lalu didiamkan selama 5 menit, kemudian disaring. Filtrat diekstraksi 3 kali, masing-masing dengan 20 ml campuran pelarut kloroform-isopronapol (3:2) kemudian akan diperoleh 2 lapisan, kumpulkan masing-masing sari (sari air dan sari pelarut organik). Pada kumpulan sari pelarut organik ditambahkan natrium sulfat anhidrat, kemudian disaring, lalu filtrat diuapkan pada suhu tidak lebih dari 50C. Sisa penguapan dilarutkan dengan 2 ml methanol. 3.4.2.1 Uji terhadap Senyawa Gula Dimasukkan sari air ke dalam tabung reaksi, kemudian diuapkan diatas penangas air. Pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes LP Molish. Ditambahkan hati-hati 2 ml asam sulfat pekat, maka akan terbentuk cincin berwarna ungu pada batas cairan, reaksi ini menunjukkan adanya ikatan gula. 3.4.2.2 Uji Terhadap Senyawa Non Gula Diuapkan sari pelarut organik diatas penangas air, kemudian dilarutkan sisa penguapan dengan 5 tetes asam asetat anhidrat, kemudian ditambahkan 10 tetes asam sulfat pekat, maka terjadi warna biru, hijau, merah ungu dan ungu (peraksi Liebermann-Bouchard). 3.4.3 Skrining Fitokimia Golongan Senyawa Glikosida Sianogenik Prosedur : Timbang 10 gr bahan, dihaluskan dalam lumping dan dilembapkan dengan sedikit air (air jangan berlebihan), dimasukkan kedalam Erlenmeyer.

28

Kertas saring yang telah dibasahi dengan larutan asam pikrat diselipkan dengan bantuan gabus pada mulut Erlenmeyer. Kemudian dibiarkan terkena sinar matahari (diletakkan dekat jendela). Timbulnya warna merah pada kertas saring menunjukkan adanya glikosida sianogenik. Catatan : uji ini didasarkan pada pelepasan gas HCN dari glikosida sianogenik jika terjadi hidrolisis. 3.4.4 Skrining Fitokimia Golongan Senyawa Glikosida Antrakuinon Prosedur :. Sebanyak 200 mg bahan ditambahkan 2 ml larutan FeCl3 dan 8 ml air serta 5 ml HCl pekat, dididihkan 5 menit, didinginkan. Ditambahkan 5 ml benzen, dikocok, dibiarkan lapisan benzen memisah, dicuci 2 kali dengan masing-masing 2 ml air sampai lapisan benzen tidak berwarna dan lapisan air berwarna merah menunjukkan adanya antrakuinon. 3.4.5 Skrining Fitokimia Golongan Senyawa Kimia Saponin Prosedur : Ditimbang 0,5 g bahan tumbuhan, dihaluskan, dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Ditambahkan 10 ml air panas, dinginkan dan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Hasil positif menunjukkan buih yang mantap selama tidak kurang 10 menit, setinggi 1 cm sampai 10 cm kemudian pada penambahan 1 tetes HCl 2 N, buih/busa tidak hilang. 3.4.6 Skrining Fitokimia Golongan Senyawa Kimia Tanin Prosedur:

