Professional Documents
Culture Documents
Definisi Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan berupa muara uretra yang terletak di sebelah ventral penis dan sebelah prokimal ujung penis. Hipospadia merupakan salah satu dari kelainan congenital paling sering pada genitalia laki laki, terjadi pada satu dalam 350 kelahiran laki-laki, dapat dikaitkan dengan kelainan kongenital lain seperti anomali ginjal, undesensus testikulorum dan genetik seperti sindroma klinefelter. 2. Etiologi Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum diketahui penyebab pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa faktor yang oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain : 1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormon Hormon yang dimaksud di sini adalah hormon androgen yang mengatur organogenesis kelamin (pria). Atau bisa juga karena reseptor hormon androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormon androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis hormon androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama. 2. GenetikaTerjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi. 3. LingkunganBiasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.
3. Klasifikasi
Tipe hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra eksternum/ meatus : 1) Tipe sederhana/ Tipe anterior Terletak di anterior yang terdiri dari tipe glandular dan coronal. Pada tipe ini, meatus terletak pada pangkal glands penis. Secara klinis, kelainan ini bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan. Bila meatus agak sempit dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi. 2) Tipe penil/ Tipe Middle Middle yang terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan peneescrotal. Pada tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan skrotum. Biasanya disertai dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium bagian ventral, sehingga penis terlihat melengkung ke bawah atau glands penis menjadi pipih. Pada kelainan tipe ini, diperlukan intervensi tindakan bedah secara bertahap, mengingat kulit di bagian ventral prepusium tidak ada maka sebaiknya pada bayi tidak dilakukan sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat berguna untuk tindakan bedah selanjutnya. 3) Tipe Posterior Posterior yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal.
Pada tipe ini, umumnya pertumbuhan penis akan terganggu, kadang disertai dengan skrotum bifida, meatus uretra terbuka lebar
dan umumnya testis tidak turun. Klasifikasi hipospadia yang digunakan sesuai dengan letak meatus uretra yaitu tipe glandular, distal penile, penile, penoskrotal, skrotal dan perineal.
Semakin ke proksinal letak meatus, semakin berat kelainan yang diderita dan semakin rendah frekuensinya. Pada kasus ini 90% terletak di distal di mana meatus terletak di ujung batang penis atau di glands penis. Sisanya yang 10% terletak lebih proksimal yaitu ditengah batang penis, skrotum atau perineum. Berdasarkan letak muara uretra setelah dilakukan koreksi korde, Brown membagi hipospadia dalam 3 bagian : Hipospadia anterior : tipe glanular, subkoronal, dan penis distal. Hipospadia Medius : midshaft, dan penis proksimal Hipospadia Posterior : penoskrotal, scrotal, dan perineal.
4. Manifestasi Klinis a. Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian bawah penis yang menyerupai meatus uretra eksternus. b. Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian punggung penis. c. Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan membentang hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar. d. Kulit penis bagian bawah sangat tipis.Tunika dartos, fasia Buch dan korpus spongiosum tidak ada. e. Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans penis. f. Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok. g. Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum). h. Kadang disertai kelainan kongenital pada ginjal.
Pada kebanyakan penderita terdapat penis yang melengkung ke arah bawah yang akan tampak lebih jelas pada saat ereksi. Hal ini disebabkan oleh adanya chordee yaitu suatu jaringan fibrosa yang menyebar mulai dari meatus yang letaknya abnormal ke glands penis. Jaringan fibrosa ini adalah bentuk rudimeter dari uretra, korpus spongiosum dan tunika dartos. Walaupun adanya chordee adalah salah satu ciri khas untuk mencurigai suatu hipospadia, perlu diingat bahwa tidak semua hipospadia memiliki chordee. 5. Patofisiologi Hypospadia terjadi karena tidak lengkapnya perkembangan uretra dalam utero. Terjadi karena adanya hambatan penutupan uretra penis pada kehamilan minggu ke 10 sampai minggu ke 14. Gangguan ini terjadi apabila uretra jatuh menyatu ke midline dan meatus terbuka pada permukaan ventral dari penis. Propusium bagian ventral kecil dan tampak seperti kap atau menutup.