29

Ditimbang 0,5 g bahan tumbuhan. Disari / dimaserasi dengan akuades 10 ml selama 15 menit. Kemudian disaring, filtrat diencerkan dengan akuades sampai hampir tidak berwarna. Diambil 2 ml filtrat, ditambahkan 2 tetes larutan FeCl3 10%. Diperhatikan warna yang terjadi, warna biru atau hijau menunjukkan adanya tanin. Warna biru menunjukkan adanya 3 buah gugus hidroksil pada inti aromatis tanin sedangkan warna hijau menunjukkan adanya 2 buah gugus hidroksil pada inti aromatis tanin. 3.4.7 Skrining Fitokimia Golongan Senyawa Kimia Flavonoida Prosedur: Pembuatan Larutan Percobaan Ditimbang 0,5 g bahan tumbuhan yang telah dihaluskan, ditambahkan 10 ml metanol, direfluks dengan menggunakan pendingin balik selama 10 menit. Disaring panas melalui kertas saring berlipat, diencerkan filtrat dengan 10 ml akuades. Setelah dingin ditambahkan 5 ml eter-minyak tanah, dikocok hati-hati kemudian didiamkan. Diambil lapisan metanol, diuapkan pada suhu 40oC dibawah tekanan. Kemudian sisa dilarutkan dalam 5 ml etil asetat. Percobaan pada larutan percobaan: a. Diuapkan hingga kering 1 ml larutan percobaan, kemudian sisa dilarutkan dalam 2 ml etanol 96%. Ditambahkan 0,5 g serbuk seng dan 2 ml asam klorida 2 N, didiamkan selama 1 menit. Ditambahkan 10 tetes asam klorida pekat. Jika dalam waktu 2 sampai 5 menit terjadi

30

warna merah intensif, menunjukkan adanya flavonoid (glikosida-3flavonol). b. Diuapkan hingga kering 1 ml larutan percobaan, kemudian sisa dilarutkan dalam 2 ml etanol 96%. Ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 10 ml asam klorida pekat. Jika terjadi warna kuning jingga, menunjukkan adanya flavon dan kalkon. 3.4.8 Skrining Fitokimia Golongan Senyawa Kimia Triterpen/Steroid Prosedur: Ditimbang 1 g bahan tumbuhan, ditambahkan eter atau n-heksan, lalu didiamkan selama 2 jam, disaring. Filtrat diuapkan di dalam cawan penguap. Pada sisanya ditambahkan asam asetat anhidrat, kemudian ditetesi dengan asam sulfat pekat (pereaksi Liebermann-Burchart). Timbulnya warna ungu dan merah dan/atau berubah menjadi hijau biru menunjukkan adanya triterper/steroid.

31

3.5 Flowsheet 3.5.1 Skrining Fitokimia Golongan Alkaloid 1 gram sampel ditambahkan 10 ml HCl 0,2 N dipanaskan selama 10 menit pada suhu 100oC didinginkan disaring

Filtrat

Residu

8 ml filtrat
ditambahakan 2 ml larutan amonia pekat dikocok dengan campuran 20 ml eterkloroform (3:1) dibiarkan hingga kedua lapisan memisah

0,5 ml filtrat
ditambahkan 2 tetes pereaksi meyer

0,5 ml filtrat
ditambahkan 2 tetes larutan iodium

Endapan (

alkaloid)

Keruh (

alkaloid)

Lapisan bawah (eter-kloroform) diuapkan

Lapisan atas (Air)

Residu
ditambahkan 2 tetes HCl 2N ditambahkan 2 tetes reagen Meyer/Bouchardat Endapan/kekeruhan ( alkaloid) 32

3.5.2 Skrining Fitokimia Golongan Glikosida A. Larutan Percobaan 3 gram serbuk simplisia ditambahkan 30 ml campuran etanol 95% dengan air (7:3) di dalam alat pendingin alir balik ditambah H2SO4 hingga pH larutan = 2 direfluks selama 10 menit didinginkan disaring Filtrat ditambahkan 25 ml air dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M dikocok, diamkan selama 5 menit disaring Filtrat disari dengan 20 ml campuran kloroform-isopropanol (3:2) sebanyak 3 kali ditambahkan Na2SO4 anhidrat disaring Filtrat diuapkan pada suhu tidak lebih dari 50 C dilarutkan sisanya dalam 2 ml metanol Larutan percobaan
o

Residu

Residu

Residu

33

B. Percobaan Umum Terhadap Glikosida a. Reaksi Libermann-Burchard 0,1 ml larutan percobaan diuapkan di atas penangas air Sisa dilarutkan dalam 5 ml asam asetat anhidrat ditambahkan 10 tetes H2SO4 (p) Warna biru/hijau ( Glikosida)

b. Reaksi Molish 0,1 ml larutan percobaan diuapkan di atas penangas air Sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes Molish ditambahkan 2 ml H2SO4(p) dengan hati-hati Terbentuk cincin warna ungu ( ikatan gula)

34

c. Percobaan Terhadap Gula Pereduksi Sampel disari dengan cara merebus di dalam air didinginkan disaring Filtrat ditambahkan larutan Fehling A dan Fehling B sama banyak dipanaskan Endapan merah bata ( gula pereduksi) Skrining Fitokimia Golongan Senyawa Glikosida Sianogenik Sampel dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer dilembabkan dengan air diselipkan kertas saring yang telah dibasahi dengan larutan natrium pikrat dengan bantuan gabus pada mulut labu erlenmeyer dibiarkan terkena sinar matahari Warna merah pada kertas saring ( cyanogenik glikosida ) Residu

3.5.3

35

3.5.4

Skrining Fitokimia Golongan Senyawa Glikosida Antrakuinon 200 mg Sampel ditambahkan 2 ml larutan FeCl3 ditambahkan 8 ml air ditambahkan 5 ml HCl pekat didihkan selama 5 menit didinginkan ditambahkan 5 ml benzene dikocok dibiarkan hingga lapisan benzene memisah dicuci 2 kali dengan masing-masing 2 ml air Lapisan benzene berwarna kuning ditambahkan 2 ml NaOH 2N dikocok

Lapisan benzene tidak berwarna ( antrakuinon)

Lapisan air berwarna merah ( antrakuinon)

36

3.5.5

Skrining Fitokimia Golongan Senyawa Saponin 0,5 g sampel yang dihaluskan dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 10 ml air panas didinginkan dikocok kuat-kuat selama 10 detik Terbentuk buih mantap selama 10menit ditambah 1 tetes HCl 2 N Buih tidak hilang

3.5.6

Skrining Fitokimia Golongan Senyawa Tanin Sampel disari dengan 10 ml air disaring

Filtrat diencerkan hingga tidak berwarna ditambahkan 1-2 tetes larutan FeCl3 10%

Residu

Warna biru ( 3 gugus hidroksil pada inti aromatis tanin) (

Warna hijau 2 gugus hidroksil pada inti aromatis)

37

3.5.7

Skrining Fitokimia Golongan Senyawa Flavonoida

A. Larutan percobaan 0,5 g Sampel ditambahkan dengan 10 ml metanol direfluks dengan menggunakan alat pendingin balik selama 10 menit disaring dengan kertas saring kecil berlipat

Filtrat diencerkan dengan 10 ml air didinginkan ditambahkan 5 ml eter-minyak tanah dikocok dengan hati-hati didiamkan diambil lapisan metanol diuapkan pada suhu 40oC di bawah tekanan dilarutkan dalam 5 ml etil asetat disaring

Residu

Larutan percobaan

Residu

38

B. Cara percobaan a. 1 ml larutan percobaan diuapkan hingga kering dilarutkan dalam 1 -2 ml etanol 95% ditambahkan 0,5 g serbuk Zn ditambahkan 2 ml HCl 2 N didiamkan selama 1 menit ditambahkan 10 ml HCl (p) didiamkan selama 2-5 menit Warna merah intensif ( Flavonoida, glikosida 3-flavonol)

b. 1 ml larutan percobaan diuapkan hingga kering dilarutkan dalam 1 ml etanol 95% ditambahkan 0,1 g serbuk Mg ditambahkan 10 ml HCl (p)

Merah-jingga sampai merah-ungu ( flavonoida) (

Kuning-jingga flavon, kalkon)

39

3.5.8

Skrining Fitokimia Golongan Senyawa Triterpen / Steroid

1 gram serbuk dimaserasi dengan 20 ml eter selama 2 jam disaring

Filtrat diuapkan di dalam cawan penguap Sisa ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat ditambahkan 1 tetes H2SO4 (p) Warna merah-ungu/hijau ( steroid/triterpen)