6. Penatalaksanaan Dikenal banyak tehnik operai hipospadia, yang umumnya terdiri dari beberapa tahap yaitu : 1) Operasi pelepasan chordee dan tunneling Dilakukan pada usia 1,5-2 tahun. Pada tahap ini dilakukan operasi eksisi chordee dari muara uretra sampai ke glands penis. Setelah eksisi chordee maka penis akan menjadi lurus tetapi meatus uretra masih terletak abnormal. Untuk melihat keberhasilan eksisi dilakukan tes ereksi buatan intraoperatif dengan menyuntikkan NaCL 0,9% kedalan korpus kavernosum. 2) Operasi uretroplasty. Biasanya dilakukan 6 bulan setelah operasi pertama. Uretra dibuat dari kulit penis bagian ventral yang di insisi secara longitudinal pararel di kedua sisi.
Tujuan pembedahan : 1) Membuat normal fungsi perkemihan dan fungsi sosial, serta 2) Perbaikan untuk kosmetik pada penis. Ada banyak variasi teknik, yang populer adalah tunneling SidiqChaula, Teknik Horton dan Devine. 1) Teknik tunneling Sidiq-Chaula dilakukan operasi 2 tahap: a. Tahap pertama eksisi dari chordee dan bisa sekaligus dibuatkan terowongan yang berepitel pada glans penis. Dilakukan pada usia 1 -2 tahun. Penis diharapkan lurus, tapi meatus masih pada tempat yang abnormal. Penutupan luka operasi menggunakan preputium bagian dorsal dan kulit penis b. Tahap kedua dilakukan uretroplasti, 6 bulan pasca operasi, saat parut sudah lunak. Dibuat insisi paralel pada tiap sisi uretra (saluran kemih) sampai ke glans, lalu dibuat pipa dari kulit dibagian tengah. Setelah uretra terbentuk, luka ditutup dengan flap dari kulit preputium dibagian sisi yang ditarik ke bawah dan dipertemukan pada garis tengah. Dikerjakan 6 bulan setelah tahap pertama dengan harapan bekas luka operasi pertama telah matang. c. Teknik Horton dan Devine, dilakukan 1 tahap, dilakukan pada anak lebih besar dengan penis yang sudah cukup besar dan dengan kelainan hipospadi jenis distal (yang letaknya lebih ke ujung penis). Uretra dibuat dari flap mukosa dan kulit bagian punggung dan ujung penis dengan pedikel (kaki) kemudian dipindah ke bawah. Mengingat pentingnya preputium untuk bahan dasar perbaikan hipospadia, maka sebaiknya tindakan penyunatan ditunda dan dilakukan berbarengan dengan operasi hipospadi.
B. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Kaji biodata pasien b. Kaji riwayat masa lalu: Antenatal, natal, c. Kaji riwayat pengobatan ibu waktu hamil d. Kaji keluhan utama e. Kaji skala nyeri (post operasi) 2. Pemeriksaan Fisik a. Inspeksi kelainan letak meatus uretra b. Palpasi adanya distensi kandung kemih 3. Pemeriksaan Diagnostik a. Darah lengkap, urine lengkap b. Uretroskopi
4. Diagnosa Keperawatan Pre Operasi 1) Cemas b/d krisis situasional 2) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, kebutuhan pengobatan b/d keterbatasan kognitif Pasca Bedah 1) Resiko Infeksi b/d tindakan invasif 2) Nyeri akut b/d cidera fisik akibat pembedahan 5. Rencana Asuhan Keperawatan Pre Operasi No. 1. Diagnosa Cemas b/d krisis situasional Definisi : Perasaan gelisah yang tak jelas dari ketidaknyamanan atau ketakutan yang disertai respon autonom (sumner Kriteria Hasil : Klien mampu mengidentifikasi dan TUjuan (NOC) NOC : Anxiety control Coping Impulse control Gunakan pendekatan yang menenangkan Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien Intervensi (NIC) NIC : Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu); perasaan keprihatinan disebabkan dari antisipasi terhadap bahaya. Sinyal ini merupakan peringatan adanya ancaman yang akan datang dan memungkinkan individu untuk mengambil langkah untuk menyetujui terhadap tindakan. Ditandai dengan : Gelisah Insomnia Resah Ketakutan Sedih Fokus pada diri Kekhawatiran Cemas
mengungkapkan gejala cemas Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan teknik untuk mengontol cemas Tanda-tanda vital dalam batas normal Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan
Dorong keluarga untuk menemani anak Lakukan back / neck rub Dengarkan dengan penuh perhatian Identifikasi tingkat kecemasan Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
2.
Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, kebutuhan pengobatan b/d keterbatasan kognitif.
Definisi : Tidak adanya atau kurangnya informasi kognitif sehubungan dengan topic spesifik.
Kriteria Hasil : Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan
tentang proses penyakit yang spesifik Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat
Batasan karakteristik : memverbalisasikan adanya masalah, ketidakakuratan mengikuti instruksi, perilaku tidak sesuai. Faktor yang berhubungan : keterbatasan kognitif, interpretasi terhadap informasi yang salah, kurangnya keinginan untuk mencari informasi, tidak
Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya
Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat
Hindari harapan yang kosong Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat
Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit
Diskusikan pilihan terapi atau penanganan Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan
Instruksikan pasien
mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat.
POST OPERASI No . 1. Nyeri akut b/d cidera fisik akibat pembedahan NOC : Definisi : Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang muncul secara aktual atau potensial kerusakan jaringan atau menggambarkan adanya kerusakan (Asosiasi Studi Nyeri Internasional): serangan mendadak atau pelan intensitasnya dari ringan sampai berat yang dapat diantisipasi dengan akhir yang dapat diprediksi dan dengan durasi kurang dari 6 bulan. Kriteria Hasil : Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) Menyatakan rasa Pain Level, Pain control, Comfort level Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau Pain Management Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
nyaman setelah nyeri Batasan karakteristik : Laporan secara verbal atau non verbal Fakta dari observasi Posisi antalgic untuk menghindari nyeri Gerakan melindungi Tingkah laku berhati-hati Muka topeng Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai) Terfokus pada diri sendiri Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan proses berpikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan) Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan, menemui orang lain berkurang Tanda vital dalam rentang normal
Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
Kurangi faktor presipitasi nyeri Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal)
Ajarkan tentang teknik non farmakologi Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
dan/atau aktivitas, aktivitas berulangulang) Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi pupil) Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku) Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah) Perubahan dalam nafsu makan dan minum
Tingkatkan istirahat Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
Analgesic Administration Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi Cek riwayat alergi Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur
Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
2.
NIC : Infection Control (Kontrol infeksi) Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain Pertahankan teknik isolasi Batasi pengunjung bila perlu Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
Kriteria Hasil : Faktor-faktor resiko : - Prosedur Infasif - Ketidakcukupan pengetahuan untuk menghindari paparan patogen - Trauma - Kerusakan jaringan dan peningkatan paparan lingkungan Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya, Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya
- Ruptur membran amnion - Agen farmasi (imunosupresan) - Malnutrisi - Peningkatan paparan lingkungan pathogen - Imonusupresi - Ketidakadekuatan imum buatan - Tidak adekuat pertahanan sekunder (penurunan Hb, Leukopenia, penekanan respon inflamasi) - Tidak adekuat pertahanan tubuh primer (kulit tidak utuh, trauma jaringan, penurunan kerja silia, cairan tubuh statis, perubahan sekresi pH, perubahan peristaltik) - Penyakit kronik
infeksi Jumlah leukosit dalam batas normal Menunjukkan perilaku hidup sehat
Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum
Infection Protection (proteksi terhadap infeksi) Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal Monitor hitung granulosit, WBC Monitor kerentanan
terhadap infeksi Batasi pengunjung Saring pengunjung terhadap penyakit menular Pertahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko Pertahankan teknik isolasi k/p Berikan perawatan kulit pada area epidema Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase Inspeksi kondisi luka/ insisi bedah Dorong masukkan nutrisi yang cukup Dorong masukan cairan Dorong istirahat Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi Ajarkan cara menghindari infeksi Laporkan kecurigaan
DAFTAR PUSTAKA
Closkey JC & Bulechek. 1996. Nursing Intervention Classification. 2nd ed. Mosby Year Book.
IDAI, 2005.Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak, Badan Pnerbit IDAI, Jakarta.
Johnson M, dkk. 2000. Nursing Outcome Classification (NOC). Second edition. Mosby.
Mansjoer A, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Media Aesculapius. Jakarta.
Sagung Setoatzel, pincus dkk. 1990. Kapita Selekta Pediatri. Jakarta : EGC.
Markum, A.H. 1997. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Rosenstein, Beryl J. 1997. Intisari Pediatri Panduan Praktis Pediatri Klinik Edisi II. Jakarta : Hipokrates
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN HIPOSPADIA
PROGRAM PROFESI NERS XXIII FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS PADJADJARAN 2012