Residu

40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Percobaan 1. Sampel dari tumbuhan Patikan Kebo ( Euphorbia hirta ) No Golongan senyawa kimia 1 Alkaloida Bouchardat Meyer Dragendorf 2 Glikosida Air + Molisch + H2SO4 (p) Asam asetat anhidrida + H2SO4 (p) 3 Saponin Aquadest + HCl 2N tidak terjadi warna Terdapat buih yang stabil selama 10 menit setelah ditambah HCl 4 5 Tanin Flavonoida FeCl3 10% Etanol 96% + serbuk Zn + HCl 2N + HCl (p) Etanol 96% + serbuk Mg + HCl (p) 6 Triterpenoida Asam asetat anhidrat + H2SO4 (p) Warna merah dan ungu + Warna kuning + Warna hijau Warna kuning + + + Keruh Keruh Keruh tidak terbentuk cincin ungu _ + + + _ Pereaksi Hasil Kesimpulan

41

2. Sampel dari tumbuhan Ubi Racun ( Manihot Esculenta ) No Golongan senyawa kimia 1 Glikosida Sianogenik Asam pikrat + NaOH Terdapat warna merah pada kertas saring + Pereaksi Hasil Kesimpulan

3. Sampel dari tumbuhan Lidah Buaya ( Aloe vera ) No Golongan senyawa kimia 1 Glikosida Antrakuinon FeCl3 + HCl (p) + NaOH 2N Lapisan air berwarna merah muda + Pereaksi Hasil Kesimpulan

4.2 Pembahasan Hasil penapisan fitokimia dari daun Euphorbia hirta menunjukkan adanya golongan senyawa alkaloida, flavonida, saponin, tanin dan steroida/ triterpenoida. Menurut Kusuma dan Zaky (2005), dikatakan

bahwa patikan kebo mengandung beberapa unsur kimia, diantaranya alkaloid, tanin, senyawa polifenol, flavonoid, asam organik palmitat oleat, asam lanolat, terpenoid, eufosterol, tarakserol, tarakseron, myricil alkohol, taraxerol, friedlin, betha amyin, beta sitosterol, beta eufol, euforbol, triterpenoid eufol, tirukalol, eufostrerol, hentriacontane, dan pada bunga terdapat elagic acid.

42

Patikan kebo mengandung tanin, saponin, alkaloida, zat lilin, zat samak, senyawa polifenol (seperti asam galat), flavonoid, quercitrin,

santhorhamnin, asam palmitat, asam oleat dan asam lanolat. Selain itu, terdapat pula kandungan kautshuk, tarakserol, tarakseron, dan terpenoid eufosterol (Asiamaya, 2008). Hasil penapisan fitokimia dari Manihot esculenta mengandung senyawa sianogenik yang dikenal dengan linamarin (93%) dan lotaustralin (7%) (Okigbo, 1980). Hasil penapisan fitokimia dari sampel Aloe vera menunjukkan adanya senyawa antrakinon.Menurut Furnawanthi (2003), lidah buaya

mengandung lignin, saponin, asam salisilat (komponen seperti aspirin), hormone (auxin dan giberelin), antrakuinon ( aloe emodin, asam aloetic, alion, anthracine, antranol, barbaloin, asam chrysophanat, emodin, minyak ethereal, ester asam sinamat, isobarbaloin, resistanol ), mineral ( Ca, K, Na, Mg, Mn, Zn, Cu, Fe, dan Cr), vitamin ( A, B1, B2, B6, cholin, asam folat, C, dan E), sterol ( kolesterol, campesterol, lupeol, dan sitosol ), gula (monosakarida : glukosa, fruktosa ; polisakarida : glukomanan / polymannose ) , enzim ( alliase, alkaline phosphatase, amylase, carboxypeptidase, catalase, cellulase, lipase, peroxidase ), asam amino ( 20 dari 22 asam amino yang dibutuhkan manusia dan 7 dari 8 asam amino esensial).

43

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1. Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia Euphorbia hirta sesuai dengan literatur percobaan sebelumnya yang melakukan skrining terhadap tumbuhan ini. Hasil penapisan fitokimia sampel menunjukkan adanya golongan senyawa alkaloida, flavonida, saponin, tanin, dan terpenoida 2. Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia Manihot esculenta sesuai dengan literatur percobaan sebelumnya yang melakukan skrining terhadap tumbuhan ini. Hasil penapisan fitokimia sampel menunjukkan adanya golongan senyawa glikosida sianogenik. 3. Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia Aloe vera sesuai dengan literatur percobaan sebelumnya yang melakukan skrining terhadap tumbuhan ini. Hasil penapisan fitokimia sampel menunjukkan adanya golongan senyawa antrakinon. 5.2 Saran 1. Diharapkan untuk percobaan selanjutnya dilakukan skrining terhadap tumbuhan dengan satu jenis tumbuhan untuk satu golongan senyawa metabolit sekunder.

44

2. Diharapkan untuk percobaan selanjutnya semua prosedur pengujian skrining tumbuhan dapat dilakukan.

45

DAFTAR PUSTAKA

Ahira, A., (2007). Manfaat Manihot esculenta. http://www.anneahira.com. Diakses tanggal 24 mei 2012. Anonim, (2004). Glikosida Antrakuinon.

http://www.artikelkimia.info/glikosida-antrakuinon45481420092011. Diakses tanggal 24 Mei 2012. Asiamaya. (2008). Patikan Kerbau (Euphorbia hirta Linn.)

http://www.asiamaya.com/jamu/isi/patikankerbau_euphorbiahirta.htm. Diakses tanggal 24 Mei 2012 Azmi, H.U., (2009). Glikosida Sianogenik. http://hifdziua.wordpress.com. Diakses tanggal 24 Mei 2012. Dalimartha,S., (2008). Atlas Tumbuhan Obat Indonsia. Jilid 5. Jakarta : Pustaka Bunda. Hal. 136-137. Djing, O.G., (2009). Terapi Mata. Jakarta: Penebar Plus. Hal. 16. Furnawanthi, I., (2010). Khasiat dan Manfaa Lidah Buaya Si Tanaman Ajaib. Jakarta : Agromedia. Hal. 7-8. Hadiati, dkk. (2004). Kamus Sain. Jakarta: Balai Pustaka.Hal. 146. Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia : Penuntun Modern Menganalisa Tumbuhan. Edisi Kedua. Penerjemah : Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Bandung : Penerbit ITB. Kirk, R.E. and Othmer, D. F. (1983). Encyclopedia of Chemical Technology. Volume 3. New York : Interscience Publisher Inc.

46

Okigbo, Bede. (1980). Nutritional implications of projects giving high priority to the production of staples of low nutritive quality. The case of cassava in the humid tropics of West Africa. Food and Nutrition Bulletin, 2(4). United Nations University, Tokyo. Rahardjo, R., (2004). Kumpulan Kuliah Farmakologi. Edisi 2. Jakarta: Penerbit buku kedokteran ECG. Hal. 238-239. Robinson, T. (1995). Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung : Penerbit ITB. Rostita, (2008). Sehat, Cantik, dan Penuh Vitalitas Berkat Lidah Buaya. Bandung : Penerbit Qanita PT Mizan Pustaka. Hal. 17, 19. Rukmana, H.R., (2007). Ubi, Budidaya, dan Pascapanen. Yogyakarta : Penerbit Kanisius. Hal. 19-20. Sumardjo, D., (2006). Pengantar Kimia : Buku Panduan Kuliah Kedokteran. Jakarta: Penerbit buku kedokteran ECG. Hal. 385-386,438-439. Wijayakusuma, H. M. H., (2008). Bebas Diabetes Melitus ala Hembing. Jakarta : Puspa Swara. Hal. 62.

47

LAMPIRAN GAMBAR

Uji Alkaloid

Uji Glikosida

Uji Glikosida Sianogenik

Uji Glikosida Antrakuinon

Uji Flavonoida

Uji Triterpenoida

48

You might also